Anda di halaman 1dari 149

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

INDUSTRI FARMASI

di

LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT


JALAN GUDANG UTARA NOMOR 25-26 BANDUNG

Disusun oleh:

Radika Rani, S.Farm. 213202104


Almira Zain, S.Farm. 213202134
Rifqah Mawaddah, S.Farm. 213202154

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI


IN DUSTRI FARMASI

di

LEMBAGA FARMASI PUSKESAD


BANDUNG

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara Medan

Disusun oleh:
Radika Rani, S.Farm. (2132021040
Almira Zain, S.Farm. (213202134)
Rifqah Mawaddah, S.Farm. (213202154)

Pembimbing,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. Drs. Karna Awangga, Apt., M.MRS.
NIP 195707231986012001 NRP 11960001681166
Staff Pengajar Fakultas Farmasi Wakil Kepala Lafi Puskesad
Universitas Sumatera Utara Bandung
Medan

Medan, 12 Desember 2022


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Ketua PSPA,

Dadang Irfan Husori, S.Si., M.Sc., Apt


NIP 1982041120122100
KATAPENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI

Puskesad) Bandung.

Pelaksanaan PKPA di Lafi Puskesad ini berlangsung mulai tanggal tanggal

09 Januari sampai dengan 28 Februari 2023. Laporan ini merupakan hasil PKPA

yang kami laksanakan di Lafi Puskesad sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara agar setiap calon Apoteker dapat meningkatkan

kompetensi dan menambah pengalaman serta pengetahuan dalam bidang industri

farmasi. Selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA, penulis banyak

mendapat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima

kasih kepada :

1. Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. selaku Dekan dari Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Kolonel Ckm Djoko Erwiyanto, S.Si., Apt., selaku Kepala Lembaga Farmasi
Pusat Kesehatan Angkatan Darat.
3. Letnan Kolonel Ckm Drs. Karna Awangga, Apt., M.MRS, selaku Wakil
Kepala Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat.
4. Letnan Kolonel Ckm Drs. Karna Awangga, Apt., M.MRS, selaku Pembimbing
Praktik Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan
Darat.
5. Bapak Dadang Irfan Husori, S.Si.,M.Sc., Apt, selaku Kepala Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

ii
6. Ibu Prof. Dr. Masfria., M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Praktek Kerja
Profesi Apoteker dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh Apoteker, Staf dan Karyawan Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan
Angkatan Darat serta semua pihak yang telah membantu selama Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat dalam
penyelesaian laporan ini.
8. Teman-teman Apoteker 34 Universitas Sumatera Utara yang selalu mendukung
dan membantu dalam segala aspek pembelajaran, serta semua pihak yang telah
membantu sehingga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri ini
dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak

terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan

pengalaman yang diperoleh selama menjalani Praktik Kerja Profesi Apoteker ini

dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang

memerlukan.

Bandung, Februari 2023

Penulis

Magdalena Sitorus

iii
RINGKASAN

Sesuai standar kompetensi apoteker yang berlaku di Indonesia, standar


kompetensi yang berhubungan di bidang industri adalah mampu memformulasi
dan memproduksi sediaan farmasi sesuai standar yang berlaku dimana di dalam
poin tersebut melibatkan persiapan pembuatan/produksi obat termasuk
memastikan jaminan mutu dalam pembuatan sediaan, mempunyai keterampilan
organisasi dan mampu membangun hubungan interpersonal dalam melakukan
praktik kefarmasian serta mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terkini. Untuk menghasilkan calon apoteker yang berkemampuan
sesuai dengan standar kompetensi apoteker Indonesia, PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara membekali calon apoteker dengan melakukan praktik
kerja profesi di industri.
Tujuan praktik kerja profesi apoteker di industri adalah untuk meningkatkan
pemahaman penulis tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab apoteker
dalam industri farmasi. Selain itu, juga memberi kesempatan kepada penulis untuk
mempelajari prinsip CPOB dan membandingkan penerapannya secara langsung di
industri farmasi sesuai kaidah-kaidah profesi yang berlaku.
Telah dilakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga
Farmasi Puskesad yang dilaksanakan pada tanggal 09 Januari sampai 28 Februari
2023 dengan jam efektif 7 jam/hari dan kemudian dilakukan observasi dan
simulasi ke masing-masing bidang pekerjaan kefarmasian di Industri.
Setelah melakukan kegiatan PKPA di Lembaga Farmasi Puskesad maka
penulis telah melihat secara langsung kegiatan yang dilakukan di Lembaga
Farmasi Puskesad, seperti proses produksi obat, memahami peranan dan tanggung
jawab tiap departemen serta kaitannya dalam pembuatan obat yang memenuhi
aspek CPOB sehingga menghasilkan mutu obat yang memenuhi standar. Selain
itu, mengetahui pentingnya sistem pengelolaan air, sistem tata udara dan
pengelolaan limbah industri dalam memproduksi obat agar sesuai dengan aspek
CPOB dan menghasilkan produk dengan mutu yang selalu terjamin dari waktu ke
waktu dan dapat diterima oleh masyarakat.
Setelah mengikuti kegiatan praktik kerja profesi apoteker ini, penulis telah
memahami peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab apoteker dalam industri
farmasi secara baik.

iv
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
RINGKASAN ............................................................................................ iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Kegiatan ................................................................................... 3
1.3 Manfaat Kegiatan ................................................................................. 3
1.4 Pelaksanaan Kegiatan ........................................................................... 3
BAB II TINJAUAN UMUM ..................................................................... 4
2.1 Industri Farmasi ................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ............................................................... 4
2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi .............................................................. 5
2.1.3 Izin Usaha Industri Farmasi ............................................................... 5
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ........................................... 7
2.2.1 Sistem Mutu Industri Farmasi ........................................................... 7
2.2.2 Personalia .......................................................................................... 10
2.2.3Bangunan dan Fasilitas ...................................................................... 12
2.2.4 Peralatan ............................................................................................ 19
2.2.5 Sanitasi dan Higiene .......................................................................... 19
2.2.6 Produksi ............................................................................................ 20
2.2.7 Pengawasan Mutu ............................................................................. 31
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ........................................................... 34
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk
dan Produk Kembalian .................................................................... 35
2.2.10 Dokumentasi ................................................................................... 37
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ............................... 38
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi .................................................................. 39
2.3 Pengolahan Limbah .............................................................................. 39
2.4 Kompetensi Apoteker di Industri Farmasi ........................................... 41
BAB III TINJAUAN KHUSUS LAFI PUSKESAD ................................. 43
3.1 Sejarah .................................................................................................. 43
3.2 Lokasi ................................................................................................... 45
3.3 Visi dan Misi ........................................................................................ 46
3.3.1 Visi .................................................................................................... 46
3.3.2 Misi ................................................................................................... 46
3.4 Personalia ............................................................................................. 46
3.4.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Puskesad ....................... 46
3.4.2 Struktur Organisasi Lafi Puskesad .................................................... 48
3.4.3 Sertifikat CPOB ................................................................................. 52
3.4.4 Produk Lafi Puskesad ......................................................................... 53
3.5 Kegiatan Lafi Puskesad ........................................................................ 54
3.5.1 Kegiatan Bagian Adminstrasi dan Logistik ....................................... 54

v
3.5.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu) .......................... 56
3.5.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang) ..... 58
3.5.4 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan) ............................... 59
3.5.5 Kegiatan Instalasi Produksi ............................................................... 61
3.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Instalhar dan
Sisjang)........................................................................................................ 78
3.7 Proses Pengolahan Limbah ................................................................... 89
3.8 Pengelolaan Dokumen .......................................................................... 95
3.9 Kualifikasi Operasional Pengolahan Udara Bertekanan ....................... 96
3.10 Kualifikasi Instalasi Mesin Produksi Rungan Non Betalaktam ........ 100
3.11 Kualifikasi Operasional Mesin Produksi Ruangan Non B-laktam .... 101
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 102
4.1 Sistem Mutu Industri Farmasi .............................................................. 104
4.2 Personalia ............................................................................................. 105
4.3 Bangunan dan Fasilitas ........................................................................ 106
4.4 Peralatan ............................................................................................... 107
4.5 Sanitasi dan Higiene ............................................................................. 108
4.6 Produksi ............................................................................................... 110
4.7 Pengawasan Mutu ................................................................................ 112
4.8 Inspeksi Diri ......................................................................................... 113
4.9 Penananan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk
dan Produk Kembalian ........................................................................ 114
4.10 Dokumentasi ...................................................................................... 114
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak .................................. 115
4.12 Kualifikasi dan Validasi ..................................................................... 116
4.13 Penanganan Limbah ........................................................................... 116
4.14 Kompetensi Apoteker ........................................................................ 117
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 118
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 118
5.2 Saran ..................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 120

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
3.1 Daftar Produk Lafi Puskesad .......................................................... 53
3.2 Persyaratan Jumlah Partikel Ruangan Berdasarkan CPOB ............ 98

vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1 Alur Proses Carbon Filter ............................................................... 81
3.2 Alur Proses Kation-Anion Exchanger ............................................. 83
3.3 Sistem HVAC di Lafi Puskesad ...................................................... 85
3.4 Alur Pengolahan Air Limbah .......................................................... 92
3.5 IPAL di Lafi Puskesad .................................................................... 95
3.6 Dew Point Meter ............................................................................. 98
3.7 Particle Counter .............................................................................. 99
3.8 Oil Vapor Sensor ............................................................................. 99
3.9 Data Logger .................................................................................... 99

viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Maket Lafi Puskesad ....................................................................... 121
2 Struktur Organisasi Lafi Puskesad .................................................. 122
3 Alur Penerimaan dan Pengeluaran Barang ...................................... 123
4 Alur Personil di Fasilitas Produksi Non-Beta Laktam ................... 124
5 Alur Material Bahan Baku Obat di Fasilitas Produksi
Non-Beta Laktam ............................................................................ 125
6 Denah Ruang Fasilitas Produksi ..................................................... 126
7 Alur Proses Produksi ...................................................................... 129
8 Alur Sistem Pengawasan Mutu ....................................................... 132
9 Struktur Organisasi Pemastian Mutu .............................................. 133
10 Alur Sistem Pengolahan Air ........................................................... 134
11 Alur Pengolahan Limbah ................................................................. 135
12 Alur Sistem Tata Udara ................................................................... 136
13 Contoh Alur Dokumentasi di Lafi Puskesad .................................. 137

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang penting, dan merupakan

hak asasi bagi setiap manusia yang menjadi salah satu unsur kesejahteraan yang

harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Kesehatan menurut

Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat,

baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan

salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas

dalam pembangunan nasional suatu bangsa (Presiden RI, 2009).

Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, memiliki peran strategis

dalam usaha pelayanan kesehatan kepada masyarakat tersebut. Seiring dengan

meningkatnya pendidikan dan tingkat kesadaran masyarakat akan arti pentingnya

kesehatan, maka industri farmasi dituntut untuk menyediakan obat dalam jenis,

jumlah dan kualitas yang memadai (Priyambodo, 2007).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 tahun

2018 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah

perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan

produksi atau pemanfaatan sumber daya produksi, penyaluran obat, bahan obat,

dan fitofarmaka, melaksanakan pendidikan dan pelatihan, dan/atau penelitian dan

pengembangan. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan

1
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah

mewajibkan seluruh Industri Farmasi menerapkan Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB) dalam seluruh aspek kegiatannya. Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Badan

POM RI, 2018).

Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk

akhir saja, melainkan harus dibentuk kedalam produk selama keseluruhan proses

pembuatan. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai

dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam

dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan

penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen

bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu,

yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam

perusahaan, para pemasok dan para distributor (Badan POM RI, 2018).

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

merupakan salah satu Industri Farmasi yang ada di Indonesia dengan sifat non

profit, dimana Lafi Ditkesad memproduksi obat untuk memenuhi kebutuhan

prajurit, PNS TNI AD beserta seluruh keluarganya. Lafi Ditkesad adalah lembaga

produksi yang bernaung di bawah Direktorat Kesehatan Angkatan Darat

(Ditkesad) yang telah memperoleh sertifikat CPOB.

Mengingat peran Apoteker di Industri Farmasi cukup besar, dimulai dari

segi perencanaan produksi, proses produksi, pengawasan mutu, dan pengelolaan

manajemen industri farmasi, maka Universitas Sumatera Utara sebagai salah satu

perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga kerja Apoteker, mengadakan kerja

2
sama dalam bentuk Praktik Kerja Profesi Apoteker dengan Lafi Ditkesad. Praktik

Kerja Profesi Apoteker ini dilaksanakan pada tanggal 04 Juli 2022 sampai dengan

12 Agustus 2022.

1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilakukan di Lafi Ditkesad

bertujuan untuk :

1. Memahami fungsi dan peran serta tanggung jawab Apoteker di industri

farmasi.

2. Mengetahui perencanaan dan pelaksanaan produksi sediaan farmasi secara

umum di institusi pemerintah yang merupakan perusahaan non profit oriented.

3. Melihat dan memahami bagaimana penerapan CPOB dalam industri farmasi,

khususnya di Lafi Puskesad.

1.3 Manfaat Praktik Kerja Profesi Apoteker

Praktik Kerja Profesi di industri farmasi ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan praktis kepada calon apoteker tentang pekerjaan kefarmasian di

industri melalui penerapan CPOB.

1.4 Pelaksanaan Kegiatan

Dilaksanakan PKPA industri di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan

Angkatan Darat (Lafi Puskesad) pada tanggal 04 Juli sampai 12 Agustus 2022

dimulai pukul 09.00 – 15.00 wib setiap Senin – Jumat.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian industri farmasi

Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi

industri farmasi adalah pembuatan obat/bahan obat, pendidikan & pelatihan dan

penelitian & pengembangan. Untuk menghasilkan produk obat berkualitas,

mempunyai efikasi yang baik, bermutu dan aman serta konsisten maka dibutuhkan

suatu pedoman bagi industri farmasi tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB) (Badan POM RI, 2018).

Industri farmasi memiliki ciri yang spesifik, diantaranya:

a. Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti registrasi,

Cara Pembuatan Obat yang Baik, distribusi dan perdagangan produk yang

dihasilkan, dan lain-lain) karena menyangkut jiwa (nyawa) manusia.

b. Industri farmasi selain menghasilkan obat untuk penderita, juga merupakan

suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh keuntungan (profit). Jadi

tidak hanya aspek sosial namun juga aspek ekonomi (bisnis).

c. Industri farmasi adalah salah satu industri beresiko tinggi, karena bukan tidak

mungkin bila terbukti bahwa terjadi permasalahan yang tidak diinginkan

karena penggunaan obat, industri farmasi dituntut dan membayar ganti rugi

yang sangat besar.

d. Industri farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi,

karena masa ekonomis produk atau usia hidup obat relatif singkat (kurang

4
lebih 10 - 25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang

lebih baik, lebih aman dan lebih efektif.

2.1.2 Persyaratan industri farmasi

Industri Farmasi wajib memperoleh izin usaha dalam melaksanakan

kegiatannya. Oleh karena itu, industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 26 tahun 2018 untuk memperoleh izin

mendirikan Industri Farmasi, suatu usaha Industri Farmasi wajib memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. Industri Farmasi dan Industri Farmasi Bahan Obat diselenggarakan oleh

Pelaku Usaha nonperseorangan berupa perseroan terbatas.

2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi

pemohon Izin Usaha Industri Farmasi dan Izin Usaha Industri Farmasi

Bahan Obat milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

3. Persyaratan untuk memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi dan Izin

Usaha Industri Farmasi Bahan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

ayat (1) huruf a dan huruf b yaitu Sertifikat Produksi Industri Farmasi

atau Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat.

2.1.3 Izin usaha industri farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan yaitu:

5
1. Industri farmasi diselenggarakan oleh pelaku usaha non perseorangan

berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Dikecualikan bagi industri

farmasi milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia;

2. Rencana produksi industry farmasi yang meliputi informasi terkait jenis

dan/atau jumlah produk yang akan diproduksi dalam kurun waktu 5 (lima)

tahun ked pean, reancana pengembangan produk dan/atau rencana

kegiatan ekspor dan impor dari industry farmasi;

3. Data apoteker penanggung jawab produksi, pemastian mutu, dan

pengawasan mutu yang meliputi STRA, Ijazah, Surat pernyataan sanggup

bekerja penuh waktu, surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker

penanggung jawan dari pimpinan perusahaan, dan KTP;

4. Data Lokasi industry farmasi;

5. Pembayaran PNBP;

6. Rekomendasi dari BAPETEN bagi industri farmasi yang akan melakukan

pembuatan obat radiofarmaka.

Persyaratan khusus usaha yang harus dipenuhi industri farmasi sebagai berikut:

1. Industri farmasi memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk dapat

melaksanakan pembuatan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan

obat yang wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB);

2. Industri farmasi memiliki prosedur pembuatan, penyimpanan, dan

penyaluran obat atau bahan obat;

6
3. Industri farmasi dalam melakukan kegiatan proses pembuatan obat atau

bahan obat harus menerapkan standar CPOB yang diterapkan oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM);

4. Industri farmasi dalam memproduksi obat atau bahan obat sesuai standar

farmakope Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atau standar

lainnya;

5. Obat yang diproduksi dan diedarkan industry farmasi harus memiliki izin

edar dari BPOM;

6. Industri farmasi harus melakukan farmakovigilans sesuai dengan pedoman

yang diterbitkan BPOM;

7. Apoteker di industry farmasi memiliki SIPA yang diterbitkan oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota;

8. Industri farmasi memiliki prosedur keselamatan dan kesehatan kerja;

9. Industri Farmasi memiliki prosedur pengolahan limbah sesuai UKP-UPL;

10. Dalam hal industry farmasi akan membuat obat yang termasuk dalam

golongan narkotika harus memiliki izin khusus untuk memproduksi

narkotika dari Kementerian Kesehatan;

11. Dalam hal industry farmasi akan membuat produk obat derivat plasma,

harus memiliki penugasan khusus dan izin produksi berupa penetapan

sebagai fasilitas fraksionasi plasma dari Kementerian Kesehatan;

12. Dalam hal fasilitas fraksionasi plasma, penyediaan bahan baku plasma

harus memiliki izin khusus Pusat Plasmapheresis dari Kementerian

Kesehatan.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

7
2.2.1 Sistem Mutu Industri Farmasi

Sebuah Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai

dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam

dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan

penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen

Mutu bertanggung jawab untuk mencapai tujuan melalui suatu “kebijakan mutu”,

yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua

departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk

mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan

Manajemen Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar

serta menginkorporasi. Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan

Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan

dimonitor efektivitasnya.

Unsur dasar Manajemen Mutu adalah:

1. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur

organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.

2. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat

kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang

dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu.

Pemastian Mutu merupakan konsep luas yang mencakup semua hal baik

secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat

yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat

dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai

dengan tujuan pemakainnya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB

8
ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan

pengembangan produk.

Berdasarkan Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman (PPOP) CPOB

(2012), Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan

pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,

dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang

diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan

tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok

sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi

hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah

independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia

untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan

secara efektif dan dapat diandalkan.

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara

lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan

mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan

kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat

aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang

terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan

lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan

prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki

akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila

diperlukan.

Pengkajian Mutu Produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap

semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan

9
konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan

produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan

untuk produk.

Manajemen Risiko Mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan

penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini

dapat diaplikasikan secara prospektif maupun retrospektif. Manajemen Risiko

Mutu hendaklah memastikan bahwa evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan

berdasarkan pengetahuan secara ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada

akhirnya terkait pada perlindungan pasien, tingkat usaha, formalitas dan

dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko.

Manajemen Risiko Mutu hendaklah memastikan bahwa:

1. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara

ilmiah pengalaman dengan proses dan akhirnya terkait pada perlindungan pasien.

2. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko

mutu sepadan dengan tingkat risiko.

2.2.2 Personalia

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aspek personalia adalah :

1. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung Jawab

Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga

bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin

oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang

lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang

memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.

Hendaklah personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi

yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan

10
tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau

finansial.

a. Kepala bagian Produksi hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan

terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman

praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan

manajerial

b. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang Apoteker terkualifikasi

dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang

memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk

melaksanakan tugasnya secara profesional.

c. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang

Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang

sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan

manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara

profesional.

d. Masing-masing kepala bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Manajemen

Mutu (Pemastian Mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam

menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan

peraturan Badan POM mencakup:

- Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen

- Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat

- Higiene pabrik

- Validasi proses

- Pelatihan

- Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan

11
- Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak

- Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk

- Penyimpanan catatan

- Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB

- Inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel

- Pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk

2. Pelatihan

a. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang

karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan

atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas

kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada

mutu produk.

b. Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru

hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan

berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya

hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang

disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan hendaklah

disimpan.

c. Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area

dimana pencemaran merupakan bahaya, misalnya area bersih atau area

penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitif.

d. Pengunjung atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak

masuk ke area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat

dihindarkan, hendaklah mereka diberi penjelasan lebih dahulu, terutama

12
mengenai higiene perorangan dan pakaian pelindung yang dipersyaratkan

serta diawasi dengan ketat.

e. Konsep Pemastian Mutu dan semua tindakan yang tepat untuk meningkatkan

pemahaman dan penerapannya hendaklah dibahas secara mendalam selama

pelatihan.

f. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,

konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat

dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan

desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi

kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan

pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan

pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat

menurunkan mutu obat. Ada beberapa persyaratan, seperti:

1. Letak bangunan hendaklah diperhatikan untuk menghindari pencemaran dari

dan ke lingkungan di sekitarnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air

serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan

tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap

pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi,

dilengkapi dan dirawat dengan tepat, dibersihkan dan didesinfeksi sesuai

dengan prosedur yang tertulis, serta catatan pembersihan dan desinfeksi

hendaklah disimpan.

2. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan

dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap

13
pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang

serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah

tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.

3. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan

bila perlu didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan

disinfeksi hendaklah disimpan.

4. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area

penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat

dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara

teratur dan diperbaiki dimana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan dan

fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak

memengaruhi mutu obat.

5. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah

tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung

maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan

penyimpanan, atau terhadap ketepatan / ketelitian fungsi dari peralatan.

6. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :

- Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di

dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.

- Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi

personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau

produk selain yang sedang diproses.

7. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang tidak

berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area

14
pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil

yang tidak bekerja di area tersebut.

Area yang diatur dalam CPOB, meliputi:

a) Area penimbangan

Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara

penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain

khusus. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.

b) Area produksi

Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi

pencemaran silang, suatu sarana khusus dan self-contained harus disediakan untuk

produksi obat tertentu seperti:

- Produk antibiotika tertentu (misalnya Penisilin), produk hormon seks, produk

sitotoksik, produk dengan bahan aktif berpotensi tinggi, produk biologi

sebaiknya diproduksi di bangunan terpisah.

- Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk

memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan

antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan

menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan.

- Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam

proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan

bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga dapat

memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk obat atau komponen obat

yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewat

atau salah melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan.

15
- Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana

terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk

ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak dan

sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memungkinkan

pelaksanaan pembersihan (bila perlu desinfeksi) yang mudah dan efektif.

- Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air,

permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien

apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area

pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.

- Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding

tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup untuk

memudahkan pembersihan menyeluruh.

- Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah

dihindarkan. Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan jadwal

pembersihan instalasi tersebut hendaklah dibuat dan diikuti.

- Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah

dipasang sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran terhadap produk.

- Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, didesain dan dilengkapi bak

kontrol untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin saluran terbuka dicegah

tetapi bila perlu hendaklah dangkal untuk memudahkan pembersihan dan

disinfeksi.

- Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan sistem

pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat

mencegah pencemaran dan pencemaran silang, serta dilengkapi dengan sistem

16
pengendalian suhu dan kelembaban udara sesuai dengan kebutuhan produk

yang diproses.

- Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan

herbisida tidak boleh dibuat di fasilitas pembuatan produk obat

c) Area penyimpanan

- Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk

menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti

bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk

jadi, produk dalam status karantina, produk yang diluluskan, produk yang

ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.

- Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin

kondisi penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih,

kering dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu

yang ditetapkan.

- Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu, kelembaban) dibutuhkan,

kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan, dipantau dan dicatat di

mana diperlukan.

- Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotik, obat berbahaya

lain, dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi terhadap

penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan hendaklah disimpan di area yang

terjamin keamanannya. Obat narkotika dan obat berbahaya lain hendaklah

disimpan dalam tempat terkunci.

- Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan

perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan hendaklah

didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan

17
pembersihan wadah barang bila perlu sebelum dipindahkan ke tempat

penyimpanan.

- Apabila status karantina dipastikan dengan cara penyimpanan di area terpisah,

maka area tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas.

- Hendaklah disediakan area terpisah dengan lingkungan yang terkendali untuk

pengambilan sampel bahan awal. Apabila kegiatan tersebut dilakukan di area

penyimpanan, maka pengambilan sampel hendaklah dilakukan sedemikian

rupa untuk mencegah pencemaran atau pencemaran silang. Prosedur

pembersihan yang memadai bagi ruang pengambilan sampel hendaklah

tersedia.

- Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan

dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan.

- Bahan pengemas dan bahan label hendaklah disimpan di tempat terkunci.

d) Area pengawasan mutu

- Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area

pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu

dengan yang lain.

- Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan

yang dilakukan. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang

memadai untuk sampel, baku pembanding (bila perlu dengan kondisi suhu

terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan.

- Suatu ruangan yang terpisah mungkin diperlukan untuk memberi perlindungan

instrumen terhadap gangguan listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan dan

gangguan lain, atau bila perlu untuk mengisolasi instrument.

18
- Desain laboratorium hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan konstruksi

yang dipakai, ventilasi dan pencegahan terhadap asap. Pasokan udara ke

laboratorium hendaklah dipisahkan dari pasokan ke area produksi. Hendaklah

dipasang unit pengendali udara yang terpisah untuk masing-masing

laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotop.

e) Sarana Pendukung

- Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan

laboratorium pengawasan mutu.

- Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah

disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak boleh

berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang

ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun

letaknya terpisah.

- Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah

dari area produksi. Apabila suku cadang, aksesoris mesin dan perkakas

bengkel disimpan di area produksi, hendaklah disediakan ruangan atau

lemari khusus untuk penyimpanan alat tersebut.

- Sarana pemeliharaan hewan hendaklah diisolasi dengan baik terhadap area

lain dan dilengkapi pintu masuk terpisah (akses hewan) serta unit

pengendali udara yang terpisah.

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan

untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah

19
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya

berdampak buruk pada mutu produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi harus diterapkan pada setiap aspek

produksi obat.Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan,

peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan

desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.

Sumber pencemaran potensial harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi

dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

1. Higiene Perorangan

2. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas

3. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan

a. Inspeksi harus disimpan.

4. Validasi dan Kehandalan Produk

Prosedur Sanitasi dan Higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk

memastikan prosedur yang disusun cukup efektif dan selalu memenuhi

persyaratan.

2.2.6 Produksi

Dalam Industri Farmasi, produksi harus dilakukan mengikuti prosedur yang

telah ditetapkan serta sesuai dengan ketentuan dari CPOB untuk menjamin produk

yang bermutu, serta dilakukan dan diawasi oleh personel yang terlatih dan

terkualifikasi. Produksi dimulai dengan pemilihan bahan baku sampai proses

produksi yang akan menghasilkan produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.

a. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,

pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,

20
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau

instruksi tertulis dan bila perlu dicatat atau didokumentasikan.

b. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap

mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian

Pengawasan Mutu.

c. Tiap tahap dalam pengolahan, baik produk maupun bahan hendaklah

dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau pencemaran lain.

d. Selama proses pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau

mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label

atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada)

dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan

tahapan dalam setiap proses produksi.

e. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sebaiknya dihindarkan. Bila

terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala

bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.

f. Sistem penomoran bets/lot

Sistem ini digunakan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara,

produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot

yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling

berkaitan. Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot

yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera

dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal

pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.

Proses produksi antara lain:

A. Bahan Awal

21
Bahan awal atau bahan baku dimulai dari pembelian. Pembelian merupakan

suatu aktivitas dimana memerlukan personel yang memiliki pengetahuan

mengenai supplier/pemasok. Pembelian berawal dari pemasok yang disetujui dan

memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan berasal dari produsen

langsung.

Pembelian bahan awal yang menyangkut semua pemasukan, pengeluaran

dan sisa bahan harus dicatat. Setiap bahan awal harus memenuhi spesifikasi dan

diberi label sesuai dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi sebelum

dinyatakan lulus untuk digunakan. Untuk setiap kiriman atau bets harus diberi

nomor kiriman yang menunjukkan identitas yang jelas. Pada tiap penerimaan

bahan awal, dilakukan permeriksaan secara visual tentang kondisi umum,

keutuhan wadah dan segelnya, kemungkinan adanya kerusakan bahan, kesesuaian

catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Dilakukan pengambilan sampel

bahan awal untuk pengujian apakah sesuai dengan spesifikasinya oleh bagian

Pengawasan Mutu.

Kiriman bahan awal harus dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk

dipakai oleh Kepala Bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal yang diterima dan

disimpan di area penyimpanan diberi label yang jelas. Label dipasang oleh

petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab pengawasan mutu. Label harus

setidaknya berisi nama bahan (bila perlu nomor kode bahan), nomor bets/ kontrol

yang diberikan pada saat penerimaan bahan, status bahan (misal: karantina,

sedang diuji, diluluskan, ditolak), tanggal kadaluarsa/tanggal uji ulang bila

diperlukan.

Pemeriksaan persediaan bahan awal harus selalu diperiksa secara berkala

untuk meyakinkan bahwa wadah tertutup rapat dan diberi label dengan benar dan

22
dalam kondisi yang baik. Bahan awal, khususnya yang dapat rusak karena paparan

panas, hendaknya proses penyimpanan dikendalikan suhunya secara ketat, untuk

bahan yang peka terhadap kelembabapan maupun cahaya, disimpan dengan

kondisi yang tepat. Penyerahan bahan awal dilakukan oleh personel yang

berwenang dan catatan mengenai persediaan bahan disimpan dengan baik agar

rekonsiliasi persediaan dapat dilakukan. Setiap bahan dilakukan penimbangan dan

diperiksa serta hasil penimbangan tersebut dicatat kembali.Semua bahan awal

yang ditolak diberi penandaan yang mencolok, ditempatkan terpisah, dan bisa

dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasoknya.

B. Validasi Proses

Validasi proses dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan CPOB dan

dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Hasil validasi dan kesimpulannya

dicatat sebagai dokumentasi. Untuk formula pembuatan atau metode preparasi

baru diterapkan, hendaknya mengambil langkah untuk membuktikan apakah

prosedur baru tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi yang rutin. Untuk

perubahan yang signifikan juga perlu divalidasi. Menurut CPOB, perlu dilakukan

re-validasi secara periodik untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap.

C. Pencegahan Pencemaran silang

Resiko pencemaran pasti bisa terjadi dan bisa didapat dari pencemaran

bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain dimana pencemaran ini harus

dihindarkan. Pencemaran silang ini diperoleh akibat tidak terkendalinya debu, gas,

uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari

sisa-sisa bahan yang tertinggal pada alat serta dari pakaian kerja operator.

Pencemaran yang berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitivitas

kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan

23
sitotoksik, dan bahan berpotensi tinggi. Produk sediaan parenteral, sediaan dengan

dosis besar, sediaan yang diberikan dalam jangka waktu panjang berpotensi

terpengaruh oleh pencemaran. Dalam menghindarkan pencemaran silang ini,

dapat dilakukan:

- Produksi di dalam gedung terpisah (bagi produk seperti betalaktam, nonbeta

laktam, hormon, vaksin hidup, sediaan yang mengandung bakteri hidup, dan

produk biologi lainya serta produk darah).

- Tersedianya ruang penyangga udara dan penghisap udara.

- Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang

disirkulasi ulang atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang

diolah secara tidak memadai.

- Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana produk tersebut

berisiko tinggi terhadap pencemaran silang.

- Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti

efektif.

- Menggunakan sistem self-contained.

- Pengujian residu dan menggunakan label status kebersihan pada alat.

- Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektivitasnya

diperiksa secara berkala sesuai prosedur yang ditetapkan.

D. Sistem Penomoran Bets/Lot

Sistem penomoran bertujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk

antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran

selanjutnya harus saling berkaitan. Sistem penomoran harus menjamin bahwa

nomor tidak digunakan secara berulang. Alokasi nomor bets/lot segera dicatat

24
dalam suatu buku log. Catatan tersebut mencakup tanggal pemberian nomor,

identitas produk dan kuran bets/lot yang bersangkutan.

E. Penimbangan/Penyerahan

`Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan

produk tercakup dalam prosedur tertulis. Semua pengeluaran bahan dan produk

didokumentasikan. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk

ruahan yang boleh diserahkan apabila telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu.

Untuk menghindarkan terjadinya ketercampuran, pencemaran silang, hilangnya

identitas, maka bahan dan produk yang terkait dari satu bets/lot saja yang boleh

ditempatkan dalam area penyerahan. Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap

wadah bahan awal diperiksa kebenaran dari penandaannya, termasuk label

pelulusan dari Pengawasan Mutu. Setelah penimbangan, penyerahan, dan

penandaan, bahan dan produk-produk tersebut diangkut dan disimpan dengan

benar sehingga terjamin keutuhannya sampai pengolahan berikutnya.

F. Pengembalian

Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan

yang dikembalikan ke tempat penyimpanan harus didokumentasikan dengan baik

dan direkonsiliasi. Semua bahan yang diperlukan untuk proses produksi tidak

boleh dikembalikan ke gudang, kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang telah

ditetapkan.

G. Pengolahan Produk Antara dan Produk Ruahan

Semua bahan dan peralatan yang akan digunakan harus diperiksa terlebih

dahulu sebelum digunakan. Peralatan hendaknya dinyatakan bersih secara tertulis

sebelum digunakan. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan, semua

kegiatan pengolahan harus mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan

25
penyimpangan yang terjadi wajib dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Wadah

dan penutup untuk bahan dan produk harus selalu bersih dan terbuat dari bahan

yang tepat, kemudian wadah dan peralatan yang berisi bahan dan produk harus

diberi label yang tepat. Semua produk diberi label yang tepat yang menunjukkan

tahap pengolahan. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat dengan akurat.

Hasil sesungguhnya dari tahap pengolahan, harus dicatat dan disesuaikan dengan

hasil teoritis.

H. Bahan dan Produk Kering

Masalah debu dan pencemaran silang adalah masalah yang terjadi saat

proses produksi terjadi. Penggunaan sistem penghisap udara yang efektif dipasang

dengan letak pembuangan untuk mencegah penyebaran debu. Pemakaian alat

penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan. Produk juga

harus dilindungi dari pencemaran serpihan logam atau gelas serta mencegah tablet

atau kapsul tidak ada yang terselip atau tertinggal di dalam mesin.

I. Pencampuran dan Granulasi

Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem

pengendalian debu. Parameter operasional yang kritis, seperti waktu, suhu,

kecepatan untuk tiap proses produksi, harus tercantum dalam Dokumen Produksi

Induk. Untuk bahan yang berisiko tinggi atau yang dapat menimbulkan senstivitas

tinggi, digunakan kantong filter khusus bagi masing-masing produk. Pada

pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran

atau pertumbuhan mikroba.

J. Pencetakan Tablet

Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang

memadai, dilakukan pengendalian secara fisik, prosedural dan penandaan untuk

26
menghindari campur aduk antar produk. Untuk pemantauan bobot tablet selama

proses, diperlukan alat timbang yang telah ditara. Tablet yang diambil untuk diuji

tidak boleh dikembalikan dan tablet yang ditolak atau disingkirkan harus

ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas serta dicatat pada Catatan

Pengolahan Bets.Sebelum digunakan, Punch and Dyes alat cetak harus diperiksa

keausan dan kesesuaiannya terhadap spesifikasi.

K. Penyalutan

Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan, harus

disaring sehingga memiliki mutu yang tepat. Larutan penyalut digunakan dengan

cara yang tepat untuk mengurangi resiko pertumbuhan mikroba.

L. Pengisian Kapsul Keras

Kapsul kosong/cangkang kapsul diperlakukan sebagai bahan awal dan

disimpan dalam kondisi yang baik dimana dapat mencegah kekeringan dan

kerapuhan atau efek lain yang disebabkan oleh kelembaban.

M. Penandaan Tablet Salut dan Kapsul

Campur baur selama proses penandaan tablet salut dan kapsul, proses

pemeriksaan, penyortiran, dan pemolesan kapsul dan tablet salut harus dihindari.

Tinta yang digunakan untuk penandaan harus tinta yang memenuhi persyaratan

untuk bahan makanan.

N. Produk Cair, Salep dan Krim

Produk cair, krim, dan salep mudah terkontaminasi, sehingga prosesnya

harus terlindung dari pencemaran. Untuk melindungi produk dari kontaminasi

disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer dimana area

produksi diberi ventilasi yang efektif dengan udara yang disaring. Kualitas

kimiawi dan mikrobiologi air harus dipantau. Pemeriksaan juga dilakukan

27
terhadap proses pencampuran dan proses akhir pengisian untuk memastikan

kualitas produk. Jika produk ruahan tidak segera dikemas maka waktu paling lama

produk boleh disimpan dan kondisi penyimpanan produk harus ditetapkan dan

dipatuhi.

O. Bahan Pengemas

Pengadaan, penanganan dan pengawasan terhadap bahan pengemas primer

dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain perlu tindakan yang sama seperti

pada bahan awal. Bahan cetak disimpan dan diawasi dengan ketat, label lepas dan

bahan cetak lepas lain disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk

menghindarkan ketercampuran, serta bahan pengemas diserahkan pada personel

yang berwenang.

Setiap penerimaan bahan pengemas primer diberi nomor spesifik sebagai

identitas. Bahan-bahan pengemas yang tidak berlaku dimusnahkan dan

didokumentasikan.

P. Kegiatan Pengemasan

Proses pengisian dan penutupan langsung diberi label agar terhindar dari

kecampurbauran. Kegiatan pengemasan untuk membagi dan mengemas produk

ruahan menjadi produk jadi dan dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat.

Sebelum kegiatan pengemasan, dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa

area kerja dan peralatan telah bersih. Semua penerimaan produk ruahan, bahan

pengemas dan bahan cetak lain diperiksa dan diverifikasi kebenarannya terhadap

Prosedur Pengemasan Induk.

Label, karton dan bahan pengemas serta bahan cetak lain memerlukan

prakodifikasi dengan nomor bets/lot, tanggal kadaluarsa, dan informasi lainnya.

Proses prakodifikasi bahan pengemas dan bahan cetak lain dilakukan di area yang

28
terpisah dari kegiatan pengemasan lain serta dilakukan pemeriksaan sebelum

ditransfer ke area pengemasan.

Pemerikaan kesiapan jalur segera sebelum menempatkan bahan pengemas

dan bahan cetak lain oleh personel dari bagian pengemasan dilakukan untuk

memastikan bahwa semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari kegiatan

pengemasan sebelumnya telah disingkirkan dari jalur pengemasan dan area

sekitarnya, memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya, dan memastikan

kebersihan peralatan yang akan dipakai.

Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk yang baru

sebagian dikemas diberi label atau penandaan. Wadah yang akan diisi hendaknya

diserahkan pada jalur atau tempat pengemasan yang bersih. Area pengemasan

dibersihkan secara teratur. Risiko kesalahan yang terjadi dalam pengemasan dapat

diperkecil dengan cara:

- Menggunakan label

- Pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label

- Menggunakan alat pemindai dan penghitung label elektronis

- Desain label dan bahan cetak lain sedemikian rupa

- Pemeriksaan secara independen oleh Pengawasan Mutu selama dan pada akhir

proses pengemasan

Pengawasan pada jalur pengemasan selama proses pengawasan meliputi:

- Tampilan kemasan secara umum

- Kelengkapan umum

- Kebenaran produk dan bahan pengemas yang dipakai

- Kebenaran prakodifikasi

- Monitoring pada jalur pengemasan yang berfungsi dengan benar

29
Pada tahap penyelesaian pengemasan, dilakukan pemeriksaan secara cermat

agar sesuai dengan Prosedur Pengemasan Induk. Hanya produk yang berasal dari

satu bets dari satu kegiatan pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu

palet.

Q. Pengawasan Selama Proses (In Process Control)

Dalam rangka memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur

tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang

harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk harus dilaksanakan sesuai

dengan metode yang telah disetujui oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu.

Selama proses pengolahan dan pengemasan, diambil sampel pada awal, selama

proses, dan akhir proses serta hasil pengujiannya dicatat dan menjadi bagian dari

catatan bets.

Spesifikasi pengawasan selama proses hendaknya konsisten dengan

spesifikasi produk, yang asalnya dari hasil rata-rata proses sebelumnya yang

diterima dan bila mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan dengan

metode statistik yang sesuai bila ada.

R. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan

Bahan dan produk yang ditolak diberi penandaan jelas dan disimpan

terpisah di area terlarang (Restricted Area). Bahan dan produk yang ditolak

tersebut bisa dimusnahkan, dikembalikan ke pemasok atau diolah ulang

berdasarkan keputusan Pengawasan Mutu.

S. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum

penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah

mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan

30
sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk mempermudah

pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi. Area

karantina merupakan area terbatas hanya bagi personel yang diperlukan dan

memiliki wewenang pada area tersebut. Pelulusan akhir harus memenuhi sebagai

berikut:

a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan

pengemasan.

b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang

mencukupi untuk pengujian di masa akan datang.

c. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima.

d. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil

pemeriksaan oleh Pengawasan Mutu.

e. Produk Jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera

pada dokumen penyerahan barang.

Setelah pelulusan suatu bets/lot maka produk tersebut dipindahkan dari area

karantina ke gudang produk jadi. Sewaktu menerima produk jadi maka dilakukan

pencatatan pemasukan bets tersebut ke dalam kartu stok.

a. Penyimpanan Bahan, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan, dan

Produk Jadi

Bahan dan produk hendaklah tidak diletakkan langsung di lantai dan dengan

jarak yang cukup terhadap sekelilingnya, serta hendaklah disimpan dengan

kondisi lingkungan yang sesuai. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk

antara, produk ruahan dan produk jadi yang disimpan di area gudang hendaklah

mempunyai kartu stok, yang secara periodik direkonsiliasi.

b. Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas

31
Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi (misalnya cara

elektronik) hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan atau produk yang

ditolak, kadaluarsa, ditarik dari peredaran atau obat atau bahan kembalian. Semua

bahan awal dan bahan pengemas yang diserahkan ke area penyimpanan hendaklah

diperiksa kebenaran identitas, kondisi wadah dan tanda pelulusan oleh bagian

Pengawasan Mutu. Stok tertua bahan awal dan bahan pengemas dan yang

mempunyai tanggal kadaluarsa paling dekat hendaklah digunakan terlebih dahulu

sesuai dengan prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First

Out).

c. Penyiapan produk antara, produk ruahan, dan produk jadi

Produk antara, produk ruahan, dan produk jadi hendaklah dikarantina selama

menunggu hasil uji mutu dan penentuan status.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Tugas pokok bagian pengawasan mutu, yaitu:

a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi: bahan baku,

bahan kemas, dan obat jadi.

b. Melakukan pemeriksaan dan pengujian (testing):

- Bahan baku, bahan kemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi, air,

limbah

- Kimia, fisika (kualitatif dan kuantitatif), mikrobiologi.

c. Sampling (pengambilan sampel).

d. IPC (In Process Control).

e. Penanganan sampel pertinggal dan sampel pembanding.

f. Uji stabilitas untuk menetapkan masa edar dan kondisi penyimpanan bahan

baku atau obat jadi.

32
g. Uji dalam rangka validasi.

h. Ikut serta dalam rangka kegiatan inspeksi diri.

i. Evaluasi produk kembalian (lulus, olah ulang, musnahkan).

j. Program pemantauan lingkungan produksi.

k. Inspeksi ke ruang produksi.

l. Rekomendasi giat toll in atau toll out.

m. Dokumentasi.

n. Pelatihan personil pengawasan mutu

o. Pemeliharaan alat, bangunan dan fasilitas di Instal Wastu.

Di dalam Pengawasan Mutu hal-hal yang perlu dibicarakan antara lain:

1. Laboratorium

Laboratorium pengujian meliputi: bangunan dan alat-alat penunjang yang

lengkap dan memadai, personalia yang terlatih dan bertanggung jawab,

peralatan/instrumen yang cocok untuk pengujian dan dikalibrasi secara berkala,

pereaksi dan media pembiakan yang sesuai, baku pembanding resmi yang sesuai

dengan monografi yang bersangkutan, spesifikasi dan prosedur pengujian yang

divalidasi dengan fasilitas yang digunakan, catatan pengujian yang mencakup

seluruh aspek yang diperlukan dan contoh pertinggal untuk disimpan yang

dipergunakan dalam pengujian selanjutnya.

2. Pengawasan pada bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah spesifikasi, cara

pengambilan contoh, pengujian terhadap bahan baku, pengemas, produk antara,

produk ruahan dan obat jadi, uji sterilitas untuk produk steril, uji pirogenitas serta

pengawasan lingkungan secara berkala terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi

air dan lingkungan produksi.

33
3. Proses produksi dan perubahannya

Bagian Pengawasan Mutu ikut serta dalam pembuatan prosedur pengolahan

induk dan prosedur pengemasan induk.

4. Peninjauan catatan produksi dan bets produk

Semua catatan produksi dan pengawasan tiap bets disimpan oleh bagian

Pengawasan Mutu dan bets yang menyimpang diselidiki secara tuntas.

5. Penelitian stabilitas

Penelitian dirancang untuk mengetahui stabilitas dari produk, dan program

ini mencakup jumlah, kondisi penyimpanan dan metode pengujian. Penelitian

stabilitas dilakukan terhadap produk baru, kemasan baru, perubahan formula dan

bets yang telah diluluskan.

6. Laboratorium luar

Seluruh hasil pengujian yang dilakukan oleh laboratorium lain di luar

pabrik, tetap menjadi tanggung jawab pabrik yang besangkutan. Sifat dan luas

analisis harus disepakati dan persetujuan akhir merupakan wewenang pabrik

tersebut yang bersangkutan.

7. Penilaian terhadap pemasok

Bagian Pengawasan Mutu bertanggung jawab menentukan pemasok yang

dipercaya, yang sebelumnya dievaluasi dan diinspeksi bersama oleh bagian

Pengawasan Mutu, bagian produksi dan bagian pembelian secara berkala.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan Inspeksi Diri adalah untuk mengevaluasi apakah aspek produksi dan

pengawasan mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB. Program

Inspeksi Diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

34
Aspek-aspek untuk Inspeksi Diri meliputi personalia, bangunan termasuk

fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan

awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan-

selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higiene, program

validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem pengukuran, prosedur penarikan

kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri

sebelumnya serta tindakan perbaikan.

Tim Inspeksi Diri paling sedikit terdiri dari tiga anggota yang

berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota

tim dapat dibentuk dari dalam atau dari luar perusahaan. Tiap anggota hendaklah

independen dalam melakukan inspeksi dan evaluasi. Inspeksi diri dapat dilakukan

per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang

menyeluruh hendaklah dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Laporan

inspeksi diri hendaklah dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan. Laporan

tersebut mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan saran

tindakan perbaikan.

Audit Mutu berguna sebagai pelengkap Inspeksi Diri. Audit Mutu meliputi

pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu

dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit Mutu umumnya

dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk

khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk

dan Produk Kembalian

Keluhan yang tidak terkait dengan aspek mutu dan teknis seperti

Farmakovigilans ditangani menurut Peraturan Kepala Badan POM tentang

35
Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi. Tindak lanjut hasil evaluasi

dan penelitian dapat berupa tindakan perbaikan antara lain :

a. Perubahan formula (eksipien, komposisi, bentuk sediaan)

b. Perubahan prosedur pembuatan

c. Perubahan bahan pengemas

d. Perubahan kondisi

Pelaksanaan penarikan kembali produk diantaranya:.

a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah

diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang

merugikan agar pesan tiba dengan cepat digunakan sistem komunikasi yang

efektif seperti telepon, surat elektronis (e-mail), fax, radio dan TV.

b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah

dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali

segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen.

c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah

menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat,

efektif dan tuntas.

d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat

untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan

cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

Produk yang diterima dari hasil penarikan kembali hendaklah disimpan pada

area yang ditentukan dan dikunci selama menunggu keputusan hingga saat

pemusnahan atau proses ulang.

Pelaksanaan produk kembalian:

a. Produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut :

36
- Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dikembalikan ke

dalam persediaan.

- Produk kembalian yang dapat diproses ulang.

- Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses

ulang.

b. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.

Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah

disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan

dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai

wewenang.

Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian, dilaporkan dan

setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan

saksi.

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi yang jelas merupakan dasar untuk memastikan bahwa tiap personil

menerima uraian tugas yang jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko

terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul dari komunikasi lisan.

Spesifikasi, dokumen produksi induk atau formula pembuatan, prosedur, metode

dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia

secara tertulis.

Tujuan utama sistem dokumentasi adalah untuk menentukan,

mengendalikan, memantau dan mencatat seluruh kegiatan yang secara langsung

37
atau tidak langsung berdampak terhadap semua aspek mutu obat. Sistem

Manajemen Mutu mencakup rincian instruksi untuk memungkinkan pemahaman

yang sama bagi semua pihak terhadap persyaratan, memungkinkan pencatatan

yang memadai dari berbagai proses dan evaluasi setiap pengamatan, sehingga

penerapan persyaratan yang sedang berjalan dapat dibuktikan.

Dua jenis utama dokumentasi yang digunakan untuk pengelolaan dan

pencatatan pemenuhan CPOB, yaitu: instruksi (perintah, persyaratan) dan catatan

dan/atau laporan. Pengendalian diterapkan untuk memastikan keakuratan,

keutuhan, ketersediaan dan keterbacaan dokumen. Dokumen berisi instruksi

hendaklah bebas dari kekeliruan dan tersedia dalam bentuk tertulis. Makna dari

tertulis adalah tercatat atau didokumentasi di dalam bentuk yang dapat dibaca.

Setiap protap cara menyiapkan suatu dokumen sebaiknya meliputi proses

penarikan kopi dari pemegangnya dan pemusnahannya.

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi

manajemen yang meliputi: spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk

antara, produk ruahan dan obat jadi, dokumen dalam produksi, dokumen dalam

Pengawasan Mutu, dokumen dalam penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam

pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian ruangan dan peralatan, dokumen

dalam penanganan keluhan obat yang ditarik kembali, obat kembalian dan

pemusnahan bahan baku obat dan obat jadi, dokumen untuk peralatan khusus,

prosedur dan catatan tentang Inspeksi Diri, pedoman dan catatan tentang pelatihan

CPOB bagi personil.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

a. Pemberi kontrak

38
1. Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam

melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa

prinsip dan pedoman CPOB diikuti.

2. Memberikan informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk

melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar dan sesuai izin edar dan persyaratan

legal lain.

3. Memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan

oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang telah diluluskan oleh bagian

pemastian mutu.

b. Penerima kontrak

1. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri

farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas

Pengawasan Obat (OPO).

2. Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan

tujuan penggunaannya.

3. Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang dipercayakan

kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu dievaluasi

dan disetujui oleh pemberi kontrak.

4. Membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu

produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk pemberi kontrak.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan Industri Farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang

diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang

dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang

dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan

39
kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan

validasi.

2.3. Pengolahan Limbah

Dalam PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa

suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang

karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya baik secara langsung maupun tidak

langsung dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, membahayakan.

Yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang mengandung arsen (senyawa

arsen), raksa dan senyawanya, kadmium, talium, berilium, senyawa krom (VI),

timbal, antimon, fenol dan senyawa fenol, sianida organik dan anorganik,

isosianat, senyawa organoklor, pelarut terklorinasi, pelarut organik, zat-zat biosida

dan fitofarmasi (pestisida), ter dan residu kilang minyak, senyawa obat, peroksida,

klorat, perklorat, eter, bahan kimia dari laboratorium, asbes, polisiklik aromatis

hidrokarbon (PAH), metalkarbonil, senyawa tembaga yang larut asam dan basa

yang digunakan dalam proses pengolahan permukaan dan finishing logam.Dalam

rekomendasi UNIDO (United Nation Industrial Development Organization)

tentang penanganan limbah farmasi menerangkan bahwa pengolahan air limbah

meliputi 3 metode, antara lain :

1. Fisika

Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air,

termasuk proses ini adalah :

a. Penyaringan

40
Air limbah dialirkan melalui saringan yang akan menahan padatan.

Penyaringan ini dilakukan sesuai dengan situasi setempat padatan. Penyaringan

ini dilakukan sesuai dengan situasi setempat.

b. Pemisahan pasir

Pasir dalam air limbah harus dipisahkan karena cenderung untuk

mengendap pada pipa-pipa yang dapat mengganggu kinerja.

c. Pemisahan minyak

Minyak dan lemak-lemak yang tidak dapat diemulsikan harus dipisahkan.

Minyak dipisahkan dengan mengapungkannya pada permukaan air limbah,

sedangkan air dikeluarkan dari bagian bawah.

d. Sedimentasi, pengapungan dan koagulasi

Proses ini untuk memisahkan partikel padat berukuran 0,4 mm dari dalam

air limbah yang berat dengan sedimentasi sedang, yang ringan dengan

pengapungan.

2. Biologi

Untuk memisahkan pencemaran organik yang dapat dipecahkan secara

biologis oleh mikroorganisme. Organisme mencerna bahan pencemar organik

dengan proses aerob ataupun anaerob.

3. Kimia

Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air

tetapi tidak dapat didegradasi secara biologi, baik organik (bahan warna organik,

fenol dan sebagainya) maupun bahan anorganik seperti Cu, Hg, CN, PO4 dan lain

sebagainya.

2.4 Kompetensi Apoteker di Industri Farmasi

41
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun

2009 Pasal 9 Tentang Pekerjaan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan

nomor 1799 tahun 2010 Pasal 5 tentang Industri Farmasi mensyaratkan dalam

suatu industri farmasi harus memiliki secara tetap 3 orang apoteker yang masing-

masing bertanggung jawab pada bidang pemastian mutu, produksi, dan

pengawasan mutu, sehingga dengan peran penting Mampu melakukan

perencanaan terhadap produksi.

a. Melaksanakan fungsi pendaftaran produk jadi secara efektif, terutama dalam

hal pengisian formulir kelengkapan pendaftaran.

b. Mampu berpartisipasi dalam mengembangkan senyawa atau bahan aktif

terapeutik atau eksipen baru yang lebih baik atau aktif.

c. Mampu menjamin mutu dengan cara melakukan uji yang di butuhkan untuk

memastikan bahwa produksi dilakukan sesuai dengan standar CPOB

d. Mampu menjaminan mutu produk yang telah di produksi

e. Mampu mengolah sumberdaya yang tersedia dengan efektif dan efisien

f. Mampu memimpin serta mampu bekerja sama dalam sebuah team.

g. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengembangan formula sediaan

obat, pilot plant dan up-scaling.

h. Mampu berpartisipasi dalam pengembangan spesifikasi bahan (bahan awal

maupun produk jadi), metode analisis, prosedur pengujian untuk bahan awal,

produk jadi dan kemasan.

i. Mampu melaksanakan produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dan

ketentuan lain dalam rangka menghasilkan produk yang baik/bermutu tinggi.

j. Mampu melakukan pengendalian secara teknis operasi atau proses manufaktur

atau pembuatan sediaan obat.

42
k. Mampu melaksanakan fungsi pengawasan mutu bahan awal dan sediaan obat

sesuai dengan cara laboratorium yang baik (Good Laboratory Practise) dan

CPOB untuk menjamin mutu produk yang dipasarkan serta untuk menjamin

kesehatan dan keselamatan kerja.

l. Mampu melakukan pengemasan dengan bahan pengemas yang sesuai.

m. Mampu merancang dan melakukan uji stabilitas dan berbagai perhitungan

untuk menentukan kondisi penyimpanan produk yang tepat serta waktu

kadaluarsa produk.

n. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam uji klinik obat baru.

o. Mampu melaksanakan pemeriksaan atau pengujian yang sesuai untuk

keperluan perbaikan mutu produk dan proses yang sudah ada.

p. Mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan validasi proses

q. Mampu melaksanakan promosi dan penyampaian informasi kepada tenaga

profesional kesehatan lain.

r. Mampu melaksanakan pengelolaan persediaan (inventory) yang efektif dan

efisien untuk memenuhi kebutuhan rutin industri dan yang menjamin

pemeliharaan kualitas bahan selama penyimpanan sesuai dengan sifat bahan

yang ada.

43
BAB III

TINJAUAN KHUSUS LAFI PUSKESAD

3. 1 Sejarah

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi dengan Perubahannya

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2013

menyatakan bahwa Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari

Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.

Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat yang dahulu bernama

Militaire Scheikundig Laboratorium (MSL), merupakan lembaga yang didirikan

oleh pemerintah Belanda pada tahun 1818 di Jakarta. Pada tanggal 28 Oktober

1928 lembaga beralih tempat ke Bandung. Lembaga tersebut berfungsi sebagai

tempat pemeriksaan obat-obatan yang dibutuhkan oleh tentara Belanda. Pada

tanggal 1 Juni 1950, dilaksanakan serah terima MSL berdasarkan telegrafisch

order No. 13579 tanggal 8 Mei 1950 dari chiefgenerale staf van de nederlandse

strijdkratchten in Indonesia, yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi

Ditkesad. Selanjutnya dengan Surat Keputusan Kapuskesad Nomor:

Skep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997 ditetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari jadi

Lafi Ditkesad. Lembaga ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan

dibagi menjadi dua bagian, yakni Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang

kemudian berkembang menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD)

dan Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat

Angkatan Darat (DOAD).

44
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Kesehatan Angkatan Darat No.

KPTS/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960, terhitung mulai tanggal 8 Juni

1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat

(LAFI AD). Pada tanggal 15 Oktober 1970, LAFI AD dipisah kembali menjadi

dua bagian, yaitu:

a. LAFI AD, yang selanjutnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan

Angkatan Darat (Lafi Jankesad).

b. DOAD, yang selanjutnya menjadi Depot Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan

kemudian menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan Jawatan Kesehatan

Angkatan Darat (Dopusbekkes Jankesad).

Pada tahun 1985, Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan

kembali menjadi LAFI Puskesad namun pada tanggal 1 April 2005, Lafi Puskesad

dipisah kembali menjadi Lafi Puskesad dan Gudang Pusat (Gupus) II Puskesad

yang pada awal kegiatan produksi Lafi Puskesad dilakukan di Jalan Gudang Utara

No. 25 Bandung dengan luas tanah 6.562 m2 dan luas bangunan 3.382 m2.

Berdasarkan hasil evaluasi Direktur Jenderal Balai Pengawasan Obat dan

Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sarana fasilitas produksi di

tempat tersebut belum memenuhi persyaratan sesuai dengan Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman

CPOB dan Surat Keputusan Dirjen POM No. 544/A/SK/XII/1989 tentang

penerapan CPOB. Oleh sebab itu, pada tahun 1995 diajukanlah Rencana Induk

Pembangunan (RIP) Lafi Puskesad dengan lokasi di Jalan Gudang Utara No. 26

Bandung dengan luas tanah 12.152 m2 dan luas bangunan 6.087,25 m2.

Gedung baru Lafi Puskesad dirancang sesuai dengan persyaratan CPOB.

Pada tanggal 28 Februari 1996, RIP tersebut mendapat persetujuan dari Dirjen

45
POM Depkes RI dengan surat No. 02.01.2.4.96.665. Pada tahun 1997 dimulai

pembangunan sarana fasilitas Lafi Puskesad sesuai dengan RIP yang sudah

disetujui tersebut. Pada tahun 2000, Lafi Puskesad telah berhasil mendapatkan

empat sertifikat CPOB untuk sediaan antibiotik β-laktam, selanjutnya pada tahun

2001 diperoleh satu sertifikat CPOB untuk sediaan serbuk injeksi steril antibiotik

β-laktam dan turunannya, serta pada tanggal 1 Juni 2006 diperoleh lima sertifikat

CPOB untuk fasilitas non β-laktam yaitu sediaan tablet biasa non-antibiotika,

tablet salut non-antibiotika, kapsul keras non-antibiotika, serbuk oral non-

antibiotika dan cairan obat oral non-antibiotika. Pada tahun 2015, Lafi Puskesad

hanya memiliki empat sertifikat CPOB untuk sediaan non β-laktam yaitu untuk

sediaan tablet biasa, kapsul keras, serbuk oral, dan cairan obat luar non-

antibiotika, sedangkan untuk sediaan tablet salut sudah disatukan dengan sertifikat

tablet biasa menjadi satu sertifikat, yaitu sertifikat tablet biasa dan tablet salut

non-antibiotika.

3.2 Lokasi

Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat atau yang dahulu

bernama Militaire Scheikundig Laboratorium (MSL), merupakan lembaga yang

didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1818 di Jakarta. Pada tanggal 28

Oktober 1928 lembaga beralih tempat ke Bandung. Lembaga tersebut berfungsi

sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan yang dibutuhkan oleh tentara Belanda.

Pada tanggal 1 Juni 1950, dilaksanakan serah terima MSL berdasarkan

telegrafisch order No. 13579 tanggal 8 Mei 1950 dari chiefgenerale staf van de

nederlandse strijdkratchten in Indonesia, yang menjadi dasar dalam penetapan

hari jadi Lafi Ditkesad.

46
Pada awal kegiatan produksi Lafi Puskesad dilakukan di Jalan Gudang

Utara No. 25 Bandung dengan luas tanah 6.562 m2 dan luas bangunan 3.382 m2.

Berdasarkan hasil evaluasi Direktur Jenderal Balai Pengawasan Obat dan

Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sarana fasilitas produksi di

tempat tersebut belum memenuhi persyaratan sesuai dengan Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman

CPOB dan Surat Keputusan Dirjen POM No. 544/A/SK/XII/1989 tentang

penerapan CPOB. Oleh sebab itu, pada tahun 1995 diajukanlah Rencana Induk

Pembangunan (RIP) LAFI Puskesad dengan lokasi di Jalan Gudang Utara No. 26

Bandung dengan luas tanah 12.152 m2 dan luas bangunan 6.087,25 m2.

3. 3 Visi dan Misi

Lembaga yang bertanggung jawab dalam menyediakan obat-obatan bagi

keperluan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), Lafi Puskesad

memiliki visi dan misi sebagai berikut:

3.3.1 Visi

Menjadi salah satu lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan

obat bermutu bagi TNI dan masyarakat.

3.3.2 Misi

1. Mampu memenuhi kebutuhan obat DUKKES dan YANKES TNI-AD

2. Pusat Litbang dan informasi obat TNI-AD

3. Mampu menjadi mitra industri lain dalam memenuhi kebutuhan obat Nasional

3.4 Personalia

3.4.1 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Lafi Puskesad

Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad)

merupakan badan pelaksana Pusat yang berkedudukan langsung di bawah suatu

47
Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Puskesad). Tugas pokok dari Lafi Puskesad

yaitu membantu Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Puskesad) dalam

menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan produksi, penelitian dan

pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas pokok pusat.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok di atas, Lafi Puskesad

menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Melaksanakan fungsi utama, meliputi:

a. Fungsi penelitian dan pengembangan, meliputi: segala usaha, pekerjaan

dan kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan produk, sistem metode

dan personel dalam rangka menyelenggarakan produksi obat.

b. Fungsi produksi, meliputi: segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang

produksi obat.

c. Fungsi pengawasan mutu, meliputi: segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan

pemeriksaan fisika, kimia, mikrobiologi terhadap bahan baku, bahan

pendukung produksi, pengawasan selama proses produk antara, produk ruahan

dan produk jadi.

d. Fungsi pemeliharaan, meliputi: segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di

bidang pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, pengawasan mutu dan

sistem penunjang.

e. Fungsi penyimpanan, meliputi: segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di

bidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan

pendukung produksi, peralatan dan obat jadi.

2. Melaksanakan Fungsi Organik Militer, meliputi: segala usaha, pekerjaan, dan

kegiatan di bidang intelejen, operasi, personal, logistik, teritorial, perencanaan

48
dan pengawasan serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas pokok

Lafi Puskesad.

3. Melaksanakan Fungsi Organik Pembinaan, meliputi: segala usaha, pekerjaan,

dan kegiatan di bidang latihan kesatuan dalam rangka mendukung tugas

pokok Lafi Puskesad.

3.4.2 Struktur Organisasi Lafi Puskesad

Berdasarkan Keputusan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan

Darat No. PERKASAD/219/XII/2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang

Organisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Orgas

Lafi Puskesad), struktur organisasi Lafi Puskesad adalah sebagai berikut:

a. Eselon Pimpinan

1. Kepala Lembaga Farmasi (Ka Lafi Puskesad) dijabat oleh seorang Perwira

Menengah Angkatan Darat (Pamen AD) berpangkat Kolonel Ckm. Dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya, Ka Lafi Puskesad bertanggung jawab

kepada Puskesad.

2. Wakil Kepala Lembaga Farmasi (Waka Lafi Puskesad) dijabat oleh seorang

Pamen AD berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) Ckm Waka Lafi Puskesad

merupakan wakil dan pembantu utama Ka Lafi Puskesad sehingga dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab langsung kepada Ka

Lafi Puskesad.

b. Eselon Pembantu Pimpinan

1. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat Paahli Lafi.

Paahli Lafi dijabat oleh 3 (tiga) orang Pamen AD berpangkat Letnan

Kolonel Ckm, dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab

langsung kepada Kalafi yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di

49
bidang keahlian manajemen mutu, teknologi farmasi, dan analisa Amdal dan

dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi

Puskesad. Paahli terdiri dari:

a) Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu, disingkat Paahli Madya JemenMutu.

b) Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi, disingkat Paahli Madya Tekfi.

c) Perwira Ahli Madya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, disingkat Paahli

Madya Amdal.

2. Kepala Bagian Administrasi Logistik, disingkat Kabagminlog.

Kabagminlog dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letnan Kolonel Ckm,

dalam pelaksanaaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi dan

dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi

Puskesad. Kabagminlog merupakan pembantu Ka Lafi Puskesad yang

bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang administrasi dan

logistik yang dalam melaksanakan tugasnya Kabagminlog dibantu oleh 2 (dua)

Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh seorang Pamen AD berpangkat

Mayor Ckm, terdiri dari:

a. Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran, disingkat Kasirenprogar.

b. Kepala Seksi Pengendalian Materil, disingkat Kasidalmat.

c. Eselon Pelayanan

Kepala Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kasietuud) dijabat oleh

seorang Pamen AD berpangkat Mayor Ckm yang dalam melaksanakan tugasnya

bertanggung jawab kepada Kalafi dan dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya

dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad. Kasietuud merupakan unsur pelayanan

Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang

pengamanan, administrasi personil, logistik, tata usaha, dan urusan dalam.

50
Kasietuud dibantu oleh tiga Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh dua

orang Pama AD berpangkat Kapten Ckm dan satu orang PNS golongan III serta

satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama AD berpangkat Letnan Ckm. Kepala

Urusan tersebut yakni:

a) Kepala Urusan Administrasi Personel dan Logistik disingkat Kaurminperslog.

b) Kepala Urusan Tata Usaha disingkat Kaurtu.

c) Kepala Urusan Dalam disingkat Kaurdal.

d) Perwira Urusan Pengamanan disingkat Paurpam.

d. Eselon Pelaksana

Eselon pelaksana dijabat oleh lima Kepala Instalasi (Kainstal), yaitu

1. Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Kainstallitbang), dijabat oleh

seorang Pamen AD berpangkat Letnan Kolonel Ckm, merupakan unsur

pelaksana Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan

di bidang pengkajian, penelitian, dan pengembangan yang dalam melaksanakan

tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi (Kasi) yang masing-masing dijabat

oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari :

a) Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Produksi (Kasilitbangprod).

b) Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metoda dan

Kainstallitbang dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi dan dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya

dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad.

