Anda di halaman 1dari 110

FORMULASI SEDIAAN OBAT KUMUR EKSTRAK TEH

HIJAU (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:
MASDIARI PANE
NIM 151501045

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI SEDIAAN OBAT KUMUR EKSTRAK TEH
HIJAU (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:
MASDIARI PANE
NIM 151501045

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang

melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul ‘’Formulasi Sediaan Obat Kumur Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis

(L) Kuntze’’. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Berbagai tanaman mempunyai aktivitas antimikroba. Salah satu nya adalah

teh hijau yang dapat membunuh bakteri. Teh hijau memiliki berbagai manfaat,

yaitu membunuh bakteri, mencegah pengeroposan gigi dan nafas tidak sedap.

Tujuan penelitian ini adalah memformulasi serta mengevaluasi sediaan obat kumur

ekstrak teh hijau. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau

dapat di formulasi menjadi sediaan obat kumur yang memiliki pH yang

memenuhi syarat, stabil dalam penyimpanan 12 minggu dan memiliki

aktivitas antibakteri. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat memberi

informasi yang berguna dalam bidang Farmasi.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis menyampaikan

rasa hotmat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Nazliniwaty,

M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi

dengan penuh kesabaran dan keihklasan selama penelitian dan penulisan skripsi

ini berlangsung. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr.

Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku

dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan

skripsi ini, tidak lupa juga terimakasih kepada Ibu Prof. Dr.Masfria, M.S., Apt.,

iv
Universitas Sumatera Utara
selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas penulis selama

masa pendidikan dan penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi Sumatera Utara Yang telah mendidik

selama perkuliaan.

Penulis juga mempersembahkan rasa terimakasih yang tak terhingga

kepada orangtua tercinta Ayahanda Ahmad Jufri Pane, Ibunda Ratna Wati Siregar,

serta Saudara tercinta Abang Jogi Aspan Pane dan Kakak Ns. Nadia Relenia Pane,

S. Kep atas limpahan kasih sayang, doa dan semangat bagi penulis dalam

menempuh dan menyelesaikan pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat seperantauan

SIPIROK GENG dan teman-temanku Sri, Arifin, Anggi, Yuni, Ika, Nurul, Kiki,

Mel, Leli. Teman-temanku di Farmasi Syakira, Nabila, Ana, Desma, Oca,

Seperdopingan KETEH dan teman-teman seperjuangan di Farmasi USU Stambuk

2015 yang telah membantu dalam doa dan selalu memberikan semangat kepada

penulis di dalam proses perjuangan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum

sempurna. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat

bagi kita semua.

Medan, 15 Agustus 2019


Penulis

Masdiari Pane
NIM 151501045

v
Universitas Sumatera Utara
vi
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI SEDIAAN OBAT KUMUR EKSTRAK TEH
HIJAU (Camellia Sinensis (L.) Kuntze)

ABSTRAK

Latar Belakang: Teh hijau memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai
antikanker, antibakteri, serta meningkatkan kekebalan tubuh. Komponen medis
yang penting dari teh hijau adalah polifenol. Polifenol yang paling banyak
ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol, yaitu katekin yang memiliki sifat
sebagai antibakteri yang bisa digunakan sebagai bahan aktif dalam sediaan obat
kumur. Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan sebagai
pembersih untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan kesegaran
nafas.
Tujuan: Memformulasi sediaan obat kumur ekstrak teh hijau serta mengevaluasi
stabilitas fisik dan menguji aktivitas antibakterinya.
Metode: Ekstrak teh hijau dibuat dengan metode maserasi menggunakan etanol
96%, kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator hingga terbentuk
ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak teh hijau di uji aktivitas antibakterinya.
Formula sediaan obat kumur terdiri dari Tween 80, gliserin, sakarin, parfum dan
aquades dibuat dalam 7 formula dengan formula F0 (tanpa ekstrak), dan dengan
berbagai konsentrasi ekstrak teh hijau yaitu konsentrasi 0,5% (F1), 1% (F2), 1,5%
(F3), 2% (F4), 2,5% (F5), dan 5% (F6). Evaluasi sediaan obat kumur yaitu
evaluasi stabilitas fisik meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran pH, dan
pengujian terhadap aktivitas antibakteri.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau memiliki
aktivitas antibakteri yang efektif pada konsentrasi 200 mg/ml pada bakteri
Staphylococcus aureus dan konsentrasi 400 mg/ml pada bakteri Streptococcus
mutans. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau yang dihasilkan memiliki pH
4,5-6,5. Sediaan obat kumur stabil selama penyimpanan 12 minggu yaitu
tidak terjadi perubahan warna, bau, dan konsistensi. Hasil uji aktivitas antibakteri
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan
diameter zona hambat 9,66 mm (2%), 9,96 mm (2,5%), dan 10,2 mm (5%) serta
pada bakteri Streptococcus mutans dengan zona hambat 9,4 mm (2%), 9,56 mm
(2,5%) dan 9,73 (5%).
Kesimpulan: Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau konsentrasi 2%, 2,5% dan 5%
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans.

Kata Kunci: Formulasi, obat kumur, ekstrak teh hijau, antibakteri.

vii
Universitas Sumatera Utara
MOUTHWASH FORMULATION OF GREEN TEA EXTRACT
(Camellia Sinensis(L.) Kuntze)

ABSTRACT

Background: Green tea has several benefits including being an anticancer,


antibacterial, and increasing immunity. An important medical component of green
tea is polyphenols. The most commonly found polyphenols in green tea are
flavanols, which are catechins which have antibacterial properties that can be used
as active ingredients in mouthwash preparations. Mouthwash is a water solution
that is used as a cleanser to improve oral health, aesthetics, and freshness of
breath.
Objective: Formulation of green tea extract mouthwash preparations and
evaluation physical stability and antibacterial activity.
Method: Green tea extract was made by maceration method using ethanol 96%,
then concentrated using a rotary evaporator to form a thick extract. Furthermore,
green tea extracts were tested for antibacterial activity. The mouthwash formula
consists of Tween 80, glycerin, saccharin, perfume and distilled water made in 7
formulas with the formula F0 (without extract), and with various concentrations of
green tea extracts that are concentrations of 0.5% (F1), 1% (F2) , 1.5% (F3), 2%
(F4), 2.5% (F5), and 5% (F6). The evaluation of mouthwash preparations,
consisted of the evaluation of physical stability includes organoleptic observation,
pH measurement, and testing of antibacterial activity.
Results: The results showed that green tea extract had effective antibacterial
activity at a concentration of 200 mg / ml against Staphylococcus aureus bacteria
and a concentration of 400 mg / ml against Streptococcus mutans. Green tea
extract mouthwash preparations produced have a pH of 4.5-6.5. Mouthwash
preparations were stable during 12 weeks of storage that were no change in color,
odor, and consistency. Antibacterial activity test results have antibacterial activity
against Staphylococcus aureus bacteria with inhibition zone diameters of 9.66
mm (2%), 9.96 mm (2.5%), and 10.2 mm (5%) and against Streptococcus mutans
bacteria with inhibition zone of 9.4 mm (2%), 9.56 mm (2.5%) and 9.73 (5%).
Conclusion: Green tea extract mouthwash concentrations of 2%, 2.5% and 5%
have antibacterial activity against the bacteria Staphylococcus aureus and
Streptococcus mutans.

Keywords: Formulations, mouthwash, extract of green tea, antibacterial.

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i


HALAMAN JUDUL.............................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iii
KATA PENGANTAR .........................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................vi
ABSTRAK ...........................................................................................................vii
ABSTRACT ..........................................................................................................viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................3
1.3 Hipotesis Penelitian.........................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian ..........................................................................................4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ...............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................5
2.1 Uraian Tumbuhan............................................................................................5
2.1.1 Morfologi .....................................................................................................5
2.1.2 Klasifikasi .................................................................................................... 5
2.1.3 Sinonim ........................................................................................................ 5
2.1.4 Kandungan Kimia ........................................................................................ 6
2.1.5 Jenis Teh....................................................................................................... 7
2.1.6 Khasiat.......................................................................................................... 8
2.2 Ekstrak............................................................................................................. 9
2.2.1 Pengertian..................................................................................................... 9
2.2.2 Metode ekstraksi .......................................................................................... 9
2.3 Karies Gigi ....................................................................................................10
2.4 Bau mulut ......................................................................................................11
2.5 Bakteri ...........................................................................................................11
2.5.1 Bakteri Staphylococcus aureus ..................................................................12
2.5.1.1 Sistematika bakteri Staphylococcus aureus ............................................12
2.5.1.2 Uraian bakteri Staphylococcus aureus ....................................................12
2.5.2 Bakteri Streptococcus mutans ....................................................................13
2.5.2.1 Sistematika bakteri Streptococcus mutans ..............................................13
2.5.2.1 Uraian bakteri Streptococcus mutans ......................................................13
2.5.3 Penentuan aktivitas antibakteri ..................................................................14
2.5.4 Metode isolasi biakan bakteri.....................................................................15
2.6 Antibakteri.....................................................................................................16
2.7 Obat kumur....................................................................................................16
2.7.1 Defenisi Obat Kumur .................................................................................16
2.7.1 Fungsi Obat Kumur ....................................................................................17
2.7.3 Penggolongan Obat Kumur ........................................................................17
2.7.4 Komposisi Obat Kumur .............................................................................18
2.8 Uraian bahan .................................................................................................19

ix
Universitas Sumatera Utara
2.8.1 Akuades ......................................................................................................19
2.8.2 Gliserin .......................................................................................................19
2.8.3 Oleum camellia ..........................................................................................19
2.8.4 Sakarin........................................................................................................19
2.8.5 Tween 80 ....................................................................................................20
2.9 Evaluasi Obat Kumur ....................................................................................20
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................21
3.1 Alat dan Bahan ..............................................................................................21
3.1.1 Alat .............................................................................................................21
3.1.2 Bahan..........................................................................................................21
3.2 Prosedur Percobaan .......................................................................................22
3.2.1 Pengambilan Sampel ..................................................................................22
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan ...............................................................................22
3.2.3 Pengolahan Sampel ....................................................................................22
3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi .........................................................................22
3.3.1 Pereaksi Asam klorida 2 N.........................................................................22
3.3.2 Pereaksi Asam Sulfat 2N ...........................................................................23
3.3.3 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ...................................................................23
3.3.4 Pereaksi Bouchardat ...................................................................................23
3.3.5 Pereaksi Dragendorff .................................................................................23
3.3.6 Pereaksi Liebermann-Burchard .................................................................23
3.3.7 Pereaksi Mayer ...........................................................................................23
3.3.8 Pereaksi Molish ..........................................................................................23
3.3.9 Pereaksi Natrium Hidroksida 2N ...............................................................24
3.3.10 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M............................................................24
3.4 Pemeriksaan Karakteristik ...........................................................................24
3.4.1 Pemeriksaan Mikroskopik..........................................................................24
3.4.2 Penetapan Kadar Air ..................................................................................24
3.4.3 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ......................................................25
3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol .................................................25
3.4.5 Pentapan Kadar Abu Total .........................................................................26
3.4.6 Penetapan Kadar Abu tidak Larut dalam Asam .........................................26
3.5 Skrining Fitokimia ........................................................................................26
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloida...............................................................................26
3.5.2 Pemeriksaan Glikosida ...............................................................................27
3.5.3 Pemeriksaan Saponin .................................................................................27
3.5.4 Pemerisaan Flavonoid ................................................................................28
3.5.5 Pemeriksaan Tanin .....................................................................................28
3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ..............................................................28
3.6 Pembuatan Ekstrak Teh Hijau .......................................................................28
3.7 Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau ...................................................................29
3.7.1 Penetapan Kadar Air ..................................................................................29
3.7.2 Penetapan Kadar Abu .................................................................................29
3.7.3 Penetapan Kadar Abu tidak Larut dalam Asam .........................................30
3.8 Uji Aktivitas Antibakteri ...............................................................................30
3.8.1 Sterilisasi Alat ............................................................................................30
3.8.2 Pembuatan Media untuk Bakteri Uji ..........................................................30
3.8.3 Pembuatan Agar Miring .............................................................................31
3.8.4 Penyiapan Inokulum..................................................................................31

x
Universitas Sumatera Utara
3.8.4.1 Pembuatan Stok Kultur Bakteri Uji ........................................................31
3.8.4.2 Pembuatan Inokulum bakteri uji ............................................................32
3.9 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Teh Hijau ...................................................32
3.10 Pengujian Aktivitas Antibakteri Terhadap Ekstrak Teh Hijau ...................32
3.10.1 Bakteri Staphylococcus aureus ................................................................32
3.11 Pembuatan Sediaan .....................................................................................33
3.12 Cara Pembuatan Sediaan .............................................................................33
3.13 Evaluasi Sediaan .........................................................................................34
3.13.1 Pemeriksaan Stabilitas Sediaan ................................................................34
3.13.2 Pemeriksaan pH Sediaan ..........................................................................34
3.13.3 Uji Mikrobiologi Sediaan.........................................................................35
3.14.3.1 Bakteri Staphylococcus aureus .............................................................35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................36
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan .........................................................................36
4.2 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Teh Hijau .................................36
4.3 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Teh Hijau ...........................................38
4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Teh Hijau .................................................40
4.5 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau ..............................................40
4.6 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teh Hijau .......................................41
4.7 Hasil Formula Sediaan Obat Kumur .............................................................43
4.8 Hasil Evaluasi Formula .................................................................................43
4.8.1 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Sediaan ........................................................43
4.8.2 Hasil Penentuan pH Sediaan ......................................................................45
4.8.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Obat Kumur................................46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................48
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................49
LAMPIRAN ........................................................................................................52

