Data Pasien
Nama Pasien
: A.H
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 78 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SD
Tujuan assesment
: Tidak ada
Obat tradisional
: Jamu watukan
: Tidak ada
Hasil lab :
Nama pemeriksaan
GDP
Kreatinin
Asam Urat
HDL
LDL
Trigliserida
Kolesterol
Hasil
629 mg/dL
1,1 mg/dL
9,3 mg/dL
50 mg/dL
55 mg/dL
81 mg/dL
122 mg/dL
Rujukan
<100
0,7-1,2
2,6-7,2
>40
<100
<150
<200
Albumin
SGOT
SGPT
3,3 mg/dL
27 mg/dL
25 mg/dL
3.5-4.5
<=40
<=41
Duduk
125/85 mmHg
Berdiri
120/90 mmHg
Tekanan darah :
Berbaring
130/70 mmHg
Gaya hidup
Diagnosis :
Dilihat dari data lab, pasien didiagnosa menderita diabetes melitus tipe
2 dan hiperurisemia dilihat dari GDP dan kadar asam urat diatas normal. Data
kadar albumin juga dapat didiagnosa hipoalbuminemia namun kekurangan
albumin ini sifatnya ringan karena hanya berbeda sedikit dengan batas normal.
Berdasarkan obat obatan yang digunakan oleh pasien, maka pasien
didiagnosa mengalami hipertensi dengan tekanan darah pasien terkontrol.
Patofisiologi :
1. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang dapat disebabkan oleh
genetik atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurangnya respon sel-sel tubuh terhadap insulin.
Hal ini ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang nantinya merusak
sistem tubuh khususnya pembuluh darah dan saraf. Diabetes Melitus
diklasifikasikan menjadi, Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) disebut
juga Diabetes Melitus tipe 1, dan Non-Insulin-Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang disebut juga Diabetes Melitus tipe 2 (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2005).
.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
1) Resistensi Insulin
Reseptor insulin
gagal
merespon
insulin
secara
normal.
Penatalaksanaan pengobatan
1. Diabetes Melitus
- Outcome : penurunan morbiditas dan mortalitas, peningkatan kualitas
-
hidup pasien
Sasaran : glukosa darah
Tujuan terapi :
d) mencegah
timbulnya
komplikasi,
baik
mikrovaskular
maupun
makrovaskular
a. Terapi Non-Farmakologis
1)Diabetes Mellitus Tipe 1
a) Edukasi Diabetes
Anak-anak dan remaja dengan diabetes tipe 1 perlu memahami apa
itu diabetes dan bagaimana perawatannya termasuk terapi insulin, cara
menyuntikkan (injeksi), pemantauan glukosa darah dan komplikasi akut
seperti hipoglikemia. Edukasi lain yang dapat diberikan adalah
perencanaan makanan dan manajemen aktivitas sehari-hari.
b) Nutrisi
Pendidikan gizi bagi anak dan remaja merupakan proses
berkelanjutan yang perlu. Untuk mencapai hasil yang optimal pendidikan
gizi idealnya harus disampaikan oleh ahli gizi atau ahli diet yang memiliki
keahlian dan pengalaman dalam manajemen diabetes. Diskusikan diet dan
berikan saran diet dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain misalnya
obesitas,
hipertensi,
gangguan
ginjal.
Sarankan
penderita
untuk
diabetes
merupakan
penyediaan
pengetahuan
dan
hati atau fungsi ginjal pada orang tua karena risiko hipoglikemik akan
meningkat (PERKENI, 2011).
b) Glinid
Mekanisme kerja golongan glinid adalah meningkatkan sekresi
insulin. Golongan glinid terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid
(derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin). Obat
tersebut dapat mengatasi hiperglikemia postprandial. Glinid dapat
menurunkan 0,5-1,5 % HbA1C. Cara pemakaian golongan glinid
adalah sesaat sebelum makan. Efek samping glinid adalah kenaikan
berat badan dan hipoglikemia (PERKENI, 2011).
c) Metformin (Biguanide)
Metformin tidak bekerja langsung pada sel walaupun kadar
insulin rendah namun metformin dapat meningkatkan sensitivitas
insulin di hati dan jaringan perifer. Metformin dapat menurunkan 1,52% HbA1C dan menurunkan kadar gula darah puasa sebesar 60-80
mg/dL (Dipiro et al., 2008). Cara pemakaian metformin adalah
sebelum/pada saat/sesudah makan (PERKENI, 2011).
Efek samping metformin adalah menyebabkan gangguan
gastrointestinal (GI) termasuk ketidaknyamanan pada perut, kembung,
dan diare. Pemakaian yang benar dapat mengurangi efek samping
(Dipiro et al., 2008). Kontraindikasi metformin adalah pasien yang
memiliki penyakit ginjal, hati, dan mereka yang minum alkohol
berlebihan (PERKENI, 2011).
d) Thiazolidinedion
Golongan thiazolidinedion (glitazon) memiliki mekanisme
meningkatkan sensitivitas insulin pada otot, hati, dan jaringan lemak.
Obat yang tergolong golongan thiazolidinedion adalah pioglitazon dan
rosiglitazon. Thiazolidinedion dapat menurunkan kadar HbA1C
sampai 1,5% dan menurunkan kadar gula darah puasa 60-70 mg/dL.
Onset thiazolidinedion lama, efek akan terlihat setelah 3-4 bulan
melakukan
terapi
(Dipiro
et
al.,
2008).
Cara
pemakaian
Biguanida
Contoh Senyawa
Klorpropamid
Glibenklamida
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
Glikuidon
Tolazalim
Tolbutamid
Metformin
Fenformin
Buformin
Meglitinid
Repaglinid
Tiazolidindion
Rosiglitazone
Pioglitazone
Mekanisme Kerja
Merangsang sekresi insulin di
kelenjar
pankreas,
sehingga
hanya efektif pada penderita
diabetes
yang
sel-sel
Insulin
Ketika pengobatan melalui pengaturan diet, dan usaha menurunkan berat
badan gagal untuk memperbaiki hiperglikemia, serta pemberian obat antidiabetik
oral dirasa kurang memuaskan, maka dapat diberikan terapi insulin. Terapi insulin
ini dapat diberikan kepada pasien yang mengalami DM tipe I maupun II, dimana
untuk DM tipe II insulin ini dikombinasikan dengan obat antidiabetik oral. Tipe
dan karakteristik sediaan insulin yang tersedia disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Tipe Sediaan Insulin dan Karakteristiknya
kronis
a. Terapi non farmakologi
Terapi nonobat merupakan strategi esensial dalam penanganan gout. Gout adalah
gangguan metabolik, yang dipengaruhi oleh diet, asupan alkohol, hiperlipidemia
dan berat badan. Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan kompres
dingin, modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan berat badan
pada pasien yang kelebihan berat badan terbukti efektif.
b. Terapi farmakologi
Terapi gout akut
Konfirmasi diagnosis
Awali terapi dengan NSAID dosis penuh (full dose) segera pada saat serangan,
monitor respon.
Jika serangan melibatkan 12 sendi, berikan steroid intraartikular. Jika
penyakit parah atau NSAID/ colchicine tidak ditoleransi baik berikan steroid
sistemik. Hiperurisemia pada saat serangan akut jangan diterapi.
azatioprin.
Efek samping utama : ruam (2%)
Reaksi hipersensitif: (0.4%), meningkat bila dimakan bersama ampisilin
Urikosurik
Obat urikosurik meningkatkan ekskresi urat di ginjal dengan menghambat
reabsorpsi pada proksimal tubule. Karena mekanisme ini ada kemungkinan terjadi
batu ginjal atau batu di saluran kemih. Untuk mencegah risiko ini dosis awal harus
rendah ditingkatkan perlahan-lahan, dan hidrasi yang cukup. Tidak boleh dipakai
pada kondisi overproduction atau nefrolitiasis ginjal. Obat ini ternyata dapat
dipakai untuk hiperurisemia yang disebabkan diuretik.
Probenesid dan sulfinpirazon* sebaiknya tidak dipakai untuk pasien dengan
kerusakan ginjal.
Urikolitik
Sebagai katalisator, urat oxidase merubah asam urat menjadi alantoin pada
binatang tingkat rendah. Manusia tidak memiliki enzim ini. Bila dipakai secara
parentral urikase* adalah penurun urat yang lebih cepat dibanding alopurinol. Urat
oxidase mencegah terbentuknya urat dan juga menguraikan asam urat yang telah
ada, tidak seperti alopurinol.
Monitor kadar urat serum setiap 36 bulan dan pada pasien yang simptomatis
terapi disesuaikan dengan kadar.
Berdasarkan data lab yang diperoleh yaitu pasien memiliki kadar gula
darah puasa lebih dari kadar normal 126mg/dl dan kadar asam urat pada serum
darah lebih dari kadar normal 6,8mg/dl, sehingga bisa disimpulkan besar
kemungkinan pasien mengalami diabetes type 2 dan hiperurisemia.
Tatalaksana pengobatan diabetes mellitus berdasarkan Pharmaceutical
Care untuk Diabetes Mellitus yang dikeluarkan oleh Direktorat BINFAR
Departemen Kesehatan RI tahun 2005 menyebutkan bahwa pada dasarnya ada dua
pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes yang pertama pendekatan tanpa obat
dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM,
langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa
pengaturan diet dan olahraga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan
penatalaksanaan belum tercapai,
dapat
dikombinasikan dengan
langkah
farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau
kombinasi keduanya.
1. Pengaturan pola makan
Pasien disarankan untuk melakukan pengaturan pola makan / diet.
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki respons sel-sel terhadap stimulus glukosa. Dalamsalah satu
penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar
HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan
setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan3-4 bulan tambahan
waktu harapan hidup. Namun dari data yang kami peroleh tidak ada disebutkan
berat bdan pasien, sehingga apabila berat badan pasien tidak overweight / obese
atau bisa dikatakan normal makan pasien cukup melakukan pengaturan pola
makan untuk menjaga berat badan tetap normal sehingga tidak memperburuk
kondisi pasien. Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut: Karbohidrat : 60-70% ; Protein : 10-15% ; dan Lemak : 20-25%.
2. Berolahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal
dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga
yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval,
Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 7585% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan
atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini
paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan
pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga
akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam
tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
3. Terapi dengan obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga)
belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, makaperlu
dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam
bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu
penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat
sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat
keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat
dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis
obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi
kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi
yang ada.
4. Terapi kombinasi obat
Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO
(obat hipoglikemik oral) atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah
antara golongan sulfonilurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali
dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk
senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini
Analisis
1. Furosemid menjadi obat tanpa
Rekomendasi
indikasi
dokter
Ada indikasi
tanpa obat
Overdosis
Underdosis
sangatlah diperlukan
Pemilihan obat
interaksi obat
Ketidakpatuhan
ada
minum obat
Edukasi pasien
Edukasikan terkait penanganan efek
samping. Apabila ada efek samping
yang membahayakan maka edukasikan
untuk segera menemui dokter atau
nyeri perut.
apoteker.
Usulan Terapi
Dilihat dari penggunaan obat yang telah diberikan pada pasien, maka
usulan terapi adalah:
1. Pada pemeriksaan laboratorium terlihat ada peningkatan nilai asam urat
yang menunjukkan terjadinya hiperurisemia. Hal ini perlu diterapi
dengan menggunakan allupurinol dan dimonitoring kadar asam urat.
2. Sebagai first line untuk monoterapi obat antidiabetes oral adalah
metformin. Metformin dapat diberikan 3x500mg dan dosis dapat
ditingkatkan hingga maksimum 2500mg/hari. Apabila kadar glukosa
darah masih tidak terkontrol maka diperlukan kombinasi obat
antidiabetes oral lainnya contohnya glibenklamid atau glimepiride.
Tambahan insulin pun dapat dilakukan bila diperlukan.
h. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak
tinggi.
i. Jangan gunakan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk kaki. Tidak
boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air.
10. Edukasikan pada pasien terkain pengaturan pola makan. Hindari makanmakanan yang mengandung purin tinggi seperti kacang-kacangan,
makanan kaleng, dan seafood untuk perbaikan kondisi asam urat.
FOLLOW UP DAN MONITORING
1. Monitoring pemeriksaan laboratorium pasien:
a. Glukosa darah puasa :
target
80-120
mg/dL,
target
130/80
mmHg,
SPESIFIKASI OBAT
DAFTAR PUSTAKA
Burns, M.A.C., B.G. Wells., T.L. Schwinghammer., P.M.Malone., J.M. Kolesar.,
J.C. Rotschafer and J.T. Dipiro. 2008. Pharmacotherapy: Principles and
Practice. USA: The McGraw-Hill Companies. P. 932-939.
DepKes, 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik.
Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan. P. 66-80.
DepKes, 2005. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Diabetes Mellitus. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan.
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., and Posey, L.
M., 2008, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th edition,
McGrawHill, New York,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005, Pharmaceutical care untuk
penyakit Diabetes Mellitus, Departemen Kesehatan RI : Bina Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatan
http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-
Penatalaksanaan DM sesuai
Nairobi.