Anda di halaman 1dari 56

FORMULASI SEDIAAN OBAT KUMUR EKSTRAK TEH

HIJAU (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

Disusun Oleh :

NAMA : SANIA SYAVIRA DARNING

NPM : 21330009

PROGRAM STUDI FARMASI S1

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JULI 2022

i
FORMULASI SEDIAAN OBAT KUMUR EKSTRAK TEH

HIJAU (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir Sarjana

Farmasi (S. Farm) Pada Program Studi Farmasi S-1 Fakultas Farmasi

Institut Sains Dan Teknologi Nasional

Disusun Oleh :

NAMA : SANIA SYAVIRA DARNING

NPM : 21330009

PROGRAM STUDI FARMASI S1

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JULI 2022

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Proyek Akhir ini diajukan oleh :

Nama : Sania Syavira Darning

NPM : 21330009

Program Studi : S1 Farmasi

Judul Proyek Akhir : FORMULASI SEDIAAN OBAT KUMUR EKSTRAK TEH

HIJAU (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji data diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi S1
Fakultas Farmasi, Institut Sains Dan Teknologi Nasional

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ir. Feizal Manaf ,M.Sc ( ...........tanda tangan............ )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 13 Juli 2022

1
2

KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Program Studi Farmasi pada
Fakultas Farmasi Institut Sains Dan Teknologi Nasional. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:

a) Ir. Feizal Manaf M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
b) Pihak yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya
perlukan
c) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan
moral; dan
d) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Jakarta, 13 Juli 2022

Penulis

Sania Syavira Darning


3

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Institut Sains Dan Teknologi Nasional, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:

Nama : SANIA SYAVIRA DARNING

NPM : 21330009

Program Studi : Farmasi S-1

Fakultas : Farmasi

Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Institut Sains
dan Teknologi Nasional Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Nonexclusive Royalty- Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

FORMULASI SEDIAAN OBAT KUMUR EKSTRAK TEH

HIJAU (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Institut Sains dan Teknologi Nasional berhak menyimpan,mengalih media/format- kan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database) soft copy dan hard copy, merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Jakarta, 13 Juli 2022

SANIA SYAVIRA DARNING


4

ABSTRAK

Nama : SANIA SYAVIRA DARNING

Program Studi : S1

Judul : FORMULASI SEDIAAN OBAT KUMUR EKSTRAK TEH

HIJAU (Camellia sinensis (L.) Kuntze)

Latar Belakang: Teh hijau memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai antikanker,
antibakteri, serta meningkatkan kekebalan tubuh. Komponen medis yang penting dari teh
hijau adalah polifenol. Polifenol yang paling banyak ditemukan dalam teh hijau adalah
flavanol, yaitu katekin yang memiliki sifat sebagai antibakteri yang bisa digunakan sebagai
bahan aktif dalam sediaan obat kumur. Obat kumur merupakan suatu larutan air yang
digunakan sebagai pembersih untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan
kesegaran nafas.

Tujuan: Memformulasi sediaan obat kumur ekstrak teh hijau serta mengevaluasi stabilitas
fisik dan menguji aktivitas antibakterinya.

Metode: Ekstrak teh hijau dibuat dengan metode maserasi menggunakan etanol 96%,
kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator hingga terbentuk ekstrak kental.
Selanjutnya ekstrak teh hijau di uji aktivitas antibakterinya. Formula sediaan obat kumur
terdiri dari Tween 80, gliserin, sakarin, parfum dan aquades dibuat dalam 7 formula dengan
formula F0 (tanpa ekstrak), dan dengan berbagai konsentrasi ekstrak teh hijau yaitu
konsentrasi 0,5% (F1), 1% (F2), 1,5% (F3), 2% (F4), 2,5% (F5), dan 5% (F6). Evaluasi
sediaan obat kumur yaitu evaluasi stabilitas fisik meliputi pengamatan organoleptis,
pengukuran pH, dan pengujian terhadap aktivitas antibakteri.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau memiliki aktivitas antibakteri
yang efektif pada konsentrasi 200 mg/ml pada bakteri Staphylococcus aureus dan konsentrasi
400 mg/ml pada bakteri Streptococcus mutans. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau yang
dihasilkan memiliki pH 4,5-6,5. Sediaan obat kumur stabil selama penyimpanan 12 minggu
yaitu tidak terjadi perubahan warna, bau, dan konsistensi. Hasil uji aktivitas antibakteri
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona
hambat 9,66 mm (2%), 9,96 mm (2,5%), dan 10,2 mm (5%) serta pada bakteri Streptococcus
mutans dengan zona hambat 9,4 mm (2%), 9,56 mm (2,5%) dan 9,73 (5%).
5

Kesimpulan: Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau konsentrasi 2%, 2,5% dan 5% memiliki
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.

Kata Kunci: Formulasi, obat kumur, ekstrak teh hijau, antibakteri


6

ABSTRACT

Name : SANIA SYAVIRA DARNING

Study Program : S1

Title : MOUTHWASH FORMULATION OF GREEN TEA EXTRACT

(Camellia Sinensis(L.) Kuntze)

Background: Green tea has several benefits including being an anticancer, antibacterial, and
increasing immunity. An important medical component of green tea is polyphenols. The most
commonly found polyphenols in green tea are flavanols, which are catechins which have
antibacterial properties that can be used as active ingredients in mouthwash preparations.
Mouthwash is a water solution that is used as a cleanser to improve oral health, aesthetics,
and freshness of breath.

Objective: Formulation of green tea extract mouthwash preparations and evaluation physical
stability and antibacterial activity.

Method: Green tea extract was made by maceration method using ethanol 96%, then
concentrated using a rotary evaporator to form a thick extract. Furthermore, green tea extracts
were tested for antibacterial activity. The mouthwash formula consists of Tween 80, glycerin,
saccharin, perfume and distilled water made in 7 formulas with the formula F0 (without
extract), and with various concentrations of green tea extracts that are concentrations of 0.5%
(F1), 1% (F2) , 1.5% (F3), 2% (F4), 2.5% (F5), and 5% (F6). The evaluation of mouthwash
preparations, consisted of the evaluation of physical stability includes organoleptic
observation, pH measurement, and testing of antibacterial activity.

Results: The results showed that green tea extract had effective antibacterial activity at a
concentration of 200 mg / ml against Staphylococcus aureus bacteria and a concentration of
400 mg / ml against Streptococcus mutans. Green tea extract mouthwash preparations
produced have a pH of 4.5-6.5. Mouthwash preparations were stable during 12 weeks of
storage that were no change in color, odor, and consistency. Antibacterial activity test results
have antibacterial activity against Staphylococcus aureus bacteria with inhibition zone
7

diameters of 9.66 mm (2%), 9.96 mm (2.5%), and 10.2 mm (5%) and against Streptococcus
mutans bacteria with inhibition zone of 9.4 mm (2%), 9.56 mm (2.5%) and 9.73 (5%).

Conclusion: Green tea extract mouthwash concentrations of 2%, 2.5% and 5% have
antibacterial activity against the bacteria Staphylococcus aureus and Streptococcus mutans.

Keywords: Formulations, mouthwash, extract of green tea, antibacterial


8

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................................................... iv
ABSTRACT................................................................................................................................... vi

BAB I ......................................................................................................................................... 11
PENDAHULUAN.................................................................................. Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................. 12
1.2 Perumusan Masalah.................................................................................................................... 13
1.3 Hipotesis Penelitian .................................................................................................................... 13
1.4Tujuan Penelitian ......................................................................................................................... 13
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................................................... 14
1.5Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................................................. 14

BAB II .......................................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................................... 4
2.1 Tanaman Teh................................................................................................................................. 4
2.1.1 Morfologi ............................................................................................................................... 4
2.1.2 Klasifikasi ................................................................................................................................ 4
2.1.3 Kandungan Kimia ................................................................................................................... 4
2.1.4 Khasiat .................................................................................................................................... 5
2.2 Ekstrak ........................................................................................................................................... 5
2.2.1 Pengertian .............................................................................................................................. 5
2.2.2 Metode ekstraksi ................................................................................................................... 6
2.3 Karies Gigi...................................................................................................................................... 7
2.4 Bau Mulut...................................................................................................................................... 7
2.5 Bakteri ........................................................................................................................................... 7
2.6 Antibakteri .................................................................................................................................... 7
2.7 Obat Kumur ................................................................................................................................... 8
2.7.1 Defenisi Obat Kumur .............................................................................................................. 8
2.7.2 Fungsi Obat Kumur................................................................................................................. 8
9

2.7.3 Penggolongan Obat Kumur .................................................................................................... 8


2.7.4 Komposisi Obat Kumur .......................................................................................................... 9
2.8 Uraian Bahan............................................................................................................................... 10
2.8.1 Akuades ................................................................................................................................ 10
2.8.2 Gliserin ................................................................................................................................. 10
2.8.3 Oleum camellia .................................................................................................................... 10
2.8.4 Sakarin.................................................................................................................................. 10
2.8.5 Tween 80 .............................................................................................................................. 10
2.9 Evaluasi Obat Kumur ................................................................................................................... 11

BAB III ....................................................................................................................................... 11


METODE PENELITIAN ................................................................................................................. 11
3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................................................ 11
3.1.1. Alat ...................................................................................................................................... 11
3.1.2 Bahan ................................................................................................................................... 11
3.2 Prosedur Penelitian ........................................................................ Error! Bookmark not defined.
3.2.1 Pengambilan Sampel............................................................................................................ 12
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan ......................................................................................................... 12
3.2.3 Pengolahan Sampel.............................................................................................................. 12
3.3. Pembuatan Pereaksi .................................................................................................................. 12
3.3.1 Pereaksi Asam Klorida .......................................................................................................... 12
3.3.2 Pereaksi Asam Sulfat ............................................................................................................ 12
3.3.3 Pereaksi Besi (III) .................................................................................................................. 12
3.3.4 Pereaksi Bouchardat ............................................................................................................ 12
3.3.5 Pereaksi Dragendorff ........................................................................................................... 13
3.3.6 Pereaksi Liebermann-Burchard............................................................................................ 13
3.3.7 Pereaksi Mayer .................................................................................................................... 13
3.3.8 Pereaksi Molish .................................................................................................................... 13
3.3.9 Pereaksi Natrium Hidroksida ............................................................................................... 13
3.3.10 Pereaksi Timbal (II) ............................................................................................................. 13
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ........................................................................................... 14
3.4.1 Pemeriksaan Mikroskopik .................................................................................................... 14
3.4.2 Penetapan Kadar .................................................................................................................. 14
3.4.3 Penetapan Kadar Sari Larut.................................................................................................. 14
3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol ........................................................................... 15
3.4.5 Penetapan Kadar Abu .......................................................................................................... 15
10

3.4.6 Penetapan Kadar Abu tidak Larut dalam ............................................................................. 15


3.5 Skrining Fitokimia ........................................................................................................................ 15
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid ........................................................................................................... 16
3.5.2 Pemeriksaan Glikosida ......................................................................................................... 16
3.5.3 Pemeriksaan Saponin ........................................................................................................... 16
3.5.4 Pemeriksaan Flavonoid ........................................................................................................ 17
3.5.5 Pemeriksaan Tanin ............................................................................................................... 17
3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ...................................................................................... 17
3.6 Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau ................................................................................................... 17
3.6.1 Kadar Air Tabung .................................................................................................................. 17
3.6.2 Penetapan Kadar Abu Total ................................................................................................. 18
3.6.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam ................................................................... 18
3.7 Uji Aktivitas Antibakteri .............................................................................................................. 18
3.7.1 Sterilisasi Alat ....................................................................................................................... 18
3.7.2 Pembuatan Media untuk Bakteri Uji.................................................................................... 18
3.7.2.1 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) ............................................................................. 18
3.7.3 Pembuatan Agar Miring ....................................................................................................... 19
3.8 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Teh Hijau .................................................................................. 19
3.9 Pengujian Aktivitas Antibakteri Terhadap Ekstrak Teh Hijau...................................................... 19
3.10 Pembuatan Sediaan .................................................................................................................. 19
3.11 Cara Pembuatan Sediaan .......................................................................................................... 20
3.12 Evaluasi Sediaan ........................................................................................................................ 20

BAB IV ....................................................................................................................................... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................................... 20
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ........................................................................................................ 20
4.2 Hasil Skrining Fitokimia ............................................................................................................... 20
4.3 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Teh Hijau ............................................................................ 21
4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Teh Hijau (Camellia sinensis (L.)Kuntze) .................................. 22
4.5 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis(L.)Kuntze) .............................. 22
4.6 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teh Hijau terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans dengan Metode Difusi Agar ......................................................................... 23
4.7 Hasil Formula Sediaan Obat Kumur ............................................................................................ 24
4.8 Hasil Evaluasi Formula ................................................................................................................ 24
4.8.1 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan ................................................................................... 24
4.8.2 Hasil penentuan pH sediaan ................................................................................................ 25
11

4.8.3 Hasil uji aktivitas .................................................................................................................. 25

BAB V ........................................................................................................................................ 27
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................................... 27
5.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 27
5.2 Saran ........................................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 28


LAMPIRAN…………………………………………………………………………………………………………………………………..29
12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan rongga mulut merupakan hal yang utama dalam pergaulan seharihari. Pada
orang yang sehat, bau mulut yang terjadi umumnya berasal dari dalam mulut. Hal ini
disebabkan oleh pembusukan sisa-sisa makanan oleh bakteri yang ada didalam rongga mulut
(Burdon dan Williams, 1988). Permukaan rongga mulut banyak terdapat koloni
mikroorganisme diantaranya Streptococcus mutans. Bakteri ini dapat menempel pada
permukaan gigi dan menghidrolisis sisa-sisa makanan yang tertinggal disela sela gigi.
Akhirnya terjadilah akumulasi bakteri pada email gigi sehingga membentuk plak sebagai
pencetus karies gigi dan juga menimbulkan bau yang kurang sedap (Pintauli dan Hamadah,
2008). Salah satu cara untuk menghilangkan bau mulut adalah berkumur dengan pencuci
mulut (obat kumur-kumur) yang berguna untuk membersihkan mulut dan menyegarkan nafas
(Aneja et al., 2010). Upaya preventif lainnya yang dilakukan secara mekanis misalnya
menyikat gigi pada waktu yang tepat dengan cara yang benar (Shahani dan Reddy, 2011).
Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan sebagai pembersih untuk
meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan kesegaran nafas (Power dan Sakaguchi,
2006). Formulasi obat kumur selain bahan aktif yang umum digunakan sebagai antibakteri
juga digunakan bahan tambahan lain seperti surfaktan dan koringensia (Mitsui, 1997).
Pemanfaatan tanaman obat lebih diminati karena efek samping kecil dan relatif aman
daripada obat sintesis, namun informasi yang berkembang di masyarakat hanya sebatas bukti
empiris dan belum banyak bukti ilmiah (Juliantina dkk., 2009).

Berbagai tanaman mempunyai aktivitas antimikroba. Salah satunya adalah teh hijau
yang dapat membunuh bakteri (Triarsari, 2008). Beberapa penelitian terbaru menyatakan
bahwa teh hijau memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai antikanker, antibakteri, serta
meningkatkan kekebalan tubuh. Komponen medis yang penting dari teh hijau adalah
polifenol. Polifenol yang paling banyak ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol, yaitu
katekin (Jigisha et al., 2012). Teh hijau memiliki kandungan polifenol yang lebih besar
daripada teh hitam dan teh olong. Tanaman yang mengandung polifenol memiliki sifat
sebagai antibakteri (Ferrazzano et al., 2011). Mekanisme aktivitas antibakteri dari polifenol
epigalokatekin galat (EGCG) dan epikatekin galat (ECG) pada teh hijau yaitu dengan
13

berikatan langsung pada lapisan peptidoglikan mengganggu sintesis dinding sel, sehingga
merusak lapisan pelindung bakteri dan dapat mengubah struktur asam teikoat pada dinding
sel (Shimamura et al., 2007).

Berdasarkan uraian tersebut mendorong peneliti untuk membuat sediaan obat kumur
ekstrak teh hijau dengan berbagai konsentrasi pada uji aktivitasnya terhadap Staphylococcus
aureus dan Streptococcus mutans. Penggunaan bakteri Staphylococcus aureus karena
merupakan bakteri patogen utama bagi manusia, berkolonisasi dalam tubun manusia dan
hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi yang ditimbulkannya (Jawetz et
al., 2001). Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas, mulut dan kulit (Aneja
et al., 2010). Dan bakteri Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme yang ada pada
rongga mulut yang sering menimbulkan plak dan karies gigi (Talaro dkk., 1999 ; Tortora et
al., 2001).

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah pada penelitian ini:
1. Apakah ekstrak teh hijau mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans ?
2. Apakah ekstrak teh hijau dapat diformulasikan dalam sediaan obat kumur ?
3. Apakah sediaan obat kumur ekstrak teh hijau mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans ?

1.3 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan rumusan penelitian diatas, maka hipotesis penelitian adalah :
1. Ekstrak teh hijau mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus
dan Streptococcus mutans.
2. Ekstrak teh hijau dapat diformulasikan dalam sediaan obat kumur.
3. Sediaan obat kumur ekstrak teh hijau mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan hipotesis diatas, maka tujuan pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak teh hijau terhadap Staphylococcus
aureus dan Streptococcus mutans.
2. Untuk memformulasi ekstrak teh hijau dalam sediaan obat kumur.
3. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan obat kumur ekstrak teh hijau terhadap
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.
14

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatan daya dan hasil guna dari ektsrak
teh hijau yang dapat digunakan sebagai obat kumur yang aman. Selain itu juga mampu
memberi informasi yang berguna bagi pengembangan tanaman obat yang berkhasiat sebagai
antibakteri dan dapat mengetahui kegunaan dari teh hijau yang dapat dikembangkan menjadi
sediaan obat kumur dalam penggunaannya untuk mencegah karies gigi yang disebabkan oleh
bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans

1.6 Kerangka Pikir Penelitian


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Teh

2.1.1 Morfologi

Tanaman teh umumnya ditanam diperkebunan, dipanen secara manual dan dapat
tumbuh pada ketinggian 200-2.300 mdpl. Tanaman teh berbentuk pohon kecil karena
pemangkasan maka tampak perdu. Bila tidak dipangkas akan tumbuh kecil ramping
dengan tinggi 5-10 meter, dengan bentuk tajuk seperti kerucut. Batang tegak, berkayu,
bercabang – cabang ujung ranting dan daun muda berambut halus. Pucuk dan daun muda
yang digunakan untuk pembuatan minuman teh (Setiawan, 1999).

2.1.2 Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Dicotyledoneae
Ordo : Ericales
Famili : Theaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis (L) Kuntze
(Depkes RI, 2001).

2.1.3 Kandungan Kimia

Bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat digolongkan menjadi empat kelompok
besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi penyebab aroma, dan enzim.
Substansi fenol terdiri dari katekin (polifenol) dan flavanol. Substansi bukan fenol terdiri
dari karbohidrat, pektin, alkaloid, klorofil dan zat warna lain, asam-asam amino, resin,
vitamin, dan mineral (Syah, 2006).
Zat bioaktif yang ada dalam teh, terutama merupakan flavonoid. Flavonoid yang
secara luas tersebar dalam berbagai tanaman ini, berdasarkan struktur dan konformasi

4
5

ring C molekul dasarnya, dan dapat digolongkan menjadi 6 kelas, yaitu flavone,
flavanone, isoflavone, flavonol, flavanol, dan antocyanin. Adapun flavonoid yang
ditemukan pada teh terutama flavanol dan flavonol (Hartoyo, 2003).

Katekin (polifenol) pada teh/pucuk segar di Indonesia berkisar antara 7.02-14.6% dari
berat kering. Katekin utama dalam daun teh segar atau teh hijau adalah epigalokatekin
galat (EGCG), epigalokatekin (EGC), epikatekingalat (ECG), epikatekin (EC). Katekin
teh bersifat antimikroba (bakteri dan virus), antioksidan, antiradiasi, memperkuat
pembuluh darah, memperlancar sekresi air seni, dan menghambat pertumbuhan sel kanker
(Syah, 2006). Komponen medis yang penting dari teh hijau adalah polifenol. Polifenol
yang paling banyak ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol, yaitu katekin (Jigisha et
al., 2012). Teh hijau memiliki kandungan polifenol yang lebih besar daripada teh hitam
dan teh oolong. Tanaman yang mengandung polifenol memiliki sifat sebagai antibakteri
(Ferrazzano et al., 2011).

2.1.4 Khasiat

Dari beberapa penelitian dijelaskan bahwa teh hijau telah berkhasiat dalam meningkatkan
kesehatan. Adapun beberapa khasiat teh hijau adalah sebagai berikut :
1. Sebagai antioksidan
2. Anti hipertensi dan penyakit kardiovaskuler
3. Proteksi terhadap sinar ultraviolet
4. Mengontrol berat tubuh
5. Anti bakterial dan anti aktifitas virus
6. Meningkatkan kesehatan mulut
7. Anti peradangan (Cabrera et al., 2006; McKay et al., 2002)

2.2 Ekstrak

2.2.1 Pengertian

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan diketahui senyawa
aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi
yang tepat (Sudjadi, 1998).
6

2.2.2 Metode ekstraksi

Beberapa metode ekstraksi, yaitu:

1.Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan menggunakan pelarut dengan beberapakali


pengadukan pada temperatur ruangan (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia yang akan iperkolasi tidak langsung
dimasukkan kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu
dengan cairan penyari sekurangkurangnya selama 3 jam. Bila serbuk simplisia tersebut
langsung dialiri dengan cairan penyari, maka cairan penyari tidak dapat menembus keseluruh
sel dengan sempurna (Depkes, 1979).

3.Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan jumlah
pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

4.Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu
dalam jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen
POM, 2000).

5.Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik dengan pengadukan pada temperatur yang tinggi dari
temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Ditjen POM,
2000).
7

2.3 Karies Gigi

Karies gigi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya interaksi antara bakteri plak,
gigi dan lingkungan. Plak gigi merupakan suatu lapisan tipis dan padat yang menutupi
permukaan email gigi yang mengandung bebagai macam kuman. Bakteri yang mendominasi
pada plak adalah Streptococcus mutans.

2.4 Bau Mulut

Bau mulut adalah suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan bau kurang sedap yang
berasal dari dalam mulut. Penyebabnya berasal dari sisa-sisa makanan yang tertinggal
didalam rongga mulut yang diproses oleh mikroorganisme rongga mulut. Kondisi mulut juga
dapat memicu terjadinya bau mulut, diantaranya meningkatnya jumlah bakteri dalam rongga
mulut, kurangnya flowsaliva, berhentinya aliran saliva dan pH mulut yang bersifat alkali
(Widagdo dan Suntya, 2007).

2.5 Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu, berbentuk bola, batang atau spiral berdiameter
sekitar 0,5-1,0 µm dan panjangnya1,5-2,5 µm. Berkembang biak dengan cara membelah diri,
serta demikian kecilnya hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop (Dwijoseputro,
1978).

2.6 Antibakteri

Merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan
cara mengganggu metabolisme mikroba merugikan. Mekanisme kerja dari senyawa
antibakteri diantaranya yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat keutuhan
permeabilitas dinding sel bakteri, menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam
nukleat dan protein (Dwidjoseputro, 1978). Berdasarkan sifat toksisistas selektif, aktivitas
antibakteri ada yang bersifat menghambat pertumbuhan (bakteriostatik), dan ada yang
bersifat membunuh mikroba (bakterisid) (Pratiwi, 2008).
8

2.7 Obat Kumur

2.7.1 Defenisi Obat Kumur

Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan sebagai pembersih untuk
meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan kesegaran nafas Obat kumur
(gargarisma/gargle) adalah sediaan berupa larutan, umumnya pekat yang harus diencerkan
dahulu sebelum digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan (Ditjen
POM, 1979).

Obat kumur merupakan salah satu alternatif pencegahan dan perawatan infeksi mulut serta
menjaga kebersihan rongga mulut, karena obat kumur mampu mengurangi jumlah
mikroorganisme didalam mulut dan membersihkan sisa – sisa makanan yang mungkin masih
tertinggal setelah pembersihan secara mekanis (Wilkins, 1991).

2.7.2 Fungsi Obat Kumur

Obat kumur sama seperti pasta gigi mempunyai fungsi yang dapat dikategorikan sebagai
kosmetik, terapeutik, atau keduanya. Keefektifan obat kumur yang lain adalah
kemampuannya menjangkau tempat yang paling sulit dibersihkan dengan sikat gigi dan dapat
merusak pembentukan plak, tetapi penggunaannya tidak bisa sebagai subtitusi sikat gigi
(Claffey, 2003). Obat kumur mengandung zat antibakteri yang mencegah karies gigi dan
penyakit periodontal (Mitsui, 1997). Obat kumur antibakteri bertujuan untuk mengurangi
jumlah bakteri yang ada didalam mulut dan menghambat pembentukan plak gigi (Wilkins,
1991).

2.7.3 Penggolongan Obat Kumur

Berdasarkan komposisinya, obat kumur digolongkan dalam berbagai jenis, yaitu :

1. Obat kumur untuk kosmetik terdiri atas air, flavor, dan zat pewarna,mengandung
surfaktan dengan tujuan meningkatkan kelarutan.
2. Obat kumur yang mempunyai tujuan utama untuk menghilangkan bakteri yang
biasanya terdapat dalam jumlah besar disaluran nafas.
3. Obat kumur yang bersifat sebagai astringent, dengan maksud memberi efek langsung
pada mukosa mulut, juga mengurangi flokulasi protein ludah.
4. Obat kumur yang pekat yang penggunaannya perlu diencerkan terlebih dahulu.
9

Obat kumur dalam penggunaanya dibedakan menjadi 3 yaitu :

1. Sebagai kosmetik, hanya membersihkan, menyegarkan, dan/atau menghilangkan bau


mulut.
2. Sebagai terapeutik, untuk perawatan penyakit pada mukosa atau ginggiva,
pencegahan karies gigi atau pengobatan infeksi saluran pernafasan
3. Sebagai kosmetik dan terapeutik (Sagarin dan Gerson, 1972)

2.7.4 Komposisi Obat Kumur

Menurut Powers dan Sakaguchi (2006), komposisi obat kumur terdiri atas tiga komponen
utama yaitu :

1. Bahan aktif

Secara spesifik dipilih untuk kesehatan rongga mulut seperti antikaries, antimikroba, dan
pemberian flouride.

2. Pelarut

Biasanya air atau alkohol, alkohol digunakan untuk melarutkan bahan aktif, bahan perasa
atau bahan-bahan tambahan lain untuk memperlama masa penyimpanan.

3. Surfaktan.

Untuk menghilangkan plak pada gigi dan melarutkan bahan lain. Sebagai bahan tambahannya
digunakan flavouring agent seperti mentol, timol yang digunakan untuk menyegarkan nafas.
Bahan-bahan lain yang dapat ditambahkan yakni humektan, surfaktan, bahan antimikroba,
dan pemanis.
10

2.8 Uraian Bahan

2.8.1 Akuades

Akuades digunakan sebagai bahan baku dan pelarut dalam pengolahan, formulasi dan
pembuatan produk farmasi, bahan farmasi aktif dan reagen analitis. Akuades digunakan
sebagai pelarut produk obat dan sediaan farmaseutikal (Rowe et al., 2009).

2.8.2 Gliserin

Pemeriannya yaitu cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau
khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopis dan netral terhadap lakmus. Kelarutannya
yaitu dapat bercampur dengan air dan etanol (Ditjen POM, 1995). Gliserin digunakan secara
luas pada formulasi farmasetikal meliputi sediaan oral, telinga, mata, topikal dan parenteral.
Pada sediaan topikal dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien.
Konsentrasi gliserin yang dapat digunakan adalah ≤ 30% (Rowe et.al., 2009).

Gliserin dalam mouthwash digunakan untuk menjaga agar zat aktif tidak menguap dan
memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam jangka lama (Jackson, 1995).

2.8.3 Oleum camellia

Ol.camellia adalah derivat minyak yang terbuat dari daun Camellia sinensis. Digunakan
sebagai emolien, antioksidan, dan pewangi pada sediaan kosmetik (Michael dan Ash, 2004).

2.8.4 Sakarin

Sakarin merupakan serbuk atau hablur putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah.
Dalam bentuk larutan encer rasanya sangat manis (Ditjen POM,1995). Sakarin merupakan
salah satu bahan pemanis yang digunakan dalam produk makanan dan minuman, produk
kesehatan seperti obat kumur dan pasta gigi. Bahan ini digunakan untuk melapisi berbagai
karakteristik rasa yang kurang menyenangkan atau meningkatkan sistem aroma. Dalam
formulasi oral, sakarin digunakan pada konsentrasi 0,02-0,5 (Rowe et al., 2009).

2.8.5 Tween 80

Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama kimia polioksietilen
20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C64H124O26 merupakan cairan seperti
11

minyak, jernih berwarna kuning muda hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit, dan
hangat (Rowe et al., 2009). Tween merupakan surfaktan yang luas digunakan dalam farmasi,
karena relative aman, tidak toksik dan tidak mengiritasi. Dalam formulasi, tween digunakan

sebagai zat pembasah, pelarut, dan pensuspensi dengan konsentrasi 0,01-12% (Agoes, 2006).

2.9 Evaluasi Obat Kumur

Evaluasi sediaan obat kumur dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan
larutan selama waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui
pengamatan secara organoleptis (rasa, bau, dan warna), pengamatan secara kimia
(pengukuran pH) (Martin dkk., 1993).
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian ini meliputi


penyiapan bahan, identifikasi sampel, pembuatan ekstrak, pengujian aktivitas antibakteri
ekstrak teh hijau terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans, pembuatan
sediaan obat kumur, dan dilakukan evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan uji stabilitas
sedian, uji pH, dan uji aktivitas antibakteri dari sediaan obat kumur tersebut. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Fitokimia,Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium
Farmasetika Dasar Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat alat gelas, alat maserasi, alat
penetapan kadar air, aluminium foil, alu, autoklaf, batang pengaduk, blue tip, botol kaca,
benang wol, blender, bunsen, cawan penguap yang berdasar rata, cawan petri, erlenmeyer,
inkubator, jangka sorong, jarum ose, kaca arloji, kain kasa, kapas streril, kertas perkamen,
LAC, lemari pendingin, lumpang, mikroskop, mikro pipet, neraca kasar, neraca analitik,
oven, penangas air, pH meter, pinset, pipet tetes, spatula, spektrofotometer, tabung reaksi dan
vial.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, teh hijau merek Prendjak, etanol
96%, bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Streptococcus mutans, larutan BaCl2, larutan
H2SO4, nutrient agar, nutrient broth, sakarin, tween 80, pewangi, larutan dapar asam pH
4,01, larutan dapar standard netral pH 7,01, bahan kimia yang digunakan berkualitas pro
analisa, kecuali dinyatakan lain : alfa, naftol, asam klorida, asam asetat anhidrida, asam titrat
pekat, besi (III) klorida, bismuth (III) nitrat pekat, n-heksan, iodium, isopropanol, kalium
iodida, kloroform, listerine, metanol, kristal narium hidroksida, raksa (II) klorida, serbuk
magnesium, timbal (II) asetat, amil alkohol dan toluen.

11
12

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pengambilan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan merek yang
sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah teh hijau merek Prendjak yang
diperoleh dari Pondok Indah Pasar Buah, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Herbarium


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)

3.2.3 Pengolahan Sampel

Sampel teh hijau diserbukkan terlebih dahulu dengan menggunakan blender menjadi serbuk
kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.

3.3. Pembuatan Pereaksi

3.3.1 Pereaksi Asam Klorida

2N Sebanyak 17 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 ml
(Ditjen POM RI, 1979).

3.3.2 Pereaksi Asam Sulfat

2N Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan akuades hingga 100 ml
(Ditjen POM RI, 1979).

3.3.3 Pereaksi Besi (III)

Klorida 1% Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml (Ditjen
POM RI, 1995).

3.3.4 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam akuades, ditambahkan


iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1979).
13

3.3.5 Pereaksi Dragendorff

Campurkan 20 ml larutan bismuth nitrat P 40% dalam asam nitrat P dengan 50 ml larutan
iodida P 54,4% hingga memisah sempurna, ambil larutan jernih (Ditjen POM RI, 1995).

3.3.6 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 ml etanol 96%, kemudian


tambahkan 5 ml asetat anhidrida dinginkan (Ditjen POM RI, 1995).

3.3.7 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,35 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml akuades. Pada wadah lain
sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml akuades, keduanya dicampurkan, dan
ditambahkan akuades hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).

3.3.8 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g alfanaftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga
volume 100 ml (Ditjen POM RI, 1995)

3.3.9 Pereaksi Natrium Hidroksida

2N Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidkroksida dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml
(Ditjen POM RI, 1979).

3.3.10 Pereaksi Timbal (II)

Asetat 0,4 M Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam akuades bebas
karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
14

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air,


penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total,
dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Ditjen POM RI, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia teh hijau. Serbuk simplisia
ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup
dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.4.2 Penetapan Kadar

Air Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci, dibilas dengan air,
dan dikeringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu yang telah kering dimasukkan
sejumlah zat yang akan ditimbang seksama, yang diperkirakan mengandung 2 ml sampai 4
ml air. Dimasukkan ± 200 ml toluen ke dalam labu, kemudian alat dihubungkan. Toluen
dituangkan ke dalam tabung penerima melalui alat pendingin kemudian labu dipanaskan hati-
hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, pengulangan dimulai dengan kecepatan ± 2
tetes/detik hingga sebagian besar air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan
hingga 4 tetes/detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan
toluen sambil dibersihkan. Penyulingan dilangsungkan selama 5 menit dan tabung penerima
dibiarkan mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, kadar air
simplisia dihitung dalam persentase (Haryoto dan Priyanto, 2018).

3.4.3 Penetapan Kadar Sari Larut

dalam Air Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-
kloroform (2,5 ml kloroform dalam akuades sampai 1 L) dengan menggunakan botol
bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam
dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan yang berdasar rata
yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan (Depkes, 1995).
15

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96%
dengan menggunakan botol bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga
kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan
dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.4.5 Penetapan Kadar Abu

Total Sebanyak 2 g serbuk simplisia teh hijau ditimbang seksama dimasukkan dalam krus
porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan
sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 6000 C selama 3 jam kemudian
didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan diudara (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu tidak Larut dalam

Asam Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 205 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan,
disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung bahan yang dikeringkan diudara
(Depkes RI, 1995)

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia teh hijau meliputi pemeriksaan senyawa alkaloid,
glikosida, saponin, flavonoid, tanin dan steroid/tritepenoid (Depkes RI,1995, Farnsworth,
1966).
16

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia teh hijau ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml


akuades, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat di
pakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu kedalam masing-masing tabung reaksi
dimasukkan 0,5 ml filtrat pada tabung :

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat


b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff Universitas Sumatera Utara 27
c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer Alkaloid disebut posiif jika terjadi
endapan atau kekeruhan paling sedikit pada tabung dari percobaan diatas
(Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia teh hijau disari dengan 30 ml campuran etanol 96% dengan air
suling (7:3), ditambahkan asam sulfat pekat hingga diperoleh pH 2, kemudian direfluks selama
10 menit, didinginkan dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan
25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan
20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali.
Kumpulan sari air diuapkan dengan temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam
2 ml metanol. Sari air dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diuapkan di atas penangas air,
pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Ditambahkan hati-hati 2 ml asam
sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan,
menunjukkan adanya ikatan gula; Sari pelarut organik diuapkan di atas penangas air. Larutkan
sisa dalam 5 ml asam asetat anhidrat. Ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, akan terjadi
warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (Depkes, 1995).

3.5.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia teh hijau dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dtambahkan
10 ml akuades panas, didinginkan kemudian dikocok kuatkuat selama 10 detik, timbul busa
yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam
klorida N, bila buih tidak hilang menunjukan adanya saponin (Depkes RI, 1995).
17

3.5.4 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia teh hijau ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5
menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu
ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok,
dan dibiarkan memisah, Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuniing, jingga pada
lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 1 g serbuk simplisia teh hijau disari dengan 10 ml akuades, disaring lalu filtratnya
diencerkan dengan akuades sapai tidak berwarna. Diambil ml larutan lalu ditambahkan 1
sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan
adanya tanin (Ditjen POM, 1979).

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia teh hijau dimaserasi dengan n heksan selama 2 jam, lalu
disaring. Filtrat diuapkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul
warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu
menunjukkan adanya triterpenoid (Farnsworth, 1966).

3.6 Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau

3.6.1 Kadar Air Tabung

Penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci, dibilas dengan air, dan dikeringkan
dalam lemari pengering. Ke dalam labu yang telah kering dimasukkan sejumlah zat yang akan
ditimbang seksama, yang diperkirakan mengandung 2 ml sampai 4 ml air. Dimasukkan ± 200
ml toluen ke dalam labu, kemudian alat dihubungkan. Toluen dituangkan ke dalam tabung
penerima melalui alat pendingin kemudian labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah
toluen mendidih, pengulangan dimulai dengan kecepatan ± 2 tetes/detik hingga sebagian besar
air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes/detik. Setelah semua
air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen sambil dibersihkan. Penyulingan
dilangsungkan selama 5 menit dan tabung penerima dibiarkan mendingin hingga suhu kamar.
18

Setelah air dan toluen memisah sempurna, kadar air simplisia dihitung dalam persentase
(Haryoto dan Priyanto, 2018).

3.6.2 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2,5 gram ekstrak kental ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam kurs porselen
yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen bersama isinya dipijarkan
perlahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap kadar
abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.6.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 ml asam klorida encer
selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu
cuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap,
didinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.7 Uji Aktivitas Antibakteri

3.7.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan terlebih dahulu sebelum
dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven pada suhu 1700C selama 1 jam. Media
disterilkan diautoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dengan lampu
bunsen (Lay dan Sugiyo, 1994).

3.7.2 Pembuatan Media untuk Bakteri Uji

3.7.2.1 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)


Komposisi:

Lab – lemco powder 1,0 g

Yeast extract 2,0 g

Peptone 5 ,0 g

Sodium Chlorida 5,0 g


19

Agar 15,0 g

Cara pembuatan : Sebanyak 28 g serbuk Nutrient agar (NA) dilarutkan dalam air suling
hingga 1 liter dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut.

3.7.3 Pembuatan Agar Miring

Sebanyak 3 ml media nutrient agar cair, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diletakkan pada
sudut kemiringan 30°– 45°, dibiarkan memadat, kemudian disimpan dilemari pendingin (Lay
dan Sugiyo, 1994)

3.8 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Teh Hijau

Ekstrak teh hijau ditimbang 5 g dilarutkan dalam etanol 96% hingga 10 ml maka konsentrasi
ekstrak adalah 500 mg/ml. Kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak
dengan konsentrasi 400 mg/ml; 300 mg/ml; 200 mg/ml; 100 mg/ml; 75 mg/ml; 50 mg/ml; 25
mg/ml; 15 mg/ml; 10 mg/ml; 5 mg/ml, 4 mg/ml, 3 mg/ml, 2 mg/ml, dan 1 mg/ml.

3.9 Pengujian Aktivitas Antibakteri Terhadap Ekstrak Teh Hijau

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap ekstrak teh hijau dengan berbagai
konsentrasi. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar.

3.10 Pembuatan Sediaan

Formula sediaan obat kumur-kumur menurut Zhang et al., (2005) terdiri dari Ornidazole 0,5%
(bahan aktif), Tween 80 0,2% (Surfaktan), Mentol 0,02% (odoris), dan Akuades (pelarut).
20

3.11 Cara Pembuatan Sediaan

Dimasukkan ekstrak teh hijau yang telah ditimbang kedalam lumpang, ditambahkan gliserin
dan tween 80 dan digerus hingga homogen, lalu ditambahkan sakarin dan dihomogenkan.
Ditambahkan sebagian akuades sedikit demi sedikit hingga semua ekstrak larut sempurna
digerus hingga bisa dituang. Disaring dan dimasukkan kedalam botol, ditambahkan Oleum
camellia dan ditambahkan aquades hingga 50 ml (Fitri dkk., 2017).
3.12 Evaluasi Sediaan

Meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik meliputi pemeriksaanstabilitas sediaan dan
penentuan pH. Evaluasi biologi meliputi penentuan aktivitas antibakteri sediaan obat kumur
ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans dengan metode difusi agar.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi Herbarium Medanense FMIPA USU, adalah
tumbuhan teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze.), dari suku Theaceae. Hasil identifikasi
tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 52.
4.2 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dapat
dilihat di Tabel 4.1 berikut ini

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia teh hijau memperlihatkan adanya golongan
senyawa alkaloid, glikosida, saponin, tanin, flavonoid dan steroid/triterpenoid. Senyawa yang
bersifat antibakteri adalah saponin, tanin, flavonoid dan steroid/triterpenoid. Adanya alkaloid
pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) ditunjukkan ketika ditambahkan LP Mayer
menghasilkan endapan putih dan ketika ditambahkan LP Bouchardat menghasilkan endapan
coklat, namun ketika diketika ditambahkan LP Dragendroff tidak terbentuk endapan.
Alkaloid dianggap Universitas Sumatera Utara 37 positif jika dengan Mayer terbentuk
endapan berwarna putih atau kuning, dengan Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat
sampai hitam, dan dengan Dragendorff terbentuk endapan kuning jingga. Serbuk simplisia
dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Depkes,
1995). Adanya flavonoid pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) ditunjukkan ketika
serbuk simplisia teh hijau yang ditambahkan serbuk Mg, HCl pekat dan amil alkohol
menunjukkan lapisan amil alkohol berwarna jingga. Flavonoid positif jika terjadi warna merah,
kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
Adanya saponin pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) ditunjukkan ketika
serbuk simplisia teh hijau yang ditambahkan air panas, didinginkan dan kemudian kocok kuat-
kuat selama 10 detik, menghasilkan buih setinggi 1,4 cm. Saponin positif jika terjadi buih yang

20
21

mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm dan pada penambahan
1 tetes asam klorida 2N, buih tidak hilang (Depkes, 1995).
Adanya tanin pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) ditunjukkan ketika serbuk
simplisia teh hijau ditambahkan 2 tetes pereaksi besi (III) klorida terbentuk warna biru.Tanin
positif jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman (Harborne, 1987). Adanya
triterpenoid/steroid pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) ditunjukkan ketika serbuk
simplisia teh hijau ditambahkan pereaksi LibermannBurchard menunjukkan warna biru
kehijauan. Steroid/triterpenoid positif jika terbentuk warna ungu atau merah yang berubah
menjadi biru ungu atau biru kehijauan menunjukkan adanya triterpen/steroida
(Harborne,1987).
Adanya glikosida pada teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) ditunjukkan ketika sari
air ditambahkan pereaksi Molish dan H2SO4 terbentuk cincin ungu dan ketika sari pelarut
organik LP Liebermann-Burchart terbentuk warna hijau kebiruan. Glikosida dikatakan positif
bila menghasilkan cincin ungu pada sari air dan menghasilkan warna hijau/biru pada sari
pelarut organik(Depkes, 1995). Hasil skrining fitokimia serbuk teh hijau dapat dilihat pada
Lampiran 19
4.3 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Teh Hijau

Hasil karakterisasi serbuk simplisia teh hijau dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar air dari serbuk simplisia teh hijau (Camellia
sinensis (L.) Kuntze) yaitu 6,62%. Kadar air yang melebihi persyaratan memungkinkan
terjadinya pertumbuhan jamur. Hal ini dikarenakan air merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan jamur. Hasil tersebut memenuhi persyaratan SNI 3945 2016 yaitu kadar air
maksimal 8%. Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar sari larut dalam air dari serbuk
simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 30,32.
kadar sari serbuk simplisia teh hijau larut dalam air untuk mengetahui kadar sari yang larut
dalam air. Kadar sari larut dalam air bersifat polar lebih banyak larut di dalam pelarut air dan
etanol, dan senyawa yang tidak larut dalam pelarut air akan larut di dalam pelarut etanol. Hasil
tersebut dikatakan memenuhi persyaratan SNI 3945 2016 yaitu kadar sari larut dalam air
diperoleh hasil lebih besar atau sama dengan 8%.
Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar sari larut dalam etanol dari serbuk simplisia
teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 58,30%. Penetapan kadar sari serbuk simplisia
teh hijau larut dalam etanol untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam etanol. Hasil tersebut
22

dikatakan memenuhi persyaratan SNI 3945 2016 yaitu kadar sari larut dalam etanol lebih besar
atau sama dengan 9%. Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar abu total dari serbuk
simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 5,32%. Penetapan kadar abu total
untuk mengetahui kadar zat anorganik yang ada pada simplisia.
Hasil tersebut dikatakan memenuhi persyaratan SNI 3945 2016 yaitu kadar abu total diperoleh
4-8%. Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar abu tak larut asam dari serbuk simplisia
teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 0,82%. Penetapan kadar abu tidak larut dalam
asam untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam. Hasil tersebut
dikatakan memenuhi persyaratan SNI 39452016 yaitu tidak lebih dari 1%.
4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Teh Hijau (Camellia sinensis (L.)Kuntze)

Hasil maserasi dari 1500 g serbuk simplisia teh hijau (Camellia sinensis (L.)Kuntze) dengan
pelarut etanol 96%, kemudian diuapkan dengan rotary evaporatorsuhu ± 40oC lalu dipekatkan
menggunakan penangas air sampai diperoleh ekstrakkental sebanyak 254 g (rendemen
16,93%) berwarna hitam kecoklatan. Pemilihanpelarut berdasarkan senyawa yang memiliki
kepolaran yang sama akan lebihmudah larut. Etanol memiliki sifat polar (Sudamadji et al.,
1997). Polifenolmerupakan suatu senyawa yang bersifat polar (Evans, 2002). Sehingga
pemilihan pelarut etanol 96% sesuai untuk ekstraksi senyawa polifenol karena memiliki
kepolaran yang sama.
4.5 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis(L.)Kuntze)

Hasil pemeriksaan karakterisasi ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dapat dilihat
sebagai berikut pada Tabel 4.3.

Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar air dari ekstrak teh hijau (Camellia sinensis
(L.) Kuntze) yaitu 8,64% dimana hasil tersebut memenuhi persyaratan penetapan kadar air.
Penetapan kadar air memenuhi syarat jika diperoleh hasil maksimal 16% (SNI 3945, 2016).
Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar abu total dari ekstrak teh hijau (Camellia
sinensis (L.) Kuntze) yaitu 0,65% dimana hasil tersebut memenuhi persyaratan kadar abu total.
Penetapan kadar abu total memenuhi syarat jika diperoleh hasil maksimal 2% (SNI 3945,
2016). Hasil pemeriksaan karakterisasi penetapan kadar abu tak larut asam dari ekstrak teh
hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) yaitu 0,16% dimana hasil tersebut memenuhi persyaratan
kadar abu tak larut asam. Penetapan kadar tak larut asam memenuhi syarat jika diperoleh hasil
maksimal 1% (SNI 3945, 2016).
23

4.6 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teh Hijau terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Streptococcus mutans dengan Metode Difusi Agar

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau merek Prendjak dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans, ini
terlihat dengan adanya zona jernih di sekitar pencadang. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode difusi agar menggunakan cakram kertas dengan cara menentukan
diameter daerah hambatan, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka
semakin besar diameter hambatan yang dihasilkan (Pratiwi, 2008).

Pada tabel 4.4 diatas, menyatakan bahwa ekstrak teh hijau merek Prendjak dapat menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans sedangkan pada blanko
(etanol) tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap kedua bakteri yang digunakan.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau memberikan batas daerah hambatan
minimum pada 3 mg/ml untuk Staphylococcus aureus (6,76 mm) dan 3 mg/ml untuk
Streptococcus mutans (6,5 mm). Batas daerah hambatan yang efektif didapat pada 200 mg/ml
terhadap Staphylococcus aureus (14,7 mm) dan Streptococcus mutans pada 400 mg/ml (14,66
mm). Menurut Depkes RI (1995),
suatu zat dikatakan memiliki daya hambat yang baik jika diameter daerah hambatan lebih
kurang 14 sampai 16 mm. Hasil uji aktivitas antibakteri yang telah dilakukan pada ekstrak teh
hijau menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau merek Prendjak memiliki sifat spektrum yang luas
dan semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi juga diameter zona hambat.
24

Teh hijau memiliki manfaat sebagai antibakteri dikarenakan terdiri atas senyawa polifenol
(katekin dan flavonoid), alkaloid, saponin, tanin, dan steroid (Ferrazzano et al., 2011). Hasil
data diameter daya hambat antibakteri ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.
4.7 Hasil Formula Sediaan Obat Kumur

Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan diperoleh formula obat kumur ekstrak teh hijau
adalah 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dan 5% bahan yang digunakan yaitu tween 80 5%, gliserin
1%, sakarin 0,3%, parfum q.s, dan aquades ad 50 ml. Berdasarkan hasil sediaan obat kumur
dengan penambahan ekstrak teh hijau menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi teh hijau
semakin hitam dan semakin kental sediaan obat kumur yang dihasilkan.
4.8 Hasil Evaluasi Formula

4.8.1 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan


25

Hasil uji stabilitas sediaan obat kumur menunjukkan bahwa seluruh sediaan yang dibuat tetap
stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 12 minggu pengamatan. Parameter yang
diamati dalam uji kestabilan fisik ini meliputi perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Dari
hasil pengamatan bentuk, didapatkan hasil bahwa seluruh sediaan obat kumur yang dibuat
memiliki bentuk dan konsistensi yang baik. Bertambahnya konsentrasi ekstrak teh hijau yang
digunakan maka bertambah hitam atau pekat warna obat kumur yang dihasilkan Bau yang
dihasilkan dari seluruh sediaan obat kumur adalah bau khas dari daun teh hijau dan flavouring
agent yang digunakan yaitu oleum camelia. Bau sediaan tetap stabil dalam penyimpanan
selama 12 minggu pengamatan pada suhu kamar.
4.8.2 Hasil penentuan pH sediaan

Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa sediaan blanko tanpa ekstrak teh


hijau adalah 6,2-6,7 sedangkan sediaan yang dibuat dengan menggunakan ekstrak teh hijau
dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dan 5% memiliki pH berkisar 4,5-6,5.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin rendah pH sediaan. Nilai
pH sediaan untuk mulut umumnya antara 4,5 hingga sekitar 9 atau 10 dan lebih baik sekitar
6,5 hingga 7,5 (Lucida, 2006). Perubahan pH yang tidak signifikan terjadi setiap minggunya
namun masih dalam
4.8.3 Hasil uji aktivitas

antibakteri sediaan obat kumur ekstrak teh hijau Uji aktivitas antibakteri sediaan obat kumur
ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) terhadap 7 formula (F0, F1, F2, F3, F4, F5,
dan F6) dan obat kumur pembanding (Listerine) dengan metode difusi agar terhadap bakteri
26

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut
ini :

Keterangan :
F0 = Formula tidak mengandung ekstrak teh hijau
F1 = Formula mengandung 0,3% ekstrak teh hijau
F2 = Formula mengandung 0,4% ekstrak teh hijau
F3 = Formula mengandung 0,5% ekstrak teh hijau
F4 = Formula mengandung 1% ekstrak teh hijau
F5 = Formula mengandung 1,5 % ekstrak teh hijau
F6 = Formula mengandung 2 % ekstrak teh hijau
F7 = Formula mengandung 2,5 % ekstrak teh hijau
F8 = Formula mengandung 5 % ekstrak teh hijau
* = Hasil rata-rata tiga kali pengukuran
Pengujian sediaan obat kumur-kumur ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze)
pada F0 (Blanko) tidak memiliki zona hambatan pada bakteri Staphylococcus aureus
sedangkan pada bakteri Streptococcus mutans tidak memiiliki zona hambatan pada F0
(Blanko), F1 dan F2. Dari kelima formula belum ada didapatkan daya zona hambatan yang
efektif. Namun hasil uji aktivitas antibakteri dari sediaan obat kumur ekstrak teh hijau
(Camellia sinensis (L.) Kuntze) memberikan daya hambat yang lebih besar daripada
27

pembanding yaitu Listerine teh hijau pada konsentrasi 2%, 2,5%, dan 5% terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak teh hijau memiliki aktivitas antibakteri efektif konsentrasi 200 mg/ml pada bakteri
Staphylococcus aureus dengan zona hambat 14,7 mm dan pada Streptococcus mutans
konsentrasi 400 mg/ml dengan zona hambat 14,66 mm.
2. Ekstrak teh hijau dapat diformulasikan menjadi sediaan obat kumur dengan komposisi
ekstrak teh hijau sebagai zat aktif, tween 80 sebagai surfaktan,gliserin sebagai humektan,
sakarin sebagai korigensia saporis, oleum camellia sebagai korigensia odoris dan aquadest
sebagai pelarut
3. Sediaan obat kumur memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dan bakteri Streptococcus mutans konsentrasi 2%, 2,5% dan 5%.
5.2 Saran

Diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri
lain penyebab masalah di gigi dan mulut dari sediaan obat kumur ekstrak teh hijau.

27
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB. Halaman 96, 159.
Aneja, K.R., Joshi, R., dan Sharma, C. 2010. The Antimicrobial Potential of
Ten Often Used Mouthwashes Againts Four Dental Caries Pathogens.
India: Jundishapur. Journal of Microbiology. 3(1): 15-27.
Brooks, G.F., Janet,. B., Stephen A.M. 2007. Jawetz, Melnick and Adelbergs.
Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbilogy) Buku. Alih Bahasa
oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M.,
Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta : Salemba Medika. Halaman
317-325, 358-360
Burdon, K.L, and Williams, R.P. 1988. Microbiology. 6th edition. The
Macmillan Company, London. Halaman 512-513.
Cabrera, C., Artacho, R. and Gimenez, R. 2006. Beneficial effects of green tea-a
review. J Nutr., 25 : 79 - 99
Claffey, N. 2003. Essential oil moutwash : a key component in oral health
management. J Clin Periodontal, 30 (suppl.5): 22-24
Dalimarta, S. 1990. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta : PT Pustaka
Pembangunan Swadaya Nusantara. Halaman 150 - 152
Depkes. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 7, 629, 687, 748, 854-855.
Depkes. 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia I. Jilid II. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI. Halaman 57-58.
Difco Laboratories. 1997. Difco Manual of Dehidrated Culture Media and
Reagenst for Microbiology and Clinical Laboratory Procedure. Ninth
edition. Detroit Michigan : Difco Laboratories. Halaman 32, 64
Ditjen POM RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 653, 744, 748.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Cetakan pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 10 -17.
Dwidjoseputro, D. 1978. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Hal.104-119.
28
Evans, W, C. 2002. Pharmakognosi, Edisi 15, W.B Sanders, Philedelpia. Halaman
34.
Farnsworth, N.R. 1966. Biologycal and Phytochemical Scrining of Plants.
Journal of Pharmaceutical Science. 55(3): 257.
Ferrazzano, G. F., Amato, I., Ingenito, A., Natale, A. D., & Antonino P. 2011.
Anti-Cariogenic Effects of Polyphenols from Plant Stimulant Beverages
(Cocoa, Coffee, Tea). Fitoterapia. Halaman 80, 262.
Fitri, H., Sundu, R., dan Ria, M. 2017. Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri
Streptococcus mutans dari Sediaan Moutwash Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L). Jurnal Sains dan Kesehatan. 10(1) : 424.
Harborrne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 49,
147
Hartoyo A., 2003. Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.
Halaman 9, 10, 15, dan 17
Hartoyo, dan Priyanto, E. 2018. Potensi Buah Salak Sebagai Suplemen Obat dan
Pangan. Surakarta : Muhammadiyah University Press. Halaman 169-170
Jackson, E. B., 1995. Sugar Confectionery Manufacture. Second Edition, 89,
Cambridge University Press, Cambridge.
Jawetz, et al. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi keduapuluh. J akarta:
Penerbit EGC. Halaman 239-240, 259.
Jigisha A, Nishant R., Navin K., Pankaj G. 2012. Green tea: a Magical Herb with
Miraculous Outcomes. International res Journal Pharm. Halaman 139-48
Juliantina, F., Dewa, A.C.M., Bunga, N., Titis, N., dan Endrawati, T.B. 2009.
Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial
Terhadap Bakteri Gram Positif Dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan Indonesia. 5(3):10.
Lay, B.W., dan Sugiyo, H. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. Halaman 34, 72-73.
Lucida, H. 2006. Determination of the Ionization Constants and the Stability of
Catechin from gambir (Uncaria gambir Roxb). Padang ASOPMS 12.
International Conference.4(1): 4.
Martin, alfred. James. And Arthur. 1993. Farmasi Fisik : Dasar-dasar Kimia
Fisik dalam Ilmu Farmasetik Edisi 2. UI Press. Depok
McKay, D.L., and Blumberg, J. B., 2002. Review the role of tea in human health:
an update. J Nutr., 21 : 1 – 13.
Melani, S. 1988. Sintesis glukan oleh Glukosiltransferase Streptococcus mutans.
Mekanisme Pembentukan Plak Gigi. Jurnal FKG Universitas Trisakti
Jakarta. 5(2): 9, 14
Michael, dan Ash, I. 2004. Hanbook of Presentatives. USA: Synapse Information
Resources. Halaman 317.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Singapore: Elsevier Science.
Halaman 483
Pelczar, M., dan Chan, E.C.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit
UI-Press. Halaman 117, 132, 138 -140, 144
Pintauli S, Hamada T. 2008. Menuju gigi dan mulut sehat:
pencegahan dan pemeliharaanya. Ed.I. Medan: USU Press. 2008 :4-5,21.
Power, J.M. and Sakaguchi,R. I., 2006. Craigs Restorative Dental Material . 12th
ed. 164-167
Pratiwi, S, T., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman
137.
Rawlins, E.A. 2003. Bentleys of Pharmaceutics. Edisi XVIII. London: Baillierre
Tindall. Halaman 22, 35.
Rohdiana. 2015. Teh, Karakteristik, Proses dan Komponen Fungsionalnya. Pusat
Penelitian Teh dan Kina. Food Review Indonesia. Vol. X/ No.8. Agustus
015. Halaman 34-36.
Rowe, C.R., Sheskey, J. P., dan Quin, E. M.. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipient. Edisi enam. Washington: Pharmaceutical Press. Halaman 605
Sagarin, E. dan S.D. Gershon. 1972, Cosmetics, Science and Technology. Edisi II.
New York: John Wiley and Sons, Inc.
Shahani, M.N., dan Reddy, V.V.S. 2011. Comparison of Antimicrobial
Substantivity of Root Canal Irrigants in Instrumented Root Canals up to 72
Hours: An Invitro Study. India Journal of Indian Soc. Pedod. Prev. Dent.
5(2): 29.
Shimamura, T., T., Zhao, W.H, dan Hy, Z.Q. 2007. Mechanism of Action and
Potential for Use of Tea Catechin as an Anti-infective Agent. Antiinfective Agent in
Medicinal Chemistry. 6(1). Halaman 57-62
SNI 3945. 2016. Teh Hijau. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Halaman 6.
Stanier, R.Y., Adelberg, E.A., dan Ingraham, J.L. 1982. Dunia Mikroba I.
Penerjemah: Agustin Wydia. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara.
Halaman 23-25.
Syah A. N. A, 2006. Taklukkan Penyakit Dengan Teh hijau. Jakarta: Agromedia
Pustaka. Halaman 12, 47 – 50.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhari. 1997. Proses Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberti, Ygyakarta. Halaman 24.
Sudjadi. 1998. Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada. Halaman 167-169.
Talaro, Kathleen P., dan Arthur, T. 1999. Foundations in microbiology: basic
principles. Edisi Ketiga. Boston: WCB/McGraw-Hill. Halaman 237-238.
Tortora, J.G., Funke, R.B., dan Case, L.C. 2001. Microbiology an
Introduction. New York: Addison Wesley Longman Inc. Halaman 687.
Tranggono RI dan Latifah F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta; Hal. 11-20
Triarsari, D. 2007. High Tea, Gaya Sehat Ngeteh. Seri Gaya hidup Sehat.
Gramedia, Jakarta. Halaman 12.
Widagdo, Y. dan Suntya, K. 2007. Volatile Sulfur Compounds Sebagai
Penyebab Halitosis. Denpasar: Kumpulan Jurnal FKG Universitas
Mahasaraswati. Volume 5 No 3. Halaman 2.
Wilkins, E,. 1991. Clinical Practice of Dental Hygienist. 3rdEdition. Balliere
Tyndall. London. Halaman 279, 309 - 310.
Zhang, B, Takatsu, F, Geng, S, Zhengxiang, Hong, J. 2005. Ornidazole
Lampiran 1. Gambar sampel teh hijau merek Prendjak dalam kemasan
Lampiran 2. Gambar sampel teh hijau merek Prendjak yang telah diserbukkan
Lampiran 3. Gambar mikroskopik serbuk simplisia teh hijau merek Prendjak
Lampiran 4. Gambar ekstrak teh hijau
Lampiran 5. Sediaan obat kumur
Lampiran 6. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia teh hijau
Lampiran 7. Alat dan Bahan yang digunakan
Lampiran 8. Lanjutan
Laporan 9. Lanjutan

Keterangan :
A = Alat-alat gelas
B = Tanur
C = Rotary Epavorator
D = Jangka Sorong
E = Inkubator
F = Neraca analitik
G = Vortex
H = Oven
I = Laminar air flow
J = Nutrient Agar
K = Nutrient Broth
L = Alat Penetapan Kadar air
M = Autoklaf
N = Mikropipet
O = Pencadang Kertas
P = Listerin
Q = pH Indikator
R = pH meter

Anda mungkin juga menyukai