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

3.1 Komposisi Formula Sediaan ........................................................................ 33


4.1 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Teh Hijau ................................ 36
4.2 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Teh Hijau .......................................... 38
4.3 Hasil Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau ......................................................... 40
4.4 Hasil Pengukuran Rata – rata Diameter Daerah Hambatan Ekstrak
Hijau ............................................................................................................ 42
4.5 Data Pengamatan Perubahan Bentuk, warna dan Bau Sediaan Obat
Kumur Ekstrak Teh Hijau ............................................................................ 43
4.6 Data Pengukuran pH Sediaan....................................................................... 45
4.7 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Obat Kumur Ekstrak Teh
Hijau ............................................................................................................ 46

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

1. Identifikasi Tumbuhan ...................................................................................... 52


2. Gambar Sampel Teh Hijau Merek Prendjak dalam Kemasan .......................... 53
3. Gambar Sampel Teh Hijau ................................................................................ 54
4. Gambar Sampel Teh Hijau yang Telah Diserbukkan ....................................... 55
5. Gambar Mikroskopik Serbuk Simplisia Teh Hijau ........................................... 56
6. Gambar Ekstrak Teh Hijau................................................................................ 57
7. Bagan Kerja Penelitian...................................................................................... 58
8. Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak Teh Hijau.............................................. 63
9. Perhitungan Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Teh Hijau ...................... 64
10.Perhitungan penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia teh hijau ............. 65
11.Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Etanol Serbuk Simplisia
Teh Hijau .......................................................................................................... 66
12. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total Serbuk Simplisia Teh
Hijau ................................................................................................................. 67
13. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total tidak Larut Asam Serbuk
Simplisia Teh Hijau ....................................................................................... 68
14. Perhitungan Penetapan Kadar Air Ekstrak Teh Hijau..................................... 69
15. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total Ekstrak Teh Hijau.......................... 70
16. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total tidak Larut Asam Ekstrak
Teh Hijau ...................................................................................................... 71
17. Sediaan Obat Kumur ....................................................................................... 72
18. Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia dan Ekstrak Teh Hijau ......................... 73
19. Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Teh Hijau ................................... 77
20. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teh Hijau ........................... 79
21. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Obat Kumur
Ekstrak Teh Hijau .......................................................................................... 84
22. Gambar Alat-alat dan Bahan yang Dipakai .................................................... 87
23. Gambar Biakan Bakteri dan Pengenceran Larutan Uji ................................... 90
24 . Data Diameter Daya Hambat Antibakteri Ekstrak Teh Hijau ........................ 92
25. Data Diameter Daya Hambat Antibakteri Sediaan Obat Kumur
Ekstrak Teh Hijau............................................................................................. 93
26. Data Uji pH Sediaan Obat Kumur Ekstrak Teh Hijau .................................... 94

xiii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan rongga mulut merupakan hal yang utama dalam pergaulan sehari-

hari. Pada orang yang sehat, bau mulut yang terjadi umumnya berasal dari dalam

mulut. Hal ini disebabkan oleh pembusukan sisa-sisa makanan oleh bakteri yang

ada didalam rongga mulut (Burdon dan Williams, 1988).

Permukaan rongga mulut banyak terdapat koloni mikroorganisme

diantaranya Streptococcus mutans. Bakteri ini dapat menempel pada permukaan

gigi dan menghidrolisis sisa-sisa makanan yang tertinggal disela sela gigi.

Akhirnya terjadilah akumulasi bakteri pada email gigi sehingga membentuk plak

sebagai pencetus karies gigi dan juga menimbulkan bau yang kurang sedap

(Pintauli dan Hamadah, 2008).

Salah satu cara untuk menghilangkan bau mulut adalah berkumur dengan

pencuci mulut (obat kumur-kumur) yang berguna untuk membersihkan mulut dan

menyegarkan nafas (Aneja et al., 2010). Upaya preventif lainnya yang dilakukan

secara mekanis misalnya menyikat gigi pada waktu yang tepat dengan cara yang

benar (Shahani dan Reddy, 2011).

Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan sebagai pembersih

untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan kesegaran nafas (Power

dan Sakaguchi, 2006). Formulasi obat kumur selain bahan aktif yang umum

digunakan sebagai antibakteri juga digunakan bahan tambahan lain seperti

surfaktan dan koringensia (Mitsui, 1997).

Pemanfaatan tanaman obat lebih diminati karena efek samping kecil dan

relatif aman daripada obat sintesis, namun informasi yang berkembang di

1
Universitas Sumatera Utara
masyarakat hanya sebatas bukti empiris dan belum banyak bukti ilmiah (Juliantina

dkk., 2009).

Berbagai tanaman mempunyai aktivitas antimikroba. Salah satunya adalah

teh hijau yang dapat membunuh bakteri (Triarsari, 2008). Beberapa penelitian

terbaru menyatakan bahwa teh hijau memiliki beberapa manfaat antara lain

sebagai antikanker, antibakteri, serta meningkatkan kekebalan tubuh. Komponen

medis yang penting dari teh hijau adalah polifenol. Polifenol yang paling banyak

ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol, yaitu katekin (Jigisha et al., 2012).

Teh hijau memiliki kandungan polifenol yang lebih besar daripada teh hitam dan

teh olong. Tanaman yang mengandung polifenol memiliki sifat sebagai antibakteri

(Ferrazzano et al., 2011). Mekanisme aktivitas antibakteri dari polifenol

epigalokatekin galat (EGCG) dan epikatekin galat (ECG) pada teh hijau yaitu

dengan berikatan langsung pada lapisan peptidoglikan mengganggu sintesis

dinding sel, sehingga merusak lapisan pelindung bakteri dan dapat mengubah

struktur asam teikoat pada dinding sel (Shimamura et al., 2007).

Berdasarkan uraian tersebut mendorong peneliti untuk membuat sediaan

obat kumur ekstrak teh hijau dengan berbagai konsentrasi pada uji aktivitasnya

terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Penggunaan bakteri

Staphylococcus aureus karena merupakan bakteri patogen utama bagi manusia,

berkolonisasi dalam tubun manusia dan hampir setiap orang akan mengalami

beberapa tipe infeksi yang ditimbulkannya (Jawetz et al., 2001). Bakteri ini

biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas, mulut dan kulit (Aneja et al.,

2010). Dan bakteri Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme yang ada

pada rongga mulut yang sering menimbulkan plak dan karies gigi (Talaro dkk.,

1999 ; Tortora et al., 2001).

2
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah pada

penelitian ini :

1. Apakah ekstrak teh hijau mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans ?

2. Apakah ekstrak teh hijau dapat diformulasikan dalam sediaan obat kumur ?

3. Apakah sediaan obat kumur ekstrak teh hijau mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans ?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan penelitian diatas, maka hipotesis penelitian adalah :

1. Ekstrak teh hijau mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus

aureus dan Streptococcus mutans.

2. Ekstrak teh hijau dapat diformulasikan dalam sediaan obat kumur.

3. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau mempunyai aktivitas antibakteri

terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis diatas, maka tujuan pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak teh hijau terhadap

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.

2. Untuk memformulasi ekstrak teh hijau dalam sediaan obat kumur.

3. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan obat kumur ekstrak teh

hijau terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.

3
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatan daya dan hasil guna dari

ektsrak teh hijau yang dapat digunakan sebagai obat kumur yang aman. Selain itu

juga mampu memberi informasi yang berguna bagi pengembangan tanaman obat

yang berkhasiat sebagai antibakteri dan dapat mengetahui kegunaan dari teh hijau

yang dapat dikembangkan menjadi sediaan obat kumur dalam penggunaannya

untuk mencegah karies gigi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus

dan Streptococcus mutans.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Uji aktivitas
Ekstrak teh hijau Diameter daya
antibakteri:
hambat bakteri
Staphylococcus
aureus dan
Streptococcus
mutans
Formulasi sediaan obat
kumur ekstrak teh hijau

Uji stabilitas - Stabilitas


sediaan obat fisik(konsiste
kumur nsi, warna,
Sediaan obat kumur ekstrak dan bau)
teh hijau - pH
Konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%,
2%, 2,5% dan 5 %
Uji aktivitas
antibakteri:
Staphylococcus Diameter daya
aureus dan hambat bakteri
Streptococcus
mutans

4
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Teh

2.1.1 Morfologi

Tanaman teh umumnya ditanam diperkebunan, dipanen secara manual dan

dapat tumbuh pada ketinggian 200-2.300 mdpl. Tanaman teh berbentuk pohon

kecil karena pemangkasan maka tampak perdu. Bila tidak dipangkas akan tumbuh

kecil ramping dengan tinggi 5-10 meter, dengan bentuk tajuk seperti kerucut.

Batang tegak, berkayu, bercabang – cabang ujung ranting dan daun muda

berambut halus. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk pembuatan

minuman teh (Setiawan, 1999).

2.1.2 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Subkelas : Dicotyledoneae

Ordo : Ericales

Famili : Theaceae

Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis (L) Kuntze

(Depkes RI, 2001).

2.1.3 Sinonim

Camellia bohea Griff., C. Sinensis (L) O.K., C theofera Dyer.,Thea sinensis

L., T. Assamica Mast., T. Cochinchnensis Lour., T.cantoniensis Lour., T. Chinensis

Sims., T. Viridis L (Setiawan, 1999).

5
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Kandungan Kimia

Bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat digolongkan menjadi empat

kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi penyebab

aroma, dan enzim. Substansi fenol terdiri dari katekin (polifenol) dan flavanol.

Substansi bukan fenol terdiri dari karbohidrat, pektin, alkaloid, klorofil dan zat

warna lain, asam-asam amino, resin, vitamin, dan mineral (Syah, 2006).

Zat bioaktif yang ada dalam teh, terutama merupakan flavonoid.

Flavonoid yang secara luas tersebar dalam berbagai tanaman ini, berdasarkan

struktur dan konformasi ring C molekul dasarnya, dan dapat digolongkan menjadi

6 kelas, yaitu flavone, flavanone, isoflavone, flavonol, flavanol, dan

antocyanin. Adapun flavonoid yang ditemukan pada teh terutama flavanol dan

flavonol (Hartoyo, 2003).

Katekin (polifenol) pada teh/pucuk segar di Indonesia berkisar antara

7.02-14.6% dari berat kering. Katekin utama dalam daun teh segar atau teh hijau

adalah epigalokatekin galat (EGCG), epigalokatekin (EGC), epikatekingalat

(ECG), epikatekin (EC). Katekin teh bersifat antimikroba (bakteri dan virus),

antioksidan, antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, memperlancar sekresi air

seni, dan menghambat pertumbuhan sel kanker (Syah, 2006). Komponen medis

yang penting dari teh hijau adalah polifenol. Polifenol yang paling banyak

ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol, yaitu katekin (Jigisha et al., 2012).

Teh hijau memiliki kandungan polifenol yang lebih besar daripada teh hitam dan

teh oolong. Tanaman yang mengandung polifenol memiliki sifat sebagai

antibakteri (Ferrazzano et al., 2011).

6
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Jenis Teh

Berdasarkan proses pengolahannya, jenis teh dapat dibedakan menjadi

teh tanpa fermentasi (teh putih dan teh hijau), teh semi fermentasi (teh oolong),

serta teh fermentasi (teh hitam). Belakangan istilah fermentasi menjadi kurang

populer dan diganti dengan istilah yang lebih tepat, yaitu oksidasi enzimatis

atau disingkat menjadi oksimatis. Semua jenis teh dihasilkan dari bahan baku

yang sama yaitu tanaman teh atau Camellia sinensis (Rohdiana, 2015).

Proses pengolahan teh

Pelayuan Pengeringan Teh putih

Pelayuan Penggulungan Pengeringan Teh hijau

Pelayuan Penggulungan

Semi oksimatis P enggulungan Teh oolong

Pelayuan P enggulungan

oksimatis Penggulungan Teh hitam

1. Teh hijau

Secara umum, teh hijau dibedakan menjadi teh hijau China (Panning

Type) dan teh hijau Jepang (Steaming Type). Baik teh hijau China

maupun Jepang, prinsip dasar proses pengolahannya adalah inaktivasi enzim

polifenol oksidase untuk mencegah terjadinya oksimatis yang merubah

polifenol menjadi senyawa oksidasinya berupa teaflavin dan tearubigin. Daun

teh yang sudah dilayukan, kemudian digulung dan dikeringkan sampai kadar

air tertentu (Rohdiana, 2015).

7
Universitas Sumatera Utara
2. Teh putih

Di antara jenis teh yang ada, teh putih atau white tea merupakan teh dengan

proses pengolahan paling sederhana, yaitu pelayuan dan pengeringan. Bahan

baku yang digunakan untuk proses pembuatan teh putih inipun hanya berasal

dari pucuk dan dua daun dibawahnya. Pelayuan dapat dilakukan dengan

memanfaatkan panas dari sinar matahari. Biasanya proses pelayuan ini mampu

mengurangi kadar air sampai 12%. Selanjutnya, daun teh yang sudah layu

dikeringkan menggunakan mesin pengering. Pucuk teh kemudian akan menjadi

jenis mutu silver needle, sedangkan dua daun di bawahnya akan menjadi white

poeny (Rohdiana, 2015).

3. Teh oolong

Setelah sampai di pabrik, daun teh sesegara mungkin dila yukan dengan

menfaatkan panas dari sinar matahari sambil digulung halus secara manual

menggunakan tangan ataupun menggunakan mesin.Tujuan penggulungan

halus ini adalah untuk mengoksidasi sebagian polifenol yang terdapat dalam

daun teh. Proses ini dikenal sebagai proses semi oksimatis. Setelah dipandang

cukup semi oksimatisnya, daun teh kemudian dikeringkan (Rohdiana, 2015).

