Disusun Oleh:
Titin Prihatin 20194040010
Esta Fery Veronica 20194040018
Martha Aldinia Suwandi 20194040045
Andrian Adil Ghiffari 20194040048
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
11 MEI – 10 JUNI 2020
Laporan PKPA ini diajukan oleh:
Titin Prihatin 20194040010
Esta Fery Veronica 20194040018
Martha Aldinia Suwandi 20194040045
Andrian Adil Ghiffari 20194040048
Mengetahui,
Kepala Program Studi Apoteker
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ii
KATA PENGANTAR
iii
kerjasama selama pelaksanaan PKPA.
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada
penulis selama penulisan laporan PKPA ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kami dengan senang hati menerima segala kritik dan saran yang ada
demi perbaikan laporan ini di masa yang akan datang. Tidak ada yang kami harapkan
selain keinginan agar laporan PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan pada umunya dan ilmu farmasi secara khususnya.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
COVER ....................................................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................vii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Kompetensi Farmasi di Rumah Sakit .................................................................... 2
C. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker................................................................. 3
D. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ........................................................ 3
BAB II ........................................................................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 5
A. Rumah Sakit .......................................................................................................... 5
B. Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit ....................................................................... 7
C. Akreditasi Rumah Sakit ....................................................................................... 22
BAB III .................................................................................................................................... 24
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT ................................................................................... 24
A. Aspek Umum Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping ............................. 24
B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping ........................ 28
BAB IV .................................................................................................................................... 31
KEGIATAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DAN PEMBAHASAN ............... 31
A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai . 31
B. Produksi Sediaan Farmasi ................................................................................... 43
C. CSSD ................................................................................................................... 43
D. Pengkajian Resep (Skrining Resep), Penyiapan dan Penyerahan Obat............... 44
E. Rekonsiliasi ......................................................................................................... 46
F. PIO ....................................................................................................................... 48
G. Konseling ............................................................................................................. 48
H. Pemantauan Terapi Obat ..................................................................................... 49
I. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) ............................................................ 51
v
J. Dispensing Sediaan Steril .................................................................................... 52
K. Formularium Rumah Sakit .................................................................................. 53
BAB V ..................................................................................................................................... 57
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................................ 57
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 57
B. Saran .................................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 58
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
dan ekonomis. Alah satu usaha untuk meningkatkan kesehatan adalah dengan cara
meningkatkan kesadrean masyarakat mengenai hidup sehat. Sekarang ini, dengan semakin
majunya ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong untuk mengembangkan
derajat kesehatan masyarakat, antara laindengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan dengan cara promosi tentang kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan baik secara mental
ataupun fisik (rehabilitasi), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinmabungan (UU RI NO 36 Tahun 2009). Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi
pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat (PMK RI NO 3 Tahun 2020). Rumah sakit sebagai
sarana kesehatan yang menjadi rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi
pasien. Hal tersebut di perjelas dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang rumah sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan paripurna
adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Rumah sakit juga merupakan sarana yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kesehatan yang berfungsi sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan kegiatan
penelitian.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit mengatakan bahwa pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
meliputi 2 kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
1
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya
perubahan pelayanan dari paradigma lama (drug oriented) ke paradigma baru (patient
oriented) dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Praktik
pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan.
Menurut PMK No. 72 tahun 2016, seorang apoteker yang bekerja di rumah sakit
dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigm pelayanan kefarmasian dari orientasi
produk menjadi orientasi pasien. Selain berorientasi terhadap farmasi klinisnya seorang
apoteker juga bertanggung jawab dalam perbekalan, manajemen dan komunikasi.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana
dimaksud meliputi pemilihan perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi. Sedangkan kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik dilakukan oleh Apoteker di
rumah sakit antara lain; melakukan pengkajian dan pelayanan Resep, penelusuran riwayat
penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, visite,
Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan steril dan Pemantauan Kadar Obat dalam
Darah (PKOD). calon apoteker muda di berikan kesempatan untuk Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit.
Untuk memahami tugas dan fungsi apoteker sebagai salah satu tenaga kesahatan di
rumah sakit dalam memberikan pelayanan kefarmasian di rumah sakit, maka dilaksanakan
praktek kerja profesi apoteker di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Pelaksanaan PKPA
dilakukan online mulai dari 11 Mei - 10 Juni 2020., dengan pelaksanaan PKPA ini
diharapkan calon apoteker mampu mengetahui dan menambah ilmu pengetahuan tentang
peranan dan tanggung jawab apoteker selama mengikuti kegiatan di PKPA di RS PKU
Muhammadiyah Gamping.
B. Kompetensi Farmasi di Rumah Sakit
Dalam bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, apoteker harus memenuhi standar
kompetensi dasar apoteker. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Asosiasi Perguruan
Tinggi Indonesia (APTFI). Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI) telah
ditetapkan pada tahun 2016 yang terdiri dari 10 (sepuluh) standar sebagai berikut :
2
1. Praktek kefarmasian secara professional dan etik.
2. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi.
3. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan.
4. Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
5. Formulasi dan produksi sediaan farmasi.
6. Upaya promotif dan preventif kesehatan masyarakat.
7. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
8. Komunikasi efektif.
9. Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal.
10. Peningkatan kompetensi diri
C. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker
1. Mengetahui dan memahami tugas, fungsi dan tanggung jawab apoteker terkait
pelayanan kefarmasian yang ada di rumah sakit PKU Muhamadiyah Gamping.
2. Mengetahui dan memahami kegiatan pelayanan kefarmasian secara klinik dan
manajerial di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
3. Mengetahui dan mempelajari permasalahan yang terjadi terkait praktik kefarmasian
serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan praktek kefarmasian di Rumah Sakit.
3
a. Blok Praktek Klinik I : Konseling Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO).
b. Blok Praktek Klinik II : Pemantauan Terpi Obat (PTO)
c. Blok Praktek Manajemen I : Logistik Farmasi Perencanaan obat alkes, mengukur
kinerja logistik, menganalisis data kinerja PBF
d. Blok Praktek Manajemen II : Telaah Resep dan mengukur waktu tunggu/
dispensing time dan information time.
3. Evaluasi
Evaluasi hasil belajar selama melaksanakan kegiatan PKPA dilakukan melalui
penilaian laporan penugasan, presentasi kasus dan kuis yang dilakukan di akhir PKPA.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
1. Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit diartikan sebagai
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2020 menjelaskan definisi rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit sedangkan rumah sakit khusus adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau
kekhususan lainnya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Untuk menjalankan tugas yang dimaksud, Rumah Sakit mempunyai
fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalamrangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2. Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, klasifikasi rumah sakit terdiri atas:
a. Berdasarkan Kepemilikan
1) Rumah Sakit Pemerintah
5
Rumah Sakit Pemerintah adalah rumah sakit yang dibiayai,
diselenggarakan dan diawasi oleh pemerintah baik pemerintah pusat
(Departemen Kesehatan), Pemerintah Daerah, Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI), dan Departemen Pertahanan dan Keamanan maupun Badan
Umum Milik Negara (BUMN).
2) Rumah Sakit Swasta
Rumah Sakit Swasta adalah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh
yayasan, organisasi keagamaan atau badan hukum lain dan dapat juga
bekerjasama dengan institusi pendidikan. Rumah sakit ini bertanggungjawab
terhadap penyantun dana dan umumnya tidak memungut pajak kepada
pelanggan mereka. Klasifikasi rumah sakit swasta ini terdiri dari :
• Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, memberikan pelayanan medis
bersifat umum.
• Rumah Sakit Umum Swasta Madya, memberikan pelayanan medis bersifat
umum dan spesialistik empat dasar lengkap.
• Rumah Sakit Umum Swasta Utama, memberikan pelayanan medis bersifat
umum, spesialistik, dan subspesialistik
b. Berdasarkan Bentuk Pelayanan
1) Rumah Sakit Umum :
a) Rumah Sakit umum kelas A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 250 (dua ratus lima puluh) buah.
b) Rumah Sakit umum kelas B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 200 (dua ratus) buah.
c) Rumah Sakit umum kelas C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 100 (seratus) buah.
d) Rumah Sakit umum kelas D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 50 (lima puluh) buah.
6
2) Rumah Sakit Khusus :
a) Rumah Sakit khusus kelas A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 100 (seratus) buah.
b) Rumah Sakit khusus kelas B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 75 (tujuh puluh lima) buah.
c) Rumah Sakit khusus kelas C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 25 (dua puluh lima) buah.
7
2. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Tugas pokok Instalasi Farmasi Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
diantaranya meliputi :
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur
dan etik profesi.
b. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang efektif,
aman, bermutu dan efisien.
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan BMHP guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta
meminimalkan risiko.
d. Melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
e. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi (KFT atau TFT).
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan
kefarmasian.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium
rumah sakit.
Sedangkan secara umum fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit terdiri dari dua, yaitu
fungsi dalam pelayanan farmasi klinik dan fungsi manajerial dalam pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Adapun fungsi
pelayanan farmasi klinis di IFRS meliputi :
a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat.
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.
c. Melaksanakan rekonsiliasi obat.
d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep
maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien.
e. Melaksanakan visit mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain.
f. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya.
g. Melaksanakan pemantauan terapi obat (PTO),meliputi: Pemantauan efek terapi obat,
Pemantauan efek samping obat dan Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD).
h. Melaksanakan evaluasi penggunaan obat (EPO).
8
i. Melaksanakan dispensing sediaan steril, termasuk Melakukan pencampuran obat
suntik, Menyiapkan nutrisi parenteral, Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik
dan Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil.
j. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP.
k. Melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain,
pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar rumah sakit.
l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
Adapun fungsi IFRS terkait pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
antara lain:
a. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
kebutuhan pelayanan Rumah Sakit; Pemilihan dilakukan berdasarkan kriteria
pemilihan obat yang masuk formularium.
b. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai secara efektif, efisien dan optimal; Pedoman perencanaan harus
mempertimbangkan: anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan,
data pemakaian periode yang lalu waktu tunggu pemesanan.
c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dengan berpedoman pada
perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku.
f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP sesuai dengan spesifikasi
dan persyaratan kefarmasian.
g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP ke unit-unit pelayanan
di rumah sakit.
h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu dan Melaksanakan pelayanan obat “unit
dose”/dosis satuan.
i. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
BMHP (apabila sudah memungkinkan).
j. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP.
9
k. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP
yang sudah tidak dapat digunakan.
l. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP.
m. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP.
10
perbekalan farmasi yaitu harga, efektivitas & keamanan, dan kontribusi untuk rumah
sakit.
b. Perencanaan
Perencanaan merupakan bagian dari pengelolaan obat yang sangat berpengaruh
terhadap persediaan obat dan biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit. Berdasarkan
PMK Nomor 72 Tahun 2016 yang dimaksud dengan perencanaan adalah kegiatan
untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan seleksi untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan
menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga perbekalan farmasi dapat
digunakan secara efektif dan efisien (Nesi dan Erna, 2018). Perencanaan dilakukan
untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan yaitu
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
1) Metode konsumsi
Metode ini diterapkan berdasarkan data riil konsumsi obat periode yang
lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Kelemahan metode ini adalah
kebiasaan pengobatan yang tidak baik/rasional seolah-olah ditolerir. Untuk
memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu dilakukan
analisa trend (regresi linier) pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau
lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode konsumsi yaitu
daftar nama obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang,
kadaluawarsa dan rusak, kekosongan obat, pemakaian rata-rata per tahun, waktu
tunggu (lead time), stok pengamanan (buffer stock), dan pola kunjungan (Binfar
dan alkes ,2010).
Kelebihan metode komsumsi adalah datanya akurat, metode paling mudah,
Tidak membutuhkan data epidemiologi maupun standar pengobatan dan Jika
data konsumsi dicatat dengan baik, pola prescription tidak berubah serta
kebutuhan relatif konstan. Namun kekurangannnya adalah data obat dan data
jumlah kontak pasien kemungkinan sulit untuk didapatkan dan tidak dapat
dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan perbaikan pola
11
prescription dan tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih
dari 3 bulan, obat yang berlebih atau adanya kehilangan Pencatatan data
morbiditas yang baik tidak diperlukan.
2) Metode Morbiditas/Epidemiologi
Metode ini berdasarkan pada penyakit yang ada (epidemiologi). Kelemahan
metode ini seringkali standar pengobatan belum tersedia atau disepakati serta
data morbiditas yang ada kurang akurat. Adapun faktor yang perlu diperhatikan
adalah perkembangan pola penyakit dan lead time. Langkah- langkah dalam
metode ini adalah Memanfaatkan pedoman pengobatan, Menentukan jumlah
kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit kemudian menghitung jumlah
kebutuhan obat.
Kelebihan menggunakan metode ini adalah perkiraan kebutuhan mendekati
kebenaran, Program-program yang baru dapat digunakan dan usaha
memperbaiki pola penggunaan obat dapat didukung oleh standar pengobatan.
Namun kekurangannya adalah Memerlukan waktu yang banyak dan tenaga
yang terampil, data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan
terdapat penyakit yang tidak termasuk dalam daftar/tidak melapor, memerlukan
sistem pencatatan dan pelaporan, pola penyakit dan pola prescription tidak
selalu sama, dapat terjadi kekurangan obat karena ada wabah atau kebutuhan
insidentil tidak terpenuhi dan variasi obat terlalu luas.
3) Metode kombinasi
Metode ini merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode
morbiditas, sehingga dalam perencanaan perbekalan farmasi berdasarkan pada
kebutuhan obat periode lalu dan juga pola penyakit yang terjadi. Metode
kombinasi ditujukan untuk meminimalkan kekurangan dari masing- masing
metode konsumsi dan metode epidemiologi.
Kelebihan metode ini adalah untuk obat dan alat kesehatan yang terkadang
fluktuatif maka dapat menggunakan metode konsumsi dengan koreksi pola
penyakit, perubahan jenis atau jumlah tindakan, perubahan pola peresepan, dan
perubahan kebijakan pelayanan kesehatan. Tetapi kekurangannya adalah
farmasis harus mengikut perkembangan perubahan pola peyakit, dan
perubahan-perubahan terkait dan secara terus-menerus melakukan analisa data
sehingga pekerjaan farmasis bertambah.
12
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi, kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi
yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar
Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian (Kemenkes RI, 2016).
Secara umum pengadaan obat di rumah sakit dapat dilakukan secara tahunan,
triwulan, mingguan tergantung kondisi dan besar gudang serta jarak PBF dengan
Rumah Sakit. Dalam menentukan jumlah pengadaan perlu diketahui adanya Stock
minimum dan maksimum, stok rata-rata, stok pengamanan, economic order quantity,
waktu tunggu, dan batas kadaluarsa (Depkes RI,2004). Pengadaan Perbekalan
Farmasi dapat dilakukan dengan 4 metode yaitu:
1) Tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga lebih menguntungkan.
2) Tender terbatas sering disebut dengan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada
rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan punya riwayat yang baik. Harga masih
bisa dikendalikan.
3) Pembelian dengan tawar menawar dilakukan bila jenis barang tidak urgen dan
tidak banyak, biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk jenis tertentu.
4) Pengadaan langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga
tertentu relatif agak mahal.
Dalam proses pengadaan perlu dilakukan pemilihan pemasok dengan hati- hati
karena mempengaruhi kualitas maupun biaya obat yang diperlukan. Hal- hal yang
perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi Alat kesehatan dan Bahan Medis
Pakai anatara lain (Kemenkes RI, 2016).
1) Bahan baku Obat harus disertai sertifikat analisa;
2) Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
3) Sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Media Habis Pakai harus mempunyai
Nomor Izin Edar.
13
4) Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (Vaksin, regensia, dan
lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan.
d. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai aturan kefarmasian melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi
atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang
bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik
dalam tanggung jawab dan tugas mereka,serta harus mengerti sifat penting dari
perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan harus ada tenaga farmasi.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima
sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan. Perbekalan
farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang ditetapkan.
e. Penyimpanan
Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan
yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia
dan mutunya tetap terjamin. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan
kelas terapi, bentuk sediaan, dan alfabetis dengan menerapkan prinsip FIFO (First
In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Penyimpanan Sediaan Farmasi,
Alkes, dan BMHP yang penampilan dan penamaan yang mirip atau disebut dengan
Look Alike Sound Alike (LASA) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penanda khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengamilan obat (Kemenkes
RI, 2016).
Tujuan dilakukannya penyimpanan obat dengan baik di rumah sakit menurut
Kemenkes RI (2010) adalah memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan dan memudahkan
pencarian dan pengawasan.
Penjaminan kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP) telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Diantara berbagai macam sediaan, terdapat beberapa sediaan khusus yang
memerlukan kondisi penyimpanan tertentu, antara lain:
14
1) Obat, vaksin, dan serum yang memerlukan suhu penyimpanan khusus dapat
disimpan di lemari pendingin khusus (cold chain) dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya arus listrik.
2) Bahan kimia harusnya disimpan dalam bangunan khusus yang terpisah dari
gudang induk.
3) Peralatan besar dan alat berat memerlukan tempat khusus yang cukup untuk
penyimpanan dan pemeliharaan.
4) Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya.
5) Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis.
6) Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
Pengaturan penyimpanan obat dan persediaan menurut WHO adalah sebagai
berikut : (Istinganah, 2006)
1) Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan secara bersamaan di atas rak.
‘Kesamaan’ berarti dalam cara pemberian obat (luar,oral,suntikan) dan bentuk
ramuannya (obat kering atau cair).
2) Simpan obat sesuai tanggal kadaluwarsa dengan menggunkan prosedur FEFO
(First Expiry First Out). Obat dengan tanggal kadaluwarsa yang lebih pendek
ditempatkan di depan obat yang berkadaluwarsa lebih lama. Bila obat
mempunyai tanggal kadaluwarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima
dibelakang obat yang sudah ada.
3) Simpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan prosedur FIFO
(First In First Out). Barang yang baru diterima ditempatkan dibelakang barang
yang sudah ada.
4) Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan pemusnahan
obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara pemusnahan.
f. Pendistribusian
Distribusi merupakan kegiatan penyaluran perbekalan farmasi dari gudang
ataupun tempat penyimpanan perbekalan farmasi lain menuju ke unit-unit pelayanan
individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap maupun rawat jalan serta untuk
menunjang pelayanan medis. Tujuan yang ingin dicapai dalam proses distribusi yang
15
baik adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu,
tepat jenis, dan tepat jumlah.
Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
BMHP di unit pelayanan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh IFRS
dalam mendistribusikan perbekalan farmasi di lingkungannya yaitu metode distribusi
resep individual sentralisasi, metode distribusi persediaan lengkap di ruangan (floor
stock), metode distribusi kombinasi resep individual dan persediaan di ruangan, dan
metode distribusi unit dosis.
g. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan adalah kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang
sudah tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, izin edar sudah dicabut, dan mutu
tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan
farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Tujuan
dilakukannya pemusnahan untuk menjamin tidak adanya penggunaan persediaan
farmasi yang sub standar. Instalasi Farmasi juga harus membuat prosedur
terdokumentasi untuk mendeteksi kerusakan dan kadaluwarsa perbekalan farmasi
serta penanganannya. Setiap personel yang menemukan adanya perbekalan farmasi
yang rusak atau tidak memenuhi standar harus segera melapor kepada Instalasi
Farmasi untuk selanjutnya dilakukan tindakan penarikan. Tahapan yang perlu
dilakukan dalam kegiatan pemusnahan antara lain:
1) Membuat daftar persediaan farmasi yang perlu dimusnahkan lengkap dengan
nomor batch yang tertera.
2) Menyiapkan berita acara pemusnahan berdasarkan jenis persediaan farmasi.
3) Mengkoordinasikan jadwal, metode, dan tempat pemusnahan dengan pihak
terkait.
4) Menyiapkan tempat pemusnahan beserta peralatan yang diperlukan.
5) Melakukan tindakan pemusnahan.
h. Pengendalian
Pengendalian adalah kegiatan untuk memastikan terpenuhinya sasaran yang
dikehendaki sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kekosongan/kekurangan ataupun kelebihan perbekalan farmasi di unit-unit
pelayanan. Pengendalian persediaan farmasi merupakan tanggung jawab dari Instalasi
16
Farmasi bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT). Kegiatan yang dilakukan
dalam pengendalian sediaan farmasi meliputi:
1) Memperkirakan/menghitung jumlah stok kerja, yaitu jumlah pemakaian rata- rata
pada periode tertentu.
2) Memperkirakan/menghitung stok optimum persediaan farmasi yang harus
diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan
dan jumlah tidak berlebih.
3) Memperkirakan/menghitung lead time (waktu tunggu) yang diperlukan mulai
dari pemesanan hingga persediaan farmasi diterima.
4) Melakukan evaluasi persediaan farmasi yang jarang keluar (slow moving)
maupun yang tidak keluar sama sekali dalam waktu 3 bulan berturut-turut (death
stock).
5) Melakukan stock opname secara berkala.
17
diawal penulisan resep (R/). Pengkajian persyaratan farmasetik meliputi nama obat,
bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas, dan aturan dan cara
penggunaan. Untuk persyaratan klinis meliputi ketepatan indikasi, dosis, dan waktu
penggunaan obat, duplikasi pengobatan, dan alergi dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD) (Kemenkes RI, 2016).
b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Kegiatan yang dilakukan dalam proses ini yaitu melakukan penelusuran riwayat
penggunaan obat yang merupakan suatu proses penelusuran riwayat penggunaan
obat kepada pasien/keluarganya, kemudian melakukan penilaian terhadap
pengaturan penggunaan obat pasien. Informasi yang harus didapatkan meliputi nama
obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan,
indikasi, dan lama penggunaan obat, reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk
riwayat alergi serta kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang
tersisa) (Kemenkes RI, 2016).
c. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat adalah suatu proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan obat yang telah didapat pasien. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis, atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) dapat terjadi
diberbagai tahap pelayanan kesehatan, salah satunya ketika pasien baru masuk
rumah sakit, antar ruang perawatan, atau rujukan dari rumah sakit lain. Hal tersebut
dapat terjadi karena kesalahan dalam komunikasi atau tidak adanya informasi
penting terkait obat atau hal lainnya tentang pasien.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat yaitu memastikan informasi yang akurat
tentang obat yang digunakan pasien, mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terdokumentasinya instruksi dokter, dan mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat
tidak terbacanya instruksi dokter (Kemenkes RI, 2016).
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini, dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain diluar rumah sakit.
Kegiatan PIO meliputi menjawab pertanyaan, menerbitkan buletin, leaflet,
poster,newsletter; menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi
18
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit; Bersama dengan Tim
Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi
pasien rawat jalan dan rawat inap dan melakukan pendidikan berkelanjutan bagi
tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya (Kemenkes RI, 2016).
e. Konseling
Konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan
kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien/keluarga
pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan obat yang
benar termasuk swamedikasi. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan
three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu
dilanjutkan dengan metode Health Belief Model (Rusli, 2016).
Kegiatan dalam konseling obat meliputi: membuka komunikasi antara
apoteker dengan pasien, mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang
penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, menggali informasi lebih lanjut
dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah
penggunaan obat, memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah pengunaan obat, melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek
pemahaman pasien, dan dokumentasi (Kemenkes RI, 2016).
Kriteria pasien yang memerlukan konseling obat menurut Permenkes Nomor
72 Tahun 2016 yaitu pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi
ginjal, ibu hamil dan menyusui), pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit
kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-lain), pasien yang menggunakan obat-obatan
dengan instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off),
pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin),
pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi), dan pasien yang mempunyai
riwayat kepatuhan rendah. Dalam melakukan kegiatan konseling perlu didukung
dengan sarana dan prasarana yang memadai seperti ruangan atau tempat konseling
serta alat bantu konseling (kartu pasien / catatan konseling / alat peraga).
f. Edukasi Kesehatan
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan
kesehatan perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit
dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatan
19
peserta, mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan penyakit (BPJS,
2014). Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan dalam melakukan edukasi
kesehatan diantaranya yaitu yang pertama metode edukasi individu yang dapat
dilakukan dalam bentuk bimbingan, penyuluhan, dan wawancara. Kedua yaitu
metode edukasi kelompok dapat dilakukan dalam bentuk ceramah dan diskusi
kelompok. Ketiga yaitu metode edukasi media massa dapat dilakukan dalambentuk
ceramah umum, siaran radio, siaran TV dan media cetak (Notoadmojo, 2012).
g. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait obat, memantau
terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang
rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional
kesehatan lainnya. Selain pada pasien rawat inap, visite juga dapat dilakukan pada
pasien yang sudah keluar rumah sakit atau lebih dikenal dengan istilah pelayanan
kefarmasian di rumah (home pharmacy care) ( Kemenkes RI, 2016).
Sebelum memulai praktik visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu
membekali diri dengan berbagai pengetahuan, minimal:patofisiologi, terminology
medis, farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi,
farmakoepidemiologi, pengobatan berbasis bukti. Selain itu, diperlukan
kemampuan interpretasi data laboratorium dan data penunjang diagnostik lain,
berkomunikasi secara efektif dengan pasien dan tenaga kesehatan lain untuk
mencapai hasil terapi (clinical outcome) yang optimal (Bina Kefarmasian dan
Alkes, 2011).
h. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Tujuan PTO yaitu untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko
reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) (Kemenkes RI 2016). Kegiatan ini
harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada
periode tertentu sehingga dapat mengetahui outcome terapi yang diberikan (Bina
Kefarmasian dan Alkes, 2009).
Kegiatan dalam PTO meliputi pengkajian pemilihan obat, dosis, cara
pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD);
20
Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat;dan Pemantauan
efektivitas dan efek samping terapi obat. Tahapan kegiatan PTO antara lain
mengumpulkan data pasien, kemudian dilakukan identifikasi masalah terkait obat
dan diberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, pemantauan, dan
tindak lanjut terhadap masalah terkait obat ( Binfar dan Alkes, 2009).
i. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Menurut Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnose, dan terapi. Kegiatan MESO ditujukan untuk
menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang; menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan; mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO; Meminimalkan
risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki dan Mencegah terulangnya
kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
Dalam kegiatan MESO, informasi KTD atau ESO yang akan dilaporkan
diisikan ke dalam formulir pelaporan ESO/formulir kuning yang tersedia dengan
menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien serta dapat dilengkapi dengan
melihat catatan medis pasien. ESO harus segara dilaporkan setelah muncul kasus
diduga ESO atau segera setelah adanya kasus ESO yang teridentifikasi dari laporan
keluhan pasien yang sedang dirawat.
j. Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan
obat; membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu;
memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat dan menilai pengaruh
intervensi atas pola penggunaan obat. Kegiatan praktek evaluasipenggunaan obat
meliputi evaluasi pengggunaan obat secara kualitatif dn kuantitatif. Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan yaitu indikator peresepan, pelayanan dan fasilitas.
k. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk obat dari
kondisi semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau penambahan
21
bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh apoteker di sarana pelayanan
kesehatan. Dispensing sediaan steril harus dilakukan di instalasi farmasi dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi
petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian obat. Dispensing sediaan steril bertujuan untuk menjamin agar pasien
menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, menjamin sterilitas dan
stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat (Bina Kefarmasian dan Alkes, 2009).
Dalam pelaksanaan dispensing sediaan sitostatika harus dilengkapi dengan
ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai, lemari pencampuran
BSC, HEPA filter, APD, sumber daya manusia yang terlatih, dan cara pemberian
obat kanker. Penanganan sediaan sitostatika yang aman perlu dilakukan secara
disiplin dan hati-hati untuk mencegah risiko yang tidak diinginkan, karena sebagian
besar sediaan sitostatika bersifat karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik (Bina
Kefarmasian dan Alkes, 2009).
C. Akreditasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017
tentang Akreditasi Rumah Sakit, akreditasi rumah sakit yang selanjutnya disebut akreditasi
adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah sakit, setelah dilakukan penilaian
bahwa rumah sakit telah memenuhi standar akreditasi. Pengaturan akreditasi bertujuan
untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan melindungi keselamatan pasien
rumah sakit; meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di rumah
sakit dan rumah sakit sebagai institusi; mendukung program pemerintah di bidang
kesehatan; dan meningkatkan profesionalisme rumah sakit indonesia di mata internasional.
Setiap rumah sakit wajib terakreditasi yang diselenggarakan secara berkala paling sedikit
setiap tiga tahun. Akreditasi dilaksanakan oleh lembaga independen penyelenggara
akreditasi yang berasal dari dalam atau luar negeri yang ditetapkan oleh menteri
(Kemenkes, 2017).
Lembaga independen akreditasi di Indonesia adalah Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS). Kemudian KARS menyusun standar akreditasi baru yang bersifat nasional dan
diberlakukan secara nasional di Indonesia yaitu Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
Edisi 1.1 (SNARS Edisi 1.1) yang merupakan perbaikan dari SNARS Edisi 1. SNARS
Edisi 1.1 mulai berlaku 1 Januari 2020. Standar akreditasi tersebut merupakan standar
pelayanan berfokus pada pasien untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dengan
22
pendekatan manajemen risiko di rumah sakit. Berikut standar akreditasi SNARS Edisi 1.1
Tahun 2020:
1. Standar Pelayanan Berfokus Pasien
a. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
b. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
c. Asesmen Pasien (AP)
d. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)
e. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
f. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
g. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
2. Standar Manajemen Rumah Sakit
a. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
b. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
c. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
d. Manajeman Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
e. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
f. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
3. Sasaran Keselamatan Pasien
a. Sasaran 1 : Mengidentifikasi pasien dengan benar.
b. Sasaran 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif.
c. Sasaran 3 : Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai (High
Alert Medications).
d. Sasaran 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar.
e. Sasaran 5 : Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
f. Sasaran 6 : Mengurangi resiko cedera pasien akibat jatuh.
4. Program Nasional
a. Program Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Anak
b. Program Menurunkan Angka Kesakitan HIV/AIDS
c. Program Menurunkan Angka Kesakitan TB
d. Penyelenggaraan Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)
e. Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri
5. Integrasi Pelayanan Dalam Pendidikan Klinis Di Rumah Sakit
23
BAB III
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
24
d. Motto
Motto dari RS PKU Muhammadiyah Gamping adalah “SIGAP Melayani”
(Smart, Islami, Gembira, Antusias, Profesional)
1. Smart: Semua kegiatan harus Smart menggunakan teknologi sehingga dapat di
delivery tepat waktu, lebih mudah dan dimana saja. Sehingga akan
mengembangkan banyak teknologi informasi mulai dari pelayanan kesehatan,
pendidikan, penelitian, pengembangan sampai dengan dakwah.
Mengembangkan berbagai proses manajemen mulai dari manajemen pelayanan,
manajemen logistik, farmasi, keuangan dan sumber daya manusia semua sudah
terintegrasi dalam sistem informasi.
2. Islami: menyertakan nilai-nilai Islam dalam memberikan pelayanan kesehatan,
memberikan fasilitas untuk melaksanakan ibadah bagi muslim dan juga
menerapkan syariat-syariat Islam pada seluruh karyawan rumah sakit supaya
senantiasa melakukan amal ma’ruf nahi mungkar.
3. Gembira: pekerjaan yang dilakukan bukanlah suatu beban atau paksaan dan
harus dilaksanakan dengan senang hati supaya dapat memberikan hasil yang
maksimal, supaya antara pasien, tenaga kesehatan, serta staf/karyawan yang lain
merasa nyaman dan dapat memberikan manfaat yang nantinya menjadi salah
satu ibadah dan tabungan amal.
4. Antusias: pelayanan yang diberikan oleh petugas dilakukan dengan penuh
semangat. Tolak ukurnya adalah respon yang cepat terhadap kebutuhan
pelanggan.
5. Profesional: pelayanan yang diberikan bermutu tinggi baik aspek mutu dalam
pandangan pasien maupun aspek mutu dalam pandangan teknis yang
ditetapkan. Tolok ukurnya adalah kepuasan pelanggan dan kesesuaian terhadap
standar dan regulasi. Selain itu, pelayanan yang dilakukan dalam kerangka
sistem yang menjamin keselamatan pasien (patien safety) dan keselamatan staf
(K3). Tolak ukurnya adalah rendahnya insiden keselamatan pasien dan
rendahnya insiden kecelakaan kerja.
25
2. Struktur Organisasi RS PKU Muhammadiyah Gamping
26
4. Panitia Farmasi dan Terapi RS PKU Muhammadiyah Gamping
Panitia Farmasi dan Terapi didefinisikan sebagai suatu badan penasehat dan
pelayanan melalui garis organisatoris yang berfungsi sebagai penghubung anatara staf
medis dan instalasi farmasi. PFT mengadakan koordinasi sekurang-kurangnya satu kali
dalam 3 bulan. PFT diketuai oleh seorang dokter dan sekretaris seorang farmasi. PFT
biasanya beranggotakan perwakilan dari dokter, apoteker dan perawat. Susunan
kepanitiaan PFT di RS PKU Muhammadiyah Gamping terbentuk dengan
dikeluarkannya keputusan direktur utama. Berikut adalah susunan Panitia Farmasi dan
Terapi RS PKU Muhammadiyah Gamping:
Ketua : dr. Zarnroni, Sp.S
Sekretaris : Irma Risdiana, S.Si, MPH, Apt
Anggota : dr. Adnan Abdullah, Sp.THT
dr. Taufik HYBS, Sp.B
dr. Muhammad Wibowo, Sp.PD
dr. Muhammad Komarudin, Sp.A
dr. Sulistiari Retnowati, SpOG
dr. Yosy Budi Setiawan, Sp.An
dr. Ardorisye Saptaty Fornia, Sp.P
Joko Sudibyo, S.Si, Apt
Hendra Octavian P, S.Farm, Apt
Tri Amin Lestari, S.Kep, Ns
Panitia Farmasi dan Terapi di RS PKU Muhammadiyah Gamping mempunyai
tugas:
1. Memberikan rekomendasi dalam pemilihan dan penggunaan obat di rumah sakit.
2. Menyusun formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat-obatan di
rumah sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala.
