Anda di halaman 1dari 92

FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR

EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS


(Cinnamomum burmanni (Ness & T. Ness))
SEBAGAI PELEMBAP KULIT

SKRIPSI

OLEH:

MAGDALENA SITORUS
NIM 171501044

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR
EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanni (Ness & T. Ness))
SEBAGAI PELEMBAP KULIT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MAGDALENA SITORUS
171501044

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR


EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanni (Ness & T. Ness))
SEBAGAI PELEMBAP KULIT

OLEH:

MAGDALENA SITORUS
171501044

Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera


Utara pada Tanggal

Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt
NIP 195807101986012001 NIP 195306251986012001

Ketua Program Studi Sarjana Farmasi,

Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt
NIP 197712262008122002 NIP 195807101986012001

Hetty Lendora Maha S.Farm., M.Si., Apt


NIP 198709152018052001

Medan, 13 Januari 2022


Diketahui oleh:
Dekan,

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt


NIP 1978021520081220001

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini yang berjudul “Formulasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak

Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni (Ness & T. Ness)) sebagai

Pelembap Kulit”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis menyampaikan

rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny,

M.Si., Apt. selaku pembimbing saya yang telah meluangkan banyak waktu dan

tenaga untuk memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan

keikhlasan selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Saya

mengucapkan rasa terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt

dan Ibu Hetty Lendora Maha S.Farm., M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah

memberikan arahan, kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan

penyusunan skripsi ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khairunnisa,

S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan dan

penelitian, saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Alm. Dr. Marline

Nainggolan, M.S., Apt, selaku dosen pimbimbing akademik saya, dan beserta

seluruh dosen pengajar di Fakultas Farmasi atas arahan, bimbingan, dan ilmu

yang diberikan kepada penulis selama di perkuliahan.

iv
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Bapak Wilmar

Sitorus, Ibu Medy Siagian dan abang serta kakak-kakak saya, serta seluruh

keluarga yang telah memberikan doa, dukungan dan pengorbanan baik moril

maupun materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga

ingin mengucapkan terima kasih kepada adik saya desy sirait, sahabat saya Sonya,

Erika, Maesaroh, Maulidiyah, Rotua, Sarah M, Chita, Intan, Artha, Kristin dan

Kevin, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan ssatu persatu yang telah

memberikan, doa, kasih sayang, motivasi dan dukungan yang tanpa henti selama

masa perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis meminta

maaf atas kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan skripsi. Penulis bersedia

menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini

bisa memberikan sumbangsih untuk menambah pengetahuan para pembaca dan

berguna untuk ilmu pengetahuan ke depannya.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak

orang dan menjadi pengetahuan yang berarti khususnya di bidang Farmasi.

Medan, 13 Januari 2022


Penulis

Magdalena Sitorus
NIM 171501044

v
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Magdalena Sitorus

Nomor Induk Mahasiswa :171501044

Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol

Kulit Kayu Manis (Cinnamomumburmanni (Ness

& T. Ness)) Sebagai Pelembap Kulit

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya

sendiri dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui skripsi saya

tersebut terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi

sanksi apapun oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya

tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam

keadaan sehat.

Medan, 13 Januari 2022

Magdalena Sitorus
NIM. 171501044

vi
FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR
EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanni (Ness & T. Ness))
SEBAGAI PELEMBAP KULIT

ABSTRAK

Latar belakang: Kulit kayu manis mengandung senyawa flavonoid yang


memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang berfungsi untuk menjaga
kelembapan kulit, sehingga baik diformulasi sebagai sediaan sabun cair yang
dapat membersihkan kotoran dan memiliki sifat sebagai pelembap kulit.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak etanol kulit
kayu manis dan menguji efektivitas sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit kayu
manis sebagai pembersih dan pelembap kulit.
Metode: Penelitian ini meliputi pembuatan ekstrak etanol kulit kayu manis
dengan metode maserasi. Pembuatan sediaan sabun cair dengan konsentrasi
ekstrak etanol kulit kayu manis 0,3%, 0,4%, dan 0,5%. Evaluasi sediaan sabun
cair meliputi organoleptis (bentuk, bau, warna), homogenitas, pH sediaan (4-10),
tinggi busa, bobot jenis, viskositas. Uji iritasi sediaan sabun cair meliputi
Kemerahan, gatal- gatal, bengkak. Uji efektivitas sediaan sabun cair meliputi uji
kelembapan dan kehalusan kulit dengan menggunakan moisture checker terhadap
12 sukarelawan yang diaplikasikan 2 kali sehari selama 4 minggu pada pagi dan
sore, dan melakukan uji pembersih.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan sediaan sabun cair
ekstrak etanol kulit kayu manis selama 12 minggu memenuhi persyaratan
organoleptis dimana sediaan stabil (bentuk, warna, bau), homogen, pH 7,1-6,2,
tinggi busa 135-180 mm, bobot jenis 1032-1050 g/mL, viskositas 2494-2497 cP,
tidak mengiritasi kulit sukarelawan. Uji pembersih yang dilakukan dengan minyak
memberikan hasil minyak pada kertas saring berkurang, pada kertas saring yang
dioleskan mentega memberikan hasil air menjadi keruh. Hasil uji efektivitas
sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0%; 0,3%;
0,4%; 0,5% secara berturut-turut yaitu kelembapan meningkat 7,49%; 8,30;
9,39%; 13,31%; dan kehalusan meningkat 6,06%; 8,65%; 9,25%; 13,14%.
Kesimpulan: Ekstrak etanol kulit kayu manis baik diformulasikan dalam sediaan
sabun cair. Sabun cair dari ekstrak etanol kulit kayu manis memberikan efek
pembersih. Sediaan sabun cair dengan konsentrasi 0,5% memberikan evektifitas
dalam meningkatkan kelembapan kulit sebesar 13,31% dan meningkatkan
kehalusan kulit sebesar 13,14%

Kata kunci: Ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni (Ness &T.
NESS); Pembersih; Kehalusan; Kelembapan; Sabun cair.

vii
FORMULATION OF LIQUID SOAP EXTRACT
PREPARATIONS CINNAMON BARK ETHANOL
(Cinnamomum burmanni (Ness & T. Ness)) AS A SKIN
MOISTURIZER

ABSTRACT

Background: Cinnamon bark contains flavonoid chemicals that act as


antioxidants and help to keep skin moisturized, so it's a good idea to make a liquid
soap preparation that can clean dirt and has properties as skin moisturizer.
Objective: The purpose of this study was to formulate a cinnamon bark ethanol
extract and examine the effectiveness of cinnamon bark ethanol extract liquid
soap preparation as a skin cleanser and moisturizer.
Method: This research includes the manufacture of cinnamon bark ethanol extract
by maceration method. Preparation of liquid soap with concentrations of ethanol
extract of cinnamon bark 0.3%, 0.4%, and 0.5%. Evaluation of liquid soap
preparations included organoleptic (shape, odor, color), homogeneity,
preparation’s pH (4-10), foam height, density, and viscosity. Irritation test for
liquid soap preparations include redness, itching, swelling. The effectiveness tests
of liquid soap included cleaning, moisture and smoothness test using a moisture
checker on 12 volunteers who were applied 2 times a day for 4 weeks in the
morning and evening, and doing a cleaning test.
Results: The results showed that the storage of liquid soap preparations with
cinnamon bark ethanol extract for 12 weeks met the stability requirements where
the preparation was stable (shape, color, odor), homogeneous, pH 7.1-6.2, foam
height 135-180 mm, density 1032-1050 g/mL, viscosity 2494-2497 cP, non-
irritating to volunteer skin. The cleaning test carried out with oil gave the result
that the oil on the filter paper was reduced, the filter paper that was smeared with
butter gave the result that the water became cloudy. The results of the
effectiveness test of liquid soap with a 0%; 0.3%; 0.4%; 0.5% concentration of
cinnamon bark ethanol extract; in a row i.e. humidity increased by 7.49%; 8.30;
9.39%; 13.31%; and smoothness increased by 6.06%; 8.65%; 9.25%; 13.14%.
Conclusion: In liquid soap formulations, cinnamon bark ethanol extract works
effectively. Liquid soap from cinnamon bark ethanol extract with a concentration
of 0.5% gave a cleansing effect in the cleansing test and has the effectiveness in
increasing skin moisture by 13.31% and increasing skin smoothness by 13,14% at
an extract concentration of 0.5%.

Keywords: cinnamon bark ethanol extract (Cinnamomum burmanni (Ness


&T. NESS); cleanser; smoothness; moisture; liquid soap

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i


HALAMAN JUDUL.......................................................................................... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3 Hipotesis ................................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1 Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) ........................................... 6
2.1.1 Uraian Tumbuhan ................................................................................... 6
2.1.2 Sistematika Tumbuhan ........................................................................... 6
2.1.3 Sinonim .................................................................................................. 6
2.1.4 Morfologi Tumbuhan ............................................................................. 7
2.1.5 Kandungan Kimia................................................................................... 7
2.2 Kulit .......................................................................................................... 8
2.3 Skin Analyzer ........................................................................................... 9
2.4 Sabun ........................................................................................................ 10
2.4.1 Mekanisme Kerja Sabun ........................................................................ 13
2.4.2 Komponen Pembentuk Sabun ................................................................ 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 17
3.1 Alat Dan Bahan......................................................................................... 17
3.3.1 Alat......................................................................................................... 17
3.1.2 Bahan ..................................................................................................... 18
3.2 Sukarelawan .............................................................................................. 18
3.3 Teknik Pengumpulan dan Identifikasi Sampel ......................................... 18
3.3.1 Pengumpulan Sampel ............................................................................. 18
3.3.2 Identifikasi Sampel ................................................................................ 18
3.3.3 Pengolahan Sampel ................................................................................ 19
3.4 Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis ............................................... 19
3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ..................................................................... 19
3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik ..................................................................... 19
3.4.3 Penetapan Kadar Air .............................................................................. 19
3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air .................................................. 20
3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol ............................................. 20
3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total ................................................................... 21

ix
3.4.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ........................... 21
3.5 Skrining Fitokimia pada Simplisia Kulit Kayu Manis .............................. 21
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid ............................................................................ 21
3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid .......................................................................... 22
3.5.3 Pemeriksaan Saponin ............................................................................. 22
3.5.4 Pemeriksaan Tanin ................................................................................. 22
3.5.5 Pemeriksaan Glikosida........................................................................... 23
3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid.......................................................... 23
3.6 Pembuatan Ekstrak ................................................................................... 23
3.7 Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ....................................... 24
3.7.1 Penetapan Kadar Air .............................................................................. 24
3.7.2 Penetapan Kadar Abu Total ................................................................... 25
3.7.3 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ........................... 25
3.8 Skrining Fitokimia pada Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ..................... 25
3.8.1 Pemeriksaan Alkaloid ............................................................................ 25
3.8.2 Pemeriksaan Flavonoid .......................................................................... 26
3.8.3 Pemeriksaan Saponin ............................................................................. 26
3.8.4 Pemeriksaan Tanin ................................................................................. 26
3.8.5 Pemeriksaan Glikosida........................................................................... 27
3.8.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid.......................................................... 27
3.9 Pembuatan Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis .......... 28
3.9.1 Formula Dasar ........................................................................................ 28
3.9.2 Formula Modifikasi Sediaan Sabun Cair ............................................... 28
3.9.3 Prosedur Pembuatan Sediaan sabun cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis ...................................................................................................... 29
3.10 Evaluasi Formula ...................................................................................... 29
3.10.1 Pengujian Organoleptis .......................................................................... 30
3.10.2 Pengujian Homogenitas ......................................................................... 30
3.10.3 Pengukuran pH Sabun ............................................................................ 30
3.10.4 Pengukuran Viskositas ........................................................................... 31
3.10.5 Pengukuran Ketinggian Busa Sabun ...................................................... 31
3.10.6 Pengujian Bobot Jenis ............................................................................ 31
3.10.7 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ................................................. 31
3.11 Uji Efektivitas Sediaan ............................................................................. 32
3.11.1 Uji pembersih ......................................................................................... 32
3.11.2 Pengujian Kelembapan dan Kehalusan .................................................. 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 34
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan .................................................................... 34
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis ..... 34
4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ........ 36
4.4 Skrining Fitokimia .................................................................................... 36
4.5 Hasil Ekstraksi .......................................................................................... 37
4.6 Hasil Pembuatan Sediaan Sabun Cair....................................................... 38
4.6.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Sediaan ............................................... 38
4.6.2 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ........................................ 44
4.7 Hasil Uji Efektivitas Sediaan Sabun Cair ................................................. 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 50
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 50

x
5.2 Saran ......................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51
LAMPIRAN ....................................................................................................... 54

xi
DAFTAR TABEL

2.1 Parameter Hasil Pengukuran Dengan Skin Analyzer................................ 10


2.2 Syarat Mutu Sabun Cair Bahan Dasar Sabun Menurut SNI 4085-2017... 13
3.1 Komposisi Formula Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis ........................................................................................................ 29
4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis .... 34
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ........ 36
4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis ........................................................................................................ 37
4.4 Pengamatan Organoleptis Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit
Kayu Manis ............................................................................................... 39
4.5 Data Pengamatan Homogenitas Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis ..................................................................................... 40
4.6 Pengujian pH Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis ........................................................................................................ 40
4.7 Data Pengamatan Ketinggian (Mm) Dan Kestabilan Busa Sabun Cair
Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ............................................................. 41
4.8 Data Hasil Pengukuran Bobot Jenis Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis ..................................................................................... 42
4.9 Pengujian Viskositas Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis ........................................................................................................ 43
4.10 Hasil Uji Iritasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Terhadap Kulit Sukarelawan .................................................................... 44
4.11 Hasil Uji Efektivitas Kelembapan (Moisture) .......................................... 46
4.12 Hasil Uji Kehalusan (Eveness) ................................................................. 48

xii
DAFTAR LAMPIRAN

s1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan ............................................................. 54


2. Gambar Mikroskopis Dan Makroskopis Serbuk Kulit Kayu Manis ........... 55
3. Gambar Serbuk dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis .............................. 56
4. Bagan Kerja Penelitian ............................................................................... 57
5. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................................. 58
6. Gambar Hasil Karakterisasi Serbuk Kulit Kayu Manis .............................. 59
7. Hasil Skrining Fitokimia Kulit Kayu Manis ............................................... 60
8. Perhitungan Karakteristik Serbuk Kulit Kayu Manis ................................. 61
9. Perhitungan Karakteristik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ..................... 64
10. Bagan Pembuatan Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis. 66
11. Gambar Alat ................................................................................................ 67
12. Perhitungan Formula Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis........................................................................................................... 69
13. Gambar Hasil Evaluasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis........................................................................................................... 71
14. Gambar Hasil Evaluasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis........................................................................................................... 72
15. Gambar Hasil Evaluasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis........................................................................................................... 73
16. Ethical Clearance ....................................................................................... 74
17. Contoh Surat Pernyataan Sukarelawan ....................................................... 75
18. Cair Dengan Penambahan Minyak Pada Kertas Saring .............................. 76
19. Hasil Pengujian Efektivitas Uji Pembersih Pada Sediaan Sabun Cair
Dengan Penambahan Margarin Pada Kertas Saring ................................... 77
20. Hasil Pengujian Efektivitas Kelembapan Dan Kehalusan Pada Sediaan
Sabun Cair Dalam Alat Skin Analyzer Dan Moisture Checker Dengan
Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,5% (F3) .......................... 78
21. Hasil Pengujian Efektivitas Kelembapan dan Kehalusan Pada Sediaan
Sabun cair dalam Alat Skin Analyzer dan Moisture Checker dengan
Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,5% (F3) .......................... 79

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya

termasuk tanaman yang berkhasiat obat. Kayu manis (Cinnamomum burmanni)

merupakan salah satu tanaman berkhasiat serta mengandung senyawa kimia yang

memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat yaitu sinamaldehid. Tanaman ini

merupakan sejuta manfaat. Selain digunakan sebagai herba, hasil olahan tanaman

kayu manis juga banyak digunakan sebagai bahan industri farmasi, kecantikan,

makanan, dan minuman (Hariana, 2008).

Pada kulit kayu manis terkandung senyawa sinamaldehid yang termasuk

dalam golongan fenilpropanoid merupakan turunan senyawa fenol (salah satu

kelompoknya yaitu flavonoid), dimana senyawa fenol tersebut juga berperan

penting dalam aktivitas antioksidan (Prasetyaningrum, 2012).

Pemanfaatan tumbuhan kayu manis sebagai sumber antioksidan cukup

potensial, mengingat beberapa penelitian tentang aktivitas antioksidan dari

berbagai lingkungan tumbuh yang berbeda menunjukkan tingkat aktivitas

antioksidan yang beragam. Senyawa sinamaldehid pada kayu manis merupakan

salah satu antioksidan yang sangat kuat yang secara efektif dapat melawan radikal

bebas termasuk anion-anion superoksida dan hidroksi-radikal, begitu juga radikal-

radikal bebas yang lainnya dalam pengujian in vitro (Jakhetia, et. al, 2010).

Kerusakan pada kulit dapat mengganggu kesehatan maupun penampilan

seseorang. Kulit kering termasuk masalah yang sering dihadapi oleh banyak

1
orang, secara umum dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pemaparan

panas, dingin, debu, polusi udara dan air, udara kering serta radiasi sinar matahari.

Faktor- faktor tersebut dapat menyebabkan kelembapan kulit menghilang, yang

dapat membuat kulit menjadi pecah, retak-retak, kering dan kasar (Fauzi dan

Nurmalina, 2012). Kulit yang kering membutuhkan penanganan yang memadai

untuk mengembalikan keelastisitas serta kadar air dalam kulit (Prianto, 2014).

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan

membersihkan (Irhamna, 2019). Berdasarkan bentuknya, sabun yang dikenal pada

saat ini ada bermacam-macam diantaranya berupa sabun cair (liquid soap), sabun

padat opaque (sabun padat biasa), dan juga sabun padat transparan (Irhamna,

2019). Sabun cair adalah jenis sabun yang berbentuk liquid (cairan) sehingga

mudah dituangkan dan menghasilkan busa yang lebih banyak dan tampak lebih

menarik. Sabun cair memiliki banyak keuntungan dari pada sabun padat,

keuntungannya yaitu sabun cair mudah digunakan, lebih higienis, mudah dibawa

dan disimpan serta tidak mudah rusak atau kotor (Watkinson, 2000).

Sabun yang baik bukan hanya dapat membersihkan kulit dari kotoran saja,

tetapi juga memiliki kandungan zat yang tidak merusak kulit serta dapat

melindungi kulit, salah satunya adalah dari efek radikal bebas. Senyawa yang

dapat menangkal radikal bebas adalah antioksidan. Antioksidan secara nyata

mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi

meskipun dalam konsentrasi rendah (Irhamna, 2019). Didalam kosmetik,

antioksidan dapat memberikan efek melembabkan dan mencerahkan kulit (Fauzi

dan Nurmalina, 2012). Formulasi sabun cair umumnya terdiri dari surfaktan,

misalnya lauryl ether sodium sulfate yang digunakan untuk memastikan stabilitas

2
busa dan meningkatkan viskositas sabun cair (Mendes Canguss et al., 2016).

Klasifikasi surfaktan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar: surfaktan ionik

dan surfaktan nonionik. Surfaktan ionik dapat dibagi menjadi surfaktan anionik,

surfaktan kationik dan surfaktan amfoter. Surfaktan anionik adalah surfaktan yang

membawa gugus ion dalam bentuk kepala negatif atau positif; atau mungkin

membawa keduanya secara bersamaan dalam satu molekul (zwitterions) (M.

Toofan & J. Toofan, 2015).

Menurut Baki dan Alexander, sabun saponifikasi memang memberikan

efek pembersihan yang efektif, tetapi ia memiliki kelemahan di antaranya

tingginya pH produk yang dihasilkan sehingga memberikan efek samping iritasi

dan mengangkat sebagian besar lapisan lipid pelindung kulit dan menyisakan kulit

yang kering. Selain itu, sabun saponifikasi akan bereaksi membentuk endapan

ketika digunakan bersama air sadah yang mengandung ion kalsium dan

magnesium serta penggunaan jumlah sabun menjadi meningkat. Hal tersebut

berbeda ketika menggunakan surfaktan, di mana sabun dengan basis surfaktan

dianggap sebagai alternatif karena tidak membentuk senyawa tidak larut.

Surfaktan yang sering digunakan dalam produk sabun dan sampo disebut dengan

SLES karena lebih ringan efeknya di kulit dan lebih mudah larut air dibandingkan

SLS.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan memformulasikan sediaan sabun cair yang mengandung ekstrak etanol

kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) sebagai pembersih dan meningkatkan

kelembapan kulit.

3
1.2 Perumusan Masalah

a. Apakah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) dapat

diformulasi menjadi sediaan sabun cair yang stabil?

b. Apakah sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum

burmanni) dapat membersihkan, meningkatkan kelembapan dan kehalusan

kulit dalam pemakaian 4 minggu?

1.3 Hipotesis

a. Ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) dapat

diformulasi menjadi sediaan sabun cair yang stabil.

b. Ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) dapat

membersihkan, meningkatkan kelembapan dan kehalusan kulit dalam

pemakaian 4 minggu.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum

burmanni) dapat diformulasi menjadi sediaan sabun cair yang stabil.

b. Untuk mengetahui apakah sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit kayu

manis (Cinnamomum burmanni) dapat membersihkan, meningkatkan

kelembapan dan kehalusan kulit dalam pemakaian 4 minggu?

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

tentang sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum

burmanni) sehingga dapat menjadi salah satu bentuk sediaan yang dapat berfungsi

sebagai pembersih, kelembapan dan kehalusan kulit.

4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Alkaloid
Skrining Fitokimia
Ekstrak etanol kulit Glikosida
Ekstrak etanol kulit
kayu manis Flavonoid
kayu manis Saponin
(Cinnamomum
burmanni) Tanin
Steroid/Triterpenoid
Karakteristik
Ekstrak etanol kulit Kadar air
kayu manis Kadar abu total
Kadar abu tidak larut
asam

Evaluasi sediaan
sabun cair ekstrak Stabilitas (Bentuk,
etanol kulit kayu warna, bau)
Homogenitas
manis
(Homogen)
Sediaan sabun cair pH sediaan (8,0-11,0)
ekstrak etanol kulit Tinggi busa
kayu manis konsentrasi Bobot jenis
0,3%; Viskositas
0,4%; 0,5%

Uji Iritasi sediaan Kemerahan (eritema)


sabun cair ekstrak (-)
etanol kulit kayu Gatal-Gatal (-)
manis Bengkak (Udem) (-)

Uji Pembersih
Efektivitas sediaan Kelembapan
sabun cair ekstrak (Moisture)
etanol kuklit kayu (Dehidrasi: 0-29,
Normal: 30-50,
manis
Hidrasi: 51-100)
Kehalusan (Eveness)

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)

2.1.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan,

kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan.

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Menurut Herbarium Medanese (MEDA) USU, kayu manis memiliki

sistematika sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Laulares

Family : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmanni (C.Nees & T.Nees) Nees ex Blume

Nama Lokal : Kayu manis

2.1.3 Sinonim

Cinnamomum burmanni Lukman; Cinnamomum burmanni var.

agustifolium Meisn.; Cinnamomum burmanni var. chinense (Blume) Meisn.

(Kemenkes RI, 2015).

6
2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Kayu manis (Cinnamomum burmanni) merupakan tanaman berkayu

semak. Tanaman Cinnamomum burmanni merupakan jenis tanaman berumur

panjang. Kualitas kulit dan aroma kayu manis dipengaruhi oleh ketinggian tempat

penanaman kayu manis. Secara umum kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian

hingga 2000 m dpl (Anto, 2020). Tinggi pohon bisa mencapai 15 meter, batang

berkayu dan bercabang-cabang, daun tunggal, warna daun muda merah pucat

setelah tua berwarna hijau, perbungaan bentuk mulai tumbuh diketiak daun buah

muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam, memiliki daun yang lebih

kecil dan kaku, umumnya berbentuk tunggal, pucuk daun berwarna kemerahan,

akar tunggang (Rismundar, 2001), juga memiliki kulit kayu berwarna abu-abu

dengan aroma yang khas dan rasanya manis. (Suwarto, 2014).

2.1.5 Kandungan Kimia

Kayu manis dikenal baik sebagai tanaman rempah aromatik karena hampir

seluruh bagian tanaman mengandung minyak atsiri (Suwarto, 2014). Kulit kayu

manis juga mengandung coumarin, dua jenis insektisida alami yaitu cinnzelanim

dan cinnzelano, asam sinamat, benzyl benzoat, kumarin, limalool, limonene,

tetrakanal, naftalen, terpineol, α-terpineol, 1,8-sineol, torreyol, α-pinen, kariofilen

oksida, β-kariofilen, α-kadinol, valencen, β- humulen, α-sinensal, β-bergamoten,

α-kopean, β-elemen, α-kalakoren, flavonoid, saponin, dan tannin (Anto, 2020).

Pada kulit kayu manis terkandung senyawa sinamaldehid yang termasuk dalam

golongan fenilpropanoid merupakan turunan senyawa fenol (salah satu

kelompoknya yaitu flavonoid), dimana senyawa fenol tersebut juga berperan

penting dalam aktivitas antioksidan (Prasetyaningrum, 2012). Komponen minyak

7
atsiri kayu manis yang terbesar adalah sinamaldehid 55-65%, eugenol 4-8%,

beberapa jenis aldehida, felandren, dan benzyl benzoat. Senyawa lainnya yaitu

kamfer, sinamil aldehid, terpen, sineol, sitral, sinamil, asetat, benzaldehid,

sitronela, dan polifenol. Biasanya minyak atsiri kayu manis diperoleh dari bagian

tanaman kayu manis berupa kulit, batang cabang atau ranting, atau daunnya

dengan cara penyulingan. Bagian kulit batang kayu manis paling banyak

mengandung cinnamic aldehyde atau cinnamaldehyde, pada daun banyak

mengandung eugenol dibandingkan cinnamaldehyde (Anto, 2020). Kayu manis

juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Bisset & Wichtl 2001). Flavanoid

merupakan salah satu senyawa polifenol yang memiliki sifat antioksidan. (Dewi

dkk., 2018). Antioksidan dapat memelihara jaringan ikat di dalam sel, misalnya

menjaga integritas serat elastin antara dermis dan kolagen sehingga kelenturan

dan kekenyalan kulit tetap terjaga (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2 Kulit

Kulit merupakan organ terbesar tubuh, berfungsi tak hanya sebagai

penghalang mekanis antara lingkungan eksternal dan jaringan di bawahnya tetapi

juga terlibat aktif dalam mekanisme pertahanan dan fungsi penting lainnya

(Sherwood, 2012). Kulit termasuk organ yang esensial dan vital yang dapat

memberitahu gambaran kesehatan seseorang. Susunan kulit tiap orang sangat

kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, usia, jenis

kelamin, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

Kulit dalam bahasa latin disebut cutis dan dibagian bawahnya terdapat

lapisan bernama subcutis. Jika kulit dicubit dan diangkat, kulit itu terasa longgar

terhadap lapisan subcutis dibawahnya (Wibowo, 2008). Kulit mengandung

8
beberapa zat kimia dengan fungsi spesifik seperti keratin, lipid, asam lemak,

proteinase, dan lain-lain. Biasanya kulit sangat halus. Namun, karena penuaan dan

paparan panas dan dingin, sinar matahari, tekanan dan abrasi, debu dan infeksi

mikroba, dan lain-lain. Kelembutan dapat hilang dan kulit menjadi lebih kasar dan

lebih tebal (Mithal dan Saha, 2000).

Berkurangnya kolagen dan serat elastis kulit akibat paparan sinar

ultraviolet. Kolagen merupakan komponen utama lapisan kulit dermis (lapisan

bawah epidermis) yang bertanggungjawab pada sifat elastisitas dan halusnya

kulit. Apabila produksi kolagen menurun pada lapisan dermis kulit, maka kulit

akan terlihat kering dan tidak elastis lagi. Paparan sinar matahari berlebih

menyebabkan munculnya enzim proteolisis dari radikal bebas yang terbentuk.

Enzim ini lah yang selanjutnya akan merusak kulit, menghancurkan kolagen, dan

jaringan penghubung yang ada di bawah kulit dermis (Muliyawan dan Suriana,

2013).

2.3 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis

keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk

mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,

melainkan juga mampu memperlihatkan sisi-sisi kulit yang lebih dalam dari

lapisan kulit. (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan

dengan menggunakan skin analyzer, yaitu: Moisture (Kadar air), Sebum (Kadar

minyak), Evenness (Kehalusan), Pore (Pori), Spot (Noda), Wrinkle (Keriput).

Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan

9
menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara

langsung disesuaikan dengan parameter yang telah diatur sedemikian rupa pada

alat. Parameter hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Parameter Hasil Pengukuran Dengan Skin Analyzer


Pengukuran Parameter (%)
Moisture Dehidrasi Normal Hidrasi
(Kadar air) 0-29 30-44 45-100
Evenness Halus Normal Kasar
(Kehalusan) 0-31 32-51 52-100

2.4 Sabun

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan

membersihkan (Irhamna, 2019). Sabun merupakan surfaktan atau campuran

surfaktan yang memiliki struktur kimia dengan panjang rantai karbon C12 hingga

C16 atau C18 dan memiliki sifat mengurangi tegangan permukaan serta tegangan

antarmuka sehingga jika digunakan dengan air dapat membersihkan lemak

(kotoran). Sabun memiliki dua tipe, yaitu sabun berbasis sapo (asam lemak dan

alkali) dan berbasis surfaktan. Sabun berbasis sapo menghasilkan busa yang

sangat banyak dan daya deterjensinya (daya bersih) sangat baik, serta dapat

mengencangkan kulit (skin tightness effect), sedangkan sabun berbasis surfaktan

menghasilkan busa yang relatif lebih sedikit sehingga memperkecil timbulnya

iritasi kulit, serta memiliki daya bersih yang baik (Paye, dkk., 2006).

Sabun yang dibuat adalah sediaan surfactant-based type skin cleanser

berwujud cairan kental transparan. Sediaan tersebut merupakan suatu campuran

yang mengandung surfaktan dan bahan tambahan lainnya yang digunakan

bersama dengan air untuk mencuci dan membersihkan kulit dari kotoran (yang

biasanya berupa lemak) (Kaneko dan Sakamoto, 2001).

10
Berdasarkan bentuknya, sabun yang dikenal pada saat ini ada bermacam-

macam diantaranya berupa sabun cair (liquid soap), sabun padat opaque (sabun

padat biasa), dan juga sabun padat transparan (Irhamna, 2019). Sabun yang baik

bukan hanya dapat membersihkan kulit dari kotoran saja, tetapi juga memiliki

kandungan zat yang tidak merusak kulit serta dapat melindungi kulit, salah

satunya adalah dari efek radikal bebas. Senyawa yang dapat menangkal radikal

bebas adalah antioksidan. Antioksidan secara nyata mampu memperlambat atau

menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi

rendah (Irhamna, 2019). Didalam kosmetik, antioksidan dapat memberikan efek

melembabkan dan mencerahkan kulit (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Sabun yang dibuat adalah sediaan sabun cair berwujud cairan kental.

Sediaan tersebut merupakan suatu campuran yang mengandung surfaktan dan

bahan tambahan lainnya yang digunakan bersama dengan air untuk mencuci dan

membersihkan kotoran (yang biasanya berupa lemak) (Kaneko dan Sakamoto,

2001). Formulasi sabun cair umumnya terdiri dari surfaktan, misalnya lauryl ether

sodium sulfate yang digunakan untuk memastikan stabilitas busa dan

meningkatkan viskositas sabun cair (Mendes Canguss et al., 2016).

Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang suka air

(hidrofilik) sekaligus gugus non polar yang suka lemak/minyak (lipofilik),

sehingga kedua gugus tersebut dapat mempersatukan campuran yang

mengandung minyak dan air untuk dapat dihilangkan dengan air (Kusumayanti,

dkk., 2018).

Klasifikasi surfaktan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar: surfaktan

ionik dan surfaktan nonionik. Surfaktan ionik dapat dibagi menjadi surfaktan

11
anionik, surfaktan kationik dan surfaktan amfoter. Surfaktan anionik adalah

surfaktan yang membawa gugus ion dalam bentuk kepala negatif atau positif; atau

mungkin membawa keduanya secara bersamaan dalam satu molekul (zwitterions)

(M. Toofan & J. Toofan, 2015).

Analisis surfaktan sangat penting baik untuk pengembangan surfaktan

baru maupun untuk produksi, aplikasi, dan keamanannya di lingkungan.

Umumnya, surfaktan nonionik kurang beracun daripada surfaktan ionik,

toksisitasnya meningkat dengan meningkatnya panjang rantai hidrofobik dan

berkurang dengan meningkatnya panjang rantai etoksilat. Toksisitas surfaktan

kationik adalah yang terbesar, dan toksisitas surfaktan anionik adalah antara

surfaktan nonionik dan surfaktan kationik (Nazdrajic dan Bratovcic, 2019).

SLS termasuk ke dalam surfaktan alkil yang sifatnya anionik, dapat

menurunkan tegangan permukaan larutan berair dan digunakan sebagai lemak

pengemulsi, bahan pembasah, dan deterjen (Löffer dan Happle, 2003).

Menurut Baki dan Alexander, sabun saponifikasi memang memberikan

efek pembersihan yang efektif, tetapi ia memiliki kelem ahan di antaranya

tingginya pH produk yang dihasilkan sehingga memberikan efek samping iritasi

dan mengangkat sebagian besar lapisan lipid pelindung kulit dan menyisakan kulit

yang kering. Selain itu, sabun saponifikasi akan bereaksi membentuk endapan

ketika digunakan bersama air sadah yang mengandung ion kalsium dan

magnesium serta penggunaan jumlah sabun menjadi meningkat. Hal tersebut

berbeda ketika menggunakan surfaktan, di mana sabun dengan basis surfaktan

dianggap sebagai alternatif karena tidak membentuk senyawa tidak larut.

Surfaktan yang sering digunakan sebagai basis sabun di antaranya adalah SLS,

12
Sodium lauril eter sulfat (SLES) dan kokamidopropil betain. Perbedaan

karakteristik fisika kimia surfaktan tentu akan mempengaruhi karakteristik sabun

yang dihasilkan sehingga menjadi faktor penting yang dipertimbangkan dalam

pemilihan surfaktan. Surfaktan yang sering digunakan dalam produk sabun dan

sampo disebut dengan SLES karena lebih ringan efeknya di kulit dan lebih mudah

larut air dibandingkan SLS.

Persyaratan mutu yang harus dipenuhi produk sabun menurut

Standardisasi Nasional Indonesia (2017): keadaan (bentuk, bau dan warna), pH,

bobot jenis, dan ketinggian busa. Syarat menurut SNI 4085-2017 dapat dilihat

pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.2 Syarat Mutu Sabun Cair Bahan Dasar Sabun Menurut SNI 4085-2017
No. Kriteria Uji Persyaratan (Satuan)
Keadaan:
- Bentuk Cairan Homogen
1.
- Bau Khas
- Warna Khas
2. pH 4-10
3. Bobot Jenis 1,01-1,10 g/ml
4. Ketinggian busa 13-220 mm
Sumber: Standardisasi Nasional Indonesia,2017

2.4.1 Mekanisme Kerja Sabun

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang dan

ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul bersifat hidrofobik dan larut dalam

zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.

Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun tidak sepenuhnya larut

dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel,

yakni segerombol molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok

dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Fessenden dan Fessenden, 1992).

13
Sabun dapat mengurangi tegangan permukaan sehingga meningkatkan

sifat pembasahan air yang di dalamnya terlarut sabun. Air sabun dapat

mengemulsikan dan menghilangkan minyak dan kotoran. Minyak dan kotoran

tersebut menjadi terperangkap di dalam busa sabun dan hilang setelah dibilas

dengan air (Pelczar dan Chan, 1988).

2.4.2 Komponen Pembentuk Sabun

a. Sodium Lauryl Ether Sulfate (SLES)

Sodium Lauryl Ether Sulfate (SLES) merupakan surfaktan anionik

yang paling banyak digunakan untuk kosmetik atau produk-produk

perawatan diri (Spiess, 1996). Sodium Lauryl Ether Sulfate (SLES)

berbentuk gel sehingga konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan sukar

larut dalam air dan berwarna transparan hingga kekuningan (Shipp, 1996).

Surfaktan ini memiliki pH 7- 9, mudah mengental dengan garam dan

menunjukkan kelarutan yang baik dalam air. Berdasarkan sifatnya tersebut,

Sodium Lauryl Ether Sulfate (SLES) merupakan deterjen (agen pembersih)

sekaligus agen pengemulsi, pembasah, dan pembusa yang baik (Spiess,

1996).

Di Eropa, Lauril Eter Sulfat (apalagi dalam bentuk garam sodium)

paling banyak digunakan sebagai surfaktan primer, sedangkan, Lauril

Sulfat menjadi pilihan kedua setelah Lauril Eter Sulfat. Berdasarkan sifat

deterjensinya, Lauril Sulfat lebih baik jika dibandingkan dengan Lauril

Eter Sulfat. Akan tetapi, Lauril Sulfat mudah menyebabkan iritasi, serta

memiliki kelarutan dan pembentukan busa yang kurang baik jika

dibandingkan dengan Lauril Eter Sulfat (Shipp, 1996).

14
b. Gliserin

Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna,

tidak berbau, manis diikuti rasa hangat dan higroskopis. Dapat bercampur

dengan air dan dengan etanol 95% P, praktis tidak larut dalam kloroform

P, dalam eter P dan dalam minyak lemak (Ditjen POM, 1979). Gliserin

merupakan humektan (menarik uap air dari udara ke kulit) dan sering

ditambahkan ke sabun cair dan produk perawatan kulit untuk

melembabkan. Nama kimia gliserin adalah propan-1,2,3- triol, dengan

rumus empiris C3H8O3 dan bobot molekul 92,09. Gliserin memiliki

beberapa manfaat antara lain sebagai pengawet, antimikroba, kosolven,

emolien, humektan, pelarut, pemanis, plasticizer, jernih, tidak berwarna,

tidak berbau, kental, cairan higroskopis serta rasa yang manis. Sebagai

humektan dan emolien, gliserin digunakan dalam formulasi sediaan topikal

dan kosmetik. Sebaiknya, gliserin disimpan dalam wadah kedap udara

pada tempat dingin dankering (Rowe, 2009).

c. Polietilen glikol

Polietilen glikol (PEG) disebut juga makrogol, merupakan polimer

sintetik dari oksietilen (Perdana,2010). PEG umumnya memiliki bobot

molekul antara 200–300000. Penamaan PEG umumnya ditentukan dengan

bilangan yang menunjukkan bobot molekul rata-rata. Kepadatannya sangat

dipengaruhi oleh bobot molekul. Polimer ini mudah larut dalam berbagai

pelarut, titik leleh dan toksisitasnya rendah, berada dalam bentuk semi

kristalin. Kebanyakan PEG yang digunakan memiliki bobot molekul

antara 4000-20000, khususnya PEG 4000 dan PEG 6000 (Rowe, 2009).

15
d. Propil paraben

Propil paraben digunakan sebagai bahan pengawet. Aktivitas

antimikroba ditunjukkan pada pH antara 4-8. Penggunaan kombinasi

paraben dapat meningkatkan aktivitas antimikroba. Konsentrasi propil

paraben yang digunakan untuk sediaan topikal, yaitu 0,01% - 0,6%. Propil

paraben sangat larut dalam aseton dan eter, mudah larut dalam etanol dan

metanol, sangat sedikit larut dalam air (Rowe, 2009).

e. Metil paraben

Digunakan sebagai pengawet. Zat ini dapat digunakan sendiri atau

dikombinasikan dengan jenis paraben lain. Efektifitas metil paraben pada

rentang pH 4-8. Konsentrasi metil paraben yang digunakan untuk sediaan

topikal, yaitu 0,02%- 0,3% (Rowe, 2009).

f. HPMC

HPMC (Cellulose hydroxypropyl methyl ether) Larut 1 dalam 10

bagian diklorometana; 1 dalam 2,5 bagian etanol (95%); 1 dalam 2 bagian

metanol; l; 1 dalam 5 bagian propilena glikol; dan 1 dari 2 bagian air.

Berwarna putih hingga agak kuning, bubuk tidak berbau dan tidak berasa.

HPMC digunakan sebagai gelling agent dengan pH 3-11.

16
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Penelitian

meliputi: pengumpulan sampel, pengolahan sampel, karakterisasi simplisia,

skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol kulit kayu manis, karakterisasi

ekstrak etanol kulit kayu manis, formulasi sediaan sabun cair, penentuan mutu

fisik sediaan sabun cair yang meliputi pengamatan uji homogenitas, uji pH, bobot

jenis, uji organoleptis, uji viskositas, uji ketinggian busa, uji iritasi dan pengujian

efektifitas uji pembersih, kelembapan dan kehalusan pada variasi sediaan yang

dibuat dengan konsentrasi 0,3%, 0,4% dan 0,5%. Penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Kosmetologi, dan Laboratorium

Farmaseutika Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat Dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium foil, batang

pengaduk, beaker glass, blender, cawan penguap, erlenmeyer, gelas ukur, kaca

objek, kertas perkamen, kertas saring, kompor gas, lemari pendingin, lemari

pengering, lumpang dan alu, moisture checker (Aramo), neraca analitik(Boeco

Germany),, oven, penangas air, pH meter (Hanna), rotary evaporator, skin

analyzer (Aramo), tanur (Nabertherm), viskometer NDJ- 8S, dan wadah sabun

cair.

17
3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, ekstrak

etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni), etanol 96%, air suling,

gliserin. Sodium Lauryl Sulfate (SLES), propilen glikol, hidroksipropil metil

selulosa (HPMC),), metil paraben, propil paraben, larutan dapar pH asam (4,01),

larutan dapar pH netral (7,01).

3.2 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panelis (subjek penelitian) adalah 12 orang

mahasiswi Farmasi USU yang telah dianalisa kulitnya memiliki kelembapan yang

rendah dengan kriteria sebagai berikut:

1. Wanita berbadan sehat;

2. Usia antara 20-30 tahun;

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi;

4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM, 1985)

3.3 Teknik Pengumpulan dan Identifikasi Sampel

3.3.1 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan bahan yang sama dari daerah lain. Bahan yang digunakan adalah

kulit kayu manis yang diperoleh dari pasar padang bulan.

3.3.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi tanaman dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense,

Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)

Universitas Sumatera Utara.

18
3.3.3 Pengolahan Sampel

Kulit kayu manis di cuci dan dibersihkan dari pengotor yang mungkin

melekat pada kulit kayu manis. Kulit kayu manis dikeringkan didalam lemari

pengering pada suhu 40-60oC sampai kulit kayu manis kering. Simplisia yang

telah kering dihaluskan menjadi serbuk dengan blender, kemudian ditimbang

serbuk simplisia kulit kayu manis.

3.4 Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap simplisia kulit kayu manis

dengan mengamati bentuk, bau, rasa, dan warna.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit 5kayu

manis. Serbuk simplisia kulit kayu manis ditaburkan diatas kaca objek yang telah

ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian

diamati di bawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan Kadar Air

a. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 mL toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu

ditambahkan 2 mL air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan

destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama

±30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan

ketelitian 0,05 mL.

19
b. Kadar air simplisia

Labu berisi toluen dimasukkan 5 g serbuk kulit kayu manis yang

telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah

toluen mendidih, kemudian toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian

besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4

tetes per detik dan setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin

dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung

penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen

memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 mL. Selisih

kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam

bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk kulit kayu manis dimaserasi selama 24 jam dalam

100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam aquadest sampai 1 L) dengan

menggunakan botol bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 mL filtrat diuapkan

sampai kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.

Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 100˚C sampai diperoleh bobot tetap.

Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes RI, 1995).

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk kulit kayu manis dimaserasi selama 24 jam dalam

100 mL etanol 96% dengan menggunakan botol bersumbat sambil sesekali

dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan

20
disaring. Sebanyak 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan yang

berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven

pada suhu 100˚C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Serbuk kulit kayu manis sebanyak 2 g yang telah digerus dan ditimbang

seksama, dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan. Krus porselin bersama isinya dipijarkan hingga arang habis,

didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.4.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25

mL asam klorida encer selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut

dalam asam, disaring dengan kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air panas.

Residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, kemudian

dinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia pada Simplisia Kulit Kayu Manis

Skrining fitokimia serbuk simplisia kulit kayu manis (Cinnamomum

burmanni) meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, glikosida, flavonoid,

triterpenoid/steroid, tanin dan saponin.

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1

mL asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan di atas penangas air selama

21
2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji

alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 mL filtrat.

Pada tabung pertama ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, ditabung kedua

ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, dan tabung ketiga ditambahkan 2 tetes

pereaksi Dragendorff. Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan

paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah air panas, dididihkan selama 5

menit dan disaring dalam keadaan panas. Kedalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1g

serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1 ml amil alkohol, dikocok

dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah kekuningan

atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.3 Pemeriksaan Saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan kemudian dikocok

kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak

kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida

2N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, lalu disari dengan 10 mL air suling, disaring lalu filtratnya

diencerkan dengan air suling hingga tidak berwarna. Diambil 2 mL larutan lalu

ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru

kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

22
3.5.5 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 gram, kemudian disari dengan 30

mL campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air. Direfluks

selama 30 menit, lalu didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat, kemudian

ditambahkan dengan 25 mL air suling dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, lalu

dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 mL campuran 3

bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga kali.

Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50˚C. Sisanya

dilarutkan dalam 2 mL metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut,

yaitu 0,1 mL larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di

penangas air. Sisa dilarutkan dalam 2 mL air suling dan 5 tetes pereaksi molish,

kemudian secara perlahan ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat. Glikosida positif

jika terbentuk cincin ungu (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Ditimbang sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-

heksan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dan sisanya ditambahkan pereaksi

Liebermann Burchard. Timbulnya warna merah-ungu dan/atau berubah menjadi

hijau-biru menunjukkan adanya triterpen/steroid (Harborne, 1987).

3.6 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol

96%. Cara kerja, yaitu: sebanyak 1 kg serbuk kulit kayu manis dimasukkan ke

dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian (7,5 L) etanol 96%, ditutup

dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari pada suhu kamar

sambil sesekali diaduk, kemudian diserkai dan disaring. Ampas dicuci kembali

23
dengan 25 bagian (2,5 L) etanol 96% pada bejana tertutup, dibiarkan di tempat

sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari dan dienaptuangkan. Maserat yang

diperoleh diuapkan dengan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 40-

60˚C hingga setengah kental lalu diuapkan diatas penangas air sampai diperoleh

ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

3.7 Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

3.7.1 Penetapan Kadar Air

a. Penjenuhan toluene

Sebanyak 200 mL toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat,

lalu ditambahkan 2 mL air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan

destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama

±30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan

ketelitian 0,05 mL.

3.7.1.1 Adar Air Simplisia

Labu berisi toluen dimasukkan 5 g ekstrak etanol kulit kayu manis yang

telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen

mendidih, kemudian toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air

terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik dan

setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada

suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan

ketelitian 0,05 mL. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air

yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen

(WHO, 1998).

24
3.7.2 Penetapan Kadar Abu Total

Ekstrak etanol kulit kayu manis sebanyak 2 g yang telah digerus dan

ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan

ditara, kemudian diratakan. Krus porselin bersama isinya dipijarkan hingga arang

habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.7.3 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25

mL asam klorida encer selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut

dalam asam, disaring dengan kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air panas.

Residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, kemudian

dinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.8 Skrining Fitokimia pada Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Skrining fitokimia ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum

burmanni) meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, glikosida, flavonoid,

triterpenoid/steroid, tanin dan saponin.

3.8.1 Pemeriksaan Alkaloid

Ekstrak etanol kulit kayu manis ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian

ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan di atas

penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh

dipakai untuk uji alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya

dimasukkan 0,5 mL filtrat. Pada tabung pertama ditambahkan 2 tetes pereaksi

Mayer, ditabung kedua ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, dan tabung

25
ketiga ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff. Alkaloid disebut positif jika

terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas

(Depkes RI, 1995).

3.8.2 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g ekstrak etanol kulit kayu manis ditambah air panas,

dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml

filtrate ditambahkan 0,1g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1

ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi

warna merah kekuningan atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth,

1966).

3.8.3 Pemeriksaan Saponin

Ekstrak etanol kulit kayu manis ditimbang sebanyak 0,5 gram dan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 mL air panas,

didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa

setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan

penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI,

1995).

3.8.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak etanol kulit kayu manis ditimbang,

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu disari dengan 10 mL air suling, disaring

lalu filtratnya diencerkan dengan air suling hingga tidak berwarna. Diambil 2 mL

larutan lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi

warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin

(Farnsworth, 1966).

26
3.8.5 Pemeriksaan Glikosida

Ekstrak etanol kulit kayu manis ditimbang sebanyak 3 gram, kemudian

disari dengan 30 mL campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume

air. Direfluks selama 30 menit, lalu didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL

filtrat, kemudian ditambahkan dengan 25 mL air suling dan 25 mL timbal (II)

asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20

mL campuran 3 bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol dilakukan berulang

sebanyak tiga kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari

50˚C. Sisanya dilarutkan dalam 2 mL metanol. Larutan sisa digunakan untuk

percobaan berikut, yaitu 0,1 mL larutan percobaan diuapkan di atas penangas air.

Sisa dilarutkan dalam 2 mL air suling dan 5 tetes pereaksi molish, kemudian

secara perlahan ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat. Glikosida positif jika

terbentuk cincin ungu (Depkes RI, 1995).

3.8.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Ditimbang sebanyak 1 g ekstrak etanol kulit kayu manis dimaserasi

dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dan sisanya

ditambahkan pereaksi Liebermann Burchard. Timbulnya warna merah-ungu

dan/atau berubah menjadi hijau-biru menunjukkan adanya triterpenoid/steroid

(Harborne, 1987).

27
3.9 Pembuatan Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

3.9.1 Formula Dasar

Formula dasar yang digunakan berdasarkan (Anggraeni, 2019) yaitu:

R/ SLS 15

HPMC 0,9

Propilen glikol 15

Metil paraben 0,18

Propil paraben 0,02

Aquadest add 100

3.9.2 Formula Modifikasi Sediaan Sabun Cair

R/ SLES 9

HPMC 0,9

Propilen glikol 15

Metil paraben 0,18

Propil 0,02

paraben 12

Gliserin

Aquadest add 100

Konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis dalam formulasi sediaan

sabun cair yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,3% (F1), 0,4% (F2) dan

0,5% (F3). Formulasi dasar sediaan sabun cair yang tidak mengandung ekstrak

etanol kulit kayu manis dibuat sebagai blanko (F0). Formula masing-masing

sediaan sabun cair dapat dilihat pada Tabel 3.1. Perhitungan bahan-bahan pada

tiap formula dapat dilihat.

28
Tabel 3.1 Komposisi Formula Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis
Formula
Bahan
0 1 2 3
Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (g) - 0,3 0,4 0,5
SLES 9 9 9 9
HPMC (g) 0,9 0,9 0,9 0,9
Propilen glikol (g) 15 15 15 15
Metil paraben (g) 0,18 0,18 0,18 0,18
Propil paraben (g) 0,02 0,02 0,02 0,02
Gliserin (g) 12 12 12 12
Air Suling (ml) add 100 100 100 100
Keterangan:
F0 = Formula tidak mengandung esktrak etanol kulit kayu manis (blanko)
F1 = Formula mengandung 0,3% ekstrak etanol kulit kayu manis
F2 = Formula mengandung 0,4% ekstrak etanol kulit kayu manis
F3 = Formula mengandung 0,5% ekstrak etanol kulit kayu manis

3.9.3 Prosedur Pembuatan Sediaan sabun cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu

Manis

HPMC dilarutkan dengan sebagian propilen glikol agar proses

pembasahan lebih mudah, kemudian dikembangkan dalam air suling suhu 70 -

80ºC sambil diaduk hingga mengembang dan homogen. Ke dalamnya

ditambahkan metil paraben dan propil paraben dalam sediaan yang sudah

dilarutkan dalam propilen glikol, serta SLES yang sudah dilarutkan dalam

sebagian air suling sambil terus diaduk. Suhu campuran diturunkan hingga 40ºC,

kemudian ditambahkan ekstrak etanol kulit kayu manis. Sabun yang diperoleh

kemudian dievaluasi.

3.10 Evaluasi Formula

Evaluasi formula meliputi evaluasi fisik. Evaluasi fisik meliputi

pemeriksaan organoleptis sediaan, pemeriksaan homogenitas, pengukuran pH,

viskositas, ketinggian dan kestabilan busa, dan juga bobot jenis.

29
3.10.1 Pengujian Organoleptis

Uji penampilan dilakukan dengan melihat secara langsung warna, bentuk,

dan bau sabun cair yang terbentuk (Depkes RI, 1995). Menurut SNI, standar

sabun cair yang ideal yaitu memiliki bentuk cair, serta bau dan warna yang khas

(SNI, 1996).

Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau dan penampilan tidak

berubah secara visual selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada suhu

kamar (25°) pada hari minggu ke 1, 4. 8, dan 12.

3.10.2 Pengujian Homogenitas

Cara: Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas kaca, kemudian ditutup

dengan kaca yang lain lalu diratakan. Sediaan yang memenuhi persyaratan

homogenitas harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya

butir-butir yang kasar (Ditjen POM, 1979).

3.10.3 Pengukuran pH Sabun

Pengukuran pH sabun menggunakan pH meter Hanna dengan cara: alat

terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH

7,0) dan larutan dapar pH asam (pH 4,0) hingga alat menunjukkan harga Ph

tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan

tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan

dilarutkan dalam 100 ml air suling. Setelah itu elektroda dicelupkan dalam larutan

tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang

ditunjukkan pH meter merupakan hasil pH dari sediaan yang terukur (Rawlins,

2003). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar (25°) pada hari minggu ke 1, 4,

8, dan 12.

30
3.10.4 Pengukuran Viskositas

Penentuan viskositas sediaan menggunakan viskometer Brookfield. Cara:

Spindel 2 dipasang pada tempatnya dan dimasukkan ke dalam sediaan hingga

dalam tanda batas. Motor dinyalakan dengan speed 12 dan spindel dibiarkan

berputar, setelah jarum menunjukkan angka yang tetap maka pengukuran

dianggap selesai. Pengukuran dilakukan dilakukan sebanyak tiga kali untuk

masing masing-masing formula sediaan sabun cair. Pengujian dilakukan pada

suhu kamar (25°) pada minggu ke 1, 4. 8, dan 12.

3.10.5 Pengukuran Ketinggian Busa Sabun

Sampel sediaan sabun cair sebanyak 0,1% dalam air suling dimaukkan 50

ml kedalam gelas ukur tertutup 100 ml dan dikocok selama 20 detik dengan cara

beraturan. Ukur tinggi busa yang terbentuk. Kemudian diamkan selama 5 menit

lalu ukur kembali tinggi busa (Balsam dan Sagarin., 2008).

3.10.6 Pengujian Bobot Jenis

Dengan memasukkan sediaan ke dalam piknometer sampai di atas garis

tera. Ditutup, kemudian dimasukkan piknometer ke dalam rendaman air es sampai

suhu 250C. Permukaan air es harus lebih tinggi dari pada permukaan contoh

dalam piknometer, sehingga semua isi piknometer terendam. Biarkan piknometer

terendam selama 30 menit kemudian buka tutup piknometer dan bersihkan bagian

luar piknometer dengan gulungan kertas saring sampai tanda garis (SNI, 1996).

3.10.7 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan sabun cair dengan maksud untuk

mengetahui ada atau tidaknya iritasi yang timbul pada kulit. Iritasi dapat dibagi

menjadi 2 kategori, yaitu iritasi primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi

pelekatan atau penyentuhan pada kulit dan iritasi sekunder yang reaksinya baru

31
timbul beberapa jam setelah penyentuhan dan pelekatan pada kulit (Ditjen POM RI,

1985). Sukarelawan yang akan menggunakan kosmetika baru dapat dilakukan uji

tempel preventif (patch test), yaitu dengan memakai kosmetik tersebut ditempat lain,

yaitu daun telinga. Setelah dibiarkan 24-48 jam tidak terjadi reaksi kulit yang

diinginkan, maka kosmetik dapat digunakan (Wasitaatmadja, 1997).

3.11 Uji Efektivitas Sediaan

3.11.1 Uji pembersih

Uji Pembersih

Pengujian efektivitas sediaan sabut padat dilakukan secara kualitatif dan

kuantitatif.

- Kualitatif

Secara kualitatif, metode ini dilakukan dengan cara melarutkan 2 g

sampel dalam 100 mL air dan dimasukkan ke dalam gelas beaker.

Kemudian kertas saring dipotong sebanyak formula yang akan diuji dan

ditetesi minyak ke kertas saring dan dimasukkan ke dalam larutan sabun

sampai terendam. Proses tersebut dilanjutkan dengan pengocokan kuat

selama 1 menit, kemudian kertas saring diangkat dan dibilas dengan air

(Warra dkk., 2010). Keefektifan daya pembersih dinilai secara visual

berdasarkan minyak yang tertinggal dikertas saring dan dibandingkan

dengan minyak tanpa sediaan sabun cair.

- Kuantitatif

Secara kuantitatif pengujian ini dilakukan dengan cara

mencelupkan kertas saring yang telah diolesi dengan margarin sebagai

kotoran yang mengandung minyak ke dalam larutan sabun. Kertas saring

diaduk kemudian diangkat dan tingkat kekeruhan air bilasan diasumsikan

32
sebagai kotoran minyak yang dapat diangkat oleh sabun cair.

3.11.2 Pengujian Kelembapan dan Kehalusan

Pengujian efektivitas sediaan dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan.

Pengujian dilakukan pada daerah kulit. Pengelompokkan dibagi menjadi:

a) Kelompok I : 3 orang panelis menggunakan sediaan blanko

b) Kelompok II : 3 orang panelis menggunakan konsentrasi 0,3%

c) Kelompok III : 3 orang panelis menggunakan konsentrasi 0,4%

d) Kelompok IV : 3 orang panelis menggunakan konsentrasi 0,5%

Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit tangan yang

sudah ditandai dengan menggunakan skin analyzer dan moisture checker yang

meliputi:

1. Kelembapan (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat

moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer. Caranya

dengan tekan tombol power pada moisture checker dan tunggu hingga

menunjukkan angka 00.0. Letakkan moisture checker diatas permukaan

kulit yang akan diukur. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan

persentase kadar air dalam kulit.

2. Kehalusan kulit (eveness)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat skin

analyzer dengan lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor

biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur

kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil

berupa angka dan kondisi kulit.

33
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Berdasarkan hasil identifikasi tanaman (sampel) dilakukan di Herbarium

Medanese, Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara menunjukkan

bahwa tumbuhan yang diteliti termasuk spesies Cinnamomum burmanni dari suku

Lauraceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis

Hasil pemeriksaan makroskopik dari kulit kayu manis yaitu berupa kulit

batang membujur, tebal, pipih, warna coklat kekuningan atau coklat sampai

kemerahan, bau khas, rasa sedikit manis.

Hasil pemeriksaan mikroskopik dari kulit kayu manis menunjukkan

terdapat sklereida, idioblas berupa sel minyak dan sklerenkim. Hasil mikroskopik

dapat dilihat pada lampiran 6.

Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,

kadar abu total, kadar abu tidak larut asam dari sampel kulit kayu manis yang

diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis
No. Parameter Pengujian Hasil Pemeriksaan (%)
1. Kadar air 8,55
2. Kadar sari larut air 19,61
3. Kadar sari larut etanol 28,95
4. Kadar abu total 7,06
5. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,26

34
Berdasarkan hasil pemeriksaan karakterisasi kadar air diperoleh kadar air

serbuk simplisia kulit kayu manis sebesar 8,55%, dimana lebih kecil dari 10% dan

sudah memenuhi kadar air simplisia. Kadar air yang melebihi 10% pada sampel

dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, jamur atau serangga

(WHO, 1998). Menurut Hananti (2012), hasil uji karakteristik kadar air simplisia

memiliki hasil 6,5% dimana menenuhi persyaratan WHO (1998) dimana hasil

tidak lebih dari 10%.

Penetapan kadar sari yang larut air menyatakan jumlah zat yang tersari

dalam pelarut air seperti glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan

asam- asam organik, sedangkan penetapan kadar sari yang larut etanol menyatakan

jumlah zat yang tersari dalam pelarut etanol seperti glikosida, steroid, flavonoid,

klorofil, saponin dan tanin (Depkes RI, 1995).

Berdasarkan hasil penetapan kadar sari larut dalam etanol diperoleh

sebesar 28,95%, kadar sari larut air sebesar 19,61%, kadar abu total sebesar

7,06%, dan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,26% yang telah memenuhi

persyaratan pada Farmakope Herbal edisi II yaitu dengan kadar sari larut dalam

etanol tidak kurang dari 16%, kadar sari larut air tidak kurang dari 4,0%, kadar

abu total tidak lebih dari 10,0%, dan kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari

0,3%. Menurut Hananti (2012), hasil penetapan kadar kadar sari larut dalam

etanol diperoleh sebesar 12%, kadar sari larut air sebesar 5%, kadar abu total

sebesar 3,2%, dan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,2% dimana memenuhi

persyaratan Farmakope Herbal edisi II.

Parameter kadar abu merupakan persyaratan dari jumlah abu fisiologik

bila simplisia dipijar pada suhu 500-600oC hingga seluruh unsur organik hilang.

35
Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral

setelah pemijaran yang meliputi abu fisiologis yang berasal dari jaringan tanaman

itu sendiri yang terdapat di dalam sampel maupun abu non fisiologi yang

merupakan residu dari proses pengekstraksian (contohnya pasir dan tanah). Kadar

abu tidak larut asam dilakukan dengan cara melarutkan abu total dalam asam

klorida untuk menunjukkan jumlah silikat seperti pasir dan tanah yang terdapat

pada simplisia (WHO, 1998).

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Hasil pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol kulit kayu manis dapat

dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
No. Parameter Pengujian Hasil Pemeriksaan (%)
1. Kadar air 12,23
2. Kadar abu total 0,23
3. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,08

Berdasarkan hasil penetapan kadar air yang diperoleh yaitu 12,23%, kadar

abu total sebesar 0,23%, dan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,08% yang telah

memenuhi persyaratan pada Farmakope Herbal edisi II yaitu dengan kadar air

tidak lebih dari 16%, kadar abu total tidak lebih dari 0,3%, dan kadar abu tidak

larut asam tidak lebih dari 0,1%. Menurut Hananti (2012) hasil penetapan kadar

air yang diperoleh yaitu 12,23%, kadar abu total sebesar 0,23%, dan kadar abu

tidak larut asam sebesar 0,08%.

4.4 Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) dapat

dilihat pada Tabel 4.3.

36
Tabel 4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis
No. Golongan Simplisia Ekstrak
1. Alkaloid + +
2. Flavonoid + +
3. Saponin + +
4. Tanin + +
5. Triterpenoid/Steroid + +
6. Glikosida + +
Keterangan: (+) Positif : mengandung golongan senyawa
(-) Negatif : tidak mengandung golongan senyawa

Hasil skrining fitokimia terhadap sampel kulit kayu manis menunjukkan

bahwa simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis mengandung alkaloid,

flavonoid saponin, tanin, triterpenoid/ steroid, dan glikosida. Flavanoid

merupakan salah satu senyawa polifenol yang memiliki sifat antioksidan.

Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau

lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat

diredam (Dewi, 2018). Menurut Parhusip (2019), Menunjukkan hasil positif pada

uji alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, triterpenoid/steroid dan glikosia.

4.5 Hasil Ekstraksi

Hasil ekstraksi 1 kg serbuk kulit kayu manis dengan metode maserasi

menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 10 liter, kemudian diuapkan dengan

menggunakan rotary evaporator pada suhu 40-60oC hingga setengah kental lalu

diuapkan di atas penangas air dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 355,03 gram

dengan nilai rendemen ekstrak sebesar 33,62%.

37
4.6 Hasil Pembuatan Sediaan Sabun Cair

Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan diperoleh formula ekstrak

etanol kulit kayu manis yang digunakan adalah 0,3%, 0,4%, dan 0,5%, basis

sabun cair yang digunakan adalah aquades, dan bahan lain yang digunakan yaitu

SLES, gliserin, propilen glikol, propil paraben, metil paraben. Sediaan sabun cair

dengan penambahan ekstrak yang diperoleh berupa sabun cair berwarna merah

muda hingga merah tua dan tanpa penambahan ekstrak (blanko) bening.

4.6.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Sediaan

a. Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis sediaan dilakukan terhadap perubahan

bentuk, warna dan bau sediaan. Pemeriksaan organoleptis dilakukan

terhadap sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit kayu manis pada ketiga

formula dan satu blanko: F0 (blanko), F1 (Formula mengandung 0,3%

ekstrak), F2 (Formula mengandung 0,4% esktrak) dan F3 (Formula

mengandung 0,5% ekstrak). Pemeriksaan organoleptis dilihat dari

perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan secara visual pada suhu

ruangan pada minggu ke 1, 4, 8, dan 12. Hasil pengamatan organoleptis

sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

38
Tabel 4.4 Pengamatan Organoleptis Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit
Kayu Manis
Lama pengamatan (Minggu)
Pengamatan Formula
1 4 8 12
F0 - - - -
F1 - - - -
Bentuk
F2 - - - -
F3 - - - -
F0 - - - -
F1 - - - -
Bau
F2 - - - -
F3 - - - -
F0 - - - -
F1 - - - -
Warna
F2 - - - -
F3 - - - -
Keterangan:
F0 : Sediaan sabun cair tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis (blanko)
F1 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,3%
F2 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,4%
F3 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,5%
- : tidak mengalami perubahan;
+ : mengalami perubahan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa hasil uji

organoleptis seluruh sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit kayu manis

tidak mengalami perubahan bentuk, warna serta bau yang khas. Hal ini

berarti sabun cair stabil secara fisika selama penyimpanan dalam suhu

kamar serta memenuhi kriteria SNI 1996 yaitu memiliki bentuk cair, bau

dan warna yang khas. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 14.

b. Pengamatan homogenitas sediaan sabun cair

Pemeriksaan homogenitas sediaan sabun cair dilakukan dengan

cara sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas kaca, kemudian ditutup

dengan kaca yang lain lalu dilihat. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.5.

39
Tabel 4.5 Data Pengamatan Homogenitas Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis
Formula Homogenitas
F0 H
F1 H
F2 H
F3 H
Keterangan:
F0 : Sediaan yang tidak mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis
F1 : Sediaan yang mengandung 0,3% ekstrak etanol kulit kayu manis
F2 : Sediaan yang mengandung 0,4% ekstrak etanol kulit kayu manis
F3 : Sediaan yang mengandung 0,5% ekstrak etanol kulit kayu manis
H : Homogen

Dari hasil pemeriksaan homogenitas dapat diketahui bahwa

sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit kayu manis memenuhi persyaratan

homogenitas yaitu tidak terlihat butiran kasar. Hasil dapat dilihat pada

Lampiran 13.

c. Hasil Pengujian pH Sediaan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil pengukuran pH

sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit kayu manis sebesar 8,2-8,6. Hal ini

memenuhi rentang syarat nilai pH sabun cair yaitu 8-11 (SNI, 1996). Hasil

pengujian pH sediaan sabun cair dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Pengujian pH Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis
Lama pengamatan (Minggu)
Formula
1 4 8 12
F0 7,1 7,1 7,0 7,0
pH
F1 6,9 6,7 6,6 6,5
F2 6,8 6,6 6,5 6,4
F3 6,6 6,4 6,3 6,2
Keterangan:
F0 : Sediaan sabun cair tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis (blanko)
F1 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,3%
F2 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,4%
F3 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,5%

40
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi

ekstrak etanol kulit kayu manis yang ditambahkan ke dalam sediaan sabun

cair, pH sediaan sabun cair yang didapat semakin menurun. Hal ini dapat

terjadi karena pH ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki pH asam yaitu

4,0. Walaupun pH ekstrak asam, tetapi setelah diformulasikan pH sediaan

menjadi meningkat sehingga masih memenuhi syarat dalam SNI

4085:2017 ditetapkan bahwa syarat mutu pH sabun cair jenis surfaktan

berkisar 4 – 10 yang ditentukan. Setelah penyimpanan selama 12 minggu,

pH yang diperoleh sedikit menurun dibandingkan dengan pH setelah

pembuatan.

d. Hasil pengujian Tinggi dan kestabilan busa Sediaan Sabun Cair

Pengukuran ketinggian (mm) dan kestabilan busa sediaan sabun

cair ekstrak ekstrak etanol kulit kayu manis bertujuan untuk mengetahui

kemampuan sediaan menghasilkan busa saat pengocokan. Hasil dilihat

pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Data Pengamatan Ketinggian (Mm) Dan Kestabilan Busa Sabun Cair
Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Tinggi Busa Sabun Terhadap waktu (mm)
Formula
Waktu awal (t0) Setelah 5 menit (t5)
F0 (Blanko) 180 170
F1 173 163
F2 165 155
F3 145 135
Keterangan:
F0 : Sediaan sabun cair tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis (blanko)
F1 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,3%
F2 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,4%
F3 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,5%

41
Stabilitas busa dilakukan untuk mengetahui tinggi busa yang

dihasilkan dari sediaan sabun cair dengan cara pengocokan lalu didiamkan

selama 5 menit. Berdasarkan SNI, syarat tinggi busa dari sabun cair yaitu

13-220 mm. Dari hasil pengamatan tinggi busa terlihat bahwa semua

formula memenuhi standar sabun yang sesuai dengan SNI. Stabilitas busa

dipengaruhi oleh konsentrasi dan viskositas sediaan (Schramm, 2005).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat semakin tinggi konsentrasi

sabun cair maka semakin sedikit busa yang dihasilkan.

e. Pengukuran bobot jenis sediaan sabun cair

Pengukuran bobot jenis dilakukan dengan menggunakan

piknometer. Hasil pengukuran bobot jenis sediaan sabun cair ekstrak

etanol kulit labu kuning dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.8 Data Hasil Pengukuran Bobot Jenis Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis
Formula Bobot Jenis (g/mL)
F0 1,032
F1 1,037
F2 1,048
F3 1,050
Keterangan:
F0 : Sediaan yang tidak mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis
F1 : Sediaan yang mengandung 0,3% ekstrak etanol kulit kayu manis
F2 : Sediaan yang mengandung 0,4% ekstrak etanol kulit kayu manis
F3 : Sediaan yang mengandung 0,5% ekstrak etanol kulit kayu manis

Bobot jenis adalah perbandingan bobot sabun cair dengan bobot air

pada volume dan suhu yang sama (SNI,1996). Pengujian bobot jenis

dilakukan untuk mengetahui pengaruh bahan-bahan yang digunakan dalam

formulasi sabun cair terhadap bobot jenis sabun yang dihasilkan. Hasil

bobot jenis sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit labu kuning yang

42
dihasilkan berkisar antara 1,032 – 1,050 g/mL. Hal ini membuktikan

bahwa bobot jenis sediaan sabun cair yang dihasilkan telah memenuhi

standar SNI 1996 yaitu berkisar antara 1,010 – 1,100 g/mL dan mendekati

karakteristik sabun cair komersial.

f. Hasil Pengujian Viskositas Sediaan Sabun Cair

Hasil pengamatan viskositas sediaan sabun cair selama

penyimpanan 4 minggu tidak mengalami perubahan yang signifikan

terhadap nilai viskositas sabun cair. Hasil pengukuran viskositas dapat

dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4.9 Pengujian Viskositas Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis
Lama pengamatan (Minggu)
Formula
0 1 4 8 12
F0 2497 2497 2497 2496 2497
Viskositas (cp) F1 2497 2497 2496 2497 2496

F2 2497 2497 2497 2495 2496

F3 2497 2497 2497 2494 2494


Keterangan:
F0 : Sediaan sabun cair tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis (blanko)
F1 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,3%
F2 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,4%
F3 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,5%

Beberapa faktor yang mempengaruhi viskositas suatu sediaan

diantaranya, yaitu faktor mekanis seperti pencampuran atau pengadukan

saat proses pembuatan sediaan, pemilihan zat pengental, proporsi fase

terdispersi, dan ukuran partikel (Ansel, 1989). Berdasarkan hasil

pengukuran viskositas selama masa penyimpanan 12 minggu,

menunjukkan perbedaan konsistensi yang diberikan tiap konsentrasi

ekstrak yang ditambahkan ke dalam sediaan. Menurut Faikoh tahun 2017

43
persyaratan viskositas sabun cair berada dalam rentang 500 – 20000 cPs.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa viskositas sabun mandi cair ekstrak

etano l kulit kayu manis memenuhi persyaratan.

4.6.2 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap 12 sukarelawan dengan mengoleskan

sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,5% (F3)

pada kulit belakang telinga, menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan

hasil negatif terhadap parameter reaksi iritasi. Parameter yang diamati yaitu

adanya kulit merah, gatal-gatal, ataupun adanya pembengkakan. Dari hasil uji

iritasi tersebut yang disimpulkan bahwa sediaan sabun cair yang dibuat aman

untuk digunakan (Tranggono dan Latifah, 2007). Hasil uji iritasi terhadap kulit

sukarelawan dapat dlihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil Uji Iritasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Terhadap Kulit Sukarelawan
Sukarelawan
Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kemerahan - - - - - - - - - - - -
Gatal-gatal - - - - - - - - - - - -
Bengkak - - - - - - - - - - - -
Keterangan: - : Tidak terjadi iritasi
+ : Terjadi iritasi

4.7 Hasil Uji Efektivitas Sediaan Sabun Cair

a. Uji Pembersih

- Uji kualitatif

Uji secara kualitatif dilakukan untuk mengamati kemampuan

sediaan sabun cair dalam mengangkat dan melarutkan kotoran

minyak. Keefektifan daya bersih sabun secara kualitatif dinilai secara

visual berdasarkan minyak yang tertinggal dikertas saring. Bahan

44
minyak yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak makan

(Lestari, dkk. 2020).

Pada formula sabun cair menunjukkan berkurangnya noda

minyak pada F0, F1, F2, F3 menunjukkan sedikit memucatkan noda

minyak. Mengutip dari penelitian terdahulu Kotoran yang bersifat

polar, dapat dihilangkan dengan pembilasan air, tetapi kotoran non

polar seperti lemak membutuhkan surfaktan dalam

menghilangkannya. Kombinasi SLES di dalam sabun cair

menunjukkan adanya efektivitas daya bersih untuk mengamati

kemampuan sediaan sabun cair dalam mengangkat dan melarutkan

kotoran minyak. Keefektifan daya bersih sabun secara kualitatif

dinilai secara visual berdasarkan minyak yang tertinggal dikertas

saring (Lestari, dkk. 2020). Bahan minyak yang digunakan pada

penelitian ini adalah minyak makan. Hasil dari uji tersebut dapat

dilihat pada Lampiran 18.

- Uji Kuantitatif

Uji kuantitatif dilakukan dengan mengukur tingkat kekeruhan

pada air bilasan, semakin keruh air bilasan maka efektifitas

pembersihan semakin tinggi dan sebaliknya. SLS memberikan

pengaruh nyata terhadap keefektifan daya bersih sabun.

Hasil uji kuantitatif pada sediaan sabun cair eksrak etanol

kulit kayu manis menghasilkan air yang keruh pada F0, F1, F2, F3.

Hasil dari uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 18.

45
b. Uji terhadap sukarelawan

Pengujian efektivitas sediaan sabun cair dilakukan terhadap

sukarelawan wanita sebanyak 12 orang. Pengukuran dilakukan pada

punggung tangan dan semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi

kulit awal sebelum pemakaian sediaan dengan perangkat skin analyzer.

Parameter yang diuji meliputi kelembapan (moisture).

- Kelembapan (Moisture)

Pengukuran efektivitas kelembapan (moisture) dilakukan

dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam

perangkat skin analyzer Aramo. Hasil pengukuran efektivitas

kelembapan dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Hasil Uji Efektivitas Kelembapan (Moisture)


Kelembapan (Moisture)
Persen
Sediaan Sukarelawan Pemakaian (Minggu)
0 Pemulihan
1 2 3 4
I 26 26 27 27 28 7.69
F0 II 27 27 28 28 29 7.41
III 27 27 28 28 29 7.41
Rata-rata 26.7 26.7 27.7 27.7 28.7 7.49
I 28 29 29 30 30 7.14
F1 II 27 28 28 29 30 11.11
III 28 29 29 30 30 7.14
Rata-rata 27.7 28.7 28.7 29.7 30 8.30
I 27 28 28 29 30 11.11
F2 II 28 29 29 30 30 7.14
III 28 29 29 30 31 10.71
Rata-rata 27.7 28.7 28.7 29.7 30.3 9.39
I 28 29 30 31 32 14.29
F3 II 27 28 29 30 31 14.81
III 29 30 31 31 32 10.34
Rata-rata 28 29 29.7 30.7 31.7 13.31
Keterangan:
Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012).
F0 : Sediaan sabun cair tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis (blanko)
F1 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,3%
F2 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,4%
F3 : Sediaan sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,5%

46
Dari data yang diperoleh dapat dilihat terjadinya kenaikan

kadar air pada hasil pengukuran kelembapan selama 4 minggu

pemakaian pada masing-masing formula yaitu, F0 (blanko) 7.49%;

F1 8.31%; F2 9.39%; dan F3 dengan peningkatan yang paling

tinggi yaitu 13.31%. Dari hasil yang diperoleh, terjadi peningkatan

kondisi kelembapan kulit rata-rata pada F1 dan F2 yakni dari

rentang dehidrasi(0-29) menjadi normal (30-50).

Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di

permukaannya, yang terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit.

Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk melindungi

kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan

dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). Nutrisi, aktivitas

dan lingkungan merupakan faktor yang sangat penting

memengaruhi kadar air pada kulit. Kulit harus mampu menjaga

kadar air untuk mempertahankan fungsinya sebagai kulit yang

sehat. Apabila kadar air menurun secara drastis akan menyebabkan

kulit menjadi kering dan kasar (Mitsui, 1997)

Kandungan flavonoid pada kulit kayu manis dapat

mencegah degradasi kolagen dan elastin, serta dapat memperbaiki

kerusakan serat fibroblas yang berfungsi dalam sintesis kolagen

sehingga memperkuat fungsi dalam mengikat air dan meningkatkan

kelembapankulit (Barel, dkk., 2009).

47
- Kehalusan (Eveness)

Pengukuran kehalusan kulit (eveness) menggunakan

perangkat skin analyzer dengan lensa pembesaran 60x (normal

lens) dengan warna lampu sensor berwarna biru.

Tabel 4.12 Hasil Uji Kehalusan (Eveness)


Kehalusan (Eveness)
Persen
Sediaan Sukarelawan Pemakaian (Minggu)
Awal Pemulihan
1 2 3 4
I 36 36 35 35 34 5.88
F0 II 36 35 35 35 34 5.88
III 35 35 34 33 33 6.06
Rata-rata 35.7 35.3 34.7 34.3 33,7 6.06
I 36 36 35 34 33 9.09
F1 II 38 38 37 36 35 8.57
III 39 39 38 37 36 8.33
Rata-rata 37.7 37.7 36.7 35.7 34.7 8.65
I 40 39 39 38 37 8.11
F2 II 39 38 37 37 35 8.33
III 41 40 39 38 37 7.89
Rata-rata 40 39 38.3 36.7 36.3 9.25
I 38 37 36 36 34 11.76
F3 II 40 39 38 38 36 11.11
III 33 31 30 29 28 17.86
Rata-rata 37 35.7 34.7 34.3 32,7 13.14
Keterangan:
Halus 0-31; Normal 32-51; kasar 52-100 (Aramo, 2012).
F0 : Sediaan Sabun cair tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis (blanko)
F1 : Sediaan Sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,3%
F2 : Sediaan Sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,4%
F3 : Sediaan Sabun cair dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,5%

Dari hasil data yang diperoleh dapat dilihat bahwa kondisi

awal kehalusan kulit sukarelawan berkisar pada kondisi normal.

Setelah penggunaan sediaa Sabun cair, semua kelompok formula

menunjukkan peningkatan kehalusan kulit dengan persentase

peningkatan rata-rata yaitu, F0 (blanko) 6,06%; F1 8.05%; F2

9.25%; dan F3 menunjukkan rata-rata peningkatan kehalusan kulit

48
paling tinggi yaitu, 12.04%. Sinar matahari dapat menyebabkan

kerusakan kolagen dan elastin yang berada dalam lapisan kulit yang

mengakibatkan kerusakan sel-sel pada stratum korneum

menyebabkan permukaan kulit tampak lebih kasar (Bogadenta,

2012). Kulit terasa kasar, kusam dan bersisik akibat menurunnya

kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit yang lama untuk

dapat diganti dengan sel kulit yang baru (Wasitaatmadja, 1997).

Kandungan flavonoid dalam kulit kayu manis sebagai

sumber antioksidan, dapat mendukung sintesis kolagen sehingga

memperkuat fungsi kelembapan kulit. Kondisi kelembapan kulit

yang optimal mendukung fungsi regenerasi stratum korneum pada

kulit sehingga meningkatkan kehalusan kulit (Barel, dkk., 2009).

Berbagai macam humektan yang digunakan dalam kosmetik

termasuk gliserin atau sejenisnya bersifat higroskopis, yaitu

menyerap uap air dari udara dan mempertahankannya di

permukaan kulit sehingga membuat kulit tampak halus dan

mencegah dehidrasi pada lapisan stratum corneum (Mitsui, 1997).

49
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disimpulkan bahwa:

a. Ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) dapat

diformulasi ke dalam sediaan sabun cair dan memenuhi persyaratan

evaluasi sediaan dalam penyimpanan 12 minggu pada suhu ruang yaitu

organoleptis dengan bentuk, warna, dan bau yang stabil, homogeny, pH

sediaan 7,1-6,2, tinggi busa 135-180 mm, bobot jenis 1032-1050 g/mL,

viskositas 2494-2497 cP.

b. Penggunaan sediaan sabun cair ekstrak etanol kulit kayu manis

(Cinnamomum burmanni) memiliki efektivitas dalam uji pembersih dan

memiliki efektivitas dalam meningkatkan kelembapan kulit sebesar13,31%

dan meningkatkan kehalusan kulit sebesar 13,14%.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan maka penulis menyarankan

peneliti selanjutnya untuk membuat sediaan lainnya dari ekstrak etanol kulit kayu

manis (Cinnamomum burmanni) dalam bentuk sediaan sabun padat, lulur, lip

balm dan sebagainya.

50
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Y., dkk. 2020. Karakteristik Fisik dan Aktivitas Antibakteri Sabun
Cair Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth.) yang Berbasis Surfaktan
Sodium Lauril Eter Sulfat. Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.10 (1). Hal
3- 4.
Anto. 2020. Rempah-Rempah dan Minyak Atsiri. Jateng: Penerbit Lakeisha. Hal
131-134.
Aramo. 2012. Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea
Ltd.Halaman 1-10.
Baki G, Alexander K. Introduction to Cosmetic Formulation and Technology.
New Jersey: John Wiley & Sons Inc.; 2015. 175 p.
Balsam MS, Sagarin E. 2008. Cosmetics Science and Technology. Second
Edition. Volume 2. London: John Wiley & Son inc. Halaman 103,107.
Barel, A. O., Paye, M., Maibach, H. I. 2001. Cosmetic Science and Tecnology.2nd
Ed. New York: John Willey and Son Inc. Halaman 151-153.
Bisset, N. G and Wichtl, M. 2001. Herbal Drugs and Phytopharmaceuticals, 2nd
edition. Medpharm Scientific Publishers. Germany. 67-69 hal.
Depkes RI. 1977. Materia Medika Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid Keenam. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 300, 302-304, 306, 334, 540,
536.
Dewi, S.R., Naily, U., Bambang, D.A. 2018. Kandungan Flavanoid dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Pleurotus ostreatus. Jurnal Rona Teknik Pertanian.
11(1): 2.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Indonesia. Halaman 33.
Ditjen POM. 1985. Formularium Kosmetik Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 22-26.
Farnsworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmace utical Science. 55(3): 259, 262-264.
Fauzi, A. R., dan Nurmalina, R. 2012. Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta:
Penerbit PT Elex Media Komputindo. Hal: 1-6.
Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. 1992. Kimia Organik Jilid 2. Edisi Ke-3.:
Penerbit Erlangga. Halaman 312
Hananti, R., S. Hidayat, S. dan Yanti, L. (2012). UJI AKTIVITAS
ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanii Nees ex.Bl.) DIBANDINGKAN DENGAN
GLIBENKLAMID PADA MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster
DENGAN METODE TOLERANSI GLUKOSA., 1(1): Halaman: 17
Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Penerjemah Kosasih Padmawinata dan
Iwang Soediro. Cetakan Kedua. Bandung: ITB Press. Halaman 71-72.
Hariana, H. A. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar swadaya.
Hal 17.

51
Irhamna, D. 2019. FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT DARI EKSTRAK
ETANOL KULIT PUTIH BUAH SEMANGKA (Citrullus lanatus
(Thunb.) Matsumura & Nakai) KOMBINASI MADU (Mel depuratum).
Medan: FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN INSTITUT
KESEHATAN HELVETIA. Hal 15-17.
Jakhetia, V., Patel, R., Khatri, P., Pahuja, N., Garg, S., Pandey, A Dan Sharma, S.
2010. Cinnamon: A Pharmacological Review. Journal Scientific Research.
1 (2): 19.
Kaneko, D., Sakamoto, K. 2001. Skin Cleansing Liquid, Barel, A.O., Paye, M.,
Maibach, H.I., 3rd Ed, Handbook of Cosmetic Science and Technology,
Marcell Dekker, Inc. New York. Pages 499-509.
Kemenkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. Halaman 181-184.
Kemenkes RI. 2015. Materia Kosmetika Bahan Alam Indonesia. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI. Halaman 255.
Mendes Canguss, Loiola Vasconcelos TY, Feitosa Medeiros DP, Martins
Mesquita RJ, Bezerra Sampaio Marques FV, de Vasconcelos Saraiva RL,
vilo do Nascimento A. (2016). Pengembangan formulasi berbeda yang
mengandung 2% klorheksidin diglukonat dan evaluasi awal stabilitas
formulasi, World Journal of Farmaceutical Research, Volume 5, Edisi 5,
139-147.
Mithal, B.M., dan Saha, R.N. 2000. A Handbook Of Cosmetics. Delhi: Vallabh
Prakashan. Halaman 11-15.
Mitsui, T. 1997. Cosmetic and Skin: New Cosmetic Science. Amsterdam:
Elsevier. Halaman 38-46.
Muliyawan, D., dan Suriana, N. 2013. A-Z tentang Kosmetik. Jakarta: Penerbit PT
Elex Media Komputindo. Hal: 22-23.
Nazdrajic, S., dan Bratovcic, A. (2019). THE ROLE OF SURFACTANTS IN
LIQUID SOAPS AND ITS ANTIMICROBIAL PROPERTIES. Journal
homepage: www.journalijal.com. Int. J. Adv. Res. 7(12), 501-507.
Halaman 3-4.
Parhusip, A., J., N. dan Cynthia, L., J. (2019). (APLIKASI EKSTRAK KULIT
KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii) UNTUK MENGHAMBAT
AKTIVITAS BAKTERI IKAN LELE (Clarias batrachus)). Jurnal Sains
dan Teknologi, 3(2): 70-71
Pelczar, M., Chan, E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit UI-
Press. Halaman 117, 145-148.
Prasetyaningrum, dkk. 2012. Aktivitas Antioksidan, Total Fenol, dan Antibakteri
Minyak Atsiri dan Oleoresin Kayu Manis (Cinnamomum burmannii).
Jurnal Teknosains Pangan. Vol 1(1): 27.
Prianto, J. 2014. Cantik Panduan Lengkap Merawat Kulit Wajah. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 132.
Rawlins, E.A. 2003. Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan belas.
London: Bailierre Tindall. Halaman 355.
Rismundar, dan Paimin FB. 2001. Kayu Manis Budidaya dan Pengelolahan. Edisi
4. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Halaman: 3, 15-6.

52
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Quinn, M. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th ed. London: Pharmaceutical Press. Hal 155, 285, 474,
697,754.
Schramm, L.L. 2005. Emulsion, Foams, and Suspensions. Wiley-VCH Verlag
GmbH & Co. KgaA. Weinheim. Halaman 155.
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: Penebit Buku
Kedokteran EGC. Halaman 479-480 SNI 439. 1996. Sediaan Tabir Surya.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Shipp, P. J. 2006. Hair-care Products, Dalam Chemistry and Technology of The
Cosmetics and Toiletries Industry Second Edition. London: Blackie
Academic & Professional.
SNI 439. 1996. Sediaan Tabir Surya. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Suwarto, dkk. 2014. Top 15 Tanaman Perkebunan. Jakarta: Penebar
Swadaya. Suryani, A., Hambali E., Rivai, M. (2002). Teknologi produksi
Surfaktan. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB. Halaman 88-90.
Spiess, E. 1996. Raw Materials, Dalam Chemistry and Technology of The
Cosmetics and Toiletries Industry Second Edition. London: Blackie
Academic & Professional.
Toofan M. & Toofan J. (2015). Tinjauan Singkat Proses Pembersihan untuk
Fabrikasi Perangkat Elektronik, Perkembangan Kontaminasi dan
Pembersihan Permukaan. Metode Pembersihan Basah dan Kering, 185-
2012.
Tranggono, R.I., Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. Halaman 11-13, 23-30, 77-87, 167.
Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas
Indonesia. Halaman 3, 58, 69, 197-198.
WHO. 1998. Quality Control Methods For Medical Plant Materials.Geneva:
World Health Organization. Halaman 28, 31-33.
Wibowo, D. S. 2008. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo. Hal 25-28.
Winarsi H, 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.

53
LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan

54
Lampiran 2. Gambar Mikroskopis Dan Makroskopis Serbuk Kulit Kayu Manis

a. Mikroskopis

Keterangan: 1. Sklereida
2. Idioblas berupa sel minyak dan sklerenkim
3. Sklerenkim

b. Makroskopis
Warna coklat kekuningan atau coklat sampai kemerahan; bau khas;

rasa sedikit manis. Kulit batang menggulung, membujur.

55
Lampiran 3. Gambar Serbuk dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

a. Serbuk Kulit Kayu Manis

b. Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

56
Lampiran 4. Bagan Kerja Penelitian

Simplisia kulit kayu manis

Dihaluskan

Serbuk kulit kayu manis

Karakteristik Serbuk
Skrining Fitokimia Pembuatan Ekstrak
Kulit Kayu Manis

Dibuat
dengan
Meliputi: metode
Makroskopis
maserasi
Mikroskopis Meliputi:
PK. Air Alkaloid
PK. Sari Larut Flavonoid
Air Saponin Ekstrak Etanol
PK. Sari Larut Glikosida Kulit Kayu Manis
Etanol Tanin
PK. Abu Total Steroid /
PK. Abu Tak triterpenoid Dibuat
Larut Asam variasi

Formulasi Sediaan
Sabun cair Ekstrak
Etanol Kulit Kayu
Manis

57
Lampiran 5. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Serbuk kulit kayu manis 1 kg

Dimasukkan ke botol maserasi.


Dimasukkan etanol 96% sebanyak 7,5
liter.
Dibiarkan selama 5 hari di tempat yang
terlindungi dari cahaya sambil sesekali
diaduk
Diserkai

Ampas Maserat I
Dicuci dengan etanol
96% sebanyak 2,5 liter
Didiamkan
Diserkai/disaring
Maserat II

Digabung
Dibiarkan selama 2 hari di tempat
yang terlindung cahaya
Dituangkan/disaring

Filtrat

Diuapkan dengan rotary evaporator


pada suhu 40-60oC hingga setengah
kental
Lalu diuapkan diatas penangas air
hingga diperoleh ekstrak kental

Ekstrak Kental Kulit Kayu Manis

58
Lampiran 6. Gambar Hasil Karakterisasi Serbuk Kulit Kayu Manis

(A)

(B) (C)

(D) (E)

Keterangan:
A : Penetapan kadar air
B : Penetapan sari larut air
C : Penetapan sari larut etanol
D : Penetapan kadar abu total
E : Penetapan kadar abu tak larut asam

59
Lampiran 7. Hasil Skrining Fitokimia Kulit Kayu Manis

A) (B) (C)

(D) (E) (F)

Keterangan:
(A) : Hasil pemeriksaan senyawa alkaloid positif
(B) : Hasil pemeriksaan senyawa flavonoid positif
(C) : Hasil pemeriksaan senyawa glikosida positif
(D) : Hasil pemeriksaan senyawa saponin positif
(E) : Hasil pemeriksaan senyawa tanin positif
(F) : Hasil pemeriksaan senyawa steroid/triterpenoid positif

60
Lampiran 8. Perhitungan Karakteristik Serbuk Kulit Kayu Manis

1. Penetapan kadar air

No. Berat Sampel (gram) Volume Awal (ml) Volume akhir (ml)
1 5,09 2,0 2,6
2 5,00 2,6 3,0
3 5,09 3,0 3,3

1.

2.

3.

4.

2. Perhitungan kadar sari larut air

% Kadar Sari Larut Air =

Berat sampel Berat Cawan Berat cawan + Berat sari


No.
(gram) Kosong (gram) Sari (gram) (gram)
1 5,03 60,6243 60,8218 0,1973
2 5,05 58,5908 58,7890 0,1982
3 5,02 58,2768 58,4738 0,1970

1. Kadar sari larut air =

2. Kadar sari larut air =

3. Kadar sari larut air =

4. Kadar sari larut air rata-rata =

61
Lampiran 8. Perhitungan Karakteristik Serbuk Kulit Kayu Manis

3. Perhitungan kadar sari larut etanol

% Kadar Sari Larut Etanol =

Berat sampel Berat Cawan Berat cawan +


No. Berat sari (gram)
(gram) Kosong (gram) Sari (gram)
1 5,10 103,2298 103,5262 0,2964
2 5,08 48,8324 49,1250 0,2926
3 5,12 45,2474 45,5445 0,2971

1. Kadar sari larut etanol =

2. Kadar sari larut etanol =

3. Kadar sari larut etanol =

4. Kadar sari larut etanol rata-rata =

4. Perhitungan kadar abu total

% Kadar Abu Total = x 100%

Berat sampel Berat Kurs Berat Kurs + Berat Abu


No.
(gram) Kosong (gram) Abu (gram) (gram)
1 2,00 39,4280 39,5751 0,1471
2 2,01 41,0644 41,1926 0,1282
3 2,01 37,3220 37,4722 0,1502

1. Kadar abu total =

2. Kadar abu total =

3. Kadar abu total =

4. Kadar abu total rata-rata

62
Lampiran 8. Perhitungan Karakteristik Serbuk Kulit Kayu Manis

1. Perhitungan kadar abu tidak larut asam

% Kadar Abu Tidak Larut Asam = x 100%

Berat sampel Berat Kurs Berat Kurs + Berat Abu


No.
(gram) Kosong (gram) Abu (gram) (gram)
1 2,00 39,4280 39,4334 0,0054
2 2,01 41,0644 41,0697 0,0053
3 2,01 37,3220 37,3276 0,0056

1. Kadar abu tidak larut asam

2. Kadar abu tidak larut asam

3. Kadar abu tidak larut asam

4. Kadar abu tidak larut asam rata-rata

63
Lampiran 9. Perhitungan Karakteristik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

1. Penetapan kadar air

No. Berat Sampel (gram) Volume Awal (ml) Volume Akhir (ml)
1 5,03 2,0 2,7
2 5, 05 2,7 3,2
3 5,05 3,2 3,9

1.

2.

3.

4.

2. Perhitungan kadar abu total

% Kadar Abu Total = x 100%

Berat sampel Berat Kurs Berat Kurs + Berat Abu


No.
(gram) Kosong (gram) Abu (gram) (gram)
1 2,01 57,5754 57,5802 0,0048
2 2,00 58,1235 58,1278 0,0043
3 2,01 62,8259 62,8310 0,0051

1. Kadar abu total =

2. Kadar abu total =

3. Kadar abu total =

4. Kadar abu total rata-rata

64
Lampiran 9. Perhitungan Karakteristik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

3. Perhitungan kadar abu tidak larut asam

% Kadar Abu Tidak Larut Asam = x 100%

Berat sampel Berat Kurs Kosong Berat Kurs + Abu Berat Abu
No.
(gram) (gram) (gram) (gram)
1 2,01 57,5754 57,5772 0,0018
2 2,00 58,1235 58,1249 0,0014
3 2,01 62,8259 62,8279 0,0020

1. Kadar abu tidak larut asam

2. Kadar abu tidak larut asam

3. Kadar abu tidak larut asam

4. Kadar abu tidak larut asam rata-rata

65
Lampiran 10. Bagan Pembuatan Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit Kayu
Manis

HPMC, Propilen glikol, Metil paraben,


SLES
Propil paraben

Ditimbang. Ditimbang
Dilarutkan HPMC kedalam Dilarutkan
sebagian propilen glikol. dalam sebagian
Dikembangkan dalam akuades sampai
akuades dengan suhu 70 – SLES larut
80oC sambil diaduk hingga sempurna
mengembang.
Dimasukkan metil paraben
dan propil paraben yang
sudah dilarutkan dengan
sedikit propilenglikol
kedalam sediaan.

Massa 1 Massa 2

Ditambahkan ekstrak
etanol kulit kayu manis
yang telah digerus pada
lumpang
Diaduk hingga homogen
Dimasukkan kedalam
wadah Sabun cair

Hasil

66
Lampiran 11. Gambar Alat

Skin analyzer dan moisture checker Neraca Analitik

Penangas Air Alat-alat gelas

Oven Tanur

67
Lampiran 11. Gambar Alat

Rotary Evaporator Spindle Viskometer

68
Lampiran 12. Perhitungan Formula Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit
Kayu Manis

F0 yaitu sediaan sabun cair tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis

- SLES 15%

- HPMC 1,2%

- Propilen glikol 15%

- Propil Paraben 0,02%

- Metil Paraben 0,18%

- Gliserin 12%

- Aquadest

F1 yaitu sediaan sabun cair dengan ekstrak etanol kulit kayu manis 0,3%

- Ekstrak etanol kulit kayu manis 0,3%

- SLES 15%

- HPMC 1,2%

- Propilen glikol 15%

- Propil Paraben 0,02%

- Metil Paraben 0,18%

- Gliserin 12%

- Aquadest

69
Lampiran 12. Perhitungan Formula Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis

F2 yaitu sediaan sabun cair dengan ekstrak etanol kulit kayu manis 0,4%
- Ekstrak etanol kulit kayu manis 0,4%

- SLES 15%

- HPMC 1,2%

- Propilen glikol 15%

- Propil Paraben 0,02%

- Metil Paraben 0,18%

- Gliserin 12%

- Aquadest

F1 yaitu sediaan sabun cair dengan ekstrak etanol kulit kayu manis 0,5%

- Ekstrak etanol kulit kayu manis 0,5%

- SLES 15%

- HPMC 1,2%

- Propilen glikol 15%

- Propil Paraben 0,02%

- Metil Paraben 0,18%

- Gliserin 12%

- Aquadest
+ 0,5

70
Lampiran 13. Gambar Hasil Evaluasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit
Kayu Manis

- Uji Homogenitas

71
Lampiran 14. Gambar Hasil Evaluasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit
Kayu Manis

- Uji Stabilitas

Sediaan sabun cair awal pembuatan

Sediaan sabun cair 12 minggu pembuatan

72
Lampiran 15. Gambar Hasil Evaluasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Kulit
Kayu Manis

Sediaan sabun cair setelah penyimpanan 12 minggu

- Uji Iritasi

73
Lampiran 16. Ethical Clearance

74
Lampiran 17. Contoh Surat Pernyataan Sukarelawan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUKARELAWAN


PENELITIAN
(Informed Consent)

Saya yang bertandatangan di bawah ini,


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No.Telp/HP :
Telah mendapat penjelasan dari peneliti (Magdalena Sitorus) secara jelas
tentang penelitian “Formulasi dan Uji Efektivitas Sabun cair Ekstrak Etanol Kulit
Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) Sebagai Pelembap Kulit” maka dengan ini
saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia untuk diikutsertakan
dalam penelitian tersebut.
Demikian surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, Agustus 2021


Sukarelawan

( )

75
Lampiran 18. Cair Dengan Penambahan Minyak Pada Kertas Saring

a. Konsentrasi 0,3%

Sebelum pengadukan Sesudah pengadukan

b. Konsentrasi 0,4%

Sebelum pengadukan Sesudah pengadukan

c. Konsentrasi 0,5%

Sebelum pengadukan Sesudah pengadukan

76
Lampiran 19. Hasil Pengujian Efektivitas Uji Pembersih Pada Sediaan Sabun
Cair Dengan Penambahan Margarin Pada Kertas Saring

a. Konsentrasi 0,3%

Sebelum pengadukan Sesudah pengadukan

b. Konsentrasi 0,4%

Sebelum pengadukan Sesudah pengadukan

c. Konsentrasi 0,5%

Sebelum pengadukan Sesudah pengadukan

77
Lampiran 20. Hasil Pengujian Efektivitas Kelembapan Dan Kehalusan Pada
Sediaan Sabun Cair Dalam Alat Skin Analyzer Dan Moisture
Checker Dengan Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
0,5% (F3)

a. Kelembapan (moisture)
Kondisi awal

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

78
Lampiran 21. Hasil Pengujian Efektivitas Kelembapan dan Kehalusan Pada
Sediaan Sabun cair dalam Alat Skin Analyzer dan Moisture
Checker dengan Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
0,5% (F3)

b. Kehalusan (eveness)
Kondisi Awal Minggu 1

Minggu 2 Minggu 3

Minggu 4

79

Anda mungkin juga menyukai