Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan dimasyarakat berat. Diperkirakan di
Amerika Serikat ada 2 juta orang menderita glaukoma. Di antara mereka, hampir
setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 70.000 benar – benar
buta, bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap tahun.
Menurut data dari WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di
dunia adalah katarak (47,8%), galukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age- related
mucular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), corneal apacity (5,1%), dan
diabetic retinopathy (4,8%). Namun sesungguhnya hal ini bisa di cegah dengan
pemeriksaan tonometri rutin. Sehingga tidak sampai terjadi hal fatal seperti kebutaan.
Jika seseorang tidak pernah melakukan pemeriksaan tonometri, sedang ia baru
mendapati dirinya glaukoma yang sudah fatal, maka tindakan yang bisa di ambil
adalah operasi. Mendengar kata ini jelas kita sudah merinding sebelum
melakukannya. Apalagi hasil dari opersi belum tentu sesuai dengan harapan kita.
Misal, opersi tersebut berujung pada kebutaan seperti contoh di atas. Oleh karena itu,
kita perlu malakukan pengukuran tonometri rutin dan juga memahami proses
keparawatan pada klien glaukoma. Supaya sebagai perawat tentunya kita dapat
menegakkan asuhan keperawatan yang benar.
Bila glaukoma di diagnosis lebih awal dan ditangani dengan benar, kebutaan
hampir selalu dapat dicegah. Namun kebanyakan kasus glauma tidak bergejala
sampai sudah terjadi kerusakan ekstensif dan ireversibel. Maka pemeriksaan rutin dan
skrining mempunyai peran penting dalam mendeteksi penyakit ini. Dianjurkan bagi
semua yang memiliki faktor resiko menderita glaukoma dan yang berusia diatas 35
tahun menjalani pemeriksaan berkala pada oftalmologis untuk mengkaji TIO, lapang
pandang, dan kaput nervi optisi.

1
Glaukoma mengenai semua usia namun lebih banyak sesuai bertambahnya
usia, mengenai sekitar 2% orang berusia di atas 35 tahun. Resiko lainya adalah
diabetes, orang Amerika keturunan Afrika, yang mempunyai riwayat keluarga
menderita glaukoma, dan mereka yang pernah mengalami trauma atau pembedahan
mata, atau yang pernah mendapat terapi kortikostreroid jangka panjang.
Meskipun tak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol
dengan obat.. kadang diperlukan pembedahan laser atau konvensional (insisional).
Tujuan penanganan adalah untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan
agar dapat mempertahankan penglihatan yang baik sepanjang hidup. Dapat dilakukan
dengan menurunkan TIO.
(Suzanne C. Smeltzer, 2001 : 2004-2005)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan menjadi
fokus pembahasan dalam makalah askep ini yaitu tentang “Bagaimana menjelaskan
tentang penyakit Glaukoma’’
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan dari pembuatan makalah Asuhan Keperawatan pada penyakit
Glaukoma adalah supaya mahasisiwa mampu memahami tentang penyakit
glaukoma.
1.3 Tujuan khusus
1) Mampu memahami apa itu glaukoma.
2) Mampu mengetahui penyebab glaucoma.
3) Dapat menjelaskan mengetahui tanda dan gejala glaukoma.
4) Mampu memberikan pencegahan dan penatalaksanaan glaukoma.
5) Dapat memahami asuhan keperawatan kepada pasien glaucoma.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Glaukoma adalah Sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intraocular ( Barbara C Long, 2000 : 262 ).
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik(neoropati
optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil
saraf optik. Yang menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya tajam
penglihatan jika lapang pandang sentral terkena (Bruce James. et al , 2006 : 95).
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa,
neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya
diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal (Sidarta Ilyas, 2002 : 239).
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal (N =
15-20mmHg) (Sidarta Ilyas, 2004 : 135).
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan
abnormal tekanan intraokular ( sampai lebih dari 20 mmHg) (Elizabeth J.Corwin,
2009 : 382).
Glaukoma adalah kelainan yang disebabkan oleh kenaikan tekanan didalam
bola mata sehingga lapang pandangan dan visus mengalami ganggauan secara
progresif (Vera H . Darling, 1996 : 88 ).
Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan
TIO, penggaungan, dan degenerasi saraf optik serta defek lapang pandang yang khas.
( Anas Tamsuri, 2010 : 72 )
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin
lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini
disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola
mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di

