DISUSUN OLEH:
Dra. SRI SUBENING, S.Pd
NIP. 19650217 200501 2 001
Puji Syukur Kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pembelajaran Jarak Jauh di Sekolah pada Masa Pandemi Covid-19”.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami
tentang proses pembelajaran jarak jauh di sekolah pada masa pandemi Covid-19,
sehingga para pendidik dapat memiliki bekal untuk rencana pembelajaran daring atau
jarak jauh di masa mendatang.
Dalam segala hal sesuatu pasti memiliki celah yang masih menjadi tugas kami,
sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat penulis butuhkan demi penyempurnaan
makalah ini untuk waktu yang akan datang.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Selama masa pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) atau
selama berlangsungnya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sebagian
besar sekolah ditutup. Menurut UNESCO (2020) Per tanggal 31 Mei 2020,
diperkirakan sekitar 1,184 miliar peserta didik di 142 negara tidak dapat
bersekolah atau sekitar 67,6% dari seluruh pelajar yang terdaftar di sekolah.
Dalam jumlah itu termasuk di dalamnya lebih kurang 45 juta peserta didik di
Indonesia yang terkena dampaknya (Badan Pusat Statistik, 2020). Sebagai
pengantinya menurut SE Kemendikbud No. 15 tahun 2020 tanggal 18 Mei 2020,
dilakukan metode pembelajaran dari rumah melalui pembelajaran jarak jauh
(PJJ) daring dan/atau luring.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penyusun dapat merumuskan
beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini di antaranya adalah:
1. Bagaimana awal mula terjadinya pandemi Covid-19 di Indonesia?
2. Bagaimana keadaan pendidikan di Indonesia pada masa pandemi Covid-19?
3. Bagaimana proses pembelajaran jarak jauh di sekolah pada masa pandemi
Covid-19?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
B. Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi Covid-19
Istilah untuk PJJ bisa saja berbeda-beda. Ada yang menyebutnya sebagai
home learning atau Belajar dari Rumah (BdR), karena proses pembelajaran tidak
dilakukan secara secara langsung di sekolah, melainkan dilakukan di rumah.
Ada pula yang menyebutnya sebagai pembelajaran daring, karena menggunakan
fasilitas internet dalam melakukan proses pembelajaran. Apapun namanya itu,
ada satu kesamaannya, yaitu proses belajar dilakukan secara jarak jauh (terpisah
secara geografis) atau dengan kata lain guru dengan peserta didik tidak berada
dalam satu atap. Hal itu harus dilakukan mengingat salah satu protokol
kesehatan yang wajib dilakukan masyarakat untuk menghindari tertular virus
SARS-CoV-2, yaitu physical distancing (pembatasan fisik atau menjaga jarak).
Dalam dekade ini, pembelajaran atau pendidikan yang dilakukan secara
jarak jauh telah menjadi topik utama dalam pendidikan. Banyak konferensi
pendidikan di dunia membahas aspek-aspek dari pendidikan jarak jauh dan
hampir setiap publikasi dan konferensi organisasi telah menunjukkan
peningkatan besar dalam jumlah presentasi dan artikel yang berkaitan erat
dengan pembelajaran jarak jauh. Beberapa pendidik bahkan membuat
pernyataan terkait seberapa jauh PJJ mungkin telah mengubah pendidikan dan
pelatihan. Edirisingha, Nie, Pluciennik & Young (2009) menyatakan bahwa PJJ
atau dapat pula disebut sebagai kelas virtual telah mendapatkan perhatian besar
bagi peneliti pendidikan, karena dapat memfasilitasi kehadiran sosial dan
mendorong terjadinya sosialisasi di antara pelajar jarak jauh untuk kegiatan
pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif. Lingkungan belajar secara
virtual itu dimediasi oleh komputer dengan menggabungkan perangkat lunak
pedagogis, komunikasi dan administrasi yang diintegrasikan ke dalam satu
sistem, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan proses belajar. Tzanakos
(2012) menyatakan bahwa salah salah satunya adalah dengan memanfaatkan e-
learning yang dimediasi oleh komputer dan perangkat elektronik lainnya serta
Internet sebagai sarana konektivitas dan perpindahan (transfer) data. Jika
dikaitkan dengan situasi pandemi COVID-19 yang menjadi penghalang bagi
proses interaksi pembelajaran secara tatap muka langsung di ruang-ruang kelas,
maka PJJ merupakan sebuah solusi.
3
C. Sejarah Pembelajaran Jarak Jauh
Pembelajaran Jarak Jauh (distance learning) atau PJJ, di dunia dikenal
pula sebagai pendidikan secara korespondensi (correspondence education),
pendidikan terbuka (open education), pendidikan terdistribusi (distributed
education). Namun terdapat ungkapan lainnya untuk PJJ, diantaranya belajar di
rumah, belajar mandiri, belajar dari luar negeri, pembelajaran terdistribusi, dan
pendidikan jarak jauh. Meskipun dianggap sebagai istilah baru dalam dunia
pendidikan, namun PJJ telah dilakukan lebih dari 100 tahun yang lalu. Menurut
Valerie (2002) Salah satu bentuk PJJ dalam bentuk kursus korespondensi telah
dimulai di Eropa. Hal tersebut merupakan sarana utama PJJ sampai pertengahan
abad ini, ketika radio dan televisi menjadi lebih populer. Menurut Moore &
Lockee (1998) karena perubahan teknologi, maka rekaman video telah menjadi
standar pembelajaran di universitas dan lembaga kursus selama dua dekade
terakhir. Menurut Teaster & Blieszner (1999) Kaset audio dan pelajaran yang
dikirim melalui pos telah digunakan dalam kursus korespondensi dalam
pengajaran mata pelajaran seperti bahasa asing. Saat ini, Internet dan video
terkompresi telah menjadi standar baru dalam PJJ yang memungkinkan proses
pembelajaran terjadi secara real time atau synchronous.
4
1. PJJ secara definisi dilakukan melalui institusi; bukan belajar mandiri atau
lingkungan belajar nonakademik.
2. Keterpisahan secara geografis melekat dalam PJJ dan waktu mungkin juga
memisahkan siswa dan guru. Aksesibilitas dan kenyamanan adalah
keuntungan penting dari moda pendidikan ini.
3. Telekomunikasi interaktif dua arah yang menghubungkan kelompok belajar
satu sama lainnya dengan guru. Komunikasi itu paling sering dilakukan
melalui perangkat elektronik, seperti e-mail, namun bentuk komunikasi
tradisional seperti sistem pos, dapat juga digunakan. Apapun medianya,
interaksi sangat penting dalam konsep PJJ, seperti halnya untuk pendidikan
apa pun. Konektivitas peserta didik, guru, dan sumber daya pembelajaran
menjadi kurang tergantung pada kedekatan fisik karena sistem komunikasi
menjadi lebih canggih dan tersedia luas; akibatnya, Internet, ponsel, dan e-
mail telah berkontribusi pada pertumbuhan cepat dalam PJJ.
4. PJJ seperti halnya pendidikan lainnya, membentuk kelompok belajar yang
seringkali disebut komunitas belajar. Terdiri dari peserta didik, guru, dan
sumber daya pembelajaran, diantaranya: buku, audio, video, dan tampilan
grafis yang memungkinkan peserta didik untuk mengakses isi instruksi
tersebut.
5. Perhatikan Gambar 1. berikut ini.
5
6. Kekuatan Disrupsi
Clayton Christensen (2003; 2008) yang menulis beberapa buku
terkait konsep teknologi disruptif, membantu menjelaskan mengapa
beberapa industri yang mapan gagal dan pemain baru yang tiba-tiba muncul
entah dari mana, menguasai. Contohnya PC atau Personal Computer. Pada
kenyataannya, tidak ada satu pun pembuat mini PC yang menjadi produsen
komputer yang sukses. Mereka tidak melihat kekuatan teknologi baru
sampai yang lainnya berhasil merebut pangsa pasarnya. Demikian pula,
sebagian besar pemain utama dalam dunia pendidikan telah mengabaikan
potensi dan keunggulan teknologi yang dapat mengubah pendidikan dan
pelatihan di masa kini dan mendatang. Salah satunya adalah yang terkait
dengan PJJ. Sejatinya PJJ seringkali ditujukan bagi pelajar yang berusia
lebih “tua”, pelajar yang bekerja sambil bersekolah, dan mereka yang tinggal
jauh dari lokasi sekolah (remote area). Mereka inilah yang seringkali
diabaikan oleh “perusahaan mapan” dalam hal ini adalah sekolah-sekolah.
Padahal PJJ atau semacam sekolah maya (virtual school) merupakan paket
yang berbeda, kualitas yang berbeda serta kurang diperhatikan oleh sekolah-
sekolah utama.
