Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

S DENGAN

CHOLELITIASIS

Disusun Oleh Kel.3:

 Lukas walu(2021610045)
 Maria Rosalinda Roja
 Irene Stefi
 Yaniar Riski
 Delsi
 Marnik
 Davidson

Prodi Keperawatan-Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Malang
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan ASUHAN KEPERAWATAN tentang
CHOLELITIASIS

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan asuhan keperawatan ,ini Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dan berbagai pihak

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dan penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam asuhan keperawatan ini Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dan pembaca agar kami dapat memperbaiki
MAKALAH kami

Kami berharap semoga makalah kami yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca

Malang 27 april 2023


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kolelitiasis atau batu empedu adalah batu yang terdapat di dalam kandung empedu atau di
dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya. Kolelitiasis pada umumnya banyak
menyerang orang dewasa dan lanjut usia. kolelitiasis terbagi menjadi 3 jenis, yaitu batu
kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Semua spesimen reaksi yang terdapat di dalam
kandung empedu diperiksa secara hispatologik untuk melihat ada tidaknya perubahan mukosa
di dalam kandung empedu(Veronika et al., 2016).

Pravelensi penyakit kolelitiasidi negara Asia 3%-15% lebih rendah dibandingan


negara barat. Kasus kolelitiasis di Indonesia kurang mendapat perhatian karena sering sekali
asimtomatik sehingga sulit di deteksi atau sering terjadi kesalahan dalam mendiagnosis.
Penelitian yang pernah dilakukan di Medan tahun 2011, didapatkan 82 kasus
kolelitiasis.prevalensi batu empedu sekitar 4.3% – 10.7%. Choleltiaisis biasanya terjadi di
derita orang dewasa, antara usia 20-50 tahun dan sekitar 20% dialamioleh pasien yang
berumur diatas 40tahun.Perempuan lebih banyak yaitu 67,71% daripada laki-laki 32,29%.
(80,46%). Pasien dengan peningkatan IMT sebanyak 69,27%. Angka kejadian kolelitiasis di
bagian bedah di RSI Siti Rahmah mengalami peningkatan dalam empat tahun terakhir. Pada
tahun 2014 kejadian kolelitiasis berjumlah 10 kasus, serta pada tahun 2017 berjumlah 118
kasus(Nurhikmah & Efriza, Abdullah, 2018).

Penatalaksanaan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah


dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simtomatik dan kolelitiasis yang
asimtomatik. Pada kolelitiasis yang asimtomatik, perlu dijelaskan pada pasien bahwa tidak
diperlukan tindakan sampai kolelitiasis menjadi simtomatik. Sedangkan untuk Kolesistektomi
sampai saat ini masih merupakan baku emas dalam penanganan kolelitiasis dengan gejala
(simtomatik).

Maka disini perawat berperan penting dalam memberikan asuhan pre maupun post
agar tidak terjadinya peningkatan keparahan penyakit pada pasien. Perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan di tatanan pelayanan kesehatan, dituntut mampu melakukan pengkajian
secara komprehensif, menegakkan diagnose, merencanakan intervensi, memberikan intervensi
keperawatan dan intervensi yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam
melaksanakanpemberian asuhan keperawatan kepada pasien, serta melakukan evaluasi dan
tindak lanjut. Salah satu intervensi perawat dalam penanganan Pasien Cholelithiasisdengan
mengajarkan latihan rentang gerak (ROM), selain itu perawat juga memberikan tindakan
untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh pasien dengengan memberikan terapi distraksi
dan relaksasi (Tarik nafas dalam) yang dapat menurunkan skla nyeri pada pasien.

Kasus yang ditemukan penulis adalah pasien cholelitiasis yaitu Ny.S dengan masalah
gangguan mobilitas fisik, di Ruang Batussalam 2 RSI SultanAgung Semarang. Dapaat
disimpulkan bahwa perawat kebanyakan menggunakan pemberian analgetik sebagai tindakan
farmakologi. Sedangkan pada tindakan non-farmakologi biasanya perawat melakukan latihan
renntang gerak (ROM) jarang dilakukan oleh perawat. Sehingga penulis menerapkan asuhan
keperawatan pada Ny.S dengan intervensi latihan gerak (ROM) pasif untuk mengurangi skala
nyeri serta mengurangi kekakuan pada sendi maupun otot di Ruang Baitussalam 2 RSI Sultan
Agung Semarang.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Cholelitiasis


1. Pengertian
Cholelithiasis adalah batu empedu yang terdapat di saluran empedu. Lebih dari 90% klien
dengan cholecystitis menyebabkan cholelithiasis. Cholelitiasis adalah timbunan batu kristal
dalam kandung empedu atau didalam saluran empedu. Batu yang ditemukan didalam kandung
empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu didalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
Batu empedu juga dapat didefini11sikan sebagai endapan satu atau lebih komponen empedu,
seperti kolestrol, bilirubin, garam empedu, kalsium, dan protein(Naga, 2013).

Kolelitiasis adalah suatu penyakit yang berisi batu empedu yang biasa ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Kolelitiasis
disebut juga dengan batu empedu, gallstones, atau biliary calculus. Kolelitiasis atau batu
empedu. Batu empedu dikenal ada tiga jenis, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin, dan batu campuran.Kandung empedu terletak di bawah hati, di sisi perut bagian
kanan atas, tepat di bawah lobus kanan hepar. Kandung empedu ini memiliki fungsi untuk
menyimpan dan memekatkan empedu(Sanusi et al., 2019).

2. Etiologi

Secara umum, etiologi dari batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Namun
sejauh ini banyak riset yang dilakukan, faktor predisposisilah yang menjadi paling penting
untuk diketahui. Predisposisi tersebut antara lain usia lebih dari 60 tahun. Genetika, jenis
kelamin (wanita lebih sering, di karenakan hormon estrogen meningkat saturasi kolestrol
dalam kandung empedu), kegemukan (maka kadar kolestrol dalam kandung empedu pun
tinggi), infeksi saluran pencernaan, dan kondisi klinis seperti diabetes, sirosis hati,
pankreatitis, kangker kandung empedu, dan juga reseksi ileum(Naga, 2013).

3. Patofisiologi

Penyebab yang jelas belum diketahui pada kasus ini tetapi ada beberapa faktor etiologi
yang dapat diidentifikasi anatara lain :
a. Faktor metabolik

Cairan empedu mengandung air, HCO3, pigmen empedu, garam empedu dan kolestrol
yang tinggi dalam cairan empedu memungkinkan terbentuknya batu. Tidak dijumpai kolerasi
darah dan kolestrol empedu.

b. Statis bilier

Stagnasi cairan pada empedu menyebabkan air ditarik ke kapiler, sehingga garam empedu
menjadi lebih banyak yang akan mengubah kelarutan kolestrol.

c. Peradangan

Karena proses peradangan, kandung empedu menjadi berubah, sehingga keasaman cairan
empedu bertambah dan daya laru kolestrol menjadi menurun. Dampak cholelitiasis terhadap
fungsi pencernaan tergantung pada besarnya batu dan lokasi batu. Bila besarnya batu
menghambat sirkulasi dan penekanan pada jaringan maka akan dijumpai manifestasi klinis
akibat spasme duktus dan gangguan pencernaan akibat cairan empedu yang tidak mengalir ke
duodenum.

1) Bilirubin terkonjugasi akan meningkat dalam darah diakibatkan oleh absorsi cairan
empedu oleh kapiler darah sebagai dampak adanya obstruksi. Ikterus akan timbul
2) Cairan empedu tidak masuk ke duodenum, menyebabkan gangguan ingesti dan
absorpsi khususnya lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Dingesti dan absorbsi
karbohidrat dan lemak berkurang maka akaan menyebabkan neunasa, muntah, diare,
distensi abdomen.
3) Adanya obstruksi akan menyebabkan spasme pada duktus biliaris yang berusaha untuk
melewatkan sumbatan, sehingga menimbulkan nyeri yang tambah bila kimus masuk
ke duodenum pada saat makan.
Ada dua jenis batu yaitu :
a) Batu kolestrol dengan ciri berukuran besar, warna kuning pucat, dapat
bergerombol atau tunggal, terjadi akibat gangguan metabolism kolestrol dan
garam empedu.
b) Batu pigmen empedu, berukuran kecil, warna hitam atau coklat, biasanya
bergerombol, terjadi akibat gangguan metabolisme bilirubin tak
terkonjugasi(Diyono, 2013).

4. Presepsi Diri
Klien mengatakan sebelum dirawat dirinya aktif dan sehat. Selama sakit Klien
mengatakan khawatir dengan kondisinya yang sekarang, klien dibantu dalam melakukan
pengambilan keputusan oleh anaknya. Klien mengatakan berharap bisa segera sembuh, klien
berperan sebagai ibu dan istri. Klien merasa bangga dengan menjadi istri dan ibu bagi anak
anaknya.

4. Manifestasi Klinis
a. Rasa nyeri dan kolik bilier

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akirnya akan menjadi infeksi. Penderita akan mengalami panas dan mungkin
terasa massa padat pada abdomen. Penderita pada kolik bilier disertai dengan nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan.

b. Ikterus

Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala


yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diresap oleh
darah.

c. Perubahan warna uruin dan feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Feses
yang tidak lagi di warnai pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat.

d. Defisiensi vitamin

obstruksi aliran empedu juga akan menganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yamh larut
lemak. Oleh karena itu penderita dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin ini jika
obstruksi bilier berlangsung lama.
e. Terjadi regurgitasi gas

Reegurtasi gas ini dapat berbentuk flatus maupun sendawa(Naga, 2013).

