Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala
kenaikan

tekanan intra okuker, dimana dapat mengakibatkan

pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik,


penyempitan lapang pandang
Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan di masyarakat
barat. Diantara mereka hampir setengahnya mengalami gangguan
penglihatan sampai 70 ribu benar-benar buta dan bertambah sebanyak
5500 orang buta tiap tahun. Jika glaukoma didiagnosis lebih awal dan
ditangani dengan benar kebutaan dapat dicegah namun kebanyakan kasus
glaukoma tidak bergejala sampai sudah terjadi maka pemeriksaan rutin dan
skrining mempunyai peran penting dalam mendeteksi penyakit ini.
Dianjurkan bagi semua yang memiliki faktor resiko menderita glaukoma
menjalani pemeriksaan berkala pada optalmologis untuk mengkaji TIO,
lapang pandang dan kaputnervi optisi. Maka dari itu Glaukoma adalah
bagian penyakit mata yang menyebabkan proses hilangnya penglihatan
Glaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia,
yang

rata-rata

terjadi

pada

orang-orang

berusia

40

tahun

ke

atas.Berdasarkan analisa WHO tahun 2012, glaukoma merupakan


penyebab kebutaan kedua di dunia.Glaukoma sudut terbuka primer
merupakan bentuk glaukoma yang tersering, yang menyebabkan
pengecilan lapangan pandang bilateral progresif asimtomatik yang timbul
perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapang
pandang yang ekstensif.
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi segera
diberikan dan efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran

tekanan intraocular (tonometry), inspeksi diskus optikus dan pengukuran


lapangan pandang secara teratur.
Meskipun tak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat
dikontrol dengan obat. Kadang diperlukan pembedahan laser atau
konvensional
menghentikan

(insisional).
atau

Tujuan

penanganannya

memperlambat

perkembangan

adalah

untuk

agar

dapat

mempertahankan pengelihatan yang baik sepanjang hidup. Dapat


dilakukan dengan menurunkan TIO.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi glaukoma, klasifikasi, etiologi, komplikasi dari
glaukoma?
2) Bagaimana patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik
dan penatalaksanaan dari glaukoma?
3) Bagaiman asuhan keperawatan pada pasien dengan glaukoma?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Supaya mahasiswa mengerti tentang penyakit glukoma dan
mampu memberikan asuhan keperawatan dengan penyakit
1.3.2

glukoma.
Tujuan khusus
1) Menjelaskan

definisi

glaukoma,

klasifikasi,

etiologi,

komplikasi dari glaukoma.


2) Menjelaskan patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
diagnostik dan penatalaksanaan dari glaukoma.
3) Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien

dengan

glaukoma.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa
perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan intra

okular (TIO) dengan segala akibatnya. Saat peningkatan TIO lebih besar
daripada toleransi jaringan, kerusakan pada sel gangglion retina, merusak
diskus optikus, menyebabkan atropi saraf optik dan hilangnya pandangan
perifer. Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan
hilangnya pandangan ireversibel tanpa timbulnya gejala lain yang nyata
atau dapat timbul secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam
beberapa jam. Derajat peningkatan TIO yang mampu menyebabkan
kerusakan organik bervariasi. Beberapa orang dapat meneloransi tekanan
yang mungkin bagi orang lain dapat menyebabkan kebutaan. (Indriana N.
Istiqomah, 2004)
Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit yang berbeda
dalam patofisiologi, persentasi klinis dan penangananya. Biasanya ditandai
dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus.
Kerusakan ini berhubungan dengan derajat TIO, yang terlalu tinggi untuk
berfungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi tekanannya,
semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung. Peningkatan
TIO terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran
normal humor aqueus. (Brunner & Suddarth, 2001)
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan mata tidak normal
atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf
pengelihatan dan kebutaan.
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala kenaikan
tekanan intra okuker, dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil
syaraf optic sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang
pandang.
2.2 Klasifikasi
Glaukoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder dan kongnital.
Tipe primer terbagi lagi menjadi glaukoma sudut terbuka, dan glaukoma
sudut tertutup.
2.2.1