4. Teh hitam

Dibandingkan dengan jenis teh lainnya, teh hitam adalah teh yang paling

banyak diproduksi yaitu sekitar 78%, diikuti teh hijau 20% kemudian sisanya

adalah teh oolong dan teh putih yaitu 2%. Warna coklat dan hitam pada teh

hitam sangat dipengaruhi oleh adanya feofirbid fan feofitin (Rohdiana, 2015).

2.1.6 Khasiat

Dari beberapa penelitian dijelaskan bahwa teh hijau telah berkhasiat dalam

meningkatkan kesehatan. Adapun beberapa khasiat teh hijau adalah sebagai

8
Universitas Sumatera Utara
berikut :

1. Sebagai antioksidan

2. Anti hipertensi dan penyakit kardiovaskuler

3. Proteksi terhadap sinar ultraviolet

4. Mengontrol berat tubuh

5. Anti bakterial dan anti aktifitas virus

6. Meningkatkan kesehatan mulut

7. Anti peradangan

(Cabrera et al., 2006; McKay et al., 2002)

2.2 Ekstrak

2.2.1 Pengertian

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan

diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan

pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Sudjadi, 1998).

2.2.2 Metode ekstraksi

Beberapa metode ekstraksi, yaitu:

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan menggunakan pelarut dengan

beberapakali pengadukan pada temperatur ruangan (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia yang akan

9
Universitas Sumatera Utara
diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator, tetapi

dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari sekurang-

kurangnya selama 3 jam. Bila serbuk simplisia tersebut langsung dialiri

dengan cairan penyari, maka cairan penyari tidak dapat menembus

keseluruh sel dengan sempurna (Depkes, 1979).

3. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi

ekstraksi kontiniu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya

pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

4. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama

waktu tertentu dalam jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan

adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

5. Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik dengan pengadukan pada temperatur

yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-500C (Ditjen POM, 2000).

2.3 Karies Gigi

Karies gigi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya interaksi

antara bakteri plak, gigi dan lingkungan. Plak gigi merupakan suatu lapisan tipis

dan padat yang menutupi permukaan email gigi yang mengandung bebagai

macam kuman. Bakteri yang mendominasi pada plak adalah Streptococcus

mutans yang merupakan bakteri yang kariogenik karena mampu segera

10
Universitas Sumatera Utara
membentuk asam dari karbohidrat yang dapat diragikan. Bakteri ini dapat tumbuh

subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena

kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel. Plak makin lama makin tebal,

sehingga terbentuk karies gigi (Melani, 1988).

2.4 Bau Mulut

Bau mulut adalah suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan bau

kurang sedap yang berasal dari dalam mulut. Penyebabnya berasal dari sisa-sisa

makanan yang tertinggal didalam rongga mulut yang diproses oleh

mikroorganisme rongga mulut. Kondisi mulut juga dapat memicu terjadinya bau

mulut, diantaranya meningkatnya jumlah bakteri dalam rongga mulut, kurangnya

flowsaliva, berhentinya aliran saliva dan pH mulut yang bersifat alkali (Widagdo

dan Suntya, 2007).

2.5 Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu, berbentuk bola, batang atau

spiral berdiameter sekitar 0,5-1,0 µm dan panjangnya1,5-2,5 µm. Berkembang

biak dengan cara membelah diri, serta demikian kecilnya hanya dapat dilihat

dengan menggunakan mikroskop (Dwijoseputro, 1978).

Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dipengaruhi oleh :

1. Nutrisi

Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen,

sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi,

tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan

pertumbuhannya.

11
Universitas Sumatera Utara
2. Keasaman dan kebasaan (pH)

Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5.

Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau

sangat alkali.

3. Temperatur

Suhu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri.

Setiap spesies bakteri dapat tumbuh pada kisaran suhu tertentu.

4. Oksigen

Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya oksigen dan sebaliknya

spesies lain akan mati

5. Tekanan Osmosa

Osmosis adalah perpindahan air melewati suatu membran semipermeabel

karena keseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik bagi

bakteri adalah medium yang isotonis dengan isi sel bakteri (Pelczar et al.,

1986)

2.5.1 Bakteri Staphylococcus aureus

2.5.1.1 Sistematika bakteri Staphylococcus aureus

Kingdom : Monera

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Familia : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

(Dwidjoseputro, 1978).

12
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.2 Uraian bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, berbentuk bola

atau kokus, berkelompok tidak teratur, diameter 0,8-1,0 µm, tidak membentuk

spora dan tidak bergerak (Jawetz et al., 2001). Bakteri ini menghasilkan pigmen

berwarna kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora, umumnya

tumbuh berpasangan maupun berkelompok, tumbuh dengan baik pada suhu


0 0
37 C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 C) (Brooks

dkk., 2007). Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas, mulut

dan kulit, dapat juga ditemukan diudara dan lingkungan sekitar (Aneja et al.,

2010).

2.5.2 Bakteri Streptococcus mutans

2.5.2.1 Sistematika bakteri Streptococcus mutans

Kingdom : Monera

Divisi : Schizophyta

Kelas : Shizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Lactobacillaceae

Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus mutans

(Dwidjoseputro, 1978).

2.5.2.2 Uraian bakteri Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat

nonmotil, berdiameter 1-2 µm berbentuk bulat atau bulat telur, tersusun dalam
o
bentuk rantai, tidak membentuk spora, tumbuh optimal pada suhu 18- 40 C,

13
Universitas Sumatera Utara
biasanya ditemukan pada rongga mulut manusia dan menjadi yang paling

kondusif menyebabkan bau mulut dan karies untuk email gigi (Pratiwi, 2008).

Bakteri Streptococcus mutans ini mampu menempel pada permukaan gigi

dan menghidrolisis sisa makanan menjadi komponen glukosa dan fruktosa

kemudian oleh enzim glukosil transferase dan fruktosil transperase akan diubah

menjadi dekstran dan fruktan. Oleh karena kemampuan ini, Streptococcus mutans

dapat menyebabkan melekatnya bakteri dan sisa-sisa makanan pada email gigi.

Pada akhirnya terjadilah akumulasi bakteri, dekstran dan fruktan pada permukaan

email gigi sehingga membentuk plak sebagai pencetus karies gigi dan

menimbulkan bau yang kurang sedap (Tortora et al., 2001).

2.5.3 Penentuan Aktivitas Antibakteri

Penentuan aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu

metode difusi dan metode dilusi (Pratiwi, 2008).

a. Metode difusi diantaranya:

1. Metode disk diffusion (tes Kirby & Baeur) menggunakan piringan yang berisi

agen antibakteri, kemudian diletakkan pada media agar yang sebelumnya telah

ditanami bakteri sehingga agen antibakteri dapat berdifusi pada media agar

tersebut. Metode ini cukup sederhana dan menggunakan media selektif.

Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan bakteri oleh agen

antibakteri pada permukaan media agar.

2. Metode E - test digunakan untuk mengestimasi Konsentrasi Hambat Minimum

(KHM), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antibakteri untuk dapat

menghambat pertumbuhan bakteri. Pada metode ini digunakan strip plastik

yang mengandung agen antibakteri dari kadar terendah sampai tertinggi dan

diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami bakteri

14
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang

menunjukkan kadar agen antibakteri yang menghambat pertumbuhan bakteri

pada media agar.

3. Ditch-plate technique. Pada metode ini sampel uji berupa agen antibakteri yang

diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam

cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan bakteri uji (maksimum 6

macam) digoreskan kearah parit berisi agen antibakteri tersebut.

4. Cup-plate technique. Metode ini serupa dengan disk diffusion dimana dibuat

sumur pada media agar yang telah ditanami dengan bakteri dan pada sumur

tersebut diberi agen antibakteri yang akan diuji (Pratiwi, 2008).

b. Metode dilusi diantaranya:

1. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution). Metode ini digunakan

untuk mengukur Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Cara yang dilakukan

adalah dengan membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair

yang ditambahkan dengan bakteri uji. Larutan uji agen antibakteri pada kadar

terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan

sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya

dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun agen

antibakteri, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat

jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM.

2. Metode dilusi padat (solid dilution test). Metode ini serupa dengan metode

dilusi cair namun menggunakan media padat (solid) (Pratiwi, 2008).

2.5.4 Metode Isolasi Biakan Bakeri

1. Cara gores

Ose yang telah steril dicelupkan kedalam suspensi mikroorganisme yang

15
Universitas Sumatera Utara
diencerkan, kemudian dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling

menutupi di atas permukaan agar-agar yang telah padat.

2. Cara sebar

Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara merata

dengan menggunakan hockeystick pada permukaan media padat.

3. Cara tuang

Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri steril

dan dicampurkan dengan medium agar-agar cair, kemudian dibiarkan

memadat. Koloni yang berkembang akan tertanam didalam media (Stanier

dkk., 1982).

2.6 Antibakteri

Antibakteri merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau

bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba

merugikan. Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri diantaranya yaitu

menghambat sintesis dinding sel, menghambat keutuhan permeabilitas dinding

sel bakteri, menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat

dan protein (Dwidjoseputro, 1978). Berdasarkan sifat toksisistas selektif,

aktivitas antibakteri ada yang bersifat menghambat pertumbuhan (bakteriostatik),

dan ada yang bersifat membunuh mikroba (bakterisid) (Pratiwi, 2008).

2.7 Obat Kumur

2.7.1 Defenisi Obat Kumur

Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan sebagai pembersih

untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan kesegaran nafas

16
Universitas Sumatera Utara
(Power dan Sakaguchi, 2006). Obat kumur (gargarisma/gargle) adalah sediaan

berupa larutan, umumnya pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum

digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan (Ditjen

POM, 1979). Obat kumur merupakan salah satu alternatif pencegahan dan

perawatan infeksi mulut serta menjaga kebersihan rongga mulut, karena obat

kumur mampu mengurangi jumlah mikroorganisme didalam mulut dan

membersihkan sisa – sisa makanan yang mungkin masih tertinggal setelah

pembersihan secara mekanis (Wilkins, 1991).

2.7.2 Fungsi Obat Kumur

Obat kumur sama seperti pasta gigi mempunyai fungsi yang dapat

dikategorikan sebagai kosmetik, terapeutik, atau keduanya. Keefektifan obat

kumur yang lain adalah kemampuannya menjangkau tempat yang paling sulit

dibersihkan dengan sikat gigi dan dapat merusak pembentukan plak, tetapi

penggunaannya tidak bisa sebagai subtitusi sikat gigi (Claffey, 2003). Obat kumur

mengandung zat antibakteri yang mencegah karies gigi dan penyakit periodontal

(Mitsui, 1997). Obat kumur antibakteri bertujuan untuk mengurangi jumlah

bakteri yang ada didalam mulut dan menghambat pembentukan plak gigi

(Wilkins, 1991).

2.7.3 Penggolongan Obat Kumur

Berdasarkan komposisinya, obat kumur digolongkan dalam berbagai jenis,

yaitu :

1. Obat kumur untuk kosmetik terdiri atas air, flavor, dan zat pewarna,

mengandung surfaktan dengan tujuan meningkatkan kelarutan.

2. Obat kumur yang mempunyai tujuan utama untuk menghilangkan bakteri yang

biasanya terdapat dalam jumlah besar disaluran nafas.

17
Universitas Sumatera Utara
3. Obat kumur yang bersifat sebagai astringent, dengan maksud memberi efek

langsung pada mukosa mulut, juga mengurangi flokulasi protein ludah

4. Obat kumur yang pekat yang penggunaannya perlu diencerkan terlebih dahulu.

5. Obat kumur untuk terapeutik, diformulasikan untuk meringankan infeksi,

mencegah karies gigi dan untuk meringankan kondisi patologis pada mulut,

gigi atau tenggorokan (Saragin dan Gershon, 1972).

Obat kumur dalam penggunaanya dibedakan menjadi 3 yaitu :

1. Sebagai kosmetik, hanya membersihkan, menyegarkan, dan/atau

menghilangkan bau mulut.

2. Sebagai terapeutik, untuk perawatan penyakit pada mukosa atau ginggiva,

pencegahan karies gigi atau pengobatan infeksi saluran pernafasan

3. Sebagai kosmetik dan terapeutik (Sagarin dan Gerson, 1972).

2.7.4 Komposisi Obat Kumur

Menurut Powers dan Sakaguchi (2006), komposisi obat kumur terdiri atas

tiga komponen utama yaitu :

1. Bahan aktif

Secara spesifik dipilih untuk kesehatan rongga mulut seperti antikaries,

antimikroba, dan pemberian flouride.

2. Pelarut

Biasanya air atau alkohol, alkohol digunakan untuk melarutkan bahan aktif,

bahan perasa atau bahan-bahan tambahan lain untuk memperlama masa

pe n yi m pa n an.

3. Surfaktan.

Untuk menghilangkan plak pada gigi dan melarutkan bahan lain.

Sebagai bahan tambahannya digunakan flavouring agent seperti mentol, timol

18
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan untuk menyegarkan nafas. Bahan-bahan lain yang dapat

ditambahkan yakni humektan, surfaktan, bahan antimikroba, dan pemanis.

2.8 Uraian Bahan

2.8.1 Akuades

Akuades digunakan sebagai bahan baku dan pelarut dalam pengolahan,

formulasi dan pembuatan produk farmasi, bahan farmasi aktif dan reagen analitis.

