APOTEK FARMARIN
JL. P. MANGKUBUMI NO.73 YOGYAKARTA
PERIODE 5 – 24 OKTOBER 2020
DISUSUN OLEH:
Nillah Uswatun (20194040077)
Trisnawati (20194040081)
Metti Jayanti Ningrum (20194040087)
Heni Ratnasari (20194040091)
Iksa Zulfa Rahma (20194040093)
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker (Apt.) pada Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Disusun oleh:
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah yang telah memberi sebaik-baik nikmat berupa iman
dan islam. Salawat dan doa keselamatan terlimpahkan selalu kepada Nabi Agung
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berserta keluarga dan para sahabat-
sahabat Nabi semuanya. Segala Puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala
berkat rahmat dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Farmarin Jl. P. Mangkubumi No 73,
Yogyakarta Periode 5 – 24 Oktober 2020. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
ini dilaksanakan sebagai salah satu mata kuliah wajib dan juga sebagai syarat
memperoleh gelar Apoteker.
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek merupakan program
pendidikan dan pelatihan calon Apoteker berupa magang untuk membekali calon
apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
praktis dan meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi dan
tanggung jawab Apoteker di Apotek dalam menunjang pelayanan medis dan
memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien.
Penulis menyadari bahwa tanpa ada bantuan dari pihak lain, maka laporan
ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan ini, yaitu kepada :
1. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan kepada penyusun untuk dapat melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
2. Dr. dr. Wiwik Kusumawati, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Harapan besar penulis semoga laporan PKPA ini bermanfaat dan sarat akan
hikmah bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kefarmasian.
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia sebagai bukti kesejahteraan yang
harus dicapai dan diwujudkan sesuai cita-cita luhur bangsa Indonesia. Definisi
kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan dapat
diwujudkan berkat peran tenaga kesehatan sebagai individu berpengetahuan dan
berketerampilan yang didapat melalui pendidikan di bidang kesehatan. Tenaga
Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Apotek merupakan sarana untuk melakukan pekerjaan kefarmasian yang
diharapkan dapat menjadi wadah seorang apoteker untuk mengabdikan dirinya
kepada masyarakat untuk menjamin tersedianya sediaan farmasi. Seorang
apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian harus berdasar pada nilai
ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan
pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan. Kesalahan
pengobatan (medication error) sangat umum terjadi dan terkadang menjadi
masalah klasik yang sulit untuk dihindari. Oleh sebab itu, apoteker diharapkan
mampu berpikir kritis dan mampu mendeteksi serta menghindari medication
error pada saat melakukan pekerjaan kefarmasian.
Pekerjaan kefarmasian harus dilaksanakan berorientasi kepada pasien dan
berdasarkan regulasi yang berlaku sebagai upaya untuk memberikan perlindungan
kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan
farmasi dan jasa kefarmasian, mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan dan
memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian.
Berdasarkan hal tersebut, maka Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PS PPA UMY) bersama mahasiswa
melakukan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek sebagai
salah satu upaya untuk mempersiapkan calon apoteker yang berkompeten,
berwawasan luas, dan mampu secara praktis dalam hal pelayanan kefarmasian
dan pengelolaan apotek. Kegiatan PKPA dilaksanakan di Apotek Farmarin
Yogyakarta selama 3 minggu. Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, pengetahuan dan mampu meningkatkan
skill dalam melakukan praktik kefarmasian dan manajerial.
B. Tujuan PKPA
Tujuan Umum
a) Meningkatkan pemahaman mahasiswa meliputi peran, fungsi dan
tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian.
b) Membekali mahasiswa agar memiliki wawasan, pengetahuan,
ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
c) Memberi kesempatan kepada mahasiwa untuk melihat, mempelajari dan
mengalisa kegiatan pelayanan kefarmasian dalam rangka pengembangan
praktek farmasi.
d) Mempersiapkan mahasiswa dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
kefarmasian yang profesional.
e) Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian.
Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengelolaan perbekalan farmasi di apotek
b) Mampu melakukan kegiatan manajerial perapotikan
c) Mampu melakukan pelayanan kefarmasian sesuai dengan peraturan
menteri
C. Sasaran
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Universitas
Muhammdiyah Yogyakarta.
D. Manfaat PKPA
1. Mengetahui dan memahami peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker
2. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis
3. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional
5. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Apotek
Apotek berasal dari bahasa Belanda “apotheek” yaitu took yang meramu dan
menjual obat. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 73 Tahun 2016 menjelaskan
bahwa apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh apoteker.
B. Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, berikut adalah tugas
dan fungsi apotek diantaranya :
Sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
apoteker
Tempat pengabdian bagi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker
Sarana kefarmasian untuk melakukan pengubahan bentuk obat maupun bahan
obat
Sarana penyaluran perbekalan farmasi bagi masyrakat secara luas dan merata
Sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada
tenaga kesehatan lain dan masyarakat meliputi pengamatan dan pelaporan
terhadap khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat
C. Persyaratan Pendirian Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 9 Tahun 2017, persyaratan
umum pendirian apotek ialah apotek dapat didirikan atas modal sendiri maupun
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusaaan. Apabila apoteker
bekerjasama dengan pemilik modal, maka pekerjaan kefarmasian harus tetap
dilakukan sepenuhnya oleh apoteker tersebut. Adapun beberapa persyaratan
pendirian apotek lainnya adalah:
1. Lokasi
Pemerintah dapat mengatur persebaran serta pemetaan apotek di
wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan akses masyarakat
serta akses keterjangkauan. Hal tersebut sesuai dengan Peaturan Menteri
Kesehatan RI No. 922 Tahun 1993 bahwa lokasi apotek tidak lagi
ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lainnya namun harus
mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah
penduduk, jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan,
lingkungan dan keterjangkauan.
2. Bangunan
Bangunan apotek harus bersifat permanen, memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan dan kemudahan dalam hal pemberian pelayanan kepada
pasien serta perlindungan bagi anak-anak, wanita hamil, lansia dan
penyandang cacat. Adapun bangunan permanen yang dimaksud dapat
berupa bagian dari pusat perbelanjaan, apartemen, ruko, perkantoran,
rumah susun dan lain sebagainya.
3. Sarana, Prasarana dan Peralatan
Sarana apotek setidaknya memiliki 7 ruang diantaranya penerimaan
resep, pelayanan dan peracikan, penyerahan, konseling, penyimpanan/
gudang, dan ruang arsip. Disamping hal itu apotek harus memiliki
instalasi air bersih, listrik, sistem tata udara dan proteksi kebakaran.
Peralatan apotek yang diperlukan sebagai penunjang pelaksanaan
pelayanan kefarmasian diantaranya rak obat, alat peracikan, bahan
pengemas, lemari pendingan, meja dan kursi, computer, sistem pencatatan
mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien, alat administrasi dan
buku-buku standar.
4. Ketenagaan
Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, apoteker pemegang SIA
(APSIA) dapat dibantu oleh apoteker pendamping (APING), tenaga
teknis kefarmasian (TTK) dan/atau tenaga administrasi. Apoteker maupun
tenaga teknis kefarmasian dalam menjalankan tugasnya harus memiliki
surat izin praktik sesuai peraturan perundang-undangan.
D. Persyaratan Perizinan
1. Perizinan Apoteker
a. Serkom
Serkom atau sertifikat kompetensi merupakan surat tanda pengakuan
terhadap kompetesi seorang apoteker untuk dapat menjalankan praktik
profesi. Serkom didapatkan setelah menjalani UKAI baik CBT maupun
OSCE melalui permohonan kolektif perguruan tinggi kepada IAI. Masa
berlaku serkom ialah 5 tahun dan digunakan untuk memperoleh STRA.
b. STRA
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) merupakan bukti tertulis
yang diberikan oleh menteri melalui KFN kepada apoteker. Permohonan
STRA diajukan secara kolektif oleh perguruan tinggi dengan persyaratan
memiliki ijazah apoteker, serkom, telah mengucapkan sumpah apoteker,
sehat fisik dan mental dan membuat surat pernyataan akan mematuhi
etika profesi. Masa berlaku STRA mengikuti masa berlaku serkom.
c. KTA IAI
Kartu Tanda Anggota (KTA) ialah tanda keanggotaan seorang
apoteker pada IAI dengan masa berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang
untuk 5 tahun berikutnya, Pendaftaran dapat dilakukan secara mandiri
maupun kolektif oleh perguruan tinggi farmasi dengan melampirkan
fotokopi ijazah, fotokopi KTP, pas foto, surat pertanyaan akan mematuhi
kode etik, peraturan organisasi serta perundang-undangan dan bukti
pembayaran.
d. SIPA
Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) merupakan surat izin yang
diberikan kepada apoteker untuk dapat melakukan praktik pekerjaan
kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian. Adapun SIPA di fasilitas
kefarmasian hanya berlaku 3 tempat dan masa berlakunya mengikuti
masa berlaku STRA. Persyaratan SIPA diantaranya:
Fotokopi STRA yang dilegalisir KFN
Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas kefarmasian
Surat rekomendasi dari organisasi profesi
Pas foto
e. SIA
Surat Izin Apotek (SIA) ialah surat izin yang dikeluarkan oleh menteri
yang kemudian dilimpahkan kepada pemerintah kabupaten/ kota. Masa
berlaku SIA ialah 5 tahun atau mengikuti STRA.
Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan persyaratan
sebagai berikut:
fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli
fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
daftar prasarana, sarana, dan peralatan
Alur permohonan SIA adalah sebagai berikut:
Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan
menggunakan Formulir 1
Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen
administratif, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim
pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan
Apotek dengan menggunakan Formulir 2
Tim pemeriksa sebagaimana harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri atas tenaga kefarmasian dan tenaga
lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana
Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa
ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan
setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dengan menggunakan Formulir
3
Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan dan dinyatakan memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi dengan menggunakan
Formulir 4
Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan
surat penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja
dengan menggunakan Formulir 5
Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan,
pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1
(satu) bulan sejak surat penundaan diterima
Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan,
maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat
Penolakan menggunakan Formulir 6
Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA
melebihi jangka waktu, Apoteker pemohon menyelenggarakan
Apotek menggunakan BAP sebagai pengganti SIA
Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka penerbitannya
bersama dengan penerbitan SIPA untuk APSIA, masa berlaku SIA
mengikuti masa berlaku SIPA.
f. Mutasi/ Lolos Butuh
Mutasi dapat berupa mutasi antar propinsi maupun mutasi antar
kabupaten/ dalam satu propinsi. Syarat permohonan mutasi ialah fotokopi
KTA yang masih berlaku, bukti pembayaran iuran angggota, pas foto,
fotokopi KTP, surat keterangan tidak sedang berpraktik dan boring
resertifikasi masa kompetensi tahun berjalan yang telah diverifikasi oleh
tim resertifikasi, surat pencabutan SIPA dari Dinkes kabupaten setempat ,
dan surat pengantar mutasi dari PC setempat.
2. Perizinan Apotek
a. IMB
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan sebuah hokum yang
berisi perizinan yang diberikan oleh kepala daerah kepada pemilik
bangunan untuk mendirikan, memperbaiki, menambah, mengubah atau
merenovasi bangunan. IMB diatur dalam UU No 34 Tahun 2001.
Adapun tujuan umum IMB ialah menciptakan tata letak bangunan yang
nyaman dan teratur.
b. OSS
Online Single Submission (OSS) atau merupakan sistem pelayanan
perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang diperuntukkan bagi
pelaaku usaha untuk mengurus izin berusaha. OSS berada dibawah bedan
koordinasi penanaman modal dan dapat diakses melalui laman
https://www.oss.go.id/
c. NIB
Nomor Induk Berusaha (NIB) ialah identitas pelaku usaha yang
diterbitkan oleh OSS setelah pelaku usaha melakukan registrasi. NIB juga
berlaku sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
d. SLF
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) ialah sertifikat terhadap gedung yang
telah dibangun sesuai dengan IMB dan telah dianggap memenuhi
persyaratan kelaikan sesuai dengan fungsi bangunan berdasarkan hasil
pemeriksaan.
e. SPPLH
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup (SPPLH) ialah pernyataan kesanggupan dari pelaku
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau
kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan wajib AMDAL atau UKL-UPL.
f. NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomoe yang diberikan kepada wajib
pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri ataupun identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
g. PKP
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang.
h. SIUP
SIUP merupakan Surat Izin Usaha Perdagangan yaitu izin operasional
bagi perusahaan atau badan yang melakukan kegiatan di bidang
perdangangan berupa kegiatan jual beli barang/ jasa termasuk usaha
apotek.
3. Pelayanan Kefarmasian
Standar pelayanan kefarmasian di apotek merupakan pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien di apotek berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Hal tersebut dapat tercipta berkat ketersediaan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana yang baik.
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
1) Perencanaan
Perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai perlu memperhatikan pola penyakit, pola
konsumsi, budaya serta kemampuan masyarakat.
2) Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi dilakukan melalui jalur resmi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin kualitas
pelayanan kefarmasian.
3) Penerimaan
Penerimaan dilakukan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4) Penyimpanan
Obat maupun bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik
namun dalam kondisi darurat isi dapat dipindahkan pada wadah lain
disertai dengan pelabelan berupa nama obat, nomor batch dan tanggal
kadaluarsa untuk menghindari kemungkinan terjadinya medication
error.
Penyimpanan obat disesuaikan dengan suhu penyimpanan untuk
menjamin keamanan serta stabilitas obat dengan suhu 2-8° C untuk
suhu dingin dan suhu 15-25° C untuk suhu sejuk. Tempat
penyimpanan obat disediakan wadah khusus yang tidak dipergunakan
untuk menyimpan barang lain yang dapat memicu terjadinya
kontaminasi.
Sistem penyimpanan obat dilakukan dengan memperhatikan
bentuk sediaan dan kelas terapi obat yang dapat disusun secara
alfabetis sedangkan untuk pengeluaran obat dapat menggunakan
sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out).
Pelabelan juga penting dilakukan untuk meminimalisirkan terjadinya
medication error misalnya terkait obat HAM (High Alert Medicine),
LASA (Look Alike Sound Alike) dan obat dengan penanganan khusus
misalnya obat sitostatika.
5) Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sedangkan
pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan cukup disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang
memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan
dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
Resep dapat disimpan hingga 5 (lima) tahun. Pemusnahan resep
dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan
lain yang dibuktikan dengan BAP dan selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard
dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan
oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin
edarnya dicabut oleh Menteri.
6) Pengendalian
Pengendalian dilakukan melalui sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran guna mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan.
Pengendalian betujuan untuk menghindari kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian
pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok
baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok dapat memuat
informasi nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa persediaan.
7) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan
internal dan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk
kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan
lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
1) Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kajian Administratif
- nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
- nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf
- tanggal penulisan resep
Kajian Farmasetik:
- bentuk dan kekuatan sediaan
- stabilitas dan kompatibilitas (ketercampuran Obat)
Pertimbangan Klinis
- ketepatan indikasi dan dosis Obat
- aturan, cara dan lama penggunaan Obat
- duplikasi dan/atau polifarmasi
- reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,
manifestasi klinis lain)
- kontra indikasi
- interaksi obat
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Apabila terdapat ketidaksesuaian dari
hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis
resep.
2) Dispensing
Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep dengan
menghitung jumlah kebutuhan obat serta melakukan peracikan
obat apabila diperlukan
Memberikan etiket warna putih untuk Obat dalam/oral, warna biru
untuk Obat luar dan suntik kemudian menempelkan label “kocok
dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
Memasukkan obat ke dalam masing masing wadah secara terpisah
untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang
salah. Kegiatan dilanjutkan dengan pemeriksaan kembali mengenai
penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan
jumlah obat, memanggil nama dan nomor tunggu pasien,
memeriksa ulang identitas dan alamat pasien kemudian melakukan
penyerahkan obat yang disertai pemberian informasi Obat terkait
manfaat, ESO, cara penyimpanan obat dan terapi non farmakologi.
Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan). Selanjutnya resep disimpan pada
wadah khusus dengan batas waktu maksimal penyimpanan 5 tahun
sebelum dilakukan pemusnahan. Apoteker membuat catatan
pengobatan pasien, selain itu Apotek juga melayani obat non resep
atau pelayanan swamedikasi.
3) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Kegiatan PIO di Apotek dapat berupa menjawab pertanyaan baik
lisan maupun tulisan, membuat dan menyebarkan
buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan),
memberikan informasi dan edukasi kepada pasien, memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang
sedang praktik profesi, melakukan penelitian penggunaan Obat,
membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah dan
melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk
membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat
berupa topik pertanyaan, tanggal dan waktu pelayanan informasi
obat diberikan, metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis,
lewat telepon), data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan,
informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang
hamil/menyusui, data laboratorium), uraian pertanyaan dan
jawaban, referensi dan data apoteker yang memberikan pelayanan
informasi obat.
4) Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku.
Three prime questions dilakukan sebagai tahap awal konseling
dan diakhiri dengan kataris. Pada kondisi kepatuhan pasien yang
dinilai rendah, perlu dilakukan Health Belief Model.
Beberapa kriteria pasien/ keluarga pasien yang perlu diberi
konseling diantaranya:
a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui)
b) Pasien dengan terapi jangka panjang/ penyakit kronis
(misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi)
c) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/ off)
d) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin)
e) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat
untuk indikasi penyakit yang sama
f) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
5) Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
terhadap kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis lainnya. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian
di rumah dengan menggunakan formulir yang sudah tersedia.
Kegiatan dapat berupa penilaian/ pencarian (assessment) masalah
yang berhubungan dengan pengobatan, identifikasi kepatuhan
pasien, pendampingan pengelolaan obat dan/ atau alat kesehatan di
rumah, konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum serta
monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
obat berdasarkan catatan pengobatan pasien.
6) Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Kriteria pasien yaitu anak-anak, lanjut usia, ibu hamil dan
menyusui, pasien polifarmasi dan/ atau multidiagnosis, pasien
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati, pasien yang menerima
obat dengan indeks terapi sempit maupun pasien dengan obat yang
sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.
Kegiatan PTO dimulai mennetukan pasien sesuai kriteria
kemudian menelusuri riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari
riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi
melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga
kesehatan lain. Selanjutnya identifikasi drug related problems,
menentukan prioritas masalah dan memberikan rekomendasi atau
rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan untuk
memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang
tidak dikehendaki. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan
rekomendasi yang telah dibuat oleh apoteker harus
dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
A. Profil Apotek
1. Sejarah Apotek Farmarin
Apotek Farmarin didirikan oleh PT. Fajar Farmatama (FFT) yang
merupakan salah satu divisi dari PT. Fajar Mekar Indah (FMI), yaitu anak
perusahaan dari Yayasan Kesejahteraan Keluarga Bank Indonesia (YKKBI).
YKKBI adalah yayasan yang mengelola keuangan pensiunan untuk
kesejahteraan pensiunan Bank Indonesia. Sebelumnya pengelolaan Apotek
Farmarin dilakukan oleh PT. Fajar Mekar Indah (FMI) untuk memenuhi
jaminan kesehatan seluruh anggota YKKBI. Seiring berjalannya waktu,
Apotek Farmarin berfokus pada peningkatan pelayanan dan pengetahuan
kesehatan masyarakat melalui pendirian klinik dan apotek. Oeh karena itu
seluruh tanggung jawab pengelolaan kemudian diserahkan kepada PT. Fajar
Farmatama (FFT) SEJAK 1 September 2009 yang kemudian membawahi
Farmarin dan Bidakara Medical Center. Tujuan pendirian Apotek Farmarin
adalah untuk memenuhi jaminan kesehatan pensiunan Bank Indonesia
maupun karyawan yang masih aktif bekerja di Bank Indonesia, serta untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan biaya pengobatan (Fajar farmatama,
2019).
D. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
1. Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi merupakan suatu proses merencanakan
kebutuhan berdasarkan skala prioritas yang baik dengan memperhatkan
kaidah ketersediaan, keterjangkauan dan kerasionalan. Perencanaan dilakukan
setiap hari dengan mempertimbangkan jenis item, jumlah, dana, serta DSO
(Daftar Standar Obat). DSO ialah formularium yang dikeluarkan secara resmi
oleh YKKBI (Yayasan Kesejahteraan Bank Keluarga Indonesia) yang disusun
berdasarkan hasil diskusi praktisi (dokter, dokter spesialis dan apoteker) di
Apotek Farmarin 1 (pusat). DSO berisi jenis-jenis obat yang ditanggung oleh
YKKBI dan pembaharuan dilakukan setiap 3 tahun sekali.
Data penggunaan obat dapat dilihat pada SIM apotek kemudian
selanjutnya dicatat dalam defekta meliputi nama sediaan, sisa stok dan nama
PBF. Apabila terdapat dua atau lebih PBF, maka akan dipilih PBF yang
menawarkan harga paling rendah dan diskon paling tinggi. Selain itu apoteker
juga harus mengetahui pola peresepan dokter untuk mengetahui kebutuhan-
kebutuhan obat apa sajakah yang akan diperlukan.
Adapun perencanaan obat di Apotek Farmarin menggunakan sistem
kombinasi yaitu antara metode konsumsi dan epidemiologi. Metode Pareto
ABC-VEN dapat digunakan untuk pengendalian anggaran terhadap kebutuhan
obat. Metode ini dapat mengetahui karakterisasi obat berdasarkan frekuensi
pemakaian sehingga dapat ditentukan skala prioritas dalam hal pengadaan
obat. Terdapat beberapa pertimbangan yang harus dilakukan dalam hal
perencanaan kebutuhan diantaranya:
a. Pemilihan PBF
Legalitas PBF ditunjukkan dengan adanya nomor izin usaha dan
faktur pembelian untuk menjamin kualitas serta apabila terjadi sesuatu
permasalahan maka pihak PBF dapat dimintai pertanggungjawaban
Pemberian diskon oleh sole distributor maupun sub distributor
tentunya dengan tetap mempertimbangkan kuantitas barang yang
ditawarkan dengan kondisi fas moving/ slow moving barang tersebut
di apotek
Lead Time yaitu waktu yang diperlukan PBF untuk mengirimkan
barang sejak SP diterima. Semakin singkat waktu tunggu maka
kinerja PBF dianggap semakin baik. Selain itu hal ini juga dapat
menjegah terjadinya kekosongan barang sehingga eksistensi apotek di
mata konsumen dapat terjaga dengan baik.
Jatuh tempo atau inkaso yang semakin panjang akan menguntungkan
pihak apotek, dikarenakan dana yang ada dapat dialuhkan untuk
kebutuhan lainnya sekaligus dapat meninggu perputaran modal.
Pasien Apotek Farmarin mayoritas merupakan anggota YKKBI
sehingga apotek tidak menerima pembayaran dalam bentuk cash.
Sistem retur yang mudah dapat mencegah kemungkinan apotek
mengalami kerugian akibat adanya produk ED maupun death stock.
Biasanya pihak apotek telah membuat perjanjian terkait dengan
permasalahan ini. Sehingga dalam melakukan retur ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya adalah adanya faktur
pembelian, masa kadaluarsa kurang dari 6 bulan (apabila melakukan
retur ke sole distributor masa ED bias lebih singkat yaitu 1 bulan)
kemudian jumlah obat yang di retur biasanya harus memenuhi jumlah
minimal yaitu strip maupun box.
Tedapat 2 jenit Pedagang Besar Farmasi (PBF) yaitu:
a. Sole Distributor
Ialah PBF utama yang berskala nasional dan telah memiliki kantor cabang
hamper pada setiap wilayah. Keuntungan pemesanan melalui PBF utama
ialah jaminan keaslian produk, jaminan ketersediaan produk, jaminan retur
serta diskon yang diberikan akan lebih besar.
4. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi bertujuan untuk menjaga stabilitas,
kemamanan dan mutu serta jumlah obat dari kemungkinan obat rusak ataupun
hilang sehingga akan mempermudah kegiatan pelayanan kefarmasian di
apotek. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2014,
ruang penyimpanan perbekalan farmasi harus memperhatikan suhu,
kelembaban, ventilasi dan sanitasi untuk menjamin mutu perbekalan farmasi.
Selain itu, ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/ etalase,
pendingin ruangan, lemari pendingin, lemari penyimpanan narkotika dan
psikotropika, alat pengukur suhu dan kelembaban serta kartu kontrol suhu.
Penyimpanan sediaan farmasi di apotek farmarin disimpan menggunakna
metode kombinasi yaitu secara alfabetis, menyesuaikan dengan bentuk
sediaan, farmakologi dan secara FIFO-FEFO. Untuk penyimpanan obat-obat
oral dibedakan menjadi 2 warna yaitu warna putih untuk obat-obat regular dan
warna biru muda untuk obat-obat yang masuk DSO kemudian masing-masing
disusun secara alfabetis. Penyusunan antibiotik diletakkan pada rak tersendiri,
begitu juga dengan sediaan cair dan semisolid. Pada masing-masing kotak
obat, terdapat masing-masing kartu stok. Obat-obat golongan narkotika dan
psikotropika disimpan secara terpisah pada lemari kunci ganda.
Adapun penyimpanan perbekalan farmasi di Apotek Farmarin adalah
sebagai berikut:
a. Ruang Display Obat
Obat OTC terdiri atas obat bebas, obat bebas terbatas, jamu, OHT,
Fitofarmaka dan berbagai macam multivitamin yang diletakkan pada
bagian display obat dengan rincian sebagai berikut:
Sediaan cair meliputi obat flu, batuk dan gangguan saluran
pencernaan
Sediaan semisolid meliputi krim dan salep
Sediaan tetes mata
Sediaan solid meliputi analgetik, obat flu/ batuk dan gangguan cerna
Multivitamin
Alat kontrasepsi
Minyak dan balsam
Barang bukan obat meliputi kosmetik (perlengkapan mandi), susu,
obat herbal, tisu, kapas, pembalut wanita maupun lansia
Alat kesehatan meliputi masker, ice bag, kasa steril dan lain-lain
b. Ruang Penyiapan Obat
Obat generik
Obat paten dan branded
Antibiotik
Obat DSO
Sediaan cair dan semipadat
Sediaan injeksi
Sediaan dengan penggunaan khusus (inhaler, diskus, dan lain-lain)
Tetes mata dan salep mata
Alat-alat peracikan
Penyimpanan narkotika, psikotropika dan OOT
c. Suhu Penyimpanan Khusus
Untuk obat-obat dengan suhu penyimpanan khusus, diletakkan di
dalam lemari pending disertai dengan alat pengukur suhu. Penyimpanan
obat disesuaikan dengan suhu penyimpanan untuk menjamin keamanan
serta stabilitas obat dengan suhu 2-8° C untuk suhu dingin dan suhu 15-
25° C untuk suhu sejuk.
Insulin
Lacto B
Sediaan tetes mata
Suppositoria dan lain-lain
Terkait dengan penyimpanan dokumen apotek terdiri dari penyimpanan
faktur, penyimpanan resep, serta dokumen lain-lain untuk keperluan
perpajakan. Resep dapat disimpan hingga kurun waktu 5 (lima) tahun. Faktur
disimpan secara alfabetis, diurutkan berdasarkan tanggal faktur dan di
kelompokkan setiap bulannya untuk memudahkan proses penelusuran.
5. Distribusi
Distribusi merupakan suatu kegiatan penyaluran baik obat maupun
bahan obat sesuai dengan persyaratan guna menjaga kualitas dari perbekalan
farmasi. Distribusi obat di Apotek Farmarin dapat dilakukan kepada pasien
kerjasama maupun pasien umum.
a. Pasien Kerjasama
Penjualan obat kepada pasien kerjasama ialah penjualan obat yang
dilakukan kepada pasien yang memiliki keanggotaan asuransi atas
perusahaan maupun instansi yang memiliki kerjasama dengan apotek.
Penjualan ini tidak disertai dengan biaya embalase serta memiliki indeks
penjualan yang lebih rendah daripada pasien umum atau telah disesuaikan
dengan DSO.
HJA = [HNA + (HNA x PPn)] x I + E
Keterangan:
- HJA = Harga jual apotek
- HNA = Harga net apotek
- PPn = Pajak pertambahan nilai sebanyak 10%
- I = Indeks penjualan
- E = Embalase
b. Pasien Umum
Penjualan obat kepada pasien umum dapat meliputi obat resep maupun
non resep. Pelayanan obat non resep di Apotek Farmarin masih melayani
pembelian obat keras non OWA diantaranya seperti obat-obat golongan
antidislipidemia, obat antihipertensi dan obat gula. Adapun untuk
pembelian obat-obat antibiotic dan obat dengan indeks terapi sempit tetap
harus menggunakan resep dokter.Dalam melakukan pelayan kefarmasian
misalnya swamedikasi, apoteker menanyakan keluhan pasien, menggali
informasi pasien mengenai keluhan yang dirasakan serta data diri pasien.
Komunikasi yang dilakukan merupakan komunikais efektif dengan
mengedepankan sikap ramah, hormat dan simpati kepada pasien. Adapun
perhitungan harga jual apotek untuk pasien umum adalah sebagai berikut:
HJA = [HNA + (HNA x PPn)] x I* + E*
Keterangan:
- HJA = Harga jual apotek
- HNA = Harga net apotek
- PPn = Pajak pertambahan nilai sebanyak 10%
- I* = Indeks penjualan tergantung jenis produk
- E* = Embalase tergantung jenis produk
Pada pelayanan obat OTC, pasien tidak dibebankan atas biaya embalase
dan penetapan HJA tidak boleh melebihi Haega Eceran Tertinggi (HET).
Biasanya untuk obat racikan memiliki biaya embalase yang lebih tinggi
dibandingkan denganobat OWA.
9. Pelaporan
a. Pelaporan Internal
Laporan penjualan
Laporan penjualan atas transaksi yang dilakukan selama 1 hari sesuai
dengan data pada nota penjualan, dilaporkan tiap satu bulan
Laporan Pembelian
Dilakukan setiap satu minggu sekali meliputi nama PBF, nomor
faktur, tanggal, nama barang, jumlah barang, ED, harga satuan, bonis
dan diskon, PPn, tanggal pengiriman dan jatuh tempo serta keterangan
lunas untuk selanjutnya dibedakan atas faktur tunai (narkotika
psikotropika dan OTC) dan faktur kredit baik yang sudah maupun
belum lunas
Laporan Persediaan
Dilakukan setiap satu bulan sekali atau pada saat stok opname
Laporan absensi
Laporan kedatangan karyawan
Laporan Akuntansi
Meliputi Piutang yang ilaporkan kepada YKKBI, OJK dan lain-lain,
laporam hutang yang dilaporkan kepada PBF
Laporan Inventarisasi
Meliputi laporan pembelian asset apotek meliputi pencatatan tanggal
pembelian, barang dan spesifikasi, kode dan jumlah barang, harga
serta penyusutan barang
Laporan DJP Kas
Dipertanggungjawabkan oleh Kas dan dibuat secara manual apabila
terdapat laporan debit/ kredit keuangan atas pemasukan dan
pengeluaran dana apotek meliputi bonus dari PBF, pajangan reklame,
tagihan piutang, serta biaya operasional atas pembelian ATK, biaya
listrik, air dan telepon serta gaji karyawan
Laporan DJP Bank
Melalui rekening Koran seperti pencatatan mutasi bank misalnya atas
pembayaran tagihan yang dilakukan oleh YKKBI, OJK ataupun
instansi lainnya.
Laporan Nera dan Laba-Rugi
Untuk mengetahui laba rugi usaha apotek, mengukur pertumbuhan dan
perkebangan bisnis apotek setiap bulannya
Buku Embalase
Pencatatan atas embalase yang didapat selama periode 1 hari oleh
computer yang selanjutnya akan digunakan untuk pembelian alat
kelengkapan administrasi dan peracikan obat misalnya kemasan, buku
nota dan lain-lain
b. Pelaporan Eksternal
Laporan Narkotika dan Psikotropika
Pelaporan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No
73 Tahun 2016 mengenai pelaporan narkotika dan psikotropika
melalui laman http://sipnap.kemkes.go.id/ Pelaporan SIPNAP dapat
dilakukan pada tanggal 1-10 untuk pemakaian bulan sebelumnya
Laporan Neraca laba rugi dan akuntansi
Laporan bulanan yang dilaporkan oleh Apotek Farmarin kepada PT.
Fajar Farmatama untuk mengetahui perkembanganbisnis perapotikan
serta besarnya keuntungan maupun kerugian usaha yang dijalankan
Laporan Pajak
AMBIL MATERI PAJAK DARI NILLAH
Apotek Farmarin menerima pelayanan resep baik dari pasien umum maupun
pasien kerjasama dengan instansi tertentu. Instansi yang bekerja sama dengan
Apotek Farmarin yaitu YKKBI, karyawan BI aktif, dan OJK. Pengelolaan resep
dilakukan dengan menggolongkan resep tunai dan resep piutang atau kredit
kemudian disatukan per instansi dan diarsipkan setiap bulan. Resep yang telah
dilayani kemudian disimpan menurut jenis pelayanan, tanggal, dan nomor resep.
Jika resep telah dinyatakan sah maka perlu dipastikan ketersediaan obat
dalam resep di apotek baik ketersediaan stok maupun jumlah yang
mencukupi. Pengecekan stok obat yang diperlukan dapat dilihat dari data
komputer. Untuk pasien umum, apabila stok obat yang diperlukan untuk
peracikan resep tersedia, maka resep akan diberi harga dan dilakukan
konfirmasi tentang persetujuan biaya resep kepada pasien. Setelah pasien
setuju dengan harga resep maka pasien membayar secara tunai di kasir dan
kemudian pasien menerima bukti pembayaran yang telah diberi nomor resep
dan stempel tanda lunas. Selanjutnya dilakukan penyiapan obat meliputi
pengambilan obat sesuai permintaan dalam resep; mencatat pengeluaran obat
pada kartu stok; menyiapkan etiket yang berisi nama pasien, nomor resep,
tanggal resep, cara pemakaian obat, nama obat, dan waktu kadaluarsa obat;
lalu obat dimasukkan kedalam kemasan. Selanjutnya dilakukan pengecekan
ulang oleh apoteker sebelum obat diserahkan kepada pasien.
Apabila obat yang diminta dalam resep tidak termasuk dalam DSO,
maka alternatifnya sebagai berikut:
1) Apabila ada obat lain yang memiliki zat aktif sama pada buku DSO,
maka pasien membayar 50% dari harga jual obat yang ada dalam
DSO.
2) Apabila tidak ada obat lain dengan zat aktif yang sama pada buku
DSO, maka pasien membayar 50% dari harga dalam kuitansi
penggantian obat selalu diinformasikan dan dikonfirmasikan kepada
pasien bahwa pasien harus menanggung sisa biaya obat yang tidak
mendapat potongan.
Kemudian apabila terjadi keraguan atas penggantian suatu obat
maka pihak apotek juga akan menginformasikan hal tersebut kepada
dokter penulis resep. Standarisasi obat untuk pasien YKKBI meliputi
semua obat, kecuali vitamin, obat gosok, obat herbal dan produk
kecantikan.
Pasien OJK memiliki buku standar obat dan tidak ada batasan
nominal harga resep ataupun jumlah obat tiap resep sehingga semua obat
yang tertulis pada resep dapat ditanggung kecuali jamu, obat herbal,
susu, balsam, dan minyak kayu putih. Pembelian kosmetika dapat
dilayani bila ada resep dari dokter kulit. Obat- obat di apotek yang
ketersediaannya terbatas akan diberikan seadanya dan kekurangan obat
akan diantar ke alamat pasien