Glaukoma Primer

Glaukoma jenis ini merupakan bentuk yang paling sering


terjadi, struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorpsi
akuos humor mengalami patologi langsung.
1) Glaukoma Sudut Terbuka
Glaukoma sudut terbuka atau glaukoma kronik atau
glaukoma simpleks/open angle glaucoma merupakan bentuk
glaukoma primer yang lebih tersembunyi dan membahayakan
serta paling sering terjadi (kurang lebih 90% dari klien
glaukoma). Sering kali merupakan gangguan heriditer yang
menyebabkan perubahan generatif. Bentuk ini terjadi pada
individu yang mempunyai sudut ruang (sudut antara iris dan
kornea). Terbuka normal tetapi terdapat hambatan pada aliran
keluar aquos humor melalui sudut ruangan. Hambatan dapat
terjadi di jaringan trabekular kanal schlemn atau vena-vena
aqueus.
Keadaan ini terjadi pada klien usia lanjut (>40 tahun) dan
perubahan karena usia lanjut memegang peranan penting
dalam proses sklearosa badan silier dan jaringan rabekel.
Karena aqueus humor tidak dapat meninggalkanmata pada
kecepatan yang sama pada prodoksinya, TIO meningkat secara
bertahap.bentuk ini biasanya bilateral dan dapat berkembang
menjadi kebutaan komplit tampa ada nya serangan akut.gejala
relatif ringan dan banyak klien tidak menyadari hinggga terjadi
kerusakan visus yang serius.suatu tanda berharga yang
ditemukan oleh downey yaitu jika diantara kedua mata selalu
terdapat perbedaan TIO 4 mmHg atau lebih, dianggap
menunjukan kemungkinan glukomkoma simpleks meskipun
tensinya masih normal (wijiana N, 1993). Tanda klasik bersifat
bilateral, herediter, TIO meninggi, sudut COA terbuka, bola
mata yang tenang, lapang pandang yang mengecil dengan
macam macam skotoma yang khas, perjalanan penyakit
progresif lambat.

2) Glaukoma Sudut Tertutup


Glukoma sudut tertutup/angle closure glaucomal/close
angle glaucomal/narrow angle glaucomalacute glaucoma
awitannyamendadak dan harus ditangani sebagai keadaan
emergensi. Mekanisme dasar yang terlibat dalam patofisiologi
glaukoma ini adalah menyempitnya sudut dan perubahan letak
irir yang terlalu di depan. Perubahan letak iris menyebabkan
kornea menyempit atau menutup sudut ruangan, yang akan
menghalangi aliran keluar akueos humor. TIO meningkat
dengan cepat, kadang-kadang mencapai tekanan 50-70
mmHg(deWit,1998), tindakan pada situasi inin harus cepat dan
tepat atau kerusakan saraf optik akan menyebabkan kebutaan
pada mata yang terserang.
Tanda dan gejala meliputi nyeri hebat di dalam dan di
sekitar mata, timbulnya halo di sekitar cahaya, pandangan
kabur. Klien kadang megeluhkan keluhan umum seperti sakit
kepala, mual, mumtah, kedinginan, demam bahkan prasaan
takut mati mirip seranggan angina, yang dapat sedemikian
kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan pengelihatan,
fotofobia, dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh
klien.peningkatan TIO menyebabkan nyri yang melalui saraf
kornea yang menjalar ke pelipis, oksiput dan rahang melalui
cabang-cabang nervus trigeminius. Iritasi saraf vagal dapat
mengakibatkan mual dan sakit perut.
2.2.2

Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat
penyakit mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut atau
peningkatan volume cairan didalam mata.Kondisi ini secara tidak
langsung mengganggu aktivitas struktur yang terlibat dalam
sirkulasi akueos humor.
Gangguan ini terjadi akibat:

a. Perubahan lensa, dislokasi lensa, intumensensi lensa yang


katarak, terlepasnya kapsul lensa pada katarak.
b. Perubahan uvea, uveitis anterior, melanoma dari jaringan uvea,
neovaskularisasi di iris.
c. Trauma, hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea/limbus
disertai prolaps iris.
d. Operasi, pertumbuhan epitel yang masuk cameri oculi anterior
(COA), gagalnya pembentukan COA setelah operasi katarak,
uveitis
2.2.3

pascaekstraksi

katarak

yang

menyebababkan

perlengketan iris.
Glukoma Kongenital
Glaukoma ini terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal
memfungsikan trabekular. Kondisi ini disebabkan oleh ciri
autosom. Resesif dan biasanya bilateral. (Indriana N. Istiqomah,
2004).