3
belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah
sehingga saraf mata akan mati.
2.2 Klasifikasi
Glaukoma dibagi atas glaukoma primer, sekunder, dan kongenital.
2.2.1 Glaukoma Primer
Pada Glaukoma Primer Tidak Diketahui Penyebabnya, Didapatkan Bentuk :
1) Glaukoma Sudut Tertutup , (Closed Angle Glaucoma, Acute Congestive
Glaukoma).
2) Glaukoma Sudut Terbuka, (Open Angle Glaukoma, Chronic Simple
Glaucoma).
2.2.2 Glaukoma Sekunder
Glaukoma Sekunder Timbul Sebagai Akibat Penyakit Lain Dalam Bola Mata,
Disebabkan :
1) Kelainan Lensa
(1) Luksasi
(2) Pembengkakan (Intumesen)
(3) Fakoltik
2) Kelainan Uvea
(1) Uveitis
(2) Tumor
3) Trauma
(1) Perdarahan Dalam Bilik Mata Depan (Hifema).
(2) Perforasi Kornea Dan Prolaps Iris, Yang Menyebabkan Leukoma Adheren.
4) Pembedahan
(1) Bilik Mata Depan Yang Tidak Cepat Terbentuk Setelah Pembedahan
Katarak.
5) Penyebab Glaukoma Sekunder Lainnya
(1) Rubeosis Iridis (Akibat Trombosis Vena Retina Sentral)
(2) Penggunaan Kortikosteroid Topikal Berlebihan

4
2.2.3 Glaukoma Kongenital
Glaukoma Konginetal Primer Atau Glaukoma Infantil (Buftalmos,
Hidroftalmos).
Glaukoma Yang Bertalian Dengan Kelainan Kongenital Lain.
2.2.4 Glaukoma Absolut
Keadaan Terakhir Suatu Glaukoma, Yaitu Dengan Kebutaan Total Dan Bola
Mata Nyeri.(Sidarta Ilyas, 2002 : 240-241)
2.3 Etiologi
2.3.1 Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata depannya
memang sudah sempit dari pembawaannya. Jadi ada faktor pre-disposisi yang
memungkinkan terjadinya penutupan sudut bilik mata depan.
2.3.1.1 Faktor Pre-Disposisi
Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada irirs maka akan
terjadi hambatan aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan,
yang dinamakan hambatan pupil (pupillary block) hambatan ini dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan di bilik mata belakang.
Pada sudut bilik depan yang tadinya memang sudah sempit,dorongan ini akan
menyebabkan iris menutupi jaringan trabekulum.akibatnya akuos humor tidak dapat
atau sukar mencapai jaringan ini dan tidak dapat di salurkan keluar.terjadilah
glaukoma akut sudut tertutup.
Istilah pupillary block penting untuk di ingat dan di fahami karena mendasari alasan
pengobatan dan pembedahan pada glaukoma sudut tertutup.
Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya hambatan pupil ini ditemukan pada
mata yang bersumbu pendek dan lensa yang secara fisiologik trus membesar karena
usia,iris yang tebal pun di anggap merupakan faktor untukmempersempit sudut bilik
depan.