3. Menyusun standar terapi bersama-sama dengan staf medik.
4. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep dan
penggunaan obat generik bersama-sama dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
5. Memberi rekomendasi atau membantu memformulasi program yang didesain
untuk memenuhi kebutuhan staf profesional (dokter, perawat, apoteker, dan
praktisi pelayan kesehatanlainnya) untuk melengkapi pengetahuan mutakhir
tentang obat dan penggunaan obat
27
5. Fasilitas dan Pelayanan RS PKU Muhammadiyah Gamping
Fasilitas dan Pelayanan RS PKU Muhammadiyah Gamping didukung oleh layanan
unggulan instalasi pelayanan jantung terpadu dan beberapa pelayanan lainnya seperti
IGD 24 jam, Hemodialisa, Poliklinik dengan dokter spesialis, Farmasi, Laboratorium,
Radiologi, Ruang Rawat Inap, Kamar Operasi, ICU, Fisioterapi, Pelayanan gizi, Bina
Ruhani Islam dan pelayanan pendukug lainnya. RS PKU Muhammadiyah Gamping
juga didukung oleh Dokter, Perawat, dan tenaga medis lainnya yang handal dan
profesional. Tentunya dengan tetap memprioritaskan keselamatan pasien dan
keramahan dalam pelayanan.
28
c. Struktur Organisasi Unit Farmasi
Unit Farmasi terdiri dari 9 (sembilan) Apoteker , 23 (dua puluh tiga) TTK dan
2 (dua) orang administrasi.
1) Kepala IFRS : apt. Irma Risdiana, S.Si., MPH.
2) Koordinator pelayanan farmasi ranap: apt. Rizki Ardiansyah, S.Farm.
3) Koordinator pelayanan farmasi rajal: apt. Isti Mutmainah, M.Farm.
4) Koordinator layanan logistik farmasi: apt. Joko Sudibyo, M.Farm.
5) Apoteker fungsional : apt. Irkhamnia, H,L, S.Farm.
apt. Kusmiyati, S.Farm.
apt. Hendra, S.Farm.
apt. Melisa R, S.Farm.
apt. Rifda, S.Farm.
Berikut adalah tugas pokok yang harus di lakukan oleh masing-masing jabatan:
a. Manajemen Farmasi
Mengelola dan mengorganisir pelayanan farmasi Rumah Sakit dan bertanggung
jawab kepada Menajer Pelayanan Medik dan penunjang Medik serta melakukan
supervisi atas:
1) Apoteker Fungsional dan Farmasi Klinis
29
2) Koor. Layanan Logistik
3) Koor. Layanan Farmasi Rawat Jalan
4) Koor. Layanan Farmasi Rawat Inap
5) Pelaksana Administrasi
b. Apoteker Fungsional dan Farmasi Klinis
Meninjau (review) resep dan melakukan assesment terapi obat pasien dan
bertanggung jawab kepada Supervisior Unit Farmasi.
c. Koordinator Layanan Logistik
Pengelolaan perbekalan farmasi, mulai dari penyimpanan dan distribusi ke seluruh
unit di lingkungan RS PKU Muhammadyah Gamping dan melakukan supervisi atas
pelaksanaan Logistik Farmasi. Bertanggung jawab kepala Supervisior Unit Farmasi.
d. Koordinator Pelayanan Farmasi Rawat Jalan
Mengkoordinir teknis pelaksanaan pelayanan resep dan administrasi di unit farmasi
rawat jalan serta melakukan supervisi atas TTK pelaksanaan pelayanan resep farmasi
rawat jalan. Bertanggung jawab kepada Supervisior Pelayanan Farmasi.
e. Koordinator Pelayanan Farmasi Rawat Inap
Mengkoordinasi teknis pelaksanaan pelayanan resep dan adminitrasi di unit farmasi
rawat inap dan melakukan supervisi atas TTK pelaksanaan pelayanan resep farmasi
rawat inap. Bertanggung jawab kepada Supervisior Pelayanan Farmasi
30
BAB IV
KEGIATAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DAN
PEMBAHASAN
A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
1. Pemilihan (Seleksi)
Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau
masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat
merupakan peran aktif Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) (Rusli, 2016).
Pemilihan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menetapkan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sesuai dengan
kebutuhan. Pemilihan dilakukan berdasarkan kriteria berikut :
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP yang telah ditetapkan;
c. pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran (Kemenkes RI, 2016).
Proses pemilihan di RS PKU Muhammadiyah Gamping dilakukan oleh Panitia
Farmasi Terapi (PFT) dan selanjutnya akan dimasukkan ke dalam formularium rumah
sakit dan akan dilakukan evaluasi setiap 1 tahun sekali.
2. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari
kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain: konsumsi,
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Metode yang digunakan di RS PKU Muhammadiyah Gamping
31
untuk menghitung rencana kebutuhan adalah metode kombinasi antara metode
konsumsi dan metode epidemiologi.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu; dan
e. waktu tunggu pemesanan.
Kegiatan perencanaan PKPA di RS PKU Muhammadiyah Gamping diawali
dengan mahasiswa diberi data terkait daftar konsumsi obat selama periode tahun 2019.
Kemudian mahasiswa Menyusun perencanaan obat alkes untuk tahun 2020 dengan
metode ABC-VEN dan EOQ untuk efisiensi proses pengadaan.
Analisis ABC adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis pola konsumsi
dan jumlah dari total konsumsi untuk semua jenis obat. Analisis tersebut sangat erat
kaitannya dengan biaya dan pemakaian perbekalan farmasi dalam setahun, sehingga
diperlukan tingkatan prioritas dengan asumsi berapa jumlah pesanan dan kapan
dipesan. Analisis ABC mengelompokkan item barang dalam 3 jenis klasifikasi
berdasarkan volume tahunan dalam jumlah persediaan uang. Cara pengelompokkannya
sebagai berikut (Satibi, 2014):
Kelompok A: Persediaan yang jumlah unit uang pertahunnya tinggi (75-80%), tetapi
biasanya volumenya (10-20%).
Kelompok B: Persediaan yang jumlah nilai uang pertahunnya sedang (15-20%), tetapi
biasanya volumenya sedang (10-20%)
Kelompok C: Persediaan yang jumlah nilai uang pertahunnya rendah (5-10%), tetapi
biasanya volumenya besar (60-80%).
Analisis ini bertujuan untuk mengendalikan dalam hal pengadaan perbekalan
farmasi dengan menentukan frekuensi item, yaitu item A dipesan harus dengan lebih
hati-hati, lebih sering dan dalam jumlah yang lebih sedikit untuk meminimalkan biaya
pengadaan dengan persediaan pengaman rendah. Item B dikendalikan dengan frekuensi
dan jumlah pengadaan yang optimal sedangkan item C usaha pengendaliaannya
minimum.
Analisis VEN (Vital, Essensial, Non Essensial) yaitu analisis perencanaan
menggunakan semua jenis perbekalan farmasi yang tercantum dalam daftar yang
dikelompokkan ke dalam 3 bagian sebagai berikut (Rusli, 2016):
32
a. Kelompok Vital adalah kelompok obat yang sangat utama (pokok/vital)
antara lain: obat penyelamat jiwa (lifesaving), obat untuk pelayanan kesehatan
pokok, obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar, dibutuhkan
sangat cepat, tidak dapat digantikan obat lain. Contoh dari obat vital adalah injeksi
dobutamin, injeksi efedrin, injeksi dopamin dan obat jantung.
b. Kelompok Essensial, adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang
bekerja pada sumber penyebab penyakit, tidak untuk mencegah kematian secara
langsung/kecacatan. Contoh dari obat esenssial adalah antibiotik, obat
gastrointestinal, NSAID, dan lain-lain.
c. Kelompok Non Essensial, merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya
ringan dan biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi
keluhan ringan. Contoh dari obat non essensial adalah suplemen dan vitamin.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan penyesuaian rencana kebutuhan
obat dengan alokasi dana yang tersedia. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat
yang masuk kelompok vital agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk
menyusun daftar VEN perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria penentuan VEN. Dalam
penentuan kriteria perlu mempertimbangkan kebutuhan masing-masing spesialisasi.
Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek seperti klinis, konsumsi, target
kondisi dan biaya (Rusli, 2016).
Cara untuk mengetahui kategori VEN pada alat kesehatan, perlu untuk mengetahui
fungsi dan kegunaan dari tiap-tiap jenis alat kesehatan. Misalnya spuit termasuk dalam
kategori vital karena mengingat fungsinya sebagai media untuk memasukkan obat
kedalam tubuh, resiko yang di timbulkan juga tinggi bila tidak dilakukan penanganan
yang baik dan benar.
Kemudian dilakukan penggabungan analisis ABC-VEN untuk menetapkan
prioritas pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai kebutuhan. Analisis
gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat. Obat yang masuk prioritas
seperti kelompok AV, BV, CV harus diadakan tanpa memperdulikan sumber anggaran.
Kemudian untuk obat utama seperti kelompok AE, BE, CE dialokasikan pengadaanya
setelah obat prioritas. Sedangkan untuk obat tambahan seperti kelompok AN, BN, CN
dialokasikan pengadaanya setelah obat prioritas dan tambahan terpenuhi (Satibi, 2014).
Setelah melakukan analis ABC-VEN, selanjutnya dilakukan analisis Economic
Order Quantity (EOQ). Efisiensi pengadaan perbekalan farmasi yang dilakukan IFRS
dapat dilakukan dengan menganalisis dengan EOQ. EOQ adalah sejumlah persediaan
33
barang yang dapat dipesan pada suatu periode untuk tujuan meminimalkan biaya dari
pesediaan barang tersebut (Sabarguna, 2004). Menentukan EOQ dilakukan dengan
melihat jumlah permintaan pada suatu periode, biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan. Jumlah permintaan dihitung pada analisisn ABC, biaya pesan yang
dikeluarkan oleh RS PKU Muhammadiyah Gamping sebesar Rp 9.000,00. Sedangkan
biaya penyimpanan sebesar 15% dari harga per item. Hasil perhitungan EOQ pada obat
acarbose 100mg di dapatkan hasil 1862 yang artinya jumlah tersebut dikatakan paling
ekonomis dalam sekali pesan.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan
metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran. Pengadaan yang efektif harus menjamin
ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai
standar mutu. Secara umum pengadaan obat di rumah sakit dapat dilakukan secara
tahunan, bulan dan mingguan tergantung kondisi dan besar gudang serta jarak PBF
dengan Rumah Sakit.
Menurut Quick et.al (2012) kegiatan pengadaan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui., ada empat metode proses pengadaaan :
a. Open Tender (Tender secara Terbuka)
Tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga lebih menguntungkan.
b. Restricted Tender (Tender Terbatas)
Tender terbatas sering disebut dengan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada
rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan punya riwayat yang baik. Harga masih
bisa dikendalikan.
c. Competitive Negotiation (Kontrak)
Pembeli membuat persetujuan dengan pihak supplier untuk mendapatkan
harga khusus atau persetujuan pelayanan dan pembeli dapat membayar dengan
harga termurah. Metode kontrak jauh lebih menguntungkan, karena pihak Rumah
Sakit dapat melakukan negoisasi langsung dengan pabrik sehingga dapat
mengurangi dana (diskon).
d. Direct Procurement (Pembelian langsung)
34
Pengadaan langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga
tertentu relatif agak mahal
Dalam proses pengadaan perlu dilakukan pemilihan pemasok dengan hati- hati
karena mempengaruhi kualitas maupun biaya obat yang diperlukan. Hal- hal yang perlu
diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi Alat kesehatan dan Bahan Medis Pakai
antara lain (Permenkes, 2016):
a. Bahan baku Obat harus disertai sertifikat analisa
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS)
c. Sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Media Habis Pakai harus mempunyai
Nomor Izin Edar
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (Vaksin, regensia, dan lain-
lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pengadaan yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping adalah dengan
2 cara, yaitu metode pembelian langsung ke PBF yang sudah terdaftar menjadi rekanan
dan sumbangan/dropping/hibah. Metode pembelian langsung atau just in time
dilakukan karna kapsitas gudang yang tidak luas dan jarak antara PBF dan RS tidak
terlalu jauh. Setiap hari dilakukan pencatatan oleh kepala gudang untuk obat-obatan
yang akan dipesan, untuk pemesanan dilakukan melalui WhatsApp dengan cara
memfotokan Surat Pesanan (SP) ke PBF selanjutnya PBF datang membawa barang
kemudian SP barulah diberikan kepada PBF, namun berbeda untuk obat-obatan
Narkotika/Psikotropika SP akan di ambil terlebih dahulu oleh PBF barulah barang akan
di kirimkan. Keuntungan dari penggunaan metode pembelian langsung adalah harga
lebih murah karena langsung dibeli dengan distributor, mendapatkan kualitas seperti
yang diinginkan, bila ada kesalahan mudah dalam penanganannya, memperpendek lead
time dan apabila kehabisan atau kekurangan obat dapat langsung menghubungi
distributor. Metode Sumbangan/Dropping/Hibah untuk obat-obatan dari program
pemerintah seperti obat OAT, dan ARV. Instalasi Farmasi dapat memberikan
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak
sumbangan/dropping/ hibah Sediaan Farmasi, ALKES dan BMHP yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit. Produksi sediaan farmasi tidak
dilakukan karena membutuhkan peralatan yang mahal dan keterbatasan sumber daya
manusia (keterbatasan apoteker).
35
Pada kegiatan PKPA, mahasiswa melakukan penilaian kinerja PBF. Hal tersebut
dilakukan untuk melihat kualitas PBF dan sebagai bahan pertimbangan PBF untuk
meningkatkan kualitas pelayanannya. Parameter evaluasi penilaian yang disertakan
meliputi kesesuaian jenis, kesesuaian jumlah, kesesuaian harga/diskon, kesesuaian
waktu kedaluwarsa, kesesuaian suhu pengiriman, Lead time, jatuh tempo, dan informasi
kekosongan barang. Evaluasi dilakukan kepada 9 pemasok yaitu PT TSJ, PT EPM, PT
KP, PT APL, PT AMS, PT RNI, PT B, PT TK, dan PT DNR. Hasil evaluasi PBF dapat
dilihat pada lampiran.
4. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi
atau sumbangan/hibah. Penerimaan bertujuan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau
surat pesanan (SP) dengan kondisi fisik yang diterima. Pemeriksaan obat dilakukan
dengan memperhatikan jumlah obat, keadaan fisik obat dan tanggal kadaluarsa obat
(Nurniati et al., 2016). Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas
yang bertanggung jawab. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan
dengan baik. Hal yang diperhatikan dalam penerimaan yaitu: Harus mempunyai
Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya, Khusus untuk alat
kesehatan harus mempunyai certificate of origin, Sertifikat Analisa Produk, kualitas
sediaan (Kemenkes RI, 2016).
RS PKU Muhammadiyah Gamping dalam penerimaan sediaan farmasi melakukan
pengecekan kesesuaian barang datang dengan faktur dan surat pesanan, seperti jumlah
dan jenis barang sesuai atau tidak dengan SP, memastikan fisik sediaan farmasi tidak
rusak, melihat waktu kedaluarsa/ ED >/2 tahun namun ada beberapa sediaan yang ED
nya tidak sampai 2 tahun seperti vaksin, reagen, dan produk biologi dan untuk sediaan
vaksin di lihat suhu selama perjalanan. Jika telah sesuai, petugas farmasi akan
menandatangani faktur, menuliskan waktu kedatagan barang, dan memberikan stempel
pada faktur.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan
36
stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label
yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas
medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung
gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan,
dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First
In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan
penamaan yang mirip (LASA) Look Alike Sound Alike tidak ditempatkan berdekatan
dan harus diberi penandaan khusus seperti stiker bertulisan LASA untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Untuk obat High-alert medication harus diwaspadai dengan cara disimpan terpisah
karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan
37
Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
Kelompok Obat high-alert yaitu Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip
(LASA), elektrolit konsentrasi tinggi misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat 50%
atau lebih pekat dan obat-obat sitostatika.
Untuk elektrolit konsentrat harus diencerkan dan biasanya disimpan sesuai
kebijakan rumah sakit dimana di rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping disimpan
di farmasi rawat inap, logistik farmasi IGD, OK dan ICU dan diberi label high alert
serta diberi wadah tambahan pada setiap satu botol elektrolit konsentrat. Rumah Sakit
harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan.
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain.
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti.
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa.
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
Sistem penyimpanan obat di RS PKU Muhammadiyah Gamping untuk
penyimpanan obat narkotika dan psikotropika di gudang disimpan dalam sebuah lemari
besi dengan double kunci yang kuncinya hanya diketahui oleh apoteker penanggung
jawab gudang. Untuk penyimpanan obat high alert, obat LASA, dan obat-obat kanker
harus disertai pelabelan agar tidak terjadi kesalahan pada saat pengambilan obat.
Penyimpanan obat-obat emergency kit dilakukan dengan menggunakan lemari besi
(brankas) yang disegel menggunakan kunci disposable yang memiliki kode dengan
gembok warna merah. Sedangkan penyimpanan vaksin di simpan di lemari pendingin
dan dibedakan dengan produk biologi maupun obat-obat lain yang penyimpanannya
memerlukan suhu dingin misalnya insulin dan obat-obat lain dimana lemari
pendinginnya dipisah. Serta untuk elektrolit konsentrat harus diencerkan dan biasanya
disimpan sesuai kebijakan rumah sakit dimana di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping disimpan di farmasi rawat inap, logistik farmasi IGD, OK dan ICU dan diberi
label high alert serta diberi wadah tambahan pada setiap satu botol elektrolit konsentrat.
Berikut adalah kegiatan PKPA yang dilakukan yaitu mengukur kinerja logistik:
38
Tabel 1. Mengukur Kinerja Logistik
Indikator Hasil Standar Keterangan
% Obat ED/rusak 0,37% ≤ 1% (Satibi, 2014) Sesuai
% Stok Akhir 11,23% 20-30% (Pudjaningsih, 1996) Tidak sesuai
TOR 9,55x/tahun ≥ 12x/tahun (Pudjaningsih, 1996) Tidak sesuai
6. Distribusi
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan atau
menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari
tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan atau pasien dengan tetap menjamin
mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan
sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Tujuan kegiatan distribusi yang dilakukan di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping yaitu tersedianya sediaan farmasi dan BMHP di unit-unit pelayanan secara
tepat waktu, tepat jenis dan jumlah.
Adapun jenis sistem distribusi yaitu Sistem distribusi Sentralisasi dan
desentralisasi, dimana ruma sakit PKU Muhammadiyah Gamping menggunakan sistem
distribusi sentralisasi yaitu sistem distribusi dilakukan oleh Instalasi Farmasi secara
terpusat ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan. Metode distribusi
di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Persediaan di Ruang Rawat (Ward Floor Stock / WFS)
Penyiapan obat yang dilakukan oleh perawat berdasarkan resep/instruksi
pengobatan yang ditulis oleh dokter. Sediaan farmasi dan BMHP disimpan di ruang
rawat dengan penanggungjawab perawat dan di supervise oleh apoteker secara
berkala. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan yang
ditetapkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi. Apoteker harus menyediakan informasi,
peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan
di floor stock.
b. Resep Perorangan (Individual Prescribing / IP)
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi
39
Farmasi. Distribusi ke pasien rawat jalan dilakukan dengan sistem Individual
Prescribing. Dokter akan menuliskan resep lalu resep akan dibawa pasien ke
Instalasi Farmasi Rawat Jalan, resep akan di screening oleh Apoteker meliputi
administrasi, farmasetis dan klinis, setelah resep lulus screening maka obat akan
segera disiapkan, selanjutnya obat akan diserahkan ke pasien oleh apoteker dengan
pemberian konseling, informasi obat, dan edukasi (KIE).
c. Unit Doses Dispensing (UDD)
UDD merupakan salah satu satu sistem distribusi obat dimana permintaan obat
oleh dokter untuk pasien yang terdiri dari satu atau beberapa jenis obat yang masing-
masing dikemas dalam kemasan dosis unit tunggal dengan jumlah persediaan yang
cukup untuk suatu waktu tertentu.
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau
ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan
untuk pasien rawat inap. Menurut pujianti (2010) keuntungan dari sistem distribusi
ini adalah :
1) Mengurangi terjadinya medication error (ME).
2) Pasien mendapat pelayanan farmasi yang baik.
3) Menurunkan total biaya pengobatan karena hanya membayar pengobatan yang
digunakan saja.
4) Menghindari duplikasi permintaan obat ke bagian farmasi.
5) Mengurangi kesalahan penggunaan obat, karena adanya pemeriksaan ganda
oleh tenaga farmasi.
Kegiatan PKPA yang dilakukan adalah menghitung dispensing time dan
information time resep racikan dan non racikan. Mahasiswa mendapatkan data
pengukuran dispensing time dan info time. Dari hasil tersebut didapatkan untuk rata-
rata kesesuain dispensing time.
Dispensing time adalah waktu yang dibutuhkan dari mulai resep datang, resep
selesai disiapkan oleh apoteker/ttk, hingga pasien dipanggil untuk penyerahan obat.
Tujuan dari dispensing time adalah untuk mengetahui waktu tunggu pasien dalam
pengambilan obat baik racikan maupun non racikan. Dari hasil perhitungan
dispensing time didapatkan rata-rata 27 menit untuk racikan, nilai tersebut sudah
memenuhi standar rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping yaitu 30-60 menit.
Dilihat dari persentase, untuk dispensing time resep racikan yang sudah memenuhi
40
standar dispensing time sebesar 85,71% dan yang tidak memenuhi standar
dispensing time sebesar 14,29%. Kemudian nilai rata-rata dispensing time non
racikan sebesar 13 menit, nilai tersebut juga memenuhi standar rumah sakit yaitu 10-
30 menit. Dilihat dari persentase, untuk dispensing time resep non racikan yang
sudah memenuhi standar dispensing time sebesar 94,64% dan yang tidak memenuhi
standar dispensing time sebesar 5,36%. Standar dari dispensing time > 90% dan
untuk dispensing time resep racikan masih dibawah standar. Hal tersebut dapat
dikarenakan banyaknya pasien dan jumlah SDM yang terbatas.
Information time adalah waktu yang dibutuhkan apoteker untuk penyerahan
obat ke pasien dengan menghitung dari pasien dipanggil oleh apoteker sampai pasien
pulang setelah menerima informasi obat. Tujuan dari info time ini adalah untuk
melihat apakah lama pemberian informasi obat kepada pasien oleh apoteker sesuai
standar atau tidak. Dari hasil perhitungan untuk rata-rata info time obat racikan
didapatkan 3 menit dan obat non racikan 2 menit yang berarti telah memenuhi
standar rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping yaitu standar info time resep
adalah (≥ 2 menit). Persentase info time resep racikan yang memenuhi standar
67,86% dan yang tidak memenuhi standar 32,14%. Kemudian untuk info time non
racikan yang memenuhi standar 66,07% dan yang tidak memenuhi standar 33,93%,
sehingga dapat disimpulkan untuk info time racikan maupun non racikan pelayanan
obat rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping belum cukup baik, namun cepat
dan lamanya info time ini dapat dipengaruhi oleh sudah seringnya pasien
menggunakan obat, jika pasien sudah sering menggunakan obat maka info time yang
diberikan oleh apoteker juga cepat, selain itu jumlah resep yang diberikan juga
berpengaruh, semakin sedikit resep yang diberikan maka info time makin sedikit.
41
rusak atau tidak memenuhi standar harus segera melapor kepada Instalasi Farmasi untuk
selanjutnya dilakukan tindakan penarikan. Tahapan yang perlu dilakukan dalam
kegiatan pemusnahan antara lain:
a. Membuat daftar persediaan farmasi yang perlu dimusnahkan lengkap dengan
nomor batch yang tertera.
b. Menyiapkan berita acara pemusnahan berdasarkan jenis persediaan farmasi.
c. Mengkoordinasikan jadwal, metode, dan tempat pemusnahan dengan pihak
terkait.
d. Menyiapkan tempat pemusnahan beserta peralatan yang diperlukan.
e. Melakukan tindakan pemusnahan.
42
B. Produksi Sediaan Farmasi
Kegiatan produksi sediaan farmasi di RS PKU Muhammadiyah Gamping seperti
pembuatan handsanitizer dikarenakan disaat pandemi handsanitizer langka dan harganya
cukup mahal, namun jika persediaan handsanitizer tersedia dan harganya tidak mahal
maka tidak dilakukan produksi melainkan membeli/order ke PBF. Kegiatan produksi
lainnya hanya repacking untuk obat-obatan racikan.
C. CSSD
Sterilisasi adalah suatu kegiatan pengelolaan alat atau bahan yang bertujuan untuk
menghilangkan, menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk
endospore dan dapat dilakukan dengan proses kimia maupun fisika. Istilah bagi pusat
sterilisasi bervariasi, seperti Central Sterile Supply Departement (CSSD), Central Service
(CS), Central Supply (CS), Central Processing Departement (CPD), dan lain- lain.
Walaupun memiliki istilah yang berbeda namun memiliki fungsi yang sama yaitu
menyiapkan alat-alat steril dan bersih untuk keperluan perawatan pasien. Central
Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi
merupakan satu unit/departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses
pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang dibutuhkan
dalam kondisi steril.
Menurut Depkes RI (2009), desain ruangan CSSD setidaknyan terdiri dari 5 ruangan,
yaitu ruang dekontaminasi, ruang pengemasan, alat, ruang produksi dan prosesing, ruang
sterilisasi, dan ruang peyimpanan barang steril. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping merupakan RS dengan tipe C sehingga dapat dilihat syarat CSSD untuk RS
tipe C adalah sebagai berikut:
1. Lokasi instalasi CSSD memiliki aksesibilitas pencapaian langsung dari Instalasi
Bedah Sentral, ICU, Ruang Isolasi, Laboratorium dan terpisah dari sirkulasi pasien.
2. Sirkulasi udara/ventilasi pada bangunan instalasi CSSD dibuat sedemikian rupa agar
tidak terjadi kontaminasi dari tempat penampungan bahan dan instrument kotor ke
tempat penyimpanan bahan dan instrument bersih/steril.
3. Persyaratan ruang dekontaminasi adalah sebagai berikut:
a. Tekanan udara pada ruang dekontaminasu adalah harus negative supaya udara
dalam ruangan tidak mengontaminasi udara pada ruangan lainnya, penggantian
udara 10 kali per jam (Air Change Hour-ACH : 10 times).
43
b. Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah suhu 18’C – 22’C
dan kelembaban udara 35% - 75%.
4. Persyaratan Gudang steril yang merupakan ruangan tempat penyimpanan
instrument, linen dan bahan perbekalan baru yang telah melalui proses sterilisasi,
sebagai berikut:
a. Tekanan udara positif dengan efisiensi filtrasi particular antara 90% - 95% (untuk
particular berukuran 0,5 mikron)
b. Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah suhu 18’C – 22’C
dan kelembaban udara 35% - 75%.
c. Permukaan dinding dan lantai runagan mudah dibersihkan, tidak mudah
menyerap otoran dan debu.
5. Area barang kotor dan barang bersih dipisahkan sebaiknya memiliki akses masuk
dan keluar yang berlawanan.
6. Lantai tidak licin, mudah dibersihkan dan tidak mudah menyerap kotoran atau debu.
7. Area pembilasan disarankan untuk menggunakan sink pada meja bilas kedap air
dengan ketinggian 0,8 – 1,0 m dari permukaan lantai, dan apabila terdapat stop
kontak dan saklar, maka harus menggunakan jenis yang tahan percikan air yang
dipasang pada ketinggian minimal 1,4 m dari permukaan lantai.
8. Dinding menggunakan bahan yang tidak berpori.
44
dilakukan untuk menganalisis adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah
terkait obat, harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep (Kemenkes RI, 2016).
Mahasiswa PKPA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping di berikan tugas
melakukan Skrining Resep yang dilakukan pada 10 resep dengan rincian empat kasus
DM (OAD 2 kasus dan Insulin 2 kasus), Syaraf 3 kasus, Jantung 3 kasus. Terdapat form
telaah resep yang berisi aspek yang ditelaah yaitu aspek administrasi (kelengkapan
identitas pasien, nama dokter, nomor SIP dokter, paraf dokter dan tanggal peresepan),
aspek obat (dosis sesuai resep, jumlah sesuai dengan resep, obat sesuai dengan resep,
rute sesuai dengan resep, dan waktu dan frekuensi pemberian sesuai dengan resep)
serta dari aspek (klinis) terkait resep yaitu kejelasan tulisan, tepat obat, tepat indikasi,
tepat dosis, tepat rute/sediaan, tepat waktu/frekuensi, duplikasi, alergi, interaksi obat,
dan kontra indikasi.
45
dikertas perkamen atau memasukkan ke dalam kapsul, Obat yang telah disiapkan
kemudian diberi etiket. Apoteker/TTK yang melakukan penerimaan hingga
penempelan etiket wajib menuliskan nama dan paraf dibagian belakang lembar resep.
Obat yang telah siap, di verifikasi kembali oleh apoteker/TTK meliputi kesesuaian
nama pasien, nama obat dan label obat. Apabila telah sesuai disimpan diloket
penyerahan dan akan diserahkan oleh apoteker yang bertugas.
Penyerahan obat rawat jalan dilakukan oleh 2 apoteker yang bertugas, satu apoteker
untuk pasien umum dan satu apoteker untuk pasien BPJS. Penyerahan obat dilakukan
oleh apoteker yang bertugas dengan memanggil pasien berdasarkan nomor urut antrian
dengan menyebutkan nama pasien dan alamat pasien. Selanjutnya apoteker
memverifikasi ulang terkait identitas pasien meliputi nama, alamat, dan tanggal lahir
pasien. Penyerahan obat dilakukan dengan pemberian informasi meliputi nama obat,
indikasi obat, dosis dan jumlah obat, aturan pakai, serta penyimpanan obat. Konseling
dilakukan oleh petugas apabila diperlukan informasi lebih lanjut, pasien dipersilahkan
untuk ke ruang konseling/ ruang pelayanan konsultasi obat.
E. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis
atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan
pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tujuan
dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah memastikan informasi yang akurat tentang Obat
yang digunakan pasien, mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter dan mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter. (Permenkes, 2016). Berikut adalah tahapan rekonsiliasi obat di RS PKU Gamping
1. Mengumpulkan Data
Pengumpulan data pasien dengan Mencatat dan memverifikasi obat yang sedang
dan akan digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai
diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping
obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping obat, dicatat
tanggal kejadian, obat yang menyebabkan alergi dan efek samping, efek yang terjadi,
dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga
46
pasien, daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien dan rekam medik/medication
chart. Data obat yang digunakan tidak lebih dari 1 (satu) bulan sebelumnya. Obat bebas
dan obat herbal termasuk yang dimasukan dalam rekonsiliasi obat.
2. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang, dan akan
digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bapabila ditemukan perbedaan
diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang
hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan
pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional)
oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana
dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.
3. Konfirmasi
Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi. Bila ada ketidak sesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24
jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah menentukan bahwa adanya
perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja, mendokumentasikan alasan
penghentian, penundaan, atau pengganti dan memberikan tanda tangan, tanggal, dan
waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat.
4. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap
informasi Obat yang diberikan (Kemenkes RI, 2016). RS PKU Gamping obat yang
tidak digunakan/distop, tidak diberikan kembali pada pasien akan tetapi disimpan
dalam satu wadah dan di berikan tanda atau label tulisan “Obat dihentikan” namun
apabila pasien akan pulang kerumah maka obat itu akan diberikan pada pasien atau
keluarga pasien dengan diberikan edukasi bahwa obatnya tidak dapat digunakan
kembali. Apabila obat yang tidak dihentikan dapat dilanjutkan untuk digunakan di
Rumah Sakit sehingga perawat tidak perlu meresepkan kembali obat yang dibawa oleh
pasien. Obat herbal yang dibawa akan dihentikan.
Rekonsiliasi obat bertujuan untuk mencegah terjadinya duplikasi maupun interaksi
yang terjadi akibat penggunaan obat selama pasien di terapi di Rumah Sakit. Rekonsiliasi
obat sendiri merupakan suatu proses membandingkan antara obat yang sebelumnya
digunakan oleh pasien dengan pengobatan yang diberikan di Rumah sakit. Obat-obat yang
perlu diperhatikan penggunaannya dalam rekonsiliasi obat yaitu obat yang rutin digunakan
47
oleh pasien, obat yang didapatkan pasien dari pelayanan kesehatan sebelumnya dan obat
yang digunakan oleh pasien dalam seminggu terakhir sebelum masuk RS meliputi obat
herbal, suplemen/vitamin, obat bebas, dll.
F. PIO
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. PIO bertujuan untuk
menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit, menyediakan informasi untuk
membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi, serta
menunjang penggunaan Obat yang rasional (Kemenkes RI, 2016).
PIO dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan, menerbitkan
buletin, leaflet, poster, newsletter, menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit, bersama dengan Tim
Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap, melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian
dan tenaga kesehatan lainnya, serta melakukan penelitian. Adapun faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam PIO yaitu sumber daya manusia, tempat, dan perlengkapan yang
diperlukan (Kemenkes RI, 2016).