2.3 Etiologi
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi
pada umumnya disebabkan karena aliran aqueous humor terhambat yang
bisa meningkatkan tekanan intra okuler.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif,2009).
1.
2.
3.
4.

Umur
Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Tekanan bola mata /kelainan lensa
Obat-obatan
Glaukoma penutupan-sudut primer adalah akibat defek anatomis

yang menyebabkan pengdangkalan kamera anterior. Menyebabkan sudut


pengaliran yang sempit pada perifer iris dan trabekulum. Individu yang
menderita glaukoma penutupan-sudut perifer sering tidak mengalami
masalah sama sekali dan tekanan intrakulernya normal, kecuali terjadi
penutupan sudut yang sangat akut ketika iris berdilatasi, menggulung ke
sudut dan menyumbat aliran keluar humor aqueus dari trabekulum. Atau
mereka mengalami episode yang dipresipitasi oleh dilatasi pupil moderat
atau miosis pupil jelas. (Brunner & Suddarth, 2001)

Kejadian tersebut dapat terjadi selama dilatasi pupil ketika berada


di ruangan gelap atau obat yang menyebabkan dilatasi akut pupil. Dilatasi
bisa pula terjadi akibat rasa takut atau nyeri, pencahayaan yang kurang
terang, atau berbagai obat topikal atau sistemik (vasokonstriktor,
bronkodilator, penenang atau anti-Parkinson). (Brunner & Suddarth,
2001).
2.4 Patofisologi
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi aqueus humor dan aliran
keluar aqueus humor dari mata. TIO normal adalah 12-21 mmHg dan
memepertahankan selama terdapat keseimbangan antara produksi dan
aliran keluar aqueus humor. Aqueus humor diproduksi di dalam badan
silier dan mengalir keluar melalui kanal schlemn ke dalam sistem vena.
Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau
oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar aqueus
melalui camera oculi anterior (COA). Peningkatan tekanan intraokuler >23
mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Penigkatan TIO mengurangi
aliran darah ke saraf optik dan retina. Iskemia menyebakan struktur ini
kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya di
mulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus
dan kerusakan saraf optik dan retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat
permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan.
Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang
pandang. (Indriana N. Istiqomah, 2004)
Aqueous humor secara kontinou diproduksi oleh badan silier (sel
epitel prosesus siliari bilik mata belakang untuk memberikan nutrient pada
lensa. Aqueous humor mengalir melalui jaring-jaring trabukuler, pupil,
bilik mata depan, trabukuler meshword dank kanal schlem. Tekanan intra
okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 12-21 mmHG tergantung
keseimbangan antara produksi dan pengeluaran (aliran) aqueous humor
dibilik mata depan.

Peningkatan TIO akan menekan aliran darah kesaraf optic dan


retina sehingga dapat merusak serabut saraf optic menjadi iskemik dan
mati selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan dimulai dari perifer
menuju ke fovia sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang
pandang yang dimulai dari daerah nasal atas dan sisa terakhir pada
temporal (Sunaryo Joko Waluyo, 2009).
2.5 Manifestasi Klinis
Gejalagejala terjadi akibat peningkatan tekannan bola mata.
Penyakit ini berkembang secar lambat namun pasti. Penampilan bola mata
seperti normal dan sebaggian besar tidak mempunyai keluhan pada
stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering
menabrak karena pandangan lebih gelap, lebih kabur, lapang pandang
menjadi sempit hingga kebutaan permanen. (Brunner & Suddarth, 2001).
Keluhan yang sering muncul adalah sering menabrak akibat
pandangan yang menjadi jelek atau kabur, lapang pandang menjadi lebih
sempit hingga kebutaan secara permanen.
Gejala lain adalah : (Hanawartiaj,2008)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mata merasa sakit tanpa kotoran


Kornea suram
Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah
Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat
Nyeri dimata dan sekitarnya
Udema kornea
Pupil lebar dan reflex berjurang sampai hilang
Lensa keruh

2.6 Komplikasi
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada
kebutan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi
dengan ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu
dan

dengan

rasa

sakit.

