Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KMB 2

TENTANG GLAUKOMA

Disusun oleh :

Anastasya santika Dewi 201911005

Aurelia Septi Handayani 201911006

Bernada Meylan Dantri 201911007

Effi Kristuti 201911018

Faisal Abda'u 201911020

Nevania amara putri 201911032

Risa Ekaning tyas 201911034

Veronica Novita Kingky Putri Utami 201911044

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH

YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas Rahmat dan
Karunia yang di berikan kepada kita, sehingga kelompok kami bisa menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
karena kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada dalam keterbatasan. Untuk
itu kami mengarapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, demi perbaikan
dalam makalah ini yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat sebagai penulis demi menambag pengetahuan


terutama bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih semoga Tuhan senantiasa membimbing
segala usaha kita. Amin.

Yogyakarta, 01 oktober 2020

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1. Latar belakang............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................1

1.3. Tujuan.........................................................................................................................2

BAB II ISI.........................................................................................................................3

2.1. Konsep Penyakit Glaukoma.......................................................................................3

2.1.1 Pengertian.................................................................................................................3

2.1.2 Etiologi.....................................................................................................................4

2.1.3 Klasifikasi.................................................................................................................4

2.1.4. Tanda Dan Gejala....................................................................................................5

2.1.5. Patway......................................................................................................................6

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................6

2.1.7. Penatalaksanaan medis.............................................................................................7

2.1.8. Komplikasi..........................................................................................................8

3.1. Konsep asuhan Keperawatan...................................................................................9

2.2.2. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................10

2.2.3. Perencanaan Dan Implementasi............................................................................10

BAB III PENUTUP.........................................................................................................20

3.1. Kesimpulan............................................................................................................20

3.2 Saran.......................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan
karakteristik hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada
glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi
papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Glaukoma dapat
disebabkan bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar atau karena
berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil (Ilyas dan Yulianti, 2014).
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah
gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut
bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor
ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup) (Riordan-Eva dan Witcher,
2008).Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia, dengan
morbiditas yang tidak proporsional di antara wanita dan orang Asia (Stamper et
al., 2009). Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma
bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki (irreversible) (Kemenkes, 2015).
Jumlah penyakit glaukoma di dunia oleh World Health Organization (WHO)
diperkirakan ± 60,7 juta orang di tahun 2010, akan menjadi 79,4 juta di tahun
2020 (Artini, 2011).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Glaucoma?
2. Bagaimana etiologi Glaucoma?
3. Apa saja klasifikasi dadi Glaucoma?
4. Bagaimana tanda gejala dari Glaucoma?
5. Bagaimana pathway dari Glaucoma?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk penderita Glaucoma?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis pada penderita Glaucoma?
8. Komplikasi apa saja yang terjadi pada penderita Glaucoma?

1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperolah informasi tentang penyakit Glaukoma.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh informasi mengenai pengertian Galukoma.
b. Untuk memperoleh informasi mengenai etiologi dan patofisiologis dari
Glaukoma.
c. Untuk memperoleh informasi mengenai tanda & gejala penyakit
Galukoma.
d. Untuk memperoleh informasi mengenai penatalaksanaan penyakit
Glaukoma.
e. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pasien dengan glaukoma.
BAB II
ISI