Akuades digunakan sebagai pelarut produk obat dan sediaan farmaseutikal (Rowe

et al., 2009).

2.8.2 Gliserin

Pemeriannya yaitu cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis,

hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopis dan netral

terhadap lakmus. Kelarutannya yaitu dapat bercampur dengan air dan etanol

(Ditjen POM, 1995). Gliserin digunakan secara luas pada formulasi farmasetikal

meliputi sediaan oral, telinga, mata, topikal dan parenteral. Pada sediaan

topikal dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien.

Konsentrasi gliserin yang dapat digunakan adalah ≤ 30% (Rowe et.al., 2009).

Gliserin dalam mouthwash digunakan untuk menjaga agar zat aktif tidak menguap

dan memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam jangka lama (Jackson, 1995).

2.8.2 Oleum camellia

Ol. camellia adalah derivat minyak yang terbuat dari daun Camellia

sinensis. Digunakan sebagai emolien, antioksidan, dan pewangi pada sediaan

kosmetik (Michael dan Ash, 2004).

2.8.3 Sakarin

Sakarin merupakan serbuk atau hablur putih, tidak berbau atau berbau

19
Universitas Sumatera Utara
aromatik lemah. Dalam bentuk larutan encer rasanya sangat manis (Ditjen POM,

1995). Sakarin merupakan salah satu bahan pemanis yang digunakan dalam

produk makanan dan minuman, produk kesehatan seperti obat kumur dan pasta

gigi. Bahan ini digunakan untuk melapisi berbagai karakteristik rasa yang kurang

menyenangkan atau meningkatkan sistem aroma. Dalam formulasi oral, sakarin

digunakan pada konsentrasi 0,02-0,5 (Rowe et al., 2009).

2.8.4 Tween 80

Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama

kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah

C64H124O26 merupakan cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning muda

hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit, dan hangat (Rowe et al., 2009).

Tween merupakan surfaktan yang luas digunakan dalam farmasi, karena relatif

aman, tidak toksik dan tidak mengiritasi. Dalam formulasi, tween digunakan

sebagai zat pembasah, pelarut, dan pensuspensi dengan konsentrasi 0,01-12%

(Agoes, 2006).

2.9 Evaluasi Obat Kumur

Evaluasi sediaan obat kumur dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari

suatu sediaan larutan selama waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi ini dapat

dilakukan melalui pengamatan secara organoleptis (rasa, bau, dan warna),

pengamatan secara kimia (pengukuran pH) (Martin dkk., 1993).

20
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian ini meliputi

penyiapan bahan, identifikasi sampel, pembuatan ekstrak, pengujian aktivitas

antibakteri ekstrak teh hijau terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus

mutans, pembuatan sediaan obat kumur, dan dilakukan evaluasi sediaan meliputi

pemeriksaan uji stabilitas sedian, uji pH, dan uji aktivitas antibakteri dari sediaan

obat kumur tersebut. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia,

Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Farmasetika Dasar Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat alat gelas, alat

maserasi, alat penetapan kadar air, aluminium foil, alu, autoklaf, batang pengaduk,

blue tip, botol kaca, benang wol, blender, bunsen, cawan penguap yang berdasar

rata, cawan petri, erlenmeyer, inkubator, jangka sorong, jarum ose, kaca arloji,

kain kasa, kapas streril, kertas perkamen, LAC, lemari pendingin, lumpang,

mikroskop, mikro pipet, neraca kasar, neraca analitik, oven, penangas air, pH

meter, pinset, pipet tetes, spatula, spektrofotometer, tabung reaksi dan vial.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, teh hijau merek

Prendjak, etanol 96%, bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Streptococcus

mutans, larutan BaCl2, larutan H2SO4, nutrient agar, nutrient broth, sakarin, tween

80, pewangi, larutan dapar asam pH 4,01, larutan dapar standard netral pH 7,01,

bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa, kecuali dinyatakan lain : alfa

21
Universitas Sumatera Utara
naftol, asam klorida, asam asetat anhidrida, asam titrat pekat, besi (III) klorida,

bismuth (III) nitrat pekat, n-heksan, iodium, isopropanol, kalium iodida,

kloroform, listerine, metanol, kristal narium hidroksida, raksa (II) klorida, serbuk

magnesium, timbal (II) asetat, amil alkohol dan toluen.

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pengambilan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan

dengan merek yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah teh

hijau merek Prendjak yang diperoleh dari Pondok Indah Pasar Buah, Kota Medan,

Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium

Herbarium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Univeritas

Sumatera Utara.

3.2.3 Pengolahan Sampel

Sampel teh hijau diserbukkan terlebih dahulu dengan menggunakan blender

menjadi serbuk kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.

3.3. Pembuatan Pereaksi

3.3.1 Pereaksi Asam Klorida 2N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam akuades hingga

volume 100 ml (Ditjen POM RI, 1979).

22
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Pereaksi Asam Sulfat 2N

Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan akuades

hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1979).

3.3.3 Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml

(Ditjen POM RI, 1995).

3.3.4 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam akuades,

ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml

(Ditjen POM RI, 1979).

3.3.5 Pereaksi Dragendorff

Campurkan 20 ml larutan bismuth nitrat P 40% dalam asam nitrat P dengan

50 ml larutan iodida P 54,4% hingga memisah sempurna, ambil larutan jernih

(Ditjen POM RI, 1995).

3.3.6 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 ml etanol 96%,

kemudian tambahkan 5 ml asetat anhidrida dinginkan (Ditjen POM RI, 1995).

3.3.7 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,35 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml akuades. Pada

wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml akuades, keduanya

dicampurkan, dan ditambahkan akuades hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).

3.3.8 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g alfanaftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat

0,5 N hingga volume 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).

23
Universitas Sumatera Utara
3.3.9 Pereaksi Natrium Hidroksida 2N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidkroksida dilarutkan dalam akuades

hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1979).

3.3.10 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam akuades bebas

karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan mikroskopik,

penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut

etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam

(Ditjen POM RI, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia teh hijau.

Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan

kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah

mikroskop.

3.4.2 Penetapan Kadar Air

Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci, dibilas

dengan air, dan dikeringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu yang telah

kering dimasukkan sejumlah zat yang akan ditimbang seksama, yang diperkirakan

mengandung 2 ml sampai 4 ml air. Dimasukkan ± 200 ml toluen ke dalam labu,

kemudian alat dihubungkan. Toluen dituangkan ke dalam tabung penerima

melalui alat pendingin kemudian labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit.

Setelah toluen mendidih, pengulangan dimulai dengan kecepatan ± 2 tetes/detik

24
Universitas Sumatera Utara
hingga sebagian besar air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan

hingga 4 tetes/detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci

dengan toluen sambil dibersihkan. Penyulingan dilangsungkan selama 5 menit dan

tabung penerima dibiarkan mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluen

memisah sempurna, kadar air simplisia dihitung dalam persentase (Haryoto dan

Priyanto, 2018).

3.4.3 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam akuades sampai 1 L) dengan menggunakan

botol bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian

dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga

kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu

dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari

yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes,

1995).

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100

ml etanol 96% dengan menggunakan botol bersumbat sambil sesekali dikocok

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak

20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah

dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C sampai

diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

25
Universitas Sumatera Utara
3.4.5 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia teh hijau ditimbang seksama dimasukkan

dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar

perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 6000 C selama

3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar

abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu tidak Larut dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam

205 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,

kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung bahan yang dikeringkan diudara (Depkes RI, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia teh hijau meliputi pemeriksaan senyawa

alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, tanin dan steroid/tritepenoid (Depkes RI,

1995, Farnsworth, 1966).

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia teh hijau ditambahkan 1 ml asam klorida 2N

dan 9 ml akuades, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan

disaring. Filtrat di pakai untuk tes alkaloid.

Diambil 3 tabung reaksi, lalu kedalam masing-masing tabung reaksi

dimasukkan 0,5 ml filtrat pada tabung :

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

26
Universitas Sumatera Utara
c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer

Alkaloid disebut posiif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit

pada tabung dari percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia teh hijau disari dengan 30 ml campuran

etanol 96% dengan air suling (7:3), ditambahkan asam sulfat pekat hingga

diperoleh pH 2, kemudian direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring.

Sebanyak 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat

0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml

campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali.

Kumpulan sari air diuapkan dengan temperatur tidak lebih dari 50 oC. Sisanya

dilarutkan dalam 2 ml metanol. Sari air dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu

diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi

Molish. Ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung,

terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula;

Sari pelarut organik diuapkan di atas penangas air. Larutkan sisa dalam 5 ml asam

asetat anhidrat. Ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, akan terjadi warna biru

atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (Depkes, 1995).

3.5.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia teh hijau dimasukkan kedalam tabung

reaksi dan dtambahkan 10 ml akuades panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-

kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi

1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida N, bila buih tidak hilang

menunjukan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

27
Universitas Sumatera Utara
3.5.4 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia teh hijau ditambahkan 100 ml air panas,

dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang

diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml

asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah,

Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuniing, jingga pada lapisan amil

alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 1 g serbuk simplisia teh hijau disari dengan 10 ml akuades,

disaring lalu filtratnya diencerkan dengan akuades sapai tidak berwarna. Diambil

ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi

warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1979).

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia teh hijau dimaserasi dengan n heksan selama

2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam

sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid dan timbul

warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Farnsworth,

1966).

3.6. Pembuatan Ekstrak Teh Hijau

Serbuk simplisia diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut

etanol 96%. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979) caranya adalah

sebagai berikut : Masukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan

derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian

penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk,

28
Universitas Sumatera Utara
kemudian diserkai dan diperas. Dicuci ampas dengan cairan penyari secukupnya

dalam bejana tertutup, hingga diperoleh 100 bagian. Biarkan di tempat sejuk,

terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring. Maserat lalu

diuapkan dengan rotary evaporator pada temperatur 40-50 oC sampai diperoleh

ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

3.7 Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau

3.7.1 Kadar Air

Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci, dibilas

dengan air, dan dikeringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu yang telah

kering dimasukkan sejumlah zat yang akan ditimbang seksama, yang diperkirakan

mengandung 2 ml sampai 4 ml air. Dimasukkan ± 200 ml toluen ke dalam labu,

kemudian alat dihubungkan. Toluen dituangkan ke dalam tabung penerima

melalui alat pendingin kemudian labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit.

Setelah toluen mendidih, pengulangan dimulai dengan kecepatan ± 2 tetes/detik

hingga sebagian besar air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan

hingga 4 tetes/detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci

dengan toluen sambil dibersihkan. Penyulingan dilangsungkan selama 5 menit dan

tabung penerima dibiarkan mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluen

memisah sempurna, kadar air simplisia dihitung dalam persentase (Haryoto dan

Priyanto, 2018).

3.7.2 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2,5 gram ekstrak kental ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam

kurs porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen

bersama isinya dipijarkan perlahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang

29
Universitas Sumatera Utara
sampai diperoleh bobot yang tetap kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.7.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,

disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Residu dan kertas saring

dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, didinginkan dan ditimbang

beratnya. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.8 Uji Aktivitas Antibakteri

3.8.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan

terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven pada

suhu 1700C selama 1 jam. Media disterilkan diautoklaf pada suhu 1210C selama

15 menit. Jarum ose dan pinset dengan lampu bunsen (Lay dan Sugiyo, 1994).

3.8.2 Pembuatan Media untuk Bakteri Uji

3.8.2.1 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Komposisi: Lab – lemco powder 1,0 g

Yeast extract 2,0 g

Peptone 5 ,0 g

Sodium Chlorida 5,0 g

Agar 15,0 g

Cara pembuatan : Sebanyak 28 g serbuk Nutrient agar (NA) dilarutkan dalam air

suling hingga 1 liter dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut

30
Universitas Sumatera Utara
sempurna. Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15

menit (Difco Laboratories, 1997).

3.8.2.2 Pembuatan Media Nutrient Broth (NB)

Komposisi: Lab-lamco 1,0 g

Yeast extract 2,0 g

Peptone 5,0 g

Sodium chloride 5,0 g

Cara pembuatan : Sebanyak 13 g serbuk nutrient broth dilarutkan dalam akuades

steril sedikit demi sedikit kemudian volumenya dicukupkan hingga 1 L dengan

bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna. Kemudian disterilkan di

autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Difco Laboratories, 1997).

3.8.3 Pembuatan Agar Miring

Sebanyak 3 ml media nutrient agar cair, dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, diletakkan pada sudut kemiringan 30°– 45°, dibiarkan memadat, kemudian

disimpan dilemari pendingin (Lay dan Sugiyo, 1994).

3.8.4 Penyiapan Inokulum

3.8.4.1 Pembuatan Stok Kultur Bakteri Uji

a. Bakteri Staphylococcus aureus

Biakan Staphylococcus aureus dari biakan murni diambil dengan jarum ose

yang sudah disterilkan di api bunsen lalu diinokulasikan pada permukaan media

nutrient agar miring, kemudian diinkubasikan di inkubator pada suhu 350C ± 2

selama 24 jam.

b. Bakteri Streptococcus mutans

31
Universitas Sumatera Utara
Biakan Streptococcus mutans dari biakan murni diambil dengan jarum ose

yang sudah disterilkan lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar

miring, kemudian diinkubasikan di inkubator pada suhu 350C ± 2 selama 24 jam.