Mata

dengan

kebutaan

mengakibatkan

penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa


neovaskularisasi pada iris yang dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat.

Pengobatan kebutaan ini dapat dilakukan dengan memberikan sinar beta


pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar
atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak bisa
berfungsi dan memberikan rasa sakit.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Penegakkan diagnosis glaukoma meliputi pemeriksaan mata
dengan oftalmoskop untuk mengkaji kerusakan saraf optikus, tonometri
untuk mengukur TIO, perimetri untuk mengukur luas lapang pandang, dan
riwayat okuler dan medis. (Brunner & Suddarth, 2001)
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Oftalmoskopi
Untuk melihat fundus mata bagian dalam yaitu retina , diskus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
2. Tonometri
Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang
mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHG dan dianggap
patilogi bila melebihi 25 mmHG.
3. Perimetri
Kerusakan nervus optikus

memberikan

gangguan

lapang

pandangan yang khas pada glaukoma. secara sederhana, lapang


pandang dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
4. Pemeriksaan Ultrasonotrapi
Adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur
dimensi dan struktur okuler.
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan TIO ke
tingkat

yang

konsisten

dengan

mempertahankan

penglihatan.

Penatalaksanaan bisa berbeda bergantung pada klasifikasi penyakit dan


responnya terhadap terapi. Terapi obat, pembedahan laser, pembedahan
konvensional dapat dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif
yang diakibatkan oleh glaukoma.

1. Farmakoterapi
Terapi obat merupakan penanganan awal dan utama untuk penangan
glaukoma sudut-terbuka primer. Meskipun program ini dapat diganti,
terapi diteruskan seumur hidup. Bila terapi ini gagal menurunkan TIO
dengan adekuat, pilihan berikutnya pada kebanyakan pasien adalah
trabekuloplasti laser dengan pemberian obat tetap dilanjutkan. Beberapa
pasien memerlukan trabekulotomi. Namun pembedahan laser atau
insisional biasanya merupakan ajuvan bagi terapi obat bukannya
menggantikannnya.
Obat sistemik dapat menyebabkan rasa kesemutan pada jari tangan
dan jari kaki, pusing, kehilangan nafsu makan, defekasi tidak teratur, dan
kadang batu ginjal. Pasien harus diberi tahu mengenai kemungkinan efek
samping. Namun mereka yang sudah menderita penyakit agak lanjut
biasanya mampu menghadapi hal ini.
Antagonis beta-adrenergik. Antagonis beta-adrenergik topikal kini
merupakan bahan hifotensif yang paling banyak digunakan karna
efektifitasnya pada berbagai macam glaukoma dan tidak menyebabkan
efek samping yang biasanya disebabkan oleh obat lain.
Bahan kolinergik. Obat kolinergik topikal

(mis,pilokarpin

hidroklorida, 1%-4%, asetilkolin klorida, karbol)digunakan dalam


penagganan glaukoma jangka pendek dengan penyumbatan pupil akibat
efek langsungnya pada reseptor saraf parasimpatis iris dan badan silier.
Agonis adrenergik. Mekanisme aksi senyawa adrenergik pada
glaukoma belom dipahami benar. Digunakan bersama dengan bahan
penghambat beta-adrenergik, berfungsi saling sinergi dan bukan
berlawanan, agonis adrenergik

topikal menurunkan IOP dengan

meningkatkan aliran keluar humor aqueos, memperkuat dilatasi pupil,


menurunkan prodoksi aqueos dan menyebabkan kontraksi pemuluh darah
konjunktiva.
Inhibitor

anhidrase

karbonat.

Inhibitoranhidraseinhibitor,

mis.asetazolamid (Diamox), diberikan secara sistemik untuk nenurunkan


IOP dengan menurunkan pembuatan humor aqueus. Digunakan untuk
menangani gloukoma sudut terbuka (jangka panjang) dan menangani

10

glaukoma penutupan sudut (jangka pendek) dan glaukoma yang sembuh


sendiri, seperti yang terjadi setelah trauma.
Diuretik Osmotik. Bahan hiperosmotik oral (gliserol atau intravena
mis. Manitol) dapat menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolalitas
plasma dan menarik air dari mata ke dalam pembuluh darah.

2. Bedah Laser Untuk Glaukoma


Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan
menurunkan TIO dapat diindikasikan sebagai penanganan primer untuk
glaukoma, atau bisa juga dipergunakan bila terapi obat tidak bisa
ditoleransi, atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat. Laser dapat
digunakan pada berbagai prosedur yang berhubungan dengan penanganan
glaukoma.
3. Bedah Konvensional
Prosedur bedah konvensional dilakukan bila teknik laser tidak
berhasil, atau peralatan laser tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok
untuk dilakukan bedah laser (misalnya pasien yang tak dapat duduk diam
atau mengikuti perintah). Prosedur filtrasi rutin berhubungan dengan
keberhasilan penurunan TIO pada 80 sampai 90 % pasien.
4. Implikasi Keperawatan
Pasien mungkin memerlukan rawat inap singkat setelah pembedahan.
Ambulasi progresif diperkenankan, bergantung usia dan kondisi fisik
pasien. Gerakan dan aktivitas berat yang dapat mengakibatkan pasien
mengalami keadaan yang serupa dengan manuver Valsava (dengan akibat
peningkatan

TIO),

seperti

mengejan,

mengangkat

beban,

dan

membungkuk, dihindari sampai satu minggu. Pasien tidak diperbolehkan


mengendarai kendaraan selama 1 minggu. Mata dibalut selama 24 jam
atau lebih lama bila diperlukan, dan mata tidak boleh kemasukan air.
(Brunner & Suddarth, 2001).
2.9 Asuhan Keperawatan
2.9.1 Pengkajian

11

1. Riwayat
a. Riwayat Okular
- Tanda peningkatan TIO : nyeri tumpul, mual, muntah,
-

pandangan kabur
Pernah mengalami

infeksi

uveitis,

trauma,

pembedahan
b. Riwayat Kesehatan
- Menderita diabetes mellitus, hipertensi, penyakit
kardiovaskular, cerebrovaskular, gangguan tiroid
- Keluarga menderita glaukoma
- Penggunaan obat kortikosteroid jangka lama : topikal
atau sistemik
- antidepressant trisiklik, antihistamin, venotiazin
c. Psikososial
- Kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,
berkendaraan
d. Pengkajian umum
- Usia
- Gejala penyakit sitemik : Diabetes mellitus, hipertensi,
gangguan kardiovaskular , hipertiroid
- Gejala gastrointestinal : mual muntah
e. Pengkajian Khusus
- Mata
- Pengukuran TIO dengan tonometer (TIO > 23 mmHg)
- Nyeri tumpul orbital
- Perimetri : menunjukkan penurunan luas lapang pandang
- Kemerahan (hiperemia mata)
- Gonioskopi menunjukkan sudut mata tertutup atau
terbuka

2.9.2

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan yang berhubungan
dengan

penurunan

tajam

penglihatan

dan

kejelasan

penglihatan.
Tujuan :
Klien melaporkan kemampuan yang lebih untuk proses
rangsang penglihatan dan mengomunikasikan perubahan
visual.

12

Kriteria Hasil :
- Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi penglihatan.
- Klien mengindentifikasi dan menunjukkan pola-pola
alternatif

untuk

meningkatkan

penerimaan

rangsang

penglihatan

Intervensi

Rasional

Kaji ketajaman penglihatan klien.

Mengidentifikasi kemampuan visual


klien.
Memberikan

Dekati klien dari sisi yang sehat.

rangsang

sensori,

mengurangi rasa isolasi/terasing.

Identifikasi alternatif untuk optimalisasi Memberi keakuratan penglihatan dan


perawatannya.
sumber rangsangan.

Sesuaikan

untuk Meningkatkan kemampuan persepsi


sensori.

lingkungan

optimalisasi penglihatan :

Orientasikan klien terhadap ruang rawat.


Letakkan alat yang sering digunakan di
dekat klien atau pada sisi mata yang
lebih sehat.
Berikan pencahayaan cukup.
Letakkan alat ditempat yang tetap.
Hindari cahaya menyilaukan.
Anjurkan
rangsang

penggunaan
lingkungan

Meningkatkan kemampuan respons

alternatif terhadap stimulus lingkungan.


yang

dapat

diterima : auditorik, taktil.


2. Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit dan prognosis.

13

Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan.
Kriteria Hasil :
- Klien mengungkapkan kecemasan berkurang atau hilang.
- Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan.

Intervensi

Rasional

Kaji derajat kecemasan, faktor yang Umumnya faktor yang menyebabkan


menyebabkan

kecemasan,

tingkat kecemasan

adalah

kurangnya

pengetahuan, dan ketakutan klien akan pengetahuan dan ancaman aktual


penyakit.

terhadap diri. Pada klien glaukoma,


rasa nyeri dan penurunan lapang
pandang

menimbulkan

ketakutan

utama.
Orientasikan tentang penyakit yang Meningkatkan

pemahaman

klien

dialami klien, prognosis, dan tahapan akan penyakit. Jangan memberikan


perawatan yang akan dijalani klien.

keamanan palsu seperti mengatakan


penglihatan akan pulih atau nyeri
akan

segera

hilang.

Gambarkan

secara objektif tahap pengobatan


harapan proses pengobatan, dan
orientasi

pengobatan

masa

berikutnya.
Berikan kesempatan pada klien untuk Menimbulkan

rasa

aman

dan

bertanya dengan penyakitnya.

perhatian bagi klien.

Berikan dukungan psikologis.

Dukungan psikologis dapat berupa


penguatan tentang kondisi klien,
peran

serta

aktif

klien

dalam

perawatan maupun mengorientasikan


bagaimana kondisi penyakit yang

14

sama menimpa klien yang lain.


Terangkan

setiap

prosedur

yang Mengurangi rasa ketidaktahuan dan

dilakukan dan jelaskan tahap perawatan kecemasan yang terjadi.


yang akan dijalani, seperti riwayat
kesehatan,

pemeriksaan

fisik,

foto

toraks, EKG, diet, sedasi operasi dll.


Bantu
kecemasan

klien
dan

mengekspresikan Memberi kesempatan klien untuk


ketakutan

dengan berbagi perasaan dan pendapat dan

mendengar aktif.

menurunkan ketegangan pikiran.

Beri informasi tentang penyakit yang Mengorientasikan pada penyakit dan


dialami oleh klien yang berhubungan kemungkinan
dengan kebutaan.

konsekuensi

realistik
penyakit

sebagai
dan

menunjukan realitas.
3. Nyeri

yang

berhubungan

dengan

peningkatan

tekanan

intraokular.
Tujuan :
Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
- Klien dapat mengidentifikasi penyebab nyeri.
- Klien menyebutkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan
nyeri.
- Klien mampu melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
Intervensi

Rasional

15

Kaji derajat nyeri setiap hari atau Nyeri glaukoma umumnya sangat
sesering mungkin, jika diperlukan.

parah terutama pada glaukoma sudut


tertutup.

Terangkan penyebab nyeri dan faktor/ Penyebab munculnya nyeri adalah


tindakan yang dapat memicu nyeri.

peningkatan tekanan intraokular, yang


dapat meningkat akibat dipicu oleh :
Mengejan (valsalva maneuver)
Batuk
Mengangkat benda berat
Penggunaan kafein (rokok, kopi, teh)
Gerakan kepala tiba-tiba
Menunduk/ kepala lebih rendah dari
pinggang
Tidur pada sisi yang sakit
Hubungan seks
Penggunaan obat kortikosteroid.
Untuk mencegah peningkatan TIO
lebih lanjut.

Anjurkan klien untuk menghindari


perilaku yang dapat memprovokasi
nyeri.

Analgetik

untuk

meningkatkan ambang nyeri. Biasanya


analgetik

Secara

berfungsi

kolaboratif,

berikan

obat

yang

diberikan

adalah

kelompok narkotik/ sedatif.

analgetik.
Untuk menurunkan sensasi nyeri dan
memblokir sensasi nyeri menuju otak.
Teknik ini umumnya efektif saat nyeri
Ajarkan

tindakan

distraksi

dan

tidak sangat mengganggu klien.

relaksasi pada klien.


2.9.3

Diagnosis Keperawatan Pascaoperasi

16

1. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO,


perdarahan, kehilangan vitreus.
Tujuan :
Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
Kriteria Hasil :
- Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
- Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko
cedera
Intervensi
Diskusikan

tentang

Rasional
rasa

sakit, Meningkatkan

kerjasama

dan

pembatasan aktifitas dan pembalutan pembatasan yang diperlukan.


mata.
Tempatkan klien pada tempat tidur Istirahat mutlak diberikan 12-24 jam
yang lebih rendah dan anjurkan untuk pasca operasi.
membatasi

pergerakan

mendadak/

tiba-tiba serta menggerakkan kepala


berlebih.
Bantu aktifitas selama fase istirahat. Mencegah/
Ambulasi dilakukan dengan hati-hati.
Ajarkan

klien

untuk

menurunkan

risiko

komplikasi cedera.

menghindari Tindakan yang dapat meningkatkan

tindakan yang dapat menyebabkan TIO dan menimbulkan kerusakan


cedera.

struktur mata pasca operasi antara


lain :
Mengejan ( valsalva maneuver)
Menggerakan kepala mendadak
Membungkuk terlalu lama
Batuk
Berbagai

kondisi

seperti

luka

Amati kondisi mata : luka menonjol, menonjol, bilik mata depan menonjol,

17

bilik mata depan menonjol, nyeri nyeri

mendadak,

hiperemia,

serta

mendadak, nyeri yang tidak berkurang hipopion mungkan menunjukan cedera


dengan pengobatan, mual dan muntah. mata pasca operasi.
Dilakukan setiap 6 jam asca operasi
atau seperlunya.
2. Nyeri yang berhubungan dengan luka pascaoperasi
Tujuan :
Nyeri berkurang, hilang, dan terkontrol.
Kriteria hasil :
- Klien mendemonstrasikan teknik penurunan nyeri
- Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi

Rasional

Kaji derajat nyeri setiap hari.

Normalnya, nyeri terjadi dalam waktu


kurang dari 5 hari setelah operasi dan
berangsur menghilang. Nyeri dapat
meningkat sebab peningkatan TIO 2-3
hari pasca operasi. Nyeri mendadak
menunjukan peningkatan TIO masif.

Anjurkan

untuk

melaporkan Meningkatkan

perkembangan nyeri setiap hari atau memberikan

kolaborasi
rasa

aman

,
untuk

segera saat terjadi peningkatan nyeri peningkatan dukungan psikologis.


mendadak.
Anjurkan pada klien untuk tidak Beberapa

kegiatan

klien

dapat

melakukan gerakan tiba-tiba yang meningkatkan nyeri seperti gerakan


dapat memicu nyeri.

tiba-tiba,

membungkuk,

mengucek

mata, batuk, dan mengejan.


Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Mengurangi ketegangan, mengurangi


nyeri.

Lakukan tindakan kolaboratif dalam Mengurangi


pemberian analgesik topikal/ sistemik.

18

nyeri

meningkatan ambang nyeri.

dengan

3. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan


penglihatan, pembatasan aktivitas pascaoperasi.
Tujuan:
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil ;
- Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pememnuhan
kebutuhan diri.
- Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap
Intervensi

Rasional

Terangkan pentingnya perawatan diri dan Klien dianjurkan untuk istiraht


pembatasan

aktivitas

selama

fase ditempat

pascaoperasi

tidur

pada

2-3

jam

peratama pascaoperasi atau 12 jam


jika ada komplikasi. Selama fase
ini, bantuan total diperlukn bagi

Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan


perawatan diri
Secara bertahap, libatkan klien dalam
memenuhi kebutuhan diri

klien.
Memenuhi kebutuhan perawatan
diri
Pelibatan klien dalam aktivitas
perawatan

dirinya

dilakukan

bertahap dengan berpedoman pada


prinsip bahwa aktivitas tersebut
tidak memprovokasi peningkatan
TIO dan menyebabkan cedera mata,
kontrol klinis dilakukan dengan
menggunakan indikator nyeri mata
pada saat melakukan aktivitas
( Anas Tamsuri, 2010 : 77-86 )

19

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokuler. Penyakit yang di tandai peninggian
tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil.
3.2 Saran
Semoga dengan pembuatan makalah ini, makalah ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya dan dapat di gunakan sebagai
pedoman pembelajaran.

20

DAFTAR PUSTAKA
Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Mata.
Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.
www.google.com/ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Glaukoma. Di akses
10 mei 2015 pukul 11.23

21

Anda mungkin juga menyukai