2.1. Konsep Penyakit Glaukoma


2.1.1 Pengertian
Glaukoma merupakan sekumpulan gangguan okular yang ditandai
dengan peningkatan tekanan intraokular, atrofi saraf optik dan kehilangan lapang
pandang. Glaukoma diperkirakan menyebabkan kebutaan. Insiden glaukoma
sekitar 1,5% dan pada ras kulit hitam berusia 45-65 tahun prevalensi
meningkatkan lima kali lipat dibanding kulit putih rentang umur yang sama.
Pada kebanyakan kasus, kebutaan dapat dicegah dengan pemberian terapi dini.
Glukoma berasal dari bahasa yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma mengakibatkan lapang pandang seseorang menghilang, dengan atau
tanpa gejala. Glaukoma adalah penyakit yang disebabkan oleh kematian
(apoptosis) sel ganglion retina (SGR) dan serabut saraf retina disertai defek
luas lapang pandang. Tekanan intra okular (TIO) lebih dari 21 mmHg dan
riwayat keluarga adalah faktor risiko utama. Apabila glaukoma tidak segera
ditatalaksana dengan benar dan tepat, maka dapat mengakibatkan kebutaan
permanen atau penglihatan yang terganggu tidak dapat dipulihkan kembali.
Sampai saat ini tatalaksana glaukoma hanya menurunkan TIO untuk
menghilangkan efek mekaniknya yaitu mengurangi daya tekan di serabut
saraf retina dan saraf optik. Tatalaksana glaukoma, terutama glaukoma primer
sudut terbuka adalah dengan pemberian medikamentosa seperti tetes mata
timolol 0,5%, prostaglandin analog, alfa-2 agonis, pilokarpin 2% dan tetes
mata karbonik anhidrase inhibitor tetes mata.
Walaupun telah diberikan medikamentosa, penyakit glaukoma
tetap berlanjut dan berjalan progresif sehingga memerlukan target TIO di
bawah 15 mmHg, agar TIO tidak menekan serabut saraf optik. Target TIO
yang diharapkan sering tidak tercapai sehingga diperlukan tindakan bedah
seperti membuat filtrasi (trabekulektomi) dan pemasangan selang (implan
glaukoma).
(Black.M Joyce., Hwks.hokanson.jane)
Tatalaksana glaukoma stadium lanjut Penanganan aspek
biopsikososiospiritual (BPSS) 3,5 Selain berfokus pada penurunan TIO secara
agresif, pengelolaan pasien dengan glaukoma stadium lanjut akan bergantung
pada pendekatan holistik dan personal yang akan melibatkan banyak komponen
kesehatan. Pendekatan tersebut disebut dengan profil BPSS, yang merupakan
modifikasi dari model biopsikososial Engel.3 Model BPSS melibatkan baik dari
aspek okular maupun biologi sistemik, faktor seperti mekanisme penyakit
glaukoma, besar tekanan intraokular, kecepatan progresivitas penyakit, harapan
hidup, dan kesehatan secara general, pertimbangan secara psikologis (ketakutan,
depresi akan hilangnya penglihatan), faktor sosioekonomi, nilai-nilai
spiritual/kultural, dan keyakinan pasien sebelum pasien dan keluarga memilih
dan memutuskan tatalaksana apa yang paling baik dan dapat dicapai oleh pasien
3,5.
Setelah melakukan evaluasi profil BPSS pasien dan berdiskusi mengenai
pro dan kontra dari semua pilihan terapi, pilihan yang paling sesuai dengan
pasien dapat diputuskan. Selama melakukan diskusi dengan pasien dan orang
terdekatnya, sangat penting untuk menanamkan kepada pasien untuk realistis
terhadap harapannya, misalnya pasien dapat berharap bahwa penglihatannya
dapat dipertahankan, bukan sudah pasti akan membaik. Penting juga untuk
menggantikan ketakutan pasien dengan kemungkinan adanya harapan selama
masih dinilai memungkinkan. Sebagai dokter, jangan sampai kita memberikan
kesan pada pasien bahwa tidak ada yang dapat dilakukan. Meskipun pasien telah
kehilangan kedua penglihatannya, yakinkan pada mereka bahwa masih terdapat
alasan untuk menjalani hidup yang berkualitas, optimalisasi panca indera
lainnya, dll.3 Penurunan Tekanan Intraokular secara agresif : Target TIO Satu-
satunya terapi yang telah terbukti dapat mempertahankan fungsi visual pada
glaukoma adalah dengan mengontrol TIO.
Pada penelitian Advanced Glaukoma Intervention Study (AGIS), pasien
glaukoma dapat dihambat progresivitasnya apabila nilai rata-rata TIO-nya 12
mmHg.12 Pasien dengan glaukoma stadium lanjut dapat menjaga lapang
pandang dan kualitas hidupnya apabila TIO-nya sangat rendah (low teens atau
high single digits). Penelitian lainnya oleh Odberg et al13 juga
mendemonstrasikan bahwa nilai TIO yang sangat rendah dapat mempertahankan
fungsi visual pada glaukoma stadium lanjut dalam jangka waktu yang lama.
Pilihan terapi juga harus menurunkan TIO pada fase puncak diurnal (fluktuasi
jangka pendek), dan fluktuasi jangka panjang (fluktuasi pada setiap kunjungan).
Berdasarkan AGIS, fluktuasi visit-to-visit jangka panjang mempunyai hubungan
paling signifikan dengan progresivitas fungsi penglihatan pada pasien dengan
kisaran rata-rata TIO yang lebih rendah. Adanya fluktuasi tersebut harus
dipertimbangkan pada setiap pasien yang mempunyai nilai TIO rendah pada
pengukuran di poliklinik namun namun menunjukkan adanya progresivitas
penyakit.
Pada pasien lainnya yang kemungkinan puncak TIO-nya di luar
poliklinik, pertimbangkan monitoring dengan menggunakan diurnal tension
curve. 2,8,11 Banyak penelitian yang memaparkan bahwa terapi bedah
glaukoma dapat menurunkan TIO dengan lebih konsisten dengan fluktuasi
jangka pendek dan panjang yang lebih stabil.2,5,11,13 Manajemen penurunan
TIO secara tradisional pada glaukoma sudut terbuka, diawali dengan
antiglaukoma, beranjak ke laser trabekuloplasti, dan terakhir metode bedah
filtrasi.1,8,11 namum, penanganan tersebut, tidak dapat diaplikasikan pada
kelompok pasien glaukoma stadium lanjut oleh karena angka keberhasilannya
cenderung rendah atau tingkat progresivitas yang berbeda-beda pada setiap
stadium. Pasien dengan keterbatasan aktivitas sehari-hari akan mengalami
kesulitan dalam melaksanakan terapi medikamentosa dan membutuhkan
asistensi dari keluarga atau care partners. Oleh karena itu, pertimbangan
pendekatan holistik terhadap pasien sangat penting untuk menentukan pilihan
terapi yang sesuai, apakah medikamentosa, laser, atau bedah filtrasi.
Oleh karena uji klinis randomisasi yang membandingkan hasil keluaran
intervensi terapi medikamentosa, laser, dan pembedahan pada glaukoma stadium
lanjut belum banyak jumlahnya, belum ada keseragaman pilihan terapi terbaik
bagi kelompok pasien glaukoma stadium lanjut. Kritik dan saran dari ekspert2 ,
merekomendasikan bahwa pasien dengan glaukoma stadium lanjut lebih baik
diterapi dengan tindakan operasi glaukoma primer, sementara itu King et al4
ber-argumen bahwa berdasarkan bukti yang ada saat ini tidak mendukung untuk
dilakukan tindakan tersebut. Terapi Medikamentosa1,2,5,8 Terapi medika
mentosa diberikan pada pasien glaukoma stadium lanjut yang mempunyai
progresivitas lambat dan kemungkinan terjadi kebutaan selama hidupnya
cenderung kecil. Selain itu, pasien mampu untuk menyediaan obat-obatan
glaukoma yang berharga mahal, maka terapi medikamentosa dapat menjadi
pilihan yang sesuai dan aman.
Instruksi dan observasi bagaimana cara pemakaian obat sangat penting
untuk diterapkan. Kepatuhan pasien terhadap pemakaian obat-obatan yang telah
diresepkan juga harus menjadi pertimbangan penting, pasien yang kurang patuh
memakai obat antiglaukoma akan cenderung mengalami peningkatan defek
lapang pandang yang lebih berat. Jika mengacu pada kemampuan
penglihatannya, pasien glaukoma stadium lanjut akan lebih bergantung kepada
caregiver dalam hal pemberian obat tetes mata. Untuk itu harus dipastikan
bahwa orang terdekat yang merawat pasien paham betul mengenai cara
pemberian obat-obatan tersebut. Pemilihan jumlah obat yang lebih sedikit
namun dengan potensi penurunan TIO yang kuat lebih dianjurkan, selain dapat
meminimalisasi biaya yang dikeluarkan, selain itu, juga dapat mengurangi efek
samping yang ditimbulkan. Analog prostaglandin dan kombinasi carbonic
anhydrase inhibitors (CAI) dan beta bloker mempunyai kisaran fluktuasi jangka
pendek yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pemberian monoterapi beta
bloker. Obat antiglaukoma seperti brimonidine dan betaxolol dilaporkan
memiliki efek neuroprotektor melalui salah satu mekanisme antara stimulasi
faktor neurotropik atau perbaikan perfusi yang masuk ke nervus optikus. Namun
penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menguatkan temuan tersebut.
Tindakan Laser selektif trabekuloplasti14 Laser selektif trabekuloplasti
(LST) dengan menggunakan argon, diode, atau terapi laser selektif mempunyai
peranan penting dalam mengontrol TIO untuk mengurangi jumlah obat-obatan
yang digunakan oleh pasien atau sebagai terapi tambahan di samping terapi
medikamentosa. Angka kejadian komplikasi tindakan tersebut cenderung rendah
dibandingkan dengan bedah insisional dan penurunan TIO dapat mencapai 30%.
Pilihan terapi tersebut dapat adekuat pada sebagian pasien glaukoma stadium
lanjut, namun harus dipikirkan pula kemungkinan komplikasi jangka pendek,
misalnya high IOP spikes dan kemungkinan terhentinya efek terapi seiring
berjalannya waktu, terutama pada pasien glaukoma eksfoliasi. Bagaimanapun
juga, terapi LST sangat dianjurkan bagi pasien yang gagal dengan terapi
medikamentosa dan pasien yang tidak dianjurkan untuk operasi (non-kandidat).
Terapi Pembedahan Pada sebagian besar kasus, setelah dilakukan pemberian
terapi medikamentosa dan laser dengan maksimal, prosedur operasi bedah
filtrasi glaukoma, umumnya trabekulektomi, dibutuhkan untuk penurunan TIO
dan pencegahan kehilangan fungsi penglihatan lebih lanjut.
Pemakaian obat2an dipengaruhi oleh ketaatan pemakaian obat dan
adherence (pemberian obat sesuai jadwal). Dilaporkan tingkat kepatuhan
pemakaian obat glaukoma disertai sesuai jadwalnya, relatif rendah.2 Pada
keadaan demikian, maka tindakan bedah merupakan option yang tepat. Operasi
untuk mengontrol TIO pada glaukoma dengan meningkatkan aliran keluar
humor akuos diantaranya adalah dengan mekanisme:1,2,4,8 1. Membuat
kanal/jalur keluar baru  trabekulektomi tradisional, pemasangan implan
glaukoma Ex-PRESS, aqueous drainage devices (ahmed, baervelt glaucoma
implant 2. Meningkatkan jalur keluaran konvensional (trabekular)  Fugo blade
goniotomy, trabeculotomi, kanaloplasti, excimer laser trabeculostomy, dan
trabecular microbypass stent 3. Meningkatkan aliran uveoskleral  SOLX Gold
Shunt Tujuan tindakan bedah adalah untuk menurunkan TIO dan mengurangi
ketergantungan pada obat-obatan glaukoma sekaligus mengeliminasi komplikasi
terkait filtrasi eksternal. Namun bagaimanapun juga teknik operasi terbaru yang
ada belum dapat mencapai TIO rendah dengan konsisten pada pasien dengan
glaukoma stadium lanjut.
Lebih banyak penelitian dibutuhkan dengan desain komparatif dengan
periode follow up yang lebih lama sebelum dapat diaplikasikan pada pasien
sepenuhnya. Komplikasi adalah menurunnya tajam penglihatan bahkan
hilangnya visus yang disebut wipe out, keadaan tersebut sangat di takuti oleh
pembedah. Trabekulektomi Prosedur bedah trabekulektomi dengan/tanpa
antimetabolite mitomisin C dinyatakan mempunyai efek jangka panjang terbaik
dalam mengontrol TIO. Berdasarkan penelitian yang ada, keberhasilan
trabekulektomi (TIO).
[ CITATION art20 \l 1033 ]

2.1.2 Etiologi
Salah satu penyebab utama kebutaan ireversibel di seluruh dunia,
Glaukoma dapat menyerang siapa saja, dan disebut sebagai 'pencuri penglihatan'
karena fakta tersebut asimptomatik (tidak menimbulkan gejala) pada tahap awal,
dan bahkan kerugian berikutnya penglihatan tepi dengan mudah melewati tanpa
disadari.
Setelah kerusakan telah terjadi, tidak dapat dibatalkan, itulah sebabnya
membangun kesadaran untuk mendorong orang melakukan pemeriksaan mata
rutin yang menyaring glaukoma, adalah wajib. Seberapa teratur pemeriksaan
mata ini perlu ditentukan oleh beberapa faktor termasuk usia, ras dan riwayat
keluarga dari penyakit tersebut.
Sekitar 90% glaukoma primer terjadi pada orang dengan sudut terbuka.
Oleh karena tidak ada manifestasi klinis sebagai tanda peringatan awal. Maka
pemeriksaan fisik teratur termasuk pemeriksaan tonometry dan pengkajian saraf
mata atau diskus sangat diperlukan. Penyebab utama glaukoma sudut terbuka
kronis merupakan proses degeneratif pada jaringan trabecular sehingga terjadi
penurunan aliran humor aquoius, hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes
dan obesitas berhubungan dengan perkembangan kortikostiroid topikal kronis
juga dapat menghasilkan manifestasi glaukoma sudut terbuka.
Penyebab glaukoma tekanan darah atau syaraf optik rusak walaupun
tekanan intracular normal atau antara 12 dan 22 mmHg tidak diketahui.
Seseorang dengan riwayat penyakit keluarga dengan glaukoma tekanan normal,
keturunan jepang dan riwayat penyakit jantung sistemik. [ CITATION Bla20 \l
1033 ]

2.1.3 Klasifikasi
Beberapa terminologi untuk mendeskripsikan tipe glukoma :
- Glaukoma primer dan sekunder mengacu pada apakah penyakit terjadi
sendiri atau di sebabkan gangguan yang lain
- Akut dan kronis dimaksudkan onset dan durasi penyakit
- Terbuka (sudut lebar) dan tertutup (sudut sempit) digunakan untuk
mendeskripsikan lebar sudut antara iris dan kornea (Figur 65-1, A), sudut
kamera okuli anterior yang sempit secara anatomis menjadi predisposisi
untuk mengalami onset akut glaukoma sudut tertutup
A. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma sudut terbuka merupakan bentuk yang paling umum,
gangguan ini merupakan gangguan multifaktorial yang sering didapatkan secara
genetik, bilateral, onset tiba-tiba, dan progresnya lambat. Tipe glaukoma ini
sering disebut sebagai “pencuri di malam hari” karena tidak ada manifestasi
klinis awal yang menjadi penanda kehilangan penglihatan. Aliran humor
aquous / cairan mata (aqueous humor) menjadi lebih lambat atau terhenti karena
obstruksi jaringan trabekular (Figur 65-1,B)
B. Glaukoma Sudut Tertutup
Suatu serangan akut glaukoma sudut tertutup padat terjadi hanya pada
satu mata pada sudut kamera okuli yang secara anatomis sempit. Serangan
terjadi karena hambatan mendadak sudut anterior karena dasar iris (Figur 65-1,
C)
2.1.4. Tanda Dan Gejala
1. Kornea suram
2. lapang pandang menurun
3. Penglihatan kabur
4. Terdapat lingkaran seperti pelangi ketika melihat ke arah cahaya terang
5. Memiliki sudut buta (blind spot)
6. Kelainan pada pupil mata, seperti ukuran pupil mata tidak sama
7. Nyeri pada mata
8. Sakit kepala
9. Mata memerah
10. Mual atau muntah
11. Penglihatan yang makin menyempit hingga akhirnya tidak dapat melihat
obyek sama sekali
2.1.5. Patway
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Tonometri
Merupakan suatu pengukuran intraokuler yang menggunakan alat berupa
tonometer Goldman. Penilaian biasanya tergantung pad aketebalan kornea
masing maisng individu.semakin tebal kornea pasien maka tekanan
intraokuler yang dihasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya.
Tonometer yang biasanya digunakan adalah tonometer Schiotz karena cukup
sederhana, praktis, mudah dibawa, murah, kalibrasi alat mudah dan tanpa
komponen elektrik. Penilaian tekanan intraokuler berkisar 10-21mmHg
(Kanski JJ, 1994)
2. Oftalmoskopi
Oftalmoskpi adalah jenis pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan
saraf optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik (RS Mata Yap,2009).
Apabila terdapat peninggian TIO yang signifikan, rasio C/D yang lebih besar
dari 05 atau adanya asimetris yang bermakna antara kedua mata,
mengidentifikasikan adanya atropi glaukomatosa (Kanski JJ, 1994)
3. Gonioskopi
Gonioskopi ini merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan
lensa khusus kontak untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi
dari gonioskopi secara diagnostik dapat mengidentifikasi sudut abnormal
dan menilai lebar sudut kamera okuli anterior (Kanski JJ, 1994)
4. Biometri
Biometri ini digunakan untuk menentukan kondisi segmen anterior mata,
dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah glaukomanya merpakan
glaukoma primer dan sekunder (Kanski JJ, 1994)
2.1.7. Penatalaksanaan medis
1. Terapi Medikamentosa
a. Supresi Pembentukan Humor Aqueus
Dalam hal ini dapat diberikan beberapa macam obat yaitu golongan
adrenergik Bloker, golongan adrenergik agonis, penghambat karbonat
anhidrase.
2. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueus
Disini obat yang digunakan ada dua yaitu parasimpatomimetik dan analog
prostaglandin
3. Penurunan Volume Vitreus
Obat yang digunakan dalam penurunan volume vitreus dapat menggunakan
obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi hipertonik sehingga
air tertarik keluar dari vitreus.
4. Tindakan Operatif
a. Laser Iridektomi
Iridektomi ini diindikasikan pada pasien dengan glaukoma sudut
tertutup. Laser iridektomi melibatkan pembuatan satu lubang pada
bagian mata yang berwarna (iris) agar cairan mengalir secara merata
pada dengan sudut sempit.
b. Laser Trabeculoplasty
Laser trabeculoplasty merupakan suatu laser yang dilakukan hanya pada
penderita glaukoma dengan sudut terbuka. Laser ini tidak
menyembuhkan glaukoma namun sering dilakukan daripada
meningkatkan jumlah obat obat tetes mata yang berbeda. Laser ini
dilakukan untuk terapi permulaan.
c. Trabeculetomy
Trabeculetomy merupakan prosedur operasi mikro yang sulit dan
digunakan untuk merawat glaukoma. Pada operasi ini, suatu potongan
kecil dari trabecuar meshwork yang tersumbat dihilangkan untuk
menciptakan suatu pembukaan dan suatu jalan kecil penyaringan yang
baru dibuat untuk cairan keluar dari mata.
d. Viscocanalostomy
Ini adalah suatu operasi alternatif yangdigunakan untuk menrunkan
tekanan mata.
2.1.8. Komplikasi
1. Glaukoma absolut : stadium akhir dari golongan apabila tidak terkontrol atau
tidak diberikan penanganan pengobatan lebih lanjut. [ CITATION Abd201 \l 1033 ]
2. Kebutaan total : kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan
dalam penglihatan yang gangguan tidak bisa melihat secara total atau
keseluruhan. [ CITATION wik202 \l 1033 ]

3. Neovaskularitis iris : neovaskularisasi yang terdapat pada sudut bilik mata akan
mencapai sklera spur meluas ke tracbecular mebswork. [ CITATION ind20 \l 1033 ]
3.1. Konsep asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
1) Riwayat keluarga positif ( diyakini berhubungan dengan glaucoma
2) sudut terbuka primer )
3) Tumor mata
4) Hemoragi intraokuler
5) Inflamasi intraokuler uveiti
6) Kontusio mata dari trauma.
b. Pemeriksanan fisik berdasrkan pengkajian umum pada mata dapat
menunjukan :
1) Untuk sudut terbuka primer
Melaporkan kehilangan penglihatan perifer lambat ( melihat terowongan)
2) Untuk sudut tertutup primer :
a. Kejadian tiba-tiba dari nyeri berat pada mata sering disertai dengan sakit
kepala , mual dan muntah.
b. Keluhan -keluhan sinar halo, penglihatan kabur, dan enurunan persepsi
sinar.
c. Pupil terfiksasi secara sedang dengan sclera kemerahan karena radang
dan kornea tampak berawan.
d. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan respons emosional terhadap
kondisi dan rencana tindakan.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori : penglihatan behubungan dengan gangguan
penerimaan;
b. gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang
c. progresif.
d. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIO.
e. Ansietas berhubungan dengan penurunan penglihatan aktual.
f. Resti injuri berhubungan dengan penurunan lapang pandang.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya penglihatan.
h. Ketidakmampuan dalam perawatan diri berhubungan dengan penurunan
penglihatan.
i. Isolasi sosial berhuungan dengan penurunan pandangan perifer, takut cedera
atau respons negatif lingkungan terhadap ketidakmampuan visual.
2.2.3. Perencanaan Dan Implementasi
No. Tujuan dan kriteria Rencana tindakan Rasional Ttd
hasil
1. Gangguan persepsi 1) Pasti derajat 1) mempengaruhi
sensori : penglihatan atau tipe harapan masa
b/d gangguan penglihatan depan pasien
penerimaan;gangguan
status organ ditandai
2) Dorong 2) pasien
dengan kehilangan
pasien menghadapi
lapang
mengekspres kemungkinan
pandang progresif.
ikan parasaan atau
tentang mengalami
Tujuan :
kehilangan pengalaman
Penggunaan
Penglihatan kehilangan
penglihatan yang
penglihatan
optimal
sebagian atau
3) Tunjukkan
total.
pemberian
tetes mata,
contoh
3) mengontrol
menghitung
TIO, mencegah
tetesan,
kehilangan
mengikuti
penglihatan
jadwal, tidak
lanjut
salah dosis

4) menurunkan
4) Lakukan
bahaya
untuk
keamanan
membantu
sehubungan
pasien
dengan
menangani
perubahan
keterbatasan
lapang
penglihatan,
pandang
contoh: atur
perabot,
kurangi
kekacauan, 5) menurunkan
perbaiki sinar laju produksi
suram, dan akueus humor
masalah
penglihatan
malam

5) Kolaborasi
pemberian
asetazolamid
(diamox)
2. Nyeri b/d 1) Kaji tingkat 1) Mengetahui
peningkatan TIO nyeri tingkat nyeri
untuk
Tujuan : memudahkan
2) Pantau
Nyeri hilang atau intervensi
derajat nyeri
berkurang Selanjutnya
mata setiap
30 menit
2) untuk
selama fase
mengidentifika
akut
si kemajuan
atau
3) Siapkan penyimpangan
pasien untuk dari hasil
pembedahan yang
sesuai diharapkan
peranan
3) setelah TIO
terkontrol pada
4) Pertahankan
glukoma sudut
tirah baring
terbuka,
ketat pada
pembedahan
posisi semi
harus
fowler
dilakukan
untuk secara
5) Berikan permanent
lingkungan menghilangkan
gelap dan blok pupil
terang
4) tekanan pada
mata
6) Berikan
ditingkatkan
analgesic
bila tubuh
narkotik yng datar
di resepkan
peran dan 5) stress dan sinar
evaluasi menimbulkan
keefektifanya TIO yang
mencetuskan
nyeri

6) untuk
mengontrol
nyeri, nyeri
berat
menentukan
menuver
valasava,
menimbulkan
TIO
3. Ansietas b/d 1) Kaji tingkat 1) factor ini
penurunan ansietas mempengaruhi
pengelihatan aktual. persepsi pasien
terhadap
2) Beri
Tujuan : ancaman diri
informasi
Cemas hilang atau
yang akurat
berkurang 2) menurunkan
dan jujur
ansietas
sehubungan
3) Dorong dengan
pasien untuk ketidaktahuan /
mengakui harapan
masalah dan yang akan
mengekspres dating
ikan
Perasaan
3) memberikan
kesempatan
4) Dorong untuk pasien
partisipasi menerima
keluarga atau situasi nyata
orang yang
berarti dalam 4) membantu
perawatan pasien dalam
Pasien menurunkan
kecemasan

