Anda di halaman 1dari 39

BAB 2

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini dijelaskan tentang teori yang mendukung penelitian meliputi

konsep diabetes melitus, konsep defisit pengetahuan, konsep lansia, konsep penuaan,

konsep asuhan keperawatan gerontik dengan diangnosa defisit pengetahuan pada

penderita diabetes melitus.

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit yang termasuk ke dalam kelompok

penyakit metabolik, yang mana karakteristik utamanya yaitu terjadinya

peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) (Suryati, 2021). Diabetes

melitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh ketidak adekuatan

pengendalian kadar glukosa darah yang dibagi menjadi beberapa subklasifikasi

yaitu tipe 1, tipe 2, diabetes gestrasional (pada wanita hamil), diabetes onset

dewasa muda (MODY), diabetes neonatal (usia bayi 6 bulan pertama) dan

diabetes yang diinduksi oleh steroid dalam tubuh (Sapra & Bhandari, 2022).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus dibagi menjadi 2 kategori yaitu DM tipe 1 yang biasanya

dialami sejak anak-anak dan DM tipe 2 biasanya dialami orang dewasa selain itu

pada DM juga dapat dialami oleh ibu hamil yang disebut dengan diabetes

10
11

gastasional (Syamsiyah, 2022). Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan menjadi 5

yaitu:

1. Pre-diabetes

Diabetes Melitus pada umumnya diawali dengan tahap pre-diabetes .

penderita pre-diabetes tetap menjalankan gaya hidup yang tidak sehat,

dalam kurun waktu 5-10 tahun terakhir kondisi penderita pre-diabetes akan

semakin memburuk dan akan berubah ke tahap diabetes. Pada seseorang

dapat dikatakan pre-diabetes apabila kadar gula darahnya sudah lebih dari

batas normal, namun masih belum mencapai batas dikatakan diabetes. Pada

kadar gula darah puasa pada penderita pre diabetes sekitar 100-125 mg/dL,

sedangkan normalnya berkisar <100 mg/dL.

2. Diabetes melitus tipe 1

DM tipe ini disebabkan oleh penurunan kerja organ tubuh akibat penuaan

atau karena faktor gaya hidup yang tidak sehat. Selain itu DM tipe ini

disebabkan oleh terjadinya destruksi atau kerusakan dari sel beta karena reaksi

autoimun. Pada sistem kekebahan tubih merusak sel-sel beta pankreas yang

dapat menyebabkan insulin tidak dapat diproduksi sehingga terjadi

peningkatan gulu darah (hiperglikemi). Namun pada DM tipe 1 glukogen

malah semakin meningkat sehingga memperparah keadaan penderita. Gejala

pada anak dan dewasa penderita DM hampir sama diantara lain sering buang

air besar, mudah haus, berat badan turun secara drastis, sering letih, nyeri pada

bagian perut, kram otot, berkurangnya tingkat fokus, infeksi pada


12

saluran kemih, demam selain itu pada anak yang mengalami DM sering

mengalami hipoglikemi. Biasanya pada tipe ini terapi yang dianjurkan

adalah pemberian insulin (Maria, 2021)

3. Diabetes melitus tipe 2

DM tipe ini pada umumnya diderita oleh orang dewasa dan remaja

yang disebabkan karena terjadinya resistensi insulin atau sel-sel tubuh tidak

dapat menerima insulin dengan baik. Pada tipe ini sangat penting untuk

mematuhi diet yang tepat untuk mengurangi jumlah lemak yang

menumpuk dalam tubuh dan juga mampu membantu penderita terhndar

dari komplikasi. Pada diabetes melitus tipe1 dan tipe 2 sama-sama

meningkat dan akibatnya sel-sel pada tubuh mengalami kekurangan energi.

Saat gula darah terus-menerus tinggoi dapat menyebabkan kerusakan pada

pada pembuluh darah dan syaraf dan sering kali mengakibatkan komplikasi

seperti stroke, kebutaan, penyakit ginjal, amputasi, dan penyakit jantung.

Dapat disimpulkan perbedaan antara DM tipe 1 dan tipe 2 yaitu :

Pada diabetes melitus tipe 1 ini kerusakan terjadi pda sel pnghasil

insulin , sel β pankreas rusak sehingga insulin tidak terbentuk , sering

terjadi ketosis (koma), DM tipe ini membutuhkan insulin untuk

mengendalikan glukosa, pederita DM tipe 1 umumnya bertubuh kurus, dan

penderita berusia muda.

Pada diabetes melitus tipe 2 bersifat keturunan, sering terjadi resistensi

insuin, pada tipe ini jarang mengalami kitosis (koma), insulin dalam darah
13

cukup, namun sel-sel tubuh tidak dapat bereaksi dengan baik, penderita

DM tipe 2 umumnya bertubuh gemuk, dan penderita berusia lebih dari 40

tahun (Maria, 2021)

4. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes gestrasional adalah naiknya kadar gula darah sementara

waktu pada masa kehamilan dan biasanya terdeteksi ketika usia kehamilan

sudah lebih dari 18 minggu (4 bulan) dan kemudian setelah melahirkan

gula darah kembali normal. Namun pada ibu penderita diabetes melitus

gastrasional sangat beresiko terkena DM pada masa yang akan datang.

Pada ibu hamil penderita DM Gestrasional akan melahirkan bayi dengan

BB 4 kg atau lebih. Dampak dari DM tipe ini akan menyebabkan kematian

pada ibu pada saaat persalinan, resiko keguguran persalinan akan lebih

sulit, dan resiko kematian bayi setelah lahir akan lebih besar (Maria, 2021)

5. Diabetes Tipe Lain

Diabetes pada tipe ini disebabkan oleh penyakit lain seperti radang

pankreas, penderita hipertensi yang mengonsumsi obat antihipertensi,

penggunaan obat anti kolestrol, adanya infeksi, penggunaan hormon

kartikosteroid, malnutrisi, dan gangguan kelenjar hipofisis dan adrenal

tersebut dapat menggangu proses terbentuknya insulin (Maria, 2021).


14

2.1.3 Etiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus terjadi sesuai dengan tipenya masing-masing, berikut

uraian dari penyebab diabetes melitus :

a. Diabetes Melitus tipe 1 disebabkan destruktur sel beta autoimun memicu

terjadina defisiensi insulin absolut. Faktor herediter berupa antibodi sel islet

akibat tingginya HLA (Human Leukocyte Antigen) tipe DR 3 dan DR 4.

berdasarkan faktor lingkungan berupa infeksi virus retrovirus, mumps,

coxsackie, dan enterovirus), defisiensi vitamin D, paparan dini terhadap

protein kompleks, toksin lingkungan, menyusui jangka pendek. Berbagai

modifikasi epigenetik gen juga teropsesi menjadi penyebab genetik

berkembangnya DM tipe 1. Pada individu dengan DM tipe 1 yang

mengalami defisiensi insulin absolut (Maria, 2021).

b. Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin perifer,

gluconeogenesis, dan defek progesif sekresi insulin.DM tipe ini dipengaruhi

oleh faktor lingkungan diantara lain obesitas, diet tinggi karbohidrat, dan gaya

hidup yang tidak sehat. DM tipe ini terdapat presimtomatis yang panjang yang

menyebabkan penegakan DM tipe 2 dapat tertunda 4-7 tahun (Maria, 2021).

c. Diabetes Melitus tipe 3 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang terjadi

pada masa kehamilan dan kadar glukosa darah akan kembali normal setelah

melahirkan (Maria, 2021).

d. Diabetes Melitus tipe lain disebabkan oleh akibat dari defek genetik fungsi sel

β, penyakit pankreas seperti kristik fibrosis, atau penyakit yang diinduksikan


15

oleh obat-obatan. Adapun beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan,

glukagon, kortisol, epinefrin merupakan antagonis atau menghambat insulin

yang meningkat dapat menyebabkan diabetes melituse (Maria, 2021).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Seseorang yang menderita DM dapat me-miliki gejala antara lain poliuria

(sering kencing), polidipsia (sering merasa haus), dan polifagia (sering merasa

lapar), serta penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya. Selain

hal-hal tersebut, gejala penderita DM lain adalah keluhkan lemah badan dan

kurangnya energi, kesemutan di tangan atau kaki, gatal, mudah terkena infeksi

bakteri atau jamur, penyembuhan luka yang lama, dan mata kabur. Namun, pada

beberapa kasus, penderita DM tidak menunjuk-kan adanya gejala. Apabila

seseorang merasakan gejala-gejala tersebut, hendaknya memeriksakan diri ke

dokter. Apabila terdapat kecurigaan terhadap DM, dokter akan menyarankan

pemeriksaan gula darah. Pemeriksaan gula darah terdiri atas gula darah setelah

berpuasa (minimal 8 jam), gula darah 2 jam setelah makan, dan gula darah

sewaktu. Selain ketiga pemeriksaan tersebut, dokter dapat merekomendasikan

pemeriksaan laboratorium lainnya. Dari hasil pemeriksaan dan didukung oleh

hasil laboratorium, dokter akan menentukan apakah pasien terkena DM atau

tidak (Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra, 2020).


16

2.1.5 Patofisiologi Diabetes Melitus

Manifestasi DM tipe 1 yang disebabkan karena kekurangan insulin untuk

menghantarkan glukosa membentuk membran sel ke dalam sel. Glukosa

menumpuk dalam peredaran darah, mengakibatkan terjadinya hiperglikemi. Pada

hiperglikemi menyebabkan tekanan hiperosmotik serum, menarik air dari ruang

intraseluler kedalam sirkulasi sistemik. Peningkatan volume darah meningkatkan

aliran darah ginjal, dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretik osmotik

sehingga menyebabkan poliuria. Pada saat glukosa darah mengalami peningkatan

melebihi abang batas glukosa sekitar 180 mg/dL yang diekskresikan kedalam

urine glukosuria. Pada saat terjadi penurunan volume intraseluler dan terjadi

peningkatan pengeluaran urine sehingga menyebabkan dehidrasi, yang ditandai

mulut menjadi kering dan merasa haus (polidipsia). Glukosa yang tidak masuk ke

dalam sel tanpa adanya insulin. Produksi energi mengalami penurunan sehingga

menyebabkan rasa lapar yang berlebih (polifagia). Namun meskipun asupan

makanan meningkat, berat badan orang tersebut turun saat tubuh tetap

mengalami penurunan BB manifestasi klasik meliputi poliuria, polidipsi,dan

polifagi, disertai dengan penurunan berat badan, malaise dan keletihan. Yang

bergantung pada tingkat kekurangan insulin, memanifestasi bervariasi dari ringan

hingga berat dengan DM tipe 1 membutuhkan sumber isulin eksogen (eksternal)

untuk mempertahankan hidup (Maria, 2021).


17

2.1.6 Pathway

Gambar 2. 1 Pathway Diabetes Melitus


18

2.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi diabetes melitus dapat terjadi sebagai berikut :

a. Hiperglikemia dan Katoasidosis Diabetik

Hiperglikemia yang merupakan akibat glukosa tidak dapat diangkut

ke dalam sel karena kurangnya insulin. Tanpa tersedianya karbohidrat

sebagai bahan bakar dari sel, dalam prosesnya hati akan mengubah glikogen

kembali menjadi glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan biosintesis

glukosa (glukoneogenesis) tetapi proses ini akan memperberat keadaan

dengan meningkatkan kadar glukosa dalam darah menjadi lebih

tinggietiologi dari faktor resiko penyebab umum dari ketoasidosis diabetik

yaitu pengunaan terlalu sedikit insulin, trauma, kehamilan, pubertas, stres,

infeksi sehingga menyebabkan berkembangnya resistensi insulin melalui

antibodi insulin (Maria, 2021).

b. Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Nonketosis

Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosis (hyperglikemic

hiperosmolar nonketotic syndrome) merupakan varian ketosisdosis diabetik

yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia ekstrem dengan gula darah

600-2.000 mg/dL, dehidrasi, ketonuria ringan atau tidak terdeteksi, dan tidak

ada asidosis yang umumnya banyak terjadi pada penderita lanjut usia dengan

diabetes melitus tipe 2 (Maria, 2021).


19

c. Gangguan Pada Mata (retinopati diabetik)

Tingginya kadar gula dalam darah dapat merusak pembuluh darah di

dalam retina yang dapat berpotensi menyebabkan kebutaan, kerusakan

pembuluh darah dimata juga dapat meningkatkan resiko terjadinya gangguan

penglihatan seperti katarak dan glukoma.

d. Kerusakan Ginjal (nefropati diabetik)

Kerusakan pada ginjal akibat dari diabetes yang disebut dengan

nefropati diabetik. Pada penderita biasanya dapat mengalami gagal ginjal,

penderita harus melakukan cuci darah secara rutin ataupun dengan

transplantasi ginjal. Diabetes dikatakan sebagai silent killer, karena sering

kali pada tahap awal tidak menimbulkan gejala yang khas, sedangkan pada

tahap lanjut dapat muncul gejala seperti anemia, mudah lelah, gangguan

pada elektrolit, dan pembengkakan pada kaki. Pada penderita yang

terdiagnosa sejak dini mengontrol glukosa darah dan tekanan darah dengan

konsumsi obat-obatan pada awal kerusakan ginjal dan membatasi asupan

protein adalah cara yang bisa dilakukan untuk menghambat perkembangan

diabetes yang mengarah pada gagal ginjal.

e. Kerusakan Syaraf (neuropati diabetik)

Diabetes dapat merusak pembuluh darah dan syaraf dalam tubuh terutama

pada bagian kaki, kondisi ini biasanya disebut dengan neuropati diabetik yang

terjadi karena syaraf mengalami kerusakan baik secara langsung akibat

tinggginya gula darah, maupun karena penurunan aliran darah menuju


20

syaraf. Kerusakan syaraf akan menyebabkan gangguan sensori biasanya

ditandai dengan gejala kesemutan, mati rasa dan nyeri. Selain itu pada syaraf

yang rusak dapat mempengaruhi saluran pencernaan yang disebut dengan

gastropararesis dan biasanya gejala yang muncul diantaranya mual, muntah,

merasa cepat kenyang saat makan, sedangkan pada pria biasanya muncul

gejala ereksi (daya rangsang seksual pada penis) dan impotensi (ketidak

mampuan penis mempertahankan ereksi).

f. Masalah kaki dan kulit

Komplikasi yang umum terjadi pada penderita diabetes adalah

munculnya luka pada kulit dan kaki yang sulit sembuh yang disebabkan oleh

kerusakan pembuluh darah dan syaraf serta aliran darah ke kaki yang sangat

terbatas. Pada saat gula darah yang tinggi mempermudah bakteri dan jamur

untuk berkembang biak terlebih lagi akibat dari diabetes ini menyebabkan

terjadinya penurunan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri. Jika

tidak dirawat dengan baik, pada kaki penderita dapat beresiko untuk muudah

luka dan terinfeksi yang akan menimbulkan gangren dan ulkus diabetikum.

Penanganan luka pada penderita dengan pemberian antibiotik, perawatan

luka yang baik, hingga kemungkinan dilakukan amputasi jika kerusakan

jaringan pada kaki sudah parah.

g. Penyakit kardiovaskuler

Pada saat sirkulasi darah dalam pembuluh darah terganggu akibat

tingginya gula darah yang dapat menyebabkan gangguan peredaran darah ke


21

seluruh tubuh terutama pada jantung dan hal ini dapat menyebabkan

komplikasi diabetes seperti penyakit jantung, stroke, serangan jantung, dan

terjadi penyempitan pada arteri (aterosklerosis). Selain itu ada beberapa

komplikasi dari penyakit DM ini seperti gangguan pendengaran, penyakit

alzhaimer, depresi, dan gangguan pada gigi dan mulut penderita.

2.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

a. Pengaturan Pola Makan

Pengaturan makan atau diet pada penderita DM prinsipnya hampir sama

dengan pengaturan makanan pada masyarakat umumnya yaitu dengan

mempertimbangkan jumlah kebutuhan kalori serta gizi yang seimbang.

Penderita DM ditekankan pada pengaturan dalam 3 J yakni keteraturan jadwal

makan, jenis makan, danjumlah kandungan kalori. Komposisi makanan yang

dianjurkan terdiri dari karbohidrat yang tidak lebih dari 45-65% dari jumlah

total asupan energi yang dibutuhkan, lemak yang dianjurkan 20-25% kkal dari

asupan energi, protein 10-20% kkal dari asupan energi.

b. Olahraga

Olahraga atau latihan jasmani seharusnya dilakukan secara rutin yaitu

sebanyak 3-5 kali dalam seminggu selama kurang lebih 30 menit dengan jeda

latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas

sehari-hari bukan termasuk dalam olahraga meskipun dianjurkan untuk selalu

aktif setiap hari. Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
22

menurunkan berat badan guna untuk memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga dapat mengedalikan kadar gula darah. Olahraga yang dianjurkan

berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan cepat, bersepeda

santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya. Disesuaikan dengan

umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan yang kurang gerak seperti

menonton televisi perlu dibatasi atau jangan terlalu lama. Apabila kadar gula

darah < 100 mg/dl maka pasien DM dianjurkan untuk makan terlebih dahulu,

dan jika kadar gula darah > 250 mg/dl maka latihan harus ditunda terlebih

dahulu. Kegiatan fisik sehari-hari bukan dikatakan sebagai latihan jasmani.

c. Pengobatan

Pengobatan pada penderita DM diberikan sebagai tambahan jika

pengaturan diet serta olahraga belum dapat mengendalikan gula darah.

Pengobatan disini berupa pemberian obat hiperglikemi oral (OHO) atau

injeksi insulin. Dosis pengobatan ditentukan oleh dokter.

d. Pemeriksaan Gula Darah Secara Rutin

Pemeriksaan gula darah digunakan untuk memantau kadar gula darah.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kadar gula darahpuasa dan

glukosa 2 jam setelah makan yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan

terapi. Selain itu pada pasien yang telah mencapai sasaran terapi disertai dengan

kadar gula yang terkontrol maka pemeriksaan tes hemoglobin terglikosilasi

(HbA1C) bisa dilakukan minimal 1 tahun 2 kali. Selain itu pasien DM juga
23

dapat melakukan pemeriksaan gula darah mandiri (PGDM) dengan

menggunakan alat yang sederhana serta mudah untuk digunakan

(glukometer). Hasil pemeriksaan gula darah menggunakan alat ini dapat

dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan teratur serta

pemeriksaan menggunakan sesuai dengan standar yang telah dianjurkan

(Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra, 2020).

2.2 Konsep Defisit Pengetahuan

2.2.1 Pengertian Defisit Pengetahuan

Ketiadaan atau kurangnya informasi kongnitif yang berkaitan dengan suatu

topik tertentu (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Indikator Diagnostik, 2016).

2.2.2 Etiologi Defisit Pengetahuan

Etiologi defisit pengetahuan menurut (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, 2016) adalah sebagai berikut :

a. Keterbatasan kongnitif

b. Kekeliruan dalam mengikuti anjuran

c. Gangguan fungsi kongnitif

d. Kurang terpapar informasi

e. Kurang mampu dalam mengingat

f. Kurang minat dalam belajar

g. Ketidak tahuan menemukan sumber informasi


24

2.2.3 Tanda Gejala Defisit Pengetahuan

Tanda gejala defisit pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu:

a. Tanda Gejala Mayor

Subjektif : Menanyakan masalah yang dihadapi.

Objektif : Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi

yang keliru terhadap masalah.

b. Tanda Gejala Minor

Subjektif : (tidak tersedia)

Objektif : Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukkan perilaku

berlebihan (misal, apatis, bermusuhan, agitasi, histeria).

2.2.4 Kondisi Klinis

a. Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien

b. Penyakit akut

c. Penyakit kronis

Keterangan :

Diagnosa ini dispesifikasikan berdasarkan topik tertentu, meliputi gaya

hidup sehat, keamanan diri, keamanan fisik anak, kehamilan dan persalinan,

kesehatan mental pasca persalinan, kesehatan maternal prakonsepsi, keterampilan

psikomotor, konservasi energi, latihan toiletting, manajemen arthritis rheumatoid,

menejemen asma, manejemen berat badan, manajemen dimensia, manajemen

depresi, manajemen distritmia, manajemen gagal jantung, manajemen gangguan


25

lipid, manajemen gangguan makan, manajemen hipertensi, manajemen kanker,

manajemne nyeri, manajemen osteoporosis, manajemen penyakit akut,

manajemen arteri perifer, manajemen penyakit ginjal, manajemen jantung,

manajemen penyakit kronis, manajemen penyakit paru obstruktif kronis,

manajemen pneumonia, manajemen proses penyakit, manajemen sklerosis

multiple, menajemen stroke, menajemen waktu, manejemen penyakit jantung

koroner, medikasi, mekanika tubuh, menyusui, menyusui dengan botol, nutrisi

banyi/anak, pencegahan jatuh, pencegahan kanker, pencegahan konsepsi,

pencegahan stroke, pencegahan trombus, pengontrolan penggunaan zat,

peningkatan fertilitas, peran menjadi orang tua, perawatan bayi, perawatan kaki,

perawatan ostomi, perilaku sehat, program aktifitas, program diet, program

latihan, prosedur tindakan, seks aman, seksualitas, stimulasi bayi dan anak.

2.3 Konsep Lansia

2.3.1 Pengertian Lansia

Lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas

(Gemini, et al., 2021). Menurut Ratnawati (2017) lansia adalah seseorang yang

sudah berusia >60 tahun dan tidak bisa mempunyai kekuatan untuk mencari

nafkah sendiri sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya dan

merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan

penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi (Adriani, et al., 2021).


26

2.3.2 Batasan Lanjut Usia

Dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur lansia yaitu

sebagai berikut:

a. Lanjut usia menurut World Health Organization (WHO) sebagai berikut:

1) Usia pertengahan (Middle Age) merupakan usia antara 45 sampai 59 tahun.

2) Lanjut usia (Elderly) merupakan kelompok usia antara 60 sampai 74 tahun.

3) Usia sangat tua (Old) merupakan kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.

4) Usia sangat tua (Very Old) merupakan kelompok usia di atas 90 tahun.

b. Menurut Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia yaitu

sebagai berikut:

1) Pralansia (Prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45 sampai 59

tahun.

2) Lansia yaitu seseorang yang berusia antara 60 tahun ataupun lebih.

3) Lansia risikp tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

dengan masalah kesehatan.

4) Lansia potensial yaitu seorang lansia yang masih bisa melaukan pekerjaan

dan atau kegiatan yang bisa menghasilkan barang atau jasa.

5) Lansia tida potensial yaitu seorang lansia yang tidak mampu untuk

mencari nafkah, sehingga hidupnya hanya bergantung pada bantuan orang

disekitarnya.

c. Batasan usia dewasa sampai lanjut usia menurut Prof. DR. Koeseomanto

Setyonegoro, Sp.Kj., dikelompokkan menjadi :


27

1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia antara 20-25 tahun.

2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu usia antara 25-65

tahun.

3) Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia >65 atau 75 tahun, terbagi menjadi 3

yaitu :

a) Young old (usia 70-75 tahun)

b) Old (usia 75-80 tahun)

c) Very old (usia >80 tahun) (Gemini, et al., 2021).

2.3.3 Tipe Lanjut Usia

Tipe lansia dapat dibagi menjadi 5 yaitu sebagai berikut:

a. Tipe Arif Bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, dapat menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

dermawan, sederhana, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

b. Tipe Mandiri

Mengganti kegiatan yang tidak ada dengan kegiatan baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bisa bergaul dengan teman, dan memenuhi

undangan.
28

c. Tipe Tidak Puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sult dilayani, pengkritikan dan

banyak menuntut.

d. Tipe Pasrah

Menerima dan menunggu nasib yang baik, mengikuti kegiatan

keagamaan yang ada, dan bisa melakukan pekerjaan apapun.

e. Tipe Bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif, dan acuh tak acuh (Gemini, et al., 2021).

2.3.4 Ciri-Ciri Lansia

Ada beberapa ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:

a. Lansia adalah periode kemunduran

Kemunduran lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor

psikologis. Motivasi sangat berperan penting dalam kemunduran lansia.

Misalnya lansia yang memiliki motivasi rendah dalam melakukan kegiatan,

maka bisa mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia

yang memiliki motivasi tinggi, sehingga kemunduran fisiknya akan lebih lama

terjadi.
29

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini merupakan akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan

terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, contohnya lansia

yang senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat

menajdi negatif, tetapi sebaliknya jika lansia yang mempunyai tenggang rasa

kepada orang lain maka sikap sosial masyarakatnya menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran

dari berbagai hal. Perubahan peran lansia sebaiknya dilakukan atas dasar

keinginan sendiri bukan dari tekanan dari lingkungan. Contoh lansia yang

menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai ketua RW, sebaiknya

masyarakat tidak memberhentikannya sebagai ketua RW karena usianya yang

sudah lanjut.

d. Perlakuan yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk memuat lansia cenderung mengembangkan konsep

diri yang buruk dan dapat membentuk perilaku yang buruk juga. Misalnya

lansia yang tinggal bersama dengan keluarganya sering tidak dilibatkan dalam

pengambilan keputusan karena pola pikir lansia dianggap kuno, kondisi inilah

yang dapat menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat

tersinggung dan bahkan memiliki harga diri rendah (Widiyawati & Eka Sari,

2020).
30

2.3.5 Masalah Lansia

Masalah kesehatan lansia dapat dibagi menjadi empat yaitu:

a. Masalah Biologis

Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah

kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan adanya penurunan fungsi fisik dari

rentan terhadap penyakit.

b. Masalah Psikologis

Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan

keseimbangan sehingga membawa lansia kearah kerusakan yang progresif

terutama aspek psikologis yang mendadak.

c. Masalah Sosial

Masalah sosial ekonomi lansia dapat ditandai dengan adanya penuruna

produktivitas kerja, lansia yang memasuki masa pensiun atau berhentinya

pekerjaan utama. Lansia yang sudah pensiun memiliki kondisi ekonomi yang

lebih baik karena ada penghasilan tetap setiap bulannya. Masalah sosial yang

memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik

anggota keluarga atau pun dengan masyarakat.lansia yang kurang kontak

sosial dapat menimbulkan perasaan kesepian pada dirinya, terkadang juga

muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, menurung diri, dan

merengek-merengek jika bertemu dengan orang lain sehingga perilakunya

bisa kembali seperti anak-anak.


31

d. Masalah Spiritual

Permasalahan terbesar lansia pada dasarnya yaitu mempersiapkan

kematian, namun hal ini berbeda pada lansia karena sebagian besar lansia

berfikir bahwa “yang tua akan cepat meninggal” hal ini yang menjadikan

lansia memiliki dua sudut pandang yang berbeda (Adriani, et al., 2021).

2.3.6 Pendekatan Pada Lansia

1. Pendekatan Fisik

Perawatan fisik secara umum bagi lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian

yaitu sebagai berikut:

a) Klien lanjut usia yang masih aktif, lansia dengan keadaan fisik yang masih

mampu bergerak tanpa batuan orang lain sehingga untuk kebutuhan

sehari-hari masih mampu untuk dilakukan sendiri.

b) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang mengalami

kelumpuhan atau sakit. Kebersihan perorangan atau personal hygiene

sangat penting dala mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber

infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian.

2. Pendekatan Psikis

Perawat mempunyai peranan penting dalam mengadakan pendekatan

adukatif pada klien lansia, peran bisa berperan sebagai supporterm interpreter

terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia dan sebagai

sahabat yang akrab dengan lansia.


32

3. Pendekatan Sosial

Dalam pendekatan sosial perawat bisa mengadakan diskusim bertukar

pikiran, dan bercerita. Memberi kesempatan kepada lansia untuk berkumpul

bersama dengan sesama sehingga dapat menciptakan sosialisasi antar mereka.

4. Pendekatan Spiritual

Perawat bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam

hubungan lansia dengan Tuhan ataupun agama yang dianut, terutama bila

lansia dalam keadaan sakit atau mendekati kematiannya. Rasa takut akan

kematian bisa didasari dari berbagai macam faktor, yaitu ketidakpastian akan

pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit atau penderitaan yang sering

menyertai lansia, kegelisahan untuk tidak berkumpul lagi dengan keluarga

atau lingkungan sekitarnya (Adriani, et al., 2021).

2.4 Konsep Penuaan

2.4.1 Pengertian Penuaan

Menua dapat didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya

kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya

mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia.

Menurut Stanley, 2010 dalam Padila, 2013 ada dua jenis teori penuaan yaitu teori

biologi, teori psikososial. Teori biologis meliputi teori genetik dan mutasi, teori

imunologis, teori stress, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori menua akibat

metabolisme. Sedangkan teori psikososial meliputi pelepasan, teori akivitas, teori


33

interaksi sosial, teori kepribadian berlanjut, teori perkembangan (Gemini, et al.,

2021).

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penuaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Genetik

Kematian sel adalah seluruh program kehidupan yang berkaitan dengan

peran DNA yang sangat dalam mekanisme pengendalian fungsi sel. Secara

genetik, perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X sedangkan laki-

laki berasal dari salah satu kromosom X. Kromosom X ini ternyata

membawa unsur kehidupan sehingga perempuan dapat berumur lebih

panjang dari pada laki-laki.

2. Nutrisi atau Makanan

Berlebihan atau kekurangan makanan dapat mengganggu keseimbangan

reaksi kekebalan.

3. Status Kesehatan

Penyakit yang selalu dikaitkan dengan proses penuaan, sebenarnya

bukan disebabkan oleh proses menuanya sendiri, tetapi lebih disebabkan dari

faktor luar yang merugikan yang berlangsung tetap dan berkepanjangan.

4. Pengalaman Hidup

a. Paparan sinar matahari : kulit yang tidak terlindungi sinar matahari akan

mudah ternoda oleh flek, kerutan, dan menjadi kusam.


34

b. Kurang olahraga : olahraga dapat membantu pembentukan otot dan

menyebabkan lancarnya sirkulasi darah.

c. Mengkonsumsi alkohol : alkohol bisa dapat memperbesar pembuluh

darah kecil pada kulit dan menyebabkan peningkatan aliran darah dekat

permukaan kulit.

5. Lingkungan

Proses menua secara biologik berlangsung secara alami dan tidak dapat

dihindari, tetapi yang seharusnya yaitu dapat tetap dipertahankan dalam

status sehat.

6. Stres

Tekanan kehidupan sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan atau

masyarakat dalam bentuk gaya hidup akan berpengaruhi terhadap proses

penuaan (Muhith & Siyoto, 2016).

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Defisit Pengetahuan

2.5.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan informasi subjektif dan objektif (misal :

tanda tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik, dan

peninjauan informasi riwayat kesehatan pasien dalam rekam medis) (Herdman

& Kamitsuru, 2018).


35

a. Identitas Klien

Dalam identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan,

pekerjaan, tanggal MRS, agama, alamat, pendidikan dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Pada pasien dengan defsit pengetahuan biasanya mengeluh

kebingunagan dengan sakitnya dengan menunjukkan perilaku yang keliru

terhadap suatu masalah, selain itu penderita diabetes melitus biasanya akan

merasakan badannya lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul

keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus, kesemutan. Pada

pasien diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka yang tidak

kunjung sembuh jika tidak dilakukan perawatan dengan baik.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia ekstremitas

bawah, luka yang susah untuk sembuh, turgor kulit jelek, mata cekung, nyeri

kepala, mual dan muntah, kelemahan otot, letargi, mengalami kebingungan

dan bisa terjadi koma.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul pada

pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani berupa kontrol rutin

ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat.


36

e. Riwayat kesehatan keluarga

Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita

penyakit DM.

f. Pengkajian Pola Sehari – hari

1. Pola persepsi

Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran

negative terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat dan

perawatan.

2. Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang

insulin maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga

menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan, banyak minum, BB

menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat menyebabkan

terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang mempengaruhi status

kesehatan.

3. Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis

osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan

pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif

tidak ada gangguan.


37

4. Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan

istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas

dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan

otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu

melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah

mengalami kelelahan.

5. Pola tidur dan istirahat

Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki diabetic,

sehingga klien mengalami kesulitan tidur.

6. Kognitif persepsi

Pasien dengan diabetes melitus cenderung mengalami

rendahnya tingkat pengetahuan tentang komplikasi dari diabetes melitus,

perilaku yang ditunjukkan tidak sesuai dengan anjuran, dan jarang

melakukan check- up, pada penderita diabetes melitus biasanya mengeluh

neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.

Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .

7. Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan

penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar

sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan


38

menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada

keluarga (self esteem).

8. Peran hubungan

Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan

penderita kurang percaya diri dan menghindar dari keramaian.

9. Seksualitas

Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi seks,

adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan

terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena kanker prostat

berhubungan dengan nefropati.

10. Koping toleransi

Waktu peraatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak

berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang

negatif seperti marah, cemas,mudah tersinggung, dapat mengakibatkan

penderita kurang mampu menggunakan mekanisme koping yang

konstruktif/adaptif.

11. Nilai keprercayaan

Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan luka

pada kaki tidak menghambat penderita dalam melakukan ibadah tetapi

mempengaruhi pola ibadahnya.


39

g. Pemeriksaan Fisik

a) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita yang sering muncul adalah kelemahan fisik.

b) Tingkat kesadaran

Normal, letargi, stupor, koma (tergantung kadar gula yang dimiliki dan

kondisi fisiologis untuk melakukan kompensasi kelebihan kadar gula

dalam darah)

c) Tanda-tanda vital

a. Tekanan darah (TD) : biasanya mengalami hipertensi dan juga ada

yang mengalami hipotensi.

b. Nadi (N) : biasanya pasien DM mengalami takikardi saat beristirahat

maupun beraktivitas.

c. Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea

d. Suhu (S) : biasanya suhu tubuh pasien mengalami peeningkatan jika

terindikasi adanya infeksi.

e. Berat badan : pasien DM biasanya akan mengalami penuruan BB

secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi dan

terjadi peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin serta pola makan

yang terkontrol.
40

h. Pemeriksaan Fisik

1. Kepala dan leher

a. Wajah : kaji simetris dan ekspresi wajah, antara lain paralisis wajah

(pada klien dengan komplikasi stroke).

b. Mata : kaji lapang pandang klien, biasanya pasien mengalami retinopati

atau katarak, penglihatan kabur, dan penglihatan ganda (diplopia).

c. Telinga : pengkajian adakah gangguan pendengaran, apakah telinga

kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman pendengaran dengan

garputala atau bisikan.

d.Hidung : tidak ada pembesaran polip dan tidak ada sumbatan, serta

peningkatan pernapasan cuping hidung (PCH).

e. Mulut :

a) Bibir : sianosis (apabila mengalami asidosis atau penurunanperfusi

jaringan pada stadium lanjut).

b) Mukosa : kering, jika dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis osmosis.

c) Pemeriksaan gusi secara rutin seperti mudah bengkak dan berdarah,

gigi mudah goyah.

f. Leher : pada inspeksi jarak tampak distensi vena jugularis, pembesaran

kelenjar limfe dapat muncul apabila ada infeksi sistemik.


41

2. Thorax dan paru-paru

a. Inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris, irama pernapasan, nyeri

dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas atau adanya kelainan suara

nafas, tambahan atau adanya penggunaan otot bantu pernapasan.

b. Palpasi : lihat adnya nyeri tekan atau adanya massa.

c. Perkusi : rasakan suara paru sonor atau hipersonor.

d. Auskultasi : dengarkan suara paru vesikuler atau bronkovesikuler. Yang

mana menunjukkan gejala seperti merasa kekurangan oksigen, batuk

dengan atau tanpa sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau

tidak) yang ditanda dengan : frekuensi pernapasan meningkat dan batuk.

3. Abdomen

a. Inspeksi : amati bentuk abdomen simetris atau asimetris.

b. Auskultasi : dengarkan apakah bising usus meningkat.

c. Perkusi : dengarkan timpani atau hipertimpani.

d. Palpasi : rasakan adanya massa atau adanya nyeri tekan.

4. Integumen

a) Kulit : biasanya kulit kering atau bersisik

b) Warna : tampak warna kehitaman disekitar luka karena adanya gangren,

daerah yang sering terpapar yaitu ekstremitas bagian bawah (kaki).

c) Turgor : menurun karena adanya dehidrasi

d) Kuku : sianosis, kuku biasanya berwarna pucat

e) Rambut : sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.


42

5. Sirkulasi

Munculnya gejala adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan

kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan lama. Yang

ditandai dengan adanya takikardia, perubahan tekanan darah postural,

hipertensi, disritmia.

6. Genetalia

Adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria, nokturia, rasanyeri

seperti terbakarpada bagian organ genetalia, kesulitan berkemih (infeksi).

7. Neurosensori

Terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan, kebas pada otot. Yang

ditandai dengan disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut).

2.5.2 Diangnosa Keperawatan

Diangnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien

terhadap masalah kesehatan atau suatu proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung secara aktual ataupun potensial yang bertujuan guna

mengidentifiakasi respon klien individu, komunitas, dan keluarga mengenai situasi

yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, 2016).


43

Tabel 2. 1 Diagnosa Keperawatan DM menurut (PPNI, Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, 2016).

Diagnosa Keperawatan Etiologi Gejala dan Tanda

Defisit Pengetahuan a) Keterbatasan kognitif Gejala dan tanda mayor :


Kategori : Perilaku b) Gangguan fungsi Subjektif :

Subkategori : Penyuluhan kongnitif Menanyakan masalah yang dihadapi.

dan pembelajaran c) Kekeliruan mengikuti Objektif :

Definisi : Ketiadaan atau anjuran 1. Menunjukkan perilaku tidak sesuai

kurangnya informasi d) Kurang terpapar anjuran

kongnitif yang berkaitan informasi 2. Menunjukkan persepsi yang keliru

dengan suatu topik tertentu e) Kurang minat dalam terhadap masalah

belajar Gejala dan tanda minor :

f) Kurang mampu Subjektif :

mengingat (tidak tersedia)

g) Ketidaktahuan Objektif :

menemukan sumber 1. Menjalani pemeriksaan yang tidak

informasi tepat

2. Menunjukkan perilaku berlebihan

(misal, apatis, bermusuhan, agitasi,

histeria)
44

2.5.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada tingkat pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, 2018).

Tabel 2. 2 Intervensi Keperawatan DM menurut (PPNI, Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, 2018)

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)


Keperawatan SDKI (SLKI)

Defisit Pengetahuan 1. Tingkat pengetahuan (L. Edukasi Perilaku Upaya kesehatan


tentang resiko 12111) (I. 12435).

komplikasi a. Perilaku sesuai anjuran a) Observasi

Penyebab : kurang meningkat a. Identifikasi kesiapaan dan

minat dalam belajar b. Verbalisasi minat dalam kemampuan menerima

belajar meningkat informasi

Gejala dan tanda mayor c. Kemampuan menjelasakan b) Terapeutik

: pengetahuan tentang suatu a. Sediakan materi dan media

1. Menanyakan masalah topik meningkat pendidikan kesehatan

yang dihadapi. d. Kemampuan b. Jadwalkan pendidikan

2. Menunjukkan menggambarkan kesehatan sesuai

perilaku tidak sesuai pengalaman sebelumnya kesepakatan

anjuran yang sesuai dengan topik c. Berikan kesempatan untuk

3. Menunjukkan meningkat bertanya

persepsi yang keliru e. Perilaku sesuai dengan d. Gunakan variasi metode


45

terhadap masalah pengetahuan meningkat pembelajaran


f. Pertanyaan tentang e. Gunakan pendekatan

Gejala dan tanda minor : masalah yang dihadapi promosi kesehatan dengan

1. Menjalani menurun memperhatikan pengaruh

pemeriksaan yang tidak g. Persepsi yang keliru dan hambatan dari

tepat terhadap masalah menurun lingkungan, sosial serta

2. Menunjukkan h. Menjalani pemeriksaan budaya

perilaku berlebihan yang tidak tepat menurun f. Berikan pujian dan dukung

(misal, apatis, terhadap usaha positif dan

bermusuhan, agitasi, pencapaiannya

histeria) c) Edukasi

a. Jelaskan penanganan

masalah kesehatan

b. Informasikan sumber yang

tepat yang tersedia di

masyarakat

c. Anjurkan menggunakan

fasilitas kesehatan

d. Anjurkan

mengevaluasitujuan secara

periodik

e. Ajarkan menentukan

perilaku spesifik yang akan

diubah (mis. keinginan

mengunjungi fasilitas
46

kesehatan)

f. Ajarkan mengidentifikasi

tujuan yang akan dicapai

g. Ajarkan program

kesehatan dalam

kehidupan sehari-hari

h. Ajarkan pencarian dan

penggunaan sistem fasilitas

pelayanan kesehatan

i. Ajarkan cara pemeliharaan

kesehatan

2.5.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi, langkah keempat dalam proses keperawatan, melibatkan

pelaksanaan rencana asuhan keperawatan yang dikembangkan selama fase

perencanaan. Ini melibatkan penyelesaian kegiatan keperawatan untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan dan untuk membuat kemajuan menuju pencapaian hasil

tertentu. Fase implementasi proses keperawatan, seperti fase proses lainnya,

membutuhkan dasar pengetahuan dini yang luas, perencanaan yang cermat,

pemikiran dan analisis kritis, dan penilaian dari pihak perawat. Bab ini membahas

tujuan implementasi, keterampilan khusus yang terkait dengan penerapan rencana

asuhan keperawatan secara efektif, dan aktivitas yang terlibat dalam proses ini.

Meskipun diidentifikasi sebagai langkah keempat dari proses keperawatan, fase


47

implementasi dimulai dengan penilaian dan terus berinteraksi dengan langkah-

langkah proses lainnya untuk mencerminkan perubahan kebutuhan klien dan

respons perawat terhadap kebutuhan tersebut (DeLaune & Ladner, 2010).

2.5.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah pengukuran sejauh mana tujuan tercapai. Oleh karena itu,

mengevaluasi perawatan yang diberikan kepada pasien merupakan bagian penting dari

keperawatan profesional. Asosiasi Perawat Amerika (2004) menetapkan evaluasi

sebagai komponen fundamental dari proses keperawatan tujuan dari evaluasi yaitu :

a. Untuk menentukan kemajuan atau kurangnya kemajuan pasien menuju

pencapaian hasil yang diharapkan

b. Untuk menentukan efektivitas asuhan keperawatan dalam membantu pasien

mencapai hasil yang diharapkan

c. Untuk menentukan kualitas perawatan yang diberikan secara keseluruhan

d. Untuk mempromosikan akuntabilitas keperawatan.

Evaluasi dilakukan terutama untuk menentukan apakah suatu kemajuan

mengalami kemajuan yaitu, mengalami peningkatan status kesehatan. Evaluasi

bukanlah akhir dari proses keperawatan, melainkan mekanisme berkelanjutan yang

memastikan intervensi yang berkualitas. Evaluasi yang efektif dilakukan secara

berkala, tidak hanya sebelum penghentian perawatan. Evaluasi terkait erat dengan

masing-masing tahap lain dari proses keperawatan. Rencana perawatan dapat

dimodifikasi selama setiap fase proses keperawatan ketika kebutuhan untuk


48

melakukannya ditentukan melalui evaluasi. Tujuan klien dan hasil yang diharapkan

memberikan kriteria untuk evaluasi perawatan. Taksonomi Klasifikasi Intervensi

Keperawatan (NIC) dan Klasifikasi Hasil Keperawatan (NOC) adalah metode yang

berguna dalam mengevaluasi pencapaian hasil klien dan kemanjuran intervensi

keperawatan (DeLaune & Ladner, 2010).

Anda mungkin juga menyukai