Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KEMANDIRIAN, FASILITAS DAN GAYA BELAJAR

TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DIMASA

PANDEMI COVID-19

ERNAWATI

191050701075

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA S2

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

i
ii

2020/2021

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL..............................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................4

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................5

D. Manfaat Penelitian...................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................7

A. Kajian Teori ............................................................................................7

B. Kerangka Pikir.......................................................................................28

C. Hipotesis ...............................................................................................30

BAB III METODE PENELITIAN....................................................................31

A. Jenis Penelitian .....................................................................................31

B. Variabel dan Desain Penelitian.............................................................31

C. Defisini Operasional Variabel ..............................................................32

D. Teknik Pengumpulan Data....................................................................33

E. Instrumen Penelitian..............................................................................33

F. Teknik Analisis Data.............................................................................35

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................39

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyebaran covid-19 yang begitu cepat dan masif di seluruh dunia

termasuk di Indonesia telah banyak mempengaruhi berbagai bidang

kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan. Menurut Kusumadewi,

Yustiana dan Nasihah (2020), adanya covid-19 ini memberikan

pengaruh besar terhadap aspek-aspek kehidupan, baik aspek ekonomi,

sosial, budaya bahkan pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut, Kusuma

(2020) mengemukakan bahwa untuk memperlambat penyebaran covid-

19 ini, pemerintah menghimbau agar seluruh penduduk Indonesia

melakukan social distancing, sehingga hampir semua kegiatan ekonomi,

sosial, budaya dan pendidikan dikurangi bahkan dihentikan sementara

sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Secara khusus dalam bidang pendidikan, pemerintah melalui

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

(Kemendikbud RI) secara resmi telah menginformasikan pembatasan

segala bentuk kegiatan pendidikan dengan diterbitkannya Surat Edaran

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2020 tentang pencegahan Corona Virus Disease (covid-19) pada

satuan pendidikan. Hal tersebut membawa berbagai perubahan dan

pembaharuan kebijakan untuk diterapkan secara cepat dan tepat mulai

dari level pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

1
2

Merujuk pada Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan RI Nomor 4 tahun 2020 tentang kebijakan Pendidikan di

Masa Darurat Penyebaran Covid-19 dan Surat edaran Kemdikbud

Nomor 16 tahun 2020 tentang Pedoman Pembelajaran Dari Rumah

Selama Masa Darurat Pandemi Covid-19 maka pembelajaran

dilaksanakan dengan sistem pembelajaran dalam jaringan (daring).

Akibatnya, semua aktivitas belajar dan mengajar yang dilakukan dalam

kelas dihentikan dan digantikan dengan kegiatan belajar mengajar dari

rumah dengan menggunakan bantuan internet atau dalam jaringan

(daring).

Pembelajaran daring merupakan proses pembelajaran yang

berlangsung antara pengajar dan yang diajar itu berada pada lokasi yang

berbeda melalui media atau platform online. Pembelajaran daring,

dalam prosesnya memanfaatkan aplikasi baik via smathphone maupun

laptop. Kusumadewi, Yustiana and Nasihah (2020) mengemukakan

bahwa dalam pembelajaran daring dapat memanfaatkan teknologi

seperti smartphone dan laptop yang bisa menunjang pembelajaran

misalnya Whatsapp, Webex, Zoom, Flipgrid, Classroom, Sistem

Akademik dan sebagainya. Melalui berbagai platform tersebut, Siswa

dapat mengakses materi, melakukan diskusi dan juga dapat mengakses

tugas yang diberikan oleh Guru.

SMAN 23 Bone merupakan salah satu sekolah yang menerapkan

pembelajaran daring selama pandemi ini. Berdasarkan data hasil


3

ulangan semestester siswa, diketahui bahwa hasil belajar yang diperoleh

siswa belum memuaskan. Data tersebut menunjukkan bahwa lebih

banyak siswa yang mengikuti ujian perbaikan daripada siswa yang

tidak. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang

guru matematika di sekolah tersebut diketahui bahwa mereka

mengalami kesulitan untuk menyampaikan materi selama pembelajaran

daring.

Penerapan kegiatan pembelajaran secara daring memberikan

banyak konsekuensi baik bagi Guru maupun Siswa. Kegiatan

pembelajaran yang berlangsung secara daring mengharuskan Guru

menyiapkan ringkasan materi/bahan ajar yang kemudian dipaparkan

melalui aplikasi yang digunakan dalam pembelajaran daring nantinya.

Sedangkan bagi Siswa, pembelajaran yang biasanya dilaksanakan di

kelas secara tatap muka, kini berganti dengan pembelajaran yang

diakses dari rumah masing-masing secara mandiri. Hal ini menuntut

siswa agar dapat bersikap lebih aktif dan mandiri dalam proses belajar

mengajar.

Menurut Syaf, Kariadinata and Widiastuti (2020) Pembelajaran

yang dilakukan secara daring menuntut Siswa untuk lebih mandiri

daripada pembelajaran yang dilakukan secara tatap muka langsung.

Karena, tanpa adanya proses tatap muka dengan Guru yang

mengajarkan suatu mata kuliah, Siswa harus lebih giat secara mandiri

untuk mencari dan memperoleh berbagai sumber pengetahuan yang


4

relevan. Sehingga salah satu aspek yang memiliki peranan penting

selama pembelajaran daring berlangsung agar siswa dapat secara

optimal mengembarngkan kemampuannya adalah aspek kemandirian

belajar.

Kemandirian belajar merupakan suatu kesadaran diri untuk belajar

dengan tidak tergantung kepada orang lain dan merasa

bertanggungjawab dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Kemandirian Siswa dalam belajar adalah hal penting yang harus

dimiliki oleh seluruh Siswa, karena pembelajaran daring hanya

dilakukan melalui media atau platform online sehingga sangat terbatas

oleh waktu dan ruang. Sehingga Guru tidak dapat memantau langsung

satu persatu Siswa dalam satu tatap muka pembelajaran, hal inilah yang

mengharuskan Siswa lebih mandiri dalam memahami materi dan

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi, diharapkan

juga mampu memiliki hasil belajar yang tinggi pula. Akan tetapi

kenyataan dilapangan bahwa hasil belajar siswa selama pandemi bisa

dikatakan rendah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara bersama

seorang guru disekolah. Beliau mengatakan bahwa hasil belajar yang

diperoleh siswa selama pandemi sangat rendah dikarenakan

pembelajaran yang mereka rasakan kurang optimal. Hal ini disebabkan

karena guru merasa kesulitan untuk menyampaikan materi dan juga

tidak dapat berinteraksi langsung dengan siswa sehingga beliau merasa


5

bahwa siswa kurang aktif dalam proses belajar daring.

Selain kemandirian belajar, Sudiartini dkk (2021) mengungkapkan

salah satu faktor yang penting dalam terwujudnya pembelajaran daring

yang berkualitas adalah fasilitias. Fasilitas adalah segala alat bantu yang

dibutuhkan untuk mempermudah proses pembelajaran. Wulandari

(2019) mengungkapkan bahwa pemanfaatan fasilitas dalam kegiatan

belajar mengajar sangatlah penting, sebab pemanfaatan fasilitas belajar

mencakup seluruh pemanfaatan alat-alat yang menunjang kegiatan

belajar siswa. Apalagi dimasa pandemic ini, proses pembelajaran daring

sangat membutuhkan fasilitas seperti smartphone, laptop, ataupun tablet

yang dapat digunakan untuk mengakses informasi.

Rindiani dan Brillian (2021) mengungkapkan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap hasil belajar selama pembelajaran daring yaitu

gaya belajar. Mereka mengungkapkan menggunakan gaya belajar yang

tepat sejalan dengan metode pembelajaran yang gurur gunakan, maka

siswa akan cepat menangkap materi yang dijelaskan oleh guru. Hal ini

sejalan dengan pendapat Winulang dan Subkhan (2015) yang

menyatakan bahwa salah satu faktor yang bisa berpengaruh terhadap

prestasi belajar adalah gaya belajar siswa. Karwati dan Priansa (2014)

mengungkapkan bahwa Gaya belajar merupakan kombinasi yang

dilakukan siswa dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur

serta mengolah informasi . Menurut Deporter dan Hernacki (2015) ada

tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu: (1) gaya belajar tipe visual; (2) gaya
6

belajar tipe auditorial; dan (3) gaya belajar tipe kinestetik.

Berdasarkan urain di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Kemandirian, Fasilitas dan Gaya

Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Selama SMAN 23

Bone Pembelajaran Dalam Jaringan (Daring)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kemandirian belajar berpengaruh terhadap hasil belajar matematika

siswa SMAN 23 Bone selama pembelajaran daring?

2. Apakah fasilitas belajar berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa

SMAN 23 Bone selama pembelajaran daring?

3. Apakah gaya belajar berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa

SMAN 23 Bone selama pembelajaran daring?

4. Apakah kemandirian, fasilitas dan gaya belajar berpengaruh terhadap hasil

belajar matematika siswa SMAN 23 Bone selama pembelajaran daring?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian

ini adalah

1. Untuk mengetahui apakah kemandirian belajar berpengaruh terhadap hasil

belajar matematika siswa SMAN 23 Bone selama pembelajaran daring.

2. Untuk mengetahui apakah fasilitas belajar berpengaruh terhadap hasil belajar

matematika siswa SMAN 23 Bone selama pembelajaran daring.


7

3. Untuk mengetahui apakah gaya belajar berpengaruh terhadap hasil belajar

matematika siswa SMAN 23 Bone selama pembelajaran daring.

4. Untuk mengetahui apakah kemandirian, fasilitas dan gaya belajar

berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa SMAN 23 Bone selama

pembelajaran daring.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini dapat

memberikan sumbangan wawasan yang berharga dalam upaya

peningkatan hasil belajar Siswa selama pembelajaran daring. Secara

rinci, sumbangan wawasan yang diharapkan tersebut adalah sebagai

berikut

1. Bagi Siswa

a. Menjadi masukan bagi Siswa mengenai seberapa besar pengaruh variabel-

variabel yang diteliti mempengaruhi hasil belajar

b. Menjadi bahan refleksi untuk lebih memacu diri Siswa agar membenahi

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

2. Bagi Peneliti Lain

Menjadi bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji dan

meneliti lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar.

3. Bagi Guru

a. Menjadi bahan rujukan untuk meningkatkan hasil belajar Siswa dengan

melihat faktor apa yang sangat mempengaruhi haswil belajar agar dapat lebih
8

dimaksimalkan dan diperhatikan.

b. Menjadi informasi penting dalam menganalisa permasalahan hasil belajar

Siswa
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar

Kegiatan manusia tidak lepas dari kegiatan belajar. Belajar atau learning

merupakan fokus utama dalam pendidikan. Secara psikologis, belajar

merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil

dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Perubahan- perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku

(Slameto 2010: 2). Suryabrata (1984) dalam Ghufron dan Risnawita (2014: 4)

menjelaskan pada dasarnya belajar merupakan sebuah proses untuk

melakukan perubahan tingkah laku seseorang. Proses perubahan tersebut

sifatnya relatif permanen dalam artian bahwa kebaikan yang diperoleh

berlangsung lama dan proses perubahan tersebut dilakukan dengan tidak

mengabaikan kondisi lingkungannya.

Gagne (1989) dalam Susanto (2015: 1) menyatakan belajar dapat

didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah

perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dapat dimaknai sebagai suatu

proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan,

kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar menurut Burton (1993) dalam Susanto

(2015: 3) dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu

berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu

dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan

9
10

lingkungannya. Adapun pengertian belajar menurut Winkel (2002) dalam

Susanto (2015: 4) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam

interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan

nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Sejalan dengan

pendapat Winkel, Dimyati dan Mudjiono (2009: 7) berpendapat bahwa

belajar merupakan tindakan dan perilaku yang kompleks. Sebagai tindakan,

maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa merupakan penentu

terjadi atau tidaknya proses belajar.

Berdasarkan pengertian belajar menurut para ahli, maka dapat

disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan

sadar untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang mengakibatkan

perubahan tingkah laku yang sifatnya permanen.

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Belajar

Keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-

faktor yang memengaruhi proses dan hasil belajar adalah kondisi internal dan

eksternal siswa. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan

organ tubuh; kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional; dan

kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi. Faktor eksternal seperti

variasi, tingkat kesulitan materi belajar, tempat belajar, iklim, suasana

lingkungan, dan budaya belajar masyarakat (Rifa’i dan Anni, 2012: 80-81).

Faktor yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan hasil belajar

yaitu guru, sebagaimana ditegaskan oleh Wina (2006) dalam Susanto (2015:
11

13) bahwa guru merupakan komponen yang menentukan dalam implementasi

suatu strategi pembelajaran. Peran guru tidak dapat digantikan oleh perangkat

lain selain televisi, radio, dan komputer. Siswa memerlukan bimbingan serta

bantuan orang dewasa. Oleh sebab itu, guru hendaknya menyajikan

pembelajaran yang efektif dan kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat

tercapai.

Hamalik (2015: 32-33) menjelaskan, belajar yang efektif sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada, antara lain: (1) faktor

kegiatan, siswa yang belajar melakukan banyak kegiatan seperti melihat,

mendengar, merasakan, berpikir, kegiatan motoris dan sebagainya maupun

kegiatan lain yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan, sikap,

kebiasaan dan minat; (2) belajar memerlukan latihan, dengan jalan;

relearning, recalling, dan reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat

dikuasai kembali dan pelajaran yang belum dikuasai akan dapat lebih

dikuasai dengan mudah; (3) belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang

menyenangkan; (4) siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil

atau gagal dalam belajarnya. Keberhasilan akan menimbulkan kepuasan dan

mendorong belajar lebih baik, sedangkan kegagalan akan menimbulkan

frustasi; (5) faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua

pengalaman belajar antara yang lama dengan yang baru secara berurutan

diasosiasikan, sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman; (6) faktor

kesiapan belajar. Siswa-siswa yang telah siap belajar akan dapat melakukan

kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. Faktor kesiapan ini erat
12

hubungannya dengan masalah kematangan, minat, kebutuhan, dan tugas-

tugas perkembangan; (8) faktor minat dan usaha. Belajar dengan minat

mendorong siswa belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini

timbul apabila siswa tertarik akan sesuatu yang akan dipelajari dan dirasakan

bermakna bagi dirinya. Namun demikian, minat tanpa adanya usaha yang

baik maka belajar juga sulit untuk berhasil; (9) faktor-faktor fisiologi.

Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar.

Badan yang lemah, lelah akan menyebabkan perhatian tak mungkin akan

melakukan kegiatan belajar yang sempurna. Karena itu, faktor fisiologis

sangat menentukan berhasil atau tidaknya siswa yang belajar; (10) faktor

intelegensi. Siswa yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar,

karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran dan lebih mudah

mengingatnya. Anak yang cerdas akan lebih mudah berpikir kreatif dan lebih

cepat mengambil keputusan. Hal ini berbeda dengan siswa yang kurang

cerdas, mereka akan lamban dalam berpikir.

Slameto (2010: 54-72) menggolongkan faktor-faktor yang memengaruhi

belajar menjadi dua yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,

meliputi: (1) Faktor jasmaniyah, adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi fisik

individu, yaitu kesehatan dan cacat tubuh. Seseorang dapat belajar dengan baik

jika kesehatan badannya tetap terjamin, sedangkan cacat tubuh juga dapat
13

memengaruhi belajar yang diakibatkan karena kurang sempurnanya tubuh. (2)

Faktor psikologis, adalah faktor yang berkaitan dengan psikologis individu yang

sedang belajar. Ada tujuh faktor yang termasuk dalam faktor psikologis, antara

lain: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan; (3)

Faktor kelelahan, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani

dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani dapat dilihat dengan tubuh yang lemas

dan kecenderungan tubuh untuk sering beristirahat. Kelelahan rohani dapat dilihat

dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga tidak ada minat dan dorongan

untuk melakukan sesuatu.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu, meliputi: (1) Faktor

keluarga, siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari orang tua berupa: cara

orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan

ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Cara

orang tua mendidik mempunyai pengaruh yang besar. Orang tua yang

memperhatikan pendidikan anaknya maka hasil belajar yang didapatkan bisa

maksimal. Hubungan keluarga yang harmonis dan penuh pengertian serta kasih

sayang pada anak juga dapat mensukseskan belajar anak. Suasana rumah yang

tenang dan tenteram membuat anak betah tinggal di rumah dan dapat belajar

dengan baik. Selanjutnya kondisi ekonomi keluarga juga berpengaruh, sebab

dalam belajar membutuhkan fasilitas-fasilitas belajar yang memadai. Selain itu

juga dorongan dan pengertian orang tua dalam membantu anaknya ketika

mengalami kesulitan belajar. (2) Faktor sekolah, apa yang siswa lihat dan
14

dapatkan dari sekolah akan membawa pengaruh terhadap kehidupannya di

lingkungan keluarga. Faktor sekolah yang memengaruhi belajar siswa antara lain:

metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,

disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,

keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. (3) Faktor Masyarakat,

lingkungan masyarakat yang baik akan membentuk perilaku dan sikap anak yang

baik. Faktor masyarakat yang memengaruhi belajar antara lain: kegiatan siswa

dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan

masyarakat. Berdasarkan penjelasan para ahli, dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang memengaruhi belajar meliputi: (1) faktor kondisi siswa dalam

mengikuti pembelajaran; (2) faktor dari dalam diri siswa, seperti jasmani dan

psikologisnya; dan (3) faktor dari luar seperti keluarga, sekolah dan masyarakat.

Kualitas proses belajar bergantung pada seberapa besar faktor yang

memengaruhinya. Apabila ada faktor yang menghambat, dapat berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama antara pihak

keluarga, sekolah dan masyarakat agar proses belajar dapat memberikan hasil

yang optimal.

3. Pembelajaran Matematika

Matematika adalah cara berfikir logis yang dipresentasikan dalam bilangan,

ruang, dan bentuk dengan aturan yang telah ada dan tidak dapat dilepaskan dari

aktivitas manusia (Susanto 2015: 189). Matematika sangat diperlukan untuk

kehidupan sehari-hari dan dalam menghadapi kemajuan IPTEK, sehingga

pembelajaran matematika perlu diberikan sejak SD, bahkan TK. Aisyah (2007: 1-
15

4) berpendapat bahwa pada hakikatnya pembelajaran matematika adalah proses

yang sengaja dirancang dengan tujuan menciptakan suasana lingkungan

memungkinkan seorang pelajar melaksanakan kegiatan belajar matematika.

Muhsetyo (2008: 1.26) juga menjelaskan pembelajaran matematika merupakan

proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan

yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan

matematika yang dipelajari.

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari

sekolah dasar bahkan sampai perguruan tinggi untuk membekali mereka dengan

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki

kemampuan untuk bekerja sama (Daryanto dan Rahardjo, 2012: 240). Pada satuan

pendidikan SD/MI ruang lingkup mata pelajaran matematika meliputi aspek-aspek

sebagai berikut: bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data. Secara

umum, tujuan pembelajaran matematika di SD yaitu agar siswa mampu dan

terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dapat memberikan tekanan

penalaran dalam penerapan matematika (Susanto 2015: 189).

Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar

sebagaimana dijelaskan oleh Depdiknas dalam Susanto (2015: 190) sebagai

berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritme; (2) Menggunakan penalaran pada

pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun

bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan

masalah yang meliputi kemampuan yang memahami masalah, merancang model


16

matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4)

Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai

penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut, Cornelius (1982) dalam Abdurrahman (2012: 204)

mengemukakan alasan perlunya belajar matematika karena matematika

merupakan sarana (1) berpikir yang jelas dan logis; (2) memecahkan masalah

kehidupan sehari-hari; (3) mengenal pola-pola hubungan generalisasi

pengalaman; (4) mengembangkan kreativitas; dan (5) meningkatkan kesadaran

terhadap perkembangan budaya. Melalui pelajaran matematika diharapkan dapat

tumbuh kemampuan-kemampuan yang lebih bermanfaat untuk mengatasi

masalah-masalah yang akan dihadapi siswa pada masa yang akan datang. Oleh

karena itu, matematika sebagai ilmu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh siswa,

terutama sejak usia sekolah dasar.

4. Hasil Belajar Matematika

Nawawi (2007) dalam Susanto (2015: 5) menyatakan belajar dapat diartikan

sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah

yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah

materi pelajaran tertentu. Winkel (1996) dalam Purwanto (2014: 45) menjelaskan

hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap

dan tingkah lakunya. Sedangkan menurut Rifa’i dan Anni (2012: 69) hasil belajar

merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan

belajar.
17

Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan

dalam belajar (Anitah dkk, 2009: 2.19). Hasil belajar harus menunjukkan suatu

perubahan tingkah laku yang baru dari siswa. Romizoswki (1982) dalam Anitah,

dkk (2009: 2.19) menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat

menunjukkan hasil belajar yaitu: (1) keterampilan kognitif berkaitan dengan

kemampuan membuat keputusan memecahkan masalah dan berpikir logis; (2)

keterampilan psikomotor berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan

kegiatan perseptual; (3) keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap,

kebijaksanaan, perasaan, dan self control; (4) keterampilan interaktif berkaitan

dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan.

Bloom dalam Rifa’i dan Anni (2012: 70-73) menyatakan hasil belajar

meliputi tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar yang meliputi ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor. Secara rinci penjelasannya yaitu sebagai berikut:

a. ranah kognitif; berkaitan dengan hasil belajar berupa pengetahuan,

kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif ini mencakup kategori

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian;

b. ranah afektif; berkaitan dengan hasil belajar berupa perasaan, sikap, minat

dan nilai. Mencakup kategori penerimaan, penanggapan, penilaian,

pengorganisasian, dan pembentukan pola hidup;

c. ranah psikomotor; berkaitan dengan hasil belajar berupa kemampuan fisik

seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi

syaraf. Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotor yaitu persepsi,

kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks,


18

penyesuaian dan kreativitas.

Ketiga ranah ini menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah

tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah

karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan

pengajaran, termasuk dalam penilaian hasil belajar matematika yang penilaiannya

lebih menekankan pada ranah kognitif siswa.

Pada pelajaran matematika, hasil belajar yang diperoleh oleh siswa dapat

diamati dan diukur dengan penilaian. Penilaian merupakan kegiatan menafsirkan

atau memaknai data hasil suatu pengukuran berdasarkan kriteria atau standar

maupun aturan-aturan tertentu (Widoyoko 2014: 4). Sedangkan penilaian hasil

belajar adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses

belajar dan pembelajaran telah berjalan secara efektif. Pembelajaran dikatakan

efektif apabila terjadi perubahan tingkah laku yang positif dan tercapainya tujuan

pembelajaran yang ditetapkan. Penilaian hasil belajar akan memberikan gambaran

mengenai keefektifan guru dalam mengajar. Salah satu alat penilaian yang dapat

digunakan oleh guru untuk melihat hasil belajar matematika siswa yaitu dengan

tes. Tes merupakan alat ukur untuk memperoleh informasi hasil belajar siswa

yang memerlukan jawaban atau respon benar atau salah (Widoyoko 2014: 2). Tes

hasil belajar yang dilakukan oleh siswa ini dapat memberikan informasi sejauh

mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa dalam mencapai

tujuan pembelajaran matematika.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang hasil belajar, maka yang

dimaksud dengan hasil belajar matematika adalah kemampuan yang dimiliki oleh
19

siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan matematika dalam aspek kognitif

(pengetahuan) setelah mengikuti proses belajar mengajar matematika yang diukur

dengan melalui tes. Pada penelitian ini hasil belajar matematika diambil dari nilai

Ulangan Akhir Semester (UAS) matematika siswa selama masa pembelajaran

daring.

5. Kemandirian Belajar

Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti berdiri sendiri, yaitu suatu

keadaan yang memungkinkan seseorang mengatur dan mengarahkan diri sesuai

tingkat perkembangannya (Ningsih dan Nurrahmah, 2016). Sedangkan menurut

Desmita (Suhendri, 2011) kemandirian biasanya ditandai dengan beberapa ciri,

antara lain: kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur

tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-

keputusan sendiri serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang

lain.

Ningsih and Nurrahmah (2016) mengemukakan bahwa kemandirian belajar

adalah kemampuan seseorang dalam mengatur semua aktivitas pribadi,

kompetensi dan kecakapan secara mandiri berbekal kemampuan dasar yang

dimiliki individu tersebut, khususnya dalam proses pembelajaran. Sejalan dengan

hal itu, (Suhendri, 2011) mengemukakan bahwa kemandirian belajar merupakan

suatu aktivitas belajar yang dilakukan siswa tanpa bergantung kepada bantuan

dari orang lain baik teman maupun gurunya dalam mencapai tujuan belajar yaitu

menguasai materi atau pengetahuan dengan baik dengan kesadarannya sendiri

serta dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam menyelesaikan masalah-


20

masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, Sundayana (2016) mengemukakan kemandirian belajar

merupakan suatu proses belajar dimana setiap individu dapat mengambil inisiatif

dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam hal menentukan kegiatan belajarnya

seperti merumuskan tujuan belajar, sumber belajar (baik berupa orang ataupun

bahan), mendiagnosa kebutuhan belajar dan mengontrol sendiri proses

pembelajarannya.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemandirian

belajar aktivitas belajar seseorang yang berlangsungnya lebih didorng oleh

kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri.

Selanjutnya, Thoha (Sundayana, 2016) mengemukakan terdapat delapan ciri

kemandirian belajar, yaitu:

a. Mampu berpikir secara kritis

b. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain

c. Tidak lari atau menghindari masalah

d. Memecahkan masalah dengan berpikir yang mendalam

e. Apabila menjumpai masalah, dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan

orang lain

f. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain

g. Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan, dan

h. Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri

Sedangkan Babari (Sundayana, 2016) membagi ciri-ciri kemandirian dalam

lima jenis, yaitu:


21

a. Percaya diri

b. Mampu bekerja sendiri

c. Menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya

d. Menghargai waktu dan

e. Bertanggung jawab

Sedangkan, (Tahar, 2006) mengemukakan tiga dimensi kemandirian belajar

yaitu sebagai berikut:

a. Dimensi pengelolaan belajar

Dalam dimensi ini berarti peserta didik harus mampu mengatur strategi,

waktu dan tempat untuk melakukan aktifitas belajarnya seperti membaca,

meringkas, membuat catatan dan mendengarkan materi dari audio.

b. Dimensi tanggung jawab

Dalam dimensi ini berarti pererta didik mampu menilai aktivitas, mengatasi

kesulitan dan mengukur kemampuan yang diperoleh dari belajar. Dalam belajar

mandiri peserta didik dituntut untuk memiliki kesiapan dan daya tahan, sehingga

diperoleh motivasi belajar yang tinggi.

c. Dimensi pemanfaatan berbagai sumber belajar

Dalam dimensi ini berarti peserta didik dapat menggunakan berbagai sumber

belajar seperti modul, majalah, kaset audio, VCD, internet dan tutor. Peserta didik

secara leluasa dapat menentukan pilihan sumber belajar yang diinginkan.

6. Fasilitas Belajar

Fasilitas merupakan faktor yang penting dalam penyelenggaraan proses

belajar mengajar di sekolah. Menurut Yulianto dalam Kurimah (2017:6)


22

menjelaskan bahwa fasilitas belajar adalah segala sesuatu yang disediakan untuk

menunjang kegiatan belajar bagi siswa. Fasilitas berfungsi memberikan

kemudahan-kemudahan dan kelancaran bagi siswa, guru maupaun tenaga

kependidikan lainnya. Fasilitas biasa dikenal dengan istilah sarana dan prasarana.

Prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan. Di dalam

pendidikan misalnya: uang, paket data dan internet, sedang sarana berarti alat

langsung untukmencapai tujuan pendidikan. Contoh: Smartphone, handphone,

laptop, dan aplikasi pembelajaran (Daryanto, 2005:51).

Kegiatan belajar mengajar tentu tidak terlepas dari adanya sarana dan

prasarana guna kelancaran kegiatan belajar. Mengingat hal tersebut disetiap

sekolah mengupayakan fasilitas belajar yang lengkap dan memadai. The Liang

Gie (2002) menyampaikan bahwa fasilitas adalah persyaratan yang meliputi

keadaan sekeliling tempat belajar dan keadaan jasmani siswa. Dengan terjadinya

pandemi covid-19 yang mempengaruhi keadaan dan jasmani siswa maka hal

yang baik dilakukan adalah melakukan pembelajaran daring agar semua aman.

Fasilitas yang di perlukan dalam masa pembelajaran daring adalah fasilitas di

sekolah dan dirumah. Hal ini dipertegas oleh Djamarah (2008:95) bahwa fasilitas

yaitu kelengkapan yang menunjang proses belajar siswa di sekolah.

Berdasarkan pernyataan di atas menurut Yulianto dan Daryanto dapat

disimpulkan bahwa fasilitas merupakan sarana dan prasarana digital seperti

layanan Virtual Learning selama pembelajaran daring yang memberikan

kelancaran dan kemudahan dalam proses belajar mengajar.

Kegiatan belajar mengajar akan berjalan efektif dan efisien apabila


23

ditunjang dengan fasilitas belajar yang lengkap dan memadai. Fasilitas yang

dapat digunakan dan dibutuhkan bermacam – macam jenisnya, seperti halnya

yang dikemukakan oleh The Liang Gie (2002) fasilitas belajar dapat dilihat dari

tempat dimana aktivitas belajar itu dilakukan. Berdasarkan tempat aktivitas

belajar dilaksanakan, maka fasilitas belajar dapat dikelompokan menjadi dua

yaitu:

a. Fasilitas belajar di sekolah

Fasilitas belajar sekolah secara keseluruhan merupakan kebutuhan yang

saling berkaitan dan saling mendukung untuk kelancaran pembelajaran. Fasilitas

secara umum meliputi sarana dan prasarana sekolah, akan tetapi fasilitas yang

sangat dibutuhkan oleh siswa pada masa darurat pandemi covid-19 ialah subsidi

paket data internet dan penyediaan aplikasi pembelajaran

b. Fasilitas belajar dirumah

Fasilitas belajar dirumah yang dibutuhkan siswa sebagai pendukung dalam

pembelajaran daring secara Virtual Learning. Fasilitas belajar dirumah sangat

membantu siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan sekolah. Fasilitas

yang memadai akan mempermudah dalam belajar dan mencari informasi terkait

dengan materi pelajaran terutama dalam masa pandemi covid-19, fasilitas

pendukung yang harus disediakan adalah media pembelajaran, handphone, tablet,

smartphone, laptop, wifi dan paket data internet.

Pendapat lain dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2003) fasilitas belajar

sebagai komponen penunjang belajar yaitu:

a. Alat bantu belajar


24

Alat bantu yang dibutuhkan pada pembelajaran daring di masa pandemi

covid-19 ini adalah pemilihan media atau aplikasi penunjang proses belajar

mengajar agak lebih efektif dan efisien seperti halnya aplikasi Google Clasroom,

whatshapp, zoom, dll

b. Peralatan dan perlengkapan belajar

Peralatan dan perlengkapan belajar sebagai perangkat pendukung dalam

pembelajaran daring. Siswa sangat membutuhkan alat yang lengkap agar pada

saat proses daring berjalan dengan lancar. Seperti halnya: smartphone yang

canggih, handphone, tablet, laptop, paket data internet, sambungan wifi,dll.

c. Ruangan belajar

Ruangan belajar merupakan faktor penunjang yang memiliki pengaruh

positip pada saat belajar. Ruangan di sekolah perlu memiliki standart

kenyamanan, begitu juga ruangan saat belajar di rumah. Ruangan belajar

dirumah dengan kondisi yang bersih, harum, rapi dan sejuk tentu akan memberi

kenyamanan pada saat belajar. Ruangan yang nyaman akan meningkatkan

konsentrasi dalam berfikir.

Ketiga komponen ini saling mengait dan mempengaruhi. secara

keseluruhan, ketiga komponen ini memberikan kontribusinya, baik secara

sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama terhadap kegiatan dan keberhasilan

belajar.

Berdasarkan komponen fasilitas belajar yang diemukakan oleh The Liang Gie

dapat ditarik dimensi untuk mengukur fasilitas belajar pada penelitian ini adalah:

a. Fasilitas belajar di sekolah


25

b. Fasilitas belajar di rumah

Fasilitas belajar memiliki fungsi yang pekat dengan kelangsungan proses

belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan tujuan

yang telah ditentukan. Sadirman dalam Kurimah (2017:8) menjelaskan bahwa

fungsi fasilitas belajar secara umum adalah sebagi berikut:

a. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.

Peralatan dan perlengkapan belajar sebagai perangkat pendukung

dalam pembelajaran daring. Siswa sangat membutuhkan alat yang lengkap

agar pada saat proses daring berjalan dengan lancar. Seperti halnya:

smartphone yang canggih, handphone, tablet, laptop, paket data internet,

sambungan wifi,dll.

b. Menggunakan media secara tetap dan bervariasi dapat mengatasi sikap

positif anak didik.

Penggunaan media pembelajaran pada masa pandemi covid- 19

tentunya sebagian siswa merasa bosan dan jenuh. Untuk mengatasi

kejenuhan siswa maka guru harus memvariasi pembelajaran sehingga

tercipta suasana yang nyaman dan menyenangkan.

c. Mengatasi kesulitan yang dialami guru dalam kegiatan belajar mengajar.

Pandemi covid-19 membuat guru mengalami kesulitan untuk

mengajar siswanya. Menguasai teknologi informasi dan komunikasi

menjadi salah satu solusi dalam melaksankan pembelajaran seperti daring.

Fungsi fasilitas belajar adalah mempermudah guru dalam menyampaikan

materi kepada siswa. Dengan menggunakan alat bantu setiap materi yang
26

disampaikan bisa tersampaikan dan diterima oleh siswa dengan dengan baik. Hal

ini membuktikan adanya keberhasilan dalam proses belajar mengajar.

7. Gaya Belajar

Gaya belajar dapat secara mudah digambarkan sebagai bagaimana orang-

orang memahami dan mengingat informasi. James dan Gardner (dalam Ghufron

dan Risnawita 2014: 42) berpendapat bahwa gaya belajar adalah cara yang

kompleks dimana para siswa menganggap dan merasa paling efektif dan efisien

dalam memproses, menyimpan dan memanggil kembali apa yang telah mereka

pelajari. Merriam dan Caffarella (dalam Ghufron dan Risnawita, 2014: 42) juga

mendefinisikan gaya belajar merupakan karakteristik individu mengenai cara

dalam memproses informasi, merasa, dan bertindak di dalam situasi-situasi

belajar. Senada dengan Merriam dan Caffarella, Kolb (dalam Ghufron dan

Risnawita 2014: 42) mengatakan bahwa gaya belajar merupakan metode yang

dimiliki individu untuk mendapatkan informasi, sehingga pada prinsipnya gaya

belajar merupakan bagian integral dalam siklus belajar aktif.

Berdasarkan pengertian gaya belajar menurut para ahli, dapat disimpulkan

bahwa gaya belajar merupakan cara yang ditempuh oleh masing-masing orang

dalam menguasai informasi yang mereka terima. Gaya belajar ini bersifat

individual bagi setiap orang. Sehingga secara umum gaya belajar diasumsikan

mengacu pada kepribadian, kepercayaan, pilihan dan perilaku yang digunakan

oleh individu untuk membantu belajar mereka dalam suatu situasi yang telah

dikondisikan.

8. Macam-macam Gaya Belajar


27

Gaya belajar merupakan sesuatu yang khas yang terdapat pada individu.

Seorang anak yang memahami gaya belajarnya sendiri akan memperoleh manfaat

dalam pembelajaran karena dia akan biasa dengan cara belajar yang cocok untuk

dirinya sendiri. Demikian juga bagi para guru yang memahami gaya belajar dari

setiap anak, akan mampu memilih metode pembelajaran yang bermakna dan

bervariasi bagi siswanya.

Ada beberapa tipe gaya belajarr yang harus dicermati guru. Menurut Rusman

(2012: 33-34), terdapat tiga tipe belajar yang harus dicermati oleh guru, gaya

belajar tersebut yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditif, dan gaya belajar

kinestetik. Gaya belajar ini memiliki ciri masing-masing, yaitu:

a. Tipe Belajar Visual

Visual learner adalah gaya belajar dimana gagasan, konsep, data dan

informasi lainnya dikemas dalam bentuk gambar dan teknik. Siswa yang memiliki

tipe belajar visual memiliki ketertarikan yang tinggi ketika diperlihatkan gambar,

grafik, grafis organisatoris seperti: jaring-jaring, peta konsep, dan ilustrasi visual

lainnya. Beberapa teknik yang digunakan dalam belajar visual untuk

meningkatkan keterampilan berpikir dan belajar, lebih mengedepankan peran

penting mata sebagai penglihatan (visual). Pada gaya belajar ini dibutuhkan

banyak model dan metode pembelajaran yang digunakan dengan menitikberatkan

pada peragaan. Bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya juga sangat penting

peranannya untuk menyampaikan materi pelajaran. Mereka cenderung untuk

duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Kemudian ketika di dalam kelas,

anak visual lebih suka mencatat sampai detail-detailnya untuk mendapatkan


28

informasi.

b. Tipe Belajar Auditif

Menurut Rusman (2012-34) auditory learner adalah gaya belajar dimana

siswa belajar melalui mendengarkan. Siswa yang memiliki gaya belajar auditori

akan mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya).

Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan

menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan penjelasan apa yang dikatakan

guru. Anak dengan tipe belajar auditori dapat mencerna makna yang disampaikan

oleh guru melalui suara, tinggi rendahnya, dan kecepatan berbicara. Anak-anak

seperti ini dapat menghafal lebih cepat melalui membaca teks dengan keras atau

mendengarkan media audio.

c. Tipe Belajar Kinestetik

Tactual learner adalah siswa belajar dengan cara melakukan, menyentuh,

merasa, bergerak, dan mengalami. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik

mengandalkan belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan tindakan.

Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka

untuk beraktivitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar

seperti ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan. Oleh karena itu, pembelajaran

yang dibutuhkan adalah pembelajaran yang lebih bersifat praktik.

Sejalan dengan Rusman, Deporter dan Hernacki (2015: 116-120) juga

menjelaskan terdapat tiga macam tipe gaya belajar. Tiga tipe gaya belajar tersebut

antara lain tipe gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar

kinestetik. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:


29

a. Gaya Belajar Visual

Gaya belajar visual (visual learner) menitikberatkan ketajaman penglihatan.

Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar siswa

paham. Menurut Deporter dan Hernacki (2015: 116) ciri-ciri orang yang memiliki

gaya belajar visual diantaranya: (1) rapi dan teratur; (2) berbicara dengan cepat;

(3) perencanaan dan pengatur jangka panjang yang baik; (4) teliti terhadap detail;

(5) mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi; (6)

pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran

mereka; (7) mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar; (8) mengingat

dengan asosiasi visual; (9) biasanya tidak terganggu oleh keributan; (10)

mempunyai masalah untuk mengingat intruksi verbal kecuali jika ditulis, dan

sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya; (11) pembaca cepat dan

tekun; (12) lebih suka membaca daripada dibacakan; (13) membutuhkan

pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara

mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek; (14) mencoret-coret tanpa

arti selama berbicara ditelepon dan dalam rapat; (15) lupa menyampaikan pesan

verbal kepada orang lain; (16) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban

singkat ya atau tidak; (17) lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato;

(18) lebih suka seni visual daripada musik; (19) seringkali mengetahui apa yang

harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata; (20) kadang-kadang

kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.

b. Gaya Belajar Auditorial

Menurut Deporter dan Hernacki (2015: 118) gaya belajar auditori mempunyai
30

kemampuan dalam hal menyerap informasi dari pendengaran. Anak yang

mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan

diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Ciri-ciri orang yang

memiliki gaya belajar auditorial diantaranya: (1) berbicara kepada dirinya sendiri

saat bekerja; (2) mudah terganggu oleh keributan; (3) menggerakkan bibir

mereka dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca; (4) senang membaca

dengan keras dan mendengarkan; (5) dapat mengulangi kembali dan menirukan

nada, birama dan warna suara; (6) merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat

dalam bercerita; (7) berbicara dalam irama yang terpola; (8) biasanya pembicara

yang fasih; (9) lebih suka musik daripada seni visual; (10) belajar dengan

mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat; (11)

suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar; (12)

mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi,

seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain; (13) lebih pandai

mengeja daripada menuliskannya; (14) lebih suka gurauan lisan daripada

membaca komik.

c. Gaya Belajar Kinestetik

Menurut Deporter dan Hernacki (2015: 118 ) gaya belajar kinestetik

merupakan aktivitas belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh. Siswa

dengan tipe ini mempunyai keunikan dalam belajar selalu bergerak, aktivitas

panca indera, dan menyentuh. Siswa dengan tipe ini sulit untuk duduk diam

berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah

kuat. Ciri-ciri orang yang memiliki gaya belajar kinestetik diantaranya: (1)
31

berbicara dengan perlahan; (2) menanggapi perhatian fisik; (3) menyentuh orang

untuk mendapatkan perhatian mereka; (4) berdiri dekat ketika berbicara dengan

orang; (5) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak; (6) mempunyai

perkembangan awal otot-otot yang besar; (7) belajar melalui manipulasi dan

praktik; (8) menghafal dengan cara berjalan dan melihat; (9) menggunakan jari

sebagai petunjuk ketika membaca; (10) banyak menggunakan isyarat tubuh; (11)

tidak dapat duduk diam untuk waktu lama; (12) tidak dapat mengingat geografi,

kecuali jika mereka memang telah pernah berada ditempat itu; (13) menggunakan

kata-kata yang mengandung aksi; (14) kemungkinan tulisannya jelek; (15) ingin

melakukan segala cara; (16) menyukai permainan yang menyibukkan.

Penelitian yang juga dilakukan oleh Michael Grinder (dalam Karwati dan

Priansa 2014: 189-191) tentang gaya belajar mengemukakan terdapat empat gaya

belajar siswa. Empat gaya belajar tersebut adalah visual, auditorial, kinestetik, dan

digital auditori/ pembelajaran logis. Berikut penjelasan dari masing-masing gaya

belajar yang dikemukakan oleh Michael Grinder:

a. Visual

Gaya belajar visual merupakan gaya belajar dengan cara melihat. Jika siswa

didalam kelas, maka siswa tersebut lebih suka membaca buku dan memerhatikan

ilustrasi yang ditampilkan oleh guru, maka siswa tersebut tergolong individu yang

menyukai belajar dengan gaya visual. Selain itu, siswa yang menyukai gaya

belajar visual suka membuat catatan-catatan yang sangat baik dan rapi. Selain ciri-

ciri tersebut, beberapa ciri siswa bergaya visual adalah: (1) rapi dan teratur; (2)

berbicara dengan cepat; (3) perencana dan pengatur jangka panjang yang baik; (4)
32

teliti terhadap detail; (5) mementingkan penampilan, baik dalam hal penampilan

maupun presentasi; (6) mengingat apa yang dilihat, bukan apa yang didengar; (7)

mengingat dengan asosiasi visual; (8) lebih suka membaca daripada dibacakan;

(9) lebih suka seni daripada musik.

b. Auditorial

Auditorial berasal dari kata audio yang berarti sesuatu yang berhubungan

dengan pendengaran. Gaya belajar auditorial merupakan gaya belajar dengan cara

mendengar. Jika siswa di kelas, maka ia lebih suka mendengarkan apa yang

dikatakan oleh guru. Siswa yang bergaya belajar auditorial kadang-kadang

kehilangan urutan-urutan materi pembelajaran yang disampaikan guru dalam

bentuk ceramah, karena mencoba untuk mencatat materi selama presentasi

berlangsung. Ciri siswa yang bergaya auditorial adalah: (1) sering berbicara

kepada diri sendiri; (2) mudah terganggu oleh keributan; (3) menggerakkan bibir

mereka dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca; (3) senang membaca

keras dan mendengarkan; (4) lebih suka musik daripada seni; (5) suka berbicara,

berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar; (6) biasanya pembicara fasih.

c. Kinestetik

Menurut Michael Grinder (dalam Karwati dan Priansa 2014: 190) kinestetik

berasal dari kata kinetik yang berarti gerak. Berarti gaya belajar kinestetik adalah

gaya belajar dengan gaya bergerak, bekerja, dan menyentuh (praktik langsung).

Jika siswa tersebut belajar dikelas, maka ia akan aktif bertanya dan berdiskusi

dengan temannya. Ciri siswa yang bergaya kinestetik adalah: (1) berbicara dengan

perlahan; (2) menanggapi perhatian fisik; (3) menyentuh orang untuk mendapat
33

perhatian mereka; (4) berdiri dekat jika berbicara dengan orang; (5) selalu

berorientasi pada fisik dan banyak bergerak; (6) belajar dengan manipulasi dan

praktik; (7) menghafal dengan cara berjalan atau melihat; (8) menggunakan jari

sebagai petunjuk ketika membaca; (9) banyak menggunakan isyarat tubuh; (10)

tidak dapat duduk dalam waktu lama.

d. Digital Auditori/ Pembelajaran Logis

Siswa dengan gaya belajar seperti ini mempelajari sesuatu dengan

mengeksplorasi pola-pola dan mencoba memahami bagaimana suatu kejadian

saling berhubungan satu sama lain. Ciri siswa yang bergaya digital auditori

adalah: (1) senang mengetahui bagaimana sesuatu bekerja; (2) dapat menerapkan

logika berpikir di usia dini; (3) banyak mengajukan pertanyaan sehingga mereka

kemudian dapat memahami bagaimana hal-hal saling berhubungan; (4)

menunjukkan kemampuan memecahkan problem matematis di usia dini; (5)

tertarik dengan permainan dan strategi sejak usia dini.

Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa gaya belajar

memiliki tiga tipe, yaitu (1) gaya belajar visual; (2) gaya belajar auditorial; dan (3)

gaya belajar kinestetik. Pada penelitian ini, peneliti akan berfokus pada tipe gaya

belajar yang dikemukakan oleh Deporter dan Hernacki. Sebab ketiga tipe belajar

ini merupakan tipe dasar dari setiap gaya belajar.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Putri Ayu Ningtiyas dan Jun Surjanti (2021)

yang berjudul “Pengaruh Motivasi Belajar Dan Kemandirian Belajar Peserta

Didik Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Pada Pembelajaran Daring Di Masa


34

Pandemi” mengungkapkan bahwa kemandirian belajar berpengaruh dengan

signifikan terhadap hasil belajar ekonomi peserta didik pada pembelajaran daring

di masa pandemi Covid-19. Nilai p-value yang diperoleh adalah 0,004 dengan

nilai t hitung adalah 2,972.

Sejalan dengan penelitian tersebut, kemandirian belajar juga berpengaruh

signifikan terhadap hasil belajar siswa pada penelitian yang dilakukan oleh Ita Nur

Faizah dan Waspodo Tjipto Subroto (2021) yang berjudul “Pengaruh

Kemandirian Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Daring Terhadap Hasil Belajar”.

Nilai p-value yang diperoleh yaitu 0.000 dengan nilai t hitung adalah 15,373.

Penelitian selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Iis Torisa Utami

yang berjudul “Pengaruh Fasilitas Belajar Terhadap Prestasi Belajar Pada Mata

Kuliah Korespondensi Indonesia” mengungkapkan bahwa fasilitas belajar yang

terdiri dari sarana dan prasarana berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar,

yang dapat dilihat dari nilai hasil belajar mahasiswa Akademi Sekretari Budi

Luhur. Nilai p-value yangdiperoleh adalah 0,024 dengan nilai t hitung adalah 5,454.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rindiani Matussolikhah dan

Brillian Rosy yang berjudul “Pengaruh Disiplin Belajar dan Gaya Belajar

Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Daring Di Masa Pandemi

Covid-19” mengungkapkan bahwa gaya belajar berpengaruh positif terhadap hasil

belajar siswa di masa pandemi. Nilai p-value yang diperoleh adalah 0,032 dengan

nilai t hitung adalah 2,212.

C. Kerangka Pikir

Penyebaran covid-19 yang begitu cepat dan masif di seluruh dunia termasuk
35

di Indonesia telah banyak mempengaruhi berbagai bidang kehidupan termasuk

dalam bidang pendidikan. Selama masa pandemi, kegiatan belajar mengajar

disekolah dilakukan secara online atau lebih populer dikenal dengan pembelajaran

dalam jaringan (daring).

Pembelajaran daring merupakan proses pembelajaran yang berlangsung

antara pengajar dan yang diajar itu berada pada lokasi yang berbeda melalui

media atau platform online. Penerapan kegiatan pembelajaran secara daring

memberikan banyak konsekuensi baik bagi guru maupun siswa. Salah satu akibat

dari pembelajaran daring adalah siswa lebih dituntut untuk lebih giat secara

mandiri untuk mencari dan memperoleh berbagai informasi mengenai materi yang

diajarkan. Oleh karena itu, kemandirian belajar seorang siswa merupakan salah

satu hal yang sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Kemandirian belajar merupakan petensi yang dimiliki olehseseorang untuk

melakukan kegiatan belajar secara bertanggung jawab yang didorong oleh

moticasi diri sendiri demi tercapainya tujuan belajar yang optimal. Selain

kemandirian belajar, salah satu yang menunjang proses pembelajaran secara

daring adalah fasilitas belajar. Fasilitas belajar yang dimaksudkan yaitu sarana

yang memberikan kelancaran dan kemudahan dalam proses belajar mengajar.

Fasilitas belajar dikelompokkan menjaddi dua yaitu fasilitas belajar di rumah dan

fasilitas belajar di sekolah.

Selain dua faktor tersebut, menurut beberapa penelitian gaya belajar

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Gaya belajar

merupakan cara yang disukai siswa dan dianggap paling efektif dalam mengikuti
36

pelajaran oleh siswa itu sendiri sehingga mampu menyera informasi yang

diberikan oleh guru dengan baik dan cepat. Gaya belajar siswa terbagi atas 3,

yaitu gaya belajar visual, gaya belajar audio dan gaya belajar kinestetik.

Selama proses pembelajaran daring, kemandirian, fasilitas serta gaya belajar

siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Jika seorang

siswa mempunyai kemandrian belajar yang tinggi, fasilitas belajar yang memadai

dan mampu memanfaatkan gaya belajarnya dengan baik diduga akan mempunyai
Pembelajaran di era pandemi

Kemandirian Belajar Fasilitas Belajar Gaya Belajar

Hasil Belajar Matematika


Siswa

hasil belajar matematika yang tinggi, sedangkan siswa yang memiliki kemandirian

belajar rendah, fasilitas belajar yang kurang memadai dan pemanfaatan gaya

belajarnya kurang baik diduga akan mempunyai hasil belajar matematika yang

rendah pula. Kerangka pikir dari penelitian ini dapat digambarkan dengan skema

berikut ini:

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah

1. Terdapat pengaruh kemandirian belajar terhadap hasil belajar matematika

siswa

2. Terdapat pengaruh fasilitas belajar terhadap hasil belajar matematika siswa


37

3. Terdapat pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa

4. Terdapat pengaruh kemandirian, fasilitas dan gaya belajar terhadap hasil

belajar matematika siswa


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

ex-post facto. Penelitian ex-post facto merupakan penelitian yang dilakukan

sesudah perbedaan-perbedaan dalam variable bebas terjadi karena perkembangan

suatu kejadian secara alami. Kerlinger (1993) dalam Iskandar mengungkapkan

bahwa penelitian ex-post facto adalah penemuan empiris yang dilakukan secara

sistematis, peneliti tidak melakukan control terhadap variable-variabel bebas

karena manifestasinya sudah terjadi atau variable-variabel secara inheren tidak

dapat dimanipulasi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMAN 23 Bone Kelurahan Kanu,

Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Penelitian ini akan

dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2021/2022.

C. Variabel dan Desain Penelitian

Variabel yang akan diselidiki dalam penelitian ini terbagi dalam dua jenis

variabel, yaitu variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel eksogen adalah

variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen, dalam penelitian ini

yang bertindak sebagai variabel eksogen adalah kemandirian belajar ( X 1) , fasilitas

belajar ( X 2 ) dan gaya belajar (X 3). Variabel endogen adalah variabel dependen

yang dipengaruhi oleh variabel independen, dalam penelitian ini yang bertindak

sebagai variabel endogen adalah hasil belajar matematika siswa (Y ). Hubungan

38
antara variabel ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Keterangan:

X1 : Kemandirian Belajar

X2 : Fasilitas Belajar

X3 : Gaya Belajar

Y : Hasil Belajar Matematika Siswa

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MIA SMAN 23

Bone tahun ajaran 2021/2022. Metode yang digunakan untuk mengambil sampel

penelitian adalah cluster random sampling. metode ini adalah Teknik pemilihan
X1
sample yang diambil dari kelompok populasi secara acak.
X2 Y
E. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional
X bertujuan untuk menghindari salah pengertian dan
3

penafsiran. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Kemandirian belajar

Kemandirian belajar yang di maksud dalam penelitian ini adalah aktivitas


39
belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri

dan tanggung jawab sendiri.

2. Fasilitas Belajar

Fasilitas belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sarana dan

prasarana yang digunakan untuk system pembelajaran daring yang memberikan

kelancaran dan kemudahan dalam proses belajar mengajar.

3. Gaya Belajar

Gaya belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara yang dianggap

dan dirasa paling efektif oleh siswa dalam memproses suatu informasi yang telah

mereka pelajari.

4. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu daftar nilai Ulangan

Akhir Semester (UAS) matematika siswa selama masa pandemi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti

ada dua yaitu pemberian angket dan juga dokumentasi. Pemberian angket

dilakukan untuk memperoleh data mengenai kemandirian, fasilitas dan gaya

belajar, sedangkan dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai

hasil belajar matematika siswa.

G. Instrumen Penelitian

1. Angket kemandirian belajar

Instrumen untuk mengumpulkan data variabel kemandirian belajar dalam

penelitian ini adalah angket kemandirian belajar. Angket yang akan digunakan

40
dalam penelitian ini menggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban

agar responden menyatakan secara tegas pilihan jawabannya. Alternatif jawaban

yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS).

Angket disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta

untuk memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya

dengan cara memberikan tanda checklist (√). Butir angket akan dinyatakan dalam

bentuk pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable).

Adapun kriteria penskoran untuk setiap item favorable dan unfavorable adalah

sebagai berikut:

Alternatif Jawaban Skor Item


Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai (SS) 4 1


Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
Tabel 3.4. Kriteria Penskoran Skala kemandirian belajar
Indikator untuk variabel kemandirian belajar seperti yang telah dipaparkan

pada definisi operasional variabel, dikembangkan dari indikator-indikator

kemandirian belajar yaitu (a) kecintaan terhadap belajar, (b) kepercayaan diri

sebagai Siswa (c) keterbukaan terhadap tantangan belajar, (d) sifat ingin tahu, (e)

pemahaman diri dalam belajar dan (f) menerima tanggung jawab untuk kegiatan

belajarnya.

2. Angket fasilitas belajar

Instrumen untuk mengumpulkan data variabel fasilitas belajar dalam

penelitian ini adalah angket fasilitas belajar. Angket yang akan digunakan dalam

41
penelitian ini menggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban agar

responden menyatakan secara tegas pilihan jawabannya. Alternatif jawaban yaitu

sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Angket

disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk

memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinyadengan cara

memberikan tanda checklist (√). Butir angket akan dinyatakan dalam bentuk

pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Adapun

kriteria penskoran untuk setiap item favorable dan unfavorable adalah sebagai

berikut:

Alternatif Jawaban Skor Item


Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai (SS) 4 1


Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
Tabel 3.4. Kriteria Penskoran Skala fasilitas belajar
Indikator untuk variabel fasilitas belajar terbagi atas 2 yaitu fasilitas belajar di

sekolah dan fasilitas belajar di rumah

3. Angket gaya belajar

Instrumen untuk mengumpulkan data variabel gaya belajar dalam penelitian

ini adalah gaya kemandirian belajar. Angket yang akan digunakan dalam

penelitian ini menggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban agar

responden menyatakan secara tegas pilihan jawabannya. Alternatif jawaban yaitu

sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Angket

disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk

42
memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinyadengan cara

memberikan tanda checklist (√). Butir angket akan dinyatakan dalam bentuk

pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Adapun

kriteria penskoran untuk setiap item favorable dan unfavorable adalah sebagai

berikut:

Alternatif Jawaban Skor Item


Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai (SS) 4 1


Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
Tabel 3.4. Kriteria Penskoran Skala gaya belajar
Indikator untuk variabel gaya belajar terbagi atas 3 yaitu indikator untuk gaya

belajar visual, gaya belajar audio dan gaya belajar kinestetik

I. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan analisis statistika

deskriptif dan statistika inferensial.

1. Analisis statistika deskriptif

Analisis data deskriptif pada masing-masing variabel penelitian digunakan

untuk menentukan nilai rata-rata hitung, median, modus, simpangan baku serta

perhitungan persentase melalui tabel dari data yang telah dikumpulkan. Tujuan

lebih lanjut dari analisis deskriptif adalah untuk mendefinisikan kecenderungan

sebaran data dari masing-masing variabel penelitian yaitu kemandirian belajar

( X 1) , fasilitas belajar (X 2) gaya belajar ( X 3 ), dan hasil belajar matematika siswa

(Y ) . Kegunaan statistika deskriptif ini adalah untuk mendeskripsikan atau

43
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud

membuat kesimpulan yang berlaku umum untuk generalisasi.

2. Analisis statistika inferensial

Sebelum melakukan uji hipotesis, akan dilakukan uji asumsi klasikal yang

terdiri atas uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji linearitas.

a. Uji normalitas

Uji normalitas data menggunakan Kolmogrov-Smirnov test. Tujuan pengujian

tersebut adalah untuk menentukan apakah data-data dari masing-masing variabel

terdistribusi normal atau tidak.

b. Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menunjukkan ada atau tidaknya

hubungan langsung (korelasi) antar variabel bebas dalam model regresi. Dengan

ketentuan jika nilai VIF masing-masing variabel bebas kurang dari 5, maka

variabel-variabel bebas tersebut terbebas dari masalah multikolinearitas.

c. Uji linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai

hubungan yang linear secara signifikan atau tidak. Dua variabel dapat dikatakan

memiliki hubungan yang linear apabila nilai probabilitas lebih besar dari 0.05.

Analisis statistika inferensial akan digunakan untuk menguji hipotesis

penelitian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini akan diuji menggunakan analisis

regresi linear berganda. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan dilakukan

dengan analisis regresi linear berganda menggunakan aplikasi software SPSS.

adapun gambar mengenai hubungan antar variabel digambarkan sebagai berikut

44
X1 β1 ε

β4
X2 Y
β3
X3

β2

Berdasarkan diagram di atas di atas maka dapat dibuat persamaan regresi

untuk penelitian ini adalah sebagari berikut:

Y = β0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 1 X 2 X 3 + ε

Keterangan:

X1 : Kemandirian Belajar

X2 : Gaya Belajar

βi : Koefisien Regresi (i=1 , 2 ,3 , 4 )

Y : Hasil Belajar Matematika Siswa

ε : Galat/residu

Berdasarkan hipotesis penelitian yang telah disusun pada bab sebelumnya,

maka hipotesis statistik yang akan diuji dapat dituliskan sebagai berikut:

1. Hipotesis 1

kemandirian belajar berpengaruh positif terhadap terhadap hasil belajar

matematika siswa. Untuk menguji hipotesis penelitian ini maka dirumuskan

hipotesis statistik sebagai berikut:

H 0 : β 1=0 Vs H1 : β1≠ 0
45
2. Hipotesis 2

Terdapat pengaruh fasilitas belajar terhadap hasil belajar matematika siswa.

Untuk menguji hipotesis penelitian ini maka dirumuskan hipotesis statistik

sebagai berikut:

H 0 : β 2=0 Vs H 1: β2≠ 0

3. Hipotesis 3

Terdapat pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa.

Untuk menguji hipotesis penelitian ini maka dirumuskan hipotesis statistik

sebagai berikut:

H 0 : β 3=0 Vs H 1: β3≠ 0

4. Hipotesis 4

Terdapat pengaruh kemandirian, fasilitas dan gaya belajar terhadap hasil

belajar matematika siswa. Untuk menguji hipotesis penelitian ini maka

dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut:

H 0 : β 4 =0 Vs H 1: β4 ≠ 0

46
DAFTAR PUSTAKA

Anggrawan, A. (2019). Analisis deskriptif hasil belajar pembelajaran tatap muka


dan pembelajaran online menurut gaya belajar mahasiswa. MATRIK:
Jurnal Manajemen, Teknik Informatika Dan Rekayasa Komputer, 18(2),
339–346.
Ardiansyah, A. (2018). Penguasaan Konsep Matematika Ditinjau Dari Efikasi Diri
Dan Kemandirian Belajar. ALFARISI: Jurnal Pendidikan MIPA, 1(1).
Assagaf, G. (2016). Pengaruh Kemandirian Belajar dan regulasi diri terhadap
hasil belajar matematika melalui motivasi berprestasi pada siswa kelas X
SMA Negeri di kota Ambon. Matematika Dan Pembelajaran, 4(1), 23–32.
Dewi, W. A. F. (2020). Dampak Covid-19 terhadap implementasi pembelajaran
daring di Sekolah Dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(1), 55–61.
Fitriana, S., Ihsan, H., & Annas, S. (2015). Pengaruh efikasi diri, aktivitas,
kemandirian belajar dan kemampuan berpikir logis terhadap hasil belajar
matematika pada siswa kelas VIII SMP. Journal of Educational Science
and Technology (EST), 1(2), 86–101.
Hendrayana, A. S., Erisyani, E., & Setiana, N. (2016). Pengaruh Motivasi Belajar,
Gaya Belajar, dan Kemandirian Belajar terhadap Hasil Belajar Mahasiswa
S1 PGSD Masukan Sarjana Di UPBJJ UT Bandung. Edu Humaniora
Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, 8(2), 163–177.
Kusuma, D. A. (2020). Dampak Penerapan Pembelajaran Daring Terhadap
Kemandirian Belajar (Self-Regulated Learning) Mahasiswa Pada Mata
Kuliah Geometri Selama Pembelajaran Jarak Jauh Di Masa Pandemi
COVID-19. Teorema: Teori Dan Riset Matematika, 5(2), 169–175.
Kusumadewi, R. F., Yustiana, S., & Nasihah, K. (2020). Menumbuhkan
Kemandirian Siswa Selama Pembelajaran Daring Sebagai Dampak Covid-
19 Di SD. Jurnal Riset Pendidikan Dasar (JRPD), 1(1).
Misdalina, M., Ningsih, Y. L., & Marhamah, M. (2018). Pengaruh Kemandirian
Belajar Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa. Jurnal Dosen Universitas
PGRI Palembang.

47
Ningsih, R., & Nurrahmah, A. (2016). Pengaruh Kemandirian Belajar dan
Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Matematika. Formatif:
Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 6(1).
Syamsinar. (2019). Pengaruh Efikasi Diri, Kemandirian belajar dan Keterampilan
Sosial terhadap Hasil Belajar Matematika melalui Motivasi Berprestasi
Siswa Kelas X SMKN 4 Gowa. Program Pascasarjana Universitas Negeri
Makassar.
Yuliati, Y., & Saputra, D. S. (2020). Membangun Kemandirian Belajar
Mahasiswa melalui Blended Learning di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal
Elementaria Edukasia, 3(1).

48

Anda mungkin juga menyukai