3.8.4.2 Penyiapan Inokulum

Koloni bakteri di ambil dari stok kultur dengan jarum ose steril lalu

disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan nutrient broth,

kemudian di vortex, diukur kekeruhannya pada gelombang 580 nm dengan

spektrofotometer visible, sampai diperoleh transmitan 25% (konsentrasi bakteri

1,0 x 106 CFU/ml) (Ditjen POM, 1995).

3.9 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Teh Hijau

Ekstrak teh hijau ditimbang 5 g dilarutkan dalam etanol 96% hingga 10 ml

maka konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml. Kemudian dibuat pengenceran

selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml; 300 mg/ml;

200 mg/ml; 100 mg/ml; 75 mg/ml; 50 mg/ml; 25 mg/ml; 15 mg/ml; 10 mg/ml; 5

mg/ml, 4 mg/ml, 3 mg/ml, 2 mg/ml, dan 1 mg/ml.

3.10 Pengujian Aktivitas Antibakteri Terhadap Ekstrak Teh Hijau

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap ekstrak teh hijau dengan

berbagai konsentrasi. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar.

3.10.1 Bakteri Staphylococcus aureus

Sebanyak 0,1 ml inokulum bakteri Staphylococcus aureus dimasukkan ke

dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 15 ml

dengan suhu 45 – 50oC. Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja

laminar airflow cabinet, agar media dan suspensi bakteri tercampur rata.

32
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya pencadang kertas yang telah direndam di dalam larutan uji ekstrak teh

hijau diletakkan pada permukaan media yang telah padat, kemudian diinkubasi

dalam inkubator pada suhu 35 ± 2oC selama 18 jam, setelah itu diukur diameter

daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan

menggunakan jangka sorong (Depkes RI, 1995). Dengan cara yang sama

dilakukan terhadap bakteri Streptococcus mutans.

3.11 Pembuatan Sediaan

Formula sediaan obat kumur-kumur menurut Zhang et al., (2005) terdiri dari

Ornidazole 0,5% (bahan aktif), Tween 80 0,2% (Surfaktan), Mentol 0,02%

(odoris), dan Akuades (pelarut).

Tabel 3.1 Komposisi formula modifikasi sediaan obat kumur


Bahan Blanko F1 F2 F3 F4 F5 F6

Ekstrak Teh Hijau 0% 0,5% 1% 1,5% 2% 2,5% 5%

Sakarin 0,3% 0,3% 0,3% 0,3% 0,3% 0,3% 0,3%

Tween 80 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%

Gliserin 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1%

Oleum camellia q.s q.s q.s q.s q.s q.s q.s

Aquades ad (ml) 50 50 50 50 50 50 50

Keterangan F = Formula

3.12 Cara Pembuatan Sediaan

Dimasukkan ekstrak teh hijau yang telah ditimbang kedalam lumpang,

ditambahkan gliserin dan tween 80 dan digerus hingga homogen, lalu

ditambahkan sakarin dan dihomogenkan. Ditambahkan sebagian akuades sedikit

33
Universitas Sumatera Utara
demi sedikit hingga semua ekstrak larut sempurna digerus hingga bisa dituang.

Disaring dan dimasukkan kedalam botol, ditambahkan Oleum camellia dan

ditambahkan aquades hingga 50 ml (Fitri dkk., 2017).

3.13 Evaluasi Sediaan

Meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik meliputi pemeriksaan

stabilitas sediaan dan penentuan pH. Evaluasi biologi meliputi penentuan aktivitas

antibakteri sediaan obat kumur ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans dengan metode

difusi agar.

3.13.1 Pemeriksaan Stabilitas Sediaan

Meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual (Depkes RI,

1995). Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau, dan penampilan tidak

berubah secara visual selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada suhu

kamar pada minggu ke 0, 1, 2, 3, 4, 8, dan minggu ke 12.

3.13.2 Pemeriksaan pH Sediaan

Pemeriksaan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter.

Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar

pH netral (pH 7,0) dan larutan dapar pH asam (pH 4,0) hingga alat

menunjukkanharga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu

dikeringkan dengan kertas tissue. Elektroda dicelupkan dalam larutan obat kumur

tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH konstan. Angka yang ditunjukkan

pH meter merupakan harga pH sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan

pada suhu kamar pada minggu ke 0, 1, 2, 3,4, 8 dan minggu ke 12.

34
Universitas Sumatera Utara
3.13.3 Uji Mikrobiologi Sediaan

Uji ini digunakan untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan obat

kumur ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dilakukan dengan metode

difusi agar, dengan cara mengukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.

3.13.3.1 Bakteri Staphylococcus aureus

Cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum bakteri Staphylococcus aureus,

kemudian ditambahkan 15 ml media nutrient agar steril yang telah dicairkan dan

ditunggu hingga suhu mencapai 45oC, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media

memadat. Selanjutnya pencadang kertas yang telah direndam di dalam larutan

sediaan obat kumur ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) diletakkan

pada permukaan media yang telah padat, kemudian diinkubasi dalam inkubator

pada suhu 35 ± 2oC selama 18 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan

(zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka

sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan pengujian terhadap

blanko (Depkes RI, 1995). Pengujian yang sama dilakukan terhadap bakteri

Streptococcus mutans.

35
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi Herbarium Medanense FMIPA

USU, adalah tumbuhan teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze.), dari suku

Theaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 52.

4.2 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.)

Kuntze) dapat dilihat di Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia teh hijau (Camellia sinensis
(L.) Kuntze)
No Skrining Simplisia
1. Alkaloid +
2. Flavonoid +
3. Glikosida +
4. Saponin +
5. Tanin +
6. Steroida/triterpenoida +
Keterangan : (+) Positif : mengandung golongan senyawa
(-) Negatif : tidak mengandung golongan senyawa

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia teh hijau memperlihatkan adanya

golongan senyawa alkaloid, glikosida, saponin, tanin, flavonoid dan

steroid/triterpenoid. Senyawa yang bersifat antibakteri adalah saponin, tanin,

flavonoid dan steroid/triterpenoid.

Adanya alkaloid pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

ditunjukkan ketika ditambahkan LP Mayer menghasilkan endapan putih dan

ketika ditambahkan LP Bouchardat menghasilkan endapan coklat, namun ketika

diketika ditambahkan LP Dragendroff tidak terbentuk endapan. Alkaloid dianggap

36
Universitas Sumatera Utara
positif jika dengan Mayer terbentuk endapan berwarna putih atau kuning, dengan

Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, dan dengan

Dragendorff terbentuk endapan kuning jingga. Serbuk simplisia dikatakan

mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Depkes,

1995).

Adanya flavonoid pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

ditunjukkan ketika serbuk simplisia teh hijau yang ditambahkan serbuk Mg, HCl

pekat dan amil alkohol menunjukkan lapisan amil alkohol berwarna jingga.

Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil

alkohol (Farnsworth, 1966).

Adanya saponin pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

ditunjukkan ketika serbuk simplisia teh hijau yang ditambahkan air panas,

didinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik, menghasilkan buih

setinggi 1,4 cm. Saponin positif jika terjadi buih yang mantap selama tidak kurang

dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm dan pada penambahan 1 tetes asam

klorida 2N, buih tidak hilang (Depkes, 1995).

Adanya tanin pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) ditunjukkan

ketika serbuk simplisia teh hijau ditambahkan 2 tetes pereaksi besi (III) klorida

terbentuk warna biru.Tanin positif jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman

(Harborne, 1987).

Adanya triterpenoid/steroid pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

ditunjukkan ketika serbuk simplisia teh hijau ditambahkan pereaksi Libermann-

Burchard menunjukkan warna biru kehijauan. Steroid/triterpenoid positif jika

terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru

kehijauan menunjukkan adanya triterpen/steroida (Harborne,1987).

37
Universitas Sumatera Utara
Adanya glikosida pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

ditunjukkan ketika sari air ditambahkan pereaksi Molish dan H2SO4 terbentuk

cincin ungu dan ketika sari pelarut organik LP Liebermann-Burchart terbentuk

warna hijau kebiruan. Glikosida dikatakan positif bila menghasilkan cincin ungu

pada sari air dan menghasilkan warna hijau/biru pada sari pelarut organik

(Depkes, 1995).

Hasil skrining fitokimia serbuk teh hijau dapat dilihat pada Lampiran 19,

halaman 77 dan 78.

4.3 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Teh Hijau

Hasil karakterisasi serbuk simplisia teh hijau dapat dilihat pada Tabel 4.2

berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil karakterisasi serbuk teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze)
No. Parameter Simplisia
1. Kadar air 6,62%
2. Kadar sari larut dalam air 30,32%,
3. Kadar sari larut dalam etanol 58,30%
4. Kadar abu total 5,32%
5. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,82%

Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar air dari serbuk simplisia

teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 6,62%. Kadar air yang melebihi

persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan jamur. Hal ini dikarenakan air

merupakan media yang baik bagi pertumbuhan jamur. Hasil tersebut memenuhi

persyaratan SNI 3945 2016 yaitu kadar air maksimal 8%.

Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar sari larut dalam air dari

serbuk simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 30,32. Penetapan

38
Universitas Sumatera Utara
kadar sari serbuk simplisia teh hijau larut dalam air untuk mengetahui kadar sari

yang larut dalam air. Kadar sari larut dalam air bersifat polar lebih banyak larut di

dalam pelarut air dan etanol, dan senyawa yang tidak larut dalam pelarut air akan

larut di dalam pelarut etanol. Hasil tersebut dikatakan memenuhi persyaratan SNI

3945 2016 yaitu kadar sari larut dalam air diperoleh hasil lebih besar atau sama

dengan 8%.

Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar sari larut dalam etanol

dari serbuk simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 58,30%.

Penetapan kadar sari serbuk simplisia teh hijau larut dalam etanol untuk

mengetahui kadar sari yang larut dalam etanol. Hasil tersebut dikatakan memenuhi

persyaratan SNI 3945 2016 yaitu kadar sari larut dalam etanol lebih besar atau

sama dengan 9%.

Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar abu total dari serbuk

simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 5,32%. Penetapan kadar

abu total untuk mengetahui kadar zat anorganik yang ada pada simplisia. Hasil

tersebut dikatakan memenuhi persyaratan SNI 3945 2016 yaitu kadar abu total

diperoleh 4-8%.

Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar abu tak larut asam dari

serbuk simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 0,82%. Penetapan

kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar zat anorganik yang

tidak larut dalam asam. Hasil tersebut dikatakan memenuhi persyaratan SNI

39452016 yaitu tidak lebih dari 1%.

Hasil perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia dapat terlihat

pada Lampiran 9, 10, 11, 12, dan 13 halaman 64, 65. 66, 67, dan 68.

39
Universitas Sumatera Utara
4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Teh Hijau (Camellia sinensis (L.)
Kuntze)

Hasil maserasi dari 1500 g serbuk simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.)

Kuntze) dengan pelarut etanol 96%, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator

suhu ± 40oC lalu dipekatkan menggunakan penangas air sampai diperoleh ekstrak

kental sebanyak 254 g (rendemen 16,93%) berwarna hitam kecoklatan. Pemilihan

pelarut berdasarkan senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih

mudah larut. Etanol memiliki sifat polar (Sudamadji et al., 1997). Polifenol

merupakan suatu senyawa yang bersifat polar (Evans, 2002). Sehingga pemilihan

pelarut etanol 96% sesuai untuk ekstraksi senyawa polifenol karena memiliki

kepolaran yang sama. Hasil perhitungan rendemen ekstrak teh hijau (Camellia

sinensis (L.) Kuntze) dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 63.

4.5 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis (L.)


Kuntze)

Hasil pemeriksaan karakterisasi ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.)

Kuntze) dapat dilihat sebagai berikut pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis (L.)
Kuntze)
No. Pemeriksaan Hasil
1. Penetapan Kadar Air 8,64%
2. Penetapan Kadar Abu Total 0,65%
3. Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam 0,16%

Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar air dari ekstrak teh hijau

(Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 8,64% dimana hasil tersebut memenuhi

persyaratan penetapan kadar air. Penetapan kadar air memenuhi syarat jika

diperoleh hasil maksimal 16% (SNI 3945, 2016).

40
Universitas Sumatera Utara
Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar abu total dari ekstrak teh

hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 0,65% dimana hasil tersebut

memenuhi persyaratan kadar abu total. Penetapan kadar abu total memenuhi

syarat jika diperoleh hasil maksimal 2% (SNI 3945, 2016).

Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar abu tak larut asam dari

ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 0,16% dimana hasil

tersebut memenuhi persyaratan kadar abu tak larut asam. Penetapan kadar tak

larut asam memenuhi syarat jika diperoleh hasil maksimal 1% (SNI 3945,

2016).

Hasil perhitungan pemeriksaan karakterisasi ekstrak teh hijau (Camellia

sinensis (L.) Kuntze) dapat dilihat pada Lampiran 14, 15, dan 16 halaman 69, 70,

dan 71.

4.6 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teh Hijau terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans dengan Metode Difusi
Agar

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau merek

Prendjak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan

Streptococcus mutans, ini terlihat dengan adanya zona jernih di sekitar

pencadang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar

menggunakan cakram kertas dengan cara menentukan diameter daerah hambatan,

dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka semakin besar

diameter hambatan yang dihasilkan (Pratiwi, 2008).

