Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN AKHIR

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI BALAI BESAR POM BANDUNG

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

Siti Nurrohmah, S.Farm.


260112180094

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
BANDUNG

Disusun oleh :
Siti Nurrohmah, S.Farm
260112180094

Jatinangor, Januari 2019


Disetujui Oleh :

Pembimbing Balai Besar Pengawas Pembimbing Fakultas Farmasi


Obat dan Makanan Bandung Universitas Padjadjaran

Dra. Ami Damilah., Apt Dr. Sandra Megantara, M.Farm., Apt


NIP. 19610605 199303 2 001 NIP. 19830420 201504 1 003
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN HARIAN
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
BANDUNG

Disusun oleh :
Siti Nurrohmah, S.Farm
260112180094

Jatinangor, Januari 2019


Disetujui Oleh :

Pembimbing Balai Besar Pengawas Pembimbing Fakultas Farmasi


Obat dan Makanan Bandung Universitas Padjadjaran

Dwie Astrini, S.Si., Apt., M.Si Dr. Sandra Megantara, M.Farm., Apt
NIP. 19790714 200501 2 002 NIP. 19830420 201504 1 003
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat anugrah-

Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktek Kerja Profesi Apoteker di

BBPOM Banfung pada periode bulan Januari 2019. Laporan akhir ini merupakan salah

satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program

Studi Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.

Penulis menyadari bahwa pelaksanaan PKPA sampai penyusunan laporan ini

dapat terlaksana dengan lancar berkat kerjasama, bantuan, pengarahan, dan dukungan

dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada :

1. I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa, S.Si., Apt., MPPM. Selaku Kepala Balai

Besar POM di Bandung.

2. Prof. Dr. Ajeng Diantini, M.Si., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Padjadjaran.

3. Dra. Ami Damilah., Apt. selaku Kepala Bidang Pengujian Balai Besar POM di

Bandung.

4. Dr. Ida Musfiroh, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.


5. Dwie Astrini, S.Si., Apt., M.Si. selaku Kepala Seksi Pengujian Mikrobiologi Balai

Besar POM di Bandung.

6. Dr. Sandra Megantara, M.Farm., Apt. selaku pembimbing PKPA dari Fakultas

Farmasi Universitas Padjadjaran.

7. Seluruh staff dan karyawan terutama di seksi Pengujian Mikrobiologi Balai Besar

POM di Bandung atas bimbingan dan kerjasamanya selama penulis melaksanakan

PKPA.

8. Segenap staff pengajar dan karyawan Program Studi Profesi Apoteker Fakultas

Farmasi Universitas Padjadjaran.

9. Lusiana Rizki, Fauzia Cahyarani dan Mulkan yang telah berjuang bersama selama

PKPA di Seksi Pengujian Mikrobiologi periode Januari.

10. Teman-teman Program Studi Profesi Apoteker angkatan 2018 Fakultas Farmasi

Universitas Padjadjaran yang telah bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan

Program Studi Profesi Apoteker.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna dan

memohon maaf kepada semua pihak apabila selama menjalani Praktek Kerja Profesi

Apoteker dan pengerjaan laporan ini penulis banyak melakukan hal yang tidak

berkenan. Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak

yang membutuhkan.

Jatinangor, Januari 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan dan perkembangan teknologi telah membawa perubahan yang


signifikan pada perindustrian farmasi, jenis obat asli Indonesia, makanan, kosmetika
dan alat kesehatan. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan batasan
dalam perkebangan rantai pasok yang semakin menipis dalam perdagangan
internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat
menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu
menjangkau seluruh strata masyarakat.
Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung terus
meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola
konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk
dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak
iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengonsumsi secara
berlebihan dan sering kali tidak rasional. Perubahan teknologi produksi, sistem
perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya
meningkatkan risiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan
konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan
berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung
secara amat cepat.
Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
(SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi
produk-produk sebelum beredar (pre market) maupun setelah beredar di masyarakat
(post market) termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan
konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk Badan
POM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan
hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.
Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Bandung merupakan
salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan yang mempunyai peranan penting sebagai perpanjangan tangan dari Badan
POM yaitu melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapeutik, narkotik,
psikotropik dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen dan
keamanan pangan dan bahan berbahaya yang berkedudukan di Provinsi Jawa Barat.
Sebagai upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan bekerja sama dengan profesi lainnya di lembaga pemerintahan khususnya
di BBPOM Bandung, maka Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
agar dapat mengetahui dan melihat secara langsung kegiatan dan cara kerja Balai Besar
POM dalam pengawasan obat dan makanan.

1.2. Tujian PKPA di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Bandung

Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Balai Besar POM bagi
mahasiswa profesi Apoteker adalah:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi, dan
tanggung jawab apoteker dalam lembaga pemerintahan.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di lembaga
pemerintahan.
3. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional.
4. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di lembaga
pemerintahan.
1.3. Manfaat PKPA di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Bandung

Manfaat yang dapat diperoleh mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker


(PKPA) di Balai Besar POM bagi mahasiswa profesi Apoteker adalah:
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di lembaga
pemerintahan.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di lembaga
pemerintahan.
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di lembaga pemerintahan.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional
BAB II
KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

2.1. PROFIL TEMPAT PKPA


2.1.1. Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat menjadi BPOM


sebelumnya dikenal dengan nama Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan dan
berada dibawah kendali Departemen Kesehatan. Namun, pada tahun 2000, terbit
keputusan presiden nomor 166, yang menyatakan bahwa Direktur Jendral POM
berubah menjadi lembaga non departemen (LPND) sehingga langsung
bertanggungjawab terhadap perintah Presiden bukan Departemen Kesehatan. Direktur
Jendral POM juga berubah nama menjadi Badan POM dan Departemen Kesehatan
berubah menjadi Kementrian Kesehatan (BPOM, 2018).
Badan POM telah menetapkan Visi dan Misi yang akan dicapai selama masa
periode 2015-2019. Adapun Visi dari Badan POM ialah “Obat dan Makanan Aman,
Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa”. Untuk mewujudkan
visi tersebut, tentunya Badan POM memiliki berbagai misi ;
- Meningkatkan system pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat.
- Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan
Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
- Meningkatkan kapasitas kelembagaan badan POM.

(BPOM, Visi dan Misi BPOM, 2018).

