Anda di halaman 1dari 89

PROFIL PERESEPAN OBAT ANTI HIPERTENSI DI KLINIK “ E “

BANYUWANGI
(Periode Januari-Maret 2022)

PROPOSAL SKRIPSI

SUCAHYO HADI
NIM.1012017009

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HARAPAN BANGSA
JEMBER, 2022

i
PROFIL PERESEPAN OBAT ANTI HIPERTENSI DI KLINIK “ E “
BANYUWANGI
(Periode Januari-Maret 2022)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Farmasi
Program Studi Farmasi

SUCAHYO HADI

NIM. 1012017009

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HARAPAN BANGSA
JEMBER, 2022

ii
PROFIL PERESEPAN OBAT ANTI HIPERTENSI DI KLINIK “ E “
BANYUWANGI
(Periode Januari-Maret 2022)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
SUCAHYO HADI

NIM. 1012017009

Proposal Skripsi ini telah disetujui untuk diuji dan dipertahankan


dihadapan Tim Penguji Proposal Skripsi Program Studi S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa

Jember,…..April 2022

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

apt.,Dewi Rashati M.Farm. apt Anggara Martha Pratama M.Farm


NIDN. 0708018801 NIDN.0712039304

iii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Sucahyo Hadi


NIM : 1012017009
Program Studi : Farmasi
Judul : Profil Peresepan Obat Anti Hipertensi di Klinik “ E “
Banyuwangi (Periode Januari-Maret 2022)

Proposal Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Proposal Skripsi
Program Studi Farmasi Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa, pada hari
……….., tanggal………..…..2022, dengan hasil Memuaskan. Skripsi ini telah
diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan Tim Penguji

Tim Penguji

Jabatan Nama Penguji Tanda Tangan


Ketua Penguji Apt.,Sholihatil Hidayati M.Farm
NIDN. 050.90886.01
Anggota penguji 1 Apt.,Ayu Angger P M.Farm.
NIDN. 010.073175.17

Anggota penguji 2 Apt.,Dewi Rashati M.Farm.


NIDN. 070.8018.80

Anggota penguji 3 Apt.,Anggara Martha P.M.Farm


NIDN.071.20393.04

Proposal Skripsi ini telah disahkan pada hari …………….. 2022 oleh Ketua
Program Studi Farmasi dan Ketua STIKes Harapan Bangsa.
Mengesahkan
Ketua Program Studi S1 Farmasi

Apt. Ayu Angger Putri, M.Farm


NIDN.010.073175.17
iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulilah penulis hanturkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa Program Studi S1
Farmasi sekaligus menyelesaikan proposal tugas akhir/skripsi ini dengan baik.
Selanjutnya penulis haturkan ucapan terimakasih seiring doa dan harapan
jazakumullah ahsanal jaza’ kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya laporan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan
kepada:
1. Allah SWT, atas izin-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan proposal
skripsi
2. Bapak Bram Suryantoro,M.Pd selaku Ketua STIKes Harapan Bangsa
Jember
3. Ibu apt.Ayu Angger Putri, M.Farm selaku ketua program studi Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa Jember
4. Ibu apt.Dewi Rashati M.Farm dan Bapak apt.Anggara Martha
Pratama,M.Farm selaku Dosen Pembimbing I dan II yang dengan sepenuh
hati telah meluangkan waktu untuk bimbingan dan memberikan ide,
nasihat serta dukungan sehingga proposal skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik.
5. Segenap sivitas akademi Program Studi Farmasi, terutama seluruh dosen,
terimakasih atas segenap ilmu dan bimbingannya.
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan doa dan
restunya kepada penulis dalam menuntut ilmu

v
7. Rekan dan sahabat saya yang bersedia membantu dan senantiasa bersedia
bertukar pendapat yaitu, semua teman-teman yang telah memberikan
segala macam dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal skripsi ini masih
terdapat kekurangan dan penulis berharap semoga skripsi ini bisa memberikan
manfaat kepada para pembaca khususnya bagi penulis secara pribadi. Amin Ya
Rabbal Alamin.
Wassalamualaikum Wr. Wb

vi
DAFTAR ISI

SAMPUL..................................................................................................................i
SAMPUL PROPOSAL SKRIPSI............................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI..........................................iii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN PROPOSAL SKRIPSI...............................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
DAFTAR ISI..........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................................5
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi.....................................................................................................40
2.2. Klinik..............................................................................................................40
2.3. Resep..............................................................................................................42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian................................................................................................48
3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian........................................................................48
3.3. Variabel Penelitian..........................................................................................48
3.4. Populasi Dan Sampel......................................................................................48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Demografi pasien……..…..……………………………………………53
4.2. Pembahasan………………………………………………………………….59
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan…………………………………………………………………….62
5.2. Saran………………………………………………………………………...62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pola penyakit di Indonesia mengalami transisi epidemologi selama dua

dekade terakhir, yaitu dari penyakit menular yang semula menjadi beban utama

kemudian mulai beralih menjadi penyakit tidak menular. Kecenderungan ini

meningkat dan mulai mengancam segala usia muda. Penyakit tidak menular yang

utama diantaranya hipertensi, diabetes melitus, kanker, dan penyakit paru

obstruktif kronik (Kemenkes RI, 2015)

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pembuluh

darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi dibawa oleh darah

terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi adalah

suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas

normal yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan angka kematian.

. Menurut Riskesdas (2018), prevelensi hipertensi pada umur > 18 tahun

didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, sedangkan yang minum obat

hipertensi sebesar 9,5%. Sehingga terdapat 0,1% penduduk yang tidak pernah

didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan tetapi minum obat hipertensi.

Prevelensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada usia >

18 tahun sebesar 34,11%, prevelensi tertinggi di Kalimantan Selatan sebesar

44,13%.

1
2

Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi primer (esensial)

dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya dan ada kemungkinan karena faktor keturunan/genetik.

Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit

lain. Faktor makanan yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas),

jarang berolahraga, kurang makan buah, dan sayuran, mengkonsumsi garam dapur

yang berlebihan, minum kopi, merokok, dan minum minuman keras. Penderita

hipertensi tercatat banyak pada usia 50-60 tahun disebabkan pada usia lanjut

fungsi organ tubuh mulai menurun ( Adib M, 2009).

Menurut WHO seseorang didiagnosa hipertensi apabila tekanan sistolik

pada saat istirahat melebihi 160 mmHg atau dimana tekanan diastolik melebihi

95 mmHg. Sementara menurut American Heart Assosiation seseorang didiagnosa

hipertensi apabila tekanan sistolik melebihi 140 mmHg dan diastolik melebihi

90mmHg.

Hipertensi merupakan salah satu penyebab kerusakan berbagai organ baik

secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang

umum ditemui pada pasien hipertensi adalah hipertrofi vertikal kiri, infark

miokard, gagal jantung, stroke, penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer dan

retinopati. Untuk itulah pentingnya diagnosis demi serta penatalaksanaan yang

tepat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang akan terjadi atau
3

mencegah kerusakan lebih lanjut yang sedang terjadi. (JNC VIII 2014, ESH and

ESC,2013)

Keputusan untuk memberikan pengobatan farmakologi

mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu derajat kenaikan tekanan darah, adanya

kerusakan organ target, dan adanya penyakit kardiovaskular. Strategi

penatalaksanaan hipertensi non farmakologi seperti modifikasi gaya hidup dan

diet. Dalam penanganannya, diperlukan kerjasama antara tim medis, pasien, serta

keluarga dan lingkungan. Edukasi terhadap pasien dan keluarga tentang

pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup

penderita(JNC VIII, 2014)

Tujuan pengobatan adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat

hipertensi dengan memelihara tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg,

tekanan diastolik dibawah 90 mmHg disamping mencegah resiko penyakit

kardiovaskuler lainnya.

Ketersediaan obat dapat dijaga dengan mengelola perencanaan dan

pengadaan obat dengan baik. Perencanaan kebutuhan obat merupakan suatu

proses memilih jenis dan menetapkan jumlah perkiraan kebutuhan obat dimana

perencanaan merupakan faktor yang sangat menentukan ketersediaan obat-obatan.

Pengadaan merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi

kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar


4

perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi

metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang

tersedia (Permenkes RI, 2016).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana profil peresepan obat anti hipertensi pada pasien rawat jalan

periode Januari-Maret tahun 2022 di Klinik “E” Banyuwangi ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil peresepan obat antihipertensi pada pasien

rawat jalan periode Januari – Maret tahun 2022 di Klinik “E” Banyuwangi.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Mengkaji peresepan obat anti hipertensi pada pasien rawat jalan periode

Januari-Maret tahun 2022 di Klinik “E” Banyuwangi berdasarkan nama

obat ,golongan obat,kekuatan,dosis obat,dan jumlah obat

2. Mengidentifikasi dan menganalisis adanya masalah terkait peresepan obat

anti hipertensi pada pasien rawat jalan periode Januari-Maret tahun 2022 di

Klinik “E” Banyuwangi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Di pergunakan sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan dan

wawasan peneliti tentang profil peresapan obat antihipertensi.


5

1.4.2. Bagi Institusi

Untuk menambah pustaka dan sebagi bahan acuan bagi peneliti

selanjutnya.

1.4.3. Bagi Instansi

Sebagai bahan masukan mengenai profil peresepan obat antihipertensi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi

Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir

didalam tubuh manusia. Darah yang beredar dengan lancar dalam pembuluh darah

berfungsi sangat penting dalam transport oksigen dan zat-zat lain yang dibutuhkan

bagi kehidupan sel tubuh dan sebagai pengangkut zat sisa hasil metabolisme yang

tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. (Gunawan, 2001)

Tekanan darah dibedakan menjadi dua bagian yaitu tekanan darah sistolik

merupakan tekanan darah yang terjadi pada waktu jantung mengucup dan tekanan

darah diastolik merupakan tekanan darah pada waktu jantung mengendor kembali

(Tjay dan Rahardjo, 2002). Menurut WHO tekanan darah pada manusia

dibedakan menjadi tiga bagian yaitu tekanan darah rendah (hipotensi) dengan

range <90/<60 mmHg, tekanan darah normal (normotensi)dengan range <120/<80

mmHg, dan tekanan darah tinggi (hipertensi) dengan range >140/>90 mmHg

(Gunawan, 2001).

2.1.1. Klasifikasi Hipertensi

2.1.1.1 Hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah

Untuk pembagian hipertensi berdasarkan tekanan darah. Menurut

JNC VII (The Join National Committee on the prevention, detection

evaluation and treatment of high blood pressure ke-7) membuat

6
7

klasifikasi tekanan darah usia 18 tahun atau lebih.

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan

JNC VII

Klasifikasi Tekanan TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)

Darah

Normal < 120 < 80

Pre hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tingkat I 140-159 90-99

Hipertensi tingkat II  160  100

2.1.1.2. Hipertensi Berdasarkan Etiologi

Hipertensi diklasifikasikan berdasar penyebab, yaitu :

A. Hipertensi primer / Hipertensi esensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Penyebab

yang belum jelas atau diketahui tersebut sering dihubungkan dengan faktor

gaya hidup yang kurang sehat. Hipertensi primer merupakan 90% dari

kasus hipertensi (Yanita,2017)

B. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial

Hipertensi Sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh

penyakit lain, seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau penggunaan

obat tertentu (Yanita,2017)


8

2.1.2 Faktor Resiko

Adapun beberapa faktor resiko hipertensi antara lain :

a. Faktor keturunan

Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan

hipertensi jika memiliki riwayat keturunan hipertensi.

b. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah

konsumsi garam yang tinggi, kegemukan ataupun makan yang berlebihan dan

stres (Gunawan,2001).

c. Hipertensi akibat dari penggunaan obat-obat

Hipertensi ini diakibatkan dari penggunaan obat-obatan seperti

kokain,pseudoefedrin,NSAID, dan epinefrin.

d. Kehamilan

Tekanan darah tinggi dapat terjadi selama kehamilan. Mekanisme

hipertensi ini serupa dengan proses di ginjal,bila uterus diregangkan terlampau

banyak (oleh janin) dan menerima kurang darah, maka dilepaskan zat yang dapat

meningkatkan tekanan darah.

e. Merokok

Nikotin dalam rokok dapat berhasiat vasokonstriksi dan meningkatkan

tekanan darah. Merokok dapat memperkuat efek buruk dari hipertensi terhadap

sistem pembuluh darah.


9

f. Umur

Hipertensi pada orang dewasa berkembang mulai umur 18 tahun ke atas.

Hipertensi meningkat seiring bertambah umur, semakin tua usia seseorang maka

pengaturan metabolisme zat kapur/kalsium terganggu. Hal ini menyebabkan

banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya darah menjadi

lebih padat dan tekanan darah meningkat dan menyebabkan penyempitan

pembuluh darah. Aliran darah menjadi terganggu dan memacu peningkatan

tekanan darah.

g. Jenis kelamin

Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi dibanding dengan

perempuan,dengan rasio 2,29% untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria

sering mengalami tanda tanda hipertensi pada usia akhir tiga puluhan. Pria diduga

memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah

dibanding dengan wanita. Akan tetapi setelah memasuki menopause prevalensi

hipertensi pada wanita meningkat, wanita memiliki resiko lebih tinggi untuk

menderita hipertensi. Produk hormon estrogen menurun saat menopause, wanita

kehilangan efek menguntungkannya sehingga tekanan darah meningkat (Herbert

Bensoon, 2012).

2.1.3 Patofisiologi

Menurut (Triyanto,2014) meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa

terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga
10

mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kel-

enturanya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat

jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah di setiap denyutan jantung

dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebab-

kan naiknya tekanan. inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arteri

nya telah menebal dan kaku karena arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, te

kanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil

(arteriola) untuk sementara waktu untuk mengerut karena perangsangan saraf atau

hormon didalam darah. Bertambahnya darah dalam sirkulasi bisa menyebabkan

meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terhadap kelainan fungsi ginjal

sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh men

ingkat sehingga tekanan darah juga meningkat.Sebaliknya, jika aktivitas memom

pa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirku

lasi, maka tekanan darah akan menurun.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan

didalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang me-

ngatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal me-

ngendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat,

ginjal akan mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya

volume darah dan mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah me

nurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume da
11

rah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan

tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pem

bentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon al

dosteron. Ginjal merupakan organ peting dalam mengembalikan tekanan darah, ka

rena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya

tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu gin

jal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pa

da salah satu atau kedua ginjal juga bias menyebabkan naiknya tekanan darah (Tri

yanto 2014)pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada

system pembuluh perifer bertanggung pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,yang pada

gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya , aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam menga

komodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya), menga

kibatkan penurunan curah jantunng dan meningkatkan tahanan perifer(Triyanto

2014).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin

II dari angiotensin I oleh Angiotensin Converting Enzyme ( ACE ). ACE

memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah meng
12

andung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin

akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-

paru,angiotensin I di ubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi

utama(Noviyanti,2015).

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)

dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH sangat sedikit

urin yang diekskresikan keluar tubuh(anti diuresis),sehingga menjadi pekat dan

tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intra seluler. Akibatnya

volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosterone dari kortex adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada

ginjal. Untuk mengatur volume cairan eksraseluler,aldosteron akan mengurangi

ekskresi NaCl(garam) dengan cara mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume

cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan

darah.

2.1.4. Komplikasi hipertensi

Menurut (Triyanto,2014) komplikasi hipertensi dapat menyebabkan sebagai beri


13

kut :

a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekananan tinggi diotak, atau akibat em-

bolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke

dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak

mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang

diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak mengalami arterosklerosis dapat men

jadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentukya aneurisma. Gejala

tekena struke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang binggung atau ber

tingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit

digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara

secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.

b. Infrak miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arteriosklerosis tidak

dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus

yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kro

nik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokard mungkin tidak da

pat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infrak. Demi

ki an juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu

hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung,

dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.


14

c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada

kapiler-kapiler ginjal. Glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan me

ngalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein

akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, me

nyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

d. Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung

dengan cepat dengan mengakibatkan caitan terkumpul diparu, kaki dan jaringan

lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak napas,

timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan ede

ma. Ensefolopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang

cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan

kapiler dan mendorong cairan kedalam ruangan intertisium diseluruh susunan sar

af pusat. Neuronneuron disekitarnya kolap dan terjadi koma.Sedangkan menurut

Menurut (Ahmad,2011) Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan dar

ah secara teratur. Penderita hipeahmadrtensi, apabila tidak ditangani dengan baik,

akan mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardovaskular

seperti stoke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal, target kerusakan

akibat hipertensi antara lain :

a. Otak : Menyebabkan stroke

b. Mata : Menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan


15

c. Jantung : Menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infarkjantung)

d. Ginjal : Menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin

II dari angiotensin I oleh Angiotensin Converting Enzyme ( ACE ). ACE

memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah

mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon

renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-

paru,angiotensin I di ubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi

utama(Noviyanti,2015).

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)

dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH sangat sedikit

urin yang diekskresikan keluar tubuh(anti diuresis),sehingga menjadi pekat dan

tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intra seluler. Akibatnya

volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosterone dari kortex adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada

ginjal. Untuk mengatur volume cairan eksraseluler,aldosteron akan mengurangi

ekskresi NaCl(garam) dengan cara mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya


16

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume

cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan

darah.

2.1.5 GejalaHipertensi

Menurut (Ahmad, 2011) sebagian besar penderita tekanan darah tinggi um

umnya tidak menyadari kehadirannya. Bila ada gejala, penderita darah tinggi mun

gkin merasakan keluhan-keluhan berupa : kelelahan, bingung, perut mual,masalah

pengelihatan, keringat berlebihan, kulit pucat atau merah, mimisan, cemas atau ge

lisah, detak jantung keras atau tidak beraturan (palpasi), suara berdenging di telin

ga, disfungsi ereksi, sakit kepala, pusing. Sedangkan menurut (Pudiastuti,2011)

gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa : pengeli

hatan kabur karena kerusakan retina,nyeri pada kepala,mual dan muntah akibatnya

tekanan kranial, edema dependen dan adanyapembengkakan karena meningkatnya

tekanan kapiler.

Pada sebagian besar penderita,hipertensi tidak menimbulkan gejala meski

pun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhub

ungan dengantekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang di

maksud adalah sakit kepala,perdarahan hidung,pusing,wajah kemerahan dan kele

lahan yang bisa saja terjadi pada penderita hipertensi maupun pada seseorang de

ngan tekanan darah yang normal (Wahyu,2015).

2.1.6 Pencegahan Hipertensi


17

Pencegahan hipertensi dilakukan dengan mengupayakan gaya hidup sehat

untuk mengatur faktor yang bisa dikontrol dengan cara :

a. Mengatasi obesitas dan mengontrol berat badan.

b. Mengatur asupan makanan,mengurangi asupan garam,mengkonsumsi

sayur,buah setiap hari,mengurangi makanan berlemak.

c. Menghindari konsumsi alkohol.

d. Tidak merokok.

e. Menghindari stress(Kemenkes,2014).

2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi

2.1.7.1 Terapi Non Farmakologi

a. Penurunan tekanan darah dapat dilakukan dengan melakukan pola hidup sehat

yaitu denga membatasi asupan garam, alcohol, memperbanyak asupan sayur dan

buah, menurunkan berat badan dan menjaga berat badan ideal, olahraga teratur

dan berhenti merokok.

b. Membatasi dan mengurangi konsumsi garam.

Penggunaan garam terlalu banyak dapat meningkatkan tekanan darah dan

meningkatkan prevalensi terjadinya hipertensi. Jumlah natrium (Na) yang

disarankan tidak boleh melebihi 2 gram/hari ( setara dengan 5-6 gram NaCl atau 1

sendok teh garam/hari).

c. Perubahan pola makan

disarankan agar penderita tekanan darah tinggi memiliki pola makan yang

seimbang antara lain sayur sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, susu rendah


18

lemak, gandum, ikan dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak zaitun), serta

membatasi asupan daging merah dan asam lemak jenuh.

d. Menurunkan berat badan

pengendalian berat badan bertujuan untuk mencegah terjadinya obesitas (IMT >25

kg/m2) dan berat badab ideal (IMT 18,2-22,9 kg/m2). Untuk pria lingkar

pinggang < 90 cm pada laki-laki, dan < 80 cm pada perempuan.

e. Olahraga teratur

Pasien hipertensi disarankan untuk melakukan setidaknya 30 menit latihan

aerobic dengan intensitas sedang misalnya jalan kaki, berenang, jogging,

bersepeda 4-5 kali dalam seminggu.

f. Berhenti merokok

Faktor resiko terjadinya kanker adalah merokok, oleh karena itu status atau

riwayat merokok perlu dipertanyakan kepada pasien saat melakukan kunjungan

dan dibrikan edukasi untuk berhenti merokok.

g. Menghilangkan stress

Ketika tuntutan lingkungan sekitar melebihi kemampuan kita, maka akan terjadi

stress. Cara menghilangkan stress adalah dengan mengubah gaya hidup,

melakukan perubahan-perubahan kecil dalam rutinitas sehari-hari (PERHI, 2019)

2.1.7.2 Terapi Farmakologi

Menurut Konsesus Tata Laksana Hipertensi Tahun 2019 bahwa untuk terapi

farmakologi pada pasien hipertensi dimulai dengan:


19

1. Terapi initial (kombinasi dua obat) yaitu ACE Inhibitor atau ARB + CCB

atau diuretic (pemberian terapi tunggal dapat ipertimbangkan pada

hipertensi derajat 1 resiko rendah TDS< 150 mmHg atau usia sangat tua (>

80 tahun) atau ringkih).

2. Langkah kedua (kombinasi tiga obat) penggunaan kombinasi tiga obat

yang terdiri dari RAS bloker (ACEi atau ARB), CCB, dan diuretic jika

tekanan darah tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.

3. Langkah ketiga yaitu (kombinsi tiga obat + spironolakton + obat lain)

pemberian tambahan spironolakton pada pengobatan hiperensi resisten,

kecuali terdapat kontraindikasi. Pada kasus tertentu apabila tekanan darah

belum terkendali dengan kombinasi obat golongan diatas dapat diberikan

tambahan obat golongan lain(PERHI,2019)

A. Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesi sim-

panan natrium tubuh. Awalnya diuretik menurunkan tekanan darah dengan menu-

runkan volume darah dan curah jantung,tahanan vaskular perifer mungkin mening

kat. Setelah 6-8 minggu curah jantung kembali normal karena tahanan vaskuler pe

rifer turun. Natrium menyebabkan tahanan vaskuler dengan meningkatkan kekaku

an pembuluh darah dan rekativitas saraf yang diduga berkaitan dengan terjadinya

peningkatan pertukaran natrium kalsium dengan hasil akhir peningkatan kalsium

intraseluler. Efek tersebut dapat dikurangi dengan pemberian diuretik atau pengu

.rangan natrium.
20

Diuretik efektif untuk menurunkan tekanan darah sampai 10-15 mmHg pa

da sebagian besar pasien,dan diuretik pada penggunaan tunggal seringkali membe

rikan efek yang memadai untuk hipertensi esensial ringan dan sedang. Pada hiper

tensi yang berat diuretik digunakan dalam kombinasi dengan obat vasodilator.

Tingkat respon vaskuler misalnya kemampuan konstriksi atau dilatasi ditia dakan

oleh obat vasodilator yang tidak fleksibel. Sebagai akibatnya tekanan darah menja

di sangat sensitif terhadap volume darah. Sehingga pada hipertensi berat apa bila

digunakan kombinasi obat tekanan darah dapat dikontrol dengan baik pada sa at

volume darah 95 % dari normal, tetapi terlalu tinggi ketika volume darah 105 %

dari normal.

a. Pemilihan Diuretik

1. Diuretik thiazide

Tepat digunakan pada sebagian besar pasien dengan hipertensi ringan atau sedang

serta dengan fungsi jantung dan ginjal normal. Diuretik yang lebih kuat diperluk

an untuk hipertensi berat,apabila digunakan dalam kombi nasi obat yang menye-

babkan retensi natrium, pada insufisiensi ginjal, bila tingkat filtrasi glomelurel ku

rang dari 30 atau 40 mL/mnt dan pada gagal jantung atau sirosis, ketika terdapat

retensi natrium.

2.Diuretik Loop
21

Mekanisme kerja Diuretk Loop adalah pada henle cabang asenden tebal (CAT).

CAT adalah bagian yang mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mereabsorb

si NaCl, sehingga obat juga mampu melakukan diuresis yang kuat

(Hendarti,2018 ). Contoh obat golongan DIuretik Loop adalah Furosemid dengan

rekomendasi dosis awal Furosemid adalah 20-80 mg dengan penggunaan 2-3 x

sehari (PERHI, 2019)

3.Diuretik Hemat Kalium

Diuretik hemat kalium berguna untuk menghindari terjadinya deplesi kalium yang

memperkuat efek natriuretik diuretik lain. Mekanisme kerja Diuretik Hemat Kali

um adalah dengan menghalangi reseptor mineralokortikoid dan natrium mengalir

ke tubulus distal dan influx natrium melalui kanal ion dimembran lumen /triamter

ene (Brunton, 2018). Contohnya adalah Spironolakton, Spironolakton akan berika

tan dengan reseptor aldosterone seingga reabsorbsi NaCl menurun. Dosis awal

Spironolakton sebagai antihipertensi yaitu 25-100 mg dengan penggunaan 1 x

sehari (PERHI,2019)

b. Penentuan Dosis

Walaupun farmakokinetik dan farmakodinamik berbagai diuretik berbeda

tetapi titik akhir efek terapeutik dalam pengobatan hipertensi umumnya adalah pa

da efek natriusisnya. Walaupun demikian harus diketahui bahwa dalam keadaan

tunak( seperti pada penanganan jangka panjang hipertensi), ekskresi natrium hari
22

an sama dengan pemasukan natrium dari makanan. Diuretik diperlukan untuk mel

awan kecenderungan terjadinya retensi natrium pada pasien dengan deplesi na tri

um yang relatif. Walaupun diuretik Thiazide lebih bersifat natriuretik pada dos is

tinggi ( 100-200 mg hydrochlorothiazide ), bila digunakan sebagai obat tunggal

dosis rendah ( 25-50 mg ) memberikan efek antidiuretik seperti halnya dosis ting-

gi. Sehingga deplesi natrium tubuh sampai pada suatu nilai ambang yang diduga

cukup efektif sebagai antihipertensi. Berlawanan dengan Thiazide, respon tekanan

darah tehadap diuretik loop terus meningkat pada dosis yang beberapa kali lebih

tinggi daripada dosis terapeutik biasa.

c. Toksisitas Diuretik

Pada pengobatan hipertensi ,sebagian besar efek samping yang paling ser-

ing terjadi ( kecuali diuretik hemat kalium ) adalah deplesi kalium. Walaupun hi-

pokalemia ringan dapat ditoleransi oleh banyak pasien,hipokalemia dapat berbaha

ya pada pasien yang menggunakian digitalis, pasien dengan aritmia kronis, pada

infark miokard akut atau disfungsi ventrikel kiri. Kehilangan kalium diimbangi de

ngan reabsorbsi natrium, oleh karenanya pembatasan asupan natrium dapat memi-

nimalkan kehilangan kalium. Diuretik diduga juga dapat menyebabkan deplesi

magnesium, hambatan toleransi glukosa, dan peningkatan konsentrasi lemak ser-

um. Diuretik dapat meningkatkan konsentrasi uric acid dan menyebabkan terjadi-

nya gout ( pirai ). Penggunaan dosis rendah dapat meminimalkan efek metabolik

yang tidak diinginkan tanpa mengganggu efek antihipertensinya (Bertram, 2001).


23

B. Antagonis Adrenoseptor

Propranolol

Propranolol merupakan obat penyekat adrenoseptor beta, sangat berguna

untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi ringan sampai sedang. Pada hi-

pertensi berat propranolol berguna untuk mencegah refleksi takikardi yang sering

terjadi akibat pengobatan dengan vasodilator langsung. Obat penyekat beta tebukti

dapat menurunkan kematian pada pasien dengan gagal jantung dan obat tersebut

pada khususnya bermanfaat untuk pengobatan hipertensi didalam poppulasi terse

sebut (Bertram, 2001).

1.Mekanisme dan titik tangkap kerja

Propranolol mengantagonis katekolamin baik pada adrenoseptor beta mau

maupun beta 2, efikasinya dalam penanganan hipertensi, seperti juga dengan seba

gian besar efek toksiknya,terjadi akibat penyekatan beta. Propranolol menurunkan

tahanan vaskuler perifer dalam berbagai tingkat, bergantung pada selektivitas dan

aktivitas agonis parsial.

Penyekatan beta di otak, ginjal, dan saraf adrenergic perifer diduga sebagai

contributor pada efek antihipertensi yang terjadi pada penyakat reseptor penyekat

beta. Walaupun bukti bukti bertentangan diduga otak bukan tempat utama dari ef-

ek hipotensi tersebut, karena beberapa penyekat beta yang tidak dapat menyebera

ngi sawar darah darah otak ( misalnya nadolol ).


24

Propranolol menghambat stimulasi produksi renin oleh katekolamin (terja-

di melalui reseptor beta ). Diduga efek propranolol sebagian di sebabkan oleh dep

resi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Meskipun paling efektif di gunakan pada

pasien dengan aktivitas plasma renin yang tinggi, Propranolol juga dapat menurun

kan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan aktivitas renin yang normal atau

bahkan rendah. Penyekat beta di duga juga bekerja pada adrenoreseptor beta pra-

sinaps perifer untuk menurunkan aktivitas saraf vasokonstriktor simpatis.

Pada hipertensi ringan sampai sedang prppranolol dapat menghasilkan pe-

nurunan bermakna pada tekanan darah tanpa disertai hipotensi postural yang men-

colok.

2.Farmakokinetik dan dosis

Dosis efektif propranolol oral lebih besar daripada dosis intravena, sebagai

akibat inaktivasi lintas pertama hepar. Efek yang mencolok dari lintas pertama se-

bagian berkaitan dengan keanekaragaman dalam dosis yang dibutuhkan untuk me

ndapatka efek yang dapat digunakan di klinik. Waktu paruhnya 3-6 jam.

Pengobatan hipertensi biasanya diawali dengan pemberian 80 mg/hari da-

lam dosis terbagi. Dosis antihipertensiyang efektif dalam rentang 80-840 mg/hari.

Bradikardi dalam keadaan istirahat dan penurunan denyut jantung pda saat olahra

ga merupakan indikasi efek penyekat beta dari propranolol. Pengukuran respon ter

sebut dapat digunakan sebagai acuan dalam pengaturan dosis. Propranolol dapat

diberikan sekali atau dua kali sehari.


25

3.Toksisitas

Toksisitas utama propranolol merupakan akibat dari penyekatan jantung,

vascular atau reseptobrankial. Ketika propranolol dihentikan setelah penggunaan

teratur dalam jangka lama, beberapa pasien mengalami sindroma putus obat, de-

ngan manifestasi kegugupan, takikardi, peningkatan intensitas angina, atau pening

katan tekanan darah. Hal terakhir propranolol dapat meningkatkan trigliserida plas

ma dan menurunkan kolesterol HDL secara teoritis dapat memperbesar aterogene-

sis.

C. Penyekat Kanal Kalsium

Selain efek antiangina dan efek antiaritmik. Penyekat kanal kalsium juga

menyebabkan dilatasi arteriol perifer, dan menurunkan tekanan darah. Mekanisme

kerja pada hipertensi (dan sebagian di dalam angina) adalah hambatan aliran ma-

suk kalsium ke dalam sel sel otot polos arteri.

Verapamil,diltiazem, dan keluarga dithydropyridine (amlodipine, felodi-

pine,isradipine,nifedipine), semuanya efektif dalam menurunkan tekanan darah

dan berbagai formula dewasa ini telah disetujui penggunaannya di Amerika Seri-

kat.

D. Penghambat Angiotensin

Rilis renin dari korteks ginjal di stimulasi oleh penurunan tekanan arteri

ginjal, stimulasi saraf simpatis dan penurunan pengiriman natrium atau pening-
26

katan konsentrasi natrium atau peningkatan konsentrasi natrium pada tubulus dista

lis ginjal. Renin bekerja terhadap angiotensin untuk melepaskan angiotensin I de-

kapeptida yang tidak aktif. Angiotensin I kemudian di konversi, terutama oleh en-

zim pengubah angiotensin endothelial, menjadi oktapeptida angiotensin II vasok-

onstriktor arterial, yang pada gilirannya akan di konversi menjadi angiotensin III

di dalam kelenjar adrenal. Angioensin II memilki aktivitas vasokonstriktor dan re

tensi natrium. Angiotensin II dan III menstimulasi rilis aldosterone. Angiotensin

diduga mempunyai kontribusi untuk pemeliharaan tahanan vascular yang tinggi

pada hipertensi yang dihubungkan dengan aktivitas tinggi dari renin plasma, seper

ti pada stenosis arteri ginjal, beberapa tipe penyakit ginjal intrinsic, dan hipertensi

maligna, seperti pula pada hipertensi esensial setelah pengobatan dengan pengura

ngan asupan natrium, diuretic, dari vasodilator.

E. Penghambat Enzim Pengkonversi Angiotensin (ACE)

Captopril dan obat lain didalam kelas ini menghambat enzim pengonversi

peptidyl dipeptidase yang menghidrolik angiotensin I ke angiotensin II dan menye

babkan inaktivasi bradykinin, suatu vasodilator kuat, yang paling sedikit sebagian,

bekerja dengan cara menstimulasi rilis nitric oxide dan prostacyclin. Aktivitas hi-

potensi captopril terjadi baik dari efek hambatan pada system angiotensin renin

dan efek stimulasi pada system klini-kallikrein. Mekanisme yang kedua telah di-

buktikan bahwa antagonis reseptor bradykinin, icatibant, menurunkan efek penuru

an tekanan darah captopril.


27

Penghambat angiotensin II menurunkan tekanan darah terutama dengan

menurunkan tahanan vaskuler perifer. Curah jantung dan kecepatan denyut jan-

tung tidak berubah secara bermakna. Tidak seperti vasodilator langsung,obat ter

tersebut tidak menyebabkan aktivasi reflex simpatis dan dapat di gunakan secara

aman pada orang dengan penyakit jantung iskemik. Tidak terjadinya reflex taki-

kardi diduga karena penyesuaian kembali baroreseptor atau karena peningkatan

aktivitas parasimpatis.

Penghambat ACE memiliki peran khusus yang penting dalam pengobatan

pasien dengan nefropati diabetes karena dapat mengurangi proteinuria dan mensta

bilkan fungsi ginjal bahkan walaupun tidak terjadi penurunan tekanan darah. Ke-

untungan tersebut diduga terjadi karena perbaikan hemodinamika intrarenal.Deng

an penuruna tahanan arterioler eferen gromeruler dan hasil penurunan tekanan kap

iler intragromeruler. Penghambat ACE juga telah terbukti sangat berguna dalam

pengobatan gagal jantung kongestif dan setelah infark miokard. Pada kasus yang

terakhir Penghambat ACE menghasilkan pengisian yang lebih baik dan fungsi ven

trikuler kiri pada masa setelah terjadinya infark, efeknya terjadi dengan mengura

ngi remodeling pasca infark miokard (Bertram, 2008)

1.Farmakokinetika

Captopril diserap dengan cepat dengan bioavailabilitas sekitar 70% setelah

berpuasa. Bioavailabilitas dapat menurun jika obat di minum bersama dengan ma-

kanan, tetapi efek anti hipertensi captopril tidak berubah, captopril terutama di
28

metabolism menjadi disulfide, bergabung dengan molekul yang mengandung sul

fhydryl lain. Kurang dari separuh dari satu dosis oral captopril di ekskresi dalam

bentuk tidak berubah pada urine. Captopril di distribusi pada sebagian besar jaring

an tubuh, dengan perkecualian pada system saraf pusat. Waktu paruh captopril ku

rang dari tiga jam. Kadar dalam darah hanya sedikit berkaitan dengan respon kli

nis.

Captopril pada awalnya di berikan pada dosis 25 mg, dua atau tiga kali se

hari, 1-2 jam sebelum makan. Respon pada tekanan darah maksimal terjadi 2-4

jam setelah pemberian obat. Pada interval 1-2 minggu dosis dapat ditambah se-

hingga tekana darah dapat dikontrol.

Konsentrasi puncak enalprilat terjadi 3-4 jam setelah pemberian enalapril.

Waktu paruh enalapril sekitar sebelas jam. Dosis enalapril yang lazim adalah 10-

20 mg sehari atau dua kali sehari.

Lisonopril diabsorbsi lambat, kadar darah puncaktercapai sekitar tujuh jam

setelah pemberian. Waktu paruhnya adalah 12 jam. Dosis 10-80 mg pada pembe

rian sekali sehari efektif pada sebagian besar pasien.

Semua Penghambat ACE kecuali fosinopril dan moexipril dieleminasi te

rutama oleh ginjal, dosis obat harus dikurangi pada pasien dengan insufisiensi

ginjal.

2.Toksisitas
29

Hipotensi dapat terjadi pada pemberian dosis awal dari semua penghambat

ACE pada pasien dengan hipovolemik karena diuretic, membatasi masukan garam

atau kehilangn cairan dari saluran cerna. Efek samping lain lazim terjadi pada pen

gunaan semua Penghambat ACE termasuk gagal ginjal akut (khususnya pada pasi

en dengan stenosis arteri ginjal bilateral atau stenosis arteri ginjal pada ginjal soli

ter), hyperkalemia, batuk kering kadangkala diikuti dengan gangguan napas dan

angioderma. Hiperkalemia lebih banyak terjadi pada pasien dengan insufisiensi

ginjal atau diabetes. Bradykinin dan substansi P diduga bertanggung jawab terha

dap terjadinya batuk dan angioderma pada penggunaan Penghambat ACE.

Interaksi obat yang penting termasuk interaksi dengan suplemen kalium

ataupun diuretik hemat kalium yang dapat mengakibatkan hyperkalemia. Obat

antiinflamasi nonsteroid dapat menghambat efek hipotensi Penghambat ACE

dengan masyarakat efek vasodilatasi bradykinin , paling sedikit untuk sebagian

terjadi melalui prostaglandin.

F. Obat Penyekat Reseptor Angiotensin

Losartan dan valsartan adalah Penyekat Reseptor Angiotensin tipe I perta

ma yang dipasarkan. Akhir akhir ini Candesartan, Eprosartan, Irbesartan dan Tel

misartan telah dirilis. Obat tersebut tidak memiliki efek terhadap metabolisme bra

dykinin dan oleh karenanya merupakan penyekat yang lebih selektif terhadap ef

ek angiotensin dari pada Penyekat ACE. Mereka juga memiliki potensi pengham
30

batan efek angiotensin yang lebih lengkap dari pada Penyekat ACE karena terda

pat enzim lain selain ACE yang dapat membentuk angiotensin II(Bertram,2001)

2.1.8 Drug Related Problem

Drug Related Problem (DRP) merupakan kejadian tidak diinginkan yang

menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat. Penelitian di Inggris

menunjukkan adanya 8,8 % kejadian Drug Related Problem (DRP) yang terjadi

pada 93 % pasien. Data Minnesota Pharmaceutical Care Project menunjukkan

bahwa 17 % dari masalah terapi obat yang telah diidentifikasi dan di kategorikan

sebagai pasien menerima obat yang salah (Cipolle, dkk., 1998 ).

Sebuah DRP didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang tidak diinginkan

atau resiko yang dialami oleh pasien, yang melibatkan atau diduga melibatkan

terapi obat (Strand et al., 1990). Terjadinya DRP dapat mencegah atau menunda

pasien dari pencapaian terapi yang diinginkan. Sebuah DRP sebenarnya adalah

peristiwa yang telah terjadi pada pasien , sedangkan DRP potensial adalah suatu

peristiwa yang mungkin sekali terjadi bila apoteker tidak melakukan

intervensiyang tepat (Rovert et al., 2004). DRP adalah tantangan besar untuk

penyedia layanan kesehatan terutama farmasis, karena dapat mempengaruhi

morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien.

Ada beberapa hal yang termasuk dalam kategori penyebab timbulnya

permasalahan yang berhubungan dengan DRP (Cipopole dkk, 2004).

a. Butuh tambahan obat (need for additional drug therapy)


31

Pasien mempunyai masalah medis yang membutuhkan terapi obat

meliputi kondisi penyakit meningkat sehingga membutuhkan obat baru,

mengalami penyakit kronis, terapi obat pencegahan untuk mengurangi

resiko berkembangnya kondisi baru dan pemberian pengobatan tambahan

untuk mencapai sinergi dan efek tambahan.

Penyebab hal ini: 1. Kondisi baru membutuhkan terapi obat

2.Kondisi butuh kelanjutan trapi obat

3.Kondisi yang membutuhkan kombinasi obat

4. Kondisi dengan resiko tertentu dan butuh obat untuk

. mencegahnya

b. Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)

Hal ini terjadi jika pasien menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat, terapi

dengan dosis toksis, kondisi pengobatan lebih tepat, terapi dengan dosis toksis,

kondisi pengobatan lebih tepat ditangani dengan terapi non farmakologi, terapi

obat diberikan untuk menghindari efek merugikan dari pengobatan yang lain dan

penyalahgunaanobat, penggunaan alcohol atau merokok, polifarmasi yang sebaikn

ya terapi tunggal dan terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat

digantikan dengan obat yang lebih aman.

c.Salah obat ( wrong drug)

pasien mendapatkan terapi tidak tepat seperti obat bukan yang paling efektif dan

aman, pasien alergi atau kontra indikasi, sudah resisten terhadap infeksi, dan

kondisi pengobatan yang tidak dapat sembuh dengan produk obat.


32

d.Dosis terlalu rendah (dosage too low)

penyebab terjadinya ialah dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang

diinginkan, interaksi obat mengurangi jumlah ketersediaan obat yang aktif, durasi

obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan, pemilihan obat,

dosis, rute pemberian dan sediaan obat tidak tepat.

e.Dosis terlalu tinggi (over dosage)

hal ini terjadi ketika dosis yang diberikan terlalu tinggi untuk memberi efek, dosis

obat dinaikkan cepat, frekuensi pemberian, durasi terapi, cara pemberian obat

pada pasien yang tidak tepat, dan konsentrasi obat diatas kisaran terapi.

f.Ketidaktaatan pasien (uncomplience)

jika pasien tidak menerima obat sesuai regimen karena medication error

(peresepan, penyerahan obat dan monitoring pasien), tidak taat pada instruksi,

pasien tidak membeli obatyang disarankan karena mahal, tidak mengambil obat

karena tidak kepercayaan dengan obat yang dianjurkan (Strand. et al, 1998).

g.Interaksi obat (Adverse Drug Reaction)

penyebabnya ialah pasien menerima produk yang menyebabkan reaksi alergi atau

idiosinkrasi, pengaturan dosis obat diganti terlalu cepat, bioavailabilitas atau efek

obat diubah oleh obat lain atau makanan dan interaksi obat.

Salah satu yang menjadi kriteria terjadinya DRP Adverse Drug Reaction

adalah terjadinya interaksi obat. Tidak semua obat bermakna secara klinis.

Beberapa interaksi obat secara teoritis mungkin terjadi, sedangkan ineraksi obat

lain yang harus dihindari atau memerlukan pemantauan yang cermat. Tatro(2001)
33

menilai interaksi obat melalui peringkat signifikasi, onset, tingkat keparahan

efek interaksi dan dokumentasinya.

a) Peringkat Signifikasi

Peringkat Signifikasi intraksi bervariasi dari derajat 1 sampai 5. Derajat 1

adalah interaksi yang parah dan telah terdokumentasi dengan baik. Derajat

5 adalah interaksi yang terdokumentasinya tidak lebih dari possible atau

unlikely.

b) Onset

Onset adalah mulai efek kerja interaksi suatu obat yang terbagi dalam 2

kelompok yaitu rapid dan delayed. Onset rapid ialah efek akan terjadi

dalam kurun waktu 24 jam setelah pemakaian obat yang berinteraksi,

sehingga diperlukan tindakan segera.

c) Tingkat keparahan efek interaksi

Berdasarkan tingkat keparahan efek interaksi suatu obat terbagi dalam 3

kelompok yaitu major, moderat, dan minor. Tingkat keparahan major ialah

efek yang terjadi secara potensial mengancam jiwa atau dapat

menyebabkan kerusakan yang bersifat menetap. Efek dapat menyebabkan

perubahan status klinik dan penambahan pengobatan merupakaan tingkat

keparahan moderat. Efek yang biasanya ringan tidak memerlukan

tambahan pengobatan merupakan tingkat keparahan minor.

d) Dokumentasi
34

Dokumentasi adalah derajat kepercayaan dari interaksi obat yang dapat

menyebabkan perubahan respon klinis. Banyak factor yang dapat

mempengaruhi terdokumentasi nya suatu efek interaksi obat khususnya

pada pasien tertentu. Dokumentasi tidak menunjukkan besarnya insidensi

atau frekuensi in teraksi, serta tidak tergantung pada keparahan efek

interaksi. Dokumentasi terbagi dalam 5 kelompok yaitu establish,

probable, suspected, possible and likely. Dokumentasi established ialah

derajat kepercayaan yang telah dapat membuktikan interaksi terjadi

disertai suatu control penelitian yang baik. Kelompok kedua yaitu

probable ialah sangat mungkin terjadi interaksi tetapi tidak ada bukti

klinis. Yang ketiga yaitu suspected ialah interaksi obat munggkin terjadi

dan terdapat beberapa data yang baik, tetapi membutuhkan studi enelitian

lebih lanjut. Kelompok keempat yaitu possible ialah interaksi obat dapat

terjadi tetapi data masih sangat terbatas. Dan yang kelima yait unlikely

ialah derajat kepercayaan yang meragkan untuk terjadi interaksi obat dan

tidak ada perubahan efek klinis yang jelas.

2.1.9 Interaksi Obat

2.1.9.1 Pengertian Interaksi Obat

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2015), interaksi obat adalah dua

atau lebih obat yang diberikan secara bersamaan dapat memberikan efek masing

masing atau saling berinteraksi. Interaksi yang terjadi dapat bersifat potensiasi at

au antagonis satu obat oleh obat lainnya, terkadang juga dapat memberikan efek
35

yang lain. Interaksi obat dapat bersifat farmakodinamik atau farmakokinetik.

2.1.9.2 Jenis Interaksi Obat

a. Interaksi Obat - obat

Interaksi obat dengan obat dapat terjadi ketika dua obat atau lebih diberikan pada

saat bersamaan. Interaksi obat-obat memberikan efek menguntungkan maupun me

rugikan. Adapun interaksi yang menguntungkan terjadi antara kombinasi ACE In

hibitor dengan Beta Blocker, yakni dapat meningkatkan efek penurunan tekanan

darah. Sedangkan interaksi yang merugikan terjadi pada kombinasi ACE Inhibitor

dengan Angiotensin Receptor Blocker, yang menyebabkan meningkatnya resiko

hipotensi, kerusakan ginjal, dan hiperkalemi pada pasien gagal jantung (Stockley,

2008).

b. Interaksi Obat - Makanan dan Minuman

Makanan dan nutrisi tertentu didalam makanan, apabila digunakan bersamaan de

ngan obat dapat mempengaruhi bioavailabilitas, farmakokinetik,farmakodinamik,

dan efikasi terapi obat. Selain itu, efikasi terapi obat-obatan yang banyak tergan-

tung pada status gizi masing-masing individu. Dengan kata lain,ada atau tidaknya

nutrisi dalam saluran pencernaan dan atau sistem fisiologis tubuh,dapat mening-

katkan atau mengganggu tingkat penyerapan obat dan metabolism(Yaheya dan

Ismail, 2009).

