Anda di halaman 1dari 10

NOTULENSI TUTORIAL

INTERPROFESSIONAL EDUCATION & COLLABORATIVE PRACTICE


“BED SIDE TEACHING II”

Disusun Oleh:
- Stella Rosita P (20194010002)
- Rusmilawati (20194010010)
- Arini Nadin (20194010009)
- Nurul Afifah Khaerani (20194010015)
- Heni Ratnasari (20194040091)
- Trisnawati (20194040081)
- Teta Mahardika S (20184020077)
- Intihaun N.B (20184020034)
- Akbar Daifa (20184020026)

PERIODE 28 SEPTEMBER – 3 OKTOBER 2020


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
NOTULENSI BST KASUS 2

Nama : Tn. S
Usia : 42 th
Alamat : Bantul
Pekerjaan : Swasta

I. Anamnesis
KU: Nyeri Kepala
RPS: Pasien mengeluh nyeri kepala hebat seperti ditusuk-tusuk yang
menjalar hingga ke tengkuk dan leher. Keluhan sudah dirasakan sejak 1
minggu yang lalu. Keluhan disertai rasa mual, muntah dan rasa kaku dileher.
Riwayat badan nggereges (-), mata kabur (-). Kejang (-), penurunan
kesadaran (-), riwayat nyeri telinga (-), riwayat batuk pilek (-).
RPD: Riwayat serupa (-), HT (-), DM (-)
RPK: Keluhan serupa (-)
RPSos: Pasien dirumah memelihara unggas, yaitu ayam berjumlah 25 ekor.
Pasien memiliki riwayat merokok.
II. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Vital Sign:
TD: 146/92 mmHg
Suhu: 37,2
RR: 20x/menit
HR: 77x/menit

Pemeriksaan Generalisata:
Kepala: dbn
Dada: dbn
Abdomen: dbn
Extremitas: dbn

Status Neurologis

Ekstremitas
+ 5│+5
Kekuatan
+ 5│+5

Reflek Fisiologis
 Triseps : +/+
 Patella : +/+
Reflek patologis
 Babinski : -/-

Pemeriksaan Khusus
Meningeal Sign (-)
III. Pemeriksaan Penunjang
AL: 16.420
Hitung Jenis: 0/0/87/14,2/9
Hb: 16,4
AT: 213

IV. Diagnosis Kerja


Meningitis Infeksi Bakteri

V. Terapi
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj. MP 62,5mg/12jam
Inj. Ondansentron 4mg/12jam
Inj. Ketorolac 30mg/12jam

Kedokteran gigi

Mengeluhkan rasa sakit 1 tahun yang lalu hilang timbul, 1 bulan yang
lalu kambuh lalu diberikan anti nyeri dari warung. Pasien menyikat
gigi 2x sehari pagi saat mandi dan sore saat mandi

Pertanyaan
1. Bagaimana cara mendiagnosis kasus tersebut ?
Nyeri kepala tertusuk tusuk jarum menjalar ke tengkuk, suhu
pasien subfebris, pasien mengaku mual dan muntah,
pemeriksaan fisik menunjukkan kekakuan pada bagian leher.
Angka leukosit 16.000, neutrophil segment 87 petunjuk
infeksi bacteri. Trias classic meningitis demam nyeri kepala
hebat dan kaku kuduk), mual, muntah, kejang. Deficit
neurologis,paresis syaraf cranial,hemiparesis,
monoparesis,quadri paresis, gangguan sensoris.
Pemeriksaan ABC
Pemeriksaan Head to toe
Kriteria diagnosis
 Tanda klinis meningitis
 Parameter CSS abnormal
 Kultur positif
 Tes pcr css +

2. Apakah pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk


menegakkan diagnose meningitis pada pasien tersebut ?
Pemeriksaan penunjang
 Kultur darah
 Pemeriksaan CSS
 Rasio glukosa kurang dr 0,4
 MRI kepala dengan kontras

3. Bagaimana pathogenesis meningitis dan apa hubungannya


dengan Cephalgia? Meningen terdiri dari 3 dura
meter,arachnoid dan piameter infeksi bakteri neseria
meningia di nasopharyngealmasuk ke CSSmultiplikasi di
CSS karena mengandung sedikit leukosit( jika di CSS banyak
leukosit berarti terjadi infeksi bakteri)udema vasogenic dan
citotoksik.

Infeksi bakteri pd lapisan meningen menyebabkan lapisan


meningen permeabilitasnya terganggu shg merangsang
terjadinya cephalgia.

4. Infeksi primer apa yang menjadi penyebab meningitis pada


pasien ini ?
Streptococcus pneumonia
Alkoholisme
Dm
Rhinorea
Otitis media
Neseria meningi

Perempuan hamil
Imonocompromise

Meningitis subakut

5. Apakah ada hubungan antara riwayat sakit gigi dengan keadaan


pasien saat ini ?
Infeksi gigi  predisposisi ex penyakit sistemik
Pulpitis ireversibel nekrosis pulpa dental
abscessperluasan infeksi odontogeninfeksi
intracranialselaput meningealmeningitis

Infeksi odontogenic disebabkan oleh gigi yang


mengalami necrosis infeksi bakteri infeksi sekitar gigi
abscess menembus tulang menembus sinus meningitis

6. Baimana tata laksana yang terpat pada pasien meningitis dan


apakah penatalaksanaan pada pasien tersebut sudah tepat ?
Menggunakan septriadson 2-4 gram, sepotaksin 2 gram 3x 1
Second line ampicillin,bensil penicillin,chloramphenicol
18-50 tahun  Streptococcus pneumonia septriatson
Pemberian antibiotic dilakukan setelah kultur bakteri

Dexamethasone 0,15 mg/berat badan


2-6 jam selama 4 hari

Mannitol 2%

Pemberian antipyretic desesuaikan dengan kebutuhan penderita


Mekanismenya sama, efeksamping berbeda
Sama sama golongan Sefalosporin (septriapson,cifloxacin)
yang mana yang lebih unggul?

7. Apa alasan penundaan pemberian analgetik pada pasien


tersebut ?
Pada kasus ini karena dapat mengaburkan diagnosis pada kasus
tersebut

Notulensi : Teta Mahardika (Profesi KG)


LO
a) Sama sama golongan Sefalosporin (ceftriaxon, cefotaxim) yang
mana yang lebih unggul?
 Penggunaan sefalosporin gen III lebih efektif dalam
menembus sawar darah otak. Ceftriaxon/ Cefotaxime
digunakan sebagai first line terapi dan didasarkan pada
kemampuannya untuk mempertahankan Css. AB dengan
BM rendah lebih mampu mempertahankan Css. Ceftri
berdifusi di dalam Css, Ceftri dalam konsentrasi Css
dicapai ketika terdapat peradangan pada meninges. T1/2
Ceftri 7-8h
 Cefotaxim terikat protein plasma kurleb 13%, dan
didistribusi pada Css dalam konsentrasi rendah dan akan
meningkat apabila meninges mengalami peradangan. T1/2
0.9-1.7 jam.
 Farakoekonomi mengatakan bahwa Ceftriaxone lebih cost
effective dari Cefotaxime
 Cefotaxime dilaporkan sudah mengalami resisten
 (heni)
b) Apa saja komplikasi meningitis bacterial?
 10% komplikasi tidak mampu bertahan
 Mortalitas sebesar 30%
 Px yang mampu bertahan dari komplikasi yaitu:
Akut: peningkatan TIK
Kronis: Ggn jiwa, defisit neurologi, ggn itratualitas, kejang
berulang
 Pencegahan komplikasi dgn diagnosis dini, CT scan, dan
penilaian Css apakah terjadi edema otak
 Fatality rate bacterial menginitis (sebesar 35% pd org
dewasa), prognosis tergantung dari usia, penyakit
komorbid, bakteri penyebab dan tingkat keparahan ketika
datang ke RS, ggn neurologis
 Selama 24 jam pertama, sering ditemukan kejadian kejang
(sebagai bentuk komplikasi)
 Beberapa px mengalami ggn pendengaran
c) Bagaimanakah plan dan monitoring yang diberikan kepada
pasien?
 Kompetensi dokter 3B (kegawatdaruratan, ditangani cepat,
merujuk ke spesialis)
 Diagnosis sudah mengarah ke meningitis (Leukosit dan
neutrofil segmen tinggi shg dpt dipastikan bakteri)
 Pemberian AB spektrum luas, pemberian steroid
(mps/dexa), apabila terdapat segaja simpatomatik bisa
diberikan obat tambahan misal antiemetik, antipiretik
 AB diberikan 10-14 days (WHO minimal 3-5 hari,
selanjutkan dievaluasi dulu dari berkurang atau tidaknya
keluhan utama, monitoring gejala dan kondisi pasien serta
vital sign)
 Apabila terjadi perburukan kondisi px, maka dilakukan
pemeriksaan penunjang (CSS, kultur bakteri) shg
pemberian AB lebih spesifik dan rasional
 Steroid diberikan 10 mg/kgBB tiap 6 jam, dan tappering off
setiap 4 hari
 Gold standart lumbal punc, sebelumnya wajib dilakukan ct-
scan. Sebelum diberikan AB/saat pemberian AB diberikan
kortiko (untuk meningkatkan BBB, sehingga
mempermudah penetrasi ke cerebrospinal)
 Monitoring TTV (TD, Sa02 komplikasi dapat berupa syok
sepsis), Peningkatan TIK, timbul kejang
 Manajemen kejang (penanganan dg Lorazepam 0,1 g/kgBB
iv/ loading dose fenitoin 15 mg/kgBB/ fenobarbital 5-10
mg/kgBB)
 Monitoring ESO obat (ggn sal cerna, rx kulit pasca
pemberian AB)
d) Rencana edukasi dan tatalaksana terkait gigi
 Px dx abses
Rontgen untuk mengetahui penyebaran abses pada akar dan
dilakukan penatalaksanaan, apabila blm diketahui sistula,
dilakukan insisi untuk mengurangi rasa sakit dan
mengurangi mikroba, dan memperbaiki vaskularisasi
 Setelah insisi dan drainage, dilakukan insisi necrotic pulp
(anastesi) dan dilakukan pencabutan gigi dr penyebab ggn
tsb
 Gigi Restoratif (dpt dilakukan perawatan akar, dilakukan
dressing medikamen untuk menghilangkan bakteri di
saluran akar, test bakteri dan dilakukan pengisian saluran
akar dengan kuta perca, apabila tdk mungkin dilakukan
perawatan akar, dpt dilakukan pencabutan
 Px meningitis bakterial dpt dimungkinkan krna inf gigi.
Setelah pemberian obat, KG melakukan eval rongga mulut.
Apabila focal inf tidak dihilangkan, suatu saat dpt tjd
rekurensi. Kemungkinan penyebab karena abses, pulpitis
reversibel maupun ireversibel
 Tatalaksana sesuai kondisi px, abses. Gigi tumbuh miring
dpt menyebabkan trauma pada gigi sebelahnya  abses
 Setelah tatalaksana kg dpt dilakukan eval kondisi umum px
 Edukasi bergantung pada kondisi px, apabila dilakukan
pencabutan (hindari untuk mengunyah, makan makanan
lembut, lunak, apabila tjd perdarahan lakukan kontrol)
e) Interaksi obat yang mungkin terjadi
 Ketorolac dan MPS tjd intx secara moderate (berpotensi
menyebabkan GI toxicity meliputi inflamasi, bleeding,
stress ulcer dan perforasi
f) Tatalaksana pd pasien dan interaksi dengan cairan intravena
 Tidak ada intx mayor
 Monitoring resiko gi toxicity
 Apabila tjd peningkatan TIK maka dapat diberikan manitol
20%
 RL dan Ceftri dapat menyebabkan toksisitas pada pasien
 Intx rl dgn ceftri. Terdapat kalsium shg ceftri dpt berikatan
dgn kalsium dan dapat menyebabkan presipitasi. RL
bersifat alkali shg penggunaannya harus dilakukan secara
berhati-hati (monitoring)
g) Aspek pasien safety masing masing prodi
 KU
- Assesment resiko dan bbg kemungkinan resiko dan
meminimalkan resiko
- Insiden adalah kejadian yg tdk sengaja dilakukan, dan
dapat menyebabkan cedera pd px
- Standar keselamatan px (edukasi px kelg, utamakan
keselamatan px terkait pelayanan, monev untuk
kenyamanan dan keselamatan px, peran kepemimpinan
dalam keselamatan pasien, kerjasama mendidik staff
dalam keselamatan px, komunikasi
- Sasaran keselamatan px (tepat identifikasi px,
komunikasi efektif (antar profesi), keamanan obat yg
perlu diwaspadai, tepat lokasi, tepat prosedu, tepat px
operasi, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan (cuci tangan, penggunaan APD, penanganan
apabila tjd cedera saat tindakan, pengurangan resiko
px jatuh)
- Tepat identifikasi px (konfirmasi nama dan alamat)

 KG
- Edukasi staff klinik gigi terkait px safety
- Memahami situasi (pengecekan MR dari px, review
protokol pembersihan alat terkait sterilisasi sesuai daya
tahan guna alat)
- Safety instruction, tdk melakukan root canal treatment
tanpa referdem; tdk menggunakan container untuk
single use; tdk meresepkan obat tanpa konsultasi terkait
history px; tidak melakukan x ray pada bumil atau
pediatri tanpa perlindungan khusus; sharing
pengalaman px safety kepada sejawat
 Farmasi
Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :
a) Menggunakan obat dan peralatan yang aman
b) Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam
lingkungan yang aman
c) Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian
infeksi
d) Membuat & meningkatkan sistem yg dpt menurunkan
risiko yang berorientasi pasien.
e) Meningkatkan keselamatan pasien dengan :
- mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan
(adverse event)
- membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse
event
- mengurangi efek akibat adverse event
Peran Apoteker:
a. Mengellola laporan ME
b. Mengidentifikasi Pelaksanaan Praktik Profesi
c. Mendidik staff untuk memberikan dan memantau
pengobatan rasional
d. Berpartisipasi dalam komite keselamatan pasien, dan
komite farmasi dan terapi
e. Monitoring standar keselamatan pasien
Kesimpulan:
1. Diperlukan peran serta dari keseluruhan profesi (dr mendiagnosis kemudian
diperlukan kerjasama untuk selanjutnya dapat ditentukan planning terbaik px
tsb)
2. Nurse lebih sering berintx shg bertugas untuk melaporkan perkembangan px
secara berkala

Feedback:
- Penurunan TIK dapat diberikan manitol/ furosemid
- RL cenderung dgn osmolaritas tubuh, tapi bersifat alkali shg perlu monitoring
tjgnya presipitasi (pengendapan)
- Perhatikan faktor pemberian obat baik iv drip maupun iv bolus
- Apabila tdk tjd dehidrasi akut, bisa diganti nacl untuk memasukkan ceftriaxon
dan mannitol
- Kalium pada rl dapat menyebabkan hiperkalemia (mempengaruhi fungsi
jantung)

Notulensi : Heni Ratnasari (Profesi Apoteker)

Anda mungkin juga menyukai