2. Kepala Instalasi Produksi (Kainstalprod) dijabat oleh seorang Pamen AD

berpangkat Letnan Kolonel Ckm berkualifikasi apoteker, merupakan unsur

pelaksana Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan

di bidang produksi. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung

51
jawab kepada Kalafi dan dibantu oleh empat Kepala Seksi yang masing-

masing dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari:

a) Kepala Seksi Sediaan Non β-laktam (Kasidia Non β-laktam).

b) Kepala Seksi Sediaan β-laktam (Kasidia β-laktam).

c) Kepala Seksi Sediaan Sefalosporin (Kasidia Sefalosporin).

d) Kepala Seksi Kemas (Kasikemas).

Kepala Instalasi Pengawasan Mutu (Kainstalwastu) dijabat oleh seorang

Pamen AD berpangkat Letnan Kolonel Ckm berkualifikasi apoteker, merupakan

unsur pelaksana Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan

kegiatan di bidang pengawasan dan peningkatan mutu. Kainstalwastu dalam

melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing

dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari:

a) Kepala Seksi Pengujian Kimia, Fisika, dan Mikrobiologi (Kasiuji Kifis dan

Mikro).

b) Kepala Seksi Inspeksi (Kasiinspek).

3. Kainstalwastu dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab

kepada Kalafi Puskesad dan dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya

dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad.

4. Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar dan Sisjang)

dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, merupakan unsur pelaksana

Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang

pemeliharaan dan sistem penunjang. Kainstalhar dan Sisjang dalam

melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing

dijabat oleh Pama AD berpangkat Kapten Ckm, terdiri dari:

a) Kepala Urusan Pemeliharaan (Kaurhar).

52
b) Kepala Urusan Sistem penunjang (Kaursisjang).

Kainstalhar dan Sisjang dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya

bertanggung jawab kepada Kalafi Puskesad dan dalam pelaksanaan tugas sehari-

harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad.

5. Kepala Instalasi Penyimpanan (Kainstalsimpan) dijabat oleh Pamen AD

berpangkat Mayor Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Puskesad yang

bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang administrasi

penyimpanan dan pengeluaran materil produksi. Kainstalsimpan dalam

melaksanakan tugasnya dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat oleh

Pama AD berpangkat Kapten Ckm dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh

Pama AD berpangkat Letnan Ckm, terdiri dari:

a) Kepala Urusan Penyimpanan Material Produksi (Kaursimpanmatprod)

b) Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi (Paursimpan Obat Jadi)

Kainstalsimpan dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi dan dalam melaksanakan tugas sehari-hari dikoordinasikan

oleh Wakalafi.

3.4.3 Sertifikat CPOB di Lafi Puskesad


Sertifikat CPOB yang telah diterima oleh Lafi Puskesad ditujukan

untuk sediaan β-laktam dan Non β-laktam.

Sertifikat CPOB untuk sediaan β-laktam :

a. Sertifikat CPOB Nomor 2138/CPOB/A/IV/00 untuk sediaan tablet

antibiotik penisilin dan turunannya.

b. Sertifikat CPOB Nomor 2139/CPOB/A/IV/00 untuk bentuk sediaan

tablet salut antibiotika penisilin dan turunannya

53
c. Sertifikat CPOB Nomor 2140/CPOB/A/IV/00 untuk bentuk sediaan

kapsul keras antibiotika penisilin dan turunannya.

d. Sertifikat CPOB Nomor 2141/CPOB/A/IV//00 untuk bentuk sediaan

suspensi kering oral antibiotika penisilin dan turunannya.

e. Sertifikat CPOB Nomor 2157/CPOB/A/IV//01 untuk sediaan serbuk

steril injeksi dan turunannya.

Sertifikat CPOB untuk sediaan Non β-laktam :

a. Sertifikat CPOB Nomor 3525A/CPOB/A/V/11 untuk bentuk sediaan

tablet biasa dan tablet salut Non-antibiotika.

b. Sertifikat CPOB Nomor 3525B/CPOB/A/V/11untuk bentuk sediaan

kapsul keras Non-antibiotika.

c. Sertifikat CPOB Nomor 3525C/CPOB/A/V/11untuk bentuk sediaan

serbuk oral non antibiotik

d. Sertifikat CPOB Nomor 3525D/CPOB/A/V/11 untuk bentuk sediaan

cairan obat luar Non-antibiotik.

3.4.4 Produk Lafi Puskesad


Jenis produk yang diproduksi oleh Lafi Puskesad memiliki beberapa jenis,

diantaranya berupa tablet, kaplet, kapsul, sirup kering, cairan obat luar, cairan oral

dan salep obat luar yang kemudian digunakan untuk keperluan Tentara Nasional

Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Beberapa obat yang diproduksi oleh Lafi

Puskesad antara lain :

Tabel 3.1 Daftar Produk Lafi Puskesad


Bentuk
Nama sediaan
sediaan
Amox 500 - Amoksisilin 500 mg
Kaplet Floxad- ciprofloksasin 500 mg
Ponstad (kaplet - asam mefenamat 500 mg; kapsul 250mg)

54
Yudhavit
Buscofiad (Antalgin 300 mg dan Hiosin-n-butil bromide 10mg)
Clofenad - Na Diklofenak 50 mg
Dexad – Dexamethason 0,5 mg
Fimol – parasetamol 500 mg
Ifenad – Ibuprofen 200 mg
Imodiad - Loperamida HCl 2 mg
Lafihistin - Mebhidrolin Basa 50 mg
Lafitens - Kaptopril 25 mg
Metron - Metronidazole 500 mg
Tablet
Neo Lafimag (MgOH 500mg dan Simetikon 25mg)
Neodiare - Atapulgit 600 mg
Neostopflu (PCT 500mg, CTM 1 mg, Fenilpropanolamin 12,5mg)
Neuralgad
Neurobiad (Tiamin 100mg, Piridoksin HCl 200mg, Sianokobalamin
200 mcg)
Solvonad – Bromheksin HCl 8 mg
Sultrim tab (Trimetoprim 80mg – Sulfametoksazol 400 mg)
Sultrim sirup (Trimetoprim 48mg – Sulfametoksazol 240 mg)
Kapsul Sangobiad (Ferrosi Gluconas 250mg)
Cair
Laviodin (Povidon Iodin)
Luar

3.5 Kegiatan Lafi Puskesad


Kegiatan Lafi Puskesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi

obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang,

proses produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan

dan kegiatan administrasi.

3.5.1 Kegiatan Bagian Administrasi dan Logistik (Bagminlog)

Ada beberapa prosedur dalam administrasi obat di Lafi AD yaitu

Kabagminlog menerima wewenang dari Kalafi Ditkesad untuk merencanakan

pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Puskesad berdasarkan data dari

Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Ditbinyankes).

Ditbinyankes adalah bagian dari Pusat Kesehatan Angkatan Darat

(Puskesad) yang salah satu tugasnya mengumpulkan data kebutuhan obat

berdasarkan pola penyakit yang berasal dari:

55
1. Laporan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

2. Kesehatan Daerah Militer (Kesdam)

3. Satuan Kesehatan (Satkes) di seluruh Indonesia untuk prajurit, PNS TNI AD

dan keluarganya.

Data tersebut dibuat Daftar Rencana Kebutuhan Obat Angkatan Darat

(Renbut Obat AD) yang disesuaikan dengan anggaran. Sebagian dari kebutuhan

obat juga dapat diperoleh dengan cara membeli obat jadi sesuai dengan Surat

Keputusan Kasad No. SKEP/336/X/2005 tentang Pengadaan Barang/Material dan

Jasa Logistik di Lingkungan TNI AD.

Selanjutnya daftar obat yang akan diproduksi oleh Lafi Ditkesad dianalisis

dan dievaluasi oleh Direktorat Pembinaan Material Kesehatan (Ditbinmatkes)

yang dikoordinasikan bersama kabagminlog, rencana kebutuhan ini diperkirakan

untuk kondisi normal yang berisi informasi jenis dan jumlah bahan baku obat,

bahan pengemas, bahan penolong berdasarkan formula standar dan spesifikasi

obat yang telah ditentukan oleh Lafi Ditkesad untuk 1 tahun. Sedangkan untuk

kondisi khusus diperlukan kebijakan pimpinan dan penanganan khusus. Jika telah

disetujui baru kemudian Renbut BBO (Bahan Baku Obat) tersebut dikirimkan

kepada Kalafi Ditkesad untuk dibuat rencana produksi obat Lafi Ditkesad.

Bagminlog juga berkoordinasi dengan instalasi lain yang mendukung

proses produksi, seperti Instalasi Produksi dalam penyediaan bahan pendukung

produksi (pembersih ruangan dan pakaian pelindung produksi: sepatu, baju,

sandal, dll), Instalwastu dalam penyediaan reagensia untuk kebutuhan pengujian,

Instalhar dan Sisjang dalam penyediaan dan pemeliharaan peralatan atau mesin,

serta Instal Simpan dalam hal sisa stok bahan baku obat tahun produksi

sebelumnya.

56
Bagminlog memiliki tugas, yaitu :

1. Menyusun rencana kebutuhan (Renbut)

2. Menyusun rencana kebutuhan anggaran (RKA)

3. Menyusun rencana pengadaan

Pembelian dilakukan oleh Puskesad melalui tender (lelang), sesuai dengan

PERPRES No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

setiap penggunaan uang negara harus melalui sistem pelelangan. Tender

(lelang) ini dilakukan untuk transparasi pembelian dan menghindari hal-hal

seperti mark-up atau KKN antara pejabat minlog dan supplier. Setelah

lelang disetujui dibuatlah kontrak antara Puskesad dengan PBF. Personil

yang dapat melakukan pelelangan adalah personil yang memiliki sertifikat

pengadaan dan berasal dari unit satuan instalasi terkait.

3.5.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)

Kegiatan Instalwastu dilaksanakan pada tahap persiapan, selama proses

produksi dan setelah proses produksi. Beberapa kegiatan Instalwastu diantaranya:

1. Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi metode analisis

yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.

2. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan

pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan

didokumentasikan.

3. Menyiapkan dan menyimpan baku pembanding kerja untuk pengujian.

4. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan, hasil yang

diperoleh, dicatat pada catatan pengujian sediaan jadi.

5. Meneliti dokumen produksi (catatan pengolahan bets dan catatan

pengemasan bets) sebelum obat diluluskan.

57
6. Melaksanakan uji stabilitas dipercepat dan uji jangka panjang untuk

menetapkan kondisi penyimpanan dan masa edar suatu produk.

7. Menyimpan contoh pertinggal setiap bets produk jadi dan catatan

pengujian atau pemeriksaan.

8. Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi

meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan bahan

pengemas.Hasilnya dicatat pada laporan hasil pengujian.

9. Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan

memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap

produksi sampai hasil produk akhir.

10. Membantu dalam pelaksanaan validasi proses produksi.

11. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau

didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas daluarsa terutama

untuk sediaan antibiotik.

12. Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan

didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian

(LHP).

Adapun untuk membantu dalam pelaksanan tugas dalam Pengawasan Mutu

Instalwastu memiliki bangunan yang terdiri dari:

1. Laboratorium mikrobiologi

Laboratorium mikrobiologi terdiri dari 2 laboratorium, yaitu laboratorium

untuk uji sterilitas dan laboratorium untuk uji potensi atau uji lainnya.

Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan ruangan steril dan Laminar

Air Flow dan alat pembaca daya hambat bakteri (Read Biotic) serta alat-alat

58
penunjang lainnya seperti inkubator untuk jamur dan bakteri, lemari

pendingin, oven sterilisator dan autoklaf.

2. Laboratorium kimia

Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan dan fasilitas yang menunjang

pemeriksaan mutu secara kimia, seperti lemari asam dan climatic chamber.

3. Ruang fisika

Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan

tablet yang disertai dengan uji ketebalan dan diameter tablet, alat uji

keregasan tablet, alat uji kebocoran strip dan alat uji waktu hancur tablet.

4. Ruang instrumen

Peralatan yang terdapat di ruang instrumen adalah Spektrofotometer UV–

Vis, alat uji disolusi dan HPLC.

5. Ruang contoh pertinggal

Ruang ini sebagai tempat penyimpanan contoh pertinggal bahan baku obat

dan obat jadi dengan masa simpan satu tahun setelah masa kadaluwarsa.

6. Ruang timbang

7. Gudang reagent

8. Perpustakaan

9. Ruang staf

3.5.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang)

Pelaksanaan kegiatan Installitbang dimulai dengan pengajuan rencana

penelitian dan pengembangan produk Lafi Puskesad yang meliputi :

a. Mengevaluasi produk yang sudah ada dan mengembangkan produk baru

untuk dikembangkan sebagai produk LAFI PUSKESAD.

59
b. Penelitian dan pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka, pengadaan

bahan, penelitian skala laboratorium, skala pilot dan skala produksi,

kemudian dilanjutkan dengan validasi proses dan pengawasan mutu produk

yang dilakukan dengan bekerja sama dengan Instalprod dan Instalwastu.

c. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi

perubahan alat, bahan baku, dan komponen produksi lainnya.

d. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian.

e. Melakukan pengkajian, penelitian, dan pengembangan alat produksi, alat

penunjang, prosedur pengawasan mutu bahan baku, bahan penolong dan

lain-lain.

3.5.4 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan)

Kegiatan Instalsimpan antara lain: menerima, menyimpan dan

mengeluarkan bahan baku obat, bahan pendukung, obat jadi dan alat untuk proses

produksi. Bahan pendukung yang dimaksud adalah pakaian untuk personil, kain

pel, kanebo, disinfektan yang digunakan untuk membersihkan lantai dan dinding

yang terbuat dari epoksi. Peralatan yang disimpan di Instalsimpan adalah

peralatan yang berukuran kecil dan berupa cadangannya.

Barang yang diperoleh dari rekanan akan disimpan di Gudang Pusat II yang

sebelumnya dilakukan proses pemeriksaan oleh Tim Komisi penerimaan barang

secara administrasi, pemeriksaan fisik (label dan segelnya diperiksa), serta

pemeriksaan kimia (spesifikasi barang) yang dilakukan oleh Instalwastu.

Pemeriksaan ini dilakukan oleh Tim Komisi Pusat (wakil dari Ditkesad, Gupus II,

dan Lafi Ditkesad). Setelah Laporan Hasil Pengujian (LHP) menyatakan

memenuhi syarat atau lulus, maka barang dari Gupus II siap dikirim ke Lafi

Puskesad (Instalsimpan) dengan adanya PPM (Perintah Penerimaan Material) dari

60
Ditkesad. Barang yang masuk ke Instalsimpan diperiksa kembali oleh Tim Komisi

Intern Lafi Puskesad (personil dari Instalwastu, Minlog, dan Instalprod) mengenai

kesesuaian barang dengan PPM kemudian Gupus II membuat BP (Bukti

Penyerahan). Setelah dinyatakan lulus oleh Tim Komisi Intern maka barang

disimpan di gudang Instalsimpan sesuai dengan jenis, sifat fisika kimia dan

stabilitas dari barang tersebut, kemudian dibuat Berita Acara (BA) oleh penerima

barang.

Setiap bahan baku yang masuk dan keluar di Instalsimpan dicatat dalam

kartu barang/kartu gantung dan card deck. Untuk kartu barang/kartu gantung

pencatatan dilakukan setiap kali melakukan penimbangan sedangkan card deck

pencatatannya per-item obat yang telah selesai diproduksi. Sistem pencatatan card

deck ini bertujuan untuk memudahkan administrasi dalam pemantauan bahan yang

dikeluarkan per item. Pencatatan barang yang masuk dan keluar Instalsimpan

diperlukan sebagai dokumentasi.

Instalsimpan memiliki beberapa gudang yaitu: gudang bahan baku, gudang

bahan pendukung, gudang bahan pengemas, gudang sejuk, gudang cairan. Bahan-

bahan yang termolabil disimpan di gudang sejuk. Gudang Instalsimpan

merupakan

ruangan kelas G (black area) yang jumlah pertikelnya tidak diperhitungkan.

Personil Instalsimpan juga melakukan proses penimbangan yang dilakukan

di ruang kelas E (grey area). Hasil penimbangan disimpan di ruang stagging

(kelas E) untuk memudahkan personil produksi mengambil bahan dan

meminimalisir kontaminasi yang berasal dari gerakan personil. Peralatan yang

digunakan di Instalsimpan diantaranya adalah timbangan dengan kapasitas 5 kg,

10 kg dan serta timbangan digital dengan kapasitas 310 g dan 60 kg.

61
Bahan-bahan yang sudah ditimbang akan dibawa ke ruang produksi dan

mengalami proses pengolahan lebih lanjut sampai diperoleh produk jadi. Setelah

dinyatakan lulus oleh Instalwastu maka produk jadi tersebut dari Instalprod

diserahkan ke Instalsimpan dan dilaporkan ke Minlog. Minlog membuat konsep

surat Perintah Penerimaan Material (PPnM) yang ditujukan kepada Gudang Pusat

II, yang ditandatangani oleh Ditkesad untuk menerima produk jadi dari

Instalsimpan.

3.5.5 Kegiatan Instalasi Produksi

Kegiatan produksi obat-obatan dilakukan oleh Instalasi Produksi. Produksi

hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten dalam hal ini

seorang Kepala Instalasi Produksi (Kainstalprod), dijabat oleh Pamen TNI

Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm (Apoteker). Kainstalprod dalam

melaksanakan tugasnya dibantu oleh empat kepala seksi yang masing-masing

dijabat oleh TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, yang terdiri dari:

a. Kepala Seksi Sediaan Non -Laktam (Kasidia Non Beta-laktam)

b. Kepala Seksi Sediaan -Laktam (Kasidia Beta-laktam)

c. Kepala Seksi Kemas (Kasi Kemas)

Kainstalprod dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi dan dalam melaksanakan setiap tugas sehari-harinya

dikoordinasikan oleh Wakalafi. Kegiatan produksi meliputi proses perencanaan,

pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk obat yang dihasilkan oleh Lafi

Puskesad berupa produk Beta-laktam dan produk Non Beta-laktam. Ruangan

62
produksi di Lafi Puskesad dibagi menjadi beberapa bagian yaitu produksi Beta-

laktam dan produksi non Beta-laktam.

Obat-obatan yang diproduksi oleh LafiPuskesad tidak diperdagangkan untuk

masyarakat umum namun akan ada rencana untuk kedepan agar bisa bergabung

dengan program BPJS sehingga obat-obatan dapat dijangkau masyarakat luas,

meskipun demikian proses produksi tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman

CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM. Rencana produksi obat dibuat

berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki

(kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja

serta waktu produksi yang tersedia.

Semua proses produksi yang dilakukan, dicatat dan didokumentasikan

dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record).

Hal yang diuraikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets

adalah kode produk, nama produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan,

kemasan dan tanggal pengolahan atau pengemasan. Selain itu, Catatan

Pengolahan Bets juga menguraikan mengenai komposisi, spesifikasi, peralatan,

penimbangan, prosedur pengolahan dan rekonsiliasi. Pada Catatan Pengemasan

Bets diuraikan tentang pengemasan meliputi penerimaan bahan pengemas,

prosedur pengemasan primer, kesiapan jalur pengemasan sekunder, prosedur

pengemasan sekunder, hasil obat jadi, kelulusan oleh pengawasan mutu,

rekonsiliasi proses pengemasan dan pengiriman obat jadi ke instalsimpan.

Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan

digunakan dan dikeluarkan dari Instalsimpan berdasarkan Catatan Pengolahan

Bets dan Catatan Pengemasan Bets untuk setiap produk. Barang yang telah

dikeluarkan dari Instalsimpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada

63
masing-masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan Non Beta-laktamdan seksi

sediaan Beta-laktam.

Seksi Sediaan Non -Laktam

a. Tata Ruang

Ruangan produksi di Lafi Puskesad dibagi menjadi beberapa bagian yaitu

produksi -Laktam, produksi Non -Laktam dan produksi Sefalosporin.

Ruang produksi ini terdiri dari:

1) Ruang Produksi Kelas G

a) Ruang ganti pria dan wanita

b) Gudang cairan

c) Gudang bahan pendukung

d) Gudang bahan baku

e) Ruang administrasi gudang

2) Ruang Produksi Kelas F

Ruang kemas sekunder

3) Ruang Produksi Kelas E

a) Ruang penimbangan

b) Ruang staging

c) Ruang produksi sediaan padat

d) Ruang produksi sediaan cairan obat dalam

e) Ruang produksi sediaan cairan obat luar

f) Ruang stripping

Puskesad memproduksi sediaan padat, sediaan cairan obat dalam, dan

sediaan cairan obat luar. Produksi sediaan Non Beta-laktam di Lafi Puskesad

64
ditujukan untuk penggunaan pengobatan bagi anggota dan keluarga TNI. Adapun

tata ruang pada ruang produksi Non Beta-laktam di Puskesad terdiri dari ruang

Kelas G (ruang ganti pakaian pria dan wanita serta gudang bahan awal dan obat

jadi), Ruang Kelas F (ruang pengemasan sekunder), Ruang Kelas E (Ruang

pengolahan dan pengemasan primer obat non steril). Antara ruang kelas

kebersihan E dan F dibatasi dengan adanya buffer room. Sistem tata udara pada

fasilitas produksi Beta-laktam Puskesad menggunakan 2 Unit Penanganan Udara

(Air Handling Unit/AHU) dimana koridor dijaga dengan tekanan udara lebih

tinggi daripada di dalam ruang produksi. Bangunan dan sarana di LafiAD telah

memenuhi persyaratan CPOB 2012.

b. Personil

Kepala bagian Produksi di Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LafiAD)

merupakan seorang Apoteker dimana sesuai dengan ketentuan dalam CPOB.

Personil untuk produksi sediaan non Beta-laktam dibagi menjadi personil untuk

produksi sediaan padat, sediaan cair, serta personil dibagian pengemasan. Personil

bekerja sesuai dengan pembagian kerja masing-masing pada jam kerja mulai

pukul 08.00 -12.00 dilanjutkan pukul 13.00-15.00.

Personil sebelum memasuki ruangan maka perlu memastikan bahwa

tubuhnya telah bersih dan siap untuk bekerja. Sebelum memasuki suatu ruangan

yang berbeda kelas harus melawati ruang antara atau buffer room. Untuk masuk

ke dalam ruang produksi, maka personil harus menggunakan alat pelindung diri

(APD) yang khusus untuk bekerja sesuai dengan kelas kebersihan.

c. Alur Produksi

Pada alur barang, bahan baku dan bahan tambahan untuk produksi berasal

dari Instalasi Penyimpanan. Bahan-bahan tersebut ditimbang sesuai dengan

65
formula yang ada. Seluruh proses yang terjadi pada bahan baku obat mulai

penimbangan hingga pengemasan dalam kemasan sekunder didokumentasikan ke

dalam batch record. Batch record merupakan catatan batch dari awal

penimbangan hingga produk jadi siap diedarkan. Batch record terdiri dari 2

bagian yaitu: Catatan Pengolahan Batch dan Catatan Pengemasan Batch.

1) Catatan Pengolahan Batch terdiri dari:

a. Formula standard obat

b. Spesifikasi

c. Peralatan

d. Tabel penimbangan

e. Prosedur pengolahan (tahapan proses dan hasil)

f. Rekonsiliasi (proses mencocokkan antara hasil teoritis dengan hasil

nyata)

2) Catatan Pengemasan Batch terdiri dari:

a. Penerimaan bahan pengemas

b. Prosedur stripping dan hasil

c. Kesiapan jalur pengemasan sekunder

d. Kesiapan jalur pelipatan brosur

e. Prosedur pengemasan sekunder

f. Hasil obat jadi

g. Rekonsiliasi

h. Pemeriksaan oleh wastu

i. Pengiriman obat jadi ke Instalasi Penyimpanan

Setiap alur proses pada Lafi Puskesad mengikuti prinsip one work flow.

Seluruh proses produksi berjalan sesuai urutannya dimana memastikan tidak ada

66
suatu proses yang harus kembali lagi ke ruang sebelumnya. Sistem tersebut harus

dibuat dengan baik agar seluruh proses dapat dilaksanakan dengan memenuhi

syarat klasifikasi ruangan dan urutan kerja pada bagian produksi. Hasil observasi

yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa bagian produksi di Lafi Puskesad telah

memenuhi syarat CPOB 2012 karena alur kerja di Lafi Puskesad telah sesuai

dengan urutan proses produksi dan memenuhi syarat ruangan. Selain itu ruangan

produksi di Lafi Puskesad dekat dengan Bagian Pengawasan Mutu, sehingga hasil

pemeriksaan sampel dan pemberian sampel dapat berlangsung cepat sehingga

akan mengurangi waktu perjalanan sampel.

I. Sediaan Padat

Pengolahan sediaan padat dimulai dari proses penimbangan hingga

pengemasan primer. Proses ini dilakukan di ruang kelas kebersihan E. Sedangkan

untuk proses pengemasan sekunder dilakukan di ruang kelas kebersihan F. Selama

proses produksi, seluruh proses mulai dari penimbangan hingga pengemasan

didokumentasikan dalam batch record.

Dalam melakukan setiap tahap proses produksi sediaan padat selalu

dilakukan pencucian alat dan pembersihan ruangan sebelum dan sesudah

melakukan proses. Kebersihan alat akan diperiksa oleh Wastu dan ditetapkan

apakah ruangan dan alat tersebut layak untuk proses berikutnya. Bila lulus

pemeriksaan, alat akan diberi label bersih dimana label bersih tersebut akan

disertakan di dalam batch record sehingga seluruh proses akan terjamin mutunya.

A. Sediaan Tablet

Ruang produksi tablet terdiri dari ruang timbang, ruang mucilago, ruang

campur, ruang granulator, ruang pengering, ruang ayak, ruang cetak, ruang

penyalutan, ruang stripping, dan ruang cuci alat. Ruangan-ruangan ini dilengkapi

67
dengan lampu penerangan yang memadai, HVAC dengan penghisap debu, dan

lapisan epoksi pada dinding dan lantai setiap ruangan. Peralatan yang digunakan

untuk pembuatan tablet diantaranya adalah timbangan elektrik, mesin pembuat

mucilago dengan energi panas dari uap, mesin pencampur basah (super mixer),

mesin pencampur kering (planetary mixer), oven pengering/FBD, granulator,

mesin cetak tablet, mesin salut film, dan mesin strip tablet. Proses pembuatan

tablet dimulai dari :

1) Proses penimbangan bahan baku

Proses penimbangan dimulai dari penimbangan bahan aktif dan bahan

tambahan lainnya yang dibutuhkan dalam pembuatan tablet dilakukan di

ruang kelas E dan ditimbang oleh personel Instalsimpan minimal 2 (dua)

orang, dimana 1 orang menimbang dan 1 orang menyaksiksan. Parameter

kritis dalam proses penimbangan adalah kalibrasi timbangan agar

didapatkan hasil penimbangan yang tepat. Timbangan yang tidak tepat

maka akan mempengaruhi mutu dari produk jadi yang dihasilkan, selain

itu juga diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang protap

penimbangan dari personil, agar diperoleh hasil yang tepat. Hasil

penimbangan disimpan di dalam ruang staging.

2) Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago)

Sejumlah tertentu aqua demineralisata dididihkan dalam tangki pemanas

double jacket. Setelah mendidih, dimasukkan sejumlah bahan pengawet

(misalnya: nipagin) kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu,

masukkan gelatin danaduk homogen. Kemudian Amylum solani yang

sebelumnya sudah dikembangkan dimasukkan dalam aqua demineralisata

68
sedikit demi sedikit. Selanjutnya dilakukan pengadukan sampai terbentuk

massa bening.

3) Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam

Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam dan diaduk sampai

homogen. Saat mencampur melihat sifat bahan baku seperti higroskopis,

kristal, volumines, dan lain-lain, dicampur sedikit demi sedikit. Parameter

yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah jumlah, putaran mesin, dan

lama mencampur agar dihasilkan massa yang homogen.

4) Proses Granulasi Basah

Setelah proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam

dilakukan proses granulasi. Metode granulasi yang digunakan di Lafi

Puskesad adalah granulasi basah yaitu proses pembuatan granul dengan

cara membasahi bahan-bahan yang digunakan hingga menjadi masa

kempa.

5) Proses pengeringan

Massa yang telah diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven dengan

suhu ± 40-50oC selama 15 jam sampai terbentuk massa setengah kering

dengan kapasitas oven 500 kg. Parameter yang harus diperhatikan pada

tahap ini adalah suhu dan waktu pengeringan.

6) Proses pengayakan

Massa setengah kering diayak dengan ayakan ukuran mesh tertentu,

tergantung dari jenis dan ukuran tablet.

7) Proses pengeringan

69
Massa yang telah diayak dikeringkan kembali di oven dengan suhu dan

waktu yang sama seperti pengeringan sebelumnya sampai mencapai kadar

air sekitar 2-5%, tergantung jenis tablet yang dibuat.

8) Proses pengayakan

Massa yang telah kering dilakukan pengayakan kembali dengan ayakan

ukuran mesh tertentu sampai diperoleh massa granul. Misalnya untuk

tablet dengan ukuran 6,5 mm dan 7,5 mm menggunakan diameter mesh 16

sedangkan untuk tablet dengan diameter 12 mm dan 13 mm menggunakan

mesh 10.

9) Pengawasan mutu

Terhadap granul yang telah dikeringkan dilakukan pengujian mutu (IPC),

yakni kadar air dan pemeriksaan susut pengeringan. Granul yang

memenuhi syarat dibuat massa cetak dengan penambahan fase luar dan

dilakukan IPC dengan mengambil sampel sebanyak 3 x 7,5 g untuk

dilakukan uji kadar oleh Instalwastu.

10) Proses pembuatan massa cetak granul

Granul yang telah lulus dalam uji mutu (IPC) kemudian dibuat massa

cetak dengan penambahan pelincir (untuk mengurangi gesekan antar zat),

pelicin (untuk mengurangi gesekan antara zat dengan alat/mesin cetak) dan

penghancur luar, lalu diaduk hingga homogen.

11) Pengawasan mutu

Massa cetak yang akan dicetak, sebelumnya dilakukan pengujian mutu

(IPC) terhadap homogenitas kadar zat aktifnya.

12) Proses pencetakan tablet

70
Massa cetak yang telah lulus uji mutu kemudian dicetak dengan mesin

cetak tablet yang sebelumnya telah disesuaikan dengan ukuran dan

diameter tablet yang akan dibuat. Selama proses pencetakan harus

diperhatikan kekerasan, ketebalan, dan keragaman bobot tablet, kemudian

hasil cetak tersebut dialirkan ke dalam alat deduster untuk menghilangkan

debu/fines yang masih ada pada permukaan tablet. Parameter yang harus

diperhatikan pada tahap ini adalah kecepatan putaran dan tekanan.

13) Pengawasan mutu

Selama pencetakan, dilakukan IPC di ruang produksi terhadap sisi kanan

dan kiri mesin cetak yang meliputi keragaman bobot, kekerasan tablet dan

ketebalan tablet sedangkan pengujian mutu oleh Instalwastu meliputi uji

waktu hancur, keregasan, diameter, tebal, kekerasan, keragaman bobot

tablet, kadar bahan aktif, dan uji disolusi untuk tablet tertentu pada hasil

pencetakan. Sampling IPC tablet dilakukan setiap 15 menit sekali. Setiap

15 menit dilakukan IPC kepada tablet hasil cetak dengan menimbang

bobot dari 10 tablet kanan dan kiri kemudian melihat dan mencatatnya di

batch record apakah masuk spesifikasi yang sudah ditetapkan dan cek

kekerasan dan ketebalan dari tablet. Bila tidak memenuhi spesifikasi maka

akan dilakukan penyesuaian dan cek kinerja mesin cetak. Masalah yang

sering dihadapi ketika proses cetak adalah capping, yaitu rusaknya tablet

sehingga tablet yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi yang

dipersyaratkan. Capping dapat disebabkan oleh proses pengeringan yang

tidak baik sehingga kadar air tidak sesuai dan mempengaruhi dalam proses

pencetakan. Sebanyak 50 tablet dikirim ke Instalwastu untuk dilakukan uji

71
kualitas dari tablet yang dicetak sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditetapkan di batch record.

14) Proses penyalutan

Pada proses penyalutan, parameter yang harus diperhatikan adalah suhu,

ketebalan, tekanan spray gun, frekuensi penyemprotan, lubang

penyemprotan, waktu penyemprotan, jarak penyemprotan, keseragaman

warna dan kecepatan pemutaran panci. Sedangkan untuk tablet yang tidak

disalut, langsung dikemas (stripping).

15) Pengawasan mutu

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah penampilan,

waktu hancur, ketebalan dan keragaman bobot.

16) Proses stripping

Tablet salut ataupun tablet biasa yang telah lulus uji mutu, distrip dengan

menggunakan bahan pengemas Polycellonium sebagai kemasan primer,

dengan suhu mesin ± 80°-100°C. Hal yang perlu diperhatikan dalam

proses penyetripan yaitu sebelum digunakan sealing roller pada mesin

stripping harus dipanaskan terlebih dahulu. Suhu mesin tidak boleh terlalu

rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat melekat satu sama

lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan menyebabkan

perlekatan yang buruk atau pelelehan pada stripnya. Selain suhu yang

digunakan, hal yang perlu diperhatikan adalah kecepatan.

17) Pengawasan mutu

Pengujian mutu yang dilakukan di ruang produksi terhadap hasil stripping

meliputi uji kebocoran strip secara visual, penandaan ED (Expired Date)

dan nomor batch setiap 30 menit sekali. Tablet yang telah distrip akan

72
dikirim ke Seksi Kemas untuk dikemas sekunder, lalu obat jadi dikirim ke

Instalsimpan. Untuk pembuatan tablet dengan metode cetak langsung

dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti

proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan

pengemasan tanpa melalui proses granulasi.

B. Sediaan kapsul

Ruang produksi kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian dan

polishing, serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan

kapsul diantaranya adalah mesin pencampur, mesin pengisi kapsul, mesin

polishing, dan mesin strip.

Alur proses produksi sediaan kapsul adalah sebagai berikut:

1) Penimbangan bahan baku

Proses penimbangan bahan baku dan bahan tambahan lainnya dilakukan di

ruang kelas E. Proses penimbangan dilakukan oleh minimal 2 (dua) orang

personel Instalsimpan dimana 1 orang menimbang dan 1 orang menyaksikan.

2) Pencampuran/granulasi

Semua bahan yang telah ditimbang dilakukan pencampuran hingga homogen.

Bahan yang diisikan ke dalam cangkang kapsul ada yang harus digranulasi

terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat alirnya sedangkan untuk bahan yang

tidak digranulasi dapat langsung diisikan ke dalam cangkang kapsul.

3) Pengawasan mutu

Dilakukan In Process Control (IPC) oleh Instalwastu terlebih dahulu untuk

diperiksa kadar zat aktifnya sebelum massa kapsul diisikan ke dalam

cangkang kapsul.

4) Pengisian kapsul

73
Massa kapsul yang telah diluluskan oleh Instalwastu diisikan ke dalam

cangkang kapsul. Selama proses pengisian, dilakukan pengawasan mutu

(IPC) terhadap keragaman bobot, kadar zat aktif, dan waktu hancur kapsul

dan uji disolusi untuk kapsul tertentu.

5) Polishing

Kapsul harus melewati proses polishing terlebih dahulu sebelum dilakukan

stripping untuk menghilangkan debu yang menempel pada bagian luar

cangkang kapsul.

6) Penyetripan/stripping

Setelah melalui proses polishing, kapsul distrip dengan cara yang sama

seperti pada proses stripping tablet.

7) Pengawasan mutu

Pengujian mutu yang dilakukan di ruang produksi terhadap hasil

stripping meliputi uji kebocoran strip secara visual, penandaan ED dan nomor

batch setiap 30 menit sekali. Kapsul yang telah lulus uji mutu siap dikemas

dan obat jadi dikirim ke Instalasi penyimpanan.

II. Cairan obat luar

Terdapat 5 ruangan untuk produksi cairan obat luar, yaitu ruang staging ,

ruang pencucian alat dan ruang kemasan, ruang pencampuran, ruang filling, ruang

pengemasan sekunder.

1. Staging

Sebagai tempat penyimpanan bahan baku yang telah di timbang.

2. Pencucian alat dan kemasan

Sebagai tempat untuk pemeliharaan alat dan pencucian kemasan primer.

3. Ruang pencampuran

74
Sebagai tempat untuk proses mencampur bahan yang akan digunakan

4. Ruang filling

Sebagai tempat untuk mengisi produk kedalam kemasan primer

5. Pengemasan sekunder

Sebagai tempat untuk melindungi kemasan primer produk melalui

pemasukan ke folding box (dus) sebagai kemasan sekunder.

Alur proses produksi obat luar meliputi:

a. Penimbangan bahan baku

Proses penimbangan bahan baku dan bahan tambahan lainnya dilakukan di

ruang kelas E. Proses penimbangan dilakukan oleh minimal 2 (dua) orang

personel Instalsimpan dimana 1 orang menimbang dan 1 orang

menyaksikan.

b. Pencampuran bahan

Pembuatan larutan povidon iodine dilakukan dengan cara povidon iodine

direndam dengan air dan dibiarkan 24 jam. Setelah itu diaduk sampai

homogen.

Pencampuran zat tambahan lain yang telah ditimbang, masing-masing

dilarutkan dalam pelarut yang sesuai sampai larut sempurna, kemudian

dicampur dengan larutan povidon iodine. Selanjutnya ditambahkan air

sampai tanda batas yang telah ditentukan sesuai volume yang diinginkan.

c. Pengawasan mutu

Pengujian mutu (IPC) dilakukan terhadap hasil pencampuran yang terdiri

dari kadar zat aktif, berat jenis, dan pH.

d. Pengisian, penutupan, labelling dan pengemasan sekunder

Setelah lulus uji mutu maka dapat dilakukan pengisian, penutupan dan

75
pemberian etiket atau label.

e. Pengawasan mutu

Produk yang telah dikemas tetap dilakukan pemeriksaan mutu yang meliputi

keseragaman isi atau volume, kadar zat aktif, pH dan bobot jenis. Setelah

lulus uji mutu, dilakukan proses pengemasan kemudian obat jadi diserahkan

ke Instalsimpan.

2. Seksi Sediaan -laktam

A. Gedung

Gedung produksi produk Beta-laktam diletakkan terpisah dengan gedung

produksi non Beta-laktam dengan tujuan untuk mencegah hipersensitifitas

dan kontaminasi silang (cross contamination). Gedung produksi produk

Beta-laktam di Lafi Puskesad telah dilengkapi dengan sistem pengaturan

udara (Air Handling System), air washer, air shower, dan ruang penyangga

(air lock), serta lantai, dinding, dan langit-langit telah dilapisi oleh bahan

epoksi.

B. Ruangan

Ruangan untuk produksi sediaan Beta-laktam terdiri dari:

a. Ruang kelas E khusus, adalah ruangan untuk pengolahan produk

peroral.

b. Ruang kelas F, adalah ruangan untuk pengemasan sekunder.

c. Ruang kelas G, adalah ruangan untuk gudang Bahan Baku Obat

(BBO) dan bahan kemas.

C. Kelas Kebersihan

Ruangan untuk produksi sediaan Beta-laktam dapat dilihat dari sistem

pengaturan udara (Air Handling System/AHS)

76
i. Spesifikasi ruang kelas E, penambahan udara segar (fresh air)

sebanyak 10-20% dengan efisiensi saringan udara 99,95%, suhu

ruangan 20-27°C dan RH maksimum 70%.

ii. Spesifikasi ruang kelas F, suhu ruang pengemasan sekunder 20-28°C.

iii. Spesifikasi ruang kelas G, suhu ruang/suhu kamar.

D. Personel

Personel yang bekerja di ruang Beta-laktam diharuskan menggunakan

pakaian khusus, lengkap dengan perlengkapannya yang berupa masker,

penutup kepala, sepatu, dan sarung tangan sesuai dengan tempat atau ruangan

dimana personel melakukan tugasnya untuk mencegah hipersensitifitas dan

kontaminasi silang baik kontaminasi personel terhadap sediaan ataupun

sebaliknya. Untuk mencegah kontaminasi dari luar danagar kontaminan Beta-

Laktam tidak terbawa keluar dari gedung produksi, maka dilengkapi dengan

ruang antara yang memiliki perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan yang

dimaksudkan adalah tekanan yang ada di koridor lebih tinggi (positif)

dibandingkan tekanan dalam ruangan produksi.

Setelah memasuki ruang pengolahan Beta-laktam personel melewati air

shower yang dengan tujuan untuk menghindari adanya partikel-partikel Beta-

laktam keluar dari ruang produksi dan menghilangkan partikel-partikel

pengotor yang melekat pada pakaian. Personel keluar dari ruang pengolahan

Beta-laktam terlebih dahulu melewati air shower kembali kemudian personel

diharuskan untuk mandi.

Seksi produksi sediaan Beta-laktam meliputi sediaan kaplet, kapsul, dan

sirup kering. Produksi -laktam di Lafi Puskesad telah mendapat 5 sertifikat

CPOB dari BPOM yang meliputi: tablet antibiotika penisilin dan turunannya,

77
tablet salut antibiotika penisilin dan turunannya, kapsul keras antibiotika

penisilin dan turunannya, suspensi kering oral antibiotika penisilin dan

turunannya, serbuk steril injeksi antibiotika penisilin dan turunannya.

Prosesproduksi Beta-laktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan

produksi Non Beta-laktam untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang.

Kondisi ruangan di Beta-laktam selalu diukur secara berkala untuk mengukur

pertukaran udara, suhu udara, kelembaban dan jumlah partikelnya.

I. Sediaan Kaplet

Proses produksi kaplet golongan Beta-laktam dilakukan dengan metode

cetak langsung. Cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku

selanjutnya proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses

penyetripan dan pengemasan. Setelah dilakukan proses pencampuran

dilanjutkan dengan uji homogenitas terhadap bahan yang dicampur, serta

dilakukan uji keseragaman bobot terhadap kaplet yang telah dicetak. Pada

saat proses penyetripan dilakukan uji kebocoran strip, setelah lulus uji maka

dapat dilakukan tahap penyelesaian yang disebut finishing good (dilakukan

proses pengepakan/pengemasan sekunder).

II. Sediaan Kapsul

Proses pembuatan kapsul pada seksi sediaan Beta-laktam sama dengan

proses pembuatan kapsul pada seksi sediaan Non Beta-laktam. Ruang

produksi sediaan kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian,

polishing serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan

kapsul antara lain mesin campur, mesin pengisi kapsul, mesin polishing dan

mesin stripping. Proses pembuatan sediaan kapsul secara umum adalah

sebagai berikut :

78
1) Penimbangan bahan baku

Penimbangan bahan baku kapsul dilakukan di ruang timbang.

2) Pencampuran

Setelah semua bahan ditimbang, dilakukan proses pencampuran

hingga

homogen. Ada beberapa bahan-bahan tertentu harus terlebih dahulu

digranulasi sebelum diisikan ke dalam cangkang kapsul untuk

memperbaiki sifat alirnya. Setelah proses pencampuran, dilakukan In

Process Control terhadap homogenitas produk antara dan kadar zat

aktif.

3) Pengisian kapsul

Setelah diluluskan oleh Instalwastu maka massa kapsul diisikan ke

dalam cangkang kapsul. Ruang pengisian kapsul dilengkapi dengan

dust collector, untuk menghisap debu-debu yang menempel pada

cangkang kapsul.

4) Polishing

Sebelum kapsul di-strip, dilakukan polishing terlebih dahulu untuk

menghilangkan debu-debu yang menempel pada cangkang kapsul.

Setelah proses polishing, dilakukan In Process Control terhadap

produk ruah yaitu uji identifikasi keseragaman bobot, waktu hancur,

disolusi, dan uji mutu meliputi keseragaman kandungan dan kadar zat

aktif.

5) Stripping

Setelah polishing maka kapsul siap di-strip. Dalam proses penyetripan

perlu diperhatikan suhu sebagai parameter kritis yang mempengaruhi

79
kualitas produk. Setelah proses stripping, dilakukan In Process

Control yaitu tes kebocoran strip dan apabila tidak bocor, kapsul yang

telah di-strip siap dikemas.

Pengemasan yang telah selesai dilanjutkan dengan dilakukannya

pemeriksaan QC oleh Instalwastu. Setelah diperiksa oleh Instalwastu, hasil

pengemasan diberi label “Diluluskan” kemudian seksi kemas membuat laporan

administrasi yang terdiri dari laporan bulanan untuk dilaporkan kepada Kalafi dan

bukti penyerahan obat dari Kainstalprod ke Kainstalsimpan, selanjutnya obat jadi

dikirim ke bagian Instalsimpan.

3.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Instalhar dan


Sisjang)

Instalasi pemeliharaan dan sistem penunjang merupakan pelaksana fungsi

pemeliharaan dan perbaikan terhadap peralatan produksi dan laboratorium,

sehingga siap digunakan. Kegiatan lainnya yaitu penatalaksanaan limbah industri,

menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan produksi, dan merencanakan

kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan pemeliharaan dan perbaikan.

Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan akan dilaporkan kepada Kalafi.

Kainstalhar dan Sisjang, dijabat oleh Perwira Menengah TNI Angkatan

Darat berpangkat Mayor Ckm. Kainstalhar dan Sisjang dalam melaksanakan

tugasnya dibantu oleh dua kepala urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama

TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten Ckm, yang terdiri dari:

a. Kepala Urusan Pemeliharaan (Kaurhar).

b. Kepala Urusan Sistem Penunjang (Kaursisjang).

80
Kainstalhar dan Sisjang dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya

bertanggungjawab kepada Kalafi, dan dalam melaksanakan tugas sehari-hari

dikoordinasikan oleh Wakalafi.

A. Fasilitas Pendukung atau Penunjang (Utility)

Fasilitas pendukung/utility yang ada di Lafi Puskesad antara lain terdiri dari

pengolahan air baku farmasi, instalasi listrik, uap/boiler, Air Handling System

(AHS) dan udara bertekanan. Sumber air bersih didapat dari pasokan Perusahaan

Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian diolah menjadi air baku farmasi

(purified water) melalui instalasi pengolahan air. Air baku farmasi adalah air yang

telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku air untuk produksi

steril maupun non-steril. Penanggung jawab pengelolaan fasilitas ini adalah

Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang. Fasilitas utility terdiri dari:

i. Instalasi Pengolahan Air

Sumber air bersih Lafi Puskesad berasal dari pasokan atau suplai

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian diolah menjadi air baku

farmasi (purified water) melalui Instalasi Pengolahan Air. PDAM dipilih sebagai

sumber air karena kandungan air tanah masih banyak mengandung logam. Air

baku farmasi adalah air yang telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai

bahan baku air untuk produksi steril maupun non-steril. Penanggung jawab

pengolahan air ini adalah Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang.

Untuk digunakan dalam proses produksi air PAM tersebut harus

mengalami beberapa tahapan pengolahan, dengan tujuan sebagai berikut :

1. Menghilangkan kekeruhan dan partikel untuk mencegah pengotoran pada

membran dan peralatan.

81
2. Menghilangkan kesadahan dan logam : untuk mencegah terjadinya kerak

pada pengolahan akhir.

3. Menghilangkan pengotor senyawa organik dan mikroorganisme.

4. Mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dan menghilangkan

senyawa kimia pengendali mikroorganisme untuk mencegah degradasi

pada pengolahan akhir.

a. Pre-treatment

1. Penampungan Air PDAM

Air dari PDAM ditampung terlebih dahulu dalam bak penampung air (ground

tank) berukuran 18 x 6 x 3 m3. Ground tank dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

1) Bak I

Air dari PDAM pertama kali ditampung dalam bak ini. Bak I digunakan

untuk memenuhi kebutuhan air kamar mandi dan WC.

2) Bak II

Bak ini merupakan kelanjutan dari bak I dimana air yang dialirkan lebih

jernih (ada sekat antar bak yang menahan kotoran). Air dari bak II

sebagian didistribusikan melalui pipa dan digunakan untuk kegiatan

pencucian botol.

3) Bak III

Kelanjutan dari bak II, dengan ukuran paling besar. Air yang ditampung

lebih jernih, digunakan sebagai sumber air untuk pengolahan aqua

demineralisata (purified water) yang dipergunakan untuk keperluan proses

produksi. Dinding ground tank dibuat kasar yang bertujuan untuk

mengadsorbsi kotoran yang terbawa oleh air. Sekat-sekat bertujuan untuk

82
menahan kotoran sehingga air yang dialirkan dari bak satu ke bak

berikutnya lebih bersih.

2. Saringan Pasir (Sand Filter)

Penyaringan secara fisik menggunakan pasir silika, zeolith, manganese

greensand, dan berfungsi untuk menyaring cemaran-cemaran besar (organik dan

anorganik) yang terbawa oleh air PDAM. Harus ada dua jenis mesh yang

bertujuan untuk menutup celah-celah antar filter (pasir silika /zeolith/ manganese

greensand) sehingga kontaminan tidak mengisi celah-celah tersebut. Pada proses

filtrasi melalui sand filter terjadi proses filtrasi ulang(re-filter) melalui filter yang

sama (backwash) selama kurun waktu ± 15-20 menit kemudian dilakukan

sampling, hasil filtrasi dilakukan pemeriksaan meliputi: pH, warna, kejernihan,

dan bau.

Alur proses sand filter dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.1 Alur Proses Carbon Filter

3. Saringan Karbon

Saringan karbon berfungsi untuk mengadsorbsi bau, rasa, warna, kontaminan

zat organik dan unsur klor yang ditambahkan pada pengolahan air di PDAM.

83
Filter pada saringan karbon menggunakan karbon aktif. Harus ada dua jenis mesh

pada saringan ini. Pada proses filtrasi dengan saringan karbon juga dilakukan back

wash selama ± 15-20 menit kemudian dilakukan sampling, hasil filtrasi dilakukan

pemeriksaan meliputi: pH, warna, kejernihan, dan bau.

4. Water softener

Proses selanjutnya adalah proses menghilangkan kesadahan air yaitu dengan

menghilangkan kandungan Ca dan Mg menggunakan resin kation. Pada proses ini

dilakukan back wash dan regenerasi dengan lama masing-masing proses selama ±

15-20 menit. Hasil filtrasi di sampling, hasil filtrasi dilakukan pemeriksaan

meliputi: pH, warna, kejernihan, bau, dan kesadahan. Uji kesadahan

menggunakan tablet EBT. Bila kadar Ca dan Mg rendah maka akan tercapai

warna biru.

5. Penukar anion dan kation

Penukar anion dan kation berfungsi untuk menghilangkan air dari mineral

mineral. Pada proses ini kation ditangkap oleh resin dan ditukar dengan H+ yang

berasal dari HCl, sedangkan untuk anion ditangkap oleh resin dan ditukar dengan

OH- yang berasal dari NaOH. Setelah resin jenuh (resin tidak mampu menangkap

anion dan kation lagi) maka dilakukan back wash.

84
Gambar 3.2 Alur Proses Kation-Anion Exchanger

Untuk menentukan kualitas air, ada tiga parameter yang harus diukur yaitu

TDS (Total Dissolve Solid), konduktivitas, dan pH. Kualitas air yang baik

memiliki TDS dengan konsentrasi dibawah 10 ppm, konduktivitasnya dibawah

1,3μs/cm dan pH netral (±7).Air yang telah memenuhi syarat ditampung didalam

tangki yang kemudian siap untuk didistribusikan ke bagian-bagian produksi dan

laboratorium yang membutuhkan.

6. Reverse Osmosis

Reverse osmosis merupakan teknik pembuatan air murni (purified water)

yang dapat menurunkan hingga 95% Total Dissolve Solids (TDS) di dalam air.

Reverse osmosis terdiri dari lapisan filter yang sangat halus (hingga 0,0001

mikron). Air yang digunakan untuk produksi steril adalah High Purified Water

(HPW) yang telah mengalami pengolahan dengan cara Reverse Osmosis dan

Looping System pada suhu 800 C selama 24 jam. Looping System dilengkapi

dengan lampu UV untuk membunuh bakteri. Looping System ini juga dilengkapi

85
dengan alat pengukur TOC (Total Organic Carbon) untuk mendeteksi sisa bakteri

yang telah mati pada suhu 800 C dan kandungan organik lain. Besarnya TOC yang

dipersyaratkan untuk HPW tidak lebih dari 500 ppb.

ii. Instalasi Pengolahan Listrik


Sumber listrik Lafi Puskesad berasal dari PLN dengan daya sebesar 1000

KW. Pada saat ini tidak digunakan generator karena Lafi Puskesad bekerjasama

dengan pihak PLN sehingga tidak akan terjadi pemadaman selama produksi.

Pasokan listrik dari PLN dialokasikan pada gardu utama, kemudian dari gardu

utama, Lafi Ditkesad membuat gardu induk utama yang kemudian dibuat panel

utama yang dibagi menjadi 4 panel untuk memenuhi kebutuhan listrik masing-

masing bagian, diantaranya panel utama kebutuhan laboratorium, panel utama

kebutuhan produksi, panel utama kebutuhan pompa, panel kebutuhan kebutuhan

betalaktam dan non-betalaktam.

iii. Instalasi Pengolahan Sistem Tata Udara (Heating, Ventilating, Air


Conditioning (HVAC))

Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC) atau Air Handling

System (AHS) adalah sistem pengaturan udara yang berfungsi mengkondisikan

udara dalam ruangan produksi yang dilengkapi dengan sarana pengatur suhu dan

kelembaban. Parameter ini dapat mempengaruhi kualitas produk dari industri

farmasi, selain itu juga terdapat parameter lainnya antara lain pertukaran udara

(air change), tekanan udara, kontaminasi mikroba dan cemaran partikel. Tujuan

dari sistem ini adalah untuk menyediakan aliran udara kering dan dingin yang

bersih untuk tiap-tiap ruangan produksi.

86
Gambar 3.3 Sistem HVAC di Lafi Puskesad

Pada ruang Kelas D terdapat pre-filter dan medium filter, sedangkan pada

ruangan Kelas C dan B terdapat pre-filter, medium filter dan HEPA filter, pada

ruang Kelas A selain terdapat pre-filter, medium filter dan HEPA filter juga

dilengkapi dengan LAF (Laminar Air Flow). Pada ruang produksi tablet dan sirup

kering tekanan udara ruangan akan lebih negatif dari tekanan udara pada ruang

koridor. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kontaminasi debu, karena aliran

udara bergerak dari tekanan yang tinggi ke yang lebih rendah. Pada ruang

produksi betalaktam, tekanan udara di dalam ruang produksi harus lebih rendah

daripada koridor supaya tidak terjadi pencemaran partikel betalaktam ke daerah

koridor yang dilewati personil. Berikut pengendalian udara di beberapa ruang

produksi Lafi Puskesad:

a) Pengendalian udara di ruang Kelas C

Ukuran partikel : 0,5 μm maksimum 10.000/feet3

Relative humidity : 50 – 60 %

Filter : Primer filter (efisiensi 30 - 60 %)

Secondary filter (efisiensi 80 – 95 %)

Sirkulasi udara : < 20 kali per jam

87
Asal udara : Fresh air

b) Pengendalian udara di ruang Kelas B

Ukuran partikel : ≥ 0,5 μm maksimum 100/feet3

Relative humidity : 45 – 50 %

Filter : Secondary filter (efisiensi 80 – 95 %)

HEPA filter (efisiensi 99,995 %)

Sirkulasi udara : > 20 kali per jam

Asal udara : Fresh air 10 % dan sirkulasi 90 %

c) Pengendalian udara di ruang Kelas A

Ukuran partikel : ≥ 0,5 μm maksimum 100/feet3

Relative humidity : < 40 %

Filter : Primer filter (efisiensi 30 - 60 %)

Secondary filter (efisiensi 80 – 95 %)

HEPA filter (efisiensi 99,995 %)

Sirkulasi udara : > 120 kali per jam

Sistem tata udara secara umum dapat dijelaskan secara singkat sebagai

berikut: Suplai udara dalam sistem tata udara berasal dari udara luar (udara

terbuka) dikenal istilah fresh air. Volume fresh air yang masuk ke sistem

ditentukan oleh volume dumper yang telah terpasang. Udara tersebut disaring pada

saringan pertama/prefilter yang mampu menangkap partikel yang berukuran ≥ 1

µm. Udara tersebut akan disaring kembali untuk yang kedua kalinya oleh medium

filter yang mampu menangkap partikel yang berukuran ≥ 0.5 µm. Selanjutnya

oleh Cooling Coil udara tersebut diatur suhunya sesuai dengan yang dikehendaki.

88
Tahap selanjutnya udara akan melewati Heating Coil yang berfungsi untuk

mengatur kelembaban sesuai dengan yang dikehendaki.

Udara yang sudah terkondisi tersebut akan dihembuskan oleh Fan Coil ke

kelas D. Fan Coil berfungsi sebagai pengatur jumlah sirkulasi udara (air change)

yang dalam kerjanya dikombinasikan dengan sistem damper. Udara bersih yang

dihembuskan ke kelas D 100 % berasal dari fresh air yang diproses. Suplai udara

untuk ruang kelas A dengan B merupakan udara recycle yang bersirkulasi terus

menerus melalui filter-filter yang digunakan.

Untuk mencukupi suplai oksigen di kelas A dan kelas B, dimasukkan udara

segar melalui dumper yang dapat mencukupi suplai oksigen ± 20%. Sistem ini

dibuat dengan proses pengolahan seperti aliran udara untuk kelas D kemudian

langsung disalurkan melewati HEPA filter ke kelas A, B dan C.

iv. Instalasi Udara Bertekanan

Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat yang disebut

kompresor. Terdapat tiga macam model kompresor, yaitu:

1. Piston

Model piston ini memerlukan pelumas (oli) sehingga udara yang

dihasilkan mengandung oli. Model ini kemudian tidak diperbolehkan.

2. Screw

Model ini tidak memerlukan pelumas sehingga aman untuk digunakan.

3. Piston dengan Teflon

Model ini merupakan perbaikan dari model piston, yaitu dengan

menggunakan teflon sebagai pengganti besi, sehingga tidak memerlukan

pelumas dan udara yang dihasilkan tidak mengandung oli.

89
Kompresor bekerja secara otomatis yang diatur dengan alat pressure switch.

Kompresor juga dilengkapi dengan air dryer (untuk menjaga agar kompresor

tetap kering), main line filter (untuk menyaring air dan oli), mistseparator (untuk

menyaring partikel-partikel), dan micro mist separator (untuk menyaring partikel

dan air yang mungkin masih ada). Instalasi kompresor ini digunakan hanya pada

titik peralatan yang memerlukan sistem instalasi kompresor, misalnya: ruang

striping (digunakan untuk menggerakkan pisau pemotong strip), ruang pencucian

vial, ruang coating (digunakan pada saat menyemprot tablet dengan cairan

penyalut), ruang FBD, ruang pengisian kapsul, dan lain-lain.

v. Instalasi Pengolahan Uap Panas

Air baku untuk menghasilkan uap panas adalah aqua demineralisata yang

ditekan melalui pompa air masuk ke filter kemudian ditampung di dalam tangki

stainless steel untuk mensuplai mesin. Air dipanaskan atau diproses melalui boiler

hingga menjadi uap. Distribusi uap dilengkapi dengan safety valve untuk menjaga

agar tekanan udara tidak melebihi tekanan maksimum alat, dan steam trap untuk

membuang air yang lewat bersama dengan uap, lalu dikembalikan ke tangki air

untuk diproses lagi menjadi uap.Uap panas digunakan untuk membuat mucilago.

B. Penanganan Limbah

Limbah industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan di sekitar

industri tersebut. Limbah Lafi Puskesad berasal dari proses produksi dan proses

pengujian, yang terbagi atas limbah padat dan limbah cair. Produksi obat Non

Beta Laktam, pengolahan limbah padat dilakukan dengan menggunakan dust

collector yaitu limbah (debu) disedot dari ruang produksi dengan vakum

kemudian dikumpulkan dalam kantong penampung dan dibakar. Khusus untuk

90
limbah dari proses penyalutan tablet, terlebih dahulu diolah dengan air washer,

sedangkan limbah cair produksi Non beta laktam langsung dialirkan ke Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) tanpa mengalami proses destruksi dengan larutan

NaOH 0,1N.Pengelolahan limbah di Lafi Puskesad telah didokumentasikan dan

dibuat suatu Prosedur Tetap (Protap) tahun 2010 tentang Tugas dan Tanggung

Jawab Pengelolahan Air Limbah Lafi Puskesad.

Pada produksi beta laktam, pengolahan limbah terlebih dahulu diolah

melalui air washer, dimana limbah padat (debu-debu) disedot oleh blower dari

ruangan yang berdebu seperti ruangan strip, isi kapsul, cetak, coating, campur,

dan ruang isi sirup kering, kemudian disemprot dengan air bertekanan 4 bar

sehingga debu akan jatuh di bak penampungan. Air dialirkan ke bak destruksi

yang dilengkapi dengan dozing pump dan pH meter. Cairan ini didestruksi untuk

memecah cincin beta laktam dengan menggunakan larutan NaOH 0,1N yang

diteteskan secara otomatis sampai diperoleh pH 9, lalu kembali dinetralkan

dengan pemberian HCl. Selanjutnya, limbah hasil produksi beta laktam dialirkan

ke IPAL menggunakan prinsip fisika, kimia dan mikrobiologi. Cara fisika

dilakukan dengan cara mengendapkan kotoran pada bak pengendap. Cara kimia

dilakukan dengan menambahkan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) pada

bak koagulan dan flokulan polimer anionik pada bak flokulasi. Cara mikrobiologi

dilakukan pada bak aerasi dengan cara mengembangbiakkan bakteri aerobik di

dalamnya agar dapat menghancurkan zat-zat organik. Untuk menjaga

pertumbuhan bakteri ditambahkan pupuk urea atau NPK sebagai nutrisi untuk

bakteri.

3.7 Proses Pengolahan Limbah

91
Proses pengolahan limbah bertujuan untuk mengurangi pencemaran yang

disebabkan oleh industri sehingga tidak dapat mencemari lingkungan dan

membahayakan kesehatan masyarakat sekitar. Sistem Pengelolaan Limbah Cair

bertujuan untuk menurunkan kadar zat pencemar yang terkandung dalam air

limbah sehingga memenuhi syarat baku mutu yang telah ditetapkan. Untuk

Pengolahan limbah yang berada di Lafi AD, telah didokumentasikan dan dibuat

suatu Prosedur Tetap yang tetap Tahun 2010 Tentang Tugas dan Tanggung Jawab

Pengolahan Air Limbah Lafi Puskesad. Pencemaran lingkungan yang dapat

ditimbulkan dari industri adalah pencemaran air, tanah, dan udara yang dapat

berasal dari bahan cairan, padat, dan gas.

Denah instalasi pengolahan air limbah dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penggolongan Pengolahan Air Limbah meliputi :

1. Pengolahan secara Fisika

Merupakan proses pengelolaan yang menggunakan penyaringan/filtrasi,

pemisahan dengan pemanfaatan gaya gravitasi/sedimentasi, flotasi atau

adsorbsi.Ditujukan untuk air limbah yang tidak larut (sifat tersuspensi) atau

buangan air yang mengandung padatan sehingga menggunakan metode ini untuk

pemisahan.

2. Pengolahan secara Kimia

Melalui proses netralisasi dan proses presipitasi, dimana kedua proses

tersebut menggunakan bahan kimia, digunakan untuk mengurangi konsentrasi zat

pencemar air limbah.

a. Netralisasi yaitu proses menggunakan pH untuk mengetahui :

i. Asam (6,0) menggunakan asam sulfat atau asam klorida

ii. Basa (9,0) menggunakan NaOH atau kapur.

92
b. Presipitasi merupakan proses pengurangan bahan-bahan polutan yang

terlarut dalam air limbah dengan menggunakan koagulan sehingga

membentuk flok/gumpalan yang mudah dipisahkan dari air. Koagulan

yang umum digunakan adalah tawas (liquid atau powder), PAC (Poly

Alumunium Chloride), FeSO4 dan FeCl3. Tetapi pada pemakaiannya perlu

diperhatikan karakteristik dari koagulan tersebut terutama pH (misalnya

range pH tawas dan PAC : 6,5-9,5 ; FeSO4 dan FeCl3 pada pH 11).

Flokulan merupakan senyawa polielektrolit yang berfungsi untuk

membantu memperbesar flok/endapan sehingga mempercepat proses

pengendapan. Ada tiga jenis flokulan yaitu non ionic polimer

(polyantrytamid), anionic polimer (polyacrilit acid), polimer kationik

(polyethylene amin). Untuk mengetahui dosis pemakaian koagulan dan

flokulan dapat dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap kapasitas

limbah yang sebenarnya.

3. Pengolahan secara biologi

Proses yang melibatkan aktivitas mikroorganisme seperti ganggang,

bakteri, protozoa untuk meguraikan senyawa organik dalam air limbah menjadi

senyawa sederhana. Dibagi menjadi dua proses yaitu proses aerobic dan

anaerobic. Proses aerobic adalah proses yang ditandai dengan adanya oksigen

terlarut sedangkan proses anaerob tidak melibatkan oksigen yang terlarut, tetapi

seluruh proses biologi ini membutuhkan beberapa kondisi dasar (suhu dan pH air

limbah awal) supaya mikroorganisme yang dipakai bisa melakukan aktivitas.

Berikut adalah Alur Pengelolaan Air Limbah:

Semua limbah yang masuk ke dalam Bak IPAL akan mengalami proses-

proses berikut ini, yaitu:

93
Gambar 3.4 Alur Pengolahan Air Limbah

1. Bak destruksi adalah bak yang digunakan untuk menghancurkan cincin B-

laktam dengan cara menambahkan destruktor yaitu NaOH pekat dimana

cincin B-laktam tidak stabil pada pH basa.

2. Bak sedimentasi awal adalah bak tempat penampungan limbah yang telah

di dekstruksi melalui proses fisika. Tujuannya untuk mengendapkan

partikel bahan padat.

3. Bak Sedimentasi I merupakan bak yang disekat-sekat dengan kedalaman

yang berbeda-beda untuk pengendapan.

4. Bak equalisasi digunakan untuk menghomogenkan parameter pencemar air

limbah yang fluktuatif. Bak equalisasi terdiri dari 2 bak yaitu bak pertama

berbentuk sekatan dan berfungsi untuk mengurangi kotoran sedangkan bak

kedua merupakan bak yang dipasangi alat seperti:

94
a. Pompa yang berfungsi untuk membantu mengalirkan air limbah ke

bak

lain dimana pompa akan berhenti secara otomatis apabila bak tersebut

telah terisi penuh dan pompa akan kembali hidup secara otomatis

apabila bak tersebut belum terisi penuh.

b. Mesin pengaduk berfungsi untuk mengaduk kotoran dan pasir agar

menjadi satu.

4. Bak aerasi dipasang dua alat yaitu :

a. Diffuser berfungsi untuk mengurangi pengendapan. Diffuser terbagi

dua yaitu :

i. Diffuser aktif yaitu endapan lumpur dari bak klarifier atau

sedimentasi 2 akan kembali melalui lubang ke bak aerasi.

ii. Diffuser tidak aktif fungsinya adalah air akan mengalir secara

otomatis melalui lubang kecil ke bak klarifier atau sedimentasi 2.

b. Aerator fungsinya untuk memasukkan udara yang mengandung

oksigen di bak aerasi agar bakteri aerob dapat hidup.

Lamanya proses di bak aerasi baik nasional maupun internasional adalah

18 sampai dengan 24 jam. Bak aerasi melibatkan proses biologi karena

berhubungan dengan bakteri.

5. Bak klarifier yaitu bak yang berbentuk miring kearah samping bak aerasi,

dimana hal ini berfungsi supaya endapan lumpur lebih cepat diproses

kembali ke bak aerasi.

6. Bak koagulasi adalah bak yang dilengkapi dengan alat semacam baling-

baling. Fungsinya adalah untuk mengaduk endapan dan campuran obat.

Supaya menjadi satu, harus menggunakan PAC dengan ukuran 5 kg PAC

95
per 50 liter air (10%) dan prosesnya mengandung kimia. Setelah diaduk,

dari bak koagulasi akan mengalir secara otomatis melalui lubang besar ke

bak flokulasi.

7. Bak flokulasi menggunakan polielektrolit atau polianionik. Berfungsi

sebagai pemisah, penggumpalan air limbah atau endapan menjadi kecil

dengan ukuran 25g per 50 liter air (setara dengan 0,05%). Fungsi VAC

selain untuk membersihkan air, juga untuk membuat penggumpalan

endapan terlihat besar. Air limbah yang sudah bersih akan mengalir secara

otomatis ke bak kontrol melalui bidang miring. Apabila air limbah atau

endapan belum bersih, air akan mengalir secara otomatis melalui lubang

menuju ke sedimentasi 3.

8. Bak sedimentasi 3, berbentuk kerucut dan memakai saringan, serabut, ijuk,

karung yang berfungsi untuk menyaring endapan-endapan air limbah

supaya menjadi bersih. Hasil penyaringan akan mengalir secara otomatis

melalui lubang bawah ke bak penampungan. Di bak penampungan juga

menggunakan pompa untuk mengalirkan air dari bak penampungan ke bak

ekualisasi perputaran atau pencampuran air limbah (disebut pencampuran

oksigen).

9. Bak kontrol yang berfungsi untuk menampung air limbah yang sudah

bersih dan akan dilakukan pengujian :

a. COD (Chemical Oxygen Demand) : kebutuhan oksigen kimia.

b. BOD (Biological Oxygen Demand) : kebutuhan oksigen biologi.

c. TDS (Total Disolvent Solid) : partikel padat terlarut yang tidak bisa

disaring.

96
Untuk menguji adanya ketiga hal tersebut diatas, maka dilakukan pemeriksaan di

lembaga lingkungan hidup atau lembaga pencemaran lingkungan.

Gambar 3.5 IPAL di Lafi Puskesad

3.8 Pengelolaan Dokumen


Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dari

sebuah organisasi perusahaan. Dokumentasi di Lafi Puskesad meliputi:

1. Dokumentasi seluruh pedoman yang berkenaan dengan aktivitas Lafi

Puskesad dengan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga produksi obat

yang dituangkan dalam Prosedur Tetap (protap) yang meliputi bidang

personalia, administrasi dan logistik, operasional peralatan dan instalasi

umum, sanitasi dan hygiene, prosedur operasional dan perawatan alat,

prosedur pembersihan alat atau ruangan, kalibrasi dan validasi, spesifikasi

bahan, prosedur pengolahan dan pengujian, metode dan instruksi serta

protap-protap lain yang diperlukan.

2. Dokumen seluruh proses pembuatan obat yang dituangkan dalam

dokumen produksi induk yang diturunkan antara lain menjadi Catatan

Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets meliputi spesifikasi,

prosedur, metode dan instruksi, catatan dan laporan selama proses

97
produksi berlangsung mulai dari penimbangan sampai pengemasan yang

menggambarkan riwayat

lengkap dari bets obat yang diproduksi.

3. Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan bahan uji, baik bahan

baku, bahan setengah jadi, produk ruahan maupun obat jadi serta hasil

pengujiannya.

4. Dokumen untuk setiap obat yang telah diluluskan oleh Instalasi

Pengawasan Mutu dan telah didistribusikan.

5. Dokumentasi juga dilakukan untuk segala aktivitas yang berkenaan

dengan perbaikan, pemantauan dan pengendalian, misalnya lingkungan,

perlengkapan, peralatan dan personalia.

6. Dokumentasi tentang spesifikasi, bahan awal, produk antara, produk

ruahan dan obat jadi.

Seluruh dokumen di atas dikelola dan disimpan oleh bagian-bagian yang


bersangkutan dengan aktivitas yang dilaksanakan, tetapi Master Formula dan
Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets yang sudah diisi disimpan
di Bagian Pemastian Mutu (Bagpastitu).
3.9 Kualifikasi Operasional Pengolahan Udara Bertekanan

Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat yang disebut

kompresor. Ada tiga macam model kompresor, yaitu:

1. Piston

Model piston ini memerlukan pelumas (oli) sehingga udara yang

dihasilkan mengandung oli. Model ini kemudian tidak diperbolehkan.

2. Screw

Model ini tidak memerlukan pelumas sehingga aman untuk digunakan.

3. Piston dengan teflon

98
Model ini merupakan perbaikan dari model piston, yaitu dengan

menggunakan teflon sebagai pengganti besi, sehingga tidak memerlukan

pelumas dan udara yang dihasilkan tidak mengandung oli.

Kompresor bekerja secara otomatis yang diatur dengan alat pressure

switch. Kompresor juga dilengkapi dengan air dryer (untuk menjaga agar

kompresor tetap kering), main line filter (untuk menyaring air dan oli),

mistseparator (untuk menyaring partikel-partikel) dan micro mist separator

(untuk menyaring partikel dan air yang mungkin masih ada). Instalasi kompresor

ini digunakan hanya pada titik peralatan yang memerlukan sistem instalasi

kompresor, misalnya: ruang stripping (digunakan untuk menggerakkan pisau

pemotong strip), ruang pencucian vial, ruang coating (digunakan pada saat

menyemprot tablet dengan cairan penyalut), ruang FBD, ruang pengisian kapsul,

dan lain-lain.

Kualifikasi operasional sistem udara bertekanan perlu untuk dilakukan.Hal

ini bertujuan untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau

peralatan yang berada di instalasi, bekerja atau beroperasi sesuai dengan

spesifikasi yang diinginkan.

Sasaran atau target dari pelaksanaan kualifikasi operasional adalah :

1. Memastikan bahwa sistem atau peralatan bekerja sesuai rencana desain

dan spesifikasi.

2. Memastikan bahwa kapasitas mesin atau peralatan secara aktual dan

operasional telah sesuai dengan rencana desain yang telah ditentukan.

3. Memastikan bahwa parameter operasi yang berdampak pada kualitas

produk akhir telah bekerja sesuai dengan rancangan desain yang telah

ditentukan.

99
4. Memastikan bahwa langkah operasi berdasarkan petunjuk operasional

telah

sesuai dengan waktu dan peristiwa dalam operasi secara berurutan.

Kualifikasi operasional sistem udara bertekanan di ruang produksi non

beta laktam dilakukan dengan penilaian tiga parameter, yaitu penilaian

kelembaban udara, penilaian jumlah partikel dan penilaian kandungan uap minyak

dari udara bertekanan.

1. Penilaian Kelembaban Udara

Lafi Puskesad memiliki sistem udara bertekanan yang dilengkapi

dengan Desicant Air Dryer. Pengujian kelembaban udara dilakukan

dengan menggunakan Dew Poin Meter dimana hasil dari pengujian

kelembaban harus menunjukkan hasil yang negatif karena dengan

penggunaan Desicant Air Dryer diharapkan tidak ada kandungan air yang

ikut bersama udara. Dengan kata lain, udara yang dihasilkan harus benar-

benar kering dan bebas dari kandungan air.

Gambar 3.6 Dew Point Meter


2. Penilaian Jumlah Partikel

100
Syarat jumlah partikel pada udara bertekanan sesuai dengan syarat

jumlah partikel ruangan yang dipersyaratkan oleh CPOB.

Tabel 3.2 Persyaratan Jumlah Partikel Ruangan Berdasarkan CPOB

Non Operasional Operasional


Ruang
Jumlah maksimum partikel per m3 yang diperbolehkan
Kelas
≥ 0,5 µm ≥ 5 µm ≥ 0,5 µm ≥ 5 µm
A 3.520 20 3.520 20
B 3.520 29 352.000 29
C 352.000 2.900 3.520.000 2.900
D 3.520.000 29.000 - -

Penilaian jumlah partikel dilakukan dengan alat Particle Counter yang

dihubungkan dengan Data Logger. Data Logger digunakan untuk membaca hasil

dari pengukuran jumlah partikel.

Gambar 3.7 Particle Counter

3. Penilaian Kandungan Uap Minyak

Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan

Oil Vapor Sensor dan dihubungkan dengan Data Logger. Lafi Puskesad

menggunakan kompresor bebas minyak untuk pengaturan udara

bertekanan, sehingga pada pengujian kandungan minyak hasil standartnya

adalah kurang dari atau sama dengan 0,5 mg/m2.

101
Gambar 3.8 Oil Vapor Sensor Gambar 3.9 Data Logger

3.10 Kualifikasi Instalasi Mesin Produksi Ruangan Non Β-Laktam

Kualifikasi instalasi merupakan proses pendokumentasian yang

memverifikasi bahwa seluruh aspek kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah

sesuai dengan tujuan desainnya dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh

industri pembuat (CPOB, 2018). Berdasarkan Pedoman CPOB tahun 2018,

kualifikasi instalasi hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan

baru atau yang dimodifikasi. Kualifikasi instalasi hendaklah mencakup, tapi tidak

terbatas pada beberapa hal berikut, yaitu instalasi peralatan, pipa dan sarana

penunjang serta instrumentasi yang sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik

yang didesain; pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan

perawatan peralatan dari pemasok; ketentuan dan persyaratan kalibrasi; dan

verifikasi bahan konstruksi. Kualifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Farmasi

Pusat Kesehatan Angkatan Darat adalah pemeriksaan terhadap fasilitas, sistem

dan peralatan baru ataupun yang dimodifikasi.Kualifikasi instalasi juga mencakup

instalasi peralatan, pipa, sarana penunjang dan instrumentasi, pengumpulan dan

penyusunan dokumen pengoperasian, perawatan peralatan dari pemasok,

ketentuan dan persyaratan kalibrasi serta memverifikasi bahan konstruksi.Semua

102
kualifikasi instalasi yang telah dilakukan oleh Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan

Angkatan Darat telah memenuhi persyaratan dari CPOB.

3.11 Kualifikasi Operasional Mesin Produksi Ruang Non Β-Laktam

Kualifikasi operasional merupakan proses dokumentasi yang

memverifikasi bahwa fasilitas, sistem dan peralatan yang telah diinstalasi atau

dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan pada rentang operasional yang

diantisipasi. Kualifikasi operasional ini dilakukan setelah kualifikasi instalasi

dilaksanakan, dikaji serta disetujui (CPOB, 2018).Lembaga Farmasi Pusat

Kesehatan Angkatan Darat melaksanakan kualifikasi operasional sebagai tes

mesin atau peralatan produksi, hal tersebut dilakukan setelah pemasangan

kualifikasi instalasi mesin selesai. Pengecekan kualifikasi operasional Lembaga

Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat terdiri dari uji simulasi dengan kondisi

operasi mesin dan batas yang masih disetujui, misalnya pengecekan rpm mesin

pengisian kapsul yang telah sesuai dengan pedoman yang berlaku. Menurut

Pedoman CPOB tahun 2018, penyelesaian kualifikasi operasional yang berhasil

hendaklah mencakup finalisasi kalibrasi, prosedur operasional dan prosedur

pembersihan, pelatihan operator dan persyaratan perawatan preventif. Setelah

selesai kualifikasi operasional, maka pelulusan fasilitas, sistem dan peralatan

dapat dilakukan secara formal.

103
BAB IV

PEMBAHASAN

Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat adalah Badan Pelaksana

Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Puskesad) yang berkedudukan langsung di

bawah Kepala Puskesad (KaPuskesad) dan mempunyai tugas membantu

KaPuskesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan produksi,

penelitian serta pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas pokok

Puskesad. LAFI Puskesad merupakan lembaga pemerintahan non-profit, yang

menyediakan obat untuk kalangan TNI, PNS di wilayah TNI dan keluarganya.

LAFI Puskesad pada awalnya berdiri di Jl. Gudang Utara No. 28 Bandung,

namun, dengan berkembangnya CPOB dan teknologi di bidang industri farmasi,

maka dibangun gedung baru Lafi Puskesad di Jl. Gudang Utara No. 25-26

Bandung. Setelah mendapatkan persetujuan dari Dirjen POM Depkes RI dengan

Surat Keputusan Nomor 02.01.2.4.96.665 tanggal 28 Februari 1996,

pembangunan gedung baru ini dilaksanakan setelah dibuat Rencana Induk

Pembangunan (RIP) dalam rangka sertifikasi CPOB di Lafi Puskesad. Izin

Industri untuk Lafi Puskesad baru diterima pada tanggal 5 September 2007

dengan Nomor YF.05.DJ.J.IF.687.

LAFI Puskesad senantiasa menerapkan CPOB dalam melaksanakan

produksi dan pengendalian mutu, agar obat yang dihasilkan memenuhi

persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Bagi Industri Farmasi yang telah

menerapkan prinsip CPOB akan mendapat pengakuan pemerintah yang berupa

sertifikat dari BPOM RI. LAFI Puskesad telah memperoleh 9 sertifikat CPOB, 5

sertifikat untuk produk sediaan antibiotik β-laktam dan 4 sertifikat untuk produk

sediaan Non β-laktam. LAFI Puskesad menghasilkan produk yang digolongkan

104
menjadi 2 yaitu produk β-laktam (Amoksisilin Kaplet, Amoksisilin Sirup Kering)

dan produk Non β-laktam (Fimol, Imodiad, Lafihistin, Buscofiad, dan lain-lain).

Sediaan antibiotik β-laktam amoksisilin sirup kering sedang tidak diproduksi

dikarenakan ada alat penunjang yang tidak memenuhi CPOB. Lafi Puskesad juga

telah mengembang produk obat golongan Sefalosporin namun belum hingga tahap

produksi, hal ini dikarenakan sedang berada pada tahap pelatihan dan pemenuhan

beberapa persyaratan. LAFI puskesad sedang mengajukan resertifikasi dan

registrasi beberapa obat seperti Fimol, Floxad, Imodiad, Ponstan, Sultrim,

Yudhavit. Sedangkan untuk produk obat Amoxad, telah memperoleh izin

registrasi dari Badan POM.

Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Puskesad tidak diperjual belikan untuk

masyarakat umum, namun setiap proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai

dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM. Perencanaan

produksi Lafi Puskesad tergantung pada alokasi dana pemerintah yaitu Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Dana Pemeliharaan Kesehatan

(DPK). Rencana produksi obat dibuat berdasarkan beberapa ketentuan, seperti

banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan

spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia, dan jam kerja serta waktu

produksi yang tersedia.

Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan

dalam Batch Record yang terdiri dari Catatan Pengolahan Bets, Catatan

Pengemasan Bets dan Catatan Pengujian Lab. Batch Record disusun oleh

Kainstallitbang, diperiksa oleh Kainstalprod dan Kainstalwastu, disetujui oleh

Kainstallitbang, dan diterima oleh Kainstalsimpan. Persamaan Catatan

Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets adalah nomor formula, nomor

105
kode produk, nama produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan,

tanggal pengolahan/tanggal pengemasan, dan tanggal kedaluwarsa.

Catatan Pengolahan Bets berisi mengenai beberapa hal yang harus

didokumentasikan seperti komposisi, spesifikasi, peralatan, penimbangan,

prosedur pengolahan, dan rekonsiliasi. Pada Catatan Pengemasan Bets berisi

mengenai penerimaan bahan pengemas, prosedur pengemasan primer, kesiapan

jalur pengemasan sekunder, kesiapan jalur pelipatan brosur, prosedur pengemasan

sekunder, pelulusan oleh Pengawasan Mutu, rekonsiliasi proses pengemasan,

penyerahan obat jadi ke Instalasi Penyimpanan.

Lafi Puskesad telah menerapkan aspek-aspek CPOB meliputi: manajemen

mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higienis,

produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan

terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kemballian, pembuatan

dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.

4.1 Sistem Mutu Industri Farmasi

Berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 34 Tahun 2018 tentang Penerapan

Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, pengawasan mutu adalah bagian dari

CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian,

serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan

bahwa pengujian yang diperlukan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang

belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan

dinyatakan memenuhi syarat. Berdasarkan uraian tersebut, penerapan manajemen

mutu di LAFI Puskesad dilakukan oleh Quality Assurance (QA) dipimpin oleh

seorang QA manager yang merupakan Apoteker. Tugas umum bagian QA adalah

melaksanakan pengawasan dan pengaturan pada setiap kegiatan proses produksi,

106
proses analisa, dan sistem agar sesuai ketentuan CPOB (GMP compliance). Selain

bagian Quality Assurance, manajemen mutu di Lafi Puskesad juga dilakukan oleh

Quality Control (QC) yang merupakan departemen yang dipimpin oleh seorang

Apoteker yang melakukan pengawasan mutu untuk pemeriksaan rutin pabrik,

yang meliputi kualitas bahan baku dan spesifikasi yang ditentukan agar sesuai

dengan standar mutu yang ditetapkan. Umumnya QC terbagi menjadi empat

bagian yaitu raw material (RM), packaging material (PM), semi-finished good

dan stability, serta mikrobiology. Tugas dan tanggung jawab QC secara umum ada

5 (STSI-M): Sampling, Testing, Spesifikasi, Inspeksi dan Monitoring.

4.2 Personalia

Berdasarkan Pedoman CPOB tentang personalia menjelaskan bahwa

Sumber Daya Manusia (SDM) sangat penting dalam mewujudkan pelaksanaan

CPOB di Industri Farmasi.Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab

untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai

untuk melaksanakan semua tugas. Personil kunci yang harus ada di suatu Industri

Farmasi, mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu,

dan Kepala Bagian Manajeman Mutu.

Penyesuaian aspek personalia CPOB yang diterapkan di Lafi Puskesad

dilakukan dengan menetapkan tiga orang Apoteker sebagai personil kunci yang

terkualifikasi dan bertanggung jawab, yaitu Kepala Bagian Pemastian Mutu (QA),

Kepala Instalasi Pengawasan Mutu (QC) dan Kepala Instalasi Produksi, masing-

masing personil kunci memiliki tugas dan tanggung jawab yang telah

dikoordinasikan. Personalia bagian produksi memiliki tugas dan tanggung jawab

dalam proses konversi dari masukan (inputs) menjadi keluaran (outputs) yang

berupa produk manufaktur. Personalia bagian QA memiliki tugas dan tanggung

107
jawab selama proses produksi, proses analisa dan sistem agar sesuai dengan

CPOB. Personalia QC memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pemeriksaan

bahan baku, pemeriksaan bahan pengemas, pemeriksaan produk setengah jadi

(semi-finished good) dan stabilitas serta pemeriksaan mikrobiologi.

4.3 Bangunan Dan Fasilitas

Bangunan produksi Lafi Puskesad terdiri dari bangunan produksi β-laktam,

non β-laktam, dan sefalosporin. Untuk bangunan sediaan injeksi kering

sefalosporin dilengkapi ruang kelas A (white area) namun sampai saat ini belum

dilakukan proses produksi, hal ini dikarenakan pihak Lafi Puskesad masih

melakukan proses sertifikasi. Kondisi ruangan bangunan produksi telah diatur

dengan adanya sistem tata udara HVAC (Heating Ventilation and Air

Conditioning) agar sesuai dengan persyaratan CPOB.Bangunan dan fasilitas telah

di desain sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya kontaminasi silang dan

untuk memudahkan pembersihan, salah satunya dengan penggunaan epoksi. Pada

area produksi yang dapat menimbulkan banyak debu telah dilakukan penanganan

berupa pemasangan dust collector. HVAC telah dilakukan renovasi pada tahun

2018.

Laboratorium pengawasan mutu Lafi Puskesad sudah memenuhi ketentuan

CPOB. Ruang laboratorium terpisah dengan ruang produksi, sehingga terhindar

dari cemaran yang dapat berpengaruh terhadap hasil pengujian. Ruangan yang

terdapat di instalasi pengawasan mutu antara lain laboratorium kimia,

laboratorium fisika, laboratorium mikrobiologi, ruang instrumen, ruang timbang,

ruang penyimpanan contoh pertinggal, ruang staff dan ruang peyimpanan reagen.

Pada ruang instrumen, suhu dan kelembaban ruangan diatur dengan unit

penanganan udara khusus untuk melindungi peralatan yang sensitif seperti

108
particle counter, spektrofotometer UV-Vis, alat disolusi, alat uji waktu hancur,

alat uji kekerasan, ketebalan serta diameter tablet, timbangan digital beserta

printernya, inkubator jamur dan inkubator bakteri, autoklaf, ruang uji, lemari es,

lampu UV, lemari asam, climatic chamber, pH meter, alat uji kadar abu,

penangas, pengering, pengayak, oven, melting poin tester serta peralatan gelas

untuk keperluan pengujian di Instalasi Pengawasan Mutu. Fasilitas listrik di LAFI

Puskesad sudah memenuhi ketentuan CPOB walaupun belum menyediakan alat

cadangan sumber listrik (genset), Lafi Puskesad sudah berkerjasama dengan pihak

PLN setempat apabila ada rencana pemadaman aliran listrik, sehingga pihak Lafi

Puskesad tidak melaksanakan proses produksi. Dalam bangunan ruang produksi

baik itu ruang produksi β-laktam, non β-laktam serta sefalosporin telah dilengkapi

dengan alat pemadam kebakaran yang terletak dikoridor setiap pintu tetapi belum

ada alat deteksi kebakaran asapsehingga perlu diadakannya alat deteksi kebakaran

asap untuk mengatasi kebakaran.

4.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

yang tepat. Berbagai peralatan yang digunakan dalam rangka produksi, sistem

penunjang operasional proses produksi dan instalasi pengawasan mutu sebagian

besar telah memenuhi persyaratan CPOB. Berbagai peralatan dikalibrasi

dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk menjamin proses kerja dari alat tersebut dan

juga dilakukan kualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain

serta produk yang dihasilkan seragam antara bets. Bahan baku mesin produksi

terbuat dari bahan yang bersifat inert terhadap produk dengan tujuan agar tidak

mempengaruhi mutu obat contohnya pada peralatan cetak tablet, mesin cetak

tablet terbuat dari bahan stainless steel 316L yang aman untuk produk produksi.

109
Peralatan yang ada di LAFI Puskesad telah didesain dan dikontruksi sesuai

dengan tujuan penggunaannya. Pada setiap kegiatan yang berhubungan dengan

peralatan dilengkapi dengan prosedur tetap (protap) baik protap pengoperasian

alat untuk mencegah kesalahan pengoperasian mesin, protap pengoperasian alat

untuk menjaga agar alat dapat bekerja baik maupun protap pembersihan alat untuk

mencegah kontaminasi dari bahan yang digunakan sebelumnya maupun

mikroorganisme yang tidak diinginkan. Selain protap, disetiap ruangan produksi

non β-laktam yang terdapat alat produksi ditampilkan pula spesifikasi dan

kemampuan dari mesin produksi tersebut. Setiap pelaksanaan pemeliharaan dan

pemakain alat dicatat dalam buku harian (log book). Berbagai peralatan

dibersihkan dan dicuci menggunakan air HPW (High Purified Water) dan

disinfektan dengan alkohol untuk menjamin kebersihannya.

4.5 Sanitasi Dan Higiene

Sanitasi dan higiene diterapkan pada ruang lingkup produksi obat guna

mencegah timbulnya pencemaran potensial. Dengan menjamin sanitasi dan higiene

maka mutu produk yang diproduksi semakin baik. Ada beberapa ruang lingkup

sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan,

bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan disinfeksi serta segala

sesuatu yang dapat menyebabkan cemaran produk.

a. Higiene personil

Setiap personil yang hendak memasuki ruang produksi harus menggunakan

pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Langkah pertama,

yaitu mencuci tangan lalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) secara

berurutan dimulai dari penggunaan sarung tangan, masker, tutup kepala, baju,

110
sepatu dan google (kaca mata pelindung). Pakaian yang digunakan adalah baju

over all (tertutup seluruh badan). Setiap personil yang dalam keadaan sakit tidak

diperkenankan terlibat dalam proses produksi guna mengurangi cemaran partikel

dari personil. Selain itu, personil dengan luka terbuka dan sakit dilarang juga untuk

bersentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara

dan produk ruahan yang terbuka, bahan pengemas primer dan juga dengan bagian

peralatan yang bersentuhan langsung dengan produk. Untuk personil di Lab biovak

perlu dilatih terlebih dahulu terkait penggunaan APD. Operator yang

diperkenankan masuk adalah para personil yang telah lulus uji dan mendapatkan

sertifikat. Pada ruang produksi injeksi sefalosporin, terdapat ruangan airshower

yang berguna untuk membersihkan partikel dan mikroorganisme yang menempel

pada tubuh personil. Setiap unit produksi khususnya di ruang ganti terdapat protap

cara mencuci tangan dan cara penggunaan APD sebelum memasuki area produksi.

b. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas

Gedung produksi beta laktam, non beta laktam, injeksi sefalosporin dan lab

biovak telah memiliki sanitasi yang baik dan selalu dibersihkan secara berkala

sesuai dengan prosedur tetap pembersihan yang telah ditetapkan. Penempatan

toilet pada sarana produksi untuk menunjang higienitas personil telah sesuai

dengan persyaratan CPOB 2018 yaitu terdapat toilet pria dan wanita yang terpisah

dan letaknya dekat area loker sebelum masuk ke ruangan ganti pakaian bersih

untuk masuk ke area produksi dan juga dilengkapi dengan tempat cuci tangan

dengan air kran, sabun antiseptik serta alat pengering tangan.

c. Pembersihan dan sanitasi peralatan

Pembersihan peralatan dilakukan secara rutin saat hendak melakukan produksi

dan selesai produksi. Peralatan yang belum digunakan disimpan dalam keadaan

111
bersih dan kering serta diberi penutup bersih yang tidak melepaskan serat seperti

plastik dan disimpan diruangan sesuai dengan kelas kebersihan saat alat tersebut

digunakan.

4.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menghasilkan produk yang

memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin

edar. Proses produksi obat di LAFI Puskesad tidak dilakukan secara terus menerus

dikarenakan proses produksi dilakukan berdasarkan rencana produksi tahunan dan

tidak bergantung pada permintaan pasar. Obat-obatan yang diproduksi antara obat

antibiotik, vaksin, obat analgesik, obat untuk saluran pencernaan. Obat-obat

tersebut diproduksi disesuaikan dengan kebutuhan para prajurit TNI AD, PNS

beserta keluarganya. Bentuk sediaan yang diproduksi diantaranya kapsul, sirup

kering, tablet, kaplet dan dalam waktu yang tidak lama LAFI Puskesad berencana

memenuhi persyaratan sesuai CPOB agar dapat memproduksi sediaan injeksi

sefalosporin. Pada setiap proses produksi dilakukan proses IPC (in process

control) untuk memantau mutu obat. Proses produksi sudah tertulis dalam batch

record yang berisikan Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets

dari produksi suatu sediaan. Obat-obatan yang telah diproduksi dikirim ke gudang

pusat yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh Indonesia.

Proses produksi dimulai dari proses pengadaan bahan baku obat. Bahan baku

obat datang ke gudang karantina Gupus 2 Puskesad kemudian Kepala Puskesad akan

membentuk tim P2HP (Panitia Pemeriksaan Hasil Pengadaaan). Tugas P2HP adalah

memeriksa bahan baku yang datang dan kegiatan ini dilakukan bersama dengan

Instalwastu. Apabila bahan telah diperiksa akan diberikan etiket lulus atau reject.

112
Bahan baku yang telah lulus akan ditransfer ke Gudang transit Gupus 2 Puskesad.

Kepala Puskesad akan mengeluarkan PPM (Perintah Pengeluaran Materil) ke kepala

Gupus 2 dengan tembusan Kalafi. Kemudian akan dibentuk Tim Komisi Intern yang

akan memeriksa jumlah dan keadaan barang. Komisi intern akan mengeluarkan

Berita Acara (BA). Setelah bahan selesai diperiksa, barang akan dikirim ke gudang

insimpan kemudian Kalafi akan mengeluarkan NPM (Nota Pengeluaran Materil)

supaya mengeluarkan barang sesuai dengan kebutuhan. Penyerahan bahan baku obat

dari Insimpan ke produksi dalam bentuk ditimbang per bets dimana dasar

penimbangan adalah batch record.

Untuk mencegah pencemaran silang terkait produksi β-laktam maka

dilakukan produksi obat di gedung terpisah dan didesain dengan tersedianya ruang

penyangga udara dan penghisap udara. Selain itu limbah produksi sediaaan β-

laktam diolah terlebih dahulu tersendiri dengan penambahan senyawa bersifat basa

kuat (NaOH) untuk memecah cincin β-laktam sebelum limbah tersebut dialirkan ke

tempat penampungan limbah umum untuk diolah . Pada ruang produksi terdapat

dust collector yang akan menghisap udara kotor dan debu yang berada di ruang

produksi selama proses produksi berlangsung. Selain itu perlu diperiksa perbedaan

tekanan udara antar ruang dengan menggunakan alat manometer yang dipasang di

atas pintu antara ruangan dan koridor. Perbedaan tekanan antar ruang kebersihan

yang sama adalah 5 pa dan perbedaan tekanan antar ruang dengan kelas kebersihan

yang berbeda adalah 10-15 pa. Upaya pencegahan pencemaran silang di unit

produksi sediaan farmasi di LAFI Puskesad telah sesuai dengan persyaratan CPOB

2018. Proses penimbangan sebelum produksi dilakukan diruang tersendiri. Diruang

penimbangan terdapat protap penimbangan. Material yang telah ditimbang

disimpan gudang sejuk dengan suhu 8-15ºC. Pada ruangan produksi sediaan steril

113
(injeksi sefalosporin) terdapat kotak passtrough yang berfungsi untuk menyalurkan

alat yang telah steril kedalam ruangan filling. Setiap kegiatan yang dilakukan

diruangan produksi perlu di dokumentasi. Produk jadi yang di awasi oleh tim

pengawasan mutu disimpan di dalam ruang karantina. Produk yang telah

diluluskan oleh sistem pengawas mutu kemudian akan dilakukan pengemasan.

Proses pengemasan primer dilakukan di ruangan/kelas sesuai dengan sediaan yang

dibuat sedangkan untuk kemasan sekunder dapat dilakukan di kelas F.

4.7 Pengawasan Mutu

Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu) Lafi Puskesad bertugas dal am

pengawasan mutu terhadap obat hasil produksi Lafi Puskesad yang meliputi

semua fungsi analisis.

Area laboratorium pengawasan mutu terpisah secara fisik dengan ruang

produksi guna terhindar dari berbagai sumber cemaran maupun getaran yang

dapat berpengaruh terhadap hasil pengujian. Ruangan yang terdapat di Instalwastu

diantaranya ruang pengujian fisika, ruang pengujian kimia, ruang pengujian

mikrobiologi, ruang instrumen, ruang staf, ruang reagensia, dan ruang contoh

pertinggal dengan fungsi masing-masing dan dilengkapi dengan alat-alat yang

memadai dan lengkap. Kegiatan Instalwastu seperti pengambilan contoh,

pemeriksaan dan pengujian bahan baku, produk antara, produk ruahan dan obat

jadi. Proses pengambilan sampel bahan awal dilakukan dengan metode sampling

dengan mengambil sampel dari bagian atas, bawah, dan tengah dari wadahnya.

Proses sampling dapat dihitung dengan menggunakan persamaan n = 1 + √N ,

dimana n adalah jumlah wadah yang dibuka/disampel dan N adalah jumlah

wadah yang diterima. Pengambilan sampel di lakukan di ruangan yang setara

dengan kelas kebersihan jenis proses produksi.

114
Pada obat jadi, Instalwastu melakukan dokumentasi dari suatu bets,

pengambilan dan penyimpanan contoh pertinggal (retain sample), pengujian

stabilitas dipercepat, penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku bagi

tiap bahan dan produk. Selain itu, Instalwastu juga bertanggung jawab terhadap

kualitas lingkungan kerja meliputi pengawasan bangunan, ruangan, dan peralatan

serta fasilitas penunjang lain seperti kualitas udara, pemerikasaan mutu air, dan

pemerikasaan limbah.

Personil Instalwastu terdiri dari apoteker sebagai kepala bidang dan tenaga

ahli lainnya berfungsi sebagai analis harus memiliki keterampilan dan pengalaman

yang cukup memadai, mengikuti pelatihan sehingga dapat bekerja dengan tepat

dan baik. Prosedur pengujian terhadap obat-obatan yang dihasilkan oleh Lafi

Puskesad telah terdokumentasi dengan baik sehingga memudahkan dalam proses

pemeriksaan mutu bahan baku,bahan pengemas, dan obat jadi. Saat ini, Pengujian

kadar air dengan metode karl fischer dilakukan Industri lain dikarenakan lafi

puskesad belum memiliki alat karl fischer.

4.8 Inspeksi Diri

Salah satu aspek CPOB adalah inspeksi diri yang mencangkup semua bagian

terhadap personil, bangunan dan fasilitas, penyimpanan bahan baku dan obat jadi,

peralatan, produksi, pengawasan mutu, dan pemeliharaan gedung. Inspeksi diri

bertujuan untuk mendeteksi adanya kesalahan dan kekurangan yang terjadi dalam

pelaksanaan CPOB. Inspeksi diri di Lafi Puskesad telah dilakukan minimal

setahun sekali walaupun tidak ada jadwal khusus, tindakan perbaikan juga telah

dilaksanakan berdasarkan hasil inspeksi.

Adapun Tim Inspeksi Diri terdiri dari personel yang ditunjuk langsung oleh

Kalafi dan berjumlah 3 orang atau lebih. Tim Inspeksi Independen atau tidak

115
berkaitan dengan instalasi yang diinspeksi, yang bertujuan untuk mendapatkan

hasil penilaian Inspeksi yang objektif. Sedangkan Audit Mutu biasanya dilakukan

oleh BPOM dan juga dilakukan oleh pihak luar yang melakukan Toll In

manufacturing di Lafi Puskesad.

4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk


Dan Produk Kembalian

LAFI Puskesad selalu tanggap apabila ada keluhan atau komplain terhadap

produk yang telah diproduksi. Apabila terjadi keluhan atau komplain tersebut oleh

LAFI Puskesad langsung disampaikan kepada Puskesad dan kemudian Puskesad

memberikan perintah kepada Kalafi. Kalafi akan memerintahkan Instalwastu

untuk melakukan pemerikasaan terhadap r e t a i n e d s a m p l e (contoh pertinggal)

pada nomor batch yang sama sebagai pembanding. Apabila contoh pertinggal

tersebut mengalami cacat, maka dilakukan perbaikan-perbaikan agar sesuai

dengan persyaratan dan akan dilaporkan kepada Puskesad, namun jika

kemungkinan terjadi masalah pada saat distribusi obat, sehingga Kalafi

menyarankan kepada Puskesad untuk memperbaiki pendistribusian.

4.10 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu aspek CPOB yang bertujuan untuk

pengendalian spesifikasi obat, mengevaluasi dan selanjutnya dilakukan continual

improvement, memudahkan penelusuran apabila terjadi kesalahan selama proses

produksi, serta sebagai bukti otentik di pengadilan (legalitas) bahwa memang

dilakukan benar untuk pembuktian. Semua kegiatan yang berkaitan dengan proses

produksi obat harus didokumentasikan. Dokumen yang penting dalam produksi

adalah Dokumen Produksi Induk dan Batch record. Dokumen Produksi Induk

berisi formula dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu.

116
Batch record terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets,

yang merupakan hasil Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan

Induk yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk.

Sistem dokumentasi yang dilakukan di LAFI Puskesad sudah cukup baik

dilihat dari Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk namun

sistem penyimpanan dokumen masih secara manual. Hal ini dapat mengakibatkan

keterlambatan penyampaian informasi pada pihak terkait. Oleh karena itu,

disarankan penyimpanan dokumen dilakukan menggunakan sistem komputerisasi

agar dapat mempermudah penyampaian informasi secara menyeluruh dan cepat.

4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak pada dasarnya terbagi menjadi

dua yaitu toll in dan toll out. Toll in adalah manufacturing produk industri farmasi

lain yang dilakukan di LAFI Puskesad, sedangkan Toll out adalah manufacturing

produk LAFI Puskesad yang dilakukan di industri farmasi lain. Pembuatan dan

analisis berdasarkan kontrak yang dilakukan di Lafi Puskesad adalah berupa kerja

sama toll in dari industri farmasi lain terutama untuk produk-produk β-laktam dan

sementara tidak ada kerja sama toll out dengan industri farmasi lain karena sarana

dan prasarana di Lafi Puskesad sudah memenuhi persyaratan CPOB sehingga

tidak perlu melakukan manufacturing di industri farmasi lain.

Berdasarkan CPOB, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus

dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari

kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk dan pekerjaan dengan mutu

yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis harus dibuat secara jelas untuk

menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Sebelum

melakukan toll in, pihak pemberi kontrak terlebih dulu melakukan audit terhadap

117
Lafi Puskesad untuk melihat fasilitas yang dimiliki berkaitan dengan produk yang

akan dilakukan toll in.

4.12 Kualifikasi dan Validasi

Validasi merupakan tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa

tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan sistem, perlengkapan atau mekanisme yang

digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai

hasil yang diinginkan. Validasi untuk mesin dikenal dengan kualifikasi (desain,

instalasi, operasional bagian dari validasi yang dilakukan khusus untuk mesin,

peralatan produksi maupun sarana penunjang dan kinerja).

Validasi di Lafi Puskesad telah dilakukan dengan baik terhadap prosedur

produksi dan metode analisis. Validasi dilakukan untuk membuktikan bahwa

proses atau metode dapat memberikan hasil yang konsisten dengan spesifikasi

yang telah ditetapkan. Di Instalwastu validasi yang dilakukan yaitu validasi

metode analisis. Sedangkan kualifikasi merupakan bagian dari validasi yang

dilakukan untuk mesin, peralatan produksi maupun sarana penunjang.

Kualifikasi terhadap mesin dan peralatan di Lafi Puskesad meliputi

kualifikasi desain (DQ), kualifikasi instalasi (IQ), kualifikasi operasional (OQ),

kualifikasi kinerja (PQ). Proses kualifikasi dilakukan pada saat adanya mesin dan

peralatan. Validasi dan kualifikasi dilaksanakan menurut prosedur tetap (protap)

dan hasilnya didokumentasikan.

4.13 Penanganan Limbah

Limbah di Lafi Puskesad dihasilkan dari beberapa tempat produksi seperti

ruang produksi beta laktam dan non beta laktam. Cemaran yang dihasilkan oleh

ruang beta laktam penanganannya akan dibantu dengan 2 pompa yang berfungsi

sebagai : (1) Air washer dan (2) Spray gun. Air washer akan menyemprotkan air

118
ke cemaran beta laktam sehingga cemaran tersebut akan menjadi bentuk cair.

Sedangkan spray gun akan bertindak sebagai pembentuk kabut air yang akan

menangkap cemaran dalam bentuk debu halus sehingga tidak akan mencemari

lingkungan sekitar. Air buangan yang terbentuk akan diperlakukan dengan

menggunakan basa kuat NaOH sehingga dapat memecah cincin beta laktam

kemudian akan dinetralkan dengan menggunakan HCl 0,1N sehingga akan

menetralkan kembali cairan yang dihasilkan. Setelah itu cairan tersebut akan di

treatment di saluran pengolahan air umum bersama dengan limbah dari ruangan

produksi non beta laktam dan dari sistem instalasi air.

Pengolahan limbah telah dilakukan oleh pihak Lafi Puskesad dengan baik

sehingga limbah yang telah diolah dapat dibuang ke saluran pembuangan umum

yang ada di luar kompleks industri Lafi Puskesad. Hal ini telah dibuktikan dengan

menggunakan indikator yang ditempatkan di sistem IPAL (Instalasi Pengolahan

Air Limbah) milik Lafi Puskesad.

4.14 Kompetensi Apoteker

Jumlah apoteker yang bekerja di Lafi Puskesad adalah sebanyak 9 orang dan

apoteker duduk sebagai key person di Lafi Puskesad yaitu sebagai Kepala Instalasi

Produksi, Kepala Instalasi Pengawasan Mutu dan Kepala Instalasi Pemastian

Mutu. Seluruh apoteker yang berada di Lafi Puskesad telah memiliki kualifikasi

dan kompetensi yang memadai sebagai pelaksana dan perngawas berjalannya dan

berlangsungnya seluruh proses yang terjadi di Lafi Puskesad.

119
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi

Pusat Kesehatan Angkatan Darat pada tanggal 04 Juli 2022 sampai dengan 12

Agustus 2022, dapat disimpulkan bahwa:

1. Apoteker di Lafi Puskesad mempunyai peran dan tanggungjawab yang besar,

antara lain sebagai penanggungjawab pada bagian produksi (β laktam dan non

β laktam), pengawasan mutu dan pemastian mutu.

2. Perencanaan produksi Lafi Puskesad tergantung pada alokasi dana pemerintah

yaitu anggaran pelayanan kesehatan tertentu non BPJS yang ditujukan untuk

kegiatan operasi dan latihan TNI-AD. Rencana produksi obat dibuat

berdasarkan beberapa ketentuan, seperti banyaknya jenis obat yang diminta,

jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah sumber

daya manusia, dan jam kerja serta waktu produksi yang tersedia.

3. Lafi Puskesad telah menerapkan aspek CPOB dengan baik, hal ini dibuktikan

dengan diperolehnya sertifikat CPOB, untuk sedian Beta-laktam dan Non

Beta-laktam .

5.2 Saran

Berikut ini saran yang dapat kami berikan yaitu :

1. Sebaiknya aspek keselamatan kerja di lingkungan Lafi Puskesad dilengkapi

untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan saat bekerja seperti pengadaan

APAR (Alat Pemadam Api Ringan) di instalasi simpan.

120
2. Sebaiknya beberapa persyaratan yang belum sesuai dengan CPOB dilengkapi

agar persyaratan produksi dapat terpenuhi seperti penyimpanan produk reject

harus berada pada area terpisah dan terkunci.

121
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). Kepala Staf TNI AD, Peraturan Kasad Nomor


Perkasad/219/XII/2007 tentang Organisasi dan Tugas Lembaga Farmasi
Puskesad (Orgas Lafi Puskesad). Bandung.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pendoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik dan Benar. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2011). Peraturan Kepala Badan


Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan


Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2018). Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengaawas Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 245/MENKES/PERVI/1990 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No.1799/MenKes/Per/XII/2010 tentang
Industri Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Permenkes. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1799/Menkes/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.

122
Lampiran 1. Maket Lafi Puskesad

123
Lampiran 2. Struktur Oraganisasi Lafi Puskesad

Keterangan:
KALAFI = Kepala Lembaga Farmasi
WAKA = Wakil Kepala Lembaga Farmasi
KOMPASTITU = Ketua Komite Pemastian Mutu
KABAGMINLOG = Kepala Bagian Administrasi dan Logistik
PAAHLI = Perwira Ahli
KASITUUD = Kepala Seksi Tata Usaha dan Urusan
Dalam
KAINSTALLITBANG = Kepala Instalasi Penelitian dan
Pengembangan
KAINSTALPROD = Kepala Instalasi Produksi
KAINSTALWASTU = Kepala Instalasi Pengawasan Mutu
KAINSTALHARdanSISJANG = Kepala Instalasi Pemeliharaan dan
Sistem Penunjang
KAINSIMPAN = Kepala Instalasi Penyimpanan

124
Lampiran 3. Alur Penerimaan Dan Pengeluaran Barang

125
Lampiran 4. Alur Personil di Fasilitas Produksi Non-Beta Laktam

126
Lampiran 5. Alur Material Bahan Baku Obat di Fasilitas Produksi Non-Beta
Laktam

127
Lampiran 6. Denah Ruang Fasilitas Produksi

128
Lampiran 6. (Lanjutan)

129
Lampiran 6. (Lanjutan)

130
Lampiran 7. Alur Proses Produksi

gudang
bahan baku

penimbangan

kering basah

pencampuran granulasi

1. homogenitas IPC kadar air


IPC
2. kadar zataktif
massa cetak
pencetakan 1. kadarair
1. keseragaman 2. homogenitas
IPC
bobot zataktif
IPC 2. waktuhancur 3. kadarzat
3. kekerasan pencetakan aktif
4. kerenyahan
penyalutan 5. kadar zataktif IPC 1. keseragam
anbobot
1. kek 2. waktu
1. kekerasan penyalutan eras
IPC hancur
2. waktuhancur an 3. kekerasan
IPC 2. wak 4. kerenyaha
stripping tu n
han 5. kadarzat
stripping
cur aktif
IPC kebocoran strip
IPC
kebocoran strip
kemas kemas
1. Contohpertinggal
1. contohpertinggal QC 2. LHP
QC
2. LHP
Instal
Instal Simpan
Simpan

131
Lampiran 7. (Lanjutan)

Instalasi
Botol
Penyimpanan

Pengeringan
Penimbangan

Pencampuran Botol Bersih

Wastu / IPC

Pengisian/Penutupan
/Labeling

Wastu/IPC

Seksi Kemas
Pengemasan Sekunder

Wastu/IPC

Obat jadi

Wastu/QC

132
Lampiran 7. (Lanjutan)

gudang

penimbangan

pencampuran
homogenitas
IPC
kadar zat aktif
pengisian

IPC keseragaman bobot

polishing kadar zat aktif

waktu hancur

stripping

IPC kebocoran strip

pengemasan
contoh pertinggal
IPC
LHP
Insimpan

133
Lampiran 8. Alur Sistem Pengawasan Mutu

134
Lampiran 9. Struktur Organisasi Pemastian Mutu

135
Lampiran 10. Alur Sistem Pengolahan Air

136
Lampiran 11. Alur Pengolahan Limbah

137
Lampiran 12. Alur Sistem Tata Udara

138
Lampiran 13. Contoh Alur Dokumentasi Di Lafi Puskesad

139

Anda mungkin juga menyukai