Badan POM bertugas untuk menyelanggarakan tugas pemerintahan di bidang


pengawasan Obat dan Makanan, yang terdiri dari Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika, Prekursor, Zat adiktif, Obat tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik
dan Olahan Pangan. Sedangkan fungsi dibentuknya Badan POM ialah sebagai berikut
(Presiden, 2017);

1. Penyusun kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan


2. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan
3. Penyusun dan penetapan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang Pengawasan
sebelum beredar dan pengawasan selama beredar
4. Koordinasi pelaksanaan pengawasan obat dan makanan dengan instansi
pemerintah pusat dan daerah
5. Pemberian bimbingan teknis dan supervise di bidang pengawasan obat dan
makanan
6. Pelaksanaan pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar
7. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pengawasan obat dan makanan
8. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM
9. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BPOM
10. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM
11. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substansif kepada seluruh organisasi di
lingkungan BPOM
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, BPOM memiliki kewenangan
sebagai berikut;

- Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan makanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

- Melakukan inteljen dan penyidikan di bidang pengawasan obat dan makanan


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

- Pemberian sanksi administrative sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan.

(Presiden, 2017).

Dalam berorganisasi, BPOM menerapkan 6 budaya organisasi yang harus


diyakini, dihayati serta diamalkan oleh seluruh anggota organisasi BPOM, antara lain;

a. Professional : Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas,


ketekunan dan komitmen yang tinggi.
b. Integritas : Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan.
c. Kredibilitas : Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan
internasional.
d. Kerjasama tim : Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi
yang baik.
e. Inovatif : Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi
terkini.
f. Responsif/Cepat tanggap : Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

Badan POM menerapkan SISPOM (Sistem Pengawasan Obat dan Makanan) yang
terintegrasi antara 3 pilar; industri (principal), konsumen (masyarakat) dan
pemerintah.

Gambar 2.2. Konsep Sispom

- Sub system pengawasan produsen

System pengawasan oleh produsen dimulai dari cara pembuatan dari bahan baku,
cara pembuatan dan segala sesuatu yang mendukung pembuatan suatu produk terjamin
keamanan dan mutu produk harus terjamin, serta setiap proses yang dilakukan sesuai
dengan peraturan yang berlaku dan produsen bersedia dikenakan sanksi jika tidak
mematuhi peraturan mengenai standar-standar pembuatan produk, baik secara
administrative maupun pro-justisia.

- Sub system pengawasan konsumen

System pengawasan oleh masyarakat sebagai konsumen bisa dari peningkatan


kesadaran dan mengetahui produk-produk yang berkualitas. Untuk konsumen sendiri,
BPOM memiliki program CEK KLIK (Kemasan, Label, Izin edar dan Kadaluarsa).
Dengan adanya program ini, diharapkan masyarakat dapat memilih produk dengan
benar dan cerdas.

- Sub system pengawasan pemerintah/BPOM

System pengawasan oleh pemerintah mengenai peraturan dan standardisasi,


penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum dipasarkan di masyarakat.
Selain itu dapat menginspeksi, melakukan pengambilan sampel dan pengujian
laoratorium produk yang beredar serta peringatan kepada public yang didukung
penegak hukum. Pemerintah juga melaksanakan kegiatan KIE (Kominikasi, Informasi
dan Edukasi) mengenai mutu, khasiat dan keamanan produk agar dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap hal tersebut.

2.1.2. Profil Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Bandung

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Bandung merupakan


salah satu unit pelaksana teknis (UPT) Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM nomor 12 tahun 2018 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Unit Pelaksana Teknis BPOM yang tersebar di wilayah Indonesia ada 73
Unit, yaitu 21 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, 7 Balai Pengawas Obat dan
Makanan Tipe A, 5 Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, dan 40 Loka Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM, 2018).

Balai Besar POM di Bandung bertugas sebagai unit pelaksana teknis untuk
wilayah Jawa Barat. Sistem manajemen mutu (quality management system) yang
diterapkan di wilayang Balai Besar POM mengacu pada ISO 9001-2008 dan telah
terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), selain itu, Labratorium
pengujian pun telah terakreditasi oleh KAN dengan mengacu pada SNI-19-17025-
2008.
Gambar 2.3. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Bandung

Balai Besar POM terdiri atas kepala balai, bidang pengujian, bidang
pemeriksaan, bidang penindakan, bidang informasi dan komunikasi, bagian tata usaha,
dan kelompok jabatan fungsional. Setiap bidang mempunyai tugas masing-masing
sesuai dengan bidangnya.

a. Bidang pengujian : bertugas untuk melaksanakan kebijakan operasional di bidang


pengujian kimia dan mikrobiologi Obat dan Makanan. Bidang pengujian terdiri
atas seksi pengujian kimia dan seksi pengujian mikrobiologi.
b. Bidang pemeriksaan : bertugas untuk melaksanakan kebijakan operasional di
bidang inspeksi dan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat
dan Makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan
pengambilan contoh (sampling) produk Obat dan Makanan. Bidang peneriksaan
terdiri atas seksi inspeksi dan sertifikasi.
c. Bidang penindakan : bertugas untuk melaksanakan kebijakan operasional di
bidang penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
d. Bidang informasi dan Komunikasi mempunyai tugas untuk melaksanakan
kebijakan operasional di bidang pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi dan
pengaduan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
e. Bidang tata usaha : bertugas untuk melaksanakan koordinasi penyusunan rencana,
program dan anggaran, pengelolaan keuangan dan barang milik negara, teknologi
informasi komunikasi, evaluasi dan pelaporan, urusan kepegawaian, penjaminan
mutu, tata laksana, kearsipan, tata persuratan serta kerumahtanggaan. Bidang tata
usaha terdiri dari subbagian program dan evaluasi serta subbagian umum.

Wilayah kerja Balai Besar POM di Bandung mencakup wilayah Jawa Barat yang
terdiri dari Kota Bandung, Kabupaten Subang, Cianjur, Garut, Bandung Barat,
Majalengka, SUmedang, Bandung, Karawang, Kota Bekasi, Bekasi, Sukabumi,
Cimahi, Kota Sukabumi, Purwakarta, Cirebon, Kota Cirebon, Indramayu. Kuningan.

2.2. KEGIATAN PKPA DI PEMERINTAHAN


Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Balai Besar POM Bandung
periode Januari dimulai dari tanggal 03 – 31 Januari 2019. Adapun kegiatan yang
dilakukan selama kegiatan PKPA berlangsung antara lain;
a. Mengikuti kuliah umum yang diberikan oleh masing-masing perwakilan setiap
bidang di Balai Besar POM di Bandung.
b. Melakukan tour lab ke laboratorium pengujian pangan dan bahan berbahaya.
c. Melakukan tour lab ke laboratorium pengujian produk terapeutik, narkotik, obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
d. Melakukan tour lab ke laboratorium pengujian mikrobiologi.
e. Melaksanakan pengujian mikrobiologi pada beberapa sampel. Komoditas sampel
yang diuji selama menjalani PKPA adalah produk pangan jajanan anak sekolah.
f. Melaksanakan sharing yang dilakukan setiap akhir pekan oleh seluruh mahasiswa
PKPA dari berbagai bidang, dengan tujuan untuk mengetahui kegiatan dari
masing-masing bidang selama satu minggu, dengan harapan dapat mengetahui
kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawab di bidang lain.
g. Mengerjakan tugas khusus yang telah diberikan.

2.2.1. Kegiatan PKPA di Seksi Pengujian Mikrobiologi


Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di Balai Besar POM di Bandung
periode Januari salah satunya ialah melakukan pengujian pada produk komoditas
pangan, yakni pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di laboratorium pengujian
mikrobiologi yang bertujuan untuk menguji kadar mikroba dalam sampel dan
disesuaikan dengan kriteria mikrobiologi pangan olahan yang tertera pada peraturan
kepala BPOM nomor 16 Tahun 2016 (BPOM, 2016).
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 16
Tahun 2016, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses
dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan (BPOM, 2016).
Sampel yang diuji selama kegiatan PKPA terdiri dari 6 sampel pangan. Berikut
katrgori sampel dan kriteria/parameter berdasarkan PerKBPOM nomor 16 tahun 2016
(Tabel 2.1.)
Tabel 2.1. Sampel Pangan dan Parameter Pengujian Mikrobiologi (BPOM, 2016)

No Kategori Sampel Jumlah Kode Parameter Mikrobiologi


Sampel sampel
1 Jeli Agar 3 001 1. Angka Lempeng Total
003 2. Angka Escherichiae coli
005 3. Angka Kapang dan Khamir
2 Makanan ringan 3 002 1. Angka Lempeng Total
berbahan dasar 004 2. Angka Enterobacteriacea
kentang, umbi, 006 3. Identifikasi Salmonella
serealia, tepung atau 4. Angka Staphylococcus aureus
pati (umbi dan
kacang)

a. Uji Angka Lempeng Total dalam Produk Pangan


Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) merupakan pengujian yang dapat
bermanfaat sebagai indikator analisis mikroba lingkungan pada produk jadi, indikator
proses pembuatan dari segi higienis dan sanitasi nya, indikator proses pengawasan dan
sebagai salah satu penentu suatu produk dapaat dinyatakan memenuhi atau tidak
memenuhi syarat (Puspandari & Ani, 2015).
Alat yang digunakan pada pengujian ALT anyata lain seperangakat alat gelas,
inkubator 30±1°C, dan alat penghitung koloni. Media dan pengencer yang digunakan
antara lain Peptone Salt Solution (PSS) dan Triptic Soya Agar (TSA) yang
ditambahkan 1% Triphenyltetrazolium Chloride (TTC). TSA merupakan media yang
bisa digunakan untuk pengujian ALT merupakan media yang cocok digunakan dalam
pertumbuhan bakteri aerob mesofil, penambahan TTC 1% berfungsi sebagai indikator
koloni, bakteri aerob mesofil kebanyakan dapat mereduksi TTC menjadi formazan
dalam suasana basa sehingga dapat terbentuk warna merah pada koloni.
Perlakuan pertama untuk pengujian ALT dalam sampel ialah dengan
menghomogenisasi sampel dengan pelarut atau pengencer. Homogenisasi sampel
dilakukan dengan cara yang sangat aseptis agar hasil pengujian tidak bias. Sampel
ditimbang sebanyak 25 gram kedalam plastic sampel, kemudian ditambahkan 225 ml
PSS (1:9). Sampel kemudian dikomogenisasi menggunakan stomacher selama 30
detik, hasil suspensi yang didapat merupakan suspense sampel dengan pengenceran 10-
1
. Kemudian dilakukan pengenceran bertingkat dengan memipet 1 ml dari suspense 10-
1
kedalam tabung berisi PSS sebanyak 9 ml, hingga didapat 10-2 lanjutkan pengenceran
hingga didapat pengenceran 10-3. Masing-masing suspensi sampel 10-1, 10-2, 10-3
kemudian diinokulasi kan kedalam cawan petri sebanyak 1 ml, yang kemudian
kedalam cawan petri tersebut dituangkan 15-20 ml media TSA + 1% TTC dengan suhu
44°-45°C, lalu langsung digerakkan membentuk angka 8 agar sampel dan media
tersebar secara merata, setiap pengenceran dilakukan duplo. Kemudian dibuat blanko
yang berisi media agarnya saja dan media yang ditambah 1 ml pengencer kemudian
digerakkan membentuk angka 8 agar pengencer merata. Pembuatan blanko bertujuan
untuk mengetahui sterilitas dari media dan pengencer itu sendiri, karena jika dalam
media atau pengencer tumbuh mikroba akan membias kan hasil pengamatan. Seluruh
cawan didiamkan hingga memadat, setelah memadat cawan tersebut diinkubasi dalam
inkubator suhu 30±1°C selama 48-72 jam dengan posisi cawan dibalik. Setelah proses
inkubasi selesai, amati dan hitung jumlah koloni yang tumbuh dalam cawan. Pada
pengujian angka lempeng total dilakukan metode cawan tuang sehingga pertumbuhan
bakteri aerob mesofil yang pertumbuhannya membutuhkan oksigen dapat teramati.
Interpretasi hasil ALT menurut aturan Metode analisis PPOMN, perhitungan
jumlah koloni dilakukan pada cawan yang menunjukkan pertumbuhan koloni 10-300
koloni per cawan, yang kemudian dihitung menggunakan rumus ;
Ʃ𝐶
𝑁=
(𝑉(𝑛1 +0,1 𝑛2 ) 𝑥 𝑑)
N: Angka Lempeng Total dalam sampel
ƩC: Jumlah koloni pada cawan Petri dari pengenceran yang memnuhi rentang
perhitungan.
V: Volume inokulum yang dimasukkan ke dalam masing-masing cawan Petri (V = 1
mL)
n1: Jumlah cawan Petri yang digunakan pada pengenceran pertama yang dihitung.
n2: Jumlah cawan Petri yang digunakan pada pengenceran kedua yang dihitung.
d: Pengenceran yang berhubungan dengan pengenceran pertama yang dihitung.
Jika perhitungan ALT yang diperoleh pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi
memiliki nilai yang lebih besar atau sama dengan dua kali ALT yang diperoleh pada
tingkat pengenceran yang lebih rendah, maka ALT yang diperoleh pada tingkat
pengenceran yang lebih rendah dihitung sebagai ALT. Jika perhitungan ALT yang
diperoleh pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi memiliki nilai yang lebih kecil
dengan dua kali ALT yang diperoleh pada tingkat pengenceran yang lebih rendah,
maka ALT adalah nilai rata-rata ALT dari kedua pengenceran tersebut. Bila tidak
satupun koloni dalam cawan maka Angka Lempeng Total dinyatakan sebagai ≤10
koloni per gram sampel.

Tabel 2.2. Hasil Pengamatan ALT pada Sampel Pangan

No Kode Hasil Syarat Interpretasi hasil


sampel (koloni/g) (koloni/g)
1 001 <10 103 Memenuhi syarat
2 002 <10 103 Memenuhi syarat
3 003 4 x 101 103 Memenuhi syarat
4 004 5 x 101 103 Memenuhi syarat
5 005 9 x 101 103 Memenuhi syarat
6 006 6 x 101 103 Memenuhi syarat
b. Uji Angka Kapang Khamir dalam Produk Pangan
Pengujian Angka Kapang Khamir (AKK) merupakan pengujian yang dapat
digunakan untuk melihat pertumbuhan kapang dan khamir dalam media lempeng agar
dengan metode sebar yang kemudian di inkubasi pada suhu pertumbuhannya.
Pengujian AKK dilakukan sebagai parameter bahwa sampel uji tidak mengandung
cemaran fungi melebihi syarat minimal dalam sampel, keberadaan fungi dalam sampel
mempengaruhi stabilitas dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan (Radji, 2011).
Alat yang digunakan pada pengujian AKK antara lain seperangakat alat gelas,
inkubator 25±1°C, stomacher dan alat penghitung koloni. Media dan pengencer yang
digunakan antara lain Peptone Salt Solution (PSS) dan Potato Dextrose Agar (PDA)
yang ditambahkan kloramfenikol. PDA merupakan media yang bisa digunakan untuk
pengujian AKK karena merupakan media yang umum untuk pertumbuhan jamur,
penambahan kloramfenikol bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri,
sehingga diharapkan di dalam media hanya fungi yang tumbuh. Kloramfenikol dipilih
karena merupakan antibiotic dengan spectrum luas dan tahan terhadap panas, sehingga
dapat digunakan untuk menghambat bakteri yang tumbuh pada media. Kloramfenikol
bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri sehingga mengakibatkan
pecahnya sel dan mati (Wattimena, et al., 1991).
Perlakuan pertama untuk pengujian AKK dalam sampel ialah membuat lempeng
media agar PDA + Kloramfenikol sebanyak 15-20 ml per cawan, kemudian diamkan
hingga media mengagar. Selanjutnya menghomogenisasi sampel dengan pelarut atau
pengencer. Homogenisasi sampel dilakukan dengan cara yang sangat aseptis agar hasil
pengujian tidak bias. Sampel ditimbang sebanyak 25 gram kedalam plastic sampel,
kemudian ditambahkan 225 ml PSS (1:9). Sampel kemudian dihomogenisasi
menggunakan stomacher selama 30 detik, hasil suspensi yang didapat merupakan
suspense sampel dengan pengenceran 10-1. Kemudian dilakukan pengenceran
bertingkat dengan memipet 1 ml dari suspense 10-1 kedalam tabung berisi PSS
sebanyak 9 ml, hingga didapat 10-2 lanjutkan pengenceran hingga didapat pengenceran
10-3. Masing-masing suspensi sampel 10-1, 10-2, 10-3 kemudian disebarkan diatas media
agar PDA + Kloramfenikol sebanyak 0,3 ml; 0,3 ml; 0,4 ml untuk pengenceran pertama
dan pengenceran setelahnya disebar sebanyak 1 ml. Penyebaran suspense kepada
media agar dibuat duplo untuk setiap pengenceran.
Kemudian dibuat blanko yang berisi media agarnya saja dan media yang ditambah
1 ml pengencer di spread diatas media agar. Pembuatan blanko bertujuan untuk
mengetahui sterilitas dari media dan pengencer itu sendiri, karena jika dalam media
atau pengencer tumbuh mikroba akan membiaskan hasil pengamatan. Seluruh cawan
diinkubasi dalam inkubator suhu 25±1°C selama 3-5 hari dengan posisi cawan tidak
dibalik. Setelah proses inkubasi selesai, amati dan hitung jumlah koloni yang tumbuh
dalam cawan. Koloni kapang seperti kapas atau bulat dengan berbagai warna dan
permukaan kasar. Koloni khamir memiliki bentuk bulat kecil, putih, hamper
menyerupai bakteri.
Interpretasi hasil AKK menurut aturan Metode analisis PPOMN, perhitungan
jumlah koloni dilakukan pada cawan yang menunjukkan pertumbuhan koloni 10-150
koloni per cawan, yang kemudian dihitung menggunakan rumus ;
Ʃ𝐶
𝑁=
(𝑉(𝑛1 +0,1 𝑛2 ) 𝑥 𝑑)
N: Angka Lempeng Total dalam sampel
ƩC: Jumlah koloni pada cawan Petri dari pengenceran yang memnuhi rentang
perhitungan.
V: Volume inokulum yang dimasukkan ke dalam masing-masing cawan Petri (V = 1
mL)
n1: Jumlah cawan Petri yang digunakan pada pengenceran pertama yang dihitung.
n2: Jumlah cawan Petri yang digunakan pada pengenceran kedua yang dihitung.
d: Pengenceran yang berhubungan dengan pengenceran pertama yang dihitung.
Jika perhitungan AKK yang diperoleh pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi
memiliki nilai yang lebih besar atau sama dengan dua kali AKK yang diperoleh pada
tingkat pengenceran yang lebih rendah, maka AKK yang diperoleh pada tingkat
pengenceran yang lebih rendah dihitung sebagai AKK. Jika perhitungan AKK yang
diperoleh pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi memiliki nilai yang lebih kecil
dengan dua kali AKK yang diperoleh pada tingkat pengenceran yang lebih rendah,
maka AKK adalah nilai rata-rata AKK dari kedua pengenceran tersebut. Bila tidak
satupun koloni dalam cawan maka Angka Lempeng Total dinyatakan sebagai ≤10
koloni per gram sampel.

Tabel 2.2. Hasil Pengamatan AKK pada Sampel Pangan

No Kode Hasil Syarat Interpretasi hasil


sampel (koloni/g) (koloni/g)
1 001 <10 10 Memenuhi syarat
2 003 <10 10 Memenuhi syarat
3 005 <10 10 Memenuhi syarat

c. Uji Angka Escherichiae coli dalam Produk Pangan

Pengujian angka Escherichiae coli bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri


E.coli yang terdapat dalam sampel yang kemudian dihitung dan dibandingkan dengan
persyaratan jumlah E.coli yang harus ada dalam sampel sesuai dengan peraturan
Kepala BPOM no.16 tahun 2016.

Alat yang digunakan pada pengujian E.coli antara lain seperangakat alat gelas,
inkubator 44±1°C, stomacher dan alat penghitung koloni. Media dan pengencer yang
digunakan antara lain Peptone Dilution Fluid (PDF), Mac Conkey Broth (MCB),
Tryptone Broth (TB), Nutrient Agar, E.coli Broth (ECB) dan larutan kovac.
PDF digunakan sebagai pelarut sampel karena PDA merupakan pelarut yang
cocok untuk bakteri E.coli. MCB digunakan karena media ini merupakan media yang
sering digunakan dalam pengujian mikroorganisme pathogen usus, sehingga akan
menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme lain. TB digunakan untuk pengujian
konfirmasi metode indol yang selanjutnya ditambahkan larutan kovack (Wattimena, et
al., 1991).
Perlakuan pertama untuk pengujian E.coli ialah menghomogenisasi sampel dengan
pelarut atau pengencer. Homogenisasi sampel dilakukan dengan cara yang sangat
aseptis agar hasil pengujian tidak bias. Sampel ditimbang sebanyak 25 gram kedalam
plastic sampel, kemudian ditambahkan 225 ml PDF (1:9). Sampel kemudian
dihomogenisasi menggunakan stomacher selama 30 detik, hasil suspensi yang didapat
merupakan suspense sampel dengan pengenceran 10-1. Kemudian dilakukan
pengenceran bertingkat dengan memipet 1 ml dari suspense 10-1 kedalam tabung berisi
PFA sebanyak 9 ml, hingga didapat 10-2 lanjutkan pengenceran hingga didapat
pengenceran 10-3. Masing-masing suspensi sampel 10-1, 10-2, 10-3 kemudian di pipet
sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam 9 ml media MCB yang telah dilengkapi oleh
tabung durham, media ini merupakan media yang mengandung nutrient yang ditambah
dengan garam empedu berwarna merah muda dan transparan, yang merupakan salah
satu media pertumbuhan pathogen usus, dari tiap pengenceran dibuat 3 perlakuan.
Setelah itu, semua diinkubasi dalam inkubator suhu 35-37°C selama 24-48 jam. Setelah
itu catat dan amati hasil yang terjadi. Dikatakan positif jika warna larutan dalam tabung
menjadi keruh dan terbentuk gas di dalam tabung durham.
Uji konfirmasi dilakukan untuk sampel-sampel yang positif dengan cara
memindahkan 1 sengkelit dari biakan dalam MCB ke dalam 10 ml media ECB yang
telah dilengkapi oleh tabung durham. Kemudian, seluruh tabung diinkubasi pada suhu
44±0,5°C selama 24-48 jam, suhu ini merupakan suhu yang cocok bagi pertumbuhan
bakteri E.coli. setelah diinkubasi lakukan kembali pengamatan terhadap tabung. Hasil
dinyatakan positif apabila terbentuk gas dalam durham serta media berwarna keruh.
Sampel yang menunjukkan hasil positif kemudian dilakukan uji lanjut dengan
menginokulasikan kedalam media EMB lalu diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24
jam. EMB merupakan media agar yang mengandung eosin dan methylene blue yang
dapat membantu pembacaan hasil inkubasi media. Hasil positif E.coli ditandai dengan
terbentuknya mikroba dengan inti berwarna gelap dengan titik hitam (metalik), eosin
dan methylene bluei membantu memperjelas warna yang terbentuk.
Koloni dari salah satu sampel kemudian ditumbuhkan dalam media NA/TSA
miring untuk dilakukan uji konfirmasi indol. Koloni dalam media NA di inokulasikan
pada TB kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35-37°C, selanjutnya
ditambahkan larutan kovac dan dikocok kuat, lalu amati hasil setelah 10 menit. Hasil
positif ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna merah tua pada permukaan
biakan.
Metode MPN (most probable number) ialah metode yang digunakan untuk
mengetahui jumlah koloni dalam suatu pengujian. Metode pengujian MPN ini
dilakukan menggunakan 3 tabung pada setiap konsentrasi. Penulisan hasil adalah
dengan menghitung jumlah tabung yang menunjukkan hasil positif di tiap konsentrasi,
lalu dikelompokkan berdasarkan konsentrasi. Kemudian, dibandingkan dengan tabel
MPN yang menginterpretasikan jumlah koloni dalam suatu sampel.

Gambar 2.4. tabel MPN


Berdasarkan peraturan, syarat untuk E.coli di dalam suatu produk ialah <3
APM/koloni. Berikut merupakan hasil pengamatan MPN e.coli. Hasil pengamatan
pengujian e.coli dapat dilihat di lampiran.

Tabel 2.3. hasil pengamatan e.coli metode MPN

No Kode Hasil Syarat Keterangan


sampel (APM/g) (APM/g)
A 4 x 102 <3 Tidak memenuhi syarat
B 7 x 102 <3 Tidak memenuhi syarat
001 C 1,5 x 103 <3 Tidak memenuhi syarat
D 4 x 102 <3 Tidak memenuhi syarat
E 2,3 x 103 <3 Tidak memenuhi syarat
A 9 x 102 <3 Tidak memenuhi syarat
B 7 x 102 <3 Tidak memenuhi syarat
003 C 7 x 102 <3 Tidak memenuhi syarat
D 4 x 102 <3 Tidak memenuhi syarat
E 4 x 102 <3 Tidak memenuhi syarat

d. Uji Identifikasi Salmonella

Pengujian Salmonella pada makanan dan minuman bertujuan untuk menetapkan


adanya Salmonella. Peralatan yang digunakan antara lain stomacher atau blender,
pipet ukur berskala, mulut lebar dengan ukuran 1 mL dam 10 mL, inkubator atau
tangas air pada 37 ± 1°C atau pada 41,5 ± 1°C. Media dan pengencer yang digunakan
antara lain Buffered Peptone Water (BPW), Muller Kaufmann Tetrathionate
Novobiocin Broth (MKTTn), Rappaport Vassilliadis Medium + Soya (RVS) dan
Xylose Lysine Deoxycholate (XLD).
Tahap petama yang dilakukan yaitu pra pengkayaan non-selektif. Pra pengkayaan
non-selektif dilakukan dengan cara sampel ditimbang secara aseptik 25 g atau dipipet
25 mL cuplikan ke dalam kantong plastik stomacher steril. Kemudian ditambahkan
225 mL BPW dan dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik. Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37 ± 1°C selama 18 ± 2 jam.

Tahap selanjutnya yang dilakukan yaitu pengkayaan selektif. Pengkayaan selektif


dilakukan dengan cara dipipet secara aseptik biakan pra-pengkayaan masing-masing
mL ke dalam 10 mL MKTTn, inkubasi pada suhu 37 ± 1°C selama 24 ± 3 jam dan 0,1
mL ke dalam 10 mL RVS inkubasi pada suhu 41,5 ± 1°C selama 24 ± 3 jam. Kemudian
dari biakan MKTTn dan RVS diinokulasi masing-masing sebanyak 1 sengkelit pada
permukaan XLD, kemudian diinkubasi pada suhu 37 ± 1°C selama 24 ± 3 jam.
Selanjutnya koloni yang tumbuh diamati.

Biakan diduga Salmonella positif jika koloni translusen dengan bintik


hitamditengahnya dan dikelilingi zona transparan berwarna kemerahan. Hasil
pengamatan identifikasi Salmonella pada sampel pangan dapat dilihat pada tabel

Tabel 2.4. Hasil pengamatan identifikasi Salmonella pada sampel pangan

No sampel Hasil (koloni/g) Syarat (koloni/g) Keterangan


002 Negative Negative Memenuhi syarat
004 Negative Negative Memenuhi syarat
006 Negative Negative Memenuhi syarat

Berbeda dengan E.coli, salmonella tidak boleh terdapat dalam sampel, karena
merupakan bakteri pathogen, sehingga keberadaannya akan sangat merugikan bagi
tubuh manusia. Maka dari itu, salmonella tidak boleh ada barang 1 koloni pun, jika
ada dinyatakan produk tersebut tidak memenuhi syarat.
e. Uji Angka Staphylococcus aureus

Pengujian angka Staphylococcus aureus pada makanan dan minuman bertujuan


untuk menetapkan angka Staphylococcus aureus. Bakteri Staphylococcus aureus atau
S.aureus merupakan bakteri gram positif yang masuk ke famili Staphylococcaceae,
berbentuk bulat (kokus), berukuran 1µm, katalase positif, tidak berspora, dan selselnya
termasuk ke dalam kelompok seperti buah anggur.

Peralatan yang digunakan antara lain pipet ukur mulut lebar, batang gelas bengkok,
alat hitung koloni dan stomaker. Media dan pengencer yang digunakan antara lain
Brain Heart Infusion Broth (BHIB), Baird Parker Agar + Egg Yolk Tellurite (BPA-
EY), Buffered Peptone Water (BPW), dan Trypticase Soy Agar (TSA). Pereaksi yang
digunakan antara lain koagulase plasma kelinci dengan EDTA dan Egg Yolk Tellurite
(5% emulsi kuning telur dalam NaCl 1 : 1 + kalium telurit 1%).

Tahap petama yang dilakukan adalah sampel dipipet secara aseptik sebanyak 25
mL atau ditimbang sebanyak 25 g cuplikan, sampel dimasukkan ke dalam kantung
stomaker, 225 mL BPW ditambahkan ke dalam kantung dan sampel dihomogenkan
dengan stomaker selama 30 detik hingga diperoleh suspensi homogen dengan
pengenceran 10-1. Selanjutnya 2 tabung yang masing-masing telah diisi dengan 9 mL
BPW disiapkan. Kemudian 1 mL pengenceran 10-1 dipipet ke dalam tabung yang
berisi 9 mL BPW hingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-2. Pengenceran
berikutnya dibuat hingga pengenceran 10-3. Selanjutnya 3 cawan berisi BPA-EY
(triplo) disiapkan untuk setiap pengenceran, dan dari tiap pengenceran dipipet 0,3 mL;
0,3 mL; dan 0,4 mL ke lempeng media BPA-EY. Segera disebarratakan dengan batang
gelas bengkok. Biarkan cawan dengan posisi ke atas didalam inkubator selama 10-60
menit, kemudian inkubasi cawan dengan posisi dibalik pada suhu 35°C selama 24-48
jam. Cawan yang mengandung 15-300 koloni terduga S. aureus dipilih dan dihitung.

Koloni terduga S. aureus adalah bulat, halus, konveks, diameter 2-3 mm, berwarna
abu-abu kehitaman, memucat di tepi koloni, dan apabila dicuplik dengan jarum ose
koloni tampak seperti mentega sampai lengket. Hasil pengujian Angka S. aureus pada
sampel pangan dapat dilihat pada Tabel 2.5

Tabel 2.5. Hasil Pengujian angka S.aureus pada sampel pangan

No sampel Hasil (koloni/g) Syarat (koloni/g) Keterangan


002 <1 x 101 102 Memenuhi syarat
004 <1 x 101 102 Memenuhi syarat
006 <1 x 101 102 Memenuhi syarat
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1. SIMPULAN

Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang telah


dilaksanakan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandung pada periode
Januari 2019, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di Balai Besar POM di


Bandung yang merupakan unit pelaksana teknis Badan POM di wilayah provinsi
Jawa Barat, berperan dalam melaksanakan seluruh fungsi, posisi, tanggung jawab
serta kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh Badan POM untuk melakukan
pengawasan, regulasi, dan administrasi terhadap obat dan makanan di wilayah Jawa
Barat.
2. Calon apoteker dapat secara langsung terlibat, mempelajari, dan memahami
pengujian kriteria mikrobiologi terhadap produk pangan olahan di laboratorium
pengujian mikrobiologi Balai Besar POM di Bandung, sebagai bagian tugas Balai
Besar POM dalam pengawasan obat dan makanan.
3. Sistem pengawasan obat dan makanan di Badan POM dilakukan secara
komprehensif secara pre-market dan post-market atau sejak awal pembuatan produk
sampai produk beredar di pasaran, sistem pengawasan ini dilakukan oleh tiga lapis
yaitu produsen, pemerintah dan juga masyarakat.
4. Calon apoteker memperoleh gambaran nyata mengenai pengujian mikrobiologi obat
dan makanan yang merupakan salah satu kompetensi tenaga farmasi untuk bekerja
di Badan POM.
3.2. SARAN

Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang telah


dilaksanakan, penulis menyarankan untuk bidang pengujian mikrobiologi agar
dilakukan pelatihan baik kepada petugas maupun kepada mahasiswa mengenai tata
cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan didalam laboratorium.
BAB IV

TUGAS KHUSUS

Bahaya Escherichia coli dalam Pangan Jananan Anak Sekolah

4.1. Latar Belakang

Pangan jajanan merupakan minuman atau makanan yang didapat langsung dari
penjual tanpa adanya pengolahan oleh pembeli dengan kata lain makanan atau
minuman yang didapat dari penjual bisa langsung di konsumsi oleh pembeli.
Pangan jajanan banyak didapatkan di daerah sekolah anak. Pangan jajanan yang
didapat dari pedagang kaki lima (PKL) banyak yang diragukan dari segi higienitas,
keamanan dan mutu jajanan tersebut, karena harga nya yang relative murah.

Badan POM pada tahun 2013 melakukan pengujian syarat jajanan anak sekolah
dengan berbagai parameter uji. Dari 5.566 jumlah jajanan sekolah ada sekitar 1.730
yang tidak memenuhi syarat, jika di presentasikan sekitar 31,08. Tentunya ini
bukanlah angka yang kecil, sehingga perlu menjadi perhatian bagi BPOM.

Berdasarkan data tersebut, perlu diperhatikan saat membeli pangan jajanan


utama nya di daerah anak sekolah, karena jajanan anak sekolah sangat beragam dan
tidak sedikit diantara makanan yang di jual adalah makanan atau minuman yang
memiliki warna mencolok, bau yang menyengat dan rasa yang enak. Pada
prakteknya, banyak pedagang kaki lima yang menambahkan bahan tambahan
pangan ke dalam jajanan anak seperti pewarna, perasa penyedap dan lain
sebagainya yang sebenarnya ada beberapa yang tidak boleh ditambahkan.

4.2.Bakteri Escherichia coli


Taksonomi Escherichia coli
Kingdom : Prokaryota
Divisio : Gracilicutes
Class : Scotobacteria
Ordo : Eubacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Escherichia coli merupakan salah satu bakteri gram negative. E.coli memiliki
ciri-ciri berbentuk batang pendek, memiliki panjang ±2µm, diameter 0,7µm, lebar
0,4 – 0,7µm dan bersifat aerob fakultatif. Koloni E.coli membentuk bundar,
cembung, halus dengan tepi yang nyata (Jawetz, 2001).
E.coli merupakan bakteri flora normal yang artinya memang berada dalam
tubuh, pada jumlah tertentu tidak akan menimbulkan toksik. E.coli adalah flora
normal di usus yang berperan untuk sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen
empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. E.coli memperoleh
makanan berupa zat organic dari lingkungan sekitarnya untuk hidup, karena tidak
dapat menyusun sendiri zat organic yang dibutuhkan, sifat ini disebut juga sebagai
heterotroph (Norajit, Laohakunjit, & Kerdechoechun, 2007).
Berdasarkan sifat virulensi nya, E.coli dikelompokkan menjadi lima. Kelima
E.coli ini bersifat pathogen dan memiliki mekanisme yang berbeda untuk
menimbulkan suatu penyakit.
1. E.coli Enteropatogenic (EPEC)
Merupakan E.coli yang paling sering menyebabkan diare pada bayi, dengan cara
melekat pada sel mukosa di usus kecil. EPEC banyak menyebabkan diare pada
bayi di negara berkembang, dan pada anak-anak di negara maju (Adila, Nurmiati,
& Agustien, 2013).
2. E.coli Enterotoksigenic (EPEC)
Merupakan E.coli yang sering menjadi penyebab diare pada wisatawan. ETEC
menimbulkan pelekatan pada sel epitel usus kecil (Adila, Nurmiati, & Agustien,
2013).
3. E.coli Enterinvasive (EIEC)
Merupakan E.coli yang menimbulkan penyakit seperti yang shigelosis. EIEC
menimbulkan penyakit dengan menginvasi sel epitel ke mukosa usus, EIEC
melakukan fermentasi laktosa dengan lambat dan bersifat tidak dapat bergerak
sendiri (Adila, Nurmiati, & Agustien, 2013).
4. E.coli Enterohemoragic (EHEK)
Merupakan E.coli yang menghasilkan verotoksin, yang dapat menimbulkan
toksik pada sel vero. Sel vero merupakan sel yang terdapat pada ginjal hewan
(Adila, Nurmiati, & Agustien, 2013).
5. E.coli Enteroagregatif (EAEC)
EAEC merupakan jenis E.coli yang dapat menyebabkan diare pada masyarakat
di negara berkembang, baik diare akut maupun kronik (Adila, Nurmiati, &
Agustien, 2013).

4.3. Bahaya Escherichia coli

Gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme merupakan istilah yang secara


umum sering digunakan untuk menyebut keracunan makanan. Yang mencakup
gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin dan gangguan-
gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme
tertentu. Gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk
dalam makanan disebut dengan intoksikasi pangan, sedangkan infeksi pangan
disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah
terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil
metabolismenya (Siagian, 2002).

Escherichia coli merupakan salah satu mikroorganisme yang berbahaya bagi tubuh
jika dalam tubuh dalam jumlah yang berlebih, atau berada di luar usus sehingga
menyebabkan infeksi di organ tertentu. Beberapa infeksi yang dapat disebabkan oleh
E.coli antara lain (Agung, 2010);
1. Infeksi saluran kemih

E.coli merupakan salah satu penyebab infeksi saluran kemih, kebanyakan pada
wanita muda yakni sekitar 90%. Gejala yang ditimbulkan dari terinfeksi oleh E.coli
antara lain sering buang air, dysuria, hematuria dann pyuria. Jika terdapat gejala
seperti nyeri pinggang, bisa saja berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian
atas.

2. Diare

Diare merupakan penyakit yang menjadikan seseorang buang air besar dengan
tekstur lunak bahkan berupa air saja dalam jangka waktu sedikit namun terjadi
lebih dari 3 kali (Depkes, 2011). E.coli juga merupakan penyebab diare yang sangat
sering. E.coli penyebab diare beragam bergantung sifat virulensinya, antara lain
EPEC, ETEC, EIEC, EHEK dan EAEC. Kebanyakan, E.coli penyebab diare berasal
dari makanan atau minuman yang kurang higienis sehingga didalamnya terdapat
bakteri sehingga akan terbawa masuk kedalam tubuh dan menginfeksi. Kasus diare
merupakan yang paling sering, seseorang yang terkena diare dapat pula mengalami
dehidrasi karena banyaknya air yang keluar dari dalam tubuh.

3. Sepsis

Sepsis terjadi bila E.coli masuk kedalam aliran darah dan system pertahanan tubuh
inang normal sedang tidak baik.

4. Meningitis

E. coli dan Streptokokus adalah penyebab utama meningitis pada bayi. E. coli
merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal.

4.4. Keracunan Escherichia coli

Gejala penyakit yang disebabkan oleh E.coli adalah kram perut, diare (pada
beberapa kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi
berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari. Keracunan
makanan tidak dapat diatasi apabila faktor dan penyebab dari keracunan makanan
tersebut belum teratasi. Bakteri patogen secara umum tidak dapat bertahan pada suhu
yang tinggi dan suhu yang rendah sehingga pengolahan makanan hingga masak dan
penyimpanan yang baik dengan suhu rendah dan tertutup dianjurkan dalam menangani
dan mecegah terjadinya kontaminasi dari bakteri pada makanan yang akan disajikan
(Habullah & Farimawali, 2015).

Jika dalam kurun waktu satu minggu belum dapat pulih atau memiliki tanda-tanda
berikut, sebaiknya segera melakukan pemerikssaan oleh dokter (Ariyani & Faisal,
2006);

 Diare yang tidak menunjukkan tanda-tanda membaik setelah lima hari pada orang
dewasa, atau selama dua hari pada bayi dan anak-anak.

 Demam disertai diare.

 Muntah-muntah selama lebih dari 12 jam. Jika terjadi pada bayi di bawah usia tiga
bulan, segera temui dokter anak.

 Munculnya gejala dehidrasi, seperti jumlah urine menurun, merasa sangat haus,
atau kesadaran menurun.

 Tidak bisa mempertahankan cairan dalam tubuh.

 Sakit perut tidak hilang setelah buang air besar.

 Mengalami infeksi usus setelah berpegian ke luar negeri.

 Tinja yang bercampur dengan nanah atau darah.


4.5. Penanggulangan keracunan Escherichia coli

Penanganan kasus keracunan E.coli yang menyebabkan diare dapat dilakukan


dengan mengganti kehilangan cairan dan elektrolit. Hal ini juga diperlukan untuk
mencegah terjadinya dehidrasi. Caranya adalah dengan mengonsumsi cairan sebanyak-
banyaknya, bisa berupa air putih, jus, atau kaldu. Bisa pula diberikan larutan air gula
garam (oralit), namun jika masih bayi dianjurkan untuk terus diberikan ASI. Selain itu,
saat mengalami diare, penderita dianjurkan untuk mengonsumsi makanan lunak selama
beberapa hari. Selain itu, hindari juga makanan yang sarat lemak, serat, atau bumbu.
Jika kondisi usus sudah membaik, ganti ke makanan semi padat dengan kadar serat
yang ditingkatkan secara bertahap.

WHO menerapkan langkah-langkah yang harus dilakukan upaya mengurangi


resiko terjadinya keracunan makanan, antara lain (WHO, 2015);

- Menjaga kebersihan diri dan tempat terutama tempat tempat yang kontak langsung
dengan makanan.
- Pisahkan bahan pangan mentah dan matang serta disimpan dengan penyimpanan
yang tertutup dan suhu yang sesuai.
- Pakan yang dimasak harus hingga benar-benar matang sehingga tidak terdapat lagi
patogen yang tidak diinginkan.
- Simpan makanan siap makan dengan penyimpanan yang tertutup rapat dan suhu
yang sesuai.
- Menggunakan air bersih dan bahan pangan yang masih segar
DAFTAR PUSTAKA

Adila, R., Nurmiati, & Agustien, A. (2013). Uji Antimikroba Curcuma spp. terhadap
Pertumbuhan Candida albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Jurnal Biologi, Vol : 3, No 1.

Agung, S. (2010). Makalah Eschericia coli. Pustaka Unpad, 1-13.

Ariyani, D., & Faisal, A. (2006). Mutu Mikrobiologi Minuman Jajanan di Sekolah
Dasar Wilayah Bogor Tengah. Jurnal Gizi dan Pangan, 44-50.

BPOM. (2016). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 16
Tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan Olahan. Jakarta:
BPOM RI.

BPOM. (2018). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun
2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.

BPOM. (2018, 01 27). Visi dan Misi BPOM. Retrieved from


https://www.pom.go.id/new/view/direct/vision

Depkes. (2011). Buku Saku Petugas Kesehatan : Lintas Diare, Lima Langkat
Tuntaskan Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Habullah, R., & Farimawali, N. (2015). Analysis of Coliform Bacteria Contamination


and Escherichia coli Soy Milk Sold in Supermarkets of Manado City.
Pharmacon, 20-31.

Jawetz, e. a. (2001). Mikrobilogi Kedokteran, Buku I, Edisi I. Alih Bahasa : Bagian


Mikrobiologi FKU. Jakarta: Salemba Medika.
Norajit, K., Laohakunjit, N., & Kerdechoechun, O. (2007). Antibacterial Effect to Five
Zingiberaceae Essential Oils. Molecules, 2047-2060.

Presiden, P. (2017). Peraturan Presiden No. 80 tentang Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Jakarta.

Puspandari, N., & Ani, I. (2015). Deskripsi Hasil Uji Angka Lempeng Total (ALT)
pada Beberapa Susu Formula Bayi. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 106-112.

Radji, M. (2011). Buku Ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiswa Farmasi dan


Kedokteran. Jakarta: EGC.

Siagian. (2002). Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya.


Kesehatan Masyarakat.

Wattimena, J., Sugiarso, N., Widianto, M., Sukandar, E., Soemardji, A., & Setiadi, A.
(1991). Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

WHO. (2015, Januari 25). Estimates of the global burden of foodborned diseases.
Retrieved from World Health Organization:
http://www.who.int/foodsafety/areas_work/foodborne-diseases/ferg/en/
LAMPIRAN

Hasil pengujian Escherichiae coli

LSB ECB Indol Angka


No Kode 10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3 MPN
(APM/g)
1 A 3 3 3 3 3 3 1 0 0 4
B 3 3 1 3 3 0 1 1 0 7
C 3 3 0 3 3 0 2 1 0 15
D 3 3 2 3 3 2 1 0 0 4
E 3 2 1 3 1 0 3 0 0 23
2 A 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
B 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
C 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
E 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 A 3 3 3 3 3 3 2 0 0 9
B 3 3 2 3 3 2 1 1 0 7
C 3 3 2 3 2 3 1 1 0 7
D 3 3 3 3 0 2 1 0 0 4
E 3 3 2 3 2 1 1 0 0 4
4 A 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
B 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
C 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
E 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 A 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
B 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
C 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
E 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 A 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
B 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
C 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
E 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Anda mungkin juga menyukai