Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

Diabetes Mellitus Tipe 2

Disusun oleh:
….

Pembimbing:
DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL......................................................................................

KATA PENGANTAR....................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................iii

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi...................................................................................................1

1.2 Epidemiologi..........................................................................................1

1.3 Etiologi...................................................................................................1

1.4 Faktor Risiko..........................................................................................2

1.5 Klasifikasi...............................................................................................2

1.6 Patofisiologi ...........................................................................................3

1.7 Manifestasi Klinis ..................................................................................4

1.8 Penegakan Diagnosis..............................................................................5

1.9 Tatalaksana.............................................................................................7

1.10 Komplikasi ............................................................................................16

1.11 Prognosis ...............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................19

i
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolik
yang berkarakteristik hiperglikemia sebagai akibat dari defek sekresi
insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Hiperglikemia kronik dari DM
diasosiasikan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan
dari berbagai organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
darah.(1)

1.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian oleh International Diabetes Foundation
(IDF) memperkirakan setidaknya 1 dari 11 orang dewasa berusia 20 – 79
tahun (415 juta orang) menderita diabetes mellitus pada tahun 2015. Dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 624 juta pada tahun 2040 dengan
peningkatan terbesar dari penderita dengan kelas sosioekonomi yang
rendah. Penyebab dari meningkatnya jumlah penderita yang diperkirakan
terjadi pada tahun 2040 disebabkan oleh berbagai faktor seperti populasi
yang menua, perkembangan ekonomi, urbanisasi, kebiasaan makan yang
tidak sehat dan pola hidup yang tidak aktif.2 Prevalensi dari penderita DM
terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sekitar 25% dari
populasi berusia diatas 65 tahun menderita DM.3

1.3 Etiologi
Diabetes mellitus tipe 2 menyumbang sekitar 90% dari seluruh
kasus diabetes. Pada DM tipe 2, respon terhadap insulin berkurang, dan
hal ini didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama keadaan ini, insulin
tidak efektif dan awalnya dapat diimbangi dengan peningkatan produksi
insulin untuk mempertahankan homeostasis glukosa, tetapi seiring dengan
bertambahnya waktu, produksi insulin lama kelamaan juga akan menurun,

1
dan mengakibatkan terjadinya DM tipe 2. DM tipe 2 paling sering
ditemukan pada populasi berusia diatas 45 tahun. Namun, DM tipe 2
menjadi semakin sering ditemukan pada anak-anak, remaja dan dewasa
muda karena meningkatnya tingkat obesitas, kurangnya aktivitas fisik dan
diet yang padat energi di masyarakat.3

1.4 Faktor Risiko


Terdapat berbagai faktor risiko dari diabetes mellitus tipe 2 antara lain: 2
 Usia tua
 Riwayat Keluarga
 Sosioekonomi rendah
 Terdapat komponen sindroma metabolik (Lingkar pinggang
besar, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar
plasma trigliseroda, penurunan kadar plasma HDL
 Orang dengan kadar obesitas
 Riwayat konsumsi makanan yang tidak sehat (sering
konsumsi minuman manis dan daging merah dan rendah
nya konsumsi makanan berserat)
 Perokok
 Kebiasaan jarang berferak
 Riwayat diabetes gestasional

1.5 Klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi etiologi dari Diabetes Mellitus menurut American
Diabetes Association, adalah sebagai berikut:4
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Pada diabetes tipe 1 (Dependent Insulin), lebih sering terjadi
pada usia anak dan remaja. Penderita dari diabetes tipe 1
mencakup sebanyak 5 – 10% dari total penderita diabetes.
Diabetes tipe 1 diakibatkan oleh destruksi sel β pankreas oleh
sistim imun. Pada diabetes mellitus tipe 1, kecepatan dari

2
destruksi sel β pankreas sangat bervariasi antar individu.
Beberapa pasien yang dengan penghancuran yang cepat dapat
memiliki manifestasi klinis ketoasidosis pada usia yang sangat
muda, namun pada tingkat kecepatan destruksi sel yang rendah
sampai pada usia dewasa pun tidak pernah mengalami
ketoasidosis jika terkontrol.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada diabetes tipe 2 (non insulin dependen), mencakup
sebanyak 90 – 95% dari total seluruh penderita diabetes
mellitus. Diabetes tipe 2 menggambarkan seseorang yang
memiliki resistensi terhadap insulin ataupun yang memiliki
defisiensi insulin. Terdapat berbagai etiologi penyebab pada
DM Tipe 2. Mayoritas pasien DM tipe 2 merupakan seseorang
dengan obesitas dimana obesitas ini mengakibatkan terjadinya
resistensi insulin sehingga tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang sudah dibuat secara efektif.
3. Diabetes Tipe lain
Diabetes mellitus tipe lain dapat disebabkan oleh berbagai hal
seperti: defek genetik sel β, penyakit seperti pankreatitis, tumor
maupun obat-obatan yang dapat memicu terjadinya diabetes
seperti glukokortikoid, hormon tiroid.
4. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus gestasional merupakan diabetes mellitus
yang terjadi selama masa kehamilan walaupun terdapat sedikit
kasus dimana kadar gula darah tidak dapat kembali menjadi
normal seperti semestinya pada saat sesudah melahirkan.

1.6 Patofisiologi
Diabetes mellitus tipe 2 sering terjadi diakibatkan proses progresif
dari resistensi insulin (pada hati, sel otot) dan disfungsi dari sel beta
pankreas. Sedikit jumlah penderita DM yang terdiagnosis DM tipe 2 juga

3
terbukti mengalami autoimunitas terhadap sel Islet. Obesitas merupakan
faktor risiko utama dari terjadinya DM tipe 2, dengan peran serta dari
faktor genetic dan lingkungan pasien.5
Lemak pada abdomen ,tidak seperti lemak subkutan,dimana lemak
abomen lebih resisten pada efek antilipolitik dari insulin yang
menyebabkan pelepasan berlebih dari asam lemak bebas. Tingginya kadar
asam lemak bebas menyebabkan resistensi insulin pada hepar dan sel otot
yang akan menyebabkan peningkatan dari proses glukoneogenesis di hepar
dan inhibisi dari absorbsi glukosa yang dimediasi oleh insulin. Sebagai
tambahan, jika sel adiposit menjadi terlampau besar sel ini menjadi tidak
dapat menampung tambahan lemak lainnya. Sebagai alternatif, lemak akan
disimpan di otot, hepar dan sel pankreas yang akan semakin memperburuk
keadaan resistensi insulin pada organ-organ tersebut.5,6
Resistensi insulin, dan peningkatan glukosa dalam sirkulasi
menyebabkan pankreas untuk melepaskan insulin dalam jumlah besar
(hiperinsulinemia). Akhirnya, kadar insulin yang tinggi tidak dapat
dikontrol dan fungsi sel beta pankreas mulai menurun, dan menyebabkan
penurunan dari pengeluaran insulin. Saat sudah sampai pada tahap ini,
gejala dari diabetes mellitus tipe 2 mulai terlihat jelas. Pada saat seseorang
terdiagnosa dengan diabetes melitus tipe 2 biasanya sudah kehilangan
sekitar 50% dari fungsi sel beta pankreas.6

1.7 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala diabetes telah diabaikan oleh banyak orang
karena perkembangan penyakit yang berjalan secara kronos. Orang tidak
menganggap ini sebagai masalah serius karena tidak seperti kebanyakan
penyakit lain, konsekuensi dari hiperglikemia tidak segera dirasakan oleh
penderita DM. orang tidak menyadari bahwa kerusakan organ dapat
dimulai beberapa tahun sebelum gejala dirasakan oleh penderita.8
Beberapa pasien penderita diabetes mellitus mungkin mengalami
gejala-gejala seperti dibawah ini:7

4
 Gejala Klasik (poliuri, polidipsi, polifagia)
 Keluhan lain: Penurunan berat badan yang tidak diketahui
sebabnya, lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
gangguan ereksi pada pria serta prutitus vulva pada
wanita.10
 Gejala komplikasi mirko maupun makrovaskular
( nefropati, retinopati, neuropati perifer, kelainan
kardiovaskular, tanda-tanda ulkus diabetikum)

1.8 Diagnosis
Diagnosis DM menurut American Diabetic Association (ADA)
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah jika ditemukan
salah satu dari kondisi di bawah ini: ditemukan kadar HbA1c≥6.5%, gula
darah puasa (fasting plasma glucose) ≥126mg/dL, gula darah 2 jam
sesudah makan (post prandial) ≥200mg/dL, adanya gejala klasik
hiperglikemia (sering merasa lapar (polyphagia), sering berkemih
(polyuria), sering haus (polydipsia)) dengan kadar glukosa darah sewaktu
≥200g/dL.9

Tabel 1. Kriteria Diagnosa Diabetes Mellitus

Kadar HbA1c ≥ 6.5%

Atau

Gula darah Puasa ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L)

Atau

Gula darah 2 jam PP ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)

Atau

Pasien dengan gejala klasik dengan


kadar gula darah sewaktu ≥ 200mg/dL (11.1 mmol/L)

5
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan penyaring yang ditujukan
pada masyarakat yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukan
adanya gejala DM. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT maupun GDPT sehingga dapat ditangani lebih dini
secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa dimana merupakan tahapan sementara sebelum
terjadinya DM.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada
pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan
konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan


penyaring dan diagnosis DM

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau


kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi:
toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT). 10
 Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/d; dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma-2 jam <140 mg/dl.

6
 Toleransi glukosa terganggu (TGT): hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa
plasma puasa <100 mg/dl.
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%

Tabel 3. Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes


dan Prediabetes

1.9 Tatalaksana
Pada pasien DM yang baru terdiagnosis adalah mengubah pola
hidup dan dapat juga ditambahkan dengan penggunaan metformin. 11
prinsip dari mengubah pola hidup menjadi pola hidup sehat adalah dengan
diet dan meningkatkan aktivitas fisik. Terlalu banyak makan dan jarang
dalam melakukan aktivitas fisik adalah dua faktor risiko utama untuk
terjadinya DM tipe 2, sehingga tidaklah mengejutkan jika merubah gaya
hidup seperti mengurangi asupan kalori dan meningkatkan aktivistas fisik
memiliki hasil yang bagus untuk mengontrol kadar gula darah dan risiko
penyakit kardiovaskular.12 Meskipun perubahan gaya hidup merupakan
cara yang cukup aman dan tidak memerlukan biaya yang besar untuk
dilakukan, tindakan merubah gaya hidup ini harus dilakukan bukan hanya
pada saat pasien pertama kali terdiagnosis DM namun sepanjang
perjalanan penyakit DM pasien juga harus tetap menjaga gaya hidup nya.

7
Namun, kesuksesan jangka panjang dari perubahan gaya hidup ini untuk
mengontrol kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 terbatasi oleh
beberapa hal antara lain, karena kegagalan untuk menurunkan berat badan,
berat badan yang semakin bertambah seiring waktu, perburukan dari
penyakitnya, atau kombinasi dari beberapa faktor di atas sehingga
mayoritas dari pasien akan membutuhkan farmakoterapi untuk mengontrol
kadar gula darah.
a) Terapi nutrisi medis (TNM)10
Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM
tipe 2 secara komprehensif. Kunci keberhasilan dari TNM adalah
keterlibatan secara menyeluruh dari dokter, ahli gizi, petugas kesehatan
lain serta pasien dan keluarganya. Guna mencapai sasaran terapi TNM
sebagiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penderita DM.
Prinsip pengaturan makan dari penderita DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penderita
DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin.
i. Komposisi makanan yang dianjurkan
 Karbohidrat : dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energy,
terutama karbohidrat berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total
<130 g/hari tidak dianjurkan. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5%
total asupan energy. Pemanis alternative dapat digunakan sebagai
penggantu glukosa asalkan tidak melebihi batas aman konsumsi
harian. Dianjurkan untuk makan 3 kali sehari dan bila perlu dapat
diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain
sebagai bagian kebutuhan kalori harian.
 Lemak : asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan
kalori, dan tidak boleh lebih dari 30% total asupan energi, bahan
makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

8
lemak jenuh dan lemak trans (daging berlemak dan susu
fullcream), konsumsi kolesterol dianjurkan <200 mg/hari.
Komponen yang dianjurkan :
- Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda ,10%
- Selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal
 Protein : Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energy.
Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
Pada pasien dengan nefropatik diabetic perlu dilakukan penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologi tinggi.
Pada penderita DM yang telah hemodialysis, asupan protein
menjadi 1-1,2 g/kgBB perhari.
 Natrium : anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama
dengan orang sehat yaitu <2300 mg perhari kecuali jika
penyandang DM juga menderita hipertensi maka perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual.
 Serat : penderita DM dianjurkan mengkonsumsi serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat tinggi serat.
Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari.
ii. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara menentukan jumlah kalori yang diperlukan pasien
DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah
atau dikurangi bergantung beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
- Jenis kelamin

9
Kebutuhan kalori sabar per hari untuk perempuan adalah 25
kal/kgBB sedangkan untuk pria 30 kal/kbBB
- Umur
Pasien diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk tiap
decade antara 40 dan 59 tahun. Pasien usia 60-69 tahun dikurangi
10%, pasien usia >70 tahun dikurangi 20%.
- Aktivitas fisik atau pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai intensitas aktivitas fisik.
o Penambahan 10% dari kebutuhan basal pada keadaan istirahat
o Penambahan 20% pada pasien aktivitas ringan (pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga)
o Penambahan 30% pada aktivitas sedang (pegawai industri
ringan, mahasiswa)
o Penambahan 40% pada aktivitas berat (petani, buruh, atlet)
o Penambahan 50% pada aktivitas sangat berat (tukang becak,
tukang gali)
- Stress metabolik: penambahan 10-30% tergantung beratnya stress
metabolik (sepsis, operasi, trauma)
- Berat badan
Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dkurangi 20-30%
tergantung tingkat kegemukan. Penyandang DM yang kurus
kebutuhan kalori ditambah 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
tingkatkan BB. Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-
1200 kal/hari untuk wanita dan 1200-1600 kal/hari untuk pria.

b) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM
tipe 2. Kegiatan jasmani sehari-hari dan dilakukan secara teratur 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu.
Jeda antar istirahat tidak melebihi 2 hari berturut-turut.10

10
Dianjurkan melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum
aktivitas fisik. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dl dianjurkan
menunda aktivitas fisik.10
Kegiatan sehari-hari bukan termasuk dalam aktivitas fisik
meskipun dianjurkan untuk tetap aktif setiap hari. Aktivitas fisik selain
untuk menjaga kebugaran tubuh juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan yang
bersifat aerobic dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging dan berenang.10
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani tiap pasien DM. intensitas latihan jasmani pada pasien
DM yang relative sehat dapat ditingkatkan, sedangkan pada penderita DM
yang disertai komplikasi, intensitas latihan perlu dikurangi dan
disesuaikan dengan masing-masing individu.10

c) Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmasni


selama beberapa waktu (2 – 4) minggu. Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan
mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus
diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.13
1) Obat Hipoglikemik Oral
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea

11
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea
kerja panjang.

2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin


Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan
juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

12
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular,
sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)


Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan flatulens
Mekanisme pemberian OHO dimulai dari dosis kecil dan
ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah.

2) Insulin
Terapi insulin memiliki keuntungan yang sangat besar dalam
meningkatkan control glikemik yang lebih baik dibandingkan
penggunaan OHO, tetapi berhubungan dengan tingginya risiko
hipoglikemia dan peningkatan berat badan.13
Insulin basal sendiri atau dalam kombinasi dengan OHO mudah
diberikan pada pasien dan merupakan pilihan yang lebih disukai. Insulin
basal baik yang intermediate acting dan long acting adalah insulin awal
yang paling aman digunakan. Penggunaan insulin basal long acting
(glargine, detemir dan degludec) terbukti mengurangi risiko

13
hipoglikemia dibandingkan dengan neutral protamine Hagedorn (NPH)
pada pasien DM tipe 2, insulin ini lebih disukai daripada NPH pada
pasien dengan riwayat hipoglikemia.13
Baru-baru ini, terdapat beberapa preparat insulin basal
terkonsentrasi (U-300 glargine dan U-200 degludec) dikembangkan
untuk memungkinkan injeksi insulin basal dengan dosis yang lebih
tinggi. Produk insulin yang telah dicampur sebelumnya mengandung
komponen basal dan prandial (NPH / regular 70/30, campuran aspart
70/30 atau campuran lispro 50/50), yang memungkinkan tercakupnya
kebutuhan insulin basal dan prandial dalam satu suntikan.13

Pemberian insulin diperlukan pada keadaan:14


 Hiperglikemia berat dengan ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Insulin sendiri bukanlah pengobatan yang ideal untuk DM tipe 2 yang tidak
terkontrol dengan baik, karena dikaitkan dengan adanya peningkatan berat
badan dan control glikemik yang tidak adekuat. Berbagai kombinasi insulin
dengan OHO sekarang tersedia dan dapat digunakan secara luas. Pada pasien
dengan DM tipe 2 pada OHO maksimum yang dapat ditoleransi, metformin
terbukti lebih baik dibandingkan placebo dalam menurunkan kebutuhan insulin
dan meningkatkan kontrol glikemik.13
Insulin yang diberikan secara intensif dapat di titrasi dosisnya dan dapat
dilakukan modifikasi regimen. Setelah pemberian regimen insulin awal telah
stabil, titrasi dosis untuk menyesuikan kadar insulin berdasarkan kadar gula
puasa dan setelah makan. Jika kadar HbA1c pasien masih di atas target dengan
kadar glukosa darah puasa yang dapat diterima pada pemberian insulin basal,

14
pilihan untuk intensifikasi pengobatan adalah dengan pemberian injeksi tunggal
insulin kerja cepat (lispro, aspart atau glulisine) pada saat makan terbesar,
pemberian GLP-1 atau beralih ke suntikan insulin yang telah dicampur
sebanyak 2 kali sehari. Rekomendasi ini berdasarkan pada hasil pemberian
insulin basal ditambah injeksi tunggal dari insulin kerja cepat atau GLP-1
sehari 2 kali.13

Gambar 1. Tatalaksana Diabetes Mellitus11

15
Gambar 2. Alogaritma Pemberian Insulin pada Penderita DM13

1.10 Komplikasi
Komplikasi dari DM dapat dibagi menjadi dua yaitu komplikasi
mikrovaskular (retinopati diabetika, neuropati diabetika, dan nefropati diabetika)
dan komplikasi makrovaskular (aterosklerosis).15

Mekanisme utama terjadinya komplikasi makrovaskular adalah proses


aterosklerosis. Salah satu contoh dari penyakitnya adalah Cardiovascular disease
(CVD) dimana penyakit ini merupakan penyebab utama (~70%) dari kematian
pada komplikasi makrovaskular.(17) Proses aterosklerosis ini mengakibatkan
terjadinya penyempitan dari dinding pembuluh arteri di dalam tubuh.
Aterosklerosis diketahui sebagai akibat dari inflamasi kronik dan perlukaan dari
dinding pembuluh arteri di pembuluh darah perifer maupun sistem pendarahan
koroner. Karena pada aterosklerosis terjadi perlukaan dan inflamasi endotel,
lemak teroksidasi dari partikel LDL ter akumulasi pada dinding endotel dari

16
pembuluh arteri. Angiotensin 2 mengakibatkan oksidasi dari partikel tersebut.
Monosit melakukan infiltrasi ke dalam dinding pembuluh arteri dan ber
diferensiasi menjadi makrofag, yang mengumpulkan lemak teroksidasi tersebut
menjadi foam cell. Saat sudah terbentuk, foam cell akan menstimulasi proliferasi
makrofag dan menarik sel limfosit T. Sebagai akibat kejadian tersebut, limfosit T
akan menginduksi proliferasi sel otot polos pada dinding pembuluh arteri dan
terjadi akumulasi kolagen. Konsekuensi akhir dari proses di atas adalah
pembentukan lesi aterosklerosis kaya lemak dengan penutup fibrosa. Jika lesi ini
ruptur akan mengakibatkan infark akut vaskular.15
Retinopati diabetika (RD) adalah komplikasi mikrovaskular yang dapat
mengenai retina, makula ataupun keduanya dan merupakan penyebab utama dari
pengurangan kemampuan penglihatan maupun kebutaan pada pasien DM, secara
histology RD dapat dilihat dari kehilangan perisit yang berfungsi untuk mengatur
tonus kapiler. Tingkat keparahan dari RD bertambah beriringan dengan lamanya
mengalami DM.16
Neuropati diabetika menurut ADA adalah adanya gejala dan atau tanda
dari kelainan disfungsi saraf perifer pada pasien dengan DM setelah tidak
ditemukannya penyebab kelainan saraf lainnya.(9) Diperkirakan separuh dari
penderita DM mengalami neuropati diabetika. Neuropati diabetika dapat
bermanifestasi sebagai kehilangan sensasi seperti sentuhan, ataupun dapat
bermanifestasi sebagai kelainan saraf otonom seperti abnormalitas detak
jantung.16
Nefropati diabetika merupakan penyebab utama dari gagal ginjal di
Amerika Serikat. Manifestasi dari nefropati diabetika yaitu terdapatnya
proteinuria >500mg dalam 24jam pada pasien DM. Sebelum munculnya
proteinuria ditemukan proteinuria yang lebih ringan atau disebut
mikroalbuminuria muncul terlebih dahulu. Mikroalbuminuria adalah terdapatnya
ekskresi albumin dalam urin sebanyak 30-299mg/24jam. Sebanyak 7% pasien
DM tipe 2 diketahui telah mengalami gejala mikroalbuminuria saat mereka
terdiagnosis menderita DM.10

17
Berikut ini dilampirkan peresntase komplikasi dari diabetes melitus di
RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM)

Gambar 2. Persentase Komplikasi Diabetes Melitus di RSCM tahun 2011


MCI : Mild Cognitive Impairment
PAD : Peripheral Arterial Disease
Berdasarkan data diatas didapakan komplikasi terbanyak dari diabetes
mellitus adalah neuropati yang dialami oleh 54% penderita diabetes melitus yang
dirawat di RSCM pada tahun 2011 diikuti retinopati diabetik dan proteinuria.

1.11 Prognosis
DM meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya komplikasi
kardiovaskular maupun kematian, namun terdapat berbagai variabel yang
mempengaruhi seperti usia permulaan diabetes, durasi dari diabetes, kontrol
glukosa, kontrol tekanan darah, kontrol kadar lemak, fungsi ginjal, dan faktor
lainnya. Ketika DM tipe 2 terdiagnosa pada usia 40 tahun, seorang pria
diperkirakan mengalami pengurangan masa hidup nya sekitar 5.8 tahun dan
sebanyak 6.8 tahun untuk wanita.17 Besaran angka mortalitas secara umum pada
penderita DM tipe 2 yaitu lebih tinggi 15% dibandingkan orang lain pada usia
yag sama.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care.2013; 36:67-74.
2. Zheng Y, Ley SH, Hu FB. Global aetiology and epidemiology of type 2
diabetes mellitus and its complications. Nature Reviews
Endocrinology.2017;14(2): 88 – 95
3. Goyal R, Jialal I. Diabetes Mellitus Type 2. Treasure Island (FL):StatPearls
Publishing.2021. Accessed on: 3rd April 2021. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513253/
4. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care 2014;37; 81-90
5. Skyler JS, Bakris GL, Bonifacio E, Darsow T, Eckel PH, Groop L, et al.
Differentiaion odf Diabetes by Pathophysiology, Natural History, and
Prognosis. Diabetes.2017;66:241-55.
6. Garcia UG, Vicente AB, Jebari S, Sebal AL, Siddiqi H, Uribe KB, et al.
Pathophysiology of Type 2 Diabetes Mellitus. Int.J.Mol.Sci.2020;21.6275.
7. World Health Organization. Diabetes Programme. Accessed on: 3rd April
2020. Available at:
https://www.who.int/diabetes/action_online/basics/en/index1.html
8. Ramachandran A. Know the Signs and Symptoms of Diabetes. Indian J Med
Res.2014;140(5):579-81. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311308/
9. American Diabetes Association. Classification and Diagnosis of Diabetes.
Diabetes Care 2015;38:8-16
10. Rudijanto A, Yuwono A, Shahab A, Pramono B, Lindarto D, Purnamasari D,
et al. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2015. Pb Perkeni. 2015.

19
11. American Diabetes Association. Approaches to Glycemic Treatment. Diabetes
Care 2015;38(1):41-8.
12. Galaviz KI, Narayan V, Lobelo F, Weber MB. Lifestyle and the Prevention of
Type 2 Diabetes: A Status Report. American Journal of Lifestyle
Medicine.2015;12(1):4-20.
13. Lee BW, Kim JH, Ko SH, Hur KY, Kim NH, Rhee SY, et al. Insulin Therapy
for Adult Patients with Type 2 Diabetes Mellitus: A Position Statement of the
Korean Diabetes Association. Diabetes Metab J.2017;41:367-73.
14. Konsensus Pengelolaan dan Penegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Perkeni. 2006. Accessed on: 3rd April 2021. Available at:
https://www.pbpapdi.org/images/file_guidelines/12_Konsensus
%20Pengelolaaln%20dan%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus%20Tipe
%202%20di%20Indonesia%202006.PDF
15. Fowler MJ. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes.
Diabetes Care.2008; 26:77-82.
16. Cade WT. Diabetes-Related Microvascular and Macrovascular Diseases in the
Physical Therapy Setting. Phys Ther.2008; 88:1322-35.
17. Gregg EW, Li Y, Wang J. Changes in diabetes-related complications in the
united states, 1990 – 2010. N Engl J Med.2014. 370(16): 1514-23.

20

Anda mungkin juga menyukai