5
2.2.1.2 Faktor pencetus
Peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata belakang akan
mendorong iris ke depan,hingga sudut bilik mata depan yang memang sudah sempit
akan mendadak tertutup. Tidak diketahui dengan jelas apa yang menyebabkan hal
tersebut.
2.3.1.3 Dilatasi pupil
Apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan menebal ; sudut bilik mata depan
yang asalnya sudah sempit, akan mudah tertutup. (Sidarta Ilyas, 2002 :249-250)
2.3.2 Glaukoma Kongesif Akut
Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma memberi kesan
seperti orang yang sakit berat dan kelihatan payah; mereka diantar oleh orang lain
atau di papah. Penderita sendiri memegang kepala nya karena sakit, kadang-kadang
pakai selimut. Hal inilah yang mengelabui dokter umum; sering dikiranya seorang
penderita dengan suatu penyakit sistemik.
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian hari
penderita tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri dirasakan di
dalam dan sekitar mata. Penglihatanya kabur sekali dan dilihatnya warna pelangi di
sekitar lampu.
Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata bengkak,konjungtiva bulbi
yang sangat hiperemik (kongesif), injeksi siliar dan kornea yang suram. Bilik mata
depan dangkal dapat dibuktikan dengan memperhatikan bilik mata depan dari
samping. Pupil tampak melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yangg
hampir total.
Refleks pupil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun sampai hitung
jari. Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang teliti sudah
cukup untuk membuat suatu diagnosis persangkaan yang baik.
Glaukoma Absolut adalah istilah untuk suatu glaukoma yang sudah terbengkalai
sampai buta total. Bola mata demikian nyeri, bukan saja karena tekanan bola mata
yang masih tinggi tetapi juga karena kornea mengalami degenerasi hingga
mengelupas (keratopati bulosa). (Sidarta Ilyas, 2002 : 252)

6
2.3.3 Glaukoma Sudut Terbuka
Hambatan pada glaukoma sudut terbuka terletak di dalam jaringan trabekulum
sendiri, akuos humor dengan leluasa mencapai lubang-lubang trabekulum,tetapi
sampai di dalam terbentur celah-celah trabekulum yang sempit, hingga akuos humor
tidk dapat keluar dari bola mata dengan bebas.( Sidarta Ilyas, 2002 : 257 )
2.3.4 Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder ialah suatu jenis glaukoma yang timbul sebagai penyulit
penyakit intraokular.
2.3.4.1 Glaukoma Sekunder Karena Kelainan Lensa Mata
Beberapa contoh adalah luksasi lensa ke depan maupun ke belakang, lensa yang
membengkak karena katarak atau karena trauma, protein lensa yang menimbulkan
uveitis yang kemudian mengakibatkan tekanan bola mata naik.
2.3.4.2 Glaukoma Sekunder Karena kelainan Uvea
Uveitis dapat menimbulkan glaukoma karena terbentuknya perlekatan iris
bagian perifer ( sinekia ) dan eksudatnya yang menutup celah – celah trabekulum
hingga outflow akuos humor terhambat. Tumor yang berasal dari uvea karena
ukuranya dapat menyempitkan rongga bola mata atau mendesak iris ke depan dan
menutup sudut bilik mata depan.
2.3.4.3 Glaukoma Sekunder Karena Trauma Atau Pembedahan
Hifema di bilik mata depan karena trauma pada bola mata dapat memblokir
saluran outflow tuberkulum. Perforasi kornea karena kecelakaan menyebabkan iris
terjepit dalam luka dan karenanya bilik mata depan dangkal. Dengan sendirinya
akuos humor tidak dapat mencapai jaringan trabekulum untuk jaringan keluar. Pada
pembedahan katarak kadang – kadang bilik mata depan tidak terbentuk untuk waktu
yang cukup lama, ini mengakibatkan perlekatan iris bagian perifer hingga penyaluran
akuos humoer terhambat.
2.3.4.4 Glaukoma Karena Rubeosis Iris
Trombosis vena retina sentral dan retinopati diabetik acapkali disusul oleh
pembentukan pembuluh darah di iris.

7
Di bagian iris perifer pembuluh darah ini mengakibatkan perlekatan – perlekatan
sehingga sudut bilik mata depan menutup.
Glaukoma yang ditimbulkan biasnya nyeri dan sulit diobati.
2.3.4.5 Galukoma Karena Kortikosteroid
Dengan munculnya kortikosteroid sebagai pengobatan setempat pada mata,
muncul pula kasus glaukoma pada penderita yang memang sudah ada bakat untuk
glaukoma. Glaukoma yang ditimbulkan menyerupai glaukoma sudut terbuka. Mereka
yang harus diobati dengan kortikosteroid jangka lama, perlu diawasi tekanan bola
matanya secara berkala.
2.3.4.6 Glaukoma Kongesif
Glaukoma konginental primer atau glaukoma infantil.
Penyebabnya ialah suatu membran yang menutupi jaringan trabekulum sehingga
menghambat penyaluran keluar akuos humor.
Akibatnya kornea membesar sehingga disebut Buftalmos atau “mata sapi”.
2.3.4.7 Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut menurapakan stadium terakhir semua jenis glaukoma disertai
kebutaan total. Apabila disertai nyeri yang tidak tertahan, dapat dilakukan cyclocryo
therapy untuk mengurangi nyeri. Setingkali enukleasi merupakan tidakan yang paling
efektif. Apabila tidak disertai nyeri, bola mata dibiarkan( Sidarta Ilyas,200 :259-261 )

2.4 Manifestasi Klinis


1) Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
2) Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3) Mual, muntah, berkeringat.
4) Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5) Visus menurun.
6) Edema kornea.
7) Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut
terbuka).
8) Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9) TIO meningkat ( Anas Tamsuri, 2010 : 74-75 ).

8
2.5 Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor
aquelus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor
aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm
dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari
20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi
peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya
aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan
kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular,
akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :
1) Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut
saraf pada papil saraf optik.
2) Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil saraf optik.
3) Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.
4) Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut
saraf optik. ( Anas Tamsuri, 2010 : 72-73 )

2.6 Penatalaksanaan
Pemeriksaan Diagnostik
2.6.1 Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan bukan merupakan pemeriksaan khusus untuk
glaukoma.
2.6.1.1 Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara
tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :

9
1) Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
2) Indentasi dengan tonometer schiotz
3) Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
4) Nonkontak pneumotonometri
 Tonomerti Palpasi atau Digital
Cara ini adalah yand aling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab
cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat digunakan dalam keadaan
terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan dua jari telunjuk diletakan
diatas bola mata sambil pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup,
sebab menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan
bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan
perasaan keras. Dilakukan dengann palpasi : dimana satu jari menahan, jari lainnya
menekan secara bergantian.
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
N + 1 : agak tinggi
N + 2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
N – 1 : lebih rendah dari normal
N – 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya.
2.6.1.2 Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi diperlukan
untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
2.6.1.3 Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan papil
saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil saraf
optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi. Apakah
suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap
atau terus melebar.

10
2.6.1.4 Pemeriksaan Lapang Pandang
1) Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah
lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan
ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
2) Pemeriksaan lapang pandang sentral : mempergunakan tabir Bjerrum, yang
meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum. (Sidarta Ilyas,
2002 : 242-248)
2.7 Asuhan Keperawatan
2.7.1 Pengkajian
2.7.1Riwayat
1) Riwayat Okular
Tanda peningkatan TIO : nyeri tumpul, mual, muntah, pandangan kabur
(1) Pernah mengalami infeksi : uveitis, trauma, pembedahan
2) Riwayat Kesehatan
(1) Menderita diabetes mellitus, hipertensi, penyakit kardiovaskular,
cerebrovaskular, gangguan tiroid
(2) Keluarga menderita glaucoma
(3) Penggunaan obat kortikosteroid jangka lama : topikal atau sistemik
(4) Penggunaan antidepressant trisiklik, antihistamin, venotiazin
3) Psikososial
(1) Kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh, berkendaraan
4) Pengkajian umum
(1) Usia
(2) Gejala penyakit sitemik : Diabetes mellitus, hipertensi, gangguan
kardiovaskular , hipertiroid
(3) Gejala gastrointestinal : mual muntah
5) Pengkajian Khusus
(1) Mata