5. Pemeriksaan Diasnotik
a. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimpotamik biasanya tidak menunjukan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis apabila
terjadi sidroma mirizi akan ditemukan peningkatan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus soledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mengakibatkan batu di dalam
koledokus. Kadar serum alkali fosfatase mungkin juga amylase serum biasanya meningkat
serangan akut.

b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasa ya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar
10-15 % batu kandung empedu yang bersif atradiopak.biasanya empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsiumtinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut
dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,kandung empedu biasanya terlihat
sebagai jaringan lunakdi kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalamususbesar,
difleksurahepatika.

2) Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai kadar spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi
batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intra-hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
mengakibatkan peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat duktus koledokus distal
terkadang sulit dideteksi karena terhalang adanya udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang lebih jelas dari pada dengan palpa
sibiasa.
3) Kolesistografi

Digunakan untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontrascukup baik karena


relatif murah, sederhana, dan cukup akuratuntuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlahdan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaanileus paralitik,
muntah, kadar bilirubin serum di atas 2 mg/dl,obstruksi pylorus dan hepatitis, karena pada
keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu(Albab, 2013)

6. Komplikasi

a. Dalam kolelitiasis : gangguan apapun yang berkaitan dengan pembentukan batu


empdu ( kolangitis, kolesistitis, koledolitiasis, atau ilues batu empedu)

b. Dalam kolesistitis : komplikasi kantung empedu (epiema, hidrops mukokel, atau


gangren) : gangren bisa menyebabkan perforasi, pembentukan fistula, pankreatitis, empedu
seperti air lemon dan kantung empedu porselen.

c. Dalam koledolitiasis : kolangitis, sakit kuning obstruktif, pangkreatitis, dan sirois


bilier sekunder.

d. Dalam kolangitis : syok septik dan kematian.

e. Dalam ilues batu empedu : obstruksi usus, yang menyebabkan perforasi instestinal,
peritonitis, septisemmia, infeksi sekunder dan syok septik(Sarwiji, 2011).

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan dari penyakit cholelitiasis bisa dilakukan dengan dua cara yaitu non
bedah dan bedah.

a. non bedah
1) perubahan pola makan dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.

2) Lisis batu, pelarutan batu dengan menggunakan metlit butil eter.

3) Litrotipasi, pemecahan batu empedu denagan menggunakan gelombang kejut dari


perangkatelektromagnetik, yaitu ESW (Extraporall Sbock Wave Litotripsy)

4) Endoscopy ERCP.
b. Bedah

Penatalaksanaan bedah ini dilakukanan dengan mengangkat kandung empedu atau


kolesistektomy. Dilakukan jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang-
ulang, meskipun telah dilakukan perubahan sebagaimana pada penatalaksanaan nonbedah
seperti uraiain sebelumnya(Naga, 2013).

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
(Hadi, 2016)Menjelaskan bahwa tahap awal yang sangat penting dalam proses asuhan
keperawatan adalah pengkajian. Pada tahap ini menentukan keberhasilan perawat dalam
mengkaji masalah pada pasien dan mengambil langkah selanjutnya untuk mengatasi masalah
pada pasien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah:

a. Identitas klien dan penanggung jawab


b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan saat ini
Keluhan klien saat ini
2) Riwayat kesehatan lalu
Apakah dahulu klien memiliki riwayat penyakit atau kelainan pada ginjal, dan apakah
memiliki gejala-gejala tumor
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga keluarga klien memiliki riwayat penyakit ginjal atau tumor
b. Riwayat kesehatan Lingkungan

Bagaimana lingkungan sekitar tempat tinggal klien.

d. Pola Kesehatan Fungsional

1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Merupakan persepsi klien tentang penyakitnya dan bagaimana car klien mempertahankan
kesehatannya

2) Pola Nutrisi dan Metabolik

Terkait bagaimana kebiasaan klien dalam mengonsumsi makanan, adakah kesulitan dalam
makan, dan bagaimana frekuensi makan klien tiap hari.
3) Pola Eliminasi

Apakah terdapat gangguan pada pola, frekuensi, dan warna pada eliminasi

4) Pola Aktivitas dan Latihan

Terkait dengan aktivitas sehari-hari atau pekerjaan klien, apakah ada kesulitan dalam
melaksanakan aktivitas

5) Pola Istirahat dan Tidur

Bagaimana pola kebiasaan tidur klien, apakah terdapat keluhan kesulitan tidur

6) Pola Kognitif dan Perseptual

Apakah klien mengeluh adanya gangguan pada kemampuan sensasi (penglihatan dan
pendengaran), adanya keluhan nyeri, dan kesulitan yang dialami.memfasilitasi peregangan
dan pelepasan kelompok otot yang akan menghasilkan perbedaan sensasi ,lakukan pengkajian
nyeri PQRST, kolaborasi pemberian analgesik, berikan relaksasi otot progresif.

P : Apa yang merasakan nyeri itu muncul

Q : Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan

R : Dibagian tubuh sebelah mna nyeri itu muncul

S : skla nyeri (1-10)

T : Kapan nyerinya muncul(Aini et al., 2019)

7) Pola Persepsi Diri

Apakah klien dan keluarganya merasa cemas atas penyakit yan menimpa klien.Kecemasan
merupakan suatu kekhawatiran yang berhubungan dengan perasaan dan emosi pasien ketika
akan menjalani operasi dengan kriteria tingkatan yang diukur dan dinilai menggunakan
modifikasi alat ukur T-MAS dengan skala interval, dengan kriteria : skor 1–7 : cemas ringan,
8–14:cemas sedang , 15 – 21 : cemas berat(Arifa & Trise, 2012)

e. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan tindakan untuk mengkaji bagian tubuh klien dengan
melakukan pemeriksaan TTV (tanda-tanda vital) dan pemeriksaan head to toe. Dalam
Pemeriksaan fisik daerah abdomen pemeriksaan dilakukan dengan sistematis inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


a. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatn pada dengan pre dan post oprasi pasien cholelitiasis berdasarkan SDKI
menurut (PPNI, 2016)

1) Pre oprasi

a) Ansietas

2) Post oprasi

a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

b) Resiko infeksi

c) Gangguan mobilitas fisik berhubungann dengan nyeri

d) Risiko defisit nutrisi

b. Fokus interfensi

Fokus intervensi keperawatan pada pasien dengan pre dan post op cholelitiasis berdasarkan
SIKI menurut (PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, 2018)

Pre oprasi

1) Anisetas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan Tujuan dan kriteria


hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan keluhan cemas

klien berkurang :

a) Kebingungan menurun

b) Tekanan darah menjadi normal

c) Kekhawatiran menurun

d) Pola tidur membaik


Intervensi:

a) Identifikasi saat tingkat ansietas

b) Latihan kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan

c) Ajarkan tehnik relaksasi

d) Anjurkan mengambil posisi nyaman semi flower

e) Ciptakan lingkungan teanang tanpa ada gangguan

Post oprasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

Tujuan dan Kriteria hasil:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tingkat nyeri pada

klien menurun dengan kriteria hasil:

a) Keluhan nyeri menurun

b) Tampak meringis menurun

c) Mampu menuntaskan aktivitas

d) Rasa gelisah menurun

e) Mampu menggunakan teknik nonfarmakologis

f) Kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat

Intervensi:

a) Identifikasi lokasi, karakteristik,skala, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri

b) Identifikasi faktor yang memperberat nyeri

c) Berikan teknik non farmakologik untuk mengurangi rasa nyeri

(misal: terapi pijat, aromaterapi, kompres hangat/dingin, teknik


relaksasi)

d) Ajarkan teknik nonfarmakologik untuk mengurangi rasa nyeri

e) Kolaborasi pemberian analgesik

f) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan

2) Resiko infeksi

Tujuan dan Kriteria Hasil:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan risiko infeksi

pada klien menurun dengan kriteria hasil:

a) Tidak terdapat bau pada cairan luka pasien

b) Bengkak berkurang

c) Nyeri berkurang

d) Kerusakan lapisan kulit menurun

e) Kerusakan jaringan menurun

f) Perdarahan menurun

Intervensi:

a) Monitor tanda dan gejala infeksi

b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic

c) Berikan perawatan kulit pada area luka

d) Batasi jumlah pengunjung

e) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

f) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan

3) Gangguan mobilitas fisik

Tujuan dan Kriteria Hasil:


Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan gangguan

mobilitas fisik pada klien menurun dengan kriteria hasil:

a) Gerakan terbatas pada klien menurun

b) Kelemahan fisik klien menurun

c) Pergerakan ekstremitas klien meningkat

d) Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat

e) Tekanan darah membaik

f) Nyeri klien menurun

g) Kecemasan menurun

Intervensi:

a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

b) Monitor TTV

c) Fasilitasi aktivitas dengan menggunakan alat bantu

d) Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan pergerakan

e) Ajarkan mobilisasi sederhana (mis: duduk di tempat tidur,pindah dari tempat tidur ke kursi)

4) Risiko defisit nutrisi

Tujuan dan Kriteria Hasil:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan risiko deficit nutrisi pada klien menurun
dengan kriteria hasil:

a) Nafsu makan membaik

b) Porsi makan meningkat

c) Perasaan cepat kenyang menurun

d) Frekuensi makan meningkat


Intervensi

a) Identifikasi faktor yang mempengaruhi asupan gizi

b) Monitor mual dan muntah

c) Identifikasi kemampuan menelan

d) Berikan makanan sesuai keinginan jika memungkinkan

3. Pathways
Obesitas, diet rendah serat tinngi

Kadar empedu turun

Kolestrol

Supersaturasi

Pembentukan kristal Gangguan

mobilitas fisik

Batu

Nyeri
Kolestiasis pada saluran empedu tindakan oprasi Luka Akut

Resiko
Batu terdorong menuju duktus Kurangnya pengetahuam
infeksi

Ansetas Gangguan
Obstruksi duktus pada kandung empedu
pola tidur
Gesekan empedu dengan dinding

Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas

Nyeri akut

BAB III

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian ini di lakukan pada tanggal 13 Februari 2021 pada pukul 17.00 WIB penulis
mengelola kasus pada Ny.S dengan masalah penyakit Cholelitiasis di ruang Baitussalam 2
Rumah Sakit Islam Sultanagung Semaran di peroleh gambaran kasus seperti berikut :

1. Data Umum
a. Identitas klien

Klien bernama Ny.S berusia 47 th, alamat Pangkis Harjowinagun timur Batang, agama islam,
pendidikan terakhir SLTA, bekerja sebagai ibu rumah tangga berasal dari suku jawa indonesia
dengan diagnose medis Cholelitiasis di Rumah Sakit pada tanggal 13 Februari 2021 pada
pukul 18.00

b. Identitas penanggung jawab

Klien selama dirawat di rumah sakit yang menjadi tanggung jawab atas semua
kesembuhan klien adalah anak kandungnya yang bernama Nn.S, berusia 19th jenis kelamin
perempuan, agama islam, berasal dari suku jawa bangsa Indonesia, pendidikan berstatus
mahsiswi dengan pekerjaan sebagai pelajar.

2. Keluhan utama

Klien mengataakan nyeri di bagian perut sebelah kanan atas dan nyeri saat beraktifitas,
lamanya keluhan klien 1 bulan yang lalu,timbulnya keluhan secara mendadak.
3. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengatakan masuk ke RS karena nyeri perut sebelah kanan atas sebelum masuk
ke rumah sakit, napsu makan klien menjadi menurun, klien mengatakan mengalami
penurunan berat badan yang awalnya 80 kg menjadi 76 kg, faktor yang memperberatkeluahan
pasien adalah saat beraktivitas berlebih maka nyerinya semakin terasa. Sebelum dibawa ke
rumah sakit klien sudah dibawa ke klinik terdekat dan sudah diberi terapi dari klinik, namun
klien belum ada perubahan.

4. Riwayat kesehatan masa lampau

Klien mengatakan dulu pernah menjalani oprasi cs waktu melahirkan anak ke4 nya.
Klien juga pernah mengalawi riwayat magh 2 tahun yang lalu dan sekarang sudah sembuh
tidak pernah kambuh lagi.

5. Riwayat keluarga
a. Susunan Kesehatan Keluarga (genogram)

6. Riwayat sosial

Klien mengatakan tinggal satu rumah dengan suami serta anak-anaknya, klien
mengikuti kegiatan ibu-ibu di lingkungan tempat tinggalnya. Keadaan lingkungan rumah
bersih, keselamatan anak sudah terjamin dan terdapat ventilasi udara di dalam rumah dengan
diberi jendela.

7. Keadaan Kesehatan saat ini

Ny.S telah didiagnosa medis penyakit Cholelitiasi. Tindakan yang sudah untuk Ny.S
yaitu terapi pro laparascopy cholelitiasis.

B. Pengkajian Pola Fungsional Menurut Gordon

1. Presepsi kesehatan atau penanganan kesehatan


klien mengatakan jika klien sakit biasanya di belikan obat warung,apabila tidak
kunjung sembuh klien dibawa keklinik ataupun puskesmas terdekat.Klien sebelumnya tampak
biasa saja, tetapi setelah dirawat di RS klien tampakkhawatir dengan kondisinya sekarang,
klien hanya bisa berbaring di tempat tidur, serta membutuhkan bantuan apabila ingin duduk
maupun ingin kekamar mandi.Sebelum di rawat klien makan 3 kali sehari, setelah dirawat
klien makan 3 kalisehari dengan porsi separo, klien tidak mengkonsumsi obat-obatan maupun
yang lainya, klien berolahraga senam aerobik seminngu 2x, kondisi ekonomi klien cukup
untuk sehari-hari. Klien selalu memperhatikan mengenai kesehatan dan kesejahteraan
anaknya

2. Nutrisi
Klien mengatakan sebelum dan saat di rawat makan 3 kali sehari, tetapi saatdirawat
napsu makan klien menjadi menurun klien hanya makan dengan porsi separo, klien
mengatakan ada pantangan maknan yang harus di hindari yaitu makanan yang mengandung
lemak seperti daging dan tidak boleh makan goreng-gorengan, klien lebih suka sayur-sayuran
dan buahbuahan seperti melon dan jeruk. Klien mengatakan terkadang mual,kemampuan
mengunyah baik. Klien mengalami penurunan berat badan selama 1 bualan terakhir yg
awalnya 80 kg menjadi 76 kg. Klien minum dengan frekuensi 1000cc dalam sehari, klien
terpasang infus dan tidak demam.

5. Eliminasi
Klien mengatakan pola BAB klien sebelum sakit dan selama sakit 1 kali dalam sehari
lancar tidak ada gangguan. Pola BAK klien sebelum dan selama sakit bisa 6 sampai 7 kali
dalam sehari. Klien tidak memiliki masalah pada eliminasinya dan terpasang selang kateter.

6. Aktivitas
Klien mengatakan aktivitas sebelum sakit normal-normal saja tapi setelah dirawat
aktivitas klien terganggu. Sebelum dirawat klien mandi sendiri sehari 2 kali, setelahdirawat
klien mandi dengan bantuan anaknya, pergerakan tubuh klien sakit apabila terlalu banyak
bergerak klien sulit saat beraktivitas. Saat klien beraktifitas dibantu anaknya .

7. Tidur dan Istirahat


Klien mengatakan sebelum sakit tidur cukup7-8jam dalam sehari, setelah sakit klien
jarang tidur nyenyak, sering terbangun kalo sudah bangun di malam hari klien tidak bisa tidur
lagi sampai pagi ,dan tidur 5- jam dalam sehari.

8. Kognitif atau Pereptual


Klien mampu berbicara dengan baik , klien dapat mendengar dan melihat dengan baik,
klien merasakan nyeri pada perut bagian kanan atas.

P : Nyeri terjadi saat beraktivitas atau bergerak


Q : Nyeri sepertidi tuduk-tusuk

R : Dibagian abdomen kanan atas.

S : Skala nyeri 4

T : Nyeri hilang timbul

9. Peran dan Hubungan


Klien mengatakan hubungan dengan keluarga baik, bisa menjalin hubungan dengan klien
lain.

10. Seksualitas dan Hubungan


Klien mengtakan tidak ada masalah dalam reproduksinya

11. Koping dan Toleransi Stress


selama sakit klien menjadi lebih mudah menangis kalo nyerinya datang. Pasien lebih
tenang saat berdzikir. klien sempat panik dan takut saat anak dirawat di rumah sakit.

12. Nilai dan kepercayaan


Klienmengatakansetelahdirawatklienmelaksanakansholatdenganduduk karena kondisinya
yang sekarang hanya bias berbaring dan duduk ditempat tidur.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan klien
Keadaan umum klien lemah, lemas, gelisah meringis menahan nyeri, dengan
kesadaran composmentis, tanda-tanda vital :

Tekanan darah 140/70mmHg,

Suhu:36,7ºC,

Respiratory Rate (RR):18 x/menit,

Nadi:75x/menit.

Bentuk kepala masochepal, warna rambut hitam beruban,rambut bersih, tidak rontok
dan lepek serta berminyak ubun-ubun berbentuk datar. Bentuk mata kanan dan kirisimetris,
konjungtiva anemis, kemampuan penglihatan baik, tidak menggunakan alat bantu dan tidak
ada pembesaran pupil. Bentuk hidung kanan dan kiri simetris, hidung bersih tidak ada sekret.
Bentuk telinga kanan dan kiri simetris, pendengaaran baik, tidak menggunakan alat bantu
dengar, serta tidak ada serumen. Tidak kesulitan bicara, mulut bersih, gigi bersih, tidak ada
lesi, bentuk bibir simetris, tidak kesulitan untuk menelan, bentuk leher tidak ada benjolan,
Tidak terdapat kelenjar, limfe tidak ada pembesaran tonsil, dan tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid di leher .

2. Pemeriksaan abdomen
Paru-paru

inspeksi : perkembangan paru simetris,

palpasi : tidak ada benjolandan tidak ada nyeri tekan,

perkusi : suara paru sonor,

auskultasi : tidak ada suara tambahan.

Jantung

inspeksi : tidak ada jejas, ictus cordis tidak tampak,

palpasi :tidak ada nyeri tekan, ictus cordis teraba,

perkusi : bunyi pekak,

auskultasi : bunyi jantung lup dup.

Abdomen

Inspeks: terdapat luka di bagian abdomen ,

Auskultasi: Terdengar suara bising usus,

Perkusi: Terdengar bunyi timpani ,

Palpasi :terdapat nyeri tekan di bagian abdomen.

3. Genatalia
Alat kelamin bersih, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, bagian anus tidak ada
benjolan (hemoroid).

4. Kulit
Kulit bersih, warna sawo matang, kulit lembab dan ada luka pada tusukan jarum infus
pada tangan sebelah kanan dan luka sayatan operasi pada perut bagian kanan bawah, dengan
nyeri diarea jahitan, akan tetapi tidak terlihat adanya tanda-tanda seperti kemerahan dan
adanya pess.