5) Identifikasi
5) memberikan
sumber atau
keyakinan
orang yang
bahwa pasien
menolong
tidak sendiri

4. Resti injuri b/d 1) Orientasikan 1) Menurunkan


penurunan lapang lingkungan resiko jatuh
pandang. dan situasi (cedera),
lain Untuk
Tujuan : meningkatkan
Cedera tidak terjadi pengenalan
2) Anjurkan
tempat sekitar
klien untuk
mempelajari
2) Meningkatkan
kembali
respon
ADL
stimulus dan
semua
3) Atur ketergantungan
lingkungan nya
sekitar
pasien, 3) Mencegah
jauhkan cedera,
benda-benda meningkatkan
yang dapat kemandirian.
4) Meminimalkan
resiko cedera,
4) Awasi /
memberikan
temani
perasaan aman
pasien saat
bagi
melakukan
aktivitas.
5) Mengontrol
kegiatan pasien
5) Dorong dan
pasien untuk menurunkan
melakukan bahaya
aktivitas keamanan.
sederhana

5. Gangguan citra tubuh 1) Berikan 1) Dengan


b/d hilangnya pemahaman kehilangan
penglihatan. tentang bagian atau
kehilangan fungsi tubuh
Tujuan : untuk bisa
Menyatakan dan individu dan menyebabkan
menunjukkan orang individu
penerimaan atas dekat, melakukan
penampilan tentang sehubungan penolakan,
penilaian diri dengan syok, marah,
terlihatnya dan tertekan
kehilangan,
kehilangan
fungsi,
2) Supaya pasien
dan emosi
dapat
yang
menerima
terpendam
kekurangannya
dengan lebih
Dorong individu
Ikhlas
tersebut dalam
merespon terhadap
kekurangannyaitu 3) Bila reaksi
tidak dengan keluarga bagus
penolakan, syok, dapat
marah,dan tertekan meningkatkan
rasa percaya
diri
2) Sadari
individu dan
pengaruh
dapat membagi
reaksi-reaksi
perasaan
dari orang
kepada orang
lain atas
lain.
kekurangann
ya itu
4) Mengetahui
1) dan dorong seberapa jauh
membagi kemampuan
perasaan individu
dengan orang dengan
lain. kekurangan
yang dimiliki

3) Ajarkan
individu
memantau
kemajuannya
sendiri
6. Ketidakmampuan 1) Kaji kemampuan 1) Dapat
dalam perawatan diri klien dalam mengetahui
b/d penurunan melakukan aktivitas kemampuan
penglihatan. perawatan diri. klien dan
memudahkan
Tujuan : 2) Bantu klien dalam intervensi
Meningkatkan melakukan aktivitas Selanjutnya
aktivitas perawatan perawatan diri.
diri
2) Pemenuhan
3) Libatkan keluarga
kebutuhan
dalam aktivitas
perawatan diri
perawatan diri klien.
klien.

4) Rencanakan
aktivitas dan latihan 3) Keluarga
klien. merupakan
orang terdekat
5) Berikan dorongan dalam
untuk melakukan pemenuhan
perawatan diri kebutuhan
kepada klien dan perawatan diri
klien.

4) Istirahat klien
tidak
terganggu
dengan adanya
aktivitas dan
latihan
yang
terencana.

5) Dapat
mencegah
komplikasi
imobilitas.
7. Isolasi sosial b/d 1) Jalin hubungan 1) agar klien
penurunan pandangan baik dengan klien tidak merasa
perifer, takut cedera asing
atau respons 2) Jelaskan
negatif lingkungan kondisi/gangguan 2) klien akan
terhadap yang terjadi pada menerima
ketidakmampuan matanya keadaannya.
visual.
3) Libatkan keluarga 3) membantu
Tujuan : dalam berinteraksi pasien
Mendorong dengan pasien berinterksi
sosialisasi dan dengan orang
ketrampilan koping 4) Libatkan dengan lain
kegiatan lingkungan
4) klien akan
5) Dorong pasien merasa punya
untuk menerima teman dalam
pengunjung dan lingkungan.
bersosialisasi
5) agar pasien
6) Mengetahui dapat
tingkat koping klien bersosialisasi
dan berguna dalam dengan
intervensi masyarakat
dan dapat
menerima
kondisi
penyakitnya

6) Untuk
mengetahui
sejauh mana
koping klien.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Glaukoma merupakan sekumpulan gangguan okular yang ditandai
dengan peningkatan tekanan intraokuler, atrofi saraf optik dan kehilangan lapang
pandang. Apabila glaukoma tidak segera ditatalaksana dengan benar dan tepat,
maka dpat mengakibatkan kebutaan permanen atau penglihatan yang terganggu
tidak dapat dipulihkan kembali. Klasifikasi pada glaukoma yaitu Glaukoma
primer dan sekunder mengacu pada apakah penyakit terjadi sendiri atau di
sebabkan gangguan yang lain, Akut dan kronis dimaksudkan onset dan durasi
penyakit, Terbuka (sudut lebar) dan tertutup (sudut sempit) digunakan untuk
mendeskripsikan lebar sudut antara iris dan korne.
Glaukoma memiliki fakto-faktor yaitu adanya Riwayat keluarga positif
(diyakini berhubungan dengan glaucoma sudut terbuka primer), Tumor mata,
Hemoragi intraokuler, Inflamasi intraokuler uveiti, Kontusio mata dari
trauma.Dapat disimpukan glaukoma merupakan penyakit mata yang memiliki
asuhan keperawatan penanganan masalah yang terjadi pada glaukoma.
3.2 Saran
Meningkatkan promosi kesehatan pencegahan kebutaan tentang
glaukoma kepada masyarakat maupun tenaga kesehatan. Meningkatnya
sosialisasi ini dapat memberi dampak posistif bagi klien untuk tidak terjadinya
kebutaan. Dan tetap melaksanakan upaya peningkatan faktor-faktor pendidikan
yang mengubah pendidikan karena pengaruh terhadap upaya keberhasilan
kesehatan masyarakat. Resiko pada penderita glaukoma yang terjadi pada sudut
tertutup di bandingakan sudut terbuka dan tentang penyebab klien yang
mendapatkan pengobatan, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan medis
sebelumnnya sudah mengalami atau emmpunyai risiko lebih besar mengalami
kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA

Black.M Joyce., Hwks.hokanson.jane. (n.d.). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


(Vol. 8). Retrieved 9 30, 2020

widya, A. (2016). Pengaruh Transplantasi Sel Punca Mesenkimal dalam


Mempertahankan Sel Ganglion pada Pasien Glaukoma Stadium Akhir. 6.

Yunivita D., Aditya M. (2016). Glaukoma Akut dengan Katarak Imatur Okuli Dekstra
et Sinistra. Jurnal Medula, 4.

Abdillah.iqbal. (2020, 9 30). refeat glaucoma. Diambil kembali dari


https://www.slideshare.net/IqbalAbdillah/294805506-referatglaukoma

Abdillah.iqbal. (t.thn.). refeat glaukoma. Dipetik 10 2, 2020, dari


https://www.slideshare.net/IqbalAbdillah/294805506-referatglaukoma

Ardhiansyah, A. (2017). Surgrey Mapping 1 : Dasar - Dasar Omkologi. Surabaya: Airlangga


University Press.

Black.M Joyce., Hwks.hokanson.jane. (t.thn.). EDISI BAHASA INDONESIA (Vol. 8). Dipetik 9 30,
2020

Engram, B. (Jakarta). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (Vol. 3). Buku Kedokteran
EGC.

GLAUKOMA: GEJALA, PENYEBAB, PERAWATAN & PENCEGAHAN. (2020, 9 30). Diambil kembali
dari https://www.essilor.co.id/vision/eye-problems/glaucoma

indonesia ophthalmology meeting on word galucoma day 2010. (t.thn.). indonesia


ophthalmology meeting on word galucoma day 2010. Dipetik 10 2, 2020, dari
file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/f190c79419af0cc463dfb27cc6e86eb6.pdf

Loeffler, A.G., Hart. M.N. (2015). Patofisiologi Untuk Profesi Kesehatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Pajong, Y. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. J.M. DENGAN DIAGNOSA MEDIK KANKER
USUS DI RUANG ASOKA RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANES KUPANG. Dipetik September 8,
2020, dari http://repository.poltekeskupang.ac.id/1604/1/KTI%20%28ASKEP%20CA
%20COLON%20PADA%20Tn.J.M%29%20Yustinus%20E%20pajong-converted.pdf

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Sayuti, M. Nouva. (2019). KANKER KOLOREKTAL. Jurnal Averrous, VI(2), 76-88.

Susanty, A., Dachriyanus., Yanwirasti., Wahyuni, F, S., Fadhli, H., Aswan, P, A. (2018). Aktivitas
Sitotoksik Ekstrak Etil Asetat Daun Tampa Badak (Voacanga foetida (Bl.)K.Schum) pada
Kanker Kolon HTB-38. Sains Farmasi & Klinis, V(2), 142.

Tambayong, D. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

wikipedia ensiklopedia bebas. (t.thn.). tunanetra. Dipetik 10 2, 2020, dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Tunanetra

artini.widya. (n.d.). Tatalaksana glaukoma primer stadium lanjut. Retrieved 10 11, 2020, from
https://staff.ui.ac.id/system/files/users/widya.artini/publication/6_ugm_current_man
agement_-_tatalaksana_glaukoma_primer_stadium_lanjut.pdf

Anda mungkin juga menyukai