11
(2) Pengukuran TIO dengan tonometer (TIO > 23 mmHg)
(3) Nyeri tumpul orbital
(4) Perimetri : menunjukkan penurunan luas lapang pandang
(5) Kemerahan (hiperemia mata)
(6) Gonioskopi menunjukkan sudut mata tertutup atau terbuka
2.7.2 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual
dan muntah
2) Gangguan persepsi sensori penglihatan b/d gangguan penerimaan, gangguan
status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
3) Ansietas b/d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan,
ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
pengobatan b/d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah
interpretasi ditandai dengan pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat
mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah
2.7.3 Intervensi
1) Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan
muntah
Tujuan: nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
1) Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian nyeri
2) Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
3) Ekspresi wajah rileks
Intervensi:
1) Kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
2) Kaji tingkatan nyeri untuk menentukan dosis analgesic
3) Anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
4) Atur sikap fowler 30° atau dalam posisi nyaman.

12
5) Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
6) Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
7) Berikan analgesi sesuai anjuran

2) Gangguan persepsi sensori penglihatan b/d gangguan penerimaan, gangguan


status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan:Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
1) Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
2) Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan
lebih lanjut
Intervensi:
1) Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan Dorong mengekspresikan
perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
2) Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti
jadwal, tidak salah dosis
3) Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan
penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar
kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan
malam
4) Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi

3) Ansietas b/d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,


kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-
ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup
Tujuan: Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
1) Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat
diatasi
2) Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah

13
3) Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi:
1) Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini
2) Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa
pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan
3) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan
4) Identifikasi sumber/orang yang menolong

4) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan


pengobatan b/d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah
interpretasi ditandai dengan pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat
mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah
Tujuan: Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya
Kriteria Hasil:
1) pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan
2) Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
3) Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan
Intervensi
1) Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi
2) Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata
3) Izinkan pasien mengulang tindakan
4) Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata
5) Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian
steroid topical
2.7.4 Implementasi
Implementasi komponen dan proses keperawatan adalah kategori perilaku
keperawatan dimana tindakan yang dihadapi untuk mencapai tujuan, dari hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.

14
2.7.5 Evaluasi
1) Nyeri hilang atau berkurang
2) Penggunaan penglihatan yang optimal
3) Cemas hilang atau berkurang
4) Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya

15
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin
lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini
disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola
mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di
belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah
sehingga saraf mata akan mati.
3.2 Saran
Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal sebaiknya
proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang
penyakit serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan itu.
Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekankan bahwa pengobatan bukan
untuk mengembalikan fungsi penglihatan , tetapi hanya mempertahankan fungsi
penglihatan yang masih ada.

16
DAFTAR PUSTAKA

1) Arief, Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Arsculapiks.


2) Corwin, Elizabeth J. , Buku saku Patofisiologi, Ed. 3, 2009, Jakarta : EGC.
3) Darling, Vera H, 1996, Perawatan Mata, Yogyakarta : Yayasan Esentia Medika.
4) Ilyas, Ramatjandra, Sidarta Ilyas, 1991, Klasifikasi dan Diagnosis Banding
Penyakit Mata, 1991, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
5) Ilyas, Sidarta, 2002, Ilmu Penyakit Mata, Ed. 2, Jakarta : CV. Sagung Seto.
6) Ilyas, Sidarta, 2004, Ilmu Perawatan Mata, Jakarta : CV. Sagung Seto.
7) James, Bruce, 2006, Lecture Notes : Oftalmologi, Jakarta : Erlangga.
8) Long, Barbara C. , 2000, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
9) Oka, P.N, 1993, Buku Penuntun – Ilmu Perawatan Mata, Surabaya : Airlangga
University Press.
10) Smeltzer, Suzzane C. , 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, Ed. 8, Jakarta : EGC.
11) Tamsuri, Anas, 2010, Klien Gangguan Mata dan Penglihatan, Jakarta : EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai