a. Patofisiologi DM tipe 1
DM tipe-1 ini disebabkan oleh karena adanya proses autoimun / idiopatik yang
menyebabkan defisiensi insulin absolut. Ditandai dengan ketidakmampuan
pankreas untuk mensekresikan insulin dikarenakan kerusakan sel beta yang
disebabkan oleh proses autoimun.
b. Patofisiologi DM tipe 2
Terdapat beberapa keadaan yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes
melitus (DM) tipe 2 diantaranya terjadinya resistensi insulin, dan disfungsi sel
beta pankreas. Penyebab terjadinya DM tipe 2 akibat dari kegagalan sel dalam
merespons insulin secara normal (resistensi insulin). Penyebab dari resistensi
insulin dapat diakibatkan dari obesitas, kurangnya aktivitas fisik serta akibat
penuaan. DM tipe 2, terjadi defisiensi insulin secara relatif (Harding et al., 2008 ;
Hastuti, 2008).
Perkembangan DM tipe 2 pada awalnya menunjukkan gangguan sekresi
insulin (fase pertama) sehingga kegagalan insulin sekresi insulin dalam
kompensasinya. Jika kegagalan kompensasi insulin tersebut terjadi secara
terusmenerus, dapat berakibat pada kerusakan sel beta pankreas. Kerusakan sel
beta pankreas akan terjadi secara progresif sehingga defisiensi insulin dapat terjadi
maka, pasien memerlukan insulin dari luar (eksogen). Umumnya pada pasiena
DM tipe 2 terjadi resistensi dan defisiensi insulin (Fatimah, 2015).
Patways
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus meliputi 5 pilar, 5 pilar tesebut dapat
mengendalikan kadar glukosa darah pada kasus Diabetes Mellitus (Perkeni, 2015). 5
pilar tersebut meliputi : edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, terapi
farmakologi dan pemantauan glukosa darah sendiri.
a. Edukasi
merupakan tujuan promosi hidup sehat, sehingga harus dilakuakan sebagai upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting bagi pengelolaan glukosa
darah pada kasus DM secara holistik. Diabetes Mellitus Tipe 2 umumnya terjadi
pada saat gaya hidup dan prilaku yang kurang baik telah terbentuk dengan kokoh.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan prilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif yang meliputi pemahaman tentang :
1) Penyakit Diabetes Mellitus
2) Makna dan perlunya pengendalian serta pemantauan Diabetes Mellitus
3) Penyulit Diabetes Mellitus
4) Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
5) Hipoglikemia
6) Masalah khusus yang dialami
7) Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan
8) Cara mempergunakan fasilitas perawatan Kesehatan
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar pengelolaan Diabetes Mellitus.
Latihan jasmani merupakan suatu gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan
anggota gerak tubuh lainnya yang memerlukan energi disebut dengan latihan
jasmani. Latihan jasmani yang dilakukan setiap hari dan teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30-45 menit) merupakan salah satu pilar dalam
pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani.
d. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi diberikan secara bersamaan dengan terapi nutrisi yang
dianjurkan serta latihan jasmani. Terapi farmakologi terdiri atas obat oral dan
injeksi. Berdasarkan cara kerjanya, Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dapat dibagi
menjadi 3 yaitu :
1) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfniturea dan glinid
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindon
3) Penghambat absorbs glukosa di saluran pencernaan : penghambat
glucosidase alfa.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) 5) Penghambat SGLT-2
(Sodium Glucose Co-transporter 2)
3. Pemeriksaan Autoantibodi
Diabetes mellitus tipe 1 dapat diidentifikasi dengan penanda genetik
dan kehadiran autoantibodi spesifik. Penanda antibodi dari autoimun terhadap
sel beta pankreas antara lain GAD (glutamic acid decarboxylase antibody),
IA-2 (islet antigen-2), IAA (insulin antibody), dan ICA (islet cell cytoplasmic
antibody). Sebanyak 85-90% pasien yang memiliki autoantibodi ini pada
akhirnya akan menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
4. Pemeriksaan C-Peptida
C-peptida dapat diperiksa untuk membantu membedakan antara
diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Pada diabetes mellitus tipe 1, pankreas
memproduksi sedikit atau tidak sama sekali insulin dan C-peptida. Sementara
itu, pada diabetes mellitus tipe 2, pankreas memproduksi insulin tetapi terjadi
resistensi, sehingga kadar C-peptida lebih tinggi.
5. Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pengukuran keton urine dapat dilakukan untuk penapisan adanya
ketonemia. Meski demikian, pemeriksaan ini tidak dapat diandalkan untuk
mendiagnosis atau memantau ketoasidosis diabetik. Sebagai gantinya, dapat
dilakukan pemeriksaan kadar aseton plasma, seperti kadar beta-
hidroksibutirat, bersama dengan pengukuran bikarbonat plasma atau pH arteri.