PIO bersifat aktif apabila apoteker memberikan informasi obat dengan tidak
menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya
penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. PIO bersifat pasif apabila
apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat sebagai jawaban atas
pertanyaan yang diterima.
Saat pelaksanaan PKPA mahasiswa melaksanakan PIO aktif dengan membuat poster
dengan tema awas obat palsu dan leaflet bertemakan mengenali obat sudah rusak.
G. Konseling
Konseling obat adalah suatu kegiatan pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat
kepada pasien dan/atau keluarganya yang dilakukan oleh apoteker (konselor). Konseling
dapat dilakukan atas inisitatif dari apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
48
keluarganya kepada pasien rawat jalan maupun rawat inap di seluruh fasilitas kesehatan.
Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan atau keluarga
terhadap apoteker. Tujuan dari pemberian konseling obat adalah untuk mengoptimalkan
hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan obat bagi pasien (patient safety). Kegiatan yang dilakukan dalam konseling
adalah :
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three
Prime Questions seperti apa yang telah dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana
cara pemakaian, dan apa efek yang diharapkan dari obat tersebut.
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah pengunaan obat.
5. Melakukan verifikasi akhir yang bertujuan untuk mengecek pemahaman pasien.
6. Melakukan dokumentasi.
Kriteria pasien yag mendapatkan konseling adalah sebagai berikut:
1. Pasien dengan kondisi khusus seperti pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui.
2. Pasien dengan terapi jangka panjang atau penyakit kronis seperti TB, DM, epilepsi, dan
lain-lain.
3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus seperti penggunaan
kortiksteroid dengan tapering down atau off.
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit sepertu digoksin,
phenytoin.
5. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).
6. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah (Kemenkes RI, 2016).
Di RS PKU Muhammadiyah Gamping terdapat ruangan tersendiri untuk melakukan
konseling terhadap pasien. Kemudian untuk mahasiswa PKPA diberikan tugas untuk
membuat video konseling mengenai cara penggunaan tetes telinga.
49
adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD). Kegiatan dalam PTO meliputi:
1. Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
2. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat
3. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Adapun tahapan PTO yaitu:
1. Pengumpulan data pasien.
2. Identifikasi masalah terkait Obat.
3. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat
4. Pemantauan dan tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:
1. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan
terpercaya (Evidence Best Medicine).
2. Kerahasiaan informasi.
3. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
Pemantauan Terapi Obat (PTO) yang dilaksanakan oleh mahasiswa PKPA RS PKU
Muhammadiyah Gamping terbagi atas PTO Introduction dengan kasus penyakit anak
yaitu kejang demam sederhana (KDS) dan PTO Advanced dengan kasus penyakit dalam
yaitu gagal ginjal kronik (CKD) dengan tujuan Agar mahasiswa mampu mengkaji
pemilihan obat, dosis obat, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), mahasiswa mampu mengisi lembar kerja pemantauan terapi obat,
mahasiswa mampu menganalisa Drug Related Problem (DRP), serta mahasiswa mampu
memberikan rekomendasi terhadap timbulnya DRP yang terjadi.
Pada PTO introduction, setiap mahasiswa melakukan monitoring dan pemantauan
terapi obat pada pasien anak sedangkan untuk PTO Advanced, setiap mahasiswa
melakukan monitoring dan pemantauan terapi obat pada pasien penyakit dalam dengan
kegiatan yang dilakukan yaitu mahasiswa melihat data rekam medik pasien sesuai
dengan kategori kasus yang akan dipantau terapinya. Kemudian mengisi form
pengambilan data pemantauan terapi obat dan melakukan analisa terhadap permasalahan
yang berkaitan dengan obat diberikan kepada pasien. Dan yang terakhir mahasiswa
melaporkan hasil kegiatan PTO dalam bentuk laporan kepada preseptor apabila terdapat
DRP yang ditemukan.
50
I. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat
adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) bertujuan untuk:
1. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang.
2. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja
ditemukan.
3. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi angka
kejadian dan hebatnya ESO
4. Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
5. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
1. Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO).
2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami
ESO.
3. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo.
4. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim Farmasi dan
Terapi.
5. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Kegiatan ini dilakukan Apoteker dalam melakukan pelayanan farmasi klinik
keberhasilan dalam mendeteksi adanya efek samping merupakan tugas penting Apoteker,
yang dibantu melalui pengetahuan yang menyeluruh tentang faktor-faktor yang
mempengaruhinya, seperti usia dan polifarmasi, juga kriteria lainnya yang relevan
termasuk waktu, dosis, dan pengalaman medis dimana pasien yang dipantuk atau
dimonitoring efek sampingnya yaitu pasien pediatrik, geriatrik, variasi genetik serta pasien
dengan gangguan hati dan ginjal. Apoteker mempunyai peran dalam panitia farmasi dan
terapi (PTF) yaitu memonitoring efek samping obat yang terjadi pada pasien, menganalisa
obat mana yang akan menimbulkan efek samping bila digunakan pasien, dan jika terjadi
efek samping maka apoteker mengisi lembar pelaporan efek samping obat dan dilaporkan
sesuai peraturan perundangan. Pelaporan kejadian efek samping direkap dan dilaporkan
51
ke PFT setiap 3 bulan kemudian PFT membahas kejadian efek samping, melakukan analisa
dan melaporkan kepada direktur rumah sakit.
Contoh efek samping obat yang terjadi di rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping
yaitu obat phenytoin injeksi yang merupakan obat antikonvulsan yang digunakan sebagai
obat epilepsi atau kejang pada pasien. Penggunaan phenytoin pada bulan Agustus tahun
2013 mengalami beberapa ADR pada kamar operasi dimana ADR atau efek samping yang
ditimbulkan yaitu pusing, tremor, lemas maupun gangguan gastrointestional serta potensi
fatal yang ditimbulkan yaitu terjadinya necrolysis atau kelainan kulit yang dapat
membahayakan nyawa serta yang lebih parah lagi yaitu terjadinya steven jhonson
syndrome.
Data efek samping obat yang diperoleh diatas selanjutnya ditulis didalam formulir
laporan yang berisi nama pasien, nomor rekam medik, efek yang timbul dan rekomendasi
apoteker serta mengisi skor naranjo. Nilai atau skor dari algoritma naranjo dibedakan
menjadi 4 yaitu skor <1 efek samping yang terjadi meragukan (doubtful), skor 1-3 artinya
efek samping yang terjadi cukup mungkin terjadi (possible), skor 4-8 artinya efek samping
mungkin terjadi (probable) dan skor >9 artinya efek samping sangat mungkin terjadi.
52
K. Formularium Rumah Sakit
Formularium adalah daftar obat-obatan yan digunakan di rumah sakit, disusun oleh
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit. Tim ini
bertugas untuk memberikan rekomendasi terkait kebijakan dalam penggunaan obat di
rumah sakit. Anggota TFT terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi yang ada di
rumah sakit, apoteker serta tenaga kesehatan lain (Kemenkes RI, 2016).
Formularium RS disusun mengacu kepada Formularium Nasional dan berisi daftar
obat yang disepakati oleh staf medis dan disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
Formularium rumah sakit merupakan penerapan konsep obat esensial di rumah sakit yang
berisi daftar obat dan informasi penggunaannya. Obat yang termasuk dalam daftar
formularium merupakan obat pilihan utama (drug of choice) dan juga obat-obat
alternatifnya. Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI (2013).
Kegiatan evaluasi formularium dilakukan secara rutin dan direvisi dengan berdasar
kepada kebutuhan dan kebijkan rumah sakit. Faktor terapetik dan ekonomi dari
penggunaan obat menjadi pertimbangan dalam rangka upaya menghasilkan
formularium yang memenuhi kebutuhan rasionalitas pengobatan mutakhir (Kemenkes RI,
2016).
Formularium merupakan suatu dokumen yang secara terus menerus direvisi, memuat
sediaan obat dan informasi penting lainnya yang merefleksikan keputusan klinik
mutakhir dari staf medik rumah sakit. Permenkes RI nomor 72 tahun 2016, menyatakan
bahwa evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan
revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Proses penyusunan formularium obat Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping
disusun secara kolaboratif dengan melibatkan unsur tenaga medis/dokter, tenaga
kefarmasian/apoteker, dan tenaga keperawatan yang termaktub dalam Komite Farmasi
dan Terapi serta peran dari Komite Fatwa. Dalam menyusun formularium, KFT
melakukan penilaian terhadap usulan dokter atau unit farmasi dengan memperhatikan hal
berikut :
1. Sesuai dengan pola penyakit di RS PKU Muhammadiyah Gamping
2. Mengutamakan penggunaan obat esensial dan daftar obat Formularium Nasional
3. Kualitas obat terjamin, termasuk uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi, serta
stabilitas.
53
4. Produsen obat dengan mengutamakan produsen tersertifikat GMP (Good
Manufacturing Product) atau CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan terikat
kontrak atau kerja sama dengan RS PKU Muhammadiyah Gamping dan atau
Persyarikatan Muhammadiyah.
5. Cost Effective yang tinggi dihitung dari total biaya perawatan
6. Kemudahan dalam pengadaan
7. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
8. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
9. Suatu zat aktif obat memiliki maksimal 2 nama dagang untuk produk fast moving
dan 1 nama dagang untuk produk slow moving
10. Sedapat mungkin menghindari obat yang mengandung unsur LASA/NORUM
baik dalam nama obat maupun kemasannya
11. Mudah dalam hal prosedur pengembalin/retur obat jika obat rusak atau hampir
kadaluarsa (3 bulan sebelum kadaluarsa).
Obat dengan kategori very slow moving, non esensial dan tidak memenuhi syarat
diatas akan dikeluarkan dari formularium RS. Kajian obat baru harus berdasarkan sumber
ilmiah terbatas pada obat dengan zat aktif yang belum pernah ada di formularium. Obat
baru yang diusulkan dan zat aktifnya sudah ada di formularium dikaji hanya berdasarkan
kriteria masuk obat dan data Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi sepanjang data tersedia.
Prosedur seleksi obat formularium RS PKU Muhammadiyah Gamping terdiri dari :
1) Evidence Based Medicine
2) Aspek Legal
3) Aspek Kualitas Sediaan
4) Aspek Supplier
5) Efektivitas dan Efisiensi Biaya
Adapun proses penyusunan formularium adalah sebagai berikut:
1. Menunjuk Tim Formularium RS yang bertanggung jawab kepada PFT
2. Menyusun kebijakan formularium dan prosedur penyusunan formularium
3. Pengumpulan data obat-obat yang dipakai di RS
4. Klasifikasi obat berdasarkan kelas farmakoterapi
5. Meminta pendapat melalui kuesioner pada SMF tentang pemilihan obat yang akan
digunakan
6. Pengumpulan data usulan obat
54
7. Penyusunan draft formularium
8. Proses seleksi oleh Tim dan PFT
9. Pengajuan draft formularium ke manajemen RS
10. Persetujuan oleh Manajemen
11. Penerbitan dan sosialisasi
55
7. Melakukan revisi dan suplementasi formularium secara berkala
8. Menampung aspirasi dan komunikasi antara manajemen, prescriber/dokter dan perusahaan
farmasi sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan PKPA online yang telah dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah
Gamping, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kegiatan PKPA online yang telah dilaksanakan dapat memberikan gambaran kepada
mengenai tugas dan tanggung jawab apoteker di rumah sakit.
2. Kegiatan PKPA online yang telah dilaksanakan dapat memberikan gambaran kepada
mahasiswa mengenai pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.
3. Kegiatan PKPA online yang telah dilaksanakan membantu mahasiswa dalam
melaksanakan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit yang meliputi:
pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi. Kegiatan PKPA online
tersebut berupa tugas untuk penyusunan perencanaan dengan metode ABC-VEN dan
EOQ, analisis kinerja logistik penyimpanan yaitu persentase obat ED/rusak, persentase
stok akhir dan TOR, serta tugas pengadaan yaitu analisis kinerja PBF.
4. Kegiatan PKPA online yang telah dilakukan membantu mahasiswa dalam melaksanakan
kegiatan pelayanan farmasi klinik seperti telaah resep, dispensing, PIO, Konseling dan
PTO. Kegiatan telaah resep pasien sejumlah 10 resep dengan rincian empat kasus DM (dua
kasus OAD dan dua kasus insulin), tiga kasus syaraf dan tiga kasus jantung. Kegiatan PIO
berupa tugas online untuk membuat leaflet dengan tema mengenali obat rusak dan poster
dengan tema awas obat palsu. Kegiatan konseling berupa tugas untuk membuat video
konseling mengenai cara penggunaan tetes telinga. Kegiatan PTO berupa analisis terapi
pasien mengenai kasus Kejang Demam Sederhana (KDS) dan Gagal Ginjal Kronik
(GGK).
B. Saran
1. Kegiatan PKPA yang dilakukan kurang efektif dikarenakan hanya dilakukan secara
online dan keterbatasan waktu.
2. Perlu dilakukan evaluasi terkait manajemen pengelolaan obat seperti dead stock.
3. Perlu dilakukan evaluasi terkait manajemen pengadaan obat seperti EOI dan ROI.
57
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009a. Undang- undang Republik. Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Sekertariat Negara. Jakarta
Anonim. 2009b. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit. Sekertariat Negara. Jakarta.
Depkes RI. 2009. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD/Central Sterile Supply
Department) di Rumah Sakit. Jakarta
Depkes RI. 2013. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
328/Menkes/SK/VII/2013 tentang Formularium Nasional. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Depkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 3 Tahun 2020
Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Ditjen Binfar RI, 2009, Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril, Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Ditjen Binfar RI, 2011, Pedoman Visite, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Kemenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2017 Tentang Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Nurniati, L., Lestari, H., Lisnawaty. 2016. Studi Tentang Pengelolaan Obat di
Puskesmas Buranga Kabupaten Wakatobi Tahun 2016. Sulawesi Tenggara:
Universitas Halu Oleo
Pudjaningsih, D. 1996. Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di
Farmasi Rumah Sakit , Tesis Magister Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Pujianti, N. 2010. Dampak Penerapan Sistem Unit Dose Dispensing (UDD) terhadap
Kepuasan Pasien Rawat Inap di Jogja International Hospital (JIH), Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Quick, J.D., Ranklin, J. R., Dias, Vimal, 2012, Inventory Management in Managing
58
Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Pusdik SDM Kesehatan.
Sabarguna, B.S. 2004. Manajemen Keuangan Rumah Sakit (cetakan ke dua).
Yogyakarta: Konsorsium RSI Jateng DIY.
Satibi. 2014. Manajemen Obat di Rumah Sakit. Yogyakarta: UGM Press
59
LAMPIRAN
PRAKTEK KLINIS 1
(PIO)
60
LAMPIRAN 1. POSTER
61
LAMPIRAN 2. LEAFLET
62
63
LAMPIRAN
PRAKTEK KLINIS 2
(PTO)
64
LAMPIRAN 3. PTO INTRODUCTION (KDS)
I.Identitas Pasien
Ruang dan
Nama pasien AP Firdaus
No. bed
No. RM 158xxx Tanggal masuk 31-8-2018
TTL/ BB 1-1-15/ 11,6kg Tanggal keluar 4-9-2018
-
Status pasien DPJP dr. H. Kmrdn Sp.A
II.Kondisi Pasien
Riwayat penyakit
Keluhan Utama Kejang, demam, diare sejak 2 hari yang lalu -
keluarga
Riwayat alergi
Diagnosa Kejang Demam Sederhana -
obat/ makanan
Riwayat
Riwayat Penyakit Kejang diusia 18 bln, 19 bln, 20 bln. -
Pengobatan Pasien
Tanggal
Jenis Nilai
Pemeriksaan Normal
1-09-18 2-09-18 3-09-18 4-09-18
65
Tekanan darah
120/80
(mmHg)
Nadi/ HR
90-180 110
(x/menit)
Respiratory Rate
20-50 20
(x/menit)
Demam - + + - -
Kejang - - - - -
Diare - + + + -
66
IV. Data Hasil Lab
Neutrofil 50-70 76
Basofil 1-3 0
67
V.Monitoring Efek Terapi
68
VI.Drug Related Problem
DRP
Problem Penilaian Rekomendasi Tindak Lanjut Ket.
Ya Tidak
Indikasi (standar terapi & symptom)
Berdasarkan keluhan dari pasien Konsultasi dengan dokter dan Monitoring frekuensi Depkes RI 2011,
mengalami diare dari 2 hari merekomendasikan untuk BAB, suhu badan DIH, IDAI 2016
a. Indikasi tanpa
X sebelum masuk rumah sakit. memulai pemberian Zink dan dan kejang.
obat
Lacto-B pada tgl 1-9-18.
Pada tanggal 1 dan 2, pasien Konsultasi dengan dokter dan Monitoring suhu IDAI 2016
tidak mengalami kejang tetapi merekomendasikan untuk badan dan kejang.
masih demam, sehingga tidak menghentikan pemberian
b. Obat tanpa
X diperlukan pemberian diazepam diazepam iv dan
indikasi
iv melainkan terapi profilaksis merekomendasikan untuk
kejang yaitu diazepam oral atau pemberian diazepam oral.
rektal.
Pilihan Terapi
a. Tidak sesuai
X
pedoman terapi
Berdasarkan VS dan keluhan, Konsultasi dengan dokter dan Monitoring suhu IDAI 2016
pasien termasuk dalam KDS. merekomendasikan untuk tidak badan dan kejang.
Studi literatur mengatakan memberikan Fenitoin.
bahwa Kombinasi antikonvulsan
b. Tidak sesuai
X antara fenitoin dan diazepam
kondisi pasien
tidak diperlukan dikarenakan
untuk pasien KDS hanya
diberikan terapi intermittent
yaitu diazepam.
69
c. Tidak sesuai X
administrasi
Dosis
a. Over doses X
Berdasarkan literatur dan usia Konsultasi dengan dokter dan Monitoring diare, Depkes RI 2011,
pasien, dosis Zink dan diazepam merekomendasikan untuk kejang, dan efek DIH, IDAI 2016
b. Under dose X
kurang. meningkatkan dosis Zink dan samping obat.
diazepam.
Interaksi Obat
c. Obat-obat X
d. Obat-makanan X
e. Obat-penyakit X
Inkompatibilitas X
Ketidak patuhan
(incompliance/ patient X
adherence)
Efek Samping/ ADR/ X
alergi
70
I. Analisis SOAP
1-9-18 Orang tua mengatakan Leukosit: 14700 - Ada obat tidak - Pasien sudah tidak mengalami kejang - Mempertimbangkan untuk
anaknya demam dan ada indikasi sehingga tidak diindikasikan untuk tidak memberikan valium inj.
kejang 2x sejak pagi, diare Suhu: 38 pemberian Valium inj. Pasien hanya Menyarankan untuk diberikan
mengalami demam, sehingga perlu diazepam po 3x 3,8mg selama
sudah 2 hari yang lalu Demam (+) diberikan antikonvulsan intermiten 2 hari.
yaitu diazepam dengan dosis
Kejang (-) 1mg/kg/hari dibagi tiap 8 jam
(11,6mg/ hari) diberikan selama 48
Diare (+) jam pertama demam.
(DIH, IDAI 2016).
71
2-9-18 Ibu mengatakan anak Suhu: 37,8 Underdose Dosis Zink untuk anak usia >6 bulan Mempertimbangkan untuk
masih demam, tidak yaitu 20mg/hari. meningkatkan dosis dari Zink
kejang, dan masih diare Demam (+) menjadi 1x 20mg.
(Depkes RI, 2011)
Kejang (-)
Diare (+)
Paracetamol 150mg
prn infus
4-9-18 Ibu pasien mengatakan Suhu: 36 - Menerima obat - Kombinasi antikonvulsan antara Mempertimbangkan untuk tidak
anak sudah tidak demam, salah fenitoin dan diazepam tidak memberikan fenitoin dan hanya
diare (-), kejang (-) Demam (-) diperlukan dikarenakan untuk pasien memberikan diazepam dengan
KDS hanya diberikan terapi
Kejang (-) dosis 3x 3,8mg.
intermittent yaitu diazepam.
Diare (-)
- Underdose - Dosis diazepam 1mg/kg/hari dibagi
tiap 8 jam (11,6mg/ hari).
Obat pulang: (IDAI 2016, DIH)
72
Paracetamol syr
125mg/prn
Fenitoin 2x50mg
Zink syr
Lacto-B
REKOMENDASI
A. Plan
1. Berkonsultasi kepada dokter dan mempertimbangkan untuk tidak memberikan valium injeksi pada dan menyarankan untuk
memberikan diazepam po 3x 3,8mg selama 2 hari.
2. Mempertimbangkan untuk memulai terapi zink pada tanggal 1 September 2018.
3. Mempertimbangkan untuk meningkatkan dosis zink menjadi 1x20mg.
4. Mempertimbangkan untuk obat antikonvulsan yang diberikan pasien saat pulang dengan menyarankan untuk tidak memberikan
fenitoin melainkan hanya memberikan diazepam po dengan dosis 3x3,8mg sebagai antikonvulsan intermitten.
B. Monitoring
Monitoring keluhan pasien, suhu badan, angka leukosit, diare, dan kejang.
C. KIE
1. Penggunaan diazepam oral hanya diberikan pada saat anak demam dan diberikan selama 2 hari semenjak demam.
2. Zink harus dikonsumsi selama 10 hari meskipun anak sudah tidak diare.
3. Menghindari makan-makanan sembarangan.
4. Menerapkan gaya hidup sehat.
5. Rajin cuci tangan sebelum makan dan setelah bermain.
73
LAMPIRAN 4. PTO ADVANCE (GGK)
Lampiran Kegiatan Pemantauan Terapi Obat Advance
VII.Identitas Pasien
Nama Ruang dan
IR Kamar kelas 3 Bpjs
pasien No. Bed
Status
BPJS DPJP dr N SpPD
pasien
VIII.Kondisi Pasien
Keluhan Riwayat penyakit
Sesak nafas, lemas, udem
Utama keluarga
Riwayat alergi
Diagnosa Dyspneu pada CHF + CKD+ CAP
obat/ makanan
74
Candesartan 1 x 8 mg,
Riwayat Riwayat
DM, Hipertensi Bisoprolol 1 x 5 mg,
Penyakit Pengobatan Pasien
Furosemid jika sesak 0.5 tablet
75
X. Data Hasil Lab
31/8/18 02/8/18
76
Furosemid 3 x 20
Udem
injeksi mg/oral
berkurang
;
Pantoprazole 1 Menetralk √ √ √ √ √
injeksi injeksi/ an asam
oral lambung
Cefotaxime 2 x 1 Pneumonia √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
injeksi g/oral berkurang
Candesartan 16 HT √ √ √ √ √
mg/oral berkurang
Amlodipine 10 HT √ √ √ √ √
mg/oral berkurang
1 Anemia √ √ √ √ √ √ √ √ √
Asam folat
mg/oral berkurang
NaCl 0.9% Menambah √ √
500
cairan
ml/iv
tubuh
Darah √ √
Hemodialisa Iv menjadi
bersih
(140−umur)x BB
ClCr = 72 x sCr
77
(140−56)x 65
ClCr = 72 x 11,9
78
i. Obat-
makanan
j. Obat-penyakit
Inkompatibilitas
Ketidak patuhan
(incompliance/
patient adherence)
Efek Samping/ ADR/
alergi
Asuhan Kefarmasian
Tanggal
Subyektif, Obyektif Obat Assesment Plan
31-08-2018 S : Bapak IR masuk IGD Tidak atau belum diberikan Ada indikasi belum Pemberian obat sesuai
dengan keluhan sesak nafas terapi obat pada pasien diberikan obat dengan keluhan yang dialami
bengkak di bagian perut sejak 3 pasien
hari yang lalu
O : TD 191/80 mmHg N 87 x
/menit, RR 23 x / menit, S 37 ⁰C
79
01-09-2018 S : Bapak IR masuk IGD Furosemid injeksi Ada obat tidak ada Obat pantoprazole injeksi
dengan keluhan sesak nafas indikasi tidak diberikan
Pantoprazole injeksi
bengkak di bagian perut sejak 3
Ada indikasi tidak ada Pemberian obat batuk
hari yang lalu, pusing, batuk, Cefotaxime injeksi
obat berdahak Gliseril guaiakolat
lemas serta udem
Candesartan 16 mg
Overdosis Penyesuain dosis cefotaxime
O: TD 165/87 mmHg N 73 x
Amlodipine 10 mg
/menit, RR 21 x / menit, S 36,8 Monitoring frekuensi cairan
⁰C Asam folat 1 g
Monitoring tekanan darah
80
03-09-2018 S : Bapak IR dengan keluhan Furosemid injeksi Monitoring cairan dan
sesak berkurang, batuk, lemas tekanan darah yang tidak
Pantoprazole injeksi
dan terdapat udem terkontrol
Cefotaxime injeksi
O : TD 151/83 mmHg N 70
x/menit RR 20 x/menit Suhu Candesartan 16 mg
36o C
Amlodipine 10 mg
Asam folat 1 g
Asam folat 1 g
05-09-2018 S : Bapak IR dengan keluhan Furosemid injeksi Ada indikasi tidak ada Pemberian obat Allupurinol
sesak napas berkurang dan nyeri obat
Pantoprazole injeksi
kaki
81
O : TD 168/89 mmHg Nadi 76 Cefotaxime injeksi
x/menit Suhu 36,4o C RR 20
x/menit Candesartan 16 mg
Amlodipine 10 mg
Asam folat 1 g
O:-
82
ANALISIS
Pada kasus PTO ini membahas pasien dengan gagal ginal kronik (CRF). Seorang pasien
laki-laki berusia 56 tahun datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan keluhan
sesak nafas bengkak di bagian perut sejak 3 hari yang lalu, pasien mempunyai riwayat sakit
DM dan hipertensi sejak 10 tahun lalu dengan pengobatan rutin Candesartan 1 x 8 mg,
Bisoprolol 1 x 5 mg, Furosemid jika sesak 0.5 tablet. TD 191/80 mmHg, Nadi 87 x per menit,
Suhu badah 37 oC, RR 23 x per menit. Pasien mengaku rutin menggunakan obat.
Pasien masuk tanggal 31 Agustus 2018 dari IGD. Di IGD pasien tidak atau belum di
berikan obat terkait dengan keluhan pasien sehingga perlu diberikan obat pada saat pasien
masuk ke IGD. Pasien diberikan terpai obat pada tanggal 01 September 2018 dimana obat yang
diberikan yaitu furosemide injeksi, pantoprazole injeksi, cefotaxime injeksi, candesartan 16
mg, amlodipine 10 mg, dan asam folat 1 g. dari terapi yang diberikan terdapat indikasi tanpa
obat yaitu pasien memiliki keluah batuk namun tidak diberikan obat batuk sehingga perlu
rekomendasi pemberian obat batuk yaitu gliseril guaiakolat menurut literatur pedoman
penggunaan obat bebas dan terbatas.
Pada kasus ini pasien sudah mengalami hipertensi sejak 10 tahun lalu untuk terapinya
di berikan kombinasi dua obat yaitu candesartan 1 x 16 mg dan amlodipin 1 x 10 mg tetapi
tekanan darah pasien ditanggal 3 september 2018 sampai dengan tanggal 5 september 2018
mengalami peningkatan padahal pasien rutin minum obat. Pasien juga mengalami penurunan
hemoglobin yang dapat menyebabkan anemia sehingga pasien diberikan terapi dengan obat
asam folat 1 g tetapi pada tanggal 2 september 2018 Hb pasien tetap menurun dari 9,8 menjadi
9,1 sehingga perlu dilakukan terapi tambahan untuk anemia pasien
Selama di rumah sakit pasien mendapatkan obat Cefotaxime injeksi dikarenakan pada
pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai leukosit yang tinggi yakni 18000, dimana fungsi
utama leukosit yaitu melawan infeksi dan melindungi tubuh dengan memfagosit organisme
asing dan memproduksi atau mengangkut/mendistribusikan antibodi. Dari data laboratorium
tersebut kemungkinan pasien mengalami infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sehingga
pasien diberikan Cefotaxime 1 g injeksi setiap 12 jam selama 5 hari sebagai antibiotik terapi
empiris tetapi over dosis sehingga perlu penyesuain dosis cefotaxime dimana menurut DIH
dosis cefotaxime injeksi yaitu 200 mg/kg/hari dibagi dalam 8 jam.
Berdasarkan JNC 8 obat hipertensi yang di gunakan yaitu candesartan dan amlodipine
dan furosemide yaitu golongan ACE-I, ARB, dan diuretik. Dan dari beberapa jurnal penelitian
obat hipertensi yang sering digunakan yaitu ARB di kombinasi dengan CCB yaitu obat
83
Candesartan di kombinasi dengan amlodipine maka terapi untuk antihipertensi sudah tepat
sehingga perlu diperhatikan kepatuhan pasien dalam minum obat sehingga efek terapi yang
diberikan lebih besar.
Tanggal 06 September 2018 pasien pulang, oleh dokter diresepkan obat pulang yaitu
Candesartan tablet 16 mg (1x1), Amlodipine 10 mg (1x1) dan Asam Folat 1 g (2x1). Menurut
Kdigo 2012 untuk terapi anemia pasien dilihat dari kadar Hb pasien yang rendah obat yang
dibawa pulang pasien yaitu asam folat 1 gram perlu ditambahkan terapinya yaitu dengan
Erythropoietin sesuai dengan literature untuk pasien anemia pada penyakit ginjal kronik
dengan konseling pasien harus mengurangi konsumsi garam agar tekanan darahnya terkontrol.
REKOMENDASI
Monitoring tekanan darah pasien karena pasien memiliki riwayat Hipertensi dan
kondisi pasien saat pemulihan dari gagal ginjal kronis dan pemilihan terapi obat-obatan yang
tepat untuk jangka panjang. Dan pasien dikonseling harus mengurangi konsumsi garam agar
tekanan darahnya terkontrol.
84
LAMPIRAN
PRAKTEK MANAJEMEN 1
(ABC-VEN, EOQ, %OBAT ED/RUSAK, % STOK
AKHIR, TOR, EVALUASI PBF)
85
LAMPIRAN 5. ABC-VEN
Analisis ABC adalah analisis konsumsi obat tahunan untuk menentukan
item–item obat mana saja yang memiliki porsi dana terbesar. Dalam analisis ABC
persentase sebesar 19,42% dengan jumlah obat sebanyak 222 item, hal ini
menunjukan bahwa obat kategori A sesuai dengan nilai ideal. Sementara untuk
tidak melebihi dari nilai idealnya yaitu 30% dari 303 item. Dan untuk kelompok C
memiliki presentase 54,07% sebanyak 618 item tidak sesuai dengan nilai ideal yakni
melebihi 50%.. Hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan perencanaan
khususnya item obat dan alkes kategori C serta perlunya evaluasi agar sesuai dengan
Obat Vital (V) merupakan obat yang diperlukan untuk penyelamatan jiwa (live
saving drugs) dan bila tidak tersedia akan meningkatkan resiko kematian. Contoh
dari obat vital adalah injeksi efedrin, antitoksin, injeksi dopamin dan obat jantung.
Obat Essensial (E) merupakan obat-obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan
penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien, seperti antibiotik, NSAID dan lain-
86
lain. Obat Non Essensial (N) merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit
yang sembuh sendiri (self limiting disease), obat yang diragukan manfaatnya,
disbanding perbekalan farmasi sejenis lainnya.Contoh dari obat non essensial adalah
vitamin.
Kategori Jumlah %
V 305 27%
E 665 58%
N 173 15%
Berdasarkan analisis VEN dari data konsumsi 6 bulan yang lalu pada tabel di
atas, persentase terbesar ada pada obat golongan Esensial yaitu sebesar 58%
dengan anggaran yang tersedia. Rincian Hasil Perhitungan Untuk Analisi VEN
(Terlampir 2).
Kategori A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai kebutuhan. Metode gabungan ini
87
LAMPIRAN
1 Keterangan total qty 1 tahun total 1 tahun % Nilai %Komulatif ABC VEN
88
12 FENTANYL 0,05MG/ML/2ML 8195 Rp 495.767.250 1,031% 23,619% A V
89
28 SIMVASTATIN 20 MG# 214488 Rp 301.826.250 0,628% 37,160% A E
90
44 CEFIXIME 200 MG 67919 Rp 201.534.750 0,419% 45,779% A E
91
60 NOREPINEPHRINE 3888 Rp 157.117.590 0,327% 51,849% A V
92
76 IMBOOST FORCE ES TAB 12825 Rp 133.041.150 0,277% 56,889% A N
93
94 ORINOX 90 MG 10619 Rp 108.583.200 0,226% 61,226% A E
94
111 SINCRONIC TABLET 14459 Rp 97.487.550 0,203% 64,843% A E
95
126 LEUKOCREP 4 INCH/M 4.5X10 770 Rp 85.949.100 0,179% 68,081% A E
96
140 UTROGESTAN 100 MG 4712 Rp 77.739.750 0,162% 70,966% A E
97
158 METFORMIN 500MG TAB 488538 Rp 67.054.500 0,139% 73,490% A V
98
174 URSODEOXYCHOLIC ACID 250 MG 10328 Rp 59.660.550 0,124% 75,668% A E
99
191 LASAL EXP SYRUP 1013 Rp 55.244.700 0,115% 77,703% A N
192 CORT SCREW 3.5 DIA 18MM 527 Rp 55.216.350 0,115% 77,818% A E
100
206 ACCU CECK LANCET PRO UNO 42039 Rp 48.998.250 0,102% 79,566% A E
214 ADULT NON REBREAT MASK ( NRM dewasa) 1418 Rp 46.955.700 0,098% 80,363% B N
101
222 DIAMICRON MR 60 mg 11840 Rp 44.631.000 0,093% 81,220% B E
225 CORT SCREW 3.5 DIA 16MM 419 Rp 43.891.200 0,091% 81,496% B V
230 CANC SCREW 4.0 FULL 22MM 297 Rp 41.889.150 0,087% 81,939% B V
102
238 TRANFUSI SET INFUSION PUMP TB*PU300L 405 Rp 39.649.500 0,082% 82,706% B V
248 PROLACTA WITH DHA FOR MOTHE 5400 Rp 37.355.850 0,078% 83,582% B E
103
252 METHYLPREDNISOLONE 8 MG 37673 Rp 36.396.000 0,076% 84,039% B E
104
263 SALOFALK 250MG 5616 Rp 32.830.650 0,068% 85,261% B E
105
277 TLC 11H KIRI 14 Rp 30.059.100 0,063% 86,376% B N
290 SPUIT INS 1CC 100UI TERUMO 5063 Rp 27.695.250 0,058% 87,272% B V
106
292 TEGADERM 10X12 6102 Rp 27.155.250 0,056% 87,385% B N
107
310 PAMPERS XL OTTO 2241 Rp 24.472.800 0,051% 88,302% B N
323 CORT SCREW 4.5 DIA 28MM 257 Rp 22.928.400 0,048% 88,988% B N
108
325 GELAFUSOL INF 95 Rp 22.746.150 0,047% 89,130% B V
109
341 TRACETAT SYR 41 Rp 21.161.250 0,044% 89,904% B E
110
357 CLINDAMYCINE 300MG 11300 Rp 19.437.300 0,040% 90,613% B E
362 CANC SCR 6.5 FULL LUR 75 135 Rp 19.039.050 0,040% 90,852% B V
111
373 ACC RCC L6 14 Rp 18.306.000 0,038% 91,278% B N
112
389 FIMA HAES (TERASTRACH) 230 Rp 17.051.850 0,035% 91,898% B V
113
407 ARCALION 1715 Rp 15.962.400 0,033% 92,476% B N
415 CORT SCREW 4.5 DIA 30MM 176 Rp 15.688.350 0,033% 92,739% B N
114
424 ALCO DROP 176 Rp 15.215.850 0,032% 93,028% B E
115
440 CORT SCREW 4.5 DIA 24MM 162 Rp 14.481.450 0,030% 93,556% B N
116
456 PROVITAL PLUS 1823 Rp 13.790.250 0,029% 94,053% B E
117
471 AMOXICILLIN 500 28208 Rp 13.034.250 0,027% 94,529% B E
477 CANC SCR 6.5 FULL LUR 80MM 81 Rp 12.837.150 0,027% 94,636% B E
489 INFUS SET TERUMO PAED ( ANAK ) 594 Rp 12.020.400 0,025% 94,949% B E
118
490 SILDENAFIL CITRATE 50 MG 311 Rp 11.954.250 0,025% 94,973% B E
500 CORT SCREW 3,5 DIA 20MM 122 Rp 11.356.200 0,024% 95,216% C E
501 INFUS SET SYRINGE PUMP PU300L 189 Rp 11.321.100 0,024% 95,240% C E
119
506 LEVOPHAR TAB 38475 Rp 11.092.950 0,023% 95,380% C E
120
523 DOCARE W.GOLVES 297 Rp 10.382.850 0,022% 95,759% C E
533 CORT SCREW 4.5 DIA 26MM 108 Rp 9.655.200 0,020% 95,987% C E
534 CORT SCREW 4.5 DIA 34MM 108 Rp 9.655.200 0,020% 96,007% C E
121
539 CANC SCREW 4.0 FULL 35 MM 68 Rp 9.518.850 0,020% 96,107% C E
122
555 K-WIRE 1.6MM 54 Rp 8.775.000 0,018% 96,431% C E
563 DIAPER BABY BOOM/ MAMY POKO ´12 5360 Rp 8.515.800 0,018% 96,628% C N
123
567 HIBISCRUB 30713 Rp 8.248.500 0,017% 96,733% C E
124
587 DEXTAMIN 3132 Rp 7.830.000 0,016% 97,017% C E
125
603 GENTASOLON 5 311 Rp 7.514.100 0,016% 97,290% C E
126
618 ASPAR K 2565 Rp 6.997.050 0,015% 97,548% C E
127
632 FERLIN DROP 135 Rp 6.466.500 0,013% 97,787% C E
128
649 CARBOL GLYCERIN10 ML 324 Rp 5.899.500 0,012% 98,007% C E
129
665 INTUNAL 6588 Rp 5.520.150 0,011% 98,208% C E
130
681 LIPITOR 20 MG 216 Rp 5.138.100 0,011% 98,395% C E
131
697 STOMACH TUBE No.16 SILICON 14 Rp 4.641.300 0,010% 98,566% C E
711 CANC SCR 6.5 FULL LUR 50MM 27 Rp 4.279.500 0,009% 98,705% C V
132
713 SICLIDON 100 MG 648 Rp 4.234.950 0,009% 98,723% C E
133
730 HYDROCORTISONE 2,5% GENERIK 628 Rp 3.878.550 0,008% 98,866% C E
134
747 WIDA D-1/4NS 270 Rp 3.618.000 0,008% 98,997% C V
135
760 IOHEXOL 300/50 ML 16 Rp 3.341.250 0,007% 99,120% C E
136
775 ULTRAPROCT SUPP 189 Rp 3.011.850 0,006% 99,233% C E
137
792 FC TRY WAY CATH NO 20 RUSH 14 Rp 2.729.700 0,006% 99,333% C V
138
808 ZAMEL DROP 41 Rp 2.421.900 0,005% 99,425% C N
139
825 SORALEN SOL 41 Rp 2.181.600 0,005% 99,507% C E
830 CANC SCR 6.5 DIA 1/2 75MM 14 Rp 2.139.750 0,004% 99,534% C N
140
840 CODIPRONT CAPS 203 Rp 2.010.150 0,004% 99,581% C E
141
856 CENDO GENTAMICIN 0.3 ZM 54 Rp 1.803.600 0,004% 99,648% C E
864 NASAL OXY CHLID SALTER LAB 216 Rp 1.706.400 0,004% 99,684% C V
142
871 SALBUTAMOL 2 13048 Rp 1.647.000 0,003% 99,709% C E
143
886 BLOPRES 8MG 405 Rp 1.493.100 0,003% 99,764% C E
144
902 UROGRAFIN 76 % 14 Rp 1.286.550 0,003% 99,812% C V
145
918 DEHIDRALYTE 200 ML 54 Rp 1.144.800 0,002% 99,856% C E
146
934 GLYCORE 10% 10 GRAM 385 Rp 923.400 0,002% 99,893% C N
147
947 FUNGISTOP 81 Rp 735.750 0,002% 99,921% C N
148
963 CATGUT PLN 3/0 OM+JARUM 95 Rp 585.900 0,001% 99,944% C V
149
976 CENDO GENTAMYCIN 0.3% 14 Rp 495.450 0,001% 99,963% C E
982 PAEDRIATIC NON REBRATHING MASK (NRM anak 14 Rp 460.350 0,001% 99,969% C E
150
992 MICROBAR POWDER 175 GR 338 Rp 337.500 0,001% 99,978% C E
151
1009 SIBITAL 200 INJ 27 Rp 241.650 0,001% 99,988% C V
152
1025 SPUIT 50CC LUERLOCK 14 Rp 153.900 0,000% 99,995% C V
153
1042 INH 100/ISONIAZID 2093 Rp 67.500 0,000% 99,999% C E
1045 OBAT TB KATEGORI I DWS( FASE LANJUTAN ) 27392 Rp 56.700 0,000% 99,999% C E
1046 OBAT TB KATEGORI I DWS( FASE INTENSIF ) 21047 Rp 52.650 0,000% 99,999% C E
154
1059 ALLERON 68 Rp 12.150 0,000% 100,000% C E
1063 OBAT TB KATEGORI I ANAK (FASE INTENSIF) 4253 Rp 8.100 0,000% 100,000% C E
1064 OBAT TB KATEGORI I ANAK (FASE LANJUTAN) 4455 Rp 8.100 0,000% 100,000% C E
Rp 48.070.875.457
155
% Jumlah Obat
156
LAMPIRAN 6. PERHITUNGAN EOQ
• EOQ (Economic Order Quantity)
paling ekonomis yang harus dipesan. Metode ini menetapkan jumlah order maksimal
2 xCoxS
EOQ =
CmxV
Keterangan :
Cm = Cost of maintenance
2 x9000 x24000
EOQ =
0,15 x831
157
2. Analisis Perhitungan EOQ
Keterangan qty 1
1
harga satuan tahun total EOQ
15 ADULT NON REBREAT MASK ( NRM dewasa) Rp 24.801 2400 Rp 59.521.440 107,7619
158
17 AGAR DARAH Rp 24.500 180 Rp 4.410.000 29,6923
159
36 AMOXAN SYR FORTE Rp 24.640 120 Rp 2.956.800 24,1747
AMP BIPOLAR NO 41 Rp
41
15.400.000 12 Rp 184.800.000 0,3058
160
54 ARM SLING PROMED L Rp 39.050 588 Rp 22.961.400 42,5078
161
71 AV FISTULA NEEDLE 16 GA R32 Rp 8.768 3600 Rp 31.565.952 221,9646
162
90 BETASON N KRIM Rp 13.475 576 Rp 7.761.600 71,6205
163
109 BUSCOPAN TAB Rp 3.092 3600 Rp 11.131.392 373,7820
112 CANC LOCKING SCREW DIA 6.5 FULL ALUR 60 Rp 297.000 12 Rp 3.564.000 2,2019
113 CANC LOCKING SCREW DIA 6.5 FULL ALUR 65 Rp 297.000 12 Rp 3.564.000 2,2019
114 CANC LOCKING SCREW DIA 6.5 FULL ALUR 70 Rp 297.000 12 Rp 3.564.000 2,2019
115 CANC SCR 6.5 DIA 1/2 60MM Rp 92.304 60 Rp 5.538.240 8,8319
116 CANC SCR 6.5 DIA 1/2 65MM Rp 92.304 60 Rp 5.538.240 8,8319
117 CANC SCR 6.5 FULL LUR 60 Rp 92.304 180 Rp 16.614.720 15,2974
119 CANCELLOUS SCREW 4.0 FULL ALUR 22 Rp 92.304 180 Rp 16.614.720 15,2974
120 CANCELLOUS SCREW 6.5 FULL ALUR 70 Rp 92.304 120 Rp 11.076.480 12,4902
164
128 CATAFLAM 25MG Rp 3.108 1200 Rp 3.729.084 215,2637
165
147 CEFTAZIDIME Rp 11.718 6000 Rp 70.309.524 247,8762
166
166 CENDO TIMOL 0.25 Rp 30.195 420 Rp 12.681.900 40,8552
175 CHLORET SOD 0,9% 100ML PIGGY Rp 8.000 20640 Rp 165.126.192 556,4067
167
185 CLOBAZAM 10MG Rp 941 36000 Rp 33.858.000 2143,1989
202 CORT SCREW 3,5 DIA 20MM Rp 68.637 600 Rp 41.182.020 32,3883
203 CORT SCREW 3.5 DIA 16MM Rp 68.637 1320 Rp 90.600.444 48,0396
168
204 CORT SCREW 3.5 DIA 18MM Rp 68.637 1320 Rp 90.600.444 48,0396
207 CORT SCREW 3.5 DIA 28MM Rp 68.637 120 Rp 8.236.404 14,4845
208 CORT SCREW 3.5 DIA 32MM Rp 68.637 120 Rp 8.236.404 14,4845
209 CORT SCREW 3.5 DIA 34MM Rp 68.637 120 Rp 8.236.404 14,4845
211 CORT SCREW 4.5 DIA 40MM Rp 68.637 240 Rp 16.472.808 20,4842
169
223 CUVETTE CA54 Rp 935.000 12 Rp 11.220.000 1,2410
170
242 DIALYSER LOW FLUX HF 8 HPS Rp 151.378 4560 Rp 690.281.856 60,1232
245 DIAPER BABY BOOM/ MAMY POKO ´12 Rp 1.297 5760 Rp 7.470.953 730,0038
171
261 ECG PAPER CARDIOSUNY Rp 192.500 60 Rp 11.550.000 6,1158
172
280 ENKASARI SYR Rp 15.167 120 Rp 1.819.980 30,8133
173
299 ETT NON KINGKING NO 5.5 Rp 284.500 24 Rp 6.828.000 3,1817
174
318 FEEDING TUBE FR 5 (100 CM) Rp 15.949 180 Rp 2.870.814 36,8011
175
337 FOLAMIL Rp 1.403 3600 Rp 5.049.000 554,9967
176
356 GLIQUIDONE 30 TAB Rp 1.259 78000 Rp 98.174.928 2726,9987
370 HANDSCOEND GDM FREE POWDER 6.5 Rp 9.834 1800 Rp 17.701.200 148,2046
374 HANDSCOEND ST GDM NON POWDER 7.5 Rp 9.834 4200 Rp 41.302.800 226,3863
177
375 HANDSCOND ST 7 MAXTER Rp 3.795 1200 Rp 4.554.000 194,7939
178
394 HERBESER CD 100 ASKES Rp 4.460 30000 Rp 133.800.144 898,4286
179
413 IKAGEN CREAM 10 Rp 15.428 432 Rp 6.664.680 57,9675
423 INFUS SET SYRINGE PUMP PU300L Rp 23.958 480 Rp 11.499.840 49,0327
424 INFUS SET TER ADULT A20OLK002 Rp 8.512 9600 Rp 81.713.280 367,8879
425 INFUS SET TERUMO PAED ( ANAK ) Rp 9.459 480 Rp 4.540.464 78,0336
180
432 INTUBATION STYLET 2,0MM Rp 25.000 180 Rp 4.500.000 29,3939
181
451 K-WIRE 1.6MM Rp 138.600 180 Rp 24.948.000 12,4838
182
470 KETESSE Rp 7.480 1800 Rp 13.464.000 169,9324
183
489 LACTULAX SIRUP Rp 41.140 240 Rp 9.873.600 26,4584
184
508 LENSA IOL P23 Rp 528.000 36 Rp 19.008.000 2,8604
185
527 LMA AMBU 2.5 Rp 484.000 120 Rp 58.080.000 5,4545
186
546 MEDIXON 16 MG Rp 5.844 720 Rp 4.207.500 121,5937
187
565 MICROLAX SUPP Rp 20.006 300 Rp 6.001.866 42,4198
188
584 N2O 25 KG Rp 108 300000 Rp 32.340.000 18274,3471
593 NASAL OXY CHLID SALTER LAB Rp 5.720 120 Rp 686.400 50,1745
189
603 NEUROBION TAB 5000 Rp 2.931 3000 Rp 8.793.372 350,4565
190
622 NOVOMIX-30 FLEXPEN Rp 110.968 4200 Rp 466.065.600 67,3932
191
641 OPSITE POST-OP 25X10 CM Rp 31.350 120 Rp 3.762.000 21,4320
655 PAEDRIATIC NON REBRATHING MASK (NRM anak Rp 25.423 900 Rp 22.880.880 65,1774
192
660 PANTOZOL 40 MG Rp 15.557 1848 Rp 28.749.605 119,3924
193
679 PIRACETAM 800MG Rp 642 2400 Rp 1.541.760 669,5661
194
698 PREDNISONE Rp 202 2400 Rp 484.800 1194,0446
707 PROLACTA WITH DHA FOR MOTHE Rp 4.441 2880 Rp 12.790.800 278,9551
195
717 PROVELYN 75 MG Rp 9.133 14448 Rp 131.955.689 435,6967
196
735 RIFASTAR 4FDC Rp 5.166 5400 Rp 27.897.120 354,1642
197
754 SERETIDE DISKUS 250 Rp 122.521 4320 Rp 529.292.016 65,0469
198
773 SMALL T PLATE L3 Rp 231.944 60 Rp 13.916.664 5,5715
199
792 SPUIT TERUMO 50 CC Rp 9.095 2880 Rp 26.193.024 194,9352
200
811 SUCTION CON.TUBE Rp 37.400 24 Rp 897.600 8,7753
201
830 TERMISIL CR 10 G Rp 45.160 420 Rp 18.967.404 33,4069
844 TRANFUSI SET INFUSION PUMP TB*PU300L Rp 53.592 240 Rp 12.862.080 23,1818
202
849 TRIFED Rp 2.145 12000 Rp 25.740.000 819,3465
853 TRY WAY STOP COCK HEUER Rp 16.302 18000 Rp 293.436.000 364,0042
203
868 VALVIR TABLET Rp 12.375 3600 Rp 44.550.000 186,8397
204
887 VITAMIN K 2 mg/ ml INJ Rp 3.682 1080 Rp 3.976.552 187,6122
903 ---------------------------------------------
205
LAMPIRAN 7. % OBAT ED/RUSAK
% Obat ED/Rusak
Persentase obat expired date (ED) kedaluarsa diperoleh dari jumlah obat ED/Rusak
20.853.731
= 5.631.577.085 x 100%
= 0,37%
Persentase nilai obat kedaluarsa dan rusak sebesar 0,37%. Persentase nilai obat
yang kadaluarsa masih bisa diterima jika nilainya dibawah 1% (Satibi, 2014).
206
LAMPIRAN 8. % STOK AKHIR
Besarnya persediaan (stok akhir) dan komposisi obat yang dimiliki dapat
diketahui setelah diadakan penyetokan (stock opname) pada setiap periode, sehingga
persediaan dan permintaan, maka stock opname harus seimbang dengan permintaan
5.631.577.085
= x 100%
50.157.125.065
= 11,23 %
207
LAMPIRAN 9. TOR
Turn Over Ratio (TOR) merupakan salah satu indikator pada tahap
penyimpanan dengan tujuan untuk mengetahui berapa kali perputaran modal yang
ada dalam satu tahun. Semakin tinggi TOR berarti makin cepart perputaran
persediaan yang berarti pula pemanfaatan investasi makin tinggi atau makin efisien.
Makin rendah TOR berarti perputaran modal atau investasi makin lambat dan makin
tidak efisien..
50.157.125.065+3.601.011.462
= 5.631.577.085
=9,55x/tahun
Dari hasil diatas dapat dikatakan bahwa Turn Over Ratio RS PKU Gamping
adalah 9,55 x/tahun, nilai tersebut masih rendah dan belum sesuai standar indikator
pembanding menurut pudjaningsih (1996) yaitu ≥12 x/tahun, hal ini dapat diartikan
bahwa jumlah nilai persediaan belum efisien dan kerugian yang dapat terjadi yaitu
dan resikonya obat dapat tertumpuk dan rusak serta dibutuhkannya ruangan
Rendahnya nilai TOR menyebabkan penumpukan stok obat. Untuk dapat mencapai
tingkat perputaran yang tinggi maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan
208
LAMPIRAN 10. EVALUASI PBF
Proses pengadaan di Gudang Farmasi PKU Muhammadiyah Gamping menggunakan
metode pembelian langsung ke PBF yang sudah terdaftar menjadi rekan Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gamping. Penilaian kinerja PBF dilakukan untuk melihat kualitas PBF
dan sebagai bahan pertimbangan PBF untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
Parameter evaluasi penilaian yang disertakan meliputi kesesuaian jenis, kesesuaian
jumlah, kesesuaian harga/diskon, kesesuaian waktu kedaluwarsa, kesesuaian suhu
pengiriman, Lead time, jatuh tempo, dan informasi kekosongan. Skoring penilaian
evaluasi PBF sebagai berikut:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
Perhitungan skor = x 100 %
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Penilaian
PT. TSJ PT EPM PT. KP PT.APL PT. AMS PT. RNI PT.B PT. TK PT. DNR
TOTAL 22 26 26 27 24 25 23 26 24
SCORE
PRESENTASE 68,75 81,25 81,25 84,37 75 78,13 71,87 81,25 75
(%)
KESIMPULA Kurang Baik Baik Baik Cukup Cukup Cukup Baik Cukup
N Baik
Rekomendasi Menyarank Menyarank Menyarank Menyarank Menyarank Menyara Menyara Menyara Menyaran
an untuk an untuk an untuk an untuk an untuk nkan nkan nkan kan untuk
perbaikan perbaikan perbaikan perbaikan perbaikan untuk untuk untuk perbaikan
leadtime leadtime. dalam dalam leadtime perbaika perbaika perbaikan leadtime
dan penyampai penyampai dan n n leadtime dan
penyampai an an penyampai leadtime leadtime dan penyampai
an informasi informasi an dan dan penyamp an
209
informasi kekosonga kekosonga informasi penyamp penyamp aian informasi
kekosonga n barang. n barang. kekosonga aian aian informasi kekosonga
n barang. n barang. informas informasi kekosong n barang.
i kekosong an
kekoson an barang.
gan barang.
barang.
Hasil evaluasi 9 pemasok terdapat 4 PBF dengan nilai baik yaitu PT EPM, PT KP,
PT APL, PT TK; 4 PBF yang menunjukkan nilai cukup yaitu PT AMS, PT RNI, PT B, PT
DNR; dan 1 PBF dengan nilai yang kurang baik yaitu PT TSJ. Rekomendasi yang dapat
diberikan kepada PT TSJ untuk meningkatkan kualitas kinerjanya yaitu menyarankan
untuk perbaikan leadtime dan penyampaian informasi kekosongan barang supaya nilainya
bisa naik menjadi cukup/baik. Selain itu rekomendasi yang dapat diberikan kepada PT
EPM untuk meningkatkan kualitas kinerjanya yaitu menyarankan untuk perbaikan
leadtime supaya nilainya bisa naik menjadi sangat baik. Rekomendasi untuk PT KP dan
APL adalah menyarankan untuk perbaikan dalam penyampaian informasi kekosongan
barang supaya nilainya bisa naik menjadi sangat baik. Kemudian rekomendasi untuk PT
AMS, PT RNI, PT B dan PT DNR yaitu menyarankan untuk perbaikan leadtime dan
penyampaian informasi kekosongan barang supaya nilainya bisa naik menjadi baik.
Rekomendasi kepada PT TK yaitu menyarankan untuk perbaikan leadtime dan
penyampaian informasi kekosongan barang supaya nilainya bisa naik menjadi sangat baik.
PBF harus menjaga kualitas pelayanan dalam pendistribusian obat ke rumah sakit
agar kerjasama antara pihak PBF dengan rumah sakit tetap terjalin. Selain kualitas
pelayanan PBF juga harus memperhatikan mutu obat dan alat kesehatan yang
didistribusikan. Barang yang dikirim pemasok harus diperhatikan kesesuaian jenis,
jumlah, waktu kadaluwarsa, harga dan suhu pengiriman.
210
LAMPIRAN
PRAKTEK MANAJEMEN 2
(TELAAH RESEP, MENGUKUR DISPENSING TIME
DAN INFORMATION TIME)
211
LAMPIRAN 11. TELAAH RESEP
Form Pengkajian Resep
resep 1
Kajian Resep Ya Tidak
Telaah Administrasi
KELENGKAPAN IDENTITAS PASIEN v
NAMA DOKTER v
NOMOR SIP DOKTER v
PARAF DOKTER v
TANGGAL PERESEPAN v
Telaah Obat
DOSIS SESUAI RESEP v
JUMLAH SESUAI DENGAN RESEP v
OBAT SESUAI DENGAN RESEP v
RUTE SESUAI DENGAN RESEP v
WAKTU DAN FREKUENSI PEMBERIAN v
SESUAI DENGAN RESEP
Telaah Resep
TULISAN RESEP JELAS v
TEPAT PASIEN v
TEPAT INDIKASI v
TEPAT OBAT v
TEPAT DOSIS v
TEPAT RUTE DAN SEDIAAN v
TEPAT WAKTU DAN FREKUENSI v
ALERGI v
DUPLIKASI v
INTERAKSI OBAT v
KONTRA INDIKASI v
SARAN & REKOMENDASI : - tidak ada identitas tanggal lahir pasien , bertanya kepada pasien atau keluarga pasien
212
Resep 2
Form Pengkajian Resep
213
Resep 3
214
Form Pengkajian Resep
PROBLEM & REKOMENDASI : terdapat interaksi antara concor dan aspilet keduanya meningkatkan kalium serum. Gunakan Perhatian / Monitor.
215
Resep 4 Form Pengkajian Resep
Problem dan rekomendasi : - interaksi v-bloc dan amlodipine keduanya meningkatkan penghambatan saluran anti-hipertensi. ubah terapi / monitor
secara erat.
- candesartan dan v-bloc keduanya meningkatkan kalium serum. Gunakan Perhatian / Monitor.
- V-bloc dan aptor keduanya meningkatkan kalium serum. Gunakan Perhatian / Monitor.
- Candesartan dan Furosemide mengurangi kalium serum., hati-hati. Gunakan Perhatian / Monitor.
- RESEP TIDAK DILAYANI KARENA TIDAK TERDAPAT NAMA DOKTER
216
Form Pengkajian Resep
Resep 5
Kajian Resep Ya Tidak
Telaah Administrasi
KELENGKAPAN IDENTITAS PASIEN v
NAMA DOKTER v
NOMOR SIP DOKTER v
PARAF DOKTER v
TANGGAL PERESEPAN v
Telaah Obat
DOSIS SESUAI RESEP v
JUMLAH SESUAI DENGAN RESEP v
OBAT SESUAI DENGAN RESEP v
RUTE SESUAI DENGAN RESEP v
WAKTU DAN FREKUENSI PEMBERIAN SESUAI v
DENGAN RESEP
Telaah Resep
TULISAN RESEP JELAS v
TEPAT PASIEN v
TEPAT INDIKASI v
TEPAT OBAT v
TEPAT DOSIS v
TEPAT RUTE DAN SEDIAAN v
TEPAT WAKTU DAN FREKUENSI v
ALERGI v
DUPLIKASI v
INTERAKSI OBAT v
KONTRA INDIKASI v
PROBLEM & REKOMENDASI : terdapat interaksi SERIUS antara aptor dan ramipril. antagonisme farmakodinamik. Hindari atau Gunakan Obat
Alternatif. Pemberian bersama dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang signifikan.
- Ramipril dan furosemide. Mekanisme: sinergisme farmakodinamik. Gunakan Perhatian / Monitor. Risiko hipotensi akut,
insufisiensi ginjal.
- V-bloc dan spironolactone keduanya meningkatkan kalium serum. Ubah Terapi / Monitor secara Erat.
- spironolakton dan furosemid menurunkan kalium serum, hati-hati. Ubah Terapi / Monitor Secara Erat.
217
Resep 6
218
PROBLEM & REKOMENDASI : - Candesartan + Aptor. Meningkatkan toksisitas yang lain oleh Lainnya Gunakan Perhatian / Monitor. Dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal, terutama pada orang tua atau volume yang berkurang Pemberian bersama dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal yang signifikan.
- Bisoprolol + Amlodipine. Meningkatkan efek yang lain dengan sinergisme farmakodinamik. Gunakan Perhatian /
Monitor. Kedua obat menurunkan tekanan darah
- Candesartan + Bisoprolol keduanya meningkatkan kalium serum. Gunakan Perhatian / Monitor.
- Candesartan + Furosemide kalium serum. Efek interaksi tidak jelas, hati-hati. Gunakan Perhatian / Monitor
- Bisoprolol + Furosemide menurunkan kalium serum. , hati-hati. Gunakan Perhatian / Monitor.
- Aptor + Furosemide mengurangi kalium serum, hati-hati. Gunakan Perhatian / Monitor.
219
ALERGI v
DUPLIKASI v
Resep 7 INTERAKSI OBAT v
KONTRA INDIKASI v
220
Resep 8
Form Pengkajian Resep
PROBLEM & REKOMENDASI : - spironolakton + furosemid menurunkan kalium serum, hati-hati. Ubah Terapi / Monitor Secara Erat
221
Resep 9
Form Pengkajian Resep
PROBLEM & REKOMENDASI : - salofalk meningkatkan efek glimepiride melalui kompetisi pengikatan protein plasma. Minor / tidak Signifikan
222
Resep 10 Form Pengkajian Resep
223
PROBLEM & REKOMENDASI : - gabapentin + cetirizine. meningkatkan efek yang lain dengan sinergisme farmakodinamik. Ubah Terapi / Monitor
Secara Erat. Pemberian bersama depresan SSP dapat menyebabkan depresi pernafasan yang serius, mengancam jiwa, dan fatal. Gunakan dosis serendah
mungkin dan pantau depresi pernapasan dan sedasi.
- Gabapentin + amitriptyline. meningkatkan efek yang lain dengan sinergisme farmakodinamik. Ubah Terapi / Monitor
Secara Erat. Pemberian bersama depresan SSP dapat menyebabkan depresi pernafasan yang serius, mengancam jiwa,
dan fatal. Gunakan dosis serendah mungkin dan pantau depresi pernapasan dan sedasi
224
LAMPIRAN 11. DISPENSING TIME DAN INFORMATION TIME
Tabel I. Dispensing time obat racikan farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping
225
TIDAK
17 10,40 11,00 10,30 10,31
26 20 1 SESUAI SESUAI
18 10,45 11,10 10,40 10,43 25 3 SESUAI SESUAI
TIDAK
19 10,55 11,15 10,45 10,46
20 1 SESUAI SESUAI
TIDAK
20 11,00 11,18 10,46 10,47
18 1 SESUAI SESUAI
TIDAK
21 11,05 11,25 10,47 10,48
27 20 1 SESUAI SESUAI
TIDAK
22 11,10 11,30 10,55 10,56
20 1 SESUAI SESUAI
23 11,12 11,32 11,00 11,02 20 2 SESUAI SESUAI
TIDAK
24 11,16 11,40 11,05 11,06
24 1 SESUAI SESUAI
TIDAK
25 11,20 11,29 11,10 11,11
28 9 1 SESUAI SESUAI
26 11,22 11,30 11,16 11,18 8 2 SESUAI SESUAI
27 11,26 11,35 11,20 11,22 9 2 SESUAI SESUAI
28 11,30 11,45 11,30 11,33 15 3 SESUAI SESUAI
226
Tabel 2. Dispensing time obat non racikan farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping
227
19 08.16 08.44 08.44 08.45 00.28.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
20 08.17 08.45 08.45 08.46 00.28.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
21 10.21 10.25 11.00 11.03 00.04.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
22 10.23 10.26 10.54 10.56 00.03.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
23 11.09 11.12 11.33 11.36 00.03.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
24 11.01 11.18 11.34 11.36 00.17.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
25 25 11.11 11.18 11.35 11.38 00.07.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
26 11.14 11.18 11.37 11.38 00.04.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
27 09.33 09.35 09.42 09.45 00.02.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
28 09.38 09.39 09.44 09.47 00.01.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
29 09.39 09.46 09.48 09.50 00.07.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
30 09.42 09.46 09.52 09.55 00.04.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
31 09.42 09.46 09.55 09.56 00.04.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
32 09.45 09.46 09.57 09.58 00.01.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
26 33 09.45 09.49 09.58 10.00 00.04.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
34 09.47 09.49 09.57 10.00 00.02.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
35 09.53 09.59 10.09 10.10 00.06.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
36 09.58 09.59 10.01 10.12 00.01.00 00.11.00 SESUAI SESUAI
37 10.00 10.03 10.12 10.15 00.03.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
38 10.04 10.09 10.29 10.31 00.05.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
39 10.05 10.09 10.31 10.33 00.04.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
40 10.06 10.10 10.34 10.36 00.04.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
27 41 10.06 10.11 10.36 10.39 00.05.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
42 10.08 10.15 10.39 10.42 00.07.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
43 10.09 10.15 10.43 10.43 00.06.00 00.00.00 SESUAI TIDAK SESUAI
44 10.10 10.25 10.25 10.27 00.15.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
45 10.15 10.29 10.29 10.30 00.14.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
228
46 10.15 10.31 10.31 10.33 00.16.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
47 10.17 10.33 10.33 10.34 00.16.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
48 10.54 11.15 11.15 11.17 00.21.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
TIDAK
49 11.22 12.00 12.00 12.04 00.38.00 00.04.00 SESUAI
28 SESUAI
50 11.40 12.03 12.03 12.06 00.23.00 00.03.00 SESUAI SESUAI
51 11.38 12.06 12.06 12.08 00.28.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
52 11.39 12.08 12.08 12.10 00.29.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
53 11.44 12.11 12.11 12.12 00.27.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
54 09.10 09.18 09.18 09.20 00.08.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
55 09.12 09.20 09.20 09.22 00.08.00 00.02.00 SESUAI SESUAI
56 09.13 09.26 09.26 09.27 00.13.00 00.01.00 SESUAI TIDAK SESUAI
TOTAL 777 MENIT 119 MENIT
229
Didapatkan data hasil evaluasi kualitas pelayanan farmasi rawat jalan yang meliputi dispensing time dan information time, diperoleh hasil rata-rata waktu
yang dibutuhkan untuk dispensing time resep non racikan adalah 14 menit dan untuk resep racikan adalah 26 menit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
dispensing time obat non racikan sudah memenuhi standar pelayanan RS PKU Muhammadiyah Gamping yaitu antara 10-30 menit dan untuk obat racikan telah
memenuhi syarat yaitu antara 30-60.
Untuk hasil evaluasi information time, diperoleh hasil rata-rata information time resep non racikan yaitu 2 menit dan rata-rata information time resep racikan
yaitu 2 menit. Hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan standar yang berlaku di RS PKU Muhammadiyah Gamping, yaitu selama >2 menit untuk information
time bagi resep non racikan dan resep racikan.
230