5. Pemeriksaan USG
TS YTH

USG Abdomen

Hepar : Bentuk dan ukuran membesar, perenkim homogen, liver tip lancip,

tapi regular, tak tampak nodul.V. porta melebar.

Ductus biliaris intra dan ekstra hepatal tak melebar.

Vesica felea : Bentuk dan ukuran normal, tak tampak massa, tampak

mutiple lesi hiperekoik (uk terbesar 1,95 cm)

Pancreas : Bentuk dan ukuran normal, tak tampak massa.

Lien : Bentuk dan ukuran normal, parenkim homogen, tak tampak nodul.V.

lienalis tak melebar.

Ginjal kanan kiri : bentuk dan ukuran normal, PCS tak meleba, tak tampak

batu/massa.

Aorta : tak melebar, tak tampak limfa denopatipara aorta.

Vesica urinaria : dinding tak menabal,reguler, tak tampak batu/massa.

Uterus : bentuk dan ukuran normal, endometrial line tak menebal.

Tak tampak cairan bebas intraabdomen. Tak tampak cairan bebas

supradiafragma

Pada regio adnexa tampak lesi kistik bentuk bulat batas tegas (ukuran 2,5

cm), cenderung functional cyst.

KESAN :

Hepatomegali
Multiple cholesistolithiasis.

3. Terapi

Infus : RL 20 TPM

Injeksi : Cefotaxim 1 gram 3x1

Paracetamol 3x1

Per oral : ceprofioxacin 500 mg 2x1

Acetyl sistein 200 mg 3x1

4. Diit yang di peroleh

Nasi DM

E. Analisa Data

Pada tanggal 13 februari 2021 pada pukul 15.00 WIB dengan pre

oprasi, di dapatkan data subyektif yang pertama yaitu pasien mengatakan

merasa khawatir akan menghadapi oprasi. Sedangkan data obyektif yaitu klien

tampak tegang, tanda-tanda vital suhu : 36,7 C, tekanan darah :140/70

Mmhg,Respiratory Rate: 18x/menit, nadi : 70 x/menit. Berdasarkan data di atas

penulis menegakan diagnosa keperawatan yaitu ansietas berhubungan dengan

kekhawatiran mengalami ke gagalan.

Pada tanggal 14 februari 2021 pada pukul 10.00 WIB klien telas

selasai menjalani oprasi, di dapatkan data subyektif yang pertama yaitu klien

mengataakan nyeri di bagian perut sebelah kanan atas P : nyeri saat bergerak,

Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk, R : nyeri pada abdomen kanan atas, S : skala

nyeri 3, T : nyeri hilang timbul. Sedangkan data obyektifnya yaitu klien tampak
meringis, tanda-tanda vital Tekanan darah : 143/83 Mmhg, Suhu : 36,9

C,Respiratory Rate : 20x/menit, Nadi : 63x/menit.. Berdasarkan data diatas

penulis menegakan diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisiologis. Dibuktikan dengan nyeri pada abdoem

kanan atas, nyeri yang dirasakan hilang timbul.

Data fokus yang ke dua pada tanggal 14 Februari 2021 pada pukul

10.00 WIB, didapatkan data subyektif yaitu klien mengatakan sulit bergerak

karena nyeri oprasi yang telah di jalaninya dan klien membutuhkan bantuan

orang lain saat beraktivitas. Sedangkan data obyektif klien tampak lemah dan

berbaring di tempat tidur, pergerakan klien terbatas, klien di bantu anaaknya

kalo hendak beraktivitas. Dari data di atas penulis menegakan diagnosa

keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post oprasi

dibuktikan dengan sulit bergerak karena nyeri post oprasi pergerakan klien

terbatas, klien dibantu anaknya saat beraktifitas.

Data fokus yang ke tiga pada tanggal 14 februari 2021 pukul 10.00

WIB, di dapatkan data subyektif yaitu klien mengatakan sulit tidur dan kalo

sudah tidur tiba-tiba terbangun di malam hari tidak bisa tidur lagi sampai pagi.

Sedangkan data obyekif yaitu tanda klien terlihat lesu, terdapat kantung mata,

tanda- tanda vital Tekanan Darah : 140/70 Mmhg, Suhu: 36,7 C,Respiratory

Rate : 20x/menit, Nadi : 75 x/menit. Dari data di atas penulis menegakan

diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kotrol

tidur dibuktikan dengan sulit tidur jika sudah tidur terbangun di malam hari

tidak bisa tidur lagi sampai pagi.


F. Planning/ Intervensi Keperawatan

Pada tanggal 13 Februari 2021 pada pukul 14.00 WIB. disusun

intervensi keperawatan pre oprasi berdasarkan masing-masing diagnosa yang

muncul. Diagnosa keperawatan yang pertama yaitu anietas berhubungan

dengan kekhawatiran mengalami kegagaalan. Tujuan dan kriteria hasil yang di

tetapkan yaitu setelah di lakukan tindakaan keperawatan selama 1x24 jam

keluhan cemas klien berkurang dengan kriteria hasil sebagai berikut

kebingungan klien menurun, tekanan darah menjadi normal, ke khawatiran

menurun, pola tidur menjadi membaik. Adapun intervensi yang dilakukan

antara lain : Identifikasi saat tingkat ansietas, latihan kegiatan pengalihan untuk

mengurangi ketegangan, ajarkan tehnik relaksasi, anjurkan mengambil posisi

nyawan semi flower, ciptakaan lingkungan yang tenang tanpa ada gaangguan.

Pada tanggal 14 Februari 2021 di ssusun intervensi keperawatan post

oprasi berdasarkan intervensi kkeperawatan berdasarkan masing-masing

diagnosa yang muncul.

Diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisiologis di buktikan dengan nyeri pada abdomen sebelah kanan

atas nyeri yang di rasakan hilang timbul. Tujuan dan kriteria hasil yang di

tetapkan yaitu, setelah di lakukan tidankan keperawatan selama 3x24 jam di

harapkan tinggat nyeri menjadi menurun dengan kriteria hasil sebagai berikut

keluhan nyeri menjadi menurun, ekspresi wajah meringis menurun, gelisah

menurun. Adapun intervensi yang dapat di lakukan sebagai berikut :

Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, insensitas nyeri,


identifikasi skala nyeri, berikan terapi farmakologi, berikan tehnik non

farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri( misalnya terapi kompres hangat,

terapi pijat, terapi musik), ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.

Diagnosa yang ke 2 yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan denga

nyeri post oprasi di buktikan dengan kien sulit bergerak karena nyeri post

oprasi pergerakan klien terbatas, klien di bantu anaknya untuk beraktifitas.

Tujuan dan kriteria hasil yang di tetapkan yaitu setelah di lakukan tidakan

keperawatan selama 3x24 jam di harapkan gangguan mobilitas fisik klien

menurun dengan kriteria hasi sebagai berikut pergerakan ekstremitas klien

meningkat, kelemahan fisik menurun, kekuatan otot meningkat, rentang gearak

mrnjadi meningkat. Adapun intervensi yang di dapat dilakukan antara lain :

Memonitor TTV, Identifikasi adanya keluhan nyeri atau keluhan fisik lainya,

memberikandukunganpositifpadasaatmelakukanlatihangeraksendi, anjurkan

ambulaasi sederhana yang harus di lakukan (misalnya berjalan dari tempaat

tidur ke kursi, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai

toleransi), libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan

ambulasi, ajarkan mobilisasi sederhana (misalnya duduk di tempat tidur,

pindah dari tempat tidur ke kursi, duduk disisi tempat tidur),ajarkan ambulasi

dini, latihan rentang gerak (ROM).

Diagnosa yaang ke tiga ganguan pola tidur berhubungan dengan kurang

kontrol tidur dibuktikan dengan sulit tidur jika sudah tidur terbangun di malam

hari tidak bisa tidur lagi sampai pagi. Tujuan dan kriteria hasi yang di terapkan

yaitu setelaah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


gangguan pola tidur menjadi terasi dengan kriteria hasil sebagai berikut

kesulitan tidur mrnjadi menurun, keluhan istirahat tidak cukup menjadi

menurun, kemampuan beraktifitas menjadi membaik. Adapun intervensi yang

di dapat dilakukan antara lain : Identifikasi pola tidur dan aktivitas, identifikasi

faktor penganggu tidur, fasilatasi penghilang stres, ajarkan relaaksasi otot auto

genetk atau cara nonfarmakologi lainya, tetepkan jadwal tidur rutin, modifikasi

lingkungan (misalnya pencahayaan,kebisingan, suhu, matras, tempat tidur.

G. Implementasi

Pada tanggal 13 Februari 2021 pada pukul 17.00 WIB. Melakukan

intervensi keperawatan pre oprasi yaitu ansietas berhubungan dengan

kekhawatiran mengalami kegagalan, dengan melakukan intervensi yang

pertama yaitu mengidentifikasi saat tingkat ansietas, data subyektif yang

didapatkan berupa pasien mengatakan cemas saat akan di oprasi, sedangkan

data obyektif berupa klien tampak cemas memikirkan oprasi yang akan di

jalaninya, tanda-tanda vital Tekanan Darah : 140/70 Mmhg, Suhu : 36,7 C,

Respiratory Rate : 18x/menit, Nadi : 75x/menit. Pada pukul 19.00 melakukan

implementasi yang ke 2 yaitu ajarkan tehnik relaksasi untuk mengurangi

kecemasan menjelang oprasi. Respon klien adalah untuk data subyektif pasien

mengatakan cemasnya sudah agak berkurang dan siap untuk oprasi, sedangkan

data obyektif klien tampak rileks tanda –tanda vital Tekanan Darah : 120/60

Mmhg, Suhu : 36,6 C, Respiratory Rate : 20x/menit, Nadi 78x/menit. Pada

pukul 20.00, di lakukan intervensi yang ke 3 yaitu posisikan pasien semi

flower, respon klien untuk data subyektif yang didapatkan berupa klien
mengatakaan bersedia diatur posisi tidur dengan semi flower, sedangkan data

obyektifnya berupa klien sudah di posisikan semi flower.

Pada tanggal 14 Februari 2021 pada pukul 11.00 WIB, melakukan

implementasi post oprasi yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisiologis, melakukan implementasi yang pertama yaitu

mengidentifikasi nyeri, respon klien untuk data subyektif adalah untuk data

subyektif berupa klien mengatakan masih merasakan nyeri di bagian abdomen

kanan atas nyeri dirasakan saat beraktifitas nyeri P : nyeri saat

beraktifitas/bergerak, Q : seperti di tusuk-tusuk, R : di bagian perut kanan atas,

S : skla nyeri 4, T : hilang timbul sedangkan data obyektif klien tampak

meringis menahan nyeri. Pada pukul 12.00 melakukan implementasi yang ke 2

yaitu memberikan terapi farmakologi utuk mengurangi nyeri respon klien

untuk data subyektif adalah pasien mengatakan masih terasa nyeri di bagian

abdomen sedangkan data obyektifnya pasien mengatakan bersedia di injesksi

menggunakan Cefotaxim 1 gram. Pada pukul 13.00 WIB melakukan

implementasi yang 3 yaitu ajarkan tehnik distraksi relaksasi respon klien untuk

data subyektif adalah klien mengatakan nyerinya sudah agak berkurang dari

sebelumnya dan bersedia untuk diajarkan distraksi relaksasi sedangkan data

obyektinya yaitu klien tampak mengikuti arahan dengan baik dan dapat

mengulanginya.

Pada tanggal 14 Februari 2021 pada pukul 13.30 WIB. Melakukan

implementesi post oprasi dengan diagnosa keperawatan gangguan mobilitas

fisik berhubungan dengan nyeri post opasi dengan melakukan implementasi


yang pertama yaitu memonitor TTV, sespon klien untuk data subyektif adalah

klien mengtakan bersedia untuk di periksa, sedangkan untuk data obyektifnya

klien terlihat lemas kekuatan otot klien lemah, Tekanan Darah : 140/80 mmhg,

Suhu : 36,2 C, RespiratoryRate(RR) : 20x/menit, Nadi :80x/menit. Pada pukul

13.33WIB dengan melakukan implementasi yang ke-2 yaitu mengidentifikasi

adanya nyeri dan keluhan fisik lainya, respon klien unuk data subyektif adalah

klien mengatakan nyeri dibagian abdomen kanan atas klien hanya bisa

berbaring di tempat tidur kaki dan tanganya terasa kaku sehingga sulit untuk

digerakan, sedangkan untuk data obyektifnya klien tampak lemas dan hanya

bisa berbaring di tempat tidur. Pada pukul 13.40 WIB melakukan implementasi

yang ke-3 dengan memberikan dukungan positif pada saat melakukan latihan

gerak sendi, respon klien untuk data subyektif adalah klien mengtakan di

dukung keluarganya pada saat latihan gerak sendi sedangkan untuk data

obyektinya klien tampak tersenyum serta tampak lemas. Pada pukul 13.42 WIB

melakukan implementasi yang ke-4 yaitu ajarkan mobilisasi sederhana

(misalnya bangun dari tempat tidur, duduk di tempat tidur, pindah dari tempat

tidur ke kursi, duduk disisi tempat tidur), respon klien untuk data subyektif

adalah klien mengatakan bersedia untuk diajarkan latihan rentang gerak sendi,

sedangkan untuk data objektifnya klien tampak mengikuti arahan dengan baik

dan dapat mengulanginya meskipun memerlukan bantuan dari anaknya.

Pada tanggal 14 Februari 2021 pada pukul 13.50 WIB, melakukan

implementasi post oprasi dengan diangnosa keperawatan gangguan pola tidur

berhubungan dengan kurang kontrol tidur. Melakukan implementasi yang


pertama mengidentifikasi pola tidur dan aktivitas respon klien untuk data

subyektif adalah klien mengatakan sulit tidur, jika sudah tidur terbangun di

malam hari tidak bisa tidur lagi sampai pagi, sedangkan untuk data obyektifnya

klien tampak lesu. Pada pukul 14.00 WIB melakukan implementasi yang ke-2

dengan memfasilitasi penghilang stres seperti mendengarkan murotal, respon

klien untuk data subyektif klien mengatakan bersedia mengikuti arahan dari

perawat, untuk data obyektifnya klien tampak sedikit agak rileks setelah

mendengarkan murotal.

Pada tanggal 15 Februari 2021 pukul 14.00 WIB melakukan

implementasi post oprasi hari ke- 2 dengan diagnosa keperawatan nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dengan melakukan intervensi

yang pertama yaitu mengindentifikasi nyeri, respon klien untuk data subyektik

klien mengatakan klien mengatakan nyerinya sudah agak berkurang dan

bersedia untuk dikaji, P : nyeri saat bergerek, Q : seperti di tusuk-tusuk, R:

nyeri di bagian abdonmen kanan atas, S : skala nyeri 3, T : nyeri hilang timbul

sedangkan data objektifnya klien tampaak meringis menahan nyeri, Tekanan

Darah : 110/70 Mmhg, Suhu : 36,2 C, Respiratory Rate (RR) : 20x/menit, N :

80x/menit. Pada pukul 14.50 WIB melakukan intervensi yang ke -2

memberikan terapi farmakologi dan pemberian analgetik paracetamol untuk

meengurangi nyeri respon klien untuk data subyektif klien mengatakan

bersedia untuk di injeksi sedangkan untuk data obyektifnya klien kooperatif

dan berbaring di tempat tidur. Pada pukul 15.00 melakukan intervensi yang ke3 mengajarkan
tehnik distraksi relaksasi respon klien untuk data subyekit klien
mengatakan sudah bisa sendiri meskipun di bantu oleh keluarganya sedangkan

untuk data obyektifnya klien dapat mempraktekan dengan baik dan dapat

mengulanginya.

Pada tanggal 15 Februari 2021 pada pukul 15.30 WIB melakukan

implementasi dengan diagnosa keperawatan gangguan mobilitaas fisik

berhubungan dengan nyeri post oprasi memonitor TTV respon klien untuk data

subyektif klien mengatakan bersedia untuk di periksa sedangkan untuk data

obyektifnya Tekanan Darah : 91/51 Mmhg, S : 36,5 C , Respiratory Rate (RR)

: 20x/menit, Nadi : 20x/menit. Pada pukul 16.00 WIB melakukan intervensi

yang ke-2 mengidentifikasi adanya nyeri dan keluhan fisik lainya respon klien

untuk data subyektif klien mengatakan sudah bisa menggerakan kaki dan

tangannya dan sudah bisa duduk diaatas tempat tidur dengan berprgangan bed

sedangkan untuk data obyektifnya klien tampak duduk. Pada pukul 15.40 WIB

melakukan intervensi yang ke-3 anjurkan ambulaasi sederhana yang harus di

lakukan (misalnya berjalan dari tempaat tidur ke kursi, berjalan dari tempat

tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi) respon klien ntuk data

subyektif klien mengatakan bersedia untuk berlatih latian rentang gerak,

sedangkan untuk data obyektinya klien tampak latihan rentang gerak dengan

bantuan oleh anaknya dan mengikuti arahan dengan baaik.

Pada tanggal 15 Februari 2021 pada pukul 16.30 melakukan

implementasi dengan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan

dengan kurang kontrol tidur melakukan intervensi yang pertama

mengidentifikasi pola tidur dan aktivitas respon klien untuk data subyetif klien
mengatakan msdih terbangun di malam hari dan sedikit-sedikit sudah bisa tidur

lagi,sedangkan untuk data obyektifnya mata klien terlihat ada kantong mata.

Pada pukul 16.00 WIB, melakukan intervensi yang ke-2 modifikasi lingkungan

dengan pecahayaan yang redup (pencahayaan) respon klien untuk data

subyektik adalah klien mengatakan tidurnya lebih nyaman saat lampu

kamarnya di matakin, sedangkan untuk objektifnya klien tampak terlihat lebih

nyaman saat tidur di ruangan yang redup.

Pada tanggal 16 Februari 2021 pada pukul 15.00 melakukan

implementasi hari ke-3 dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik dengan melakukan intervensi mengidentifikasi

lokasi, karakteristik, durasi, frekrekuensi, kualitas, insensitas nyeri respon klien

untuk data subyektif adalah klien mengatakan nyerinya sudah berkurang dan

bersedia untuk dikaji, P : nyeri terjadi saat beraktifitas/bergerak, Q : nyeri

seperti di tusuk-tusuk, R : nyeri di bagian abdomen kanan atas, S : skala nyeri

2, T : neri yang di rasakan hilang timbul sedangkan untuk data obyektifnya

klien tampak tersenyum dan lebih nyaman dari sebelumnya. Pada pukul pukul

15.30 WIB, melakukan intervensi yang ke-2 dengan mengajarkan tehnik

distraksi dan relaksasi (tarik nafas damal) respon klien untuk data subyektif

adalah klien sudah bisa mempraktekan sendiri tanpa bantuan dari orang lain,

sedangkan untuk data obyektifnya klien dapat mempraktekanya dengan baik

dan benar.

Pada tanggal 16 Februari 2021 pada pukul 16.30 WIB melakukan

implementasi keperawatan dengan diagnosa gangguaan mobilitas fisik


berhuubungan dengan nyeri post oprasi dengan intervensi yang pertama

memonitor TTV respon klien untuk data subyektif adalah pasien mengatakan

bersedia untuk di periksa sedangkan untuk data obyektifnya Tekanan Darah :

130/70 mmhg, Suhu 36,2 C , Respiratory Rate : 20x/menit, Nadi : 70x//menit.

Pada pukul 17.00 WIB melakuakn intervensi keperawatan yang ke-2 anjurkan

ambulaasi sederhana yang harus di lakukan respon klien untuk data subyekti

adalah klien mengatakan sudah bisa duduk sendiri tanpa bantuan anaknya,

klien sudah bisa berjalan kamar mandi tetapi masih di batu anaknya sedangkan

data obyektifnya klien tampak tenang duduk diatas tempat tidur. Pada pukul

17.00 WIB melakukan intervensi yang ke-3 dengan latihan rentang gerak

(ROM) respon klien untuk data subyektif adalah klien mengatakan sudah bisa

melakukan latihan rentang gerak sendiri dan dapat menglanginya sedangkan

data obyektifnya klien tampak melakukan latihan rentang gerak dengan baik

dan benar.

Pada tanggal 16 februari 2021 pada pukul 18.00 melakukan implentasi

dengan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang

kontrol tidur melakukan intervensi keperawatan yang pertama mengidentifikasi

pola tidur dan aktivitas respon klien untuk data subyektif adalah klien

mengatakan sudah bisa tidur dengan baik dan tidak terbangun di malam hari

sedangkan untuk data obyektifnya klien tampak tersenyum dan kooperatif saat

di kaji. Pada pukul 18.30 WIB melakukan intervensi keperawatan yang ke-2

terapkan jadwal rutin respon klien untuk data subyektif adalah klien

mengatakan bersedia untuk di beri jadwal tidur rutin sedangkan untuk


obyektifnya klien kooperatif dan bersedia untuk tidur dengan jadwal rutin.

H. Evaluasi keperawatan

Pada tanggal 13 Februari 2021 pukul 20.00 WIB hasil evaluasi pre

oprasi pada diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan kekhawatiran

mengalami kegagalan S: klien mengatakan cemas saat akan dioprasi, O : klien

tampaak cemas, A : masalah belum teratasi, P : lanjutkan intervensi 2,3,4,5.

Pada pukul 21.00 WIB melakukan evaluasi yg ke-2, S : klien mengatakan

cemasnya sudah berkurang dan sudah siap untuk di oprasi, O : tekanan Darah :

125/70 mmhg, suhu : 36,6 C, Respiratory Rate : 20x/menit, nadi : 78x/menit, A

: masalah teratasi, p : hentikan intervensi.

Pada tanggal 14 Februari 2021 pukul 20.00 WIB hasil evaluasi pada

post oprasi dengan diangnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisiologis S : klien mengatakan nyeri di bagian abdomen kanan

atas, O : klien tampak meringis menahan nyeri, P : nyeri saat beraktivitas/

bergerak, Q : seperti di tusuk-tusuk, R : di bagian abdomen kanan atas, S : skla

nyeri 4, T : hilang timbul, A ; masalah belum teratasi, P : lanjutkan intervensi

2,3,4,5.

Pada tanggal 14 Februari 2021 pada pukul 20.20 WIB hasil evaluasi

pada post oprasi dengan diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan nyeri post oprasi klien mengatakan hanya bisa berbaring

belum bisa mengerakan badannya, O : klien tampak lemas dan hanya bisa

berbaring di tempat tidur, A : masalah belum teratasi dan tujuan belum

tercapai, P : lanjutkan intervensi 1,2,4,5.


Pada tanggal 14 Februari 2021 pada pukul 21.00 WIB hasil evalusi

pada post oprsi dengan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur

berhubungan dengan kurang kontrol tidur, S : klien mengatakan sulit tidur jika

tidur terbangun di malam hari tidak bisa tidur lagi sampai pagi, O : klien

tampak lesu akibat kurang tidur, A : masalah belum teratasi tujuan belum

tercapai, P : lanjutkan intervensi 1, 2, 4, 5, 6.

Pada tanggal 15 Februari 2021 pada pukul 20.00WIB hasil evaluasi

pada post oprasi dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisiologis, S : klien mengatakan nyerinya sudah sedikit

berkurang, O : klien tampak meringis P : nyeri saat bergerak/ beraktivitas, Q :

seperti di tusuk-tusuk, R : di bagian perut kanan atas, S : skala nyeri 3, A :

masalah teratasi sebagian tujuan belum tercapai, lanjutakan intervensi, P :

lanjutkan intervensi 2 dan 5.

Pada tanggal 15 Februari pada pukul 20.30 WIB hasil evaluasi pada

post oprasi dengan diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan nyeri post oprasi, S : klien mengatakan sudah bisa

mengerakan badanya dan sudah bisa duduk diatas tempat tidur meskipun masih

dibantu oleh anaknya, O : klien tampak duduk diatas tempat tidur, A : masalah

teratasi sebagian tujuan belum tercapai, P : lanjutkan intervensi 3 dan 5.

Pada tanggal 15 Februari 2021 pada pukul 21.00 hasil evaluasi pada

post oprasi dengan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan

dengan kurang kontrol tidur, S : pasien mengatakan sudah agak nyaman pada

saat tidur, O : wajah pasien tempak lebih segar dari sebelumya, A : masalah
teratasi sebagian tujuan belum tercapai, P : lanjutkan intervensi 4 dan 5.

Pada tanggal 15 Februari 2021 pada pukul 13.00 WIB hasil evaluasi

pada post oprasi dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisiologis, S : pasien mengatakan nyeri di bagian abdomen

kanan atas sudah berkurang P :nyeri terjadi saat beraktivitas/ bergerak, Q :

seperti di tusuk-tusuk, R :nyeri di bagian abdomen kanaan atas, S: skala nyeri

2, T : hilang timbul , O : klien tampak tersenyum, A : masalah terataasi tujuan

tercaapai, P : hentikan intervensi.

Pada tanggal 16 Februari 2021 pada pukul 13.30 WIB hasil evaluasi

post oprasi dengan dignosa kepeerawatan gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan nyeri pos oprasi, S : klien sudah bisa duduk sendiri tanpa

bantuan orang lain dah sudah bisa berjalan ke kamar mandi meski masih di

bantu oleh anaknyan, O : klien tampak tenang dan duduk di atas tempat tidur,

A : masalah teratasi tujuan tercapai, P : hentikan intervensi.

Pada tanggal 16 Februari 2021 pada pukul 14.00 WIB hasil evaluasi

pada post oprasi dengan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur

berhubungan dengan kurang kontrol tidur, S : pasien mengatakan sudah bisa

tidur dengan tenang dan sudah tidak terbanngun di malam hari, O : klien

tampak tersenyum sudah tidak terdapat kantung mata, A : masalah teratasi

tujuan tercapai, P : hentikan intervensi.

BAB IV

PEMBAHASAN
Pada bab ini akan di bahas tentang asuhan keperawatan pada klien dengan

kasus Cholelitiasis pada Ny.S di ruang Baitulsalam 2 rumah sakit islam sultan agung

Semarang yang di kelola 3 hari pada tanggal 13 Februari 2021 sampai dengan 16

Februari 2021. Dengan memperhatikan aspek tahapan proses keperawatan mulai dari

pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menentukan intervensi keperawatan ,


melakukan implementasi keperawatan, serta sampai dengan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian

Dari pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 13 Februari 2021

WIB di temukan pasien Ny.S dengan diagnosa keperawatan Choleliitiasis.

Pengertian dari Cholelitiasis ialah timbunan batu kristal di dalam kandung

empedu atau di dalam saluran empedu. Cholelitiasis juga dapat didefinisikan

sebagai endapan satu atau lebih komponen empedu, seperti kolestrol,

bilirubin, garam empedu, kalsium dan protein.(Nareswati, 2013).

Di sini penulis akan membahas tentang pengkajian yang belum

terdokumentasi secara lengkap, pengkajian adalah dasar dari proses

keperawatan yang memeliki tujuan untuk mengumpulkan informasi maupun

data klien supaya dapat mengindentifikasi masalah-masalah, kebutuhan

kesehatan, dan keperawatan klien, baik fisik maupun lingkungan.(Jannah,

2019). Berdasarkan pengajian yang telah di data ada beberapa yang belum di

cantumkan oleh penulis yaitu, pengkajian pola eliminasi yaitu kebiasaan

dalam BAB, di kaji berapakali dalam sehari, berapaa frekuensinya,

bagaimana warnanya, bagaimana konsistensinya serta memilki bau yang

khas. (Syafridayani, 2019).


Diantaranya penulis tidak mengkaji lebih detail mengenai awal

mulanya adanya batu didalam saluran empedu pada abdomen klien yang

akhirnya klien didiagnosaCholelitiasis, klien mengatakan nyeri di abdomen

bagian kanan atas. Selain itu ada beberapa kekurangan dalam pengkajian

antara lain kekurangan dalam data pemeriksaan diagnostik, penulis juga

hanya melihat diagnosa klien pada rekam medikklien tanpa mengumpulkan

data yang cukup untuk mendukung ketepatan tentang penyakit klien.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan dalam penegakan dan memprioritaskan

dignosa penulis mengambil landandasan teori menggunakan SDKI (Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia).

1. Gangguan mobilitas fisik

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post oprasi

dibuktikan dengan pasien mengatakan kaki dan tanganya sulit

digerakan karena nyeri post oprasi pergerakan klien terbatas klien di

bantu anaknya pada saat beraktivitas. Ganguan mobilitas fisik adalah

keterbatasan dalam gerak fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara

mandiri(PPNI, 2017). Batasan karakteristik pada masalah ganguan

mobilitas fisik antara lain : mengeluh sulit mengerakan ekstremitas,

nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat

bergerakan, kekuatan otot menurun, rentaang gerak (ROM) menurun,

sendi kaku, gerakan tidak terakoordinasi, gerakan terbatas, fisik

lemah.Pada tanggal 14 Februari 2021 penulis mengangkat diagnosa


tersebut karena pada saat pengkajian di dapatkan data pasien mengeluh

sulit menggerakkan ektemitas, nyeri saat bergerak dan pergerakan klien

terbatas.Penulis menegakkan diagnosa gangguan mobilitas fisik ini

sesuai dengan batasan karakteristik nyeri menurut(PPNI, 2017)

Penulis menyusun rencana asuhan keperawatan ganguan

mobilitas fisik dengan tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama 3x24 jam di harapkan gangguan mobilitas fisik klien menurun

dengan kriteria hasi sebagai berikut pergerakan ekstremitas klien

meningkat, kelemahan fisik menurun, kekuatan otot meningkat, rentang

gearak menjadi meningkat(PPNI, 2019). Adapun intervensi yang di

dapat dilakukan antara lain : Memonitor TTV, Identifikasi adanya

keluhan nyeri atau keluhan fisik lainya, memberikan dukungan positif

pada saat melakukan latihan gerak sendi, anjurkan ambulaasi sederhana

yang harus di lakukan (misalnya berjalan dari tempaat tidur ke kursi,

berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi),

libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan ambulasi,

ajarkan mobilisasi sederhana (misalnya duduk di tempat tidur, pindah

dari tempat tidur ke kursi, duduk disisi tempat tidur),ajarkan ambulasi

dini, latihan rentang gerak (ROM)(PPNI, 2018a).

. Salah satu intervensi pada masalah keperawatan ini yang

dimplemtasikan oleh penulis adalah mengidentitifikasi nyeri dan

keluhan fisik lainya, memonitoring Tanda-Tanda Vital, mengajarkan

latihan rentang gerak (ROM) Berdasarkan semua tindakan yang telah


dilakukan seharusnya penulis penulis menabahkan intervensi ukur nilai

kekuatan otot dan memberikan dukukan positif supaya untuk

mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas klien apakah sudah

ada perkembangan dalam beraktivitas (Forwaty et al., 2019). Latihan

rentang gerak (ROM) dapat membantu mempertahankan atau dapat

memperbaiki tingkat kesempurnaan pergerakan sendi secara normal dan

lengkap untuk meningkatkan pergerakan massa otot dan tonus otot.

Latihan rentang gerak (ROM) merupakan salah satu meningkatkan

kesehatan dengan menjaga kelenturan otot dan dapat melancarkaan

peredaran darah(Indrayana & Wahyudi, 2020). Pada masalah

keperawatan ini keluarga sangat berperan dalam membantu klien untuk

begerak dan beraktivitas. Masalah keperawatan gangguan mobilitas

fisik seperti mandi, berpakaian, berpindah tempat atau bergerak, makan,

minum dan minum tentu membutuhkan bantuan oraang lain dan

keluarga .

Selain itu penulis juga tidak melakukan latihan miring kanan

dan kiri karena pada saat itu sedang lepas. Dengan latihan miring kanan

dan kiri hal ini bisa dipercepat pemulihannya dengan mobilisasi dini

dan dapat mencegah komplikasi pasca operasi laparatomi. Dengan

mobilisasi dini yang dilakukan dengan latihan di tempat tidur seperti

miring kiri miring kanan dan kiri, dengan bergerak akan mencegah

kekakuan otot dan sendi sehingga juga mengurangi nyeri menjamin

kelancaran peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolisme


tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organorgan vital yang pada

akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka sayatan post

oprasi. Biasanya mobilisasi dini sudah dapat dilakukan sejak 8 jam

setelah pembedahan, tentu setelah pasien sadar atau anggota tubuh

dapat digerakkan kembali setelah dilakukan pembiusan regional.

Banyak keuntungan yang bias diraih dari latihan di tempa ttidur dan

berjalan pada periode dini pasca operasi. Mobilisasi segera secara

bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya infeksi serta trombosis vena(Arif et al., 2020)

Penulis tidak mengalami kesulitan pada saat

mengimplementasikan intervensi ini kepada klien. Karena klien

kooperatif dan keluarga lebih berperan dalam membantu klien bergerak.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam. Evaluasi pada

diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri post oprasi pada hari terakir didapatkan respon yang sudah

memenuhi kriteria hasil klien sudah bisa duduk secara mandiri tanpa

bantuan orang lain, masalah teratasi. Hal ini sesuai dengan tujuan dan

manfaat latihan rentang gerak (ROM) yaitu untuk meningkatkan atau

mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,mempertahankan

fungsi jantung dan pernaapasan, menentukan nilai kemampuan sendi

tulangdan otot, memperbaiki tonus otot, memperbaiki tolerans otot

untuk latihan, memperlancar sirkulasi darah, mencegah kontraktur dan

kekakuan pada sendi (Irawati et al., 2016).


2. Nyeri akut

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

dibuktikan dengan klien mengatakan nyeri dibagian abdomen kanan

atas nyeri yang dirasakan hilang timbul. Nyeri akut adalah pengalaman

sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual

atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintesitas

39

ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Penulis

mengagkat diagnosa tersebut (PPNI, 2016).

Batasan karakteristik nyeri : mengeluh nyeri, ekspresi wajah

klien menunjukan meringis dan gelisah, fokus pada nyeri penulis

menegakan diagnosa nyeri akut sesuai dengan batasan karakteristtik

nyeri menurut (PPNI, 2016)

Penulis menyusun rencanaa asuhan keperawatan pada diagnosa

nyeri akut setelah di lakukan tidankan keperawatan selama 3x24 jam di

harapkan tinggat nyeri menjadi menurun dengan kriteria hasil sebagai

berikut keluhan nyeri menjadi menurun, ekspresi wajah meringis

menurun, gelisah menurun. Adapun intervensi yang dapat di lakukan

sebagai berikut : Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, insensitas nyeri, identifikasi skala nyeri, berikan terapi

farmakologi, berikan tehnik non farmakologi untuk mengurangi rasa

nyeri( misalnya terapi kompres hangat, terapi pijat, terapi musik),

ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.(PPNI, 2019). Intervesi yang di


tetapkan yaitu identifikasi saat tingkat ansietas, latihan kegiatan

pengalihan untuk mengurangi ketegangan, ajarkan tehnik relaksasi,

anjurkan mengambil posisi nyawan semi flower, ciptakaan lingkungan

yang tenang tanpa ada gaangguan.(PPNI, 2018a)

Hasil penelitian (Nurdin et al., 2013) tehnik napas dalam dapat

di lakukan dalam semua responden dan hasilnya sangat mempengaruh

yang signifikan terhadap penurunan skala pada pasien post oprasi

ansietas. Implentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu pemberian tehnik

napas dalam di rasa cukup efekti dalam mengurangi nyeri pada klien

post oprasi Cholelitisis. Ada pengaruh yang signifikan teknik relaksasi

nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca operasi adanya

perubahan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan teknik

relaksasi pasien juga terlihat sangat nyaman setelah dilakukan tehnik

relaksasi tarik nafas dalam dan dapat berpengaruh untuk menurunkan

skla nyeri pada pasien post oprasi (Hamzah, 2020).

Hasil evaluasi menunjukan bahwa ketika di kaji klien

mengatakan skla nyeri klien 4 setelah di beri asihan keperawatan

selama 3x24 jam dengan tehnik relaksasi napas dalam skala nyeri klien

menjadi 2.

3. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan

dibuktikan dengan klien merasa cemas dan kwatir akan kegagalan

oprasi yang akan dihadapinya.

Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif


individu terhadap obyek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi

bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk

menghadapi ancaman(PPNI, 2016). Pada tanggal 13 Februari 2021

penulis mengangkat dignosa tersebut karena pada saat pengkajian

didapatkan data pasien cemas,khawatir dan gelisah akan oprasi yang

akan dihadapinya. Batasan karakteristik dalam Standar Diagnosa

Keperawatan Indonesia (SDKI) sudah sesuai yaaitu adanya merasa

khawatir akibat kondisi yang di hadapi dan ekspresi wajah klien tampak

tegang menurut (PPNI, 2016).

Penulis tidak mencantumkan tingkat ansietas pada pasien

,tingkatan dalam kecemasan ada 4 tingkatan yaitu: Cemas ringan

Respon cemasringan seperti sesak nafas, frekuensi nadi menjadi

meningkat tekanan darah darah naik, gejala ringan padalambung, muka

berkerut dan bibir bergatar, lapangpersepsi luas, konsentrasi pada

masalah,tidak dapat duduk tenang, tremor halus padatangan. Cemas

sedang, Respon cemas sedangseperti: sering nafas pendek, nadi dan

tekanandarah naik, mulut kering, anoreksia, gelisah,lapang pandang

menyempit, rangsangan luartidak mampu diterima, Bicara banyak dan

lebihcepat, susah tidur dan perasaan tidak enak. Cemas berat, Respon

kecemasan berat sepertinafas pendek, nadi dan tekanan darah

meningkat,berkeringat berlebih dan sakit kepala, penglihatan

kabur,ketegangan dan lapang persepsi sangat sempit,tidak mampu

menyelesaikan masalah, blocking,verbalisasi cepat dan perasaan


41

ancaman meningkat.Panik, Respon panik seperti nafas pendek,rasa

tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat,hipotensi, lapang perspsi

sempit, tidak dpatberpikir logis, agitasi, mengamuk, marah,

ketakutan,berteriak–teriak,blocing, kehilnagn kendalidan persepsi

kacau(Widyastuti, 2015). Pada ansietas yang dialami pasien termasuk

dengan tingkat ansietas sedang gejala yang dialami pasien seperti

mengalami tekanan darah klien menjadi menigkat, frekuensi nadi klien

menjadi meningkat, mulut sedikit kering, klien mengalami susah tidur.

Selain itu juga penulis tidak melakukan menghitung skla

kecemasan Sedangkan pengukuran tingkat kecemasan menggunakan

skala HARS (Hamilton Anxienty Rating Scale) yang terdiri dari 14

pertanyaan dengan skor 0 : tidak ada gejala, skor 1 : satu dari gejala

yang ada, 2 : separuh dari gejala yang ada, 3 : lebih dari separuh gejala

yang ada, 4 : semua gejala. Dengan nilai < 14 : tidak ada kecemasan,

nilai 14-20 : Kecemasan ringan, nilai 21-27 : Kecemasan sedang dan

nilai 28-41 : Kecemasan berat(Lestari & Yuswiyanti, 2018)

Penulis menyusun rencana asuhan keperawatan pada

diagnosa ansietas Tujuan dan kriteria hasil yang di tetapkan yaitu

setelah di lakukan tindakaan keperawatan selama 1x24 jam keluhan

cemas klien berkurang dengan kriteria hasil sebagai berikut

kebingungan klien menurun, tekanan darah menjadi normal, ke

khawatiran menurun, pola tidur menjadi membaik (PPNI, 2019).


Adapun intervensi yang di lalukan antara lain Identifikasi saat tingkat

ansietas, latihan kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan,

ajarkan tehnik relaksasi, anjurkan mengambil posisi nyawan semi

flower, ciptakaan lingkungan yang tenang tanpa ada gaangguan(PPNI,

2018)

Hasil penelitian (Rokawie et al., 2017) fenomena yang di

temukan pada pasin pre oprasi sebagian besar pasien yang akan

menjalani operasi merasa khawatir dan mengatakan takut akan

terjadinya cacat, takut tidak sembuh, dan takut meninggal adapun

intervensi yang di lakukan yaitu dengan tehnik nafas dalam untuk

mengatasi kecemasan pasien yang akan mengalami pre oprasi abdomen.

Hasil evaluasi menunjukan ketika di kaji klien mengatakan merasa

cemas dan khawatir akan di oprasi setelah di beri asuhan keperawatan

selama 1x24 jam dengan tehnik nafas dalam klien mengatakan

cemasnya sudah berkurang dan sudah siap untuk di oprasi

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur di

buktiktika dengan klien mengeluh sulit tidur jika terbangun di

malam hari tidak bisa tidur lagi sampai pagi.

Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas

waktu tidur akibat faktor eksternal(PPNI, 2016). Pada tanggal 14

Februari 2021 penulis mengakan diggnosa tersebut karna pada saat

pengkajian didapatkan data pasien mengeluh sulit tidur jika terbangun

di malam hari tidak bisa tidur lagi sampai pagi. Batasan karakterisitik
pada dignosa keperawatan mengeluh sulit tidur, mengeluh kemampuan

beraktifitas menjadi menurun,menguluh istirahat tidak cukup.(PPNI,

2016).

Penulis menyusun rencana asuhan keperawatan pada diagnosa

gangguan pola tidur. Tujuan dan kriteria hasil yang di tetapkan yaitu

setelah di lakukan tindakaan keperawatan selama 2x24 diharapkan

gangguan pola tidur menjadi terasi dengan kriteria hasil sebagai berikut

kesulitan tidur mrnjadi menurun, keluhan istirahat tidak cukup menjadi

menurun, kemampuan beraktifitas menjadi membaik(PPNI, 2019).

Adapun intervensi yang di dapat dilakukan antara lain : Identifikasi pola

tidur dan aktivitas, identifikasi faktor penganggu tidur, fasilatasi

penghilang stres, ajarkan relaaksasi otot auto genetk atau cara

nonfarmakologi lainya, tetepkan jadwal tidur rutin, modifikasi

lingkungan (misalnya pencahayaan,kebisingan, suhu, matras, tempat

tidur(PPNI, 2018b)

Penulis mengunakan terapi murutal untuk mengatasi gangguan

pola tidur bahwa ada pengaruh terapi murottal Al Qur’an terhadap

43

kualitas tidur dipengaruhi oleh terapi murottal Al Qur’an dengan tempo

yang lambat serta harmonis lantunan Al Qur’an dapat menurunkan

hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan

perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan

tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan


darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan

aktivitas gelombang otak rangsangan audio Al-Quran berfungsi sebagai

pedoman hidup seorang muslim. Audio AlQuran memiliki efek dalam

mensekresi hormon-hormon dalam tubuh (Susanti et al., 2019)

C. Tambahan diagnosa keperawatan

Selain membahas masalah keperawatan yang muncul pada Ny. S

dengan post operasi Cholelitiasis, penulis juga akan membahas diagnosa

tambahan yang tidak ditegakkan oleh penulis, yaitu risiko infeksi. Penulis

menambahkan diagnosa ini karena terdapat luka pada abdomen pasca operasi.

Penulis seharunya lebih melengkapi pada analisa datanya untuk menegakkan

diagnosa resiko infeksi, karena terdapat pembedahan yang mengakibatkan

luka sayatan yang berisiko mengalami peningkatan terserang organisme

patogenik (PPNI, 2016). Sehingga harus di atasi karena tindakan pembedahan

membutuhkan keseterilan untuk mencegah terjadinya resiko infeksi (Sandy,

2015)

BAB V

PENUTUP

Asuhan keperawatan yang di kelola selama 3 hari mulai pada tanggal 13

februari 2021 sampai tanggal 16 Februari 2021. Langkah terakir dalam penyusunan

karya tulis ilmiah ini adalah membuat kesimpulan dan saran yang dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan asuhan keperawatan pada pasien khususnya pada pasien

Cholelitiasis.

A. Kesimpulan
Penulis memperpleh kesimpulan dari asuhan keperawarawatan pada Ny.

S dengan post oprasi Cholelitiasis sebagai berikut.

1. Dapat disimpulkan cholelitiasi adalah timbunan kristal di dalam

kandung empedu atau di saluran empedu seperti kolestrol, bilirubin,

garam epedu, kalsium, dan protein.

2. Pengkajian yang di lakukan mulai dari data umum, pola kesehatan

fungsional,pemeriksaanfisik, sampaidatapenunjang .pada pengkajian

Ny S pada tanggal 14 Februari 2021 di dapatkan data post oprasi

yaitu, mengeluh sulit bergerak karena nyeri post oprasi, mengeluh

nyyeri dia abdomen kanan atas karena nyeri post oprasi, sulit tidur

jika sudah tidur terbangun di malam hari dan tidak bisa tidur lagi

sampai pagi.

3. Masalah keperawataan yang muncul pada Ny. S adalah ansietas ber

hubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan di buktiakn

dengan dengan klien merasa cemas dan kwatir akan kegagalan

oprasi yang akan dihadapinya, nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisiologis di tandai dengan klien mengeluh nyeri di bagian

abdomen kanan atas nyeri yang dirasakan hilang timbul, ganguan

mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post oprasi di buktikan

dengan pasien mengatakan kaki dan tanganya sulit digerakan karena

nyeri post oprasi pergerakan klien terbatas klien di bantu anaknya

pada saat beraktivitas, ganguan pola tidur berhubungan dengan

kurang kontrol tidur di buktikan dengan klien mengeluh sulit jika


tertidur terbangun di malam hari dan tidak bisa bangun lagi sampai

pagi. Dengan diagnosa keperawatan prioritas adalah gangguan

mobilitas fisik.

4. Rencana tindakan yang ditetapkan berdasarkan Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia. Fokus intervensi yang di berikan kepada

Ny. S dengan dignosa keperawatan prioritas gangguan mobilitas

fisik yaitu dengan latihan rentang gerak (ROM) pasif.

5. Implemntasi dilakukan selama 3 hari sesuai dengan intervensi yang

telah disusun pada masing-masing diagnosa keperawatan.

6. Hasil evaluasi yang di dapatkan setelah melakukan tindakan

keperawatan selama 3 hari didapatkan tujuan tercapai dan masalah

teratasi.

B. Saran

1. Instutusi pendidik

Menjadikan karya tulis ilmiah sebagai referensi pada institusi

pendidik untuk menamping penyusunan asuhan keperawatan dengan

kaasus Cholelitiasis.

2. Lahan Praktik Rumah sakit

Hasil asuhan keperawatan di berikan kepada pasien sudah cukup

baik dan sebaikanya lebih meningkatkan mutu pelayanan supaya

dapat memberikan asuhan keperawatan serta dapat mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan supaya dapat

menerapkan setiap asuhan keperawatan sesuai dengan teori.


3. Masyarakat.

Diharapkan bagi masyarakat hendaknya lebih menambah informasi

melalui tenaga kesehatan, media massa maupun media elektronik

untuk mengetahui cara pencegahan dari penyakit Cholelitiasis dan

mendukung sosialisasi tentang penyakit cholelitiasis yang di berikan

oleh tenaga kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai