Anda di halaman 1dari 45

DIABETES MELLITUS

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2021
Definisi

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok


penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.
Epidemiologi

IDF memperkirakan terdapat 463 juta


orang pada usia 20-79 tahun di dunia yang
menderita diabetes pada tahun 2019.
Angka diprediksi terus meningkat hingga
mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700
juta di tahun 2045. Indonesia berada di
peringkat ke-7 diantara 10 negara dengan
jumlah penderita diabetes terbanyak, yaitu
sebesar 10,7 juta.
Klasifikasi
DIABETES MELITUS TIPE 1

Kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan


metabolisme glukosa yang ditandai oleh
hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh
kerusakan sel β pankreas baik oleh proses autoimun
maupun idiopatik sehingga produksi insulin
berkurang bahkan terhenti

Kasus DM tipe-1 terjadi 5-10% dari seluruh jumlah penderita


diabetes, dan lebih dari 90% penderita diabetes pada anak
dan remaja adalah DM tipe-1. Insidens DM tipe-1 lebih
tinggi pada ras Kaukasia dibandingkan ras-ras lainnya.
PATOGENESIS
Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam
terjadinya DM tipe-1.

Faktor genetik dikaitkan dengan pola Human Leukocyte


Antigen (HLA) tertentu, tetapi sistem HLA bukan
merupakan faktor satu-satunya ataupun faktor dominan pada
patogenesis DM tipe-1. Sistem HLA berperan sebagai suatu
susceptibiity gene atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu
faktor pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus,
toksin dll) untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe-1 pada
seseorang yang rentan.
Perkembangan diabetes tipe 1 terjadi dalam 3 tahap:

-Tahap 1 tidak menunjukkan gejala dan ditandai dengan


glukosa puasa normal, toleransi glukosa normal, dan adanya
lebih dari atau sama dengan 2 autoantibodi pankreas.

-Tahap 2 adanya lebih dari atau sama dengan 2 autoantibodi


pankreas dan disglikemia, glukosa plasma puasa 100 hingga
125 mg/dl atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 140
hingga 199 mg/dL atau HbA1C antara 5,7 % hingga 6,4%.
Individu tetap asimtomatik.

-Tahap 3 terdapat diabetes atau hiperglikemia dengan gejala


klinis dan dua atau lebih autoantibodi pankreas.
GAMBARAN KLINIS PENGELOLAAN
DM TIPE 1
• Poliuria
• Nokturia Pengelolaan DM tipe-1 meliputi
• Enuresis pemberian insulin, pengaturan
• Penurunan berat badan yang makan, olahraga, dan edukasi,
cepat 2-6 minggu sebelum yang didukung oleh pemantauan
diagnosis ditegakkan mandiri (home monitoring).
• Polifagia
• Gangguan penglihatan

Apabila gejala-gejala klinis ini


disertai hiperglikemia maka
diagnosis DM tidak diragukan
lagi.
DIABETES MELITUS TIPE 2
DIABETES MELITUS TIPE 2
Insulin Resistance
1. The inability of insulin to produce its usual biological effects at
circulating concentration that are effective in norma subjects

2. Resistance can develop to all aspects of insulin action for many


different respons to degrees that vary between and within
individuals

3. The most common condition associated with insulin resistance is


thah increasingly sedentary life style
PATOGENESIS DM TIPE 2
From Ominous Octet to Egregious Eleven
PATOGENESIS DM TIPE 2
From Ominous Octet to Egregious Eleven
1. Kegagalan sel beta pankreas : Terjadi kerusakan sel-sel B pankreas
sehingga menyebabkan defisiensi insulin.

2. Disfungsi sel alfa pankreas : sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon
yang dalam keadaan puasa kadarnya di plasma akan meningkat.

3. Sel lemak : sel yang resisten terhadap efek antilipolisis insulin


menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar FFA dalam plasma.

4. Otot : gangguan kinerja insulin di intramioselular sehingga terjadi


gangguan transport glukosa dalam sel otot.

5. Hepar : peningkatan produksi glukosa karena resistensi insulin.

6. Otak : terjadi peningkatan asupan/nafsu makan karena adanya


resistensi insulin di otak.
7. Kolon/microbiota : perubahan komposisi microbiota berkontribusi dalam
keadaan hiperglikemia.

8. Usus halus : Defisiensi GLP-1 dan resistensi hormon GIP.

9. Ginjal : Peningkatan ekspresi gen SGLT-2 sehingga terjadi peningkatan


reabsorbsi glukosa di tubulus ginjal.

10. Lambung : Penurunan produksi amylin sehingga terjadi percepatan


pengosongan lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di usus halus.

11. Sistem imun : inflamasi berhubungan dengan pathogenesis DM Tipe 2.


Faktor Risiko
First-degree relative DM Obesitas (IMT >25 kg/m2)

Usia >45 tahun Aktivitas fisik kurang

Ras/etnis Diet tak sehat (rendah serat,


tinggi glukosa)
Riwayat GDM atau HDL <35 mg/dL atau
melahirkan bayi BBL >4 kg Trigliserida >250mg/dL
Riwayat lahir dengan BB Riwayat penyakit
rendah <2,5 kg kardiovaskuler
Diagnosis

Gejala Klasik DM: Keluhan lain:

1. Poliuria 1. Lemah badan


2. Polidipsia 2. Kesemutan
3. Polifagia 3. Gatal
4. Penurun BB tanpa 4. Mata kabur
sebab yang jelas 5. Disfungsi ereksi (pria)
6. Pruritus vulva (wanita)
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2
Jika pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka digolongkan ke kelompok
prediabetes meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).

1. GDPT : Glukosa 2. TGT : Glukosa plasma 3. Diagnosis prediabetes


plasma puasa 100-125 2 jam setelah TTGO juga dapat ditegakkan jika
mg/dL dan pemeriksaan antara 140-199 mg/dL hasil pemeriksaan HbA1c
TTGO glukosa plasma 2 dan glukosa plasma puasa menunjukkan angka 5,7-
jam <140 mg/dL. <100 mg/dL. 6,4%.
Tujuan Tata Laksana

Jangka Pendek : Menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas


hidup, mengurangi resiko komplikasi akut

Jangka Panjang : Mencegah dan menghambat progresivitas penyulit


mikroangiopati dan makroangiopati.

Tujuan Akhir : Menurunkan morbiditas dan mortalitas DM.


Langkah-langkah penatalaksanaan umum meliputi:

1. Riwayat Penyakit

2. Pemeriksaan Fisik: Pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran


tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.

3. Evaluasi Laboratorium, meliputi: pemeriksaan kadar glukosa darah


puasa dan 2jam setelah TTGO dam Pemeriksaan kadar HbA1c.

4. Penapisan Komplikasi
Tatalaksana Khusus

2 4
Terapi Farmakologis
Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi farmakologis diberikan
Penderita DM perlu diberikan bersama dengan pengaturan makan
penekanan mengenai pentingnya dan latihan jasmani (gaya hidup
keteraturan jadwal makan, jenis dan sehat). Terapi farmakologis terdiri
jumlah kandungan kalori. dari obat oral dan bentuk suntikan

Edukasi
Latihan Fisik
Edukasi dengan tujuan promosi
hidup sehat, perlu selalu dilakukan
Aktivitas Fisik 3-5 kali perminggu
sebagai bagian dari upaya selama sekitar 30-45 menit, dengan
pencegahan dan merupakan bagian
total 150 menit perminggu.
yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik.
Terapi Farmakologis
Diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani/gaya hidup sehat.
INSULIN
1. Tujuan Terapi Insulin adalah menirukan pola sekresi insulin
endogen pada individu normal.
2. Jenis Insulin:
Terapi Farmakologis
Obat Antihiperglikemia suntik
1. Insulin, digunakan pada keadaan: 2. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
- HbA1c saat diperiksa >7.5% dan Agonis GLP-1 mempunyai efek
sudah menggunakan satu atau dua menurunkan BB, menghambat
obat antidiabetes pelepasan glukagon, menghambat nafsu
- HbA1c saat diperiksa 9% makan, memperlambat pengosongan
- Penurunan BB yang cepat lambung sehingga menurunkan glukosa
- Hiperglikemia disertai ketosis darah postprandial.
- Krisis hiperglikemia ES : rasa begah dan muntah
- Gagal kombinasi OHO dosis optimal
- Kontraindikasi atau alergi OHO
ES : Hipoglikemia, alergi insulin
Algoritma Tatalaksana DM Tipe 2
Definisi DM yang terkendali baik adalah apabila kadar glukosa darah, kadar lipid, dan HbA1c mencapai kadar
yang diharapkan, serta status gizi maupun tekanan darah sesuai target yang ditentukan.
Perencanaan Makan
Jumlah kalori basal per hari :
1. Laki-laki 30 kal/kgBB ideal
2. Wanita 25 kal/KgBB ideal

Perencanaan makan pada pasien dm tipe 2 :


3. Karbohidrat 45-65 % total asupan energi (karbohidrat nonolahan
berserat tinggi dibagi dalam 3x makan/hari)
4. Lemak 20-25% kebutuhan kalori (batasi lemak jenuh dan lemak
trans, seperti daging berlemak, whole milk, konsumsi kolesterol<
200mg/hari)
5. Protein 10-20% total asupan energi (daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu,
tempe)
6. Natrium < 3 g atau 1 sdt garam dapur
7. Serat ± 25 g/hari ( sayuran dan buah)
Penyulit Diabetes Melitus
Penyulit Akut Penyulit Menahun
1. Krisis Hiperglikemia 1. Makroangiopati (PJK, cluadicatio
- Ketoasidosis Diabetik (KAD) : peningkatan intermittent, stroke).
KGD (300-600 mg/dL) disertai tanda dan 2. Mikroangiopati (retinopati diabetik,
gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. neftropati diabetik, neuropati,
- Status Hiperglikemia Hiperosmolar (SHH) : kardiomiopati.
KGD (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan
gejala asidosis.
2. Hipoglikemia yaitu KDG <70 mg/dL.
Pencegahan
1. Perubahan gaya hidup : pengaturan pola makan, meningkatkan aktifitas fisik
dan latihan jasmani, menghentikan kebiasaan merokok.

2. Pada kelompok risiko tinggi diperlukan intervensi farmakologis.

3. Deteksi dini penyulit/komplikasi.

4. Pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi dan pengobatan yang optimal.
Ketoasidosis Diabetikum & Hiperglikemia
Hiperosmolar
• Merupakan bagian dari spektrum krisis hiperglikemia yang
merupakan komplikasi metabolic akut DM yang serius.

• Manifestasi utama: defisiensi insulin dan hiperglikemia berat

• KAD terjadi bila terdapat defisiensi insulin yang berat sehingga


tidak hanya menimbulkan hiperglikemia dan dehidarasi berat,
namun juga meningkatkan produksi keton dan asidosis.

• SHH terjadi bila terdapat defisiensi insulin yang relative


(terhadap kebutuhan insulin) sehingga menimbulkan dehidrasi
dan hiperosmolaritas tanpa disertai asidosis.
Kriteria Diagnosis KAD dan SHH
TERAPI
• Prinsip: Mengoreksi kelainan patofisiologis yang mendasari yaitu
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kadar glukosa darah,
gangguan asam basa, serta mengatasi faktor pencetus.

• Tujuan utama pengobatan KAD: menghentikan proses ketosis

• Terapi KAD dan SHH: Pemberian cairan, koreksi elektrolit dan asam
basa, dan terapi insulin.

• Hal pertama yang harus dilakukan: Resusitasi Cairan untuk memperbaiki


deplesi volume cairan dalam tubuh.
CASE
• Ny. R, 54 tahun, IRT, Aceh Besar
• TD 134/85 mmHg
• 5 kg weight loss selama 2 bulan terakhir
• Poliuria, Polidipsi, Mudah lelah, Kaki terasa kesemutan
• Tidak ada gejala shortness of breath, chest pain,maupun
penglihatan terganggu
• Riwayat Keluarga:
-Ibu pasien: Diabetes Melitus Tipe 2
CASE
• Riwayat Kebiasaan sosial
-Pasien memiliki kebiasaan konsumsi teh manis pada pagi
hari dengan gula 2-3 sendok
-Meal pattern: porsi besar karbohidrat dalam piring dan
sering snacking
-Exercise: Pasien jarang exercise, aktivitas ringan
• Pasien telah terdiagnosa DM tipe 2 pada satu bulan yang
lalu dengan GDP 240 mg/dL, dengan terapi Metformin
3x500 mg, namun pasien hanya konsumsi selama 1 mgg
Physical Examination - Laboratorium

• BP: 134/85 mmHg


• BB 52 kg, TB 155 cm, BMI: 21,6 kg/m2
• General Examination: normal range
• Normal peripheral artery pulsation

GDS: 774 mg/dL


CASE (2)
• Ny. SW, 55 tahun. IRT, Ulee Lheu
• TD 119/86 mmHg
• 10 kg weight gain selama beberapa tahun terakhir dengan
aktivitas fisik ringan
• No symptom Poliuria, Polidipsi, Mudah lelah, Kaki terasa
kesemutan, shortness of breath, chest pain, maupun
penglihatan terganggu
• Riwayat Keluarga
-Ibu pasien: Diabetes Melitus Tipe 2
CASE (2)
• Riwayat Kebiasaan sosial
-Meal pattern: porsi besar karbohidrat dalam piring, namun
sekarang sudah mengatur jumlah konsumsi hariannya
-Exercise: Jalan pagi -+ 30 menit/hari 3x seminggu

• Riwayat Konsumsi Obat:


-Metformin 3x500 mg
-Glikuidon 1x30 mg
Physical Examination - Laboratorium

• BP: 119/86 mmHg


• BB 55 kg, TB 158 cm, BMI: 22,0 kg/m2
• General Examination: normal range
• Normal peripheral artery pulsation

GDS: 400 mg/dL


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai