Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam kurikulum Program
Studi Profesi Apoteker untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi
Disusun Oleh :
ANGKATAN XXXIV
Disetujui oleh
Industri Bagian Farmasi Kepolisian PSPA
Fakultas Farmasi ISTN
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, karunia
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional
mendapatkan gambaran yang jelas tentang cara pembuatan obat yang baik di
Apoteker.
pengabdian profesi Apoteker. Semua ini penulis dapatkan berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu baik pada proses
MS.,Apt. sebagai pembimbing PKPA dari Fakultas Farmasi Institut Sains dan
Teknologi Nasional (ISTN) yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga
iii
dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran selama proses PKPA. Pada
kepada:
1. Dr. Refdanita, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi ISTN, Jakarta.
2. M. Reza Gozaly, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Kepolisian (BAGFARMAPOL).
5. AKBP Drs. Suryadi Utomo, Apt selaku Kepala Sub Bagian Wastu.
8. Seluruh Dosen yang mengajar pada Program Studi Profesi Apoteker Fakultas
9. Kedua Orang tua tercinta atas doa yang tidak henti-hentinya, kesabaran,
iv
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
laporan ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dan dapat
memperbaiki laporan ini sangat kami harapkan. Akhir kata semoga laporan hasil
Penulis
v
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
2.2.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok ... 28
vi
2.2.9. Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali
Produk ............................................................................................ 29
vii
3.6.3. Gudang Produk Jadi ....................................................................... 54
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok ... 73
Produk ............................................................................................ 73
viii
4.2. Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di BAGFARMAPOL . 76
LAMPIRAN ....................................................................................................... 85
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 5. Format Daftar Periksa Pengambilan Sampel Bahan Awal ............. 113
Lampiran 8. Alur Produksi Sediaan Tablet Metode Granulasi Basah ................ 116
Lampiran 17. Catatan Hasil Pengujian IPC (In Process Control) ...................... 126
Lampiran 20. Label Kerusakan Alat dan Kalibrasi Alat Sebelum Pemakaian ... 132
xi
Lampiran 21. SOP Pembersihan Mesin Cetak Tablet ........................................ 133
Lampiran 25. Label untuk Alat yang telah Dibersihkan ..................................... 137
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Industri farmasi dalam memproduksi obat juga memerlukan tenaga
kesehatan yang profesional dibidang obat, salah satunya adalah Apoteker.
Apoteker sebagai salah satu profesi yang berperan penting dalam industri farmasi,
harus dapat membangun mutu obat yang aman dan efektif sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu seorang Apoteker dituntut untuk memiliki
pengetahuan dan wawasan yang luas, pengalaman praktis serta terlatih dalam
menangani permasalahan-permasalahan yang muncul di dalam industri farmasi.
Dengan melihat tujuan tersebut maka selama masa pendidikan, calon Apoteker
perlu dipersiapkan untuk menghadapi dunia industri farmasi dengan melakukan
kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi sehingga
dapat dibekali dengan pengalaman praktis serta menerapkan ilmu yang
dimilikinya.
Mengingat pentingnya pengetahuan tentang industri farmasi bagi
pendidikan profesi seorang Apoteker maka Institut Sains dan Teknologi Nasional
mengadakan kerjasama dengan Bagian Farmasi Kepolisian (BAGFARMAPOL)
berlokasi di Jl. Cipinang Raya No.3B Jakarta dalam melaksanakan Praktik Kerja
Profesi Apoteker di bidang Industri Farmasi yang dilaksanakan mulai tanggal 19
sampai 29 Maret 2018.
2
BAB II
TINJAUAN UMUM
3
melakukan dapat melakukan proses pembuatan obat maupun bahan obat untuk
semua tahapan atau juga hanya sebagian tahapan saja.
Izin industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang
pemberian izin dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan. Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan
alamat dan pindah lokasi, perubahan penanggung jawab, atau mana industri
harus dilakukan perubahan izin. Izin ini berlaku seterusnya selama Industri
Farmasi tersebut masih melakukan kegiatan produksi dan memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman
Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Peraturan
Pelaksanaannya.
Untuk memperoleh izin usaha industri farmasi berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No.1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu.
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Dikecualikan dari persyaratan huruf a dan huruf b, bagi pemohon izin
industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia(2).
4
2.1.3. Permohonan Izin Industri Farmasi
Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh
direktur utama dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan
kelengkapan sebagai berikut:
1) Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi.
2) Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka
Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri.
3) Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan.
4) Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya.
5) Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
6) Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari kepala
dinas kesehatan provinsi.
7) Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan.
8) Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir.
9) Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing
Apoteker penanggung jawab produksi, Apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
10) Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing Apoteker penanggung
jawab produksi, Apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan
Apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.
11) Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-
masing Apoteker penanggung jawab produksi, Apoteker penanggung
jawab pengawasan mutu dan Apoteker penanggung jawab pemastian
mutu.
12) Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Permohonan izin industri farmasi sebagaimana dimaksud diajukan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
5
1) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan sebagaimana dimaksud. Kepala Badan melakukan
audit pemenuhan persyaratan CPOB.
2) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan, kepala dinas kesehatan provinsi melakukan
verifikasi kelengkapan persyaratan administratif.
3) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi
pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada kepala dinas kesehatan.
4) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi kelengkapan persyaratan administratif, kepala dinas kesehatan
provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan.
5) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima
rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin
industri farmasi.(2)
2.1.4. Pelaporan
Industri Farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala
mengenai kegiatan usahanya:
1) Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap
obat atau bahan obat yang dihasilkan.
2) Sekali dalam 1 (satu) tahun.
6
c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu.
d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
e. Melakukan pemindah-tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan
perluasan tanpa memiliki izin.
7
persyaratan CPOB dalam memproduksi suatu sediaan farmasi, dimana sertifikat
ini diterbitkan oleh Kepala BPOM yang berlaku selama 5 tahun selama yang
bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor Hk.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik, Industri Farmasi yang membuat Obat wajib
memenuhi persyaratan pada Pedoman CPOB yang berlaku. Industri Farmasi yang
membuat Bahan Baku Aktif Obat wajib memenuhi persyaratan pada Pedoman
Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB) yang berlaku.
Pemenuhan persyaratan CPOB dan/atau CPBBAOB dibuktikan dengan sertifikat.
Tata cara memperoleh Sertifikat Industri Farmasi adalah sebagai berikut(5):
1. Sertifikat CPOB/CPBBAOB diterbitkan berdasarkan permohonan tertulis
kepada Kepala Badan.
2. Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan
menggunakan contoh Formulir 3.
3. Terhadap permohonan Sertifikasi CPOB dikenakan biaya sesuai ketentuan
Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
4. Dalam rangka Sertifikasi baru, Pemohon menyampaikan permohonan
persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan.
5. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
permohonan dilakukan evaluasi kesesuaian RIP dengan persyaratan
CPOB.
6. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud nomor (5), Kepala
Badan menerbitkan:
a. persetujuan RIP, apabila dinyatakan memenuhi syarat; atau
b. surat permintaan perbaikan RIP, apabila dinyatakan belum
memenuhi syarat.
8
7. Kepala Badan melimpahkan wewenang pemberian persetujuan RIP
kepada Direktur.
8. Pemohon melaporkan kemajuan pembangunan secara periodik setiap 3
(tiga) bulan kepada Direktur dengan menggunakan contoh Formulir 4.
9. Setelah pembangunan selesai dan dilakukan kualifikasi, pemohon
mengajukan permohonan Sertifikasi dengan menggunakan contoh
Formulir 5.
10. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
permohonan Kepala Badan melakukan Inspeksi.
11. Berdasarkan hasil Inspeksi Kepala Badan menyampaikan evaluasi
pemenuhan persyaratan CPOB kepada Pemohon.
12. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi persyaratan CPOB berdasarkan evaluasi hasil inspeksi Kepala
Badan menerbitkan:
a. rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB sebagai kelengkapan
dalam rangka permohonan izin industri farmasi; atau
b. Sertifikat CPOB
13. Khusus dalam rangka permohonan izin industri farmasi, Sertifikat CPOB
akan diterbitkan setelah Industri Farmasi memperoleh izin industri
farmasi.
Sertifikat berlaku untuk 5 (lima) tahun selama yang bersangkutan masih
berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
1) Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang
telah ditetapkan.
2) Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi.
3) Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk:
9
a. Personil yang terkualifikasi dan terlatih
b. Bangunan dan sarana dengan luas yang memadai
c. Peralatan dan sarana penunjang yang sesua
d. Bahan, wadah dan label yang benar
e. Prosedur dan instruksi yang disetujui dan
f. Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
4) Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang
jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana
yang tersedia.
5) Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar.
6) Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan
dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang
diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi.
7) Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran
riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam
bentuk yang mudah diakses.
8) Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap
mutu obat.
9) Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran; dan
10) Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan
pencegahan pengulangan kembali keluhan.
10
suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari
semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan
para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan
diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik
termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah
didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar manajemen mutu
adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk atau jasa pelayanan
yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
11
e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selamaproses
lain serta dilakukan validasi
f. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan dan
pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan
untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor
yang relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama proses,
pengkajian dokumen pembuatan termasuk pengemasan, pengkajian
penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan
dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir
g. Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala manajemen mutu
(pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan
dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan
peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan
pelulusan produk
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa simpan obat
i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu
j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan
k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat
l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu
produk
m. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui
n. Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses
dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
12
1. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu;
2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan;
3. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;
4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;
5. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok);
6. Meprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;
7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi;
8. Mengevaluasi / mengkaji catatan bets; dan
9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait.
13
dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui
sebelum didistribusikan.
14
j. Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru
mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan pendaftaran
k. Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan missal sistem tata udara
(HVAC), air, gas bertekanan dan lain-lain
l. Kajian terhadap kesepakatan teknis untuk memastikannya selalu mutakhir.
2.2.2. Personalia(4)
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukkan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang
benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan
semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung tanggung jawab
masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip
CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri
farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman
praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani
tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu
obat.
15
Hal-hal yang yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah :
a. Personil Kunci
Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian
Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi
dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/ kepala bagian
Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain.
16
c. Pelatihan
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil
yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang
penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan
petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak
pada mutu produk.
Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di
area dimana pencemaran merupakan bahaya, misalnya area bersih atau area
penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitasi. Program dan
materi pelatihan bagi personil hendaklah disiapkan oleh masing-masing kepala
bagian yang dikoordinasi oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian
mutu).
Program pelatihan hendaklah disetujui bersama oleh masing-masing
kepala bagian dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Program
pelatihan hendaklah mencakup antara lain:
a. Materi umum yang harus diberikan kepada semua personil pada hari
pertama kerjanya.
b. CPOB dasar (termasuk mikrobiologi dan higiene perorangan) kepada semua
personil.
c. CPOB spesifik kepada personil berkaitan, misal bagi mereka yang
menangani pembuatan produk steril, menangani pembuatan produk toksis
atau berpotensi tinggi dan / atau bersifat sensitisasi.
d. Pemahaman semua protap, metode analisis dan prosedur lain bagi personil
berkaitan dan,
e. Pengetahuan mengenai sifat bahan/produk, cara pengolahan dan
pengemasan.
17
letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil
risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak
lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindari
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah
dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan
tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap
pencemaran tersebut.
Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat
dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca,
banjir, rembesan dari tanah dan bersarangnya serangga, burung, binatang
pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian
binatang pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan
cermat, dibersihkan dan bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci.
Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan
fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan
lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan
rapi.
Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di
mana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah
dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat. Tenaga
listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar
tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan,
atau terhadap ketepatan/ketelitian fungsi dari peralatan. Desain dan tata letak
ruang hendaklah memastikan :
Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di
dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.
18
Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi
personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan
atau produk selain yang sedang diproses.
Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang
tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area
pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil
yang tidak bekerja di area tersebut. Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan
di area yang ditentukan:
a. Penerimaan bahan
b. Karantina barang masuk
c. Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas
d. Penimbangan dan penyerahan bahan atau produk
e. Pengolahan
f. Pencucian peralatan
g. Penyimpanan peralatan
h. Penyimpanan produk ruahan
i. Pengemasan
j. Karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir
k. Pengiriman produk
l. Laboratorium pengawasan mutu.
Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah
diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang
diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel dibawah ini:
19
Tabel 1. Jumlah Maksimum Pertikulat Udara Tiap Kelas Kebersihan
Catatan :
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk
steril.
Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril
Tabel 2. Rekomendasi Jumlah Partikel di Lingkungan Produksi Nonsteril
20
2.2.4. Peralatan(4)
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam
dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar
dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan hal-hal
yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
Desain dan konstruksi peralatan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai
dengan tujuannya.
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara
atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang
dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang
ditentukan.
c. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas
atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah
21
sehingga tidak memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal,
produk antara ataupun produk jadi.
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas
dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi
yang tidak tepat.
e. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur
tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar
tidak menjadi sumber pencemaran.
g. Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada
produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh
bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan
berakibat buruk pada produk.
h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan
kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah
terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap
eksplosi serta dibumikan dengan benar.
i. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian
yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan.
j. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan mengendalikan
hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan
metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut
hendaklah disimpan.
k. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak
boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter
khusus yang tidak melepaskan serat.
l. Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi
hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah
berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yangharus dilakukan.
22
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan harus terbuat dari bahan
inert yang digunakan untuk bagian peralatan yang bersentuhan denganbahan
awal, produk antara atau produk ruahan antara lain adalah:
23
- chrome alloy Sistem pemipaan untuk air murni
dan airuntuk Injeksi.
Catatan:
Jangan menggunakan komponen peralatan yang terbuat dari asbes.
24
c. Deskripsi lengkap dari metode pembersihan dan bahan pembersih yang
digunakan termasuk pengenceran bahan pembersih yang digunakan
d. Instruksi pembongkaran dan pemasangan kembali tiap bagian alat, bila
perlu, untuk memastikan pembersihan yang benar
e. Instruksi untuk menghilangkan atau meniadakan identitas bets sebelumnya
f. Instruksi untuk melindungi alat yang sudah bersih terhadap kontaminasi
sebelum digunakan
g. Inspeksi kebersihan alat segera sebelum digunakan
2.2.6. Produksi(4)
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan izin
edar.
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi
tertulis dan bila perlu dicatat.
Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan
kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan dimana perlu dan
diberi penandaan dengan data yang diperlukan. Kerusakan wadah dan masalah
lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah
diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada bagian pengawasan mutu.
Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah sampai dinyatakan lulus
untuk pemakaian atau distribusi.
Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan,
langsung dari produsen. Dianjurkan agar spesifikasi yang dibuat oleh pabrik
pembuat untuk bahan awal dibicarakan dengan pemasok. Sangat
25
menguntungkan bila semua aspek produksi dan pengawasan bahan awal
tersebut, termasuk persyaratan penanganan, pemberian label dan pengemasan,
juga prosedur penanganan keluhan dan penolakan dibicarakan dengan pabrik
pembuat dan pemasok.
Semua proses produksi hendaknya divalidasi. Studi validasi hendaklah
memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan. Hasil validasi dan kesimpulannya hendaklah dicatat. Sebelum
suatu Prosedur Pengolahan Induk diterapkan, harus diambil langkah untuk
membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan
bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan
yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu.
Tiap tahap proses, produk dan bahan dilindungi terhadap pencemaran
mikroba dan pencemaran lain. Terdapat penomoran bets/lot dengan tujuan untuk
memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi
dapat diidentifikasi. Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan awal,
bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari
siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap.
Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan harus diperiksa sebelum dipakai.
Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang
yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus
hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan
peralatan.
Produk non steril cairan, krim dan salep diproduksi sedemikian rupa agar
terlindung dari pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Pengadaan,
penanganan dan pengawasan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain
diberi perhatian yang sama seperti bahan awal.
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Untuk memastikan keseragaman bets dan keseluruhan
obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau
pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap proses dari tiap bets
26
produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat.
Bahan dan produk yang ditolak, diberi penandaan yang jelas dan
disimpan terpisah di ”area terlarang” (restricted area). Karantina produk jadi
merupakan akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk
didistribusikan. Sistem distribusi didesain untuk memastikan produk yang
pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu. Semua bahan dan produk
disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko campur baur atau
pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi disediakan untuk
penyimpanan bahan atau produk yang ditolak, daluarsa, ditarik dari peredaran
atau obat atau bahan kembalian. Bahan atau produk tersebut harus diberi
identitas yang tepat. Pengiriman dan pengangkutan bahan dan obat dilakukan
sedemikan rupa sehingga tidak merusak keutuhannya dan kondisi
penyimpanannya terjaga.
27
fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan.
Pengawasan mutu yang dilakukan di laboratorium meliputi bangunan
dan fasilitas, personil, peralatan, pereaksi dan media perbenihan, baku
pembanding, bila perlu tanggal penerimaan tiap bahan yang digunakan untuk
kegiatan pengujian (misalnya pereaksi dan baku pembanding), hewan yang
digunakan untuk pengujian komponen, bahan atau produk, spesifikasi dan
prosedur pengujian dan catatan analisis.
Bagian pengawasan mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung
jawab, antara lain adalah:
a. Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu
b. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk
c. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk
d. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk
e. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk.
Perlu pula dilakukan pengawasan bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi. Dokumentasi dalam pengawasan mutu berisi informasi
yang merupakan bagian dari catatan bets, data asli lain seperti buku catatan
laboratorium dan/ atau rekaman hendaklah disimpan. Pada pengawasan mutu ini
dilakukan pula pengambilan sampel terhadap bahan awal dan bahan pengemas.
Selain itu perlu diperhatikan persyaratan pengujian sampel termasuk studi
stabilitas.
2.2.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok(4)
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri ini harus dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara
obyektif.
28
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, disamping itu, pada
situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau
terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi hendaklah didokumentasikan dan
dibuat produk tindak lanjut yang efektif. Hendaklah dibuat instruksi tertulis
untuk inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh
personil (-personil) perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah
membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-
masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat
bermanfaat.
Inspeksi diri dapat dilaksanakan perbagian sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan
minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis
dalam prosedur inspeksi diri. Laporan inspeksi diri hendaklah mencakup :
a. Semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan bila
memungkinkan.
b. Saran untuk tindakan perbaikan.
Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat. Hendaklah
ada program penindak-lanjutan yang efektif. Manajemen perusahaan hendaklah
mengevaluasi baik laporan inspeksi diri maupun tindakan perbaikan bila
diperlukan.
29
a. Keluhan
Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani
keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang
memadai untuk membantunya. Apabila personil tersebut bagian Manajemen
Mutu (Pengawasan Mutu), maka ia hendaklah memahami cara penanganan
seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan kembali produk
b. Penarikan kembali produk.
Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah
ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan
kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah
independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Jika personil ini bukan
kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) maka ia hendaklah
memahami segala operasi penarikan kembali. Hendaklah tersedia prosedur
tertulis yang diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan jika perlu untuk
mengatur segala tindakan penarikan kembali. Operasi penarikan kembali
hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat, pelaksanaan penarikan
kembali :
a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah
diketahui adaproduk yang catat mutu atau diterima laporanmengenai reaksi
yang merugikan.
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah
dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali
dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat
konsumen.
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,
hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan
secara cepat, efektif dan tuntas.
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat
untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan
dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
30
2.2.10. Dokumentasi(4)
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen
adalah sangat penting.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen produksi induk,
prosedur pengolahan produk dan prosedur pengemasan induk (formula
pembuatan, instruksi pengolahan dan instruksi pengemasan) menyatakan
seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan
semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk
melaksanakan operasi tertentu, misalnya: pembersihan, berpakaian,
pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian dan pengoperasian
peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya
dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan
dengan cermat. Bagian dokumen pembuatan dan hendaklah sesuai dengan
dokumen persetujuan izin edar yang relevan.
Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh
personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak
bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas.
Penampilan dokumen hendaklah dibuat rapi dan mudah diperiksa. Dokumen
hasil reproduksi hendaklah jelas dan terbaca. Reproduksi dokumen kerja dari
dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang disebabkan proses
reproduksi.
31
Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu
mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidakberlaku secara tidak
sengaja.
Dokumen hendaklah tidak ditulis tangan; namun, bila dokumen
memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis tangan
dengan jelas, terbaca dan tidak dapat dihapus. Hendaklah disediakan ruang yang
cukup untuk mencatat data.
Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen
hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan hendaklah
memungkinkan pembacaan informasi semula. Dimana perlu, alasan perubahan
hendaklah dicatat. Pencatatan hendaklah dibuat atau dilengkapi pada tiap
langkah yang dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang
signifikan mengenai pembuatan obat dapat ditelusuri. Catatan pembuatan
hendaklah disimpan selama paling sedikit satu tahun setelah tanggal daluwarsa
produk jadi.
Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data
elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan, namun prosedur
rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan hendaklah tersedia, dan akurasi
catatan hendaklah diperiksa. Apabila dokumentasi dikelola dengan
menggunakan metode pengolahan data elektronis, hanya personil yang diberi
wewenang boleh memasukkan atau memodifikasi data dalam komputer dan
hendaklah perubahan dan penghapusannya dicatat; akses hendaklah dibatasi
dengan menggunakan kata sandi (password) atau dengan cara lain dan hasil
entri dari data kritis hendaklah diperiksa secara independen. Catatan bets yang
disimpan secara elektronis hendaklah dilindungi dengan transfer pendukung
(back up transfer) menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain.
Adalah sangat penting bahwa data selalu tersedia selama kurun waktu
penyimpanan.
32
Dokumen yang diperlukan antara lain:
a. Spesifikasi :
spesifikasi bahan awal
spesifikasi bahan pengemas
spesifikasi produk antara dan produk ruahan
spesifikasi produk jadi
b. Dokumen Produksi :
dokumen produksi induk
prosedur pengolahan induk
prosedur pengemasan induk
catatan pengolahan bets
catatan pengemasan bets.
Proses penerimaan, pengambilan sampel, pengujian dan lain-lain
hendaklah disediakan prosedur tertulis.
Dokumentasi dalam hal pengawasan mutu meliputi dua hal berikut ini,
yaitu:
a. Prosedur dalam pengawasan mutu dan metode pengujian. Selain itu,
prosedur dalam pengawasan yang terpenting adalah prosedur pangambilan
contoh untuk pengujian.
b. Catatan dan laporan hasil pengujian. Catatan tentang pengujian hasil uji
stabilitas biasanya diadakan tersendiri. Laporan hasil pengujian dapat berupa
sertifikat analisis.
33
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu).
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak ini meliputi tanggung jawab
industri farmasi terhadap Otoritas Pengawasan Obat (OPO) dalam hal ini
pemberian izin edar dan pembuatan obat. Hal ini tidak dimaksudkan untuk
mempengaruhi tanggung jawab legal dari Penerima Kontrak dan Pemberi
Kontrak terhadap konsumen.
Kontrak tertulis meliputi pembuatan dan/ atau analisa obat yang
dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Pemberi kontrak bertanggung
jawab untuk menilai kompetensi Penerima Kontrak dalam melaksanakan
pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan
pedoman CPOB diikuti.
Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup,
pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan
pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan
obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang
memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Badan POM.
Kontrak hendaklah dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang
berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari
kontrak dibuat oleh personil yang kompeten yang mempunyai pengetahuan yang
sesuai di bidang teknologi farmasi, analisis dan CPOB. Semua pengaturan
pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua
belah pihak.
34
Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup
dan cakupan validasi.
Kualifikasi adalah segala kegiatan pembuktian dan pendokumentasian
bahwa sebuah sistem dan atau alat sudah terpasang dan berfungsi secara benar
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Kualifikasi merupakan tahap awal yang
harus dilakukan sebelum validasi. Kualifikasi meliputi Kualifikasi Desain (KD),
Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operasional (KO) dan Kualifikasi Kinerja
(KK).
a. Kualifikasi Desain (KD) adalah unsur pertama dalam melakukan validasi
terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Desain hendaklah memenuhi
ketentuan CPOB dan didokumentasikan.
b. Kualifikasi Instalasi (KI) dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan
baru atau yang dimodifikasi. Kualifikasi instalasi mencakup :
1. Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi
hendaklah sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain.
2. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan
peralatan dari pemasok.
3. Ketentuan dan pesyratan kalibrasi.
4. Verifikasi bahan konstruksi.
c. Kualifikasi Operasional (KO) dilakukan setelah KI selesai dilaksanakan,
dikaji dan disetujui. Kualifikasi operasional hendaklah mencakup:
1. Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentangproses,
sistem dan peralatan.
2. Pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup
batas operasional atas dan bawah, sering dikenal sebagai kondisi
terburuk (worst case) Setelah selesai KO maka pelulusan fasilitas, sistem
dan peralatan dapat dilakukan secara formal.
d. Kualifikasi Kinerja (KK) dilakukan setelah KI dan KO selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. KK hendaklah mencakup tapi tidak
terbatas pada hal :
35
1. Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang
memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan
pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan.
2. Uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
operasional atas dan bawah.
Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, pelaksanaan atau mekanisme
yang digunakan dalam proses produksi dan pengemasan akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan.
Seluruh kegiatan validasi direncanakan. Unsur utama program validasi
harus dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk
Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat,
tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai
berikut:
1. Kebijakan validasi
2. Struktur organisasi kegiatan validasi
3. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi
4. Format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan
jadwal pelaksanaan
5. Pengendalian perubahan
6. Acuan dokumen yang digunakan.
Jenis-jenis validasi di Industri Farmasi terbagi menjadi 4 antara lain:
1. Validasi Proses
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan
(validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, validasi dapat juga
dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren).
Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi
retrospektif).
a. Validasi prospektif
Validasi prospektif hendaklah mencakup, tapi tidak berbatas pada hal
berikut:
36
1) Uraian singkat proses
2) Ringkasan tahap kritis proses pembuatan yang harus
diinvestigasi.
3) Daftar peralatan/fasilitas yang digunakan termasuk alat ukur,
pemantau dan pencatat serta status kalibrasinya
4) Spesifikasi produk jadi untuk diluluskan.
5) Daftar metode analisis yang sesuai
6) Usul pengawasan selama proses dan kriteria penerimaan.
7) Pengujian tambahan yang dilakukan termasuk kriteria
penerimaan dan validasi metode analisisnya bila diperlukan.
8) Pola pengambilan sampel (lokasi dan frekuensi)
9) Metode pencatatan dan evaluasi hasil.
10) Fungsi dan tanggung jawab
11) Jadwal yang diusulkan
b. Validasi Konkuren
Persyaratan dokumentasi untuk validasi konkuren sama seperti
validasi prospektif. Keputusan untuk melakukan validasi konkuren
harus dijustifikasi, didokumentasikan dan disetujui oleh kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
c. Validasi Retrospektif
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah
mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk,
prosedur pembuatan atau peralatan.
2. Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas
prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk,
bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah
didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas
tersebut hendaklah dicapai dan diverifikasi. Biasanya validasi prosedur
pembersihan dilakukan hanya untuk permukaan alat yang bersentuhan
langsung dengan produk.
37
3. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis bertujuan untuk mengetahui bahwa metode
analisis sesuai tujuan penggunaanya. Validasi metode analisis umumnya
dilakukan terhadap 4 jenis :
a. Uji identifikasi
b. Uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity)
c. Uji batas impuritas, dan
d. Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan atau obat atau
komponen tertentu dalam obat.
Tujuan prosedur analisis hendaklah jelas dan dimengerti karena hal ini
akan menentukan karakteristik validasi yang perlu dievaluasi.
Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
Akurasi
Presisi
Ripitabilitas
Intermediate precision
Spesivisitas
Batas deteksi
Linearitas; dan
Rentang
4. Validasi Ulang
Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan serta
metode analisis hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi
keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap status
validasi, peninjauan dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, peralatan,
proses dan metode analisis memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan
kebutuhan validasi ulang.
Validasi ulang mungkin diperlukan pada kondisi sebagai berikut:
Perubahan sintesis bahan aktif obat
38
Perubahan komposisi produk jadi; dan
Perubahan prosedur analisis
39
berjalan sesuai modus pengoperasian yang ditetapkan dengan sejumlah tertentu
personil yang sedang bekerja. Agar tercapai kondisi operasional maka area
tersebut hendaklah didesain untuk mencapai tingkat kebersihan udara tertentu
pada kondisi nonoperasional. Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 kelas
kebersihan :
Kelas A : Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian,
wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis.
Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar
(laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah
mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36-0,54 m/detik
pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka.
Kelas B : Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona kelas A.
Kelas C dan D : Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan
yang mengandung risiko lebih rendah.
40
Gambar 1. Model untuk Manajemen Risiko Mutu
Aktivitas manajemen risiko mutu biasanya, tetapi tidak selalu dilakukan
oleh tim interdisipliner. Ketika tim dibentuk, hendaklah disertakan tenaga ahli
dri bidang yang sesuai (misalnya unit mutu, pengembangan bisnis, teknik,
registrasi, produksi, penjualan dan pemasaran, hokum, statistik dan klinis)
sebagai tambahan terhadap individu yang mempunyai pengetahuan tentang
proses manajemen risiko mutu.
Pengambil keputusan hendaklah:
Bertanggung jawab untuk mengoordinasi manajemen risiko mutu lintas
fungsi dan departemen yang berbeda dalam organisasi mereka; dan
Memastikan bahwa proses manajemen risiko mutu telah ditetapkan,
dijabarkan dan dikaji dan memiliki sumber daya yang layak dan cukup
41
Manajemen Risiko Mutu hendaklah mencakup proses sistematis yang
dirancang untuk mengoordinasi, memberi kemudahan dan membuat
pengambilan keputusan lebih baik secara ilmiah dalam hal risiko. Langkah yang
mungkin digunakan untuk memulai dan merencanakan proses manajemen risiko
mutu mencakup hal berikut:
Tetapkan masalah dan/atau risiko yang dipersoalkan, termasuk asumsi
terkait yang mengidentifikasi potensi risiko.
Kumpulkan latar belakang informasi dan/atau data bahaya potensial,
ancaman atau pengaruh pada kesehatan manusia yang relevan untuk
penilaian risiko.
Tentukan pemimpin dan sumber daya uang diperlukan.
Tetapkan batas waktu, hasil yang akan dilaporkan dan tingkat pengambilan
keputusan yang layak untuk proses manajemen risiko.
Meskipun terdapat beberapa contoh penggunaan manajemen risiko mutu
di industri farmasi saat ini, namun ruang lingkupnya terbatas dan tidak mewakili
keseluruhan kontribusi yang dapat diberikan manajemen risiko. Secara umum
dipahami bahwa risiko adalah kombinasi kemungkinan terjadi kerusakan (pada
kesehatan masyarakat) dan tingkat keparahan dari kerusakan tersebut. Namun
demikian adalah sulit mencapai pemahaman bersama di antara kepelbagaian
pihak yang berkepentingan dalam mengaplikasi manajemen risiko, karena
masing-masing pihak mungkin memiliki persepsi kerusakan potensial yang
berbeda, memberikan nilai probabilitas yang berbeda dan tingkat keparahan
yang berbeda bagi tiap kerusakan yang terjadi.
Suatu pendekatan manajemen risiko mutu yang efektif dapat lebih
menjamin mutu yang tinggi dari produk kepada pasien melalui usaha proaktif
mengidentifikasi dan mengendalikan masalah mutu potensial selama
pengembangan dan pembuatan. Selain itu, penggunaan manajemen risiko mutu
dapat membuat pengambilan keputusan lebih baik bila terjadi masalah mutu.
Manajemen risiko mutu yang efektif dapat memberi kemudahan dalam
pengambilan keputusan dengan informasi yang lebih lengkap, dapat
meningkatkan keyakinan Badan POM akan kemampuan perusahaan dalam
42
menangani risiko potensial dan secara menguntungkan dapat mempengaruhi
tingkat dan rentang pengawasan Badan POM.
43
g. Zat pewarna digunakan untuk meningkatkan estetika tablet (misalnya
amarant, tartrazin yellow, dan brilliant blue).
h. Bahan pengharum atau pemanis digunakan untuk menutupi bau dan rasa
dari zat aktif yang kurang menyenangkan, serta untuk memberikan bau
dan rasa yang menyenangkan (misalnya dextrosa, sukrosa, dan minyak
atsiri).
i. Zat pengawet digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
(misalnya nipagin dan nipasol).
Metode Pembuatan Tablet :
a. Metode Granulasi Basah
Prinsip granulasi basah adalah menciptakan ikatan antara partikel-
partikel padat melalui proses pengumpulan massa dengan penambahan
pengikat basah diikuti pengeringan setelah massa digranulasi. Pada
metode ini, campuran zat aktif dan eksipien dibasahi dengan cairan
pengikat. Granul dibentuk dengan cara melewatkan massa yang basah
melalui ayakan, dikeringkan dilemari pengering. Massa granul yang kering
diayak dengan pengayak yang sesuai dan setelah ditambahkan fase luar
(bahan penghancur) dikempa menjadi tablet.
b. Metode Granulasi Kering
Granulasi kering dalah proses pembuatan granul dari campuran
serbuk kering dengan cara mencetak tanpa pelarut. Metode ini khususnya
cocok untuk zat aktif yang peka terhadap panas dan lembab. Ada 2 cara
yang dapat digunakan untuk pembuatan granul:
1) Slugging caranya dengan mengepak campuran serbuk ke dalam mesin
tablet agar dapat dikempa cepat tanpa banyak kesulitan sehingga
dihasilkan slug.
2) Rol tekan dilakukan dengan mengkompresi serbuk melalui 2 rol
dengan mesin chilsonato. Mesin rol tekan ini membuat massa menjadi
kompak berupa lempengan. Lempengan ini kemudian dihancurkan
dalam mesin granulator.
c. Metode Cetak Langsung
44
Metode ini dilakukan dengan cara mengepak langsung campuran
serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai. Untuk menghasilkan tablet yang
baik, campuran serbuk harus mengalir bebas dengan baik secara seragam
dan membentuk massa yang mudah. Oleh karena itu eksipien yang
digunakan harus dapat mengalir dengan baik.
45
limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk sisa kemasan
limbah B3 dan bahan-bahan kimia yang kadaluarsa.
Adapun beberapa tujuan dari pengelolaan limbah adalah sebagai berikut :
1) Mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
2) Mengidentifikasi adanya kemungkinan munculnya dampak besar dan
penting sebagai akibat adanya kegiatan dan/atau usaha industri.
3) Menanggulangi, meminimalkan atau mengendalikan dampak negatif yang
timbul serta menghindari kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan
sebagai akibat adanya kegiatan industri.
4) Mengamati/memantau interaksi kegiatan industri terhadap lingkungan
disekitarnya dengan menggunakan indikator tertentu yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
46
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
47
menjadi BAGFARMAPOL (Bagian Farmasi Kepolisian) yang selanjutnya
melaksanakan seluruh kegiatan produksi obat sesuai dengan CPOB dan keputusan
Menkes RI No.43/Depkes/SK/II/1988.
Bagian Farmasi Kepolisian (BAGFARMAPOL) berlokasi di jalan
Cipinang Baru Raya No. 3B Jakarta Timur. Adapun sarana produksi yang dimiliki
BAGFARMAPOL antara lain:
1. Bangunan produksi BAGFARMAPOL antara lain bagian produksi obat non
β-laktam dan produksi obat β-laktam. Ruang-ruang produksi terpisah satu
sama lain sesuai dengan jenis produknya untuk menghindari kontaminasi
antara produk yang satu dengan produk yang lain. Ruang produksi terdiri
dari ruang ganti pakaian, ruang cuci, ruang produksi tablet, ruang produksi
kapsul, ruang produksi semi solid, ruang produksi liquid dan ruang
packaging.
2. Bangunan lain, seperti mushola, area pengolahan limbah, ruang pertemuan
dan gudang.
3. Alat-alat produksi, misalnya mesin tablet Automatche Zanasi 40F, drum
mixer, mesin granul, oven granul, mesin pengisi kapsul, instrumen
pembantu proses analisis, misalnya spektrofotometer, HPLC, TLC, scanner,
neraca analitik dan lain-lain.
4. Alat-alat penunjang produksi, misalnya mesin pengolahan air
demineralisata, mesin genset, mesin blower, deduster dan dust collector dan
lain-lain.
48
Misi dari BAGFARMAPOL adalah:
1. Memproduksi obat yang bermutu, efektif dan aman.
2. Deteksi dini terhadap adanya pelanggaran hukum yang berkaitan dengan
produk farmasi, NAPZA dan zat kimia.
3. Melindungi masyarakat dari penyalahgunaan NAPZA.
4. Mendidik dan menyiapkan tenaga profesional di bidang farmasi.
49
d) Membantu pimpinan dalam menentukan kebijakan dibidang obat,
bahan baku obat, bahan kimia, alat kesehatan dan pelayanan
kesehatan secara umum.
2. Tugas dibidang dukungan operasional:
a) Deteksi dini terhadap produk ilegal/sub standar produk seperti:
1) Obat
2) Kosmetik
3) Zat kimia lain
b) Memproduksi alat/bahan untuk keperluan operasional POLRI,
antara lain:
1) Kit narkotika dan psikotropika
2) Kit sidik jari laten
3) Krim penyamaran
4) Food Security
5) Kit prekusor
c) Bantuan ahli dalam penyelidikan pelanggaran hukum yang
berkaitan dengan:
1) NAPZA
2) Obat dan kosmetik
3) Prekusor
4) Metabolit NAPZA dan zat toksik lain
5) Zat kimia lain
d) Membuat piranti lunak (buku, petunjuk praktis, dll) yang
berkaitan dengan:
1) NAPZA
2) Obat dan kosmetik
3) Prekusor
4) Metabolit NAPZA dan zat toksik lain
5) Zat kimia lain
e) Membantu usaha-usaha preventif dan represif yang berkaitan
dengan pelanggaran atau penyalahgunaan
50
f) Menyelenggarakan pelatihan atau bantuan pendidikan yang
berkaitan dengan tugas YANKES atau Dukops.
51
1. Subbagtekfarmapol adalah unsur pembantu pimpinan dan pelaksana
pada Bagian Farmasi Kepolisian yang berkedudukan dibawah dan
bertanggungjawab kepada Kabagfarmapol.
2. Subbagtekfarmapol dipimpin oleh kepala sub bagian teknis farmasi
kepolisian, disingkat Kasubbagtekfarmapol.
3. Subbagtekfarmapol mempunyai tugas deteksi dini, pemeriksaan dan
penelitian terhadap produksi dan peredaran obat-obatan atau
makanan atau minuman atau kosmetik yang tidak memenuhi
persyaratan standar KEMKES serta produksi dan peredaran obat
terlarang atau bahan berbahaya dalam rangka mendukung tugas
operasional POLRI.
4. Subbagtekfarmapol terdiri dari 1 (satu) Kepala Unit Operasional
Obat, disingkat Kanit Opsobat, 1 (satu) Kepala Unit Makanan atau
Minuman atau Kosmetik, disingkat Kanit Kanmintik, 1 (satu) Kepala
Unit Operasional Lingkungan Hidup, disingkat Kanit Ops LH, 3
(tiga) Penata Unit, disingkat Panit dan 9 (sembilan) bantuan umum,
disingkat Banum.
52
Subbagprod adalah unsur pembantu pimpinan dan pelaksana pada Bagian
Farmasi Kepolisian yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada
Kepala Bagian Farmasi Kepolisian. Subbagprod dipimpin oleh Kepala Sub
Bagian Produksi, disingkat Kasubbagprod. Subbagprod mempunyai tugas
menyelenggarakan kegiatan produksi obat, perangkat kesehatan dan bahan kimia
tertentu yang diperlukan dalam rangka kegiatan pelayanan kesehatan dan
dukungan kesehatan serta penyimpanan bahan baku dan hasil produksi.
Pelatihan Kerja Praktik Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di
BAGFARMAPOL disesuaikan dengan kegiatan produksi yang sedang
dilaksanakan. Dalam setiap kegiatan tersebut mahasiswa dibimbing oleh apoteker
dan staf yang ada dalam lingkungan industri BAGFARMAPOL.
Kegiatan produksi di BAGFARMAPOL meliputi produksi sediaan padat
(tablet/kaplet, kapsul) non β-laktam, sediaan semi solid (salep dan krim), dan
sediaan cair (sirup). Namun, untuk saat ini kegiatan produksi hanya sebatas pada
produksi sediaan tablet non β-laktam.
3.6. Gudang
Gudang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan produksi.
Gudang berfungsi untuk menyimpan stok material yang umumnya dalam jumlah
banyak. Oleh karena itu sebaiknya gudang berukuran cukup luas. Gudang untuk
pabrik farmasi, material tersebut dapat berupa bahan baku, bahan tambahan,
pengemas, produk jadi atau bahan penunjang lainnya. Untuk mempermudah
pengelolaan dan penyimpanan, maka BAGFARMAPOL mempunyai gudang
yaitu:
3.6.1. Gudang karantina
Digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang sedang dikarantina
untuk dilakukan pemeriksaan, ditolak atau diterima oleh bagian pengawasan
mutu. Barang yang disimpan diberi label berwarna kuning bertuliskan
“karantina” dan dilakukan pengambilan sampel oleh bagian pengawasan mutu.
Barang yang diterima diberi label berwarna hijau bertuliskan “diluluskan” dan
langsung dimasukkan ke gudang sesuai dengan jenis barang. Sedangkan barang
53
yang ditolak diberi label berwarna merah bertuliskan “ditolak“ dan dikirim
kembali ke pemasok untuk diganti sesuai dengan spesifikasi yang telah
dilampirkan.
54
(First Expire First Out) yaitu barang masuk terlebih dahulu dikeluarkan lebih
dahulu dan menurut tanggal daluwarsa. Jumlah barang masuk dan keluar
dikontrol dengan kartu stok sehingga barang dapat dikendalikan dan diatur
keluar masuknya.
55
yang disimpan serta untuk memudahkan perputaran persediaan. Bahan baku
beta laktam disimpan dalam gudang tersendiri, penyerahan dilakukan sesuai
permintaan dan sisanya tetap disimpan di gudang beta laktam.
3.6.5.3. Pemeliharaan
Pemelihaaran gudang dilakukan dengan cara membersihkan lantai
dan ruangan, dijaga supaya tetap bersih dan kering. Penyusunan barang
disesuaikan dengan system FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired
First Out). Penyusunan barang disesuaikan dengan jenis sediaan (padat, cair,
semi padat, dan lain-lain).
3.6.5.4. Pengeluaran
Pengeluaran bahan baku dari gudang dilakukan berdasarkan catatan
permintaan barang yang diajukan bagian produksi. Pengeluaran diatur
menurut sistem FIFO dan FEFO. Gudang tidak bisa melakukan pengeluaran
tanpa catatan permintaan bahan baku dan pengemas dari produksi. Pemasukan
dan pengeluaran barang dari gudang dikendalikan oleh kartu stok yang harus
diisi oleh petugas pada setiap pemasukan maupun pengeluaran. Gudang
melakukan stock opname setiap triwulan (3 bulan sekali).
56
Tugas dari bagian Subbagtekfarmapol :
1. Subbagtekfarmapol bertugas memyelenggarakan deteksi dini terhadap
produksi dan peredaran obat-obatan/makanan/minuman/kosmetika yang tidak
memenuhi persyaratan Departemen Kesehatan dan atau Badan Pengawasan
Obat dan Makanan serta produksi dan peredaran obat terlarang/bahan
berbahaya limbah dalam rangka mendukung tugas operasional POLRI
2. Subbagtekfarmapol dipimpin oleh kepala sub Bagian Teknis Farmasi
Kepolisian disingkat Kasubbagtekfarmapol
3. Kasubbagtekfarmapol dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:
a. Penyelenggaraan pembinaan fungsi teknis kefarmasian didalam
lingkungan POLRI
b. Penyelengara penelitian dan pengembangan sistem dan metode serta
sarana kefarmasian kepolisian
c. Memberikan informasi, kajian tentang persyaratan mutu lingkungan dan
analisa limbah
d. Penyelenggara latihan keterampilan di bidang kefarmasian baik bagi
petugas kesehatan maupun petugas operasional POLRI.
4. Kasubbagfarmapol dalam melaksanakan tugas dan kewajiban dibantu oleh
pamin operasional Obat dan Kimia, Makanan, Minuman, Narkotika, dan
Lingkungan Hidup (Pamin Ops Bat Kimia Kan Min dan LH).
Yang termasuk produk ini antara lain :
1. Kit narkotika dan psikotropika serta Pedoman Tentang Narkotika dan
Psikotropika.
2. Kit narkotika dan psikotropika.
Kit narkotika dan psikotropika yang diproduksi antara lain pereaksi ecstasy,
Marquis, cannabis, coccain, barbiturat, dan amfetamin. Kit narkotika dan
psikotropika digunakan untuk mendukung kegiatan operasional POLRI di
lapangan, yaitu mempermudah dalam hal mengidentifikasi barang bukti yang
berupa obat-obatan golongan narkotik dan psikotropik yang disalahgunakan.
Semua pereaksi yang diproduksi dibuat dalam bentuk ampul yang mudah
dipatahkan dan dikemas dalam wadah plastik tahan asam serta dilengkapi
57
penjepit plastik sebagai penutup. Dalam wadah plastik terdapat petunjuk
perubahan warna dari warna tertentu menjadi warna lain tergantung pada tiap-
tiap pereaksi. Hal ini mempermudah dalam hal identifikasi bahan obat yang
dicurigai mengandung narkotika dan psikotropika.
3. Kit prekursor
Digunakan untuk mendeteksi prekursor yang digunakan sebagai bahan baku
atau reagen sintesa narkotik atau prekursor ilegal seperti kalium permanganat,
efedrin dan lain-lain.
4. Kit sidik jari
Digunakan oleh reserse bagian identifikasi saat olah TKP (Tempat Kejadian
Perkara). Kit ini dibuat dalam 4 warna, yaitu hitam, putih, abu-abu, dan
orange yang digunakan sesuai dengan tempat pengambilan sidik jari untuk
memberikan warna kontras dengan tujuan agar dapat dibaca dengan jelas
misalnya sidik jari terdapat pada tempat yang berwarna hitam menggunakan
serbuk yang berwarna putih.
5. Krim penyamaran wajah.
Krim ini ditujukan untuk penyamaran para anggota BRIMOB ketika
menjalankan operasi di lapangan. Digunakan sesuai dengan lokasi penugasan,
terdiri dari warna hitam, hijau, kuning.
6. Food Security
Perangkat ini digunakan untuk mendeteksi zat-zat yang berbahaya dalam
makanan. Zat tersebut antara lain; formalin, Boraks, Arsen, Sianida dan Nitrit.
7. Buku-buku petunjuk tentang pengenalan narkotika, psikotropika, zat adiktif
dan obat keras, serta buku petunjuk tentang pengenalan alkohol, vademecum,
analisis kualitatif limbah cair pada kasus pencemaran lingkungan, penanganan
pencemaran lingkungan.
58
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan
obat yang baik untuk memastikan obat yang dibuat senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang sesuai dengan penggunaannya.
Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk
menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan
jumlah yang telah ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat serta mengikuti
proedur standar sehinga obat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk
identifikasi kadar kemurnian mutu dan keamanannya.
Setiap tahapan proses dianalisa secara terpisah dan diteliti untuk
memastikan mutu dan stabilitas obat yang diambil dari setiap bets sebagai contoh
pertinggal pada kondisi penyimpanan sesungguhnya di suhu kamar.
Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di
laboratorium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan, pengujian bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Pengawasan mutu juga meliputi uji
stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, uji validasi, pengkajian dan spesifikasi
yang berlaku dari tiap bahan dan produk termasuk metode pengkajian.
Terjaminnya kualitas suatu produk tidak hanya tergantung pada hasil akhir
proses produksi, tapi pengawasan yang terpadu terhadap segala aspek produksi
mencakup pemeriksaan bahan baku, proses produksi sampai menjadi produk jadi.
Contoh pertinggal dari setiap batch digunakan untuk mengetahui stabilitas obat
tersebut pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya dan berguna sebagai bukti
revaluasi jika ada permasalahan.
Sub unit pengawasan mutu di BAGFARMAPOL membawahi tiga sub unit
yaitu sub unit pengawasan mutu pelayanan kesehatan, sub unit pengawasan mutu
limbah, dan sub unit pengawasan mutu produkops (produk dukungan
operasional).
3.8.1. Unit Pengawasan Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Pengawasan Sebelum Produksi
Sebelum digunakan dalam proses produksi, bahan baku, hendaklah di uji
terlebih dahulu terhadap spesifikasi, identifikasi, kemurnian, kualitas dan
persyaratan lain yang telah ditetapkan apabila contoh telah memenuhi
59
spesifikasi yang telah ditetapkan maka contoh diberi label “diluluskan” dengan
penandaan label warna hijau namun bila spesifikasi tidak memenuhi
persyaratan, maka contoh diberi label “ditolak”, dengan pemberian label warna
merah. Pengujian ini sangat penting untuk menentukan kesesuaian dengan
spesifikasi bahan baku. Hasil pengujian dilaporkan pada bagian
produksi.Pemeriksaan yang telah dilakukan bagian pengawasan mutu obat dan
kimia meliputi bahan baku dan bahan pengemas yang baru diterima oleh bagian
gudang. Jumlah yang diambil berdasarkan rumus √N + 1 Hasilnya dicatat dalam
laporan pengujian bahan baku yang terdiri dari nama produk, bentuk sediaan,
pemasok, nomor bets, tanggal daluwarsa, jumlah, pemerian (warna, rasa, bau
dan bentuk), identifikasi, kelarutan, titik lebur, pH, viskositas, analisa kualitas
dengan bahan pembanding, penetapan kadar, berat jenis dan indeks bias.
2. Pengawasan Selama Proses Produksi
Pengawasan mutu dilakukan selama proses produksi (IPC) untuk
menjamin mutu sesuai persyaratan yang telah ditetapkan, sehingga prosedur
tertulis mengenai pengambilan contoh, pengawasan dan pengujian terhadap
produk selama proses hendaklah ditetapkan dan diikuti. Prosedur pengawasan
tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil produksi dan melakukan validasi
terhadap kemampuan proses produksi yang mungkin menjadi penyebab
variabelitas produk dalam proses. Pengujian pengawasan mutu dilakukan
terhadap :
a. Tablet/kaplet: kadar air granul, keseragaman bobot, penyimpangan,
kerapuhan, kekerasan, waktu hancur, disolusi, tebal, panjang (diameter) dan
penetapan kadar tablet atau kaplet.
b. Kapsul: kadar air serbuk atau granul, bobot, waktu hancur, keseragaman
bobot, kebocoran dan keseragaman kadar.
c. Cairan: viskositas, bau, rasa, warna, berat jenis, pH dan uji kadar zat aktif.
d. Semi padat: homogenitas, keseragaman bobot tube dan kebocoran kadar zat
aktif.
60
Pengawasan pada pengemasan merupakan pengawasan yang dilakukan
terhadap alur pengemasan sebelum kegiatan pengemasan berjalan dan selama
pengemasan berlangsung. Produk akhir yang sudah dikemas hendaklah
dikarantina dengan penandaan label warna kuning sampai diluluskan oleh
bagian pengawasan mutu lalu diberi label warna hijau.
61
ke bak V (kolam kecil). Kemudian ditambah CaCO3, diaduk 2 x 24 jam dan
diendapkan dengan menambahkan tawas selama 24 jam, kemudian filtratnya
dialirkan ke kolam pengolahan (bak II) dinetralkan dengan HCl, dilakukan
pengadukan dengan aerator dan diendapkan 24 jam. Cairan diperiksa pH, COD,
dan BOD dan diisi dengan indikator bilogis yakni ikan lele, kemudian dialirkan
kedalam bak hasil pengolahan (bak III) dan diberi indikator biologis (ikan
mujair atau ikan mas). Jika kehidupan ikan tidak terganggu maka hasil olahan
limbah di bak III dialirkan kembali ke bak IV, didalamnya diberi ikan emas, jika
kehidupan ikan tidak terganggu maka limbah dapat dialirkan ke lingkungan.
Hasil endapan yang diperoleh pada bak I dan II dikeringkan dan digunakan
untuk pupuk. Pengolahan limbah cair di BAGFARMAPOL dilakukan 6 bulan
sekali.
b. Penanganan Limbah Padat
Limbah padat terdiri dari limbah padat yang dapat didaur ulang
misalnya: kertas, kardus, dan etiket. Limbah padat yang tidak dapat didaur ulang
misalnya: aluminium foil, plastik, dan obat kadaluwarsa. Limbah yang tidak
dapat didaur ulang dikumpulkan, ditimbang untuk bahan evaluasi dan kemudian
di tampung dalam bak penampung limbah padat kemudian dibakar dengan
menggunakan incenerator.
c. Penanganan Limbah Udara atau Debu
Udara atau debu dari ruang produksi dihisap dengan menggunakan
blower lalu debu yang terhisap diikat oleh air yang berasal dari limbah yang
dinetralisir dengan cara disemprotkan ke saluran buangan dustcollector.
Sehingga debu tersebut menjadi limbah cair lalu diproses sesuai dengan
prosedur pengolahan limbah cair. Debu yang tidak terhisap blower atau tercecer
diruang produksi dikumpulkan, ditimbang kemudian dibakar diincenerator
bersama-sama dengan limbah padat.
62
Kegiatan pada bagian ini meliputi pemeriksaan terhadap produksi
peredaran obat-obatan, NAPZA, zat kimia, makanan, minuman dan kosmetika
yang tidak memenuhi persyaratan Kemkes atau Badan POM. Selain itu juga
memantau produk pendukung operasional POLRI antara lain: kit narkotika
psikotropika, kit sidik jari, kit prekursor, krim penyamaran wajah dan Food
Security. Dalam melakukan tugas-tugasnya unit pengawasan mutu melakukan
kerjasama dengan unit-unit lain, yaitu :
a. Wastu dengan produksi
1) Pemeriksaan dan pengawasan bahan awal (bahan baku obat dan
embalase atau bahan kemasan) dan IMI (Incoming Material Inspection)
2) Pemeriksaan selama proses produksi (IPC) meliputi bahan baku, proses,
produk antara dan produk ruahan
3) Pemeriksaan produk jadi
4) Pengolahan limbah produksi
5) Menyediakan contoh pertinggal
6) Pelaksanaan contoh pertinggal
7) Pembuatan metode analisa (spesifikasi dan standarisasi)
8) Pemeriksaan stabilitas produk.
b. Wastu dengan Farmapol (dalam rangka Duk Ops POLRI)
1) Pemeriksaan dan penelitian terhadap produk dan peredaran obat-obatan,
NAPZA, zat kimia, makanan, minuman dan kosmetika yang tidak
memenuhi persyaratan Kementrian kesehatan atau Badan POM.
2) Pemeriksaan dan penelitian produkops POLRI, yaitu: KIT narkotika dan
KIT psikotropika, KIT sidik jari, KIT prekusor, krim penyamar wajah,
Food Security.
BAB IV
63
PEMBAHASAN
64
serta produksi dan peredaran obat terlarang atau bahan berbahaya dalam rangka
mendukung tugas operasional POLRI. Sedangkan tugas dilingkungan
BAGFARMAPOL adalah memastikan proses manajemen mutu dapat berjalan
dengan baik. Kepala Sub Bagian Pemastian Mutu secara rinci bertugas
memantau keseluruhan proses pembuatan obat mulai dari pembelian bahan
baku, proses pengolahan obat dan distribusi obat jadi, serta meluluskan produk
sesuai dengan prosedur.
Tugas Sub Bagian Pengawasan Mutu adalah menyelenggarakan kegiatan
pengawasan mutu yaitu pemeriksaan terpadu mulai dari pemeriksaan bahan
baku, proses produksi sampai menjadi produk jadi melalui pemeriksaan
laboratorium kimia, pemeriksaan IPC (In Process Control) di area produksi atas
obat-obatan dan bahan baku hasil pengadaan Pusdokkes maupun hasil produksi
dan limbah bagian farmasi kepolisian sedangkan tugas dilapangan atau diluar
kegiatan produksi adalah melaksanakan pemeriksaan dan penelitian terhadap
produksi dan peredaran obat-obatan/makanan/minuman/kosmetik yang tidak
memenuhi persyaratan Kemenkes dan atau BPOM dan peredaran obat-obatan
terlarang atau berbahaya dalam rangka mendukung tugas operasional POLRI.
Produk jadi yang akan diluluskan oleh bagian pengawasan mutu harus sesuai
spesifikasi, penandaan, kemasan serta kelengkapan dokumen produksi.
BAGFARMAPOL juga memproduksi berbagai produk farmasi lainnya
untuk mendukung tugas operasional POLRI, misalnya Kit Narkotika dan
Psikotropika, Kit prekursor, Kit sidik jari, krim penyamaran, dan Kit Food
Security Test. Semua sumber dana kegiatan produksi berasal dari alokasi dana
pemerintahan, dimana dalam perencanaan untuk menyelenggarakan produksi
dibuat berdasarkan kebutuhan dan data penyakit di tiap-tiap daerah yang
diajukan POLDA kepada PUSDOKKES, selain itu kegiatan pengadaan
peralatan produksi dan bahan produksi lainnya juga dilakukan kerjasama antara
bagian produksi BAGFARMAPOL dengan Bagmatfaskes Pusdokkes Polri.
4.1.2. Personalia
65
Industri Farmasi harus memiliki personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai. Personalia hendaklah memiliki kesehatan mental dan
fisik yang baik sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.
Jumlah personalia didalam kelembagaan BAGFARMAPOL sangat terbatas,
sehingga proses produksi yang dilaksanakan tidak dapat dilakukan secara
bersamaan, tetapi disesuaikan dengan keterbatasan personalia, waktu dan dana.
Dengan struktur yang sederhana tetapi kaya fungsi, maka beberapa personalia
melakukan tugas yang rangkap.
Sesuai persyaratan pada CPOB, posisi Kepala Sub Bagian Produksi,
Kepala Sub Bagian Pengawasan Mutu, dan Kepala Sub Bagian Teknis Farmasi
Kepolisian Industri Pharmasi diduduki oleh seorang Apoteker terkualifikasi dan
berkompeten. Struktur organisasi Bagian Farmasi Kepolisian menggunakan
model struktur tipe D yang di pimpim langsung oleh Kepala Bagian Farmasi
Kepolisian. Setiap kepala bagian tersebut membawahi bagian administrator
(PAMIN) dan bagian teknis (PAUR).
66
DOMATKES POLRI untuk selanjutnya dikirim ke Polda-polda; gudang
karantina untuk menyimpan bahan-bahan yang sedang dikarantina untuk
selanjutnya dilakukan pemeriksaan. Gudang karantina juga merupakan tempat
penyimpanan bahan-bahan yang akan diambil sampel oleh bagian pengawasan
mutu; gudang teknis yang digunakan untuk menyimpan bahan baku, bahan
tambahan dan pengemas; gudang lain-lain untuk barang-barang non-produksi
(alat kebersihan).
Alur bahan baku datang ke gudang sampai digunakan untuk proses
produksi adalah sebagai berikut, barang yang masuk dari rekanan/suplier
dimasukkan ke gudang transit DOMATKES, barang tersebut dicocokkan
dengan Sertifikat Analisis Bahan dan faktur pembelian barang oleh bagian
gudang. Bahan baku yang telah datang kemudian dimasukkan ke gudang
karantina, setelah dicek dan disetujui oleh Tim Komisi Penerimaan Obat dan
Bahan Kimia, sampel bahan baku diambil untuk dilakukan pemeriksaan mutu
oleh bagian pengawasan mutu (WASTU) kemudian ditempel label karantina
warna kuning. Jika dari hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka barang
tersebut diluluskan dan diberi label Hijau. Namun sebaliknya jika tidak
memenuhi syarat, barang tersebut ditolak dan diberi label Merah. Barang yang
ditolak tersebut dikembalikan ke rekanan/supplier setelah koordinasi dengan
BAGMATFASKES.
Hasil pemeriksaan WASTU tersebut harus selalu tertempel dalam wadah
yang bersangkutan sebagai identitas. Hanya bahan yang telah diluluskan oleh
bagian pengawasan mutu yang boleh diserahkan untuk diproses lebih lanjut oleh
bagian produksi. Protap ini bertujuan untuk memastikan bahwa bahan baku
untuk produksi obat sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan, sehingga
didapatkan produk yang bermutu tinggi.
Ruangan produksi di BAGFARMAPOL terdiri dari black area dan grey
area, tetapi tidak mempunyai white area. Hal ini ini dikarenakan produksi
BAGFARMAPOL hanya terdiri dari kapsul, tablet, sediaan semi solid dan
sediaan cair yang merupakan jenis sediaan non steril yang tidak memerlukan
persyaratan khusus. Tekanan udara di koridor lebih negatif sementara tekanan
67
udara di ruang proses lebih positif untuk mencegah kontaminasi silang yang
berasal dari ruang proses.
4.1.4. Peralatan
Peralatan produksi yang ada di BAGFARMAPOL relatif lengkap,
namun pemanfaatannya kurang optimal. Hal ini dikarenakan jumlah dan jenis
produk obat yang dihasilkan setiap tahunnya terbatas dan bervariasi sesuai
dengan kebutuhan masyarakat POLRI dan ketersediaan dana yang didapatkan.
Validasi yang dilakukan untuk mesin dan peralatan dilakukan secara berkala.
Validasi dilakukan dengan mengamati kebenaran kerja mesin selama proses.
Semua peralatan yang telah digunakan untuk produksi, dibersihkan sesuai
dengan Standar Operating Procedure (SOP) pembersihan peralatan.
68
ruangan yang lebih bersih. Alur barang yang akan masuk keruang produksi juga
harus melalui ruang penyangga produksi, yang jalurnya terpisah antara ruang
penyangga personil dan ruang penyangga barang.
Setiap selesai memproduksi satu jenis obat mesin dan peralatan harus
selalu dibersihkan terutama yang bersentuhan langsung dengan produk untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang dengan produk selanjutnya yang akan
diproduksi (apabila produk berbeda). Prosedur pembersihan yang diterapkan
harus sudah tervalidasi. Mesin-mesin produksi dibersihkan sesudah produksi
baik bagian dalam maupun luar sesuai dengan protap dan ditandai bahwa
peralatan telah bersih dengan menggunakan label hijau bertuliskan “Sudah
Dibersihkan”.
4.1.6. Produksi
Produksi sediaan tablet di BAGFARMAPOL dilakukan dan diawasi oleh
personil yang kompeten dan telah mengikuti pelatihan sebelumnya. Penanganan
proses produksi dilakukan sesuai SOP dan dokumentasi berupa batch record
produk selalu dibuat setiap kali proses produksi dilaksanakan. Semua kegiatan
produksi tersebut dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan
kebutuhan produksinya seperti yang dipersyaratkan oleh CPOB.
Ruang produksi di BAGFARMAPOL seperti ruang penimbangan, ruang
pencampuran, ruang pencetakan, ruang penyalutan, ruang IPC, ruang
pengemasan dan sebagainya berada dalam satu baris atau in-line dengan tujuan
untuk mempermudah proses produksi. Beberapa peralatan diletakkan dalam
ruangan yang dibuat secara in-line untuk mempercepat proses produksi dan
memperlancar proses produksi.
Mesin dan ruangan sebelum proses produksi harus dibersihkan dahulu
dan di cek oleh operator yang bersangkutan kemudian proses produksi tersebut
boleh dilanjutkan. Selain itu, ruangan produksi memiliki air lock sebagai ruang
antara untuk membatasi ruang produksi dan lingkungan luar. Hal ini penting
untuk penjagaan mutu produk, yaitu diupayakan agar tidak terjadi kontaminasi
silang ataupun mix up produk melalui udara.
69
Proses produksi di BAGFARMAPOL dilaksanakan sesuai dengan
jumlah yang telah disusun oleh kepala sub bagian produksi dan dilaksanakan
sesuai dengan protap yang telah ditetapkan. Perencanaan produksi disesuaikan
dengan besarnya kebutuhan obat berdasarkan data dari BAGMATFASKES,
stok bahan baku obat di gudang dan sisa stok obat jadi di DOMATKES.
Perencanaan produksi harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti kesiapan
personil produksi, peralatan dan fasilitas penunjang yang dibutuhkan, metode
yang digunakan (formula dan cara kerja) dan persediaan bahan baku, baik
primer maupun sekunder.
BAGFARMAPOL saat ini hanya memproduksi produk non β-laktam.
Prosedur pembuatan obat diawali dengan permintaan bahan baku ke gudang,
kemudian dilakukan produksi obat dengan metode tertentu. Selain produksi
sediaan padat (tablet dan kaplet), BAGFARMAPOL juga memproduksi sediaan
liquid, semisolid, dan kapsul. Sediaan yang diproduksi yaitu Fi Neuron 5000.
Kegiatan produksi Fi Neuron 5000 melalui tahap pencampuran fase
dalam dan fase luar, dimana fase dalam antara lain Vitamin B1, Vitamin B6,
dan Amylum Manihot. Sedangkan bahan Fase luarnya antara lain Vitamin B12,
Aerosil E 200, Primogel, Mg Stearat dan Avicel PH 102.
Setelah tablet dicetak maka segera dilakukan pengujian kualitas atau
yang disebut In Process Control (IPC) yang dilakukan oleh bagian Pengawasan
Mutu (QC) di laboratorium pada sediaan tablet meliputi sediaan uji kerapuhan,
ukuran tablet, waktu hancur, disolusi, dan kadar zat aktif.
Sebelum pengemasan, dilakukan pemeriksaan alat dan ruang kerja untuk
memastikan bahwa alat bekerja dengan baik dan dalam keadaan bersih. Hal ini
dilakukan untuk memperlancar proses pengemasan dan menghindari
kontaminasi silang, setiap produk diberi nomor batch untuk memudahkan
penelusuran bila terjadi kesalahan di kemudian hari. Pemberian nomor batch
dan waktu kadaluarsa dengan mesin coding.
70
Pada setiap proses produksi terdapat tahap kritis yang harus diperiksa
atau dikendalikan agar produk dapat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan,
pengecekan dilakukan oleh bagian produksi dan QC pada tahap awal, tengah,
dan akhir proses produksi. Pengecekan selama proses tersebut biasa disebut in-
process-control (IPC). Proses ini sangat penting untuk mencegah atau
mengurangi bahan ataupun produk yang ditolak (reject) serta mencegah variasi
hasil tiap batch. IPC dilakukan dengan mengambil sampel dalam jumlah
tertentu tergantung dari jenis proses dan sediaannya. Untuk sediaan tablet, IPC
yang dilakukan umunya meliputi: pemerian, kode penandaan, bobot, kekerasan,
diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Selain IPC, operator dari
produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji oleh bagian Quality Control.
Apabila semua hasil uji telah memenuhi syarat, maka produk tersebut dapat di
kirim ke DOMATKES untuk selanjutnya di distribusikan ke Polda-polda.
71
telah ditetapkan sebelum bahan-bahan yang ada digunakan dalam proses
produksi. Pengujian ini sangat penting untuk menentukan kesesuaian dengan
spesifikasi bahan baku. Hasil pengujian dilaporkan pada bagian
produksi.Pemeriksaan yang telah dilakukan bagian pengawasan mutu obat dan
kimia meliputi bahan baku dan bahan pengemas yang baru diterima oleh bagian
gudang. Jumlah yang diambil berdasarkan rumus √N + 1. Hasilnya dicatat
dalam laporan pengujian bahan baku yang terdiri dari nama produk, bentuk
sediaan, pemasok, nomor bets, tanggal daluwarsa, jumlah, pemerian (warna,
rasa, bau dan bentuk), identifikasi, kelarutan, titik lebur, pH, viskositas, analisa
kualitas dengan bahan pembanding, penetapan kadar, berat jenis dan indeks
bias.
Pengawasan selama proses produksi untuk menjamin mutu sesuai
persyaratan yang telah ditetapkan, sehingga prosedur tertulis mengenai
pengambilan contoh, pengawasan dan pengujian terhadap produk selama proses
hendaklah ditetapkan dan diikuti. Prosedur pengawasan tersebut dimaksudkan
untuk memantau hasil produksi dan melakukan validasi terhadap kemampuan
proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variabelitas produk dalam
proses. Pengujian pengawasan mutu dilakukan terhadap tablet/kaplet yaitu kadar
air granul, keseragaman bobot, penyimpangan, kerapuhan, kekerasan, waktu
hancur, disolusi, tebal, panjang (diameter) dan penetapan kadar tablet atau
kaplet.
Pengawasan pada pengemasan merupakan pengawasan yang dilakukan
terhadap alur pengemasan sebelum kegiatan pengemasan berjalan dan selama
pengemasan berlangsung. Produk akhir yang sudah dikemas akan dikarantina
dengan penandaan label warna kuning sampai diluluskan oleh bagian
pengawasan mutu lalu diberi label warna hijau.
Pada bagian Sub unit pengawasan mutu limbah bertugas untuk
memeriksa dan menganalisa apakah limbah sudah aman atau belum. Hasil
pengolahan limbah disesuaikan dengan standar yang ditetapkan oleh
pemerintah. Limbah industri yang biasa berupa limbah cair, limbah padat,
limbah gas, serta debu partikulat yang berasal dari proses pembuatan atau
72
produksi bahan baku obat, formulasi dan laboratorium pengawasan mutu
kemudian diolah sesuai prosedur yang ditetapkan.
Sub bagian pengawasan mutu produk dukungan operasional melakukan
pemeriksaan produksi peredaran obat-obatan, NAPZA, zat kimia, makanan,
minuman dan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan Kemkes atau Badan
POM. Selain itu juga memantau produk pendukung operasional POLRI antara
lain: kit narkotika psikotropika, kit sidik jari, kit prekursor, krim penyamaran
wajah dan Food Security.
4.1.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok
Inspeksi diri merupakan kegiatan yang dilakukan BAGFARMAPOL
yang bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB, serta untuk
meninjau kelemahan dalam pelaksanaan CPOB, dan untuk menetapkan tindakan
perbaikan yang diperlukan. Hal-hal yang diinspeksi mencakup personil,
bangunan, penyimpanan, bahan awal obat dan obat jadi, peralatan, produksi,
pengawasan mutu, dokumentasi, pemeliharaan gedung dan peralatan.
Dalam melakukan inspeksi diri, BAGFARMAPOL membentuk tim dari
semua unit produksi dan pimpinan BAGFARMAPOL. Tim inspeksi diri yang
terbentuk harus dapat menilai secara objektif pelaksanaan CPOB di
BAGFARMAPOL Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi
kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk merancang tindakan perbaikan.
Inspeksi diri ini dilakukan secara teratur minimal 6 bulan sekali dan dilakukan
pada setiap bagian.
73
Penarikan kembali produk jadi dilakukan apabila ditemukan produk
yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan efek
samping yang tidak terduga yang merugikan kesehatan.
BAGFARMAPOL sendiri belum pernah menangani penarikan kembali
produk karena terjadinya perubahan khasiat obat tetapi keluhan yang terjadi
umumnya mengenai kondisi fisik produk seperti rusaknya kemasan primer dari
suatu obat sebelum masa kadaluarsa akibat penyimpanan yang tidak sesuai.
4.1.10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan hal yang penting dalam industri farmasi untuk
memastikan bahwa setiap karyawan mendapatkan instruksi yang jelas dan rinci
mengenai bidang dan tugas yang harus dilaksanakan sehingga memperkecil
resiko terjadi salah presepsi dan kekeliruan yang biasanya timbul apabila hanya
mengandalkan instruksi lisan. Bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dalam penjaminan
mutu. Sistem dokumentasi produk (catatan pengolahan dan pengemasan batch)
harus menggambarkan riwayat dari setiap batch suatu produk sehingga
memungkinkan penyelidikan dan penelusuran kembali terhadap batch yang
bersangkutan apabila terdapat kesalahan selama produk tersebut dipasarkan.
Dokumentasi yang dilakukan pada setiap kegiatan BAGFARMAPOL
dimulai dari perencanaan, spesifikasi, prosedur, pelaksanaan produksi,
pengendalian mutu, evaluasi seluruh rangkaian pembuatan obat dapat
memberikan gambaran lengkap dari setiap bets suatu produk, sehingga
memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang
bersangkutan jika terjadi masalah.
74
Kualifikasi adalah pembuktian secara tertulis berdasarkan data yang
menunjukkan bahwa suatu peralatan, fasilitas, sistem penunjang, dan proses
pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
Kualifikasi yang dilakukan meliputi:
1. Installation Qualification (IQ)
Pembuktian secara tertulis bahwa peralatan terpasang dengan benar dan
memenuhi desain yang telah ditentukan. Pada proses ini terdapat
eksekusi yang dilakukan bersama dengan vendor.
2. Design Qualification (DQ)
Dokumen awal yang harus disiapkan mencakup design alat dan
spesifikasi kontruksi. DQ hanya dilakukan untuk alat/sistem baru dan
harus disiapkan sebelum Instalation Qualification.
3. Perfomance Qualification (PQ)
Pembuktian secara tertulis bahwa peralatan dapat secara konsisten
memberikan kinerja yang baik atau berfungsi menghasilkan produk
sesuai standar mutu yang telah ditetapkan. Pada tahap ini biasanya
menggunakan placebo atau sampel yang akan digunakan, jika ada
beberapa sampel produk yang akan digunakan pada mesin produk
nantinya maka dipilih sampel produk yang paling sulit pengerjaannya
dan dilakukan pada titik kritis.
4. Operational Qualification (OQ)
Pembuktian secara tertulis bahwa peralatan dapat dioperasikan sesuai
dengan desain yang ditentukan dan memenuhi kriteria penerimaan
biasanya pada tahap ini yang dilakukan adalah uji tombol belum
memakai placebo atau sampel yang akan di pruduksi. Protap
pengoperasian alat harus dibuat segera setelah melakukan OQ. Pada
proses ini terdapat eksekusi yang yang dilakukan bersama dengan
vendor.
Proses validasi yang digunakan di BAGFARMAPOL adalah validasi
konkurent. Dimana validasi tersebut dilakukan sementara pada waktu proses
75
produksi berjalan. Proses validasi ini dipilih karena, karyawan yang dimiliki
oleh BAGFARMAPOL sangat terbatas.
76
Masukan Vitamin B1, Vitamin B6, Amilum Manihot dan Avicel PH
102 kemudian diaduk selama 2 menit.
c. Granulasi
1) Granulasi Basah
Masing-masing 1/2 bagian bahan, masukkan sebagian campuran
serbul (Cl) (±20 kg) ke dalam supermixer. Kemudian, tambahkan
sebagian mucilage (B4) ± 3 liter sedikit demi sedikit ke dalam
supermixer, jalankan supermixer sampai terbentuk massa granulat
yang baik lalu bilas wadah larutan kolidon dengan aquadem ± 1
liter.
a) Granulat basah diayak dengan pengayak mesh 10 kemudian
dioven pada suhu 60oC didapat kadar air 2-3%.
b) Granulat kering di cek kadar air, ocilating dengan ayakan
granul mesh 12 (disisipkan Aerosil).
d. Pencampuran Akhir
Masukkan bahan granul kering ke dalam drum mixer, lalu
ditambahkan fase luar yaitu Primogel, Avicel PH 102 (lewat ayakan
mesh 200) kemudian jalankan drum mixer selama 15 menit. Kemudian
tambahkan Mg stearat (lewat ayakan mesh 200) kemudian jalankan
drum mixer selama 10 menit.
e. Pencetakan
Setelah hasil uji memenuhi syarat lalu dilakukan pencetakan, yaitu
campuran akhir masukkan kedalam hopper mesin cetak JCMCO,
punch dies concave 11 mm, dilakukan pencetakan dengan tekanan dan
kecepatan yang sesuai, sampai didapat:
Bobot tablet rata-rata: 450 mg (± 5%)
Kekerasan: 6 s/d 10 newton.
Kemudian dilakukan IPC (In Process Control) terhadap uji fisik tablet
keregasan, keseragaman bobot, kekerasan, waktu hancur, dan kadar
oleh bagian pengawas mutu, setelah semua diuji dan rilis kemudian
dilakukan pencetakan dalam jumlah besar dan pada saat proses
77
pencetakan berlangsung, dikontrol juga IPC (In Process Control)
terhadap kekerasan dan bobot, selanjutnya dikarantina dan menunggu
proses selanjutnya yaitu proses penyalutan.
f. Proses penyalutan tablet Fi-Neuron 5000
Proses penyalutan terdiri dari pembuatan larutan penyalut dan
penyalutan tablet.
1) Pembuatan larutan penyalut
a) Taburkan Metil Paraben dan Opradryl sambil dimixer kedalam
campuran alkohol dan aquademineralisata.
b) Masukkan FDC Red 40 dan Erytrosin ke dalam blender yang
berisi 1 liter aquadem.
c) Tuangkan campuran no. 2 kedalam campuran no. 1, kemudian
mixer sampai homogen.
d) Sisa aquadem untuk bilas zat dalam blender, sampai kuantitatif
bersih dan larutan salut siap digunakan.
2) Proses penyalutan Fi Neuron 5000
Tablet Fi Neuron 5000 dibagi beberapa lot (masing-masing 15-20
kg). Siapkan mesin penyalut. Hidupkan exhaust untuk
menghilangkan partikel selama 15 menit. Tablet dimasukkan dalam
mesin penyalut, hisap debunya sambil diputar pelan. Panaskan
coating pan dan panasi tablet kira-kira 5 menit 50oC. Atur exhaust.
Kemudian putar coating pen dan lakukan penyemprotan sampai
cairan salut habis. Setelah lot pertama selesai dilanjutkan lot yang
berikutnya sampai semua lot selesai disalut. Tampung dan timbang
kemudian beri label identitas. Dalam proses penyalutan dilakukan
IPC (In proses control) terhadap kekerasan dan waktu hancur
tablet. Kemudian dikarantina menunggu proses selanjutnya yaitu
distrip.
78
Kegiatan yang dilakukan di bagian packaging yaitu melakukan
pengemasan produk ruahan untuk sediaan tablet-tablet serta melakukan
pengemasan sekunder dan tersier. Sub unit pengemasan juga melakukan
pemeriksaan nama, kerusakan dan kebocoran stripping, kebenaran no batch,
tanggal kadaluwarsa, brosur dan etiket kemas, setelah pengemasan selesai
obat dikirim ke gudang obat jadi dengan menyertakan surat penyerahan obat
jadi.
1. Proses Pengemasan Primer Tablet Fi Neuron 5000 (Blistering)
Mesin blister disetting, kemudian pasang molding sesuai dengan
bentuk tablet yang akan diblister. Pasang aluminium foil sesuai dengan
obat yang akan diblister dan pasang no. bets, expire date kemudian
setting cutter blister.
Cek sumber arus listrik, kompresor angina lalu hubungkan stop kontak
dan tekan tombol power.
Setting upper heat untuk menaikkan suhu, low heat untuk menurunkan
suhu dan heat seal juga counter/speed untuk menentukan kecepatan.
Masukkan tablet Fi Neuron 5000 kedalam bejana kemudian tekan
motor.
Tekan reclaim scrap untuk mencetak blister, plastic aluminium untuk
menjalankan plastic aluminium, convery belt untuk menjalankan sabuk
karet, dan star untuk memulai blister
Tunggu 15 menit. Kemudian tekan tombol power untuk mematikan
mesin. Cabut stop kontak dari sumber arus listrik.
79
2. Pereaksi Simon Test (G), dengan formula:
Formula G1: Natrium Nitroprusid 18 g, Asetaldehid 200 ml,
aquadest 1800 ml
Formula G2: Natrium Karbonat 40 g dan Aquadest 2 liter
3. Pereaksi Permanganan (N), dengan formula:
Formula N1: Natrium Hidroksida 160 g dan Aquadest 2 liter
Formula N2: Ethanol Absolute 2 liter
80
table warna reaksi positif precursor, kertas lakmus, masker, sarung tangan, piring
tetes, spatula dan pipet tetes.
7. Penetapan Kadar
Penetapan kadar dilakukan dengan spektrofotometri dan kromatografi cair
kinerja tinggi.
8. Uji kadar air
Kadar air menggunakan Moisture Analyzer.
81
4.2.3. Kegiatan ke Bagian Pengolahan Limbah
Kegiatan yang dilakukan di bagian pengolahan limbah adalah
melakukan pengamatan terhadap alur proses pengolahan limbah cair, limbah
padat serta limbah debu dari sisa produksi.
1. Prosedur pengolahan limbah cair
Pengolahan limbah cair sangat tergantung dari kemampuan badan air
(misalnya sungai, kali, dan lain-lain) untuk menerima beban yang berupa
limbah tanpa mengakibatkan pencemaran. Kemampuan ini sangat berbeda-
beda tergantung dari beberapa faktor, misalnya debit badan air, kedalaman,
faktor klimatologi, dan lain-lain. semakin kecil polutan berarti semakin
besar pula assimilative capacity dari bahan tersebut. Pengolahan limbah cair
di BAGFARMAPOL dilakukan secara rutin. Air hasil pengolahan limbah
digunakan untuk pengendalian limbah debu.
2. Prosedur pengolahan limbah padat
Limbah padat yang berasal dari ceceran bahan baku, kegagalan produksi,
embalase (Alumunium-foil) dan obat kadaluarsa dikumpulkan dan
ditimbang untuk bahan evaluasi. Kemudian dipisahkan dan ditampung
berdasarkan jenisnya pada bak penampung limbah dan dibakar
menggunakan incenerator berdasarkan bahan yang mudah terbakar dengan
suhu rendah atau suhu tinggi, bila diinginkan bahan limbah tersebut tidak
tersisa maka digunakan incenerator suhu tinggi. Untuk yang berupa kardus
dan plastik dapat dilakukan proses daur ulang.
82
kemudian dilarutkan saat akan diproses sesuai prosedur pengolahan limbah
cair.
Proses pengolahan limbah yang dilakukan di BAGFARMAPOL, telah sesuai
dengan persyaratan yang telah ditetapkan di dalam CPOB, sehingga hasil
akhirnya tidak mencemari lingkungan sekitar. Limbah yang dihasilkan oleh
BAGFARMAPOL berupa limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah
padat yang tidak dapat di daur ulang dikumpulkan kemudian ditampung dalam
bak penampungan limbah padat kemudian dibakar dengan menggunakan
incenerator. Untuk limbah padat dari ruang produksi berupa debu, disedot
kemudian disalurkan ke bak penampungan yang dilengkapi dengan alat semprot
air, limbah ini diolah dan di buang ke dalam bak limbah cair. Untuk debu yang
menempel di lantai, dikumpulkan dan dihitung rendemannya, ditampung di dalam
bak penampung debu khusus kemudian dibakar didalam incenerator. Limbah cair
ditampung dalam bak pengolahan limbah cair, limbah cair terdiri dari limbah
limbah non β-laktam yang ditampung dalam bak penampungan yang dibedakan.
Pengolahan limbah cair di BAGFARMAPOL dilakukan minimal 6 bulan sekali.
83
BAB V
5.1. Kesimpulan
1. Apoteker dalam industri farmasi bertanggung jawab terhadap seluruh
rangkaian pembuatan obat mulai dari penerimaan bahan awal hingga
menjadi produk jadi yang siap diedarkan agar sesuai prosedur sehingga
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Apoteker pada bagian
pengawasan mutu memiliki tanggung jawab terhadap pengujian,
pemeriksaan, dan pengawasan seluruh komponen yang terkait dalam
kegiatan produksi. Selain itu juga mendukung kegiatan operasional
anggota POLRI dalam melaksanakan tugasnya, yaitu berupa kit
narkotika dan psikotropika, kit prekursor, kit sidik jari, krim
penyamaran, dan kit security food.
2. BAGFARMAPOL memiliki sub bagian produksi, pengawasan mutu,
dan teknis kefarmasian yang masing-masing sub bagian dipimpin oleh
seorang kepala sub bagian yang kompeten dibidangnya. Sub bagian
teknis farmasi bertanggung jawab terhadap seluruh aspek pelaksanaan
CPOB yang diterapkan di industri farmasi.
5.2. Saran
1. Meningkatkan segala aspek yang berhubungan dengan peningkatan
kinerja dengan menambah jumlah personil dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia yang kompeten disesuaikan dengan kebutuhan dan
kegiatan
84
DAFTAR PUSTAKA
4. Anonim. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik Edisi 2012.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
7. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri.
Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press; 1994.
85