2.1.9.3 Mekanisme Interaksi Obat


36

A. Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah

penyerapan, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain. Interaksi ini dapat me

ningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia(dalam tubuh) untuk dapat

menimbulkan efek farmakologi (BPOM, 2015).

a. Penyerapan

Interaksi yang mempengaruhi penyerapan suatu obat terjadi melalui beberapa me-

kanisme, diantaranya perubahan pH saluran cerna, pembentukan kompleks, peru

bahan motilitas gastrointestinal dan induksi atau inhibisi protein transfer. Penye-

rapan obat ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, dan sejuml

ah parameter yang berkaitan dengan dengan formulasi obat sehingga penggunaan

obat lain akan mempengaruhi proses penyerapan. Adapun contoh interaksi yang

mempengaruhi penyerapan yakni pada saat penggunaan diuretic tiazid bersamaan

dengan kolestiramin yang dapat mengurangi penyerapan tiazid sehingga menurun

kan efek terapinya (Stockley, 2008 ; Tatro, 2009).

b. Distribusi

Interaksi juga dapat mempengaruhi proses distribusi obat dalam tubuh. Dua obat

yang berikatan dengan protein atau albumin akan bersaing untuk mendapatkan te

mpat pada protein atau albumin tersebut sehingga akan terjadi penurunan pada ik

atan protein salah satu atau lebih obat. Hal tersebut mengakibatkan banyak obat

bebas yang beredar dalam plasma dan dapat menyebabkan toksisitas. Obat yang

tidak berikatan dengan plasma (bebas) dapat mempengaruhi respon farmakologi


37

(Stockley, 2008).

c. Metabolisme

Agar mendapatkan efek farmakologi, obat harus mencapai situs reseptor yang ber-

arti obat tersebut harus mampu melintasi membran plasma lipid. Peran metabolis-

me adalah untuk mengubah senyawa aktif yang larut dalam lipid menjadi senyawa

tidak aktif yang larut didalam air sehingga dapat diekskresikan secara efisien. Seb

agian besar enzim di tubuh manusia terdapat di permukaan endothelium hati. Sal-

ah satu enzim mikrosomal hati yang penting yaitu isoenzim sitokrom p-450 yang

bertanggung jawab dalam oksidasi kebanyakan obat dan enzim tersebut paling se

ring diinduksi oleh suatu obat lain. Sedangkan penghambatan enzim metabolisme

obat umumnya dapat mengurangi laju metabolisme suatu obat. Hal ini dapat meng

akibatkan peningkatan konsentrasi serum obat tersebut dan terutama apabila obat

tersebut memiliki indeks terapi yang sempit akan berpotensi menyebabkan toksisi

tas (Tatro, 2009).

d. Ekskresi

Ekskresi obat sebagian besar terjadi lewat ginjal melalui urin dan juga melalui em

pedu. Interaksi obat pada proses ekskresi dapat terjadi karena dipengaruhi oleh be

berapa faktor antara lain kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal. Hambatan

sekresi aktif di tubulus ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit ob

at untuk sistem transpor aktif yang sama, yakni P-glikoprotein untuk kation organ

ik dan zat netral, dan Multidrug Resistance Protein(MRP) untuk anion organic dan

konjugat. Faktor lainnya yakni perubahan pada pH urin.Perubahan tersebut menye


38

babkan perubahan klierens ginjal (melalui perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tu

buli ginjal) yang berarti secara klinik apabila :

(1) Fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (lebih besar 30%)

(2) Obat berupa basa lemah dengan pKa 6,0-12,0 atau asam lemah dengan p

Ka 3,0-7,5. Adapun contoh interaksi yang mempengaruhi eliminasi adalah

saat beta blocker digunakan bersamaan dengan teofilin yang akan mengura

ngi eliminasi teofilin (Nafrialdi, 2007 ; Tatro, 2009).

B. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada system

reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang

yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam

plasma. Interaksi ini merupakan sebagian besar dari interaksi obat yang penting

dalam klinik. Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik

seringkali dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang

berinteraksi, karena penggolongan obat memang berdasarkan atas persamaan efek

farmakodinamiknya. Interaksi farmakodinamik menimbulkan efek-efek obat yang

aditif, sinergis (potensiasi), atau antagonis jika dua obat atau lebih yang mempuny

ai kerja yang serupa atau tidak serupa diberikan (Nafrialdi, 2007 ; Tatro, 2009).

1. Efek obat aditif

Interaksi terjadi apabila pemberian dua atau lebih obat yang memiliki efek farma

kologi yang sama saat diberikan secara bersamaan, akan memberikan efek yang
39

merupakan penjumlahan dari efek masing-masing obat. Terkadang efek aditif ber

sifat toksik yang mengakibatkan depresi sumsum tulang, nefrotoksik, dan ototok-

sik. Interaksi aditif terjadi pada penggunaan supplemen kalium dan obat golongan

Potassium sparing drugs (ACE Inhibitor, angiotensin receptor blocker, potassium

sparing diuretic) yang akan menyebabkan hiperkalemi (Stockley, 2008).

2. Efek obat sinergisme

Interaksi yang terjadi apabila dua obat atau lebih yang tidak memiliki ataupun me-

miliki efek farmakologi yang sama diberikan secara bersamaan akan memperkuat

efek obat lain. Interaksi sinergis yang terjadi antara furosemid dan ramipril yang

dapat meyebabkan hipokalemia. Hipokalemia tersebut akibat dari efek diuretik

yang bekerja memperbanyak pengeluaran kalium dan air (Stockley, 2008 ; Tatro,

2009).

3. Efek obat antagonis

Efek yang dihasilkan dari interaksi obat yang terjadi antara dua atau lebih obat ya

ng memiliki efek antagonis atau efek farmakologi yang berlawanan. Efek dari ob

at-obat yang berinteraksi tersebut akan saling meniadakan efek obat satu sama la

in jika diberikan secara bersamaan. Interaksi antagonis dapat terjadi antara kom

binasi ACE Inhibitor atau diuretik loop dengan obat golongan obat antiinflamasi

non steroid (OAINS) yang bertentangan dengan efek antihipertensi (Stockley,

2008).
40

2.2. KLINIK

2.2.1. Pengertian Klinik

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan

menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik, diselenggarakan oleh

lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis

(Permenkes RI No.9,2014).

2.2.2. Jenis Klinik

A. Kinik Pratama

Klinik pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan

medik dasar yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter

umum. Bedasarkan perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha

ataupun perorangan(Permenkes RI No.9,2014).

B. Klinik Utama

Klinik utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik

spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Spesialistik berarti

mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin oleh

seorang dokter spesialis ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan perijinannya

klinik ini hanya dapat dimiliki oleh badan usaha berupa CV ataupun PT

(Permenkes RI No.9,2014).
41

2.2.3. Klinik “ E “ Banyuwangi

A. Sejarah singkat Klinik “ E “Banyuwangi

Klinik “ E “ Banyuwangi beroperasi sejak tgl 27 Oktober 2017. Jenis ijin

operasinya adalah Klinik Pratama. Klinik “ E “ berbadan usaha berupa yayasan

yang di miliki oleh beberapa orang. Klinik “ E “ terletak di desa

Purwoharjo,kecamatan Purwoharjo wilayah selatan kabupaten Banyuwangi.

B.Visi,Misi dan Motto

Visi :

-Mewujudkan pelayanan klinik yang bermutu dan terjangkau

Misi :

-Meningkatkan pelayanan yang bermutu, dan terjangkau

-Memberdayakan serta mendorong kemandirian individu dan

. masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

Motto :

-Pelayanan prima yang menyejukkan

C. Pelayanan farmasi Klinik “ E “

Praktek Kefarmasian termaktup dalam pasal 108 UU No.36 tahun

2009 tentang Kesehatan,yaitu pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi,pengamanan,pengadaan,penyimpanan dan pendistribusian atau

penyaluran obat,pengelolaan obat,pelayanan obat atas resep dokter,pelayanan

informasi obat,serta pengembangan obat,bahan obat dan obat tradisional.


42

Berdasarkan UU di atas terlihat bahwa pelayanan farmasi klinik belum

secara tegas tertulis dalam kelompok pelayanan kefarmasian di Indonesia. Karena

hanya ada 2 jenis pelayanan kefarmasian yang termaktub yaitu :

1.Pelayanan obat atas resep dokter

2.Pelayanan informasi obat

Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan sediaan farmasi berpusat pada individu

yang di lakukan oleh apoteker secara mandiri atau bersama tenaga medis dan/atau

tenga medis lainnya untuk mengoptimalkan keluaran farmakoterapi yang diterima

pasien.Obat antihipertensi yang tersedia di Klinik “ E “ antara lain golongan

calcium chanel bloker yakni amlodipin,golongan ACE Inhibitor yakni

captopril,golongan angiotensin reseptor bloker yakni candesartan,golongan beta

bloker yakni propranolol,golongan diuretika yakni furosemid.

2.3. Resep.

2.3.1. Pengertian resep

Menurut SK Menkes No. 1322/MENKES/SK/X/2002, Bab I, pasal 1.h

menyatakan resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter

hewan kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan

obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Depkes,2002)

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter,dokter gigi,dokter

hewan yang diberikan ijin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku kepada Apoteker Pengelola Apotek ( APA ) untuk menyiapkan dan atau
43

membuat,meracik serta menyerahkan obat kepada pasien. Untuk meningkatkan

kualitas peresepan resep yang ditulis oleh dokter harus memenuhi syarat antara la

in kelengkapan resep,penulisan obat dengan nama generic, dan tidak ada efek

samping membahayakan.

Kelengkapan resep antara lain nama,alamat dokter,serta nomor surat ijin

praktek,tanggal penulisan resep,tanda tangan atau paraf dokter penulis

resep,nama,alamat,umur,berat badan,jenis kelamin pasien,nama obat,potensi dosis

dan jumlah yang diminta,cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya yang

diperlukan (Anief, 2010)

2.3.2 Tata Cara Penulisan Resep

Hal yang penting dalam penulisan resep adalah tulian harus jelas seinga

mudah untuk dimengerti. Hal seperti penulisan resep yang tidak jelas maupun

salah pengertian mengenai nama obat sebisa mungkin dihindari. Pengobatan yang

tidak efektif, tidak aman, serta membahayakan pasien dapat disebabkan karena

kebiasaan buruk dokter dalam menulis resep dengan tulisan yang tidak jelas

(Zunilda,1994).

Penulisan resep menurut SK. Menkes RI No. 26/Menkes/Per/1981, Bab

III, ps 10 (Lestari, et al.,2002), memuat :

1. Nama, alamat dan nomor surat ijin praktek dokter

2. Tanggal penulisan resep

3. Nama setiap obat/komponen obat

4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep


44

5. Informasi untuk label obat

6. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

7. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang

jumlahnya melebihi dosis maksimum.

Penulisan nama dan alamat praktek dokter sangat berguna ketika apoteker

akan bertanya mengenai resep yang ditulis oleh dokter terkait. Fungsi penulisan

tanggal dari penulisan resep adalah adanya expired date dari resep tersebut,

sehingga ketika resep tersebut akan digunakan untuk mengambil obat pada

tanggal yang telah melewati batas expired date dari resep maka obat tidak dapat

diserahkan kepada pasien. Penulisan nama, dan kekuatan obat merupakan hal

terpenting dari bagian resep dan ditulis setelah tanda R/ (Recipe atau yang

memiliki arti “ambil”). Penulisan nama obat sebaiknya ditulis dalam nama

generiknya untuk memudahkan emilihan dari produk obat dari segi harga dan

penulisan kekuatan obat sebaiknya tidak menggunakan decimal atau singkatan

untuk satuannya karena bisa menyebabkan kesalahan pada pembacaan resep

(WHO, 1994)

Resep yang ditulis harus tepat, aman, dan rasional. Resep dapat dikatakan rasional

jika resep tersebut memenuhi enam tepat, yaitu: tepat obat, tepat indikasi, tepat

dosis, tepat bentuk sediaan, tepat waktu pemberian, dan tepat pasien (Lestari, et

al., 2002)

2.3.3 Skrining Resep


45

Pelayanan resep didahului proses skrining resep yang meliputi pemeiksaan

kelengkapan resep, keabshan dan tinjauan kerasionalan obat (Purwanti, 2004).

Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

a. Persyaratan administratif :

1) Nama dan alamat pasien

2) Berat badan dan umur pasien

3) Nama dan jumlah obat

4) Tanggal penulisan resep

5) Diagnosis

6) Tanda tangan penulis resep

7) Nama dan alamat dokter

8) Nomor ruang jika pasien rawat inap (Alomar, 2014; Depkes, 2004).

b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,

inkompatibilitas, cara dan lama pemberian (Depkes, 2004)

c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian

(dosis, durasi, jumlah obat). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya

dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan

pertimbangan dan alternative seperlunya bila perlu menggunakan

persetujuan setelah pemberitahuan (Depkes. 2004)

Ada 3 faktor yang mempengaruhi dokter dalam penulisan resep. Sehingga

penulisan resep sering tidak sesuai dengan kaidah formulatorium. 3 faktor tersebut
46

dari dokter,pasien dan obat. Keputusan dokter dalam penulisan resep dipengaruhi

pendidikan,informasi yang diterima dari sejawat,lingkungan tempat kerja

danindustri farmasi, serta interaksi dengan pasien(Manalu, ND,2012).

Menurut Syamsuni (2006) resep asli harus disimpan selama 3 tahun di apo

tik dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali yang berhak, antara la

in:

a. Dokter yang menulisnya atau yang merawatnya.

b. Pasien atau keluarga keluarga pasien yang bersangkutan.

c. Pegawai (kepolisian, Kehakiman, Kesehatan) yang ditugaskan untuk memerik -

sa.

d. Apoteker yang mengelola ruangan pelayanan farmasi.

e. Yayasan dan lembaga lain yang menanggung biaya pasien.

Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe = ambillah. Dibelakang

tanda ini biasanya baru tertera nama,jmlah obat dan signatura. Umumnya resep di

tulis dalam bahasa latin. Jika tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker/tenaga kefar

masian harus menanyakan kepada dokter penulis resep tersebut.Resep ditulis di -

atas kertas resep,ukuran kertas resep yang ideal umumnya berbentuk empat perse

gi panjang, ukuran ideal adalah lebar 10-12 dan panjang 15-18cm(Jas2009).Untuk

arsip dokter mengenai terapi yang diberikan kepada pasien sebaiknya ditulis rang-

kap dua. Menurut Kode Etik kedokteran Indonesia resep memiliki ukuran maksi-

mum folio 10,5 cm x 16 cm dengan mencantumkan nama gelar yang sah, SIP,ala

mat praktek, nomor telepon dan waktu praktek.


47

2.3.4 Jenis Resep

Menurut Jas (2009) Jenis resep dibagi menjadi empat bagian:

a. Tipe Officinalis, yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan di tuang -

kan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai

dengan buku standar (resep standar).

b. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu komposisi resep yang ditulis sendiri

oleh dokter berdasarkan pengalamannya dan tidak ditemukan dalam buku standar

yang diperuntukkan untuk saat penderita

c. Resep Medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang

maupun generik, dalam pelayanannya tidak mengalami peracikan, buku referensi:

ISO, IIMSS, DOI, IONI, Informasi akurat, dll

d. Resep Obat Generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik atau na-

ma resmi dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu, dalam pelayanannya bisa at

au tidak mengalami peracikan.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif yaitu

suatu penelitian tentang profil peresepan anti hipertensi berdasarkan resep yang

masuk pada bulan Januari-Maret 2022.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian dilakukan di Klinik“ E “ Banyuwangi

2. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April 2022

3.3.Variabel penelitian

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah resep obat anti hipertensi.

b. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah profil peresepan obat anti

hipertensi dan drug related problem/ Permasalahan yang muncul terkait

penggunaan anti hipertensi, antara lain dosis yang tidak tepat.

3.4. Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua resep anti hipertensi yang

masuk di Klinik“ E “ Banyuwangi selama bulan Januari-Maret 2022.

48
49

3.4.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah resep yang mengandung obat anti hipertensi

yang masuk di Klinik“ E “ Banyuwangi selama bulan Januari-Maret 2022. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling. Total sampling

adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi.

Alasan mengambil total sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100

dalam waktu satu bulan.

3.4.3. Kriteria Inklusi

1. Resep yang mengandung obat anti hipertensi

2. Resep pada periode Januari-Maret 2022

3.4.4. Kriteria Eklusi

1.Resep dengan data kelengkapan resep tidak lengkap

3.5. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Skala

1 Resep obat anti Resep obat anti hipertensi di klinik “ E Nominal

hipertensi ” Banyuwangi pada bulan januari-

maret 2022

2 Jumlah obat jumlah obat anti hipertensi yang Rasio


diresepkan di klinik “ E ” Banyuwangi
pada bulan januari-maret 2022
3 Nama obat anti nama obat generic anti hipertensi yang Nominal
hipertensi diresepkan di klinik “ E ” Banyuwangi
pada bulan januari-maret 2022
50

No Variabel Definisi Operasional Skala

4 Golongan obat anti Golongan obat anti hipertensi yang Nominal


hipertensi dikelompokkan dalam satu
mekanisme yang sama ,yang terdapat
dalam resep yang masuk di Klinik “ E
“ Banyuwangi
5 Dosis obat anti Kekuatan obat anti hipertensi yang Rasio
hipertensi dikelompokkan dalam satu
mekanisme yang sama ,yang terdapat
dalam resep yang masuk di Klinik “ E
“ Banyuwangi
6 Drug Related Problem Resiko DRP yang mungkin muncul -
pada peresepan obat

3.6. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah resep yang masuk

di Klinik“ E “ Banyuwangi Pada bulan Januari-Maret 2022 dan lembar

pengumpulan data.

3.7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

dengan rancangan deskriptif retrospektif dan penelitian dilakukan dengan melihat

kembali resep kemudian mengumpulkan data dan mencatat resep yang diambil

mulai bulan Januari-Maret 2022.

3.8. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data pada penelitian ini adalah menggunakan data deskriptif,

dimana peneliti menyajikan datanya dalam bentuk table presentasi. Setelah data

terkumpul diolah dan disajikan dengan bentuk tabel distribusi frekuensi dengan

skala ordinal menggunakan microsoft excel yang bertujuan mengubah data


51

mentah menjadi data yang lebih berarti. Dari data nantinya dapat digunakan seb

agai landasan untuk menyusun kesimpulan.

a. Perhitungan Obat anti hipertensi berdasarkan jumlah

Tentukan jumlah obat masing masing obat anti hipertensi yang diresepkan(a).

Setelah itu tentukan jumlah obat anti hipertensi keseluruhan yang diresepkan

(b). Hasil persentase di ukur dengan :

Persentase = a/b ×100%

b. Perhitungan Obat anti hipertensi berdasarkan nama

Tentukan nama obat anti hipertensi yang diresepkan(a). Setelah itu tentukan

jumlah obat anti hipertensi(b). Hasil persentase di ukur dengan :

Persentase = a/b ×100%

c. Perhitungan Obat anti hipertensi berdasarkan golongan

Tentukan jumlah golongan masing masing obat anti hipertensi (a). Setelah itu

tentukan jumlah obat anti hipertensi (b). Hasil persentase dihitung dengan :

Persentase = a/b ×100%

d. Perhitungan Obat anti hipertensi berdasarkan kekuatan obat

Tentukan kekuatan obat untuk masing-masing anti hipertensi (a). Setelah itu

tentukan jumlah obat anti hipertensi yang tersedia (b). Hasil persentase

dihitung dengan:

Persentase = a/b ×100%

d. Identifikasi masalah DRP


52

3.9 Kerangka Penelitian

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Menentukan Tujuan Penelitian

Permohonan Ijin Penelitian

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Data

Analisa Data

Kesimpulan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Demografi Pasien

4.1.1. Jenis kelamin.

Pada penelitian ini mengamati sebanyak 115 resep.

Tabel 4.1 Data dasar pasien hipertensi berdasarkan jenis kelamin.

Jenis kelamin Jumlah (pasien) Jumlah presentase (%)

Laki-laki 50 43.4

Perempuan 65 56.5

Total 115 100

Pada tabel 4.1 di peroleh data bahwa pasien terbanyak pada jenis kelamin

perempuan, yaitu sebanyak 65 pasien ( 56.5 %). Hal ini disebabkan adanya

hubungan faktor hormonal yang lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-

laki (Agrina, 2011)

4.1.2. Usia

Data dasar pasien hipertensi berdasarkan kriteria usia terdapat pada tabel. 4.2

Tabel 4.2 Data dasar pasien hipertensi berdasarkan kriteria usia

Usia pasien * Kriteria usia jumlah presentase (%)

(tahun)

26-35 masa dewasa awal 5 4.5

36-45 masa dewasa akhir 15 13.6

53
54

Usia pasien * Kriteria usia jumlah presentase (%)

(tahun)

46-55 masa lansia awal 40 36.3

56-65 masa lansia akhir 55 45.4

Total 115 100

*(Depkes RI, 2009)

Pada tabel 4.2 diperoleh data bahwa pasien terbanyak pada masa lansia akhir (56-

65 tahun) yaitu sebanyak 50 pasien ( 45.4 %). Faktor usia sangat berpengaruh

terhadap hipertensi karena bertambahnya usia maka semakin tinggi resiko

hipertensi, hal ini disebabkan karena adanya perubahan alamiah di dalam tubuh

yang mempengaruhi cara kerja jantung dan pembuluh darah (Triyanto, 2014)

Tabel 4.3 Penggunaan Obat Anti hipertensi

No Nama Obat Kekuatan Golongan Obat Aturan Jumlah

Obat Pakai Obat

(Tablet)

1 Captopril 12.5 mg ACE Inhibitor 3x1 10

2 Captopril 25 mg ACE Inhibitor 2x1 10

3 Amlodipin 5 mg Antagonis 3x1 10


Kalsium
4 Amlodipin 10 mg Antagonis 2x1 10
Kalsium
55

No Nama Obat Kekuat Golongan Obat Aturan Jumlah

an Obat Pakai Obat

(Tablet)

5 Nifedipin 10 mg Antagonis Kalsium 3x1 10

6 Propranolol 10 mg Penyekat Beta 3x1 10

7 Farmoten 12.5 mg ACE Inhibitor 3x1 10

8 Farmoten 25 mg ACE Inhibitor 2x1 10

9 Farmalat 10 mg Antagonis Kalsium 3x1 10

10 Concor 1.25 mg Penyekat Beta 1x1 10

11 Furosemid 40 mg Diuretika 1x1 10

12 Gralixa 40 mg Diuretika 1x1 10

13 Lasix 40 mg Diuretika 1x1 10

14 Candesartan 8 mg Antagonis 1x1 10


Angiotensin II
15 Micardis 40 mg Antagonis 1x1 10
Angiotensin II

Pada table 4.3 obat antihipertensi yang digunakan yaitu Captopril 12.5 mg,

Captopril 25 mg,Farmoten 12.5 mg,Farmoten 25 mg,Amlodipin 5 mg,Amlodipin

10 mg,Nifedipin 10 mg,Farmalat 10 mg,Propranolol 10 mg,Concor 1.25 mg,

furosemide 40 mg,Gralixa 40 mg,Lasix 40 mg,Candesartan 8 mg,Micardis 40 mg


56

Tabel 4.4 Profil penggunaan antihipertensi berdasarkan nama obat

Golongan Nama Obat Kekuat Aturan Juml Prose


an Obat Pakai ah ntase (
Rese %)
p
ACE Inhibitor Captopril 12.5 mg 3x1 18 15.6
Captopril 25 mg 2x1 16 13.9
Farmoten 12.5 mg 3x1 6 5.2
Farmoten 25 mg 2x1 5 4.3
Calcium Chanel Blocker Amlodipin 5 mg 8 6.9
( Antagonis Kalsium ) 3x1
Amlodipin 10 mg 2x1 9 7.8
Nifedipin 10 mg 3x1 10 8.6
Farmalat 10 mg 3x1 5 4.3
Beta Bloker/Penyekat Propranolol 10 mg 3x1 5 4.3
Beta Concor 1.25 mg 1x1 5 4.3
Diuretik Furosemid 40 mg 1x1 6 5.2
Gralixa 40 mg 1x1 7 6
Lasix 40 mg 1x1 7 6
Antagonis Angiotensin II Candesartan 8 mg 1x1 4 3.4
Micardis 40 mg 1x1 4 3.4

Pada tabel 4.4 Penggunaan antihipertensi berdasar nama obat yang paling banyak

digunakan adalah Captopril 12.5 mg yaitu sebanyak 18 resep atau 15.6 %.

Tabel 4.5 Profil penggunaan antihipertensi berdasarkan jumlah obat


Golongan Nama Obat Kekuat Atur Jumlah Prose
an Obat an Obat ntase
Pakai (%)
ACE Inhibitor Captopril 12.5 mg 3x1 220 142
Captopril 25 mg 2x1 130 113
Farmoten 12.5 mg 3x1 80 69.5
Farmoten 25 mg 2x1 90 78.2
Calcium Chanel Blocker Amlodipin 5 mg 3x1 100 86.9
57

Golongan Nama Kekuatan Aturan Jumlah Prosentase


Obat Obat Pakai Obat (%)
Calcium Chanel Amlodipin 10 mg 2x1 50 43.4
Blocker
( Antagonis Nifedipin 10 mg 3x1 60 52
Kalsium )
Farmalat 10 mg 3x1 50 43.4
Beta Propranolol 10 mg 3x1 50 43.4
Bloker/Penyekat
Concor 1.25 mg 1x1 50 43.4
Beta
Diuretik Furosemid 40 mg 1x1 60 52
Gralixa 40 mg 1x1 70 61
Lasix 40 mg 1x1 60 52
Antagonis Candesartan 8 mg 1x1 40 34.7
Angiotensin II
Micardis 40 mg 1x1 40 34.7

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa jumlah obat yang banyak digunakan adalah

Captopril 12.5 mg sebanyak 220 tablet atau 142 %

Tabel 4.6 Profil penggunaan antihipertensi berdasarkan golongan obat

Golongan Jumlah Resep Prosentase ( % )


ACE Inhibitor 40 34.7
Antagonis Angiotensin II 15 13
Antagonis Kalsium 20 17.3
Diuretik 10 8.7
Penyekat Beta 30 26
58

Tabel 4.6 golongan obat yang banyak digunakan yaitu golongan ACE Inhibitor

sebanyak 40 resep. Golongan ACE Inhbitor yang digunakan antara lain Captopril

12.5 mg,Captopril 25 mg,Farmoten 12.5 mg,Farmoten 25 mg

Tabel 4.7 Profil penggunaan antihipertensi berdasarkan kekuatan obat

Golongan Nama Obat Kekuat Aturan Jumla Prose


an Obat Pakai h ntase (
Resep %)
ACE Inhibitor Captopril 12.5 mg 3x1 18 15.6
Captopril 25 mg 2x1 16 13.9
Farmoten 12.5 mg 3x1 6 5.2
Farmoten 25 mg 2x1 5 4.3

Calcium Chanel Blocker Amlodipin 5 mg 3x1 8 6.9


( Antagonis Kalsium )
Amlodipin 10 mg 2x1 9 7.8
Nifedipin 10 mg 3x1 10 8.6
Farmalat 10 mg 3x1 5 4.3
Beta Bloker/Penyekat Propranolol 10 mg 3x1 5 4.3
Beta
Concor 1.25 mg 1x1 5 4.3
Diuretik Furosemid 40 mg 1x1 6 5.2
Gralixa 40 mg 1x1 7 6

Lasix 40 mg 1x1 7 6
Antagonis Angiotensin Candesartan 8 mg 1x1 4 3.4
II
Micardis 40 mg 1x1 4 3.4

Pada tabel 4.7 kekuatan obat yang banyak digunakan adalah Captopril 12.5 mg
sebanyak 18 resep atau sebesar 15.6 %.
59

Tabel 4.8 Profil Penggunaan Obat Tambahan

Nama Obat Kekuatan Obat Aturan Pakai Jumlah Obat


( Tablet )
Guaifenesin 100 mg 3x1 10
Chlorphenamine 4 mg 3x1 10
Maleat
Omeneuron : 1x1 4
Vit B1 200 mg
Vit B6 200 mg
Vit B12 200 mcg

Tabel 4.9 Tabel DRP (Drug Related Problem)

Nama Obat Drug Related Problem Rekomendasi


Amlodipin 10 mg Resiko terjadi hipotnsi Minum sesuai dosis
Captopril 25 mg Batuk Diberikan obat batuk
Furosemid Poliuri Sebaiknya obat di minum
pagi hari

4.2 Pembahasan

Hasil yang didapat mengenai peresepan penggunaan obat anti hipertensi

pada periode Januari-Maret 2022 di Klinik “ E “ Banyuwangi berdasarkan tabel

4.1 penggunaan obat berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 65

resep ( 56.5 % ),sedangkan laki-laki sebanyak 50 resep ( 43.4 % ). Perempuan le-

bih banyak menderita hipertensi ketika memasuki usia menopause hal ini terjadi

karena adanya penurunan hormone estrogen. Ketika jumlahnya menurun sel-sel


60

endotel akan hancur karena kandungan estrogen menipis, kerusakan endotel memi

cu timbulnya plak didalam darah sekaligus merangsang naiknya tekanan darah.

Pada kelompok usia yang terbanyak adalah lansia akhir ( 56-65 thn ) seba-

nyak 50 pasien ( 45.4 % ). Penyakit hipertensi lebih banyak diderita oleh pasien

lanjut usia karena pada usia ini terjadi proses penuaan yang terjadi penurunan

fungsi organ organ tubuh. Pada usia lanjut terjadi proses pecahnya pembuluh da-

rah dikarenakan adanya penyumbatan pada pembuluh darah yang sudah rapuh.

Pembuluh darah yang rapuh karena faktor bertambahnya usia. Kerapuhan pem-

buluh terjadi karena mengerasnya dinding pembuluh darah karena tertimbunnya

plak dalam pembuluh darah,akan lebih parah disertai dengan gejala tekanan darah

tinggi. Hipertensi jarang terjadi pada wanita muda dibandingkan dengan pria,teta

pi angka kejadian meningkat lebih pesat pada wanita setelah usia 50 tahun dan

pada usia 60 tahun dapat menyamai atau bahkan lebih tinggi dari pria

(Nugroho,2008).

Berdasarkan tabel 4.3 obat antihipertensi yang digunakan yaitu Captopril

12.5 mg, Captopril 25 mg, Farmoten 12.5 mg,Farmoten 25 mg, Amlodipin 5 mg,

Amlodipin 10 mg, Nifedipin 10 mg, Farmalat 10 mg, Propranolol 10 mg, Concor

1.25 mg, Furosemide 40 mg, Gralixa 40 mg, Lasix 40 mg, Candesartan 8 mg,

Micardis 40 mg

Berdasarkan tabel 4.4 obat anti hipertensi yang banyak digunakan adalah

Captopril 12.5 mg sebanyak 18 resep atau 15.6 %. Obat tersebut golongan ACE
61

Inhibitor yang berfungsi dengan 2 cara yakni menghambat enzim ditubuh

agar ti dak menghasil- kan angiotensin II. Angiotensin II merupakan senyawa

yang dapat menyempitkan

pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah dapat memicu tekanan darah ting

gi dan memaksa jantung bekerja lebih keras. Angiotensin II juga perlu dikendali

kan karena dapat melepaskan hormon yang meningkatkan tekanan darah.

Kedua,obat ACE Inhibitor turut membantu menurunkan kadar natrium ya

ng tertahan didalam ginjal.

Berdasarkan tabel 4.5 jumlah obat terbanyak adalah Captopril 12.5 mg seb

anyak 220 tablet atau 142 %. Obat ini golongan ACE Inhibitor. Obat ini harganya

murah dan efektif digunakan pada pasien hipertensi.

Berdasarkan tabel 4.6 golongan obat terbanyak digunakan adalah golong-

an ACE Inhibitor sebesar 40 resep atau 34.7 %.

Berdasarkan tabel 4.7 kekuatan obat yang jumlahnya terbanyak adalah Ca

ptopril 12.5 mg sebanyak 18 resep atau 15.6 % .

Pada tabel 4.5, tabel 4.6, tabel 4.7 obat yang banyak digunakan adalah gol

ongan ACE Inhibitor. Penghambat ACE mengurangi pembentukan Angioten. sin

II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosterone yang menyebab

kan terjadinya ekskresi natrium dan air serta retensi kalium. Akibatnya ter jadi

penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan peresepan penggunaan obat anti hipertensipada

periode Januari-Maret tahun 2022 di Klinik “ E “ Banyuwangi dapat disimpulkan

berdasarkan data sebagai berikut:

1. Pasien perempuan lebih banyak menderita penyakit hipertensi yang dilihat pada

lembar resep yaitu sebanyak 65 resep ( 56.5 % ), dan pada kelompok usia lansia

akhir ( 56-65 tahun ) yaitu sebanyak 50 resep ( 43.4 % ).

2. Obat hipertensi yang banyak digunakan adalah golongan ACE Inhibitor

5.2 Saran

1. Dalam hal ini sebaiknya Instansi terkait Dinas Kesehatan mengadakan penyu-

luhan tehadap masyarakat tentang manajemen hipertensi dan pola hidup yang se-

hat terutama terhadap usia diatas 50 tahun.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang peresepan obat yang berbeda di Kli

nik “ E “ Banyuwangi atau obat anti hipertensi di Klinik atau apotek yang berbeda

dengan melihat jumlah resep yang lebih banyak.

62
63
Tabel 4.4 Lembar pengumpulan data berdasarkan nama obat
Tanggal Nama Obat
NO
Resep A B C D E F G H I J K L M N O
 2 jan
1
2022  v  v            v              v
 3 jan
2
2022            v  v              v  
 5 jan
3
2022      v  v              v        
 6 jan
4
2022          v        v  v    v  v    
 8 jan
5
2022            v  v              v  
 9 jan
6
2022  v   v    v                     
 11 jan
7
2022  v v                     v  v    
 13 jan
8
2022  v              v    v          
 14 jan
9
2022      v v                       v
 15 jan
10
2022  v     v  v             v        v
 19 jan
11
2022 v v
 20 jan
12
2022 v v
 22 jan
13
2022 v v v v
 25 jan
14
2022 v v v
 27 jan
15
2022 v v v v
 28 jan
16
2022 v v v v
 30 jan
17
2022 v v v v
 1 feb
18
2022 v v v v
 2 feb
19
2022 v v v
 4 feb
20
2022 v v v
64
Tanggal Nama Obat
NO
Resep A B C D E F G H I J K L M N O
 5 feb
21
2022 v v v v
 6 feb
22
2022 v v v v
 8 feb
23
2022 v v v
 10 feb
24
2022 v v v
 15 feb
25
2022 v
 18 feb
26
2022 v
 20 feb
27
2022 v
 22 feb
28
2022 v
 23 feb
29
2022 v
 26 feb
30
2022 v
 28 feb
31
2022 v
2 mar
32
2022 v
6 mar
33
2022 v
8 mar
34
2022 v
10 mar
35
2022 v v
12 mar
36
2022 v v
14 mar
37
2022 v v
16 mar
38
2022 v v
65

Tanggal Nama Obat


NO
Resep A B C D E F G H I J K L M N O
17 mar
39
2022 v v
19 mar
40
2022 v
21 mar
41
2022 v v v
24 mar
42
2022 v
25 mar
43
2022 v v
26 mar
44
2022 v
27 mar
45
2022 v v
29 mar
46
2022 v v

jumlah 18 16 8 9 10 5 6 5 5 5 6 7 7 4 4

Keterangan :
A. Captopril 12.5 mg
B. Captopril 25 mg
C. Amlodipin 5 mg
D. Amlodipin 10 mg
E. Nifedipin 10 mg
F. Propranolol 10 mg
G. Farmoten 12.5 mg
H. Farmoten 25 mg
I. Farmalat 10 mg
J. Concor 1.25 mg
K. Furosemide 40 mg
L. Gralixa 40 mg
M. Lasix 40 mg
N. Candesartan 8 mg
O. Micardis 40 mg
Pada tabel 4.4 antihipertensi yang banyak digunakan adalah Captopril 12,5 mg

yakni sebanyak 18 resep


66
Tabel 4.5 Lembar pengumpulan data berdasarkan jumlah obat
Tanggal Nama Obat
NO
Resep A B C D E F G H I J K L M N O
 2 jan
1
2022  v  v            v              v
 3 jan
2
2022            v  v              v  
 5 jan
3
2022      v  v              v        
 6 jan
4
2022          v        v  v    v  v    
 8 jan
5
2022            v  v              v  
 9 jan
6
2022  v   v    v                     
 11 jan
7
2022  v v                     v  v    
 13 jan
8
2022  v              v    v          
 14 jan
9
2022      v v                       v
 15 jan
10
2022  v     v  v             v        v
 19 jan
11
2022 v v
 20 jan
12
2022 v v
 22 jan
13
2022 v v v v
 25 jan
14
2022 v v v
 27 jan
15
2022 v v v v
 28 jan
16
2022 v v v v
 30 jan
17
2022 v v v v
 1 feb
18
2022 v v v v
67

Tanggal Nama Obat


NO
Resep A B C D E F G H I J K L M N O
 2 feb
19
2022 v v v
 4 feb
20
2022 v v v
 5 feb
21
2022 v v v v
 6 feb
22
2022 v v v v
 8 feb
23
2022 v v v
 10 feb
24
2022 v v v
 15 feb
25
2022 v
 18 feb
26
2022 v
 20 feb
27
2022 v
 22 feb
28
2022 v
 23 feb
29
2022 v
 25 feb
30
2022 v
 28 feb
31
2022 v
2 mar
32
2022 v
6 mar
33
2022 v
8 mar
34
2022 v
10 mar
35
2022 v v
12 mar
36
2022 v v
14 mar
37
2022 v v
16 mar
38
2022 v v
68
Tanggal Nama Obat
NO
Resep A B C D E F G H I J K L M N O
17 mar
39
2022 v v
19 mar
40
2022 v
22 mar
41
2022 v v v
24 mar
42
2022 v
25 mar
43
2022 v v
26 mar
44
2022 v
29 mar
45
2022 v v
30 mar
46
2022 v v
jumlah 220 130 80 90 100 50 60 50 50 50 60 70 60 40 40

Tabel 4.6 Lembar Pengumpulan data berdasarkan golongan obat

Tanggal Golongan Obat


NO
Resep 1 2 3 4 5 6
1 2 jan 2022    v      v  
2 3 jan 2022  v  v    v    
3 4 jan 2022  v      v    
4 5 jan 2022      v    v  
5 8 jan 2022  v  v    v    
6 9 jan 2022  v    v  v    
7 111 jan 202  v          
8 13 jan 2022  v  v    v    
9 14 jan 2022  v    v      
10 16 jan 2022    v      v  
11 19 jan 2022  v      v    
12 21 jan 2022 v v v

69
Tanggal Golongan Obat
NO
Resep 1 2 3 4 5 6
13 22 jan 2022 v v
14 25 jan 2022 v v
15 27 jan 2022 v v
16 29 jan 2022 v v v
17 30 jan 2022 v v
18 1 feb 2022 v v
19 2 feb 2022 v v
20 4 feb 2022 v v v
21 5 feb 2022 v v
22 6 feb 2022 v v
23 8 feb 2022 v v v
24 10 feb 2022 v v
25 12 feb 2022 v v
26 13 feb 2022 v v
27 14 feb 2022 v v
28 16 feb 2022 v v
29 17 feb 2022 v
30 19 feb 2022 v v
31 21 feb 2022 v v
32 24 feb 2022 v v
33 25 feb 2022 v v
34 26 feb 2022 v
35 27 feb 2022 v v
36 28 feb 2022 v v
37 1 mar 2022 v
38 2 mar 2022 v v
39 3 mar 2022 v v
40 6 mar 2022 v v
41 7 mar 2022 v v
42 8 mar 2022 v v
43 9 mar 2022

70

NO Tanggal Golongan Obat


Resep 1 2 3 4 5 6

44 11 mar 2022 v
45 13 mar 2022 v v
46 14 mar 2022
47 15 mar 2022 v v v
48 16 mar 2022 v
49 17 mar 2022 v v
50 19 mar 2022 v
51 21 mar 2022 v v
52 22 mar 2022 v v
53 23 mar 2022
54 24 mar 2022 v v v
55 26 mar 2022 v v v
56 27 mar 2022 v
57 28 mar 2022 v v
58 29 mar 2022 v v
59 30 mar 2022 v v v
 Total 40  30  20 15  10

Tabel 4.7 Lembar pengumpulan data berdasarkan kekuatan obat

Tanggal Nama Obat


NO
Resep 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
 2 jan
1
2022  v  v            v              v
 3 jan
2
2022            v  v              v  
 5 jan
3
2022      v  v              v        
 6 jan
4
2022          v        v  v    v  v    
 8 jan
5
2022            v  v              v  

71

NO Tanggal Nama Obat


Resep 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
 9 jan
6
2022  v   v    v                     
 11 jan
7
2022  v v                     v  v    
 13 jan
8
2022  v              v    v          
 14 jan
9
2022      v v                       v
 15 jan
10
2022  v     v  v             v        v
 19 jan
11
2022 v v
 20 jan
12
2022 v v
 22 jan
13
2022 v v v v
 25 jan
14
2022 v v v
 27 jan
15
2022 v v v v
 28 jan
16
2022 v v v v
 30 jan
17
2022 v v v v
 1 feb
18
2022 v v v v
 2 feb
19
2022 v v v
 4 feb
20
2022 v v v
 5 feb
21
2022 v v v v
 6 feb
22
2022 v v v v
 8 feb
23
2022 v v v

72
Tanggal Nama Obat
NO
Resep 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
 10 feb
24
2022 v v v
 15 feb
25
2022 v
 18 feb
26
2022 v
 20 feb
27
2022 v
 22 feb
28
2022 v
 23 feb
29
2022 v
 25 feb
30
2022 v
 28 feb
31
2022 v
2 mar
32
2022 v
6 mar
33
2022 v
8 mar
34
2022 v
10 mar
35
2022 v v
12 mar
36
2022 v v
14 mar
37
2022 v v
16 mar
38
2022 v v
17 mar
39
2022 v v
19 mar
40
2022 v
22 mar
41
2022 v v v

73
Tanggal Nama Obat
NO
Resep 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
24 mar
42
2022 v
25 mar
43
2022 v v
26 mar
44
2022 v
29 mar
45
2022 v v
30 mar
46
2022 v v
jumlah 18 16 6 5 8 9 10 5 5 5 6 7 7 4 4

Keterangan :
1. Captopril 12.5 mg
2. Captopril 25 mg
3. Amlodipin 5 mg
4. Amlodipin 10 mg
5. Nifedipin 10 mg
6. Propranolol 10 mg
7. Farmoten 12.5 mg
8. Farmoten 25 mg
9. Farmalat 10 mg
10. Concor 1.25 mg
11. Furosemide 40 mg
12. Gralixa 40 mg
13. Lasix 40 mg
14. Candesartan 8 mg
15. Micardis 40 mg
Pada tabel 7.7 kekuatan obat yang banyak digunakan adalah Captopril 12.5 mg
sebanyak 18 resep.

DAFTAR PUSTAKA
Adib M, 2009. Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi, Jantung, Dan
Stroke. Yogyakarta : Dianloka

Ahmad NR,2011. Cara Mencegah Dan Mengobati Asam Urat Dan Hipertensi. Jakarta :
Rineka Cipta

Alomar, M., 2014, Community Pharmacy Prescription Screening in the UAE, Al Ain
Univercity, 2014, 5, pp. 83-91

Anief, 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gajah Mada Univercity Press

Anief, Moh., 1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.

Balai Pengawasan Obat dan Makanan. 2015. Interaksi Obat [online]


http://pionas.pom.go.id/ioni/lampiran-1-interaksi-obat-0. Diakses tanggal 4 April
2021

Bertram, G dan Katzung. 2001. Farmakologi dasar dan klinik. Salemba medika, Jakarta,
Indonesia. Hal 269-307

Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


2016. Farmakologi Dan Terapi Edisi 6. Jakarta Gaya Baru

Departemen Kesehatan, 2002, Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1332/MENKES/SK/X/2002, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Departemen Kesehatan, 2004, Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

74
75
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dirjen PP dan PL, 2015. Pedoman
Teknis Penemuan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta : Depkes RI

ESH and ESC, 2013. ESH/ESC. Guidelines for The Management of Arterial
Hypertension. Journal of hypertension 2013, vol 31, 1281-1357

Gunawan, 2001. Hipertensi Tekanan Darah Tingi. Yogyakarta : Canisius

Herbert Benson, 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Gramedia : Jakarta

Jas, A., 2009. Perihal Resep dan Dosis serta Latihan Menulis Resep. Universitas
Sumatera Utara. Medan

Kementrian Kesehatan RI,2015 . “Rencana Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2015-


2019. Dinas Kesehatan melalui https: //doi.org/351.077 Ind

Lestari, C.S., Rahayu, S., Rya, H., Suhardjono, Maisunah, Soewarni, S., Sunarsih, E.S.,
2002, Seni Menulis Resep Teori & Praktek, Perca, Jakarta,pp. 3,6,7.

Manalu, ND.2012. Analis Kepatuhan Dokter Organik Terhadap Formularium Di


Rumah Sakit MH Thamrin Salemba Pada Bulan Januari-Juli 2011
[Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia

Nafrialdi. 2007. Antihipertensi dalam : Farmakologi dan Terapi. Jakarta :


Departemen Farmakolog dan Terapeutik FKUI

Noviyanti, 2015. Hipertensi,Kenali,Cegah Dan Obati. Yogyakarta : Notebook

Peraturan Mentri Kesehatan RI 2014. No.9/Menkes/Per/2014/Tentang Klinik

Peraturan Mentri Kesehatan RI , 2016. No.74/Menkes/Per/2016. Tentang Standart


Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
76
Pudiastuti, 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika

Purwanti, A., Harianto, Supardi, S., 2004, Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan
Farmasi Di Apotek DKI Jakarta Than 2003, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol.
I,pp. 102-115.

Sugiyono,2014. Cara Mudah Menyusun Skripsi,Tesis Dan Disertasi. Bandung : Alfabeta


Stockley, I.H. 2008. Stockley’s Drug Interaction : Eight Edition. London :
Pharmaceutical Press

Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Penerbit: Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

The Eight Joint National Committee. Evidence Based Guidelines for The Management of
High Blood Pressure in Adult-Report from The Panel Members Appointed to the Eight
Joint National Committee. 2014

Tatro, D. 2009. Drug Interaction Facts. United States America : Woltres Kluwer
Company

T Jay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2002. Obat Obat Penting khasiat Penggunaan Dan
Efek Samping. Jakarta : Elex Media Computindo

Triyanto E,2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita HIpertensi Secara Terpadu.


Yogyakarta : Graha Ilmu

Wahyu,R , 2015. Mengenal Dan Mencegah Penyakit Diabetes, Hipertensi,Jantung Dan


Stroke Untuk Hidup Lebih Berkualitas. Yogyakarta : Media Ilmu

Yaheya, M., and Ismail, M. 2009. Drug-Food Interaction and Role of Pharmacist.
Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research Vol. 2 Issue 4

Yanita,N , 2017. Berdamai Dengan Hipertensi. Jakarta : Bumi Medica

77
Zunilda, S., 1994, Guide to Good Prescribing, ITB, Bandung, pp. 66

78
LAMPIRAN

LEMBAR PENGUMPULAN DATA

Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)


Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Karakteristik Pasien Berdasarkan usia

Usia Jumlah Persentase ( % )


……..
………..
Jumlah

Penggunaan Obat Anti hipertensi

No Nama obat Jumlah obat Golongan Obat Kekuatan

79
Lembar pengumpulan data berdasarkan nama obat

Tanggal Nama Obat


NO
Resep A B C D E F G H I J K L M N O P
1                                
2                                
3                                
4                                
5                                
6                                
7                                
8                                
9                                
10                                
dst                                
Total

Keterangan :
A. Captopril 12.5 mg
B. Captopril 25 mg
C. Amlodipin 5 mg
D. Amlodipin 10 mg
E. Nifedipin 10 mg
F. Propranolol 10 mg
G. Farmoten 12.5 mg
H. Farmoten 25 mg
I. Farmalat 10 mg
J. Concor 1.25 mg
K. Furosemide 40 mg
L. Gralixa 40 mg
M. Lasix 40 mg
N. Candesartan 8 mg
A. Micardis 40 mg

80
Lembar Pengumpulan Data Berdasarkan Jumlah obat
Tanggal Jumlah Obat dalam resep
NO
Resep A B C D E F G H I J K L M N O P
1                                
2                                
3                                
4                                
5                                
6                                
7                                
8                                
9                                
10                                
dst                                
Total

Keterangan :
A. Captopril 12.5 mg
B. Captopril 25 mg
C. Amlodipin 5 mg
D. Amlodipin 10 mg
E. Nifedipin 10 mg
F. Propranolol 10 mg
G. Farmoten 12.5 mg
H. Farmoten 25 mg
I. Farmalat 10 mg
J. Concor 1.25 mg
K. Furosemide 40 mg
L. Gralixa 40 mg
M. Lasix 40 mg
N. Candesartan 8 mg
O. Micardis 40 mg

81
Lembar Pengumpulan data berdasarkan golongan obat

NO Tanggal Golongan Obat


Resep 1 2 3 4 5 6
1              
2              
3              
4              
5              
6              
7              
8              
9              
10              
dst              
Total            

Keterangan:
1. ACE Inhibitor
2. Penyekat Beta
3. Antagonis Kalsium
4. Antagonis Angiotensin II
5. Diuretik

Lembar Pengumpulan Data Berdasarkan Kekuatan Obat

Tanggal Kekuatan / Dosis obat


NO
Resep 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1                  
2                                      
3                                      
4                                      
5                                      
6                                      
7                                      
8
9
10
Total                                    
82
Keterangan :
1. Captopril 12.5 mg
2. Captopril 25 mg
3. Amlodipin 5 mg
4. Amlodipin 10 mg
5. Nifedipin 10 mg
6. Propranolol 10 mg
7. Farmoten 12.5 mg
8. Farmoten 25 mg
9. Farmalat 10 mg
10.Concor 1.25 mg
11.Furosemide 40 mg
12.Gralixa 40 mg
13.Lasix 40 mg
14.Candesartan 8 mg
15.Micardis 40 mg

Anda mungkin juga menyukai