Saat ini, karena situasi pandemi COVID 19, PJJ mendadak menjadi
buah bibir. Dimana-mana PJJ dilakukan walaupun dengan segala
keterbatasan yang ada di sekolah. Mungkin ada yang menggunakan radio,
televisi ataupun teknologi internet. PJJ sangat mendominasi dengan mengisi
peran yang telah diabaikan itu. Hal ini didukung dengan perkembangan
teknologi video atau teleconference serta perangkat lunak lainnya yang
memungkinkan PJJ menjadi lebih mungkin untuk diterapkan oleh guru
dalam situasi pandemi. Contoh adalah penggunaan perangkat lunak Zoom
yang sejak April 2020 meningkat pesat hingga telah melampaui 300 juta
peserta rapat setiap hari. Hal Itu naik 50 persen dari 200 juta yang dilaporkan
perusahaan awal bulan Maret dan merupakan lompatan besar dari 10 juta di
bulan Desember 2019 (theverge.com). PJJ sebagai sekolah virtual dapat
“mengganggu” konsep pendidikan tradisional yang telah berurat akar secara
mendalam, sehingga membuat para pendidik lupa akan pentingnya
melakukan inovasi agar mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.
Para pendidik dan pengambil kebijakan pendidikan sudah semestinya
didorong untuk menggali potensi, kekuatan, dan keunggulan PJJ yang bukan
6
saja diterapkan dalam solusi konteks pandemi, namun diharapkan berperan
lebih luas dan lebih dikembangkan lagi di masa mendatang.
7
F. Kendala Pembelajaran Jarak Jauh
Salah satu kendala utama pelaksanaan PJJ di negara kita adalah
keterbataan akses internet serta akses yang tidak merata di seluruh wilayah
NKRI. Dalam hal ini, pemerintah dan kementerian terkait perlu segera, tidak
dapat ditunda-tunda lagi, untuk membangun infrastruktur layanan internet yang
memadai di seluruh wilayah NKRI untuk menjamin keberlangsungan proses PJJ
yang bermutu. Berikutnya adalah yang terkait dengan kesenjangan kualifikasi
guru yang melek teknologi atau yang tech savy. Menurut Indra Charismiadji
(Okt 2019) hanya sekitar 2,5% guru yang melek TIK (Teknologi Informasi dan
Komunikasi), sisanya 97,5% gagap teknologi (jpnn.com). Guru yang terampil
menggunakan perangkat TIK sangat diperlukan dalam era kini. Sangat
disesalkan bahwa mata pelajaran TIK yang sekarang dikenal sebagai
Informatika sempat hilang dalam kurikulum 2013 dan digantikan dengan
prakarya. Pemerintah dan juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu
mengembangkan kurikulum Informatika dan juga ujung tombaknya, yaitu guru
informatika agar dapat menjadi motor terlaksananya kegiatan PJJ yang efektif
dan berkualitas.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sudah saatnya sebagai guru kita terus belajar hal baru dan
mengembangkan diri. Teknologi memang tidak dapat menggantikan peran guru
dalam mengajar dan mendidik putra-putri kita, namun mereka yang tidak mau
menggunakan teknologi pada akhirnya akan tersingkir dan digantikan. Belajar
merupakan sifat alamiah pelajar dan juga guru. Oleh karena itu, sebagai guru
dan pendidik, marilah belajar dan pergunakan perangkat-perangkat TIK dalam
melakukan kegiatan PJJ, agar proses mengajar dan mendidik tidak berhenti dan
stagnan akibat peristiwa pandemi.
9
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2020). Potret Pendidikan Indonesia. Statistik Pendidikan 2019.
BPS: Jakarta.
Keegan, D. (1995). Distance education technology for the new millennium: compressed
video teaching. ZIFF Papiere. Hagen, Germany: Institute for Research into
Distance Education. (Eric Document Reproduction Service No. ED 389 931).
Simonson, Smaldino, S., & Zvacek, S. (2015). Teaching and Learning at a Distance:
Foundations of Distance Education 6th Edition. Information Age Publishing.
Teaster, P., & Blieszner, R. (1999). Promises and pitfalls of the interactive television
approach to teaching adult development and aging. Educational Gerontology, 25
(8), 741-754
Tzanakos, N. (2012). The positive and negative aspects in the use of teleconference as
an educational tool, from the perspective of educators. Master Thesis. Patra:
Hellenic Open University.