Anda di halaman 1dari 10

DIABETES MELLITUS TIPE 2

No. : 002/PPK/2022
Dokumen
PPK No. Revisi : 01
Tanggal : 28 Desember 2022
Halaman : 1-9

UPTD PUSKESMAS
dr. Diana Eka
NGEMPLAK
Ratnasari
SIMONGAN

1. Pengertian Diabetes Melitus (DM) tipe 2, menurut American Diabetes Association


(ADA) adalah kumpulan gejala yang ditandai oleh hiperglikemia akibat
defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin atau
kedua-duanya.
2. Anamnesis 1. Polifagia

2. Poliuri

3. Polidipsi

4. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya

Keluhan tidak khas:

1. Lemah

2. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)

3. Gatal

4. Mata kabur

5. Disfungsi ereksi pada pria

6. Pruritus vulvae pada wanita

7. Luka yang sulit sembuh


3. Faktor 1. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)
Resiko
2. Riwayat penyakit DM di keluarga

3. Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi


1 / 10
hipertensi)

4. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah
didiagnosis DM Gestasional

5. Perempuan dengan riwayat PCOS (Polycistic Ovary Syndrome)

6. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi


Glukosa Terganggu)

7. Aktifitas jasmani yang kurang


4. Pemeriksaa 1. Pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, tekanan darah
n Fisik 2. Pemeriksaan funduskopi
3. Evaluasi nadi dan denyut jantung baik secara palpasi maupun
dengan stetoskop
4. Pemeriksaan kaki secara komprehensif: evaluasi kelainan vaskular,
neuropati dan adanya deformitas, pemeriksaan ankle-brachial
indeks (ABI) pada kedua tungkai untuk mengetahui adanya
komplikasi ulkus maupun peripheral anterial disease (PAD)
5. Pemeriksaan kulit (achantosis nigricans, bekas luka,
hiperpigmentasi, necrobiosis diabeticorum, kulit kering dan bekas
lokasi penyuntuk insulin)
5. Kriteria 1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. (derajat
diagnosis rekomendasi B). Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori
minimal 8 jam; atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2 jam setelah tes
toleransi glukosa oral (TTGO) dengan beban 75 gram. (derajat
rekomendasi B); atau
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan
klasik; atau
4. Pemeriksaan HbA1C ≥ 6,5% dengan menggunakan metode
Highperformance Liquid Chromatography (HPLC) yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NSGP). (derajat rekomendasi B)

2 / 10
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM dapat
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes. Prediabetes
mencerminkan kegagalan kompensasi sel beta pankreas pada
keadaan resistensi insulin. Pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendiagnosis prediabetes adalah :
1. Glukosa darah puasa 100-125 mg/dL, atau
2. Glukosa darah 2 jam setelah TTGO 140-200 mg/dL, atau
3. HbA1C 5,7-6,4%
Prediabetes dapat dibedakan menjadi glukosa puasa terganggu (GPT),
toleransi glukosa terganggu (TGT) dan campuran keduanya. Glukosa
puasa terganggu (GPT) bila hasil pemeriksaan glukosa puasa antara
100-125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa 2 jam < 140 mg/dL.
Toleransi glukosa terganggu (TGT) bila hasil pemeriksaan glukosa 2
jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dL.
6. Diagnosis Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
Klinis darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria
7. Diagnosis -
banding
8. Pemeriksaa 1. Gula Darah Puasa
n Penunjang 2. Gula Darah 2 jam Post Prandial
3. HbA1C
4. Urinalisis
5. Funduskopi
6. Pemeriksaan fungsi ginjal
7. EKG
9. Terapi Terapi untuk Diabetes Melitus dilakukan dengan modifikasi gaya hidup
dan pemberian obat (algoritma pengelolaan DM tipe 2). Modifikasi gaya
hidup dengan memberikan konseling dan edukasi, perencanaan

3 / 10
makan, latihan fisik dan terapi farmakologis.

Perencanaan Makan
1. Karbohidrat 45 – 65 %
2. Protein 15 – 20 %
3. Lemak 20 – 25 %
Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari.
Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh
(MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA
(Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah
kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori basal per hari:
1. Laki-laki: 30 kal/kg BB idaman
2. Wanita: 25 kal/kg BB idaman
Rumus Broca:* Berat badan idaman = ( TB – 100 ) – 10 % *Pria <
160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 % lagi.
BB kurang : < 90 % BB idaman
BB normal : 90 – 110 % BB idaman
BB lebih : 110 – 120 % BB idaman
Gemuk : >120 % BB idaman
Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari):
1. Status gizi:
a. BB gemuk - 20 %
b. BB lebih - 10 %
c. BB kurang + 20 %
2. Umur > 40 tahun : - 5 %
3. Stres metabolik (infeksi, operasi,dll): + (10 s/d 30 %)
4. Aktifitas:
a. Ringan + 10 %
b. Sedang + 20 %
c. Berat + 30 %
5. Hamil:
a. trimester I, II + 300 kal
b. trimester III / laktasi + 500 kal

Latihan fisik
a. Latihan fisik sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran fisik. Intensitas latihan fisik pada pasien DM yang relatif
sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada pasien DM yang disertai
4 / 10
komplikasi intensitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan
dengan masing-masing individu.
b. Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per minggu
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
c. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk
dalam latihan fisik. Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
d. Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat
aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging dan
berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara
mengurani 220 dengan usia pasien.
e. Pada pasien DM tanpa kontaindikasi (contoh: osteoartritis,
hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan
juga melakukan resistance training (latihan beban) 2-3
kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter.

Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntukan. Pemilihan jenis Obat Anti Diabetik (OAD)
dan insulin bersifat individual tergantung kondisi pasien dan sebaiknya
mengkombinasi obat.

5 / 10
Cara pemberian OAD, terdiri dari:
a. OAD dimulai dengan dosisi kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis
optimal
b. Sulfonilurea: 15-30 menit sebelum makan
c. Metformin: sebelum/pada saat/sesudah makan
d. Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan
pertama

Prinsip Terapi Inisiasi, Optimisasi dan Intensifikasi Insulin


Terapi inisiasi insulin dapat diberikan pada pasien DM baru dengan ciri
gejala atau tanda dekompensasi metabolik atau pasien DM lama
dengan kombinasi OHO namun tidak terkontrol.

6 / 10
Keterangan Bagan:
OHO: obat hipoglikemik oral; GLP-1 RA (Glucagon Like Peptide-1
Receptor Agonist); GD: glukosa darah; GDP : glukosa darah puasa; GD
1-2 PP: glukosa darah 1-2 jam post-prandial; OD : 1 kali sehari; BD: 2
kali sehari; TID : 3 kali sehari
*Gejala dekompensasi metabolik seperti bukti katabolisme (penurunan
berat badan yang signifikan tanpa terprogram, ketosis, hipertrigliserida)
atau gejala hiperglikemia berat (poliuria atau polipdipsia memberat).
**Intensifikasi sesuai dengan indikasi
φDE-ESKALASI dilakukan jika dekompensasi metabolik atau
glukotoksisitas telah teratasi
^Premixed dengan regimen kombinasi insulin 30/70 atau 25/75
#Intensifikasi regimen premixed BD menjadi TID, dengan syarat fungsi
ginjal baik

Terapi Inisiasi dan Intensifikasi Pengobatan Injeksi pada Pasien DM


Lama yang Tidak Terkontrol dengan Kombinasi OHO Terapi inisiasi
insulin pada pasien DM lama dengan terapi kombinasi 2 atau 3 OHO
dengan HbA1C ≥7,5%- 9%, dapat dilakukan dengan beberapa regimen
berikut:
a. Insulin basal dengan 10 unit/hari atau 0,2 unit per kgBB/hari
(dapat disertai atau tidak dengan pemberian OHO).
b. Co-formulation (IDegAsp) atau Premixed (30/70 atau 25/75) 1
kali sehari dengan dosis 10 unit pada malam hari (dapat disertai
atau tidak dengan pemberian OHO).
c. Fixed ratio combination (kombinasi insulin basal dan GLP-1 RA)
seperti IdegLira atau IglarLixi dengan dosis 10 unit/hari, dapat
disertai atau tidak dengan pemberian OHO.

Terapi Intensifikasi
a. Pada kelompok dengan regimen inisiasi basal ± OHO
b. Pada kelompok dengan regimen co-formulation
c. Pada kelompok dengan regimen premixed OD ± OHO. Jika
belum mencapai target kontrol glikemik yang diinginkan maka
dapat ditingkatkan menjadi 3 kali dosis pemberian insulin
premixed. Jika pada evaluasi berikutnya target belum tercapai,
maka premixed diganti dengan basal bolus.
d. Pada kelompok dengan regimen fixed ratio combination

7 / 10
Terapi Inisiasi dan Intensifikasi Pengobatan Injeksi pada Pasien DM
Baru dengan HbA1c >9% atau GDP ≥250 mg/dL atau GDS ≥300 mg/dL
atau Gejala Dekompensasi Metabolik Terapi Inisiasi dapat dilakukan
dengan beberapa regimen berikut:
a. Co-formulation (iDegAsp) atau premixed 30/70 atau 25/75
b. Fixed ratio combination seperti IdegLira atau IglarLixi dengan
pemberian 1 kali suntikan/hari dosis 10 unit
c. Basal plus dengan optimisasi dosis hingga 0,5 unit/kgbb/hari
d. Basal bolus dengan optimisasi dosis hingga mencapai target.

Terapi Intensifikasi
Pada kelompok Co-formulation atau FRC Pada kelompok basal plus:
jika target kontrol glikemik belum tercapai maka dapat ditingkatkan
menjadi basal plus 1 → plus 2 → plus 3 (atau basal bolus).
10. Komplikasi 1. Akut
Ketoasidosis Diabetik, Hiperosmolar Non Ketotik, Hipoglikemia
2. Kronik
Makroangiopati, Pembuluh darah jantung, Pembuluh darah perifer,
Pembuluh darah otak
3. Mikroangiopati:
Pembuluh darah kapiler retina, pembuluh darah kapiler renal
4. Neuropati
5. Gabungan:
Kardiomiopati, rentan infeksi, kaki diabetik, disfungsi ereksi
11. Edukasi 1. Penyakit DM tipe 2 tidak dapat sembuh tetapi dapat dikontrol
2. Gaya hidup sehat harus diterapkan pada penderita misalnya
olahraga, menghindari rokok dan menjaga pola makan
3. Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol teratur setiap 2
minggu
12. Kriteria Untuk penanganan tindak lanjut sesuai kriteria rujukan berdasarkan
Rujukan TACC (Time, Age, Complication, Comorbidity) pada kondisi berikut:
a. Time: DM tipe 2 kontrol gula darah buruk:
1) Dalam 3 bulan ditemukan GDP > 130 mg/dL, GDPP >
180 mg/dL atau HbA1C >7%
2) Dalam terapi OAD tunggal dalam 3 bulan tidak tercapai
target
3) Dalam terapi kombinasi OAD dalam 3 bulan tidak tercapai

8 / 10
target
b. Complication: DM tipe 2 dengan komplikasi, seperti : retinopati
diabetik dan nefropati diabetik
c. Comorbidity: DM tipe 2 dengan dislipidemia, hipertensi, anemia,
DM tipe 2 dengan TB, DM tipe 2 dengan infeksi kaki diabetes
berat (ulkus, selulitis, abses) DM tipe 2 dengan krisis
hipoglikemia yang tidak teratasi dan tidak ada perbaikan setelah
tatalaksana medis dan krisis hiperglikemia, sindrom koroner akut
dan DM tipe 2 dengan kehamilan
Rujukan juga dilakukan apabila tidak tersedia alat pemeriksaan
penunjang di FKTP seperti HbA1C, alat fotometer chemycal analyzer,
lipid, funduscopy, EKG dan sebagainya.
13. Prognosis Prognosis umumnya adalah dubia. Karena penyakit ini adalah penyakit
kronis, quo ad vitam umumnya adalah dubia ad bonam, namun quo ad
fungsionam dan sanationamnya adalah dubia ad malam.
14. Peralatan 1. Peralatan untuk pemeriksaan gula darah, darah rutin, urin rutin,
ureum dan kreatinin
2. Alat pengukur berat badan, tinggi badan dan pita ukur lingkar perut
15. Referensi 1. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 4. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2011. (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia, 2006)
3. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI dan Persadia.
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada Layanan Primer, ed.2, 2012.
(Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Indonesia FKUI, 2012)

9 / 10
10 / 10

Anda mungkin juga menyukai