41
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Hasil pengukuran rata – rata diameter daerah hambatan ekstrak teh
hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans.
Konsentrasi Diameter daerah hambatan (mm)*
(b/v) Staphylococcus aureus Streptococcus mutans
500 mg/ml 20,2 16,83
400 mg/ml 18,53 14,66**
300 mg/ml 15,65 13,5
200 mg/ml 14,7 ** 13,3
100 mg/ml 13,3 11,83
75 mg/ml 11,8 10,16
50 mg/ml 10,96 9,63
25 mg/ml 10,66 9,46
15 mg/ml 10,36 9,16
10 mg/ml 10,13 8,73
5 mg/ml 8,66 7,06
4 mg/ml 7,06 6,93
3 mg/ml 6,76 6,5
2 mg/ml - -
1 mg/ml - -
Blanko - -
Keterangan : (mm*) = diameter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan
bakteri tiga kali pengulangan
(-) = tidak ada hambatan pertumbuhan bakteri
** = telah efektif sebagai antibakteri

Pada tabel 4.4 diatas, menyatakan bahwa ekstrak teh hijau merek Prendjak

dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Streptococcus

mutans sedangkan pada blanko (etanol) tidak menunjukkan aktivitas antibakteri

terhadap kedua bakteri yang digunakan.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau memberikan

batas daerah hambatan minimum pada 3 mg/ml untuk Staphylococcus aureus

(6,76 mm) dan 3 mg/ml untuk Streptococcus mutans (6,5 mm). Batas daerah

hambatan yang efektif didapat pada 200 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus

(14,7 mm) dan Streptococcus mutans pada 400 mg/ml (14,66 mm). Menurut

Depkes RI (1995), suatu zat dikatakan memiliki daya hambat yang baik jika

42
Universitas Sumatera Utara
diameter daerah hambatan lebih kurang 14 sampai 16 mm. Hasil uji aktivitas

antibakteri yang telah dilakukan pada ekstrak teh hijau menunjukkan bahwa

ekstrak teh hijau merek Prendjak memiliki sifat spektrum yang luas dan semakin

tinggi konsentrasi semakin tinggi juga diameter zona hambat. Teh hijau memiliki

manfaat sebagai antibakteri dikarenakan terdiri atas senyawa polifenol (katekin

dan flavonoid), alkaloid, saponin, tanin, dan steroid (Ferrazzano et al., 2011).

Hasil data diameter daya hambat antibakteri ekstrak teh hijau (Camellia

sinensis (L.) Kuntze) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus

mutans dapat dilihat pada Lampiran 20 halaman 79.

4.7 Hasil Formula Sediaan Obat Kumur

Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan diperoleh formula obat kumur

ekstrak teh hijau adalah 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dan 5% bahan yang

digunakan yaitu tween 80 5%, gliserin 1%, sakarin 0,3%, parfum q.s, dan

aquades ad 50 ml.

Berdasarkan hasil sediaan obat kumur dengan penambahan ekstrak teh hijau

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi teh hijau semakin hitam dan

semakin kental sediaan obat kumur yang dihasilkan.

4.8 Hasil Evaluasi Formula

4.8.1 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan

Tabel 4.5 Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan obat
kumur ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze).
Lama Pengamatan (minggu)
Pengamatan Sediaan
0 1 2 3 4 8 12
F0 B B B B B B B
Konsistensi
F1 B B B B B B B

43
Universitas Sumatera Utara
F2 B B B B B B B
F3 B B B B B B B
F4 B B B B B B B
F5 B B B B B B B
F6 B B B B B B B
F0 P P P P P P P
F1 CM CM CM CM CM CM CM
F2 CH CH CH CH CH CH CH
Warna F3 H H H H H H H
F4 H H H H H H H
F5 H H H H H H H
F6 H H H H H H H
F0 BT BT BT BT BT BT BT
F1 BT BT BT BT BT BT BT
F2 BT BT BT BT BT BT BT
Bau F3 BT BT BT BT BT BT BT
F4 BT BT BT BT BT BT BT
F5 BT BT BT BT BT BT BT
F6 BT BT BT BT BT BT BT
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau
B = Baik
P = Putih
CM = Coklat Muda
CH = Coklat Kehitaman
H = Hitam
BT = Bau Teh

Hasil uji stabilitas sediaan obat kumur menunjukkan bahwa seluruh sediaan

yang dibuat tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 12 minggu

pengamatan. Parameter yang diamati dalam uji kestabilan fisik ini meliputi

perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Dari hasil pengamatan bentuk,

didapatkan hasil bahwa seluruh sediaan obat kumur yang dibuat memiliki bentuk

dan konsistensi yang baik. Bertambahnya konsentrasi ekstrak teh hijau yang

digunakan maka bertambah hitam atau pekat warna obat kumur yang dihasilkan.

44
Universitas Sumatera Utara
Bau yang dihasilkan dari seluruh sediaan obat kumur adalah bau khas dari daun

teh hijau dan flavouring agent yang digunakan yaitu oleum camelia. Bau sediaan

tetap stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu pengamatan pada suhu kamar.

Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan dapat dilihat pada Lampiran 17 halaman 72.

4.8.2 Hasil penentuan pH sediaan

Tabel 4.6 Data pengukuran pH sediaan obat kumur


Pengamatan Formula Lama Pengamatan (minggu)*
0 1 2 3 4 8 12
F0 6,8 6,7 6,6 6,6 6,4 6,3 6,2
F1 6,5 6,4 6,4 6,4 6,3 6,2 6,1
F2 6,0 6,0 6,0 6,0 5,6 5,5 5,0
pH
F3 5,9 5,9 5,7 5,4 5,3 5,3 5,0
F4 5,5 5,4 5,0 5,0 4,9 4,9 4,8
F5 5,0 4,9 4,9 4,8 4,6 4,6 4,6
F6 4,6 4,6 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak heh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau

Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa sediaan blanko tanpa ekstrak teh

hijau adalah 6,2-6,7 sedangkan sediaan yang dibuat dengan menggunakan ekstrak

teh hijau dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dan 5% memiliki pH

berkisar 4,5-6,5. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka

semakin rendah pH sediaan. Nilai pH sediaan untuk mulut umumnya antara 4,5

hingga sekitar 9 atau 10 dan lebih baik sekitar 6,5 hingga 7,5 (Lucida, 2006).

Perubahan pH yang tidak signifikan terjadi setiap minggunya namun masih dalam

45
Universitas Sumatera Utara
rentang pH. Maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa sediaan obat kumur

yang dibuat memiliki pH yang dapat diterima.

4.8.3 Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan obat kumur ekstrak teh hijau

Uji aktivitas antibakteri sediaan obat kumur ekstrak teh hijau (Camellia

sinensis (L.) Kuntze) terhadap 7 formula (F0, F1, F2, F3, F4, F5, dan F6) dan obat

kumur pembanding (Listerine) dengan metode difusi agar terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Hasil dapat dilihat pada tabel

4.7 berikut ini :

Tabel 4.7 Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan obat kumur ekstrak teh hijau
(Camellia sinensis (L.) Kuntze) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans
Nama bakteri Konsentrasi (b/v) Rata-rata Diameter (mm) *

Blanko -
F1 6,33
F2 6,83
F3 8,06
Staphylococcus
F4 9,06
aureus
F5 9,36
F6 9,66
F7 9,96
F8 10,2
Pembanding (Listerine) 9,36
Blanko -
F1 -
F2 -
F3 6,8
Streptococcus
F4 8,16
mutans
F5 9,03
F6 9,4
F7 9,56
F8 9,73
Pembanding (Listerine) 9,23
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau
F1 = Formula mengandung 0,3% ekstrak teh hijau

46
Universitas Sumatera Utara
F2 = Formula mengandung 0,4% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 1,5 % ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 2 % ekstrak teh hijau
F7 = Formula mengandung 2,5 % ekstrak teh hijau
F8 = Formula mengandung 5 % ekstrak teh hijau
* = Hasil rata-rata tiga kali pengukuran

Pengujian sediaan obat kumur-kumur ekstrak teh hijau (Camellia sinensis

(L.) Kuntze) pada F0 (Blanko) tidak memiliki zona hambatan pada bakteri

Staphylococcus aureus sedangkan pada bakteri Streptococcus mutans tidak

memiiliki zona hambatan pada F0 (Blanko), F1 dan F2. Dari kelima formula

belum ada didapatkan daya zona hambatan yang efektif. Namun hasil uji aktivitas

antibakteri dari sediaan obat kumur ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.)

Kuntze) memberikan daya hambat yang lebih besar daripada pembanding yaitu

Listerine teh hijau pada konsentrasi 2%, 2,5%, dan 5% terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.

Hasil uji aktivitas sediaan obat kumur ekstrak teh hijau dapat dilihat pada

Lampiran 25 halaman 93.

47
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak teh hijau memiliki aktivitas antibakteri efektif konsentrasi 200 mg/ml

pada bakteri Staphylococcus aureus dengan zona hambat 14,7 mm dan pada

Streptococcus mutans konsentrasi 400 mg/ml dengan zona hambat 14,66 mm.

2. Ekstrak teh hijau dapat diformulasikan menjadi sediaan obat kumur dengan

komposisi ekstrak teh hijau sebagai zat aktif, tween 80 sebagai surfaktan,

gliserin sebagai humektan, sakarin sebagai korigensia saporis, oleum camellia

sebagai korigensia odoris dan aquadest sebagai pelarut.

3. Sediaan obat kumur memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan bakteri Streptococcus mutans konsentrasi 2%,

2,5% dan 5%.

5.2 Saran

Diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan uji aktivitas antibakteri

terhadap bakteri lain penyebab masalah di gigi dan mulut dari sediaan obat kumur

ekstrak teh hijau.

48
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB. Halaman
96, 159.
Aneja, K.R., Joshi, R., dan Sharma, C. 2010. The Antimicrobial Potential of
Ten Often Used Mouthwashes Againts Four Dental Caries Pathogens.
India: Jundishapur. Journal of Microbiology. 3(1): 15-27.
Brooks, G.F., Janet,. B., Stephen A.M. 2007. Jawetz, Melnick and Adelbergs.
Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbilogy) Buku. Alih Bahasa
oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M.,
Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta : Salemba Medika. Halaman
317-325, 358-360
Burdon, K.L, and Williams, R.P. 1988. Microbiology. 6th edition. The
Macmillan Company, London. Halaman 512-513.
Cabrera, C., Artacho, R. and Gimenez, R. 2006. Beneficial effects of green tea-a
review. J Nutr., 25 : 79 - 99
Claffey, N. 2003. Essential oil moutwash : a key component in oral health
management. J Clin Periodontal, 30 (suppl.5): 22-24
Dalimarta, S. 1990. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta : PT Pustaka
Pembangunan Swadaya Nusantara. Halaman 150 - 152
Depkes. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 7, 629, 687, 748, 854-855.
Depkes. 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia I. Jilid II. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI. Halaman 57-58.
Difco Laboratories. 1997. Difco Manual of Dehidrated Culture Media and
Reagenst for Microbiology and Clinical Laboratory Procedure. Ninth
edition. Detroit Michigan : Difco Laboratories. Halaman 32, 64
Ditjen POM RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 653, 744, 748.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Cetakan pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 10 -17.
Dwidjoseputro, D. 1978. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Hal.104-119.
Evans, W, C. 2002. Pharmakognosi, Edisi 15, W.B Sanders, Philedelpia. Halaman
34.
Farnsworth, N.R. 1966. Biologycal and Phytochemical Scrining of Plants.
Journal of Pharmaceutical Science. 55(3): 257.
Ferrazzano, G. F., Amato, I., Ingenito, A., Natale, A. D., & Antonino P. 2011.
Anti-Cariogenic Effects of Polyphenols from Plant Stimulant Beverages
(Cocoa, Coffee, Tea). Fitoterapia. Halaman 80, 262.
Fitri, H., Sundu, R., dan Ria, M. 2017. Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri
Streptococcus mutans dari Sediaan Moutwash Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L). Jurnal Sains dan Kesehatan. 10(1) : 424.
Harborrne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 49,
147
Hartoyo A., 2003. Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.
Halaman 9, 10, 15, dan 17
Hartoyo, dan Priyanto, E. 2018. Potensi Buah Salak Sebagai Suplemen Obat dan
Pangan. Surakarta : Muhammadiyah University Press. Halaman 169-170.

49
Universitas Sumatera Utara
Jackson, E. B., 1995. Sugar Confectionery Manufacture. Second Edition, 89,
Cambridge University Press, Cambridge.
Jawetz, et al. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi keduapuluh. J akarta:
Penerbit EGC. Halaman 239-240, 259.
Jigisha A, Nishant R., Navin K., Pankaj G. 2012. Green tea: a Magical Herb with
Miraculous Outcomes. International res Journal Pharm. Halaman 139-48
Juliantina, F., Dewa, A.C.M., Bunga, N., Titis, N., dan Endrawati, T.B. 2009.
Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial
Terhadap Bakteri Gram Positif Dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan Indonesia. 5(3):10.
Lay, B.W., dan Sugiyo, H. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. Halaman 34, 72-73.
Lucida, H. 2006. Determination of the Ionization Constants and the Stability of
Catechin from gambir (Uncaria gambir Roxb). Padang ASOPMS 12.
International Conference.4(1): 4.
Martin, alfred. James. And Arthur. 1993. Farmasi Fisik : Dasar-dasar Kimia
Fisik dalam Ilmu Farmasetik Edisi 2. UI Press. Depok
McKay, D.L., and Blumberg, J. B., 2002. Review the role of tea in human health:
an update. J Nutr., 21 : 1 – 13.
Melani, S. 1988. Sintesis glukan oleh Glukosiltransferase Streptococcus mutans.
Mekanisme Pembentukan Plak Gigi. Jurnal FKG Universitas Trisakti
Jakarta. 5(2): 9, 14
Michael, dan Ash, I. 2004. Hanbook of Presentatives. USA: Synapse Information
Resources. Halaman 317.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Singapore: Elsevier Science.
Halaman 483
Pelczar, M., dan Chan, E.C.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit
UI-Press. Halaman 1 1 7 , 132, 138 -140, 144
Pintauli S, Hamada T. 2008. Menuju gigi dan mulut sehat:
pencegahan dan pemeliharaanya. Ed.I. Medan: USU Press. 2008 :4-5,21.
Power, J.M. and Sakaguchi,R. I., 2006. Craigs Restorative Dental Material . 12th
ed. 164-167
Pratiwi, S, T., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman
137.
Rawlins, E.A. 2003. Bentleys of Pharmaceutics. Edisi XVIII. London: Baillierre
Tindall. Halaman 22, 35.
Rohdiana. 2015. Teh, Karakteristik, Proses dan Komponen Fungsionalnya. Pusat
Penelitian Teh dan Kina. Food Review Indonesia. Vol. X/ No.8. Agustus
015. Halaman 34-36.
Rowe, C.R., Sheskey, J. P., dan Quin, E. M.. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipient. Edisi enam. Washington: Pharmaceutical Press. Halaman 605
Sagarin, E. dan S.D. Gershon. 1972, Cosmetics, Science and Technology. Edisi II.
New York: John Wiley and Sons, Inc.
Shahani, M.N., dan Reddy, V.V.S. 2011. Comparison of Antimicrobial
Substantivity of Root Canal Irrigants in Instrumented Root Canals up to 72
Hours: An Invitro Study. India Journal of Indian Soc. Pedod. Prev. Dent.
5(2): 29.
Shimamura, T., T., Zhao, W.H, dan Hy, Z.Q. 2007. Mechanism of Action and

50
Universitas Sumatera Utara
Potential for Use of Tea Catechin as an Anti-infective Agent. Anti-
infective Agent in Medicinal Chemistry. 6(1). Halaman 57-62
SNI 3945. 2016. Teh Hijau. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Halaman 6.
Stanier, R.Y., Adelberg, E.A., dan Ingraham, J.L. 1982. Dunia Mikroba I.
Penerjemah: Agustin Wydia. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara.
Halaman 23-25.
Syah A. N. A, 2006. Taklukkan Penyakit Dengan Teh hijau. Jakarta: Agromedia
Pustaka. Halaman 12, 47 – 50.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhari. 1997. Proses Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberti, Ygyakarta. Halaman 24.
Sudjadi. 1998. Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada. Halaman 167-169.
Talaro, Kathleen P., dan Arthur, T. 1999. Foundations in microbiology: basic
principles. Edisi Ketiga. Boston: WCB/McGraw-Hill. Halaman 237-238.
Tortora, J.G., Funke, R.B., dan Case, L.C. 2001. Microbiology an
Introduction. New York: Addison Wesley Longman Inc. Halaman 687.
Tranggono RI dan Latifah F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta; Hal. 11-20
Triarsari, D. 2007. High Tea, Gaya Sehat Ngeteh. Seri Gaya hidup Sehat.
Gramedia, Jakarta. Halaman 12.
Widagdo, Y. dan Suntya, K. 2007. Volatile Sulfur Compounds Sebagai
Penyebab Halitosis. Denpasar: Kumpulan Jurnal FKG Universitas
Mahasaraswati. Volume 5 No 3. Halaman 2.
Wilkins, E,. 1991. Clinical Practice of Dental Hygienist. 3rdEdition. Balliere
Tyndall. London. Halaman 279, 309 - 310.
Zhang, B, Takatsu, F, Geng, S, Zhengxiang, Hong, J. 2005. Ornidazole
gargarisma and preparation method. Journal of pharmaceutical Analysis.
5(2): 3

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar sampel teh hijau merek Prendjak dalam kemasan

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Gambar sampel teh hijau merek Prendjak yang telah
dikeluarkan dari kemasan

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Gambar sampel teh hijau merek Prendjak yang telah
diserbukkan

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Gambar mikroskopik serbuk simplisia teh hijau merek Prendjak

Keterangan :
1 = Astrosklereid
2 = Trikoma uniseluler
3 = Xylem
4 = Hablur ca oksalat
5 = Stomata tipe aktinositik

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Gambar ekstrak teh hijau

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Bagan kerja penelitian
1. Pembuatan serbuk simplisia, skrining dan karakterisasi simplisia

Sampel teh hijau

Dihaluskan

Serbuk simplisia teh hijau

Skrining Fitokimia : Karakterisasi Simplisia:


 Alkaloid  Mikroskopik
 Flavonoid  Penetapan kadar :
 Saponin  air
 Tanin  sari yang larut dalam etanol
 Glikosida  sari yang larut dalam air
 Steroid/Triterpenoid  abu total
 abu yang tidak larut asam

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
2. Pembuatan ekstrak teh hijau

500 gram serbuk


simplisia teh hijau

Dimasukkan ke bejana tertutup


Dituangi etanol 96% (75 bagian yaitu
sebanyak 3.750 ml)
Ditutup
Didiamkan selama 5 hari terlindung dari
cahaya matahari sesekali diaduk
Disaring

Maserat Ampas

Di maserasi dengan sisa


etanol
Dibiarkan selama 2 jam dan
di enap tuangkan dan
disaring

Maserat Ampas

Digabung

Ekstrak etanol

Didiamkan selama 2 hari lalu dienaptuangkan


Dipekatkan dengan rotary evavorator

Ekstrak kental

Dilakukan Dilakukan uji aktivitas


Karakterisasi antibakteri

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
3. Bagan uji aktivitas antibakteri ekstrak teh hijau

Biakan murni

Diambil 1 ose dengan jarum ose steril


Ditanam pada media nutrient agar miring
Diinkubasi pada suhu 37˚C selama 18-24 jam

Stok kultur
r
Diambil 1 ose
Disuspensikan ke dalam 10 ml nutrient broth
Diinkubasi selama 3 jam di dalam inkubator

Suspensi bakteri

Dipipet 0,1 ml dari tabung reaksi ke dalam


cawan petri
Dituang 15 ml media nutrient agar
Dihomogenkan, biarkan hingga memadat

Media padat

Diletakkan pencadang kertas yang telah


direndam larutan uji dengan berbagai
konsentrasi
Diinkubasi pada suhu 37˚C selama 18-24 jam
Diukur diameter daerah hambat di sekitar
pencadang kertas dengan menggunakan jangka
sorong

Hasil

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
4. Bagan pembuatan formula sediaan obat kumur

Ekstrak teh hijau

Dimasukkan ekstrak teh hijau yang telah


ditimbang ke dalam lumpang
Ditambahkan tween 80 dan gliserin digerus
hingga homogen
Ditambahkan sebagian akuades sedikit demi
sedikit hingga semua ekstrak larut sempurna
Ditambahkan sakarin, dihomogenkan, dan
disaring
Dimasukkan ke dalam botol yang telah
dikalibrasi 50 ml
Ditambahkan oleum camellia dan dicukupkan
volumenya dengan akuades hingga tanda batas

Sediaan obat kumur


ekstrak teh hijau

61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
5. Bagan uji aktivitas antibakteri sediaan obat kumur

Biakan murni

Diambil 1 ose dengan jarum ose steril


Ditanam pada media nutrient agar miring
Diinkubasi pada suhu 37˚C selama 18-24 jam

Stok kultur
r
Diambil 1 ose
Disuspensikan ke dalam 10 ml nutrient broth
Diinkubasi selama 3 jam di dalam inkubator

Suspensi bakteri

Dipipet 0,1 ml dari tabung reaksi ke dalam


cawan petri
Dituang 15 ml media nutrient agar
Dihomogenkan, biarkan hingga memadat

Media padat

Diletakkan pencadang kertas yang telah


direndam larutan uji (sediaan obat kumur)
dengan berbagai konsentrasi
Diinkubasi pada suhu 37˚C selama 18-24 jam
Diukur diameter daerah hambat di sekitar
pencadang kertas dengan menggunakan jangka
sorong

Hasil

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Hasil perhitungan rendemen ekstrak teh hijau

Berat esktrak
Perhitungan rendemen = × 100%
Berat sampel
254 gr
× 100% = 16,93%
1500 gr

63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Perhitungan penetapan kadar air serbuk simplisia teh hijau

Volume akhir Volume awal


adar air = × 100%
Berat sampel

No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml)
1. 5,002 2,8 3,2
2. 5,003 3,2 3,5
3. 5,003 3,5 3,8
a. Berat simplisia = 5,002 g

Volume air = 3,2 – 2,8 = 0,4 ml

0,4 ml
adar air = × 100% = 7,9%
5,002 g

b. Berat simplisia = 5,003 g

Volume air = 3,5 – 3,2 = 0,3 ml

0,3 ml
adar air = × 100% = 5,99%
5,003 g

c. Berat simplisia = 5,003 g

Volume air = 3,8 – 3,5 = 0,3 ml

0,3 ml
adar air = × 100% = 5,99%
5,003 g

7,9% 5,99% 5,99%


adar air rata rata = = 6,62%
3

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Perhitungan penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia teh
hijau

Berat cawan sari Berat cawan kosong 100


adar sari = × × 100%
Berat sampel 20

No. Berat sampel (g) Berat cawan kosong (g) Berat cawan sari (g)
1. 5,002 62,53 62,81
2. 5,001 60,25 60,5
3. 5,001 68,02 68,4
a. Berat simplisia = 5,002 g

Berat sari = 62,81  62,53 = 0,28 g

,28 g 100
Kadar sari = 5,002 g × × 100% = 27,98 %
20

b. Berat simplisia = 5,001 g

Berat sari = 60,5  60,25 = 0,25 g

,25 g 100
Kadar sari = 5,001 g × × 100% = 24,99 %
20

c. Berat simplisia = 5,001 g

Berat sari = 68,4  68,02 = 0,38 g

,38 g 100
Kadar sari = 5,001 g × × 100% = 37,99 %
20

27,98% :24,99 % :37,99%


Kadar sari rata-rata = = 30,32 %
3

65
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia teh
hijau

Berat cawan sari Berat cawan kosong 100


adar sari = × × 100%
Berat sampel 20

No. Berat sampel (g) Berat cawan kosong (g) Berat cawan sari (g)
1. 5,003 57,8 58,38
2. 5,001 60,4 61,05
3. 5,002 64,7 65,22

a. Berat simplisia = 5,003 g

Berat sari = 58,38  57,8 = 0,58 g

,58g 100
Kadar sari = 5,003 g × × 100% = 57,96 %
20

b. Berat simplisia = 5,001 g

Berat sari = 61,05  60,4 = 0,65 g

,65 g 100
Kadar sari = 5,001 g × × 100% = 64,98 %
20

c. Berat simplisia = 5,002 g

Berat sari = 65,22 64,7= 0,52 g

,52 g 100
Kadar sari = 5,002 g × × 100% = 51,97 %
20

57,96 % : 64,98% : 51,97%


Kadar sari rata-rata = = 58,30 %
3

66
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia teh hijau

Berat abu
adar abu total = × 100%
Berat sampel

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 2,001 0,11
2. 2,003 0,09
3. 2,002 0,12
a. Berat simplisia = 2,001 g

Berat abu = 0,11 g

0,11 g
Kadar abu = × 100% = 5,49%
2,001 g

b. Berat simplisia = 2,003 g

Berat abu = 0,09 g

0,09 g
Kadar abu = × 100% = 4,49%
2,003 g

c. Berat simplisia = 2,002 g

Berat abu = 0,12g

0,12g
Kadar abu = × 100% = 5,99%
2,002 g

5,49% : 4,49% : 5,99%


Kadar abu total rata-rata = = 5,32 %
3

67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Perhitungan penetapan kadar abu total tidak larut asam serbuk
simplisia teh hijau

Berat abu
adar abu tidak larut asam = × 100%
Berat sampel

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 2,001 0,01
2. 2,003 0,02
3. 2,002 0,02
a. Berat simplisia = 2,001 g

Berat abu = 0,01g

0,01g
Kadar abu = × 100% = 0,49%
2,001 g

b. Berat simplisia = 2,003 g

Berat abu = 0,02 g

0,02 g
Kadar abu = × 100% = 0,99 %
2,003 g

c. Berat simplisia = 2,002 g

Berat abu = 0,02 g

0,02 g
Kadar abu = × 100% = 0,99 %
2,002 g

0,49% : 0,99% : 0,99%


Kadar abu total tidak larut asam rata-rata =
3

= 0,82 %

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Perhitungan penetapan kadar air ekstrak teh hijau

Volume akhir Volume awal


adar air = × 100%
Berat sampel

No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml)
1. 5,001 2,8 3,2
2. 5,001 3,2 3,6
3. 5,002 3,6 4,1
a. Berat simplisia = 5,001 g

Volume air = 3,2 – 2,8 = 0,4 ml

0,4 ml
adar air = × 100% = 7,99%
5,001 g

b. Berat simplisia = 5,001 g

Volume air = 3,6 – 3,2 = 0,4 ml

0,4 ml
adar air = × 100% = 7,99%
5,001 g

c. Berat simplisia = 5,002 g

Volume air = 4,1 – 3,6 = 0,5 ml

0,5 ml
adar air = × 100% = 9,99%
5,002 g

7,99% 7,99% 9,99%


adar air rata rata = = 8,64%
3

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Perhitungan penetapan kadar abu total ekstrak teh hijau

Berat abu
adar abu total = × 100%
Berat sampel

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 2,004 0,02
2. 2,002 0,01
3. 2,003 0,01
a. Berat ekstrak = 2,004 g

Berat abu = 0,02 g

0,02 g
Kadar abu = × 100% = 0,99%
2,004 g

b. Berat ekstrak = 2,002 g

Berat abu = 0,01 g

0,01 g
Kadar abu = × 100% = 0,49%
2,00 g

c. Berat ekstrak = 2,003 g

Berat abu = 0,01g

0,01g
Kadar abu = × 100% = 0,49%
2,003 g

0,99% :0,49% : 0,49%


Kadar abu total rata-rata = = 0,65 %
3

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Perhitungan penetapan kadar abu total tidak larut asam ekstrak teh
hijau

Berat abu
adar abu tidak larut asam = × 100%
Berat sampel

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 2,004 0,00
2. 2,002 0,01
3. 2,003 0,00
a. Berat ekstrak = 2,004 g

Berat abu = 0,00g

0,00g
Kadar abu = × 100% = 0%
2,004 g

b. Berat ekstrak = 2,002 g

Berat abu = 0,01 g

0,01 g
Kadar abu = × 100% = 0,49 %
2,002 g

c. Berat ekstrak = 2,003 g

Berat abu = 0,00 g

0,00 g
Kadar abu = × 100% = 0%
2,003 g

0% : 0,49% : 0%
Kadar abu total tidak larut asam rata-rata =
3

= 0,16 %

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. Sediaan obat kumur

Gambar sediaan obat kumur sebelum penyimpanan 12 minggu

Gambar sediaan obat kumur sesudah penyimpanan 12 minggu

Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia dan Ekstrak Teh Hijau

Gambar Kadar Air Serbuk Simplisia Teh Hijau

Gambar Kadar Air Ekstrak Teh Hijau

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18 Lanjutan

Gambar Kadar Sari Larut Air Serbuk Simplisia Teh Hijau

Gambar Kadar Sari Larut Etanol Serbuk Simplisia Teh Hijau

Gambar Kadar Abu Serbuk Simplisia Teh Hijau

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18 Lanjutan

Gambar Kadar Abu tidak Larut Asam Serbuk Simplisia Teh Hijau

Gambar Kadar Abu Ekstrak Teh Hijau

75
Universitas Sumatera Utara
Gambar Kadar Abu tidak Larut Asam Ekstrak Teh Hijau

76
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia teh hijau

(A)

(A) (B)

(C) (D)

Bouchardat
Meyer

77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19 Lanjutan

Dragendroff

(E)
Keterangan :
(A) : Serbuk simplisia teh hijau mengandung senyawa tanin
(B) : Serbuk simplisia teh hijau mengandung senyawa saponin
(C) : Serbuk simplisia teh hijau mengandung senyawa triterpenoid/steroid
(D) : Serbuk simplisia teh hijau mengandung senyawa flavonoid
(E) : Serbuk simplisia teh hijau mengandung senyawa alkaloid

78
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak teh hijau

a. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus

C B

Keterangan :
A = Ekstrak teh hijau 500 mg/ml
B = Ekstrak teh hijau 400 mg/ml
C = Ekstrak teh hijau 300 mg/ml
D = Blanko (Etanol)

C
D

B
Keterangan : B
A = Ekstrak teh hijau 200 mg/ml

79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20 Lanjutan

B = Ekstrak teh hijau 100 mg/ml


C = Ekstrak teh hijau 75 mg/ml
D = Ekstrak teh hijau 50 mg/ml

C
B

Keterangan :
A = Ekstrak teh hijau 25 mg/ml
B = Ekstrak teh hijau 15 mg/ml
C = Ekstrak teh hijau 10 mg/ml
D = Ekstrak teh hijau 5 mg/ml

D
B

C
Keterangan :
A = Ekstrak teh hijau 4 mg/ml

80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20 Lanjutan

B = Ekstrak teh hijau 3 mg/ml


C = Ekstrak teh hijau 2 mg/ml
D = Ekstrak teh hijau 1 mg/ml

B. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans

D
Keterangan :
A = Ekstrak teh hijau 500 mg/ml
B = Ekstrak teh hijau 400 mg/ml
C = Ekstrak teh hijau 300 mg/ml
D = Blanko (Etanol)

B
Keterangan :
A = Ekstrak teh hijau 200 mg/ml
B = Ekstrak teh hijau 100 mg/ml

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20 Lanjutan

C = Ekstrak teh hijau 75 mg/ml


D = Ekstrak teh hijau 50 mg/ml

B
A

Keterangan :
A = Ekstrak teh hijau 25 mg/ml
B = Ekstrak teh hijau 15 mg/ml
C = Ekstrak teh hijau 10 mg/ml
D = Ekstrak teh hijau 5 mg/ml

B
D

Keterangan :
A = Ekstrak teh hijau 4 mg/ml

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20 Lanjutan

B = Ekstrak teh hijau 3 mg/ml


C = Ekstrak teh hijau 2 mg/ml
D = Ekstrak teh hijau 1 mg/ml

83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri sediaan obat kumur ekstrak
teh hijau

a. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus

C
D

B
Keterangan :
A = Sediaan obat kumur tanpa ekstrak teh hijau (Blanko)
B = Pembanding (Listerine)
C = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 2,5%
D = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 5%

B
Keterangan :
A = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 0,5%
B = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 1%

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21 Lanjutan

C = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 1,5%


D = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 2 %

A
Keterangan :
A = Sedian obat kumur ekstrak teh hijau 0,4%
B = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 0, %

B. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans

C
D

A
Keterangan :
A = Sediaan obat kumur tanpa ekstrak teh hijau (Blanko)
B = Pembanding (Listerine)
C = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 2,5%

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21 Lanjutan

D = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 5%

A
C

B
Keterangan :
A = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 0,5%
B = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 1%
C = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 1,5%
D = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 2 %

Keterangan ;
A = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 0,4%
B = Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau 0,3 %

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. Gambar alat-alat dan bahan yang dipakai

A B C

D E F

G H I

87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22 Lanjutan

J K L

M N O

P Q R

Keterangan :
A = Alat-alat gelas
B = Tanur
C = Rotary Epavorator
D = Jangka Sorong
E = Inkubator

88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22 Lanjutan

F = Neraca analitik
G = Vortex
H = Oven
I = Laminar air flow
J = Nutrient Agar
K = Nutrient Broth
L = Alat Penetapan Kadar air
M = Autoklaf
N = Mikropipet
O = Pencadang Kertas
P = Listerin
Q = pH Indikator
R = pH meter

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 23. Gambar biakan bakteri dan pengenceran larutan uji

A B

Keterangan :
A = Biakan bakteri Streptococcus mutans pada agar miring
B = Biakan bakteri Staphylococcus aureus pada agar miring

A B

Keterangan :
A = Inokulum bakteri Streptococcus mutans pada NB
B = Inokulum bakteri Staphylococcus aureus pada NB

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 23 Lanjutan

Gambar Pengenceran Larutan uji Ekstrak Teh Hijau

91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 24. Data diameter daya hambat antibakteri ekstrak teh hijau terhadap
bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans

Diameter Daya Hambat (mm) Rata-rata


Konsentrasi
Nama bakteri Diameter Diameter Diameter Diameter
(b/v)
1 2 3 (mm)
500 mg/ml 20,6 19,9 20,1 20,2
400 mg/ml 18,4 18,4 18,8 18,53
300 mg/ml 15,5 15,9 15,55 15,65
200 mg/ml 14,8 14,6 14,7 14,7
100 mg/ml 13,1 13,7 13,1 13,3
75 mg/ml 11,8 11,9 11,8 11,83
50 mg/ml 10,9 11,2 10,8 10,96
Staphylococcus
25 mg/ml 10,7 10,6 10,7 10,66
aureus
15 mg/ml 10,3 10,3 10,5 10,36
10 mg/ml 10,1 10,1 10,2 10,13
5 mg/ml 9,0 8,4 8,6 8,66
4 mg/ml 6,9 7,2 7,1 7,06
3 mg/ml 6,9 6,7 6,7 6,76
2 mg/ml - - - -
1 mg/ml - - - -
0 - - - -
500 mg/ml 15,2 18,1 17,2 16,83
400 mg/ml 14,5 14,7 14,8 14,66
300 mg/ml 13,6 13,6 13,3 13,5
200 mg/ml 12,6 13,9 13,4 13,3
100 mg/ml 12,2 11,3 12 11,83
75 mg/ml 10 9,8 10,7 10,16
50 mg/ml 9.7 9.6 9,6 9,63
Streptococcus
25 mg/ml 9,3 9,5 9,6 9,46
mutans
15 mg/ml 9,1 9,2 9,2 9,16
10 mg/ml 8,7 8,9 8,6 8,73
5 mg/ml 6,7 7,4 7,1 7,06
4 mg/ml 6,7 6,6 6,7 6,66
3 mg/ml 6,5 6,6 6,4 6,5
2 mg/ml - - - -
1 mg/ml - - - -
0 - - - -

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 25. Data diameter daya hambat antibakteri sediaan obat kumur
ekstrak teh hijau terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans

Diameter Daya Hambat (mm) Rata-rata


Konsentrasi
Nama bakteri Diameter Diameter Diameter Diameter
(b/v)
1 2 3 (mm)
Blanko - - - -
0,3 % 6,3 6,5 6,2 6,33
0,4 % 6,6 7,0 7,2 6,83
0,5% 7,9 8,2 8,1 8,06
Staphylococcus 1% 8,9 9,1 9,2 9,06
aureus 1,5% 9,4 9,2 9,5 9,36
2% 9,6 9,7 9,6 9,66
2,5% 9,8 9,9 10,2 9,96
5% 10,1 10,1 10,4 10,2
Listerine 9,3 9,6 9,2 9,36
Blanko - - - -
0,3 % 6,2 6,1 6,1 6,16
0,4 % 6,3 6,2 6,1 6,2
0,5% 6,9 6,8 6,7 6,8
Streptococcus 1% 7,8 8,4 8,3 8,16
mutans
1,5% 9,1 8,8 9,2 9,03
2% 9,5 9,4 9,3 9,4
2,5% 9,6 9,3 9,8 9,56
5% 9,7 9,6 9,9 9,73
Listerine 9,1 9,4 9,2 9,23

93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 26. Data uji pH sediaan obat kumur ekstrak teh hijau

a. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau pada hari ke-0

pH
Sediaan Rata-rata pH
pH 1 pH 2 pH 3
F0 (Blanko) 6,8 6,7 6,9 6,8
F1 6,7 6,5 6,4 6,53
F2 5,9 6,0 6,1 6,0
F3 5,9 5,8 6,1 5,93
F4 5,7 5,5 5,4 5,53
F5 5,1 5,0 5,0 5,03
F6 4.6 4,6 4,6 4,6
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau

b. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau pada minggu ke-1


pH
Sediaan Rata-rata pH
pH 1 pH 2 pH 3
F0 (Blanko) 6,7 6,7 6,8 6,73
F1 6,4 6,2 6,6 6,4
F2 6,0 6,0 6,0 6,0
F3 6,0 5,9 5,8 5,9
F4 5,5 5,4 5,4 5,43
F5 4,9 4,9 4,9 4,9
F6 4.6 4,7 4,6 4,63
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau

94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 26 Lanjutan

c. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau pada minggu ke- 2


pH
Sediaan Rata-rata pH
pH 1 pH 2 pH 3
F0 (Blanko) 6,7 6,6 6,7 6,66
F1 6,6 6,4 6,2 6,4
F2 6,1 6,0 6,0 6,03
F3 5,7 5,7 5,7 5,7
F4 5,0 5,2 5,0 5,06
F5 5,1 4,9 4,9 4,93
F6 4,5 4,5 4,7 4,56
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau

d. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau pada minggu ke-3


pH
Sediaan Rata-rata pH
pH 1 pH 2 pH 3
F0 (Blanko) 6,6 6,7 6,7 6,66
F1 6,5 6,5 6,3 6,4
F2 6,0 5,9 6,1 6,0
F3 5,4 5,4 5,4 5,4
F4 5,1 4,9 5,0 5,0
F5 5,0 4,8 4,7 4,83
F6 4,5 4,5 4,5 4,5
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau

95
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 26 Lanjutan

e. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau pada minggu ke-4


pH
Sediaan Rata-rata pH
pH 1 pH 2 pH 3
F0 (Blanko) 6,5 6,5 6,4 6,46
F1 6,5 6,3 6,3 6,36
F2 5,7 5,6 5,5 5,6
F3 5,5 5,4 5,6 5,46
F4 5,0 4,9 4,9 4,93
F5 4,7 4,5 46 4,63
F6 4,5 4,5 4,6 4,53
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau

f. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau pada minggu ke-8


pH
Sediaan Rata-rata pH
pH 1 pH 2 pH 3
F0 (Blanko) 6,3 6,3 6,3 6,3
F1 6,3 6,2 6,1 6,2
F2 5,6 5,6 5,5 5,56
F3 5,6 5,1 5,2 5,3
F4 4,9 4,9 4,9 4,9
F5 4,8 4,5 4,6 4.63
F6 4,6 4,5 4,6 4,56
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau

96
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 26 Lanjutan

g. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau pada minggu ke-12


pH
Sediaan Rata-rata pH
pH 1 pH 2 pH 3
F0 (Blanko) 6,3 6,2 6,2 6,23
F1 6,3 6,0 6,2 6,13
F2 5,1 5,1 5,0 5,06
F3 5,0 5,0 5,1 5,03
F4 4,9 4,8 4,8 4,83
F5 4,6 4,5 4,6 4,6
F6 4,5 4,5 4,5 4,5
Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau (Blanko)
F1 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 1,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 2% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 2,5% ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 5% ekstrak teh hijau

97
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai