Anda di halaman 1dari 45

FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT DARI EKSTRAK

ETANOL DAUN NANGKA (Artocapus heterophyllus Lam.)


KOMBINASI DAUN KECOMBRANG (Etlingera elatior (Jack))

PROPOSAL

Disusun oleh:
RAJA SAMUEL SIREGAR
1801021012

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN UMUM
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2021
FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT DARI EKSTRAK
ETANOL DAUN NANGKA (Artocapus heterophyllus Lam.)
KOMBINASI DAUN KECOMBRANG (Etlingera elatior (Jack))

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Program Studi D3 Farmasi dan Memperoleh
GelarAhli Madya Farmasi
(Amd. Farm.)

Disusun oleh:
RAJA SAMUEL SIREGAR
1801021012

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN UMUM
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL

FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT DARI EKSTRAK


ETANOL DAUN NANGKA (Artocapus heterophyllus Lam.)
KOMBINASI DAUN KECOMBRANG (Etlingera elatior (Jack))

Yang Diajukan dan Dipertahankan Oleh :

RAJA SAMUEL SIREGAR


1801021012

Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :


Menyetujui:

Medan, 2021

Pembimbing

(apt. Pricella Ginting S.Farm., M.Si)

Medan, 2021
Ketua Program Studi D3 Farmasi
Institut Kesehatan Helvetia

(apt. Hafizhatul Abadi, S.Farm, M.Kes)


NIDN 0114058305
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah

FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT DARI EKSTRAK


ETANOL DAUN NANGKA (Artocapus heterophyllus Lam.)
KOMBINASI DAUN KECOMBRANG (Etlingera elatior (Jack))

Yang Telah Diajukan dan Dipertahankan Oleh :

RAJA SAMUEL SIREGAR


1801021012

Telah Diuji, Diperiksa dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Program Studi
D3 Farmasi Pada Tanggal ..... dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima dan Diperbanyak

Tim Penguji

Ketua Penguji,

(...........................................................)

Anggota Penguji I, Anggota Penguji II

(apt. Ihsanul Hafiz S.Farm., M.Si) (Hendri Faisal S.Si., M.Si)

Medan, 2021

Fakultas Farmasi dan Kesehatan Umum


Dekan

(apt. H. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si)


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

FOTO MAHASISWA (ukuran 4x6)

Identitas
Nama : Raja Samuel Siregar
Tempat/Tanggal lahir : Batam / 09-08-1998
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Katholik
Anak ke- :1
Nama Ayah : Maju Siregar
Nama Ibu : Ramenna Regina Rumahorbo
Status Perkawinan :

Riwayat Pendidikan
Tahun 19……… :
Tahun 19………
ABSTRAK

JUDUL

Raja Samuel Siregar


NIM : 1801021012

Program Studi D3 Farmasi


ABSTRACT

TITLE

Raja Samuel Siregar


NIM: 1801021012

Study Program Diploma Degree Of Pharmacy


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena berkat rahmat dan karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini dengan judul “Formulasi Sediaan Sabun Padat Dari Ekstrak Daun
Nangka (Artocapus heterophyllus Lam.) Kombinasi Daun Kecombrang (Etlingera
elatior (Jack))”
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis menyadari masih
banyak kesalahan dan kekurangan, namun harapan penulis, Pembaca dapat
mengoreksi dan memberi masukan untuk penelitian selanjutnya dengan harapan
penelitian ini dapat berkembang dengan baik.
Peda kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu dalam meyelesaikan karya tulis ini, terutama :
1. Ibu dr. Hj. Razia Begum Suroyo., M.Sc, M.Kes, selaku Penasehat Yayasan
Helvetia Medan.
2. Ibu dr. Hj. Arifah Devi Fitriani M.Kes selaku Ketua Yayasan Helvetia di
Medan
3. Bapak Drs. H. Ismail Efendy, M.Si. selaku Rektor Institut Kesehat Helvetia
di Medan.
4. Bapak apt. H. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si selaku Dekan Fakultas Farmasi
dan Kesehatan Umum Institut Kesehatan Helvetia Medan.
5. Ibu apt. Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Kes selaku Ketua Program Studi D3
Farmasi Institut Kesehatan Helvetia.
6. Pembimbing Ibu apt. Pricella Ginting S.Farm., M.Si selaku dosen
pembimbing yang memberikan bimbingan dan arahan kepada saya dalam
menyusun proposal ini.
7. Penguji I Bapak apt. Ihsanul Hafiz S.Farm., M.Si
8. Penguji II Bapak Hendri Faisal S.Si., M.Si
9. Kepada Dosen dan Staff Institut Kesehatan Helvetia Medan yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
10. Kepada kedua Orang Tua dan juga saudara-saudara saya yang telah banyak
memberikan dukungan baik moral, material dan do’a sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Kemudian kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Dalam kesempatan kali ini penulis mengharapkan kritik ataupun saran
yang bermanfaat dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan karunia dan
hidayahNya kepada kita semua sehingga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi
para pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, 2021

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak luput dalam hal membersihkan diri, serta

melakukan perawatan yang dapat menenangkan pikiran ketika melakukan

pekerjan yang melelahkan. Bagian tubuh yang terpenting dari tubuh kita yang

melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan

panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman,

bakteri, jamur, atau virus adalah kulit. Kulit juga berfungsi sebagai tempat

keluarnya keringat atau sisa metabolisme dalam tubuh, fungsi pengindera serta

pengatur suhu tubuh. Sabun merupakan sediaan kosmetik yang dapat digunakan

sebagai perlindungan nonalamiah(Sukawaty et al, 2016.).

Dalam mempertahankan kondisi tersebut diperlukanlah sebuah sediaan yang

dapat membuat tubuh kembali bersih. Sediaan tersebut adalah sabun. Sabun

berasal dari campuran minyak dengan kalium karbonat yang terdapat pada abu

kayu. Bangsa mesir pun telah menuliskan tentang sabun yang berkaitan dengan

ilmu kedokteran. Sabun dikenal dengan soap pada bahasa inggris yang bahasa

latinnya sapo yang telah digunakan pertama kali tahun 77 Masehi oleh Plinny.

(Fauzi et al., 2019)

. Dikarenakan harga yang lebih terjangkau dengan pemakaian yang mudah

pula, masyarakat menggunakan sabun padat dibandingkan sediaan sabun lainnya.

Sabun mandi adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari

minyak nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa
digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan bahan

lainnya yang tidak membahayakan kesehatan.(Badan Standarisasi Nasional

Indonesia, 1994)

Sabun tidak hanya dapat membersihkan kulit dari partikel – partikel yang

mengotori tubuh saja seperti debu dan keringat, melainkan memiliki kandungan

senyawa/zat yang tidak merusak kulit selain itu dapat melindungi kulit, yaitu salah

satunya yang dapat merusak kulit adalah efek radikal bebas. Senyawa yang dapat

menangkal efek tersebut adalah antioksidan. Senyawa ini sudah diuji coba dari

beberapa penelitian yang ternyata mampu untuk memperlambat ataupun

menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi walaupun senyawa tersebut

dalam konsentrasi rendah.

Terdapat 2 (dua) tanaman yang memiliki efek radikal bebas yaitu, nangka dan

tumbuhan kecombrang. Masing – masing dari tumbuhan tersebut memiliki efek

radikal bebas. Bagian tanaman yang terdapat efek radikal bebas maupun

antibakteri ada pada daun mereka. Menurut Rica Dwi Adnyani 2016, ekstrak

etanol pada daun nangka memiliki nilai IC50 paling kecil sehingga dapat

dikatakan memiliki aktivitas antioksidan paling kuat dan dapat dikembangkan

sebagai antioksidan alternatif yang berasal dari alam. Sedangkan untuk daun

kecombrang, ekstrak daun kecombrang lah yang menunjukkan aktivitas

antioksidan yang paling baik dan kadar fenol total paling tinggi dibandingkan

ekstrak bunga dan rimpang kecombrang.(Herni Kusriani et. al, 2017)

Tumbuhan – tumbuhan ini juga mampu atau memiliki kekuatan untuk menjadi

sediaan yang memiliki efek antibakteri. Menurut penelitian Nurul 2019 adanya
kandungan zat aktif dari ekstrak daun Nangka yang dapat memberikan efek

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 15%. Hal ini

membuktikan bahwa zat aktif dari daun nangka yaitu flavanoid, tannin, dan zat

lainnya dapat berfungsi sebagai antibakteri. Untuk ekstrak daun kecombrang dapat

berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dengan

konsentrasi 60% - 100% ekstrak daun kecombrang (Silalahi, 2019). Flavonoid

yang terdapat pada daun nangka dan daun kecombrang berfungsi sebagai

antibakteri karena mengandung gugus fenol yang dapat menyebabkan denaturasi

protein dan merusak membran sel sehingga menghambat pertumbuhan bakteri.

(Parengkuan et al., 2020)

Oleh karna itu penulis tertarik ingin mengembangkan manfaat daun nangka

yang akan dikombinasikan dengan daun kecombrang tersebut dengan menjadikan

simplisianya menjadi sediaan sabun padat yang bermanfaat sebagai perawatan

kulit tubuh.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

memformulasikan sediaan sabun padat yang mengandung ekstrak etanol daun

nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) kombinasi ekstrak etanol daun

kecombrang (Etlingera elatior (Jack)).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ekstrak etanol daun nangka (Artocapus heterophyllus Lam.)

kombinasi ekstrak etanol daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack))dapat

diformulasikan kedalam sediaan sabun padat?


1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui formulasi sediaan sabun padat dengan penggunaan

ekstrak etanol daun nangka (Artocapus heterophyllus Lam.) kombinasi ekstrak

etanol daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack)) sebagai sabun padat.

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk menambah informasi dan pengetahuan serta keterampilan dalam

pembuatan sabun padat dari ekstrak etanol daun nangka (Artocapus heterophyllus

Lam.) kombinasi ekstrak etanol daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack)).

1.5 Hipotesis

Ekstrak etanol daun nangka (Artocapus heterophyllus Lam.) kombinasi

ekstrak etanol daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack)) dapat diformulasikan

menjadi sediaan sabun padat.

1.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan hal-hal yang di paparkan diatas, maka kerangka pikir

penelitian :

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Ekstrak daun nangka


(Artocapus Uji Oraganoleptis
heterophyllus Lam.) Uji pH
kombinasi daun Sediaan sabun Uji Iritasi
kecombrang padat Uji Tinggi Busa
(Etlingera elatior
(Jack))konsentrasi
5:6%, 7:7%, 9:8%

:, 5%
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Nangka

2.1.1 Klasifikasi Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliosida

Ordo : Rosales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus heteropyllus Lam (Sunardi dr, 2008)

Gambar 2. 1 Pohon Nangka Gambar 2. 2 Daun Nangka


(Artocarpus Heterophyllus) (Artocarpus Heteropyllus)

(Sumber : Dokumen Pribadi)


2.1.2 Morfologi Tanaman Nangka

Nangka (Artocarpus heterophyllus) adalah tanaman yang berasal dari

hutan hujan tropis di Ghats Barat, India, dan merupakan salah satu sumber pangan

karbohidrat yang penting di dunia. Anggota familinya termasuk cempedak,

timbul, sukun, peusar dan marang. Daun nangka, secara botani, merupakan daun

yang sangat efisien dalam melakukan proses fotosintesis (proses pembuatan

makanan). Zat karbondioksida di udara dapat diserap dan diubah menjadi oksigen

dan zat gula secara cepat. (Fatimah and Nuryaningsih, 2018) Flavonoid yang

terdapat pada daun nangka berfungsi sebagai antibakteri karena mengandung

gugus fenol yang dapat menyebabkan denaturasi protein dan merusak membran

sel sehingga menghambat pertumbuhan bakteri.(Parengkuan et al., 2020)

Secara morfologi, organ-organ tanaman nangka diterangkan sebagai

berikut:

1. Pohon nangka

Nangka merupakan tanaman hutan yang pohonnya dapat mencapai tinggi 25

m. kayunya yang keras, bila telah tua berwarna kuning hingga kemerahan.

Seluruh bagian tanaman bergetah(Sunarjono, 2006). Nangka termasuk pohon

buah – buahan yang banyak ditanam pada tanah yang tidak tergenang air dan

tumbuh baik di daerah perbukitan dari 50 – 1200 m dpl(Dalimartha, 2008).

2. Bunga nangka
Bunganya ada dua macam, yakni bunga jantan dan bunga betina. Letak bunga

terpisah, tetapi dalam satu pohon (berumah satu, monoecris) bunganya keluar

pada batang, cabang, atau ranting dan menggantung seperti pada

durian(Sunarjono, 2006).

3. Daun nangka

Daun nangka lonjong, lebar tebal, dan agak kaku. Permukaan daun berbulu

halus hingga kasar. Daunnya bergertah(Sunarjono, 2006). Daun tebal seperti kulit,

letak berseling, panjang tangkal 1- 4 cm. Helaian daun memanjang atau bulat telur

sungsang, tepi rata kadang berlekuk 3 – 5, ujung meruncing, pangkal menyempit,

permukaan atas mengkilap, panjang 7 – 15 cm, lebar 4,5 – 10 cm, berwarna hijau

tua(Dalimartha, 2008).

4. Buah nangka

Buah nangka relatif besar dan berbiji banyak. Kulitnya berduri lunak. Buah

nangka adalah buah majemuk (sinkarpik), yakni berbunga banyak dan tersusun

tegak lurus pada tangkai buah (poros), membentuk bangunan besar yang kompak,

dan bentuknya bulat hingga bulat lonjong yang disebut babal. Duri buah yang

terlihat sebenarnya adalah bekas kepala putik. Kulit buah berwarna hijau hingga

kuning kemerahan. Daging buahnya tipis hingga tebal. Setelah matang, daging

buah berwarna kuning merah, lunak, manis, dan aromanya spesifik(Sunarjono,

2006).

Bentuk dari buah nangka adalah memanjang atau berbentuk ginjal dengan

panjang 30 – 90 cm, lebar sekitar 50 cm, berkulit tebal dengan duri temple pendek

berbentuk piramida, berwarna hijau kekuningan, dan berbau keras. Berat buah
dapat mencapai 20 kg. daging buah tebal berwarna kuning di sekeliling

biji(Dalimartha, 2008).

5. Biji nangka

Biji nangka dibalut oleh daging buah (endocarp) dan eksokarp (dami) yang

mengandung gelatin(Sunarjino, 2006). Biji lonjong, panjang 2,5 – 4 cm, biji dapat

dijadikan sediaan sayur(Dalimartha, 2008).

2.1.3 Kegunaan Dan Kandungan Kimia Tanaman Nangka

Rasa manis pada buah, agak asam, bersifat netral. Berkhasiat merangsang

liur keluar, menghilangkan haus, membantu pencernaan, dan meluruhkan dahak.

Rasa getah kelat, berkhasiat mengurangi bengkak, menghilangkan nyeri

(analgesik). Rasa biji manis, sedikit asam, bersifat netral, dan mengandung zat

gizi. Berkhasiat meningkatkan energi dan merangsang ASI keluar (laktagoga).

Kayu berkhasiat pereda kolik (spasmolitik). Daun mengandung alkaloid, saponin,

glucoside, tannin, dan Ca Oxalat(Dalimartha, 2008).

Hasil skrining fitokimia pada daun nangka yang telah dilakukan

menunjukkan hasil positif terhadap senyawa flavonoid, saponin dan tanin.

Flavonoid dikenal memiliki fungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, antifungi,

antiviral, antikanker dan antibakteri. Senyawa flavonoid yang telah diisolasi dan

diidentifikasi dari daun nangka (Artocarpus heterophyllus), yaitu isokuersetin.

Flavonoid sebagai antibakteri bekerja dalam mendenaturasi protein sel bakteri dan

merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi .


a. Saponin : senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan

tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan kloidal dalam air dan membentuk

busa yang mantap jika di kocok dan tidak hilang dengan penambahan asam.

b. Flavonoid : kelompok senyawa venol terbesar yang ada terdapat di alam.

Flavonoid pada tumbuhan tinggi terdapat pada bagian vegetatif maupun dalam

bunga. Flavonoid salah satu pigmen pada bunga yang berperan menarik

burung dan serangga penyerbuk. Flavonoid juga berperan juga dalam

pengaturan pertumbuhan, fotosintesis, anti mikroba dan anti virus.

c. Tanin : senyawa bahan alam yang terdiri dari sejumlah besar gugus

hidroksifenolik. Senyawa ini banyak terdapat pada berbagai tanaman terutama

pada tanaman yang mengandung protein tinggi karena tanin diperlukan oleh

tanaman tersebut sebagai sarana prokteksi dan serangan mikroba, insekta

ataupun ternak (Prakash et al. 2009).


2.2. Deskripsi Tanaman Kecombrang

2.2.1. Klasifikasi Daun Kecombrang (Etlingera elatior (Jack)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Etlingera

Spesies : Etlingera elatiorJack(Saragi, 2018)

Gambar 2. 3 Daun Kecombrang (Etlingera elatior(Jack))


(Sumber : Dokumen Pribadi)

2.2.2 Morfologi Tanaman Kecombrang

Tanaman kecombrang (Etlingera elatior(Jack)) merupakan tanaman yang

tumbuh di daerah tropis dan termasuk ke dalam tanaman aromatik, karena


mempunyai aroma yang khas. Tanaman ini memiliki akar, batang, daun, bunga,

buah dan biji. Sepintas ciri morfologi tanaman kecombrang sebagai berikut:

1. Akar

Tanaman kecombrang mempunyai akar berbentuk serabut dan berwarna

kuning gelap.

2. Batang

Tanaman kecombrang mempunyai batang berbentuk semu bulat membesar

dipangkalanya. Tumbuh tegak, berpelepah,batang saling berdekat-dekatan

membentuk rimpang.

3. Daun

Tanaman kecombrang mempunyai daun tunggal, lanset tersusun dalam dua

baris berselang-seling, di batang semu helaian daun berbentuk lonjong dengan

panjang 20-30 cm dan lebar 5-15 cm. Tepinya bergelombang dan ujungnya

meruncing. Tulang daun menyirip dan berwarna hijau.

4. Bunga

Tanaman kecombrang mempunyai bunga majemuk berbentuk bongkol,

bertangkai 40-80 cm, panjang dengan ukuran ± 7 ½ cm dengan pelindung

berbentuk jorong 7-18 cm x 1-7 cm berwarna merah jambu hingga merah terang

berdaging.Mahkota berbentuk tabung berwarna merah jambu.

5. Buah

Tanaman kecombrang mempunyai buah berbentuk kotak dengan bulat telur

berwarna hijau dan ketika masak warnamya menjadi merah .

6. Biji
Tanaman kecombrang mempunyai bji banyak berwarna coklat

kehitaman(Depkes RI, 2000).

2.2.3 Kegunaan Dan Kandungan Kimia Daun Kecombrang

Hampir seluruh bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan. Dalam

kecombrang terkandung zat aktif seperti saponin, flavonoida, dan polifenol. Zat

aktif tersebut dikenal sebagai deodorant alami yang akan mengurangi bau badan

yang kurang enak bagi orang yang mengkomsumsinya. Khasiat lain dari

kecombrang adalah memperbanyak ASI, dan pembersih darah. Hal ini sangat baik

bagi ibu yang sedang menyusui. Di beberapa kalangan masyarakat, kecombrang

dipercaya sebagai penetral kolesterol. Hal ini tidaklah mengejutkan mengingat

adanya beberapa hasil penelitian yang menunjukkan kandungan senyawa-

senyawa dari tanaman ini seperti antibakteri, antioksidan, dan antikanker(Saragi,

2018).

Selain bersifat sebagai antibakteri, antioksidan, dan antikanker daun

kecombrang tidak memiliki efek toksik. Menurut Elisabeth dkk 2016, daun

kecombrang memiliki kemampuan membunuh larva Ae. Aegypti yang rendah

dibandingkan bunga kecombrang. Ini dikarenakan pada saat pemberiaan ekstrak

daun kecombrang nilai kematian dari larva Ae. Aegypti lebih kecil daripada

pemberiaan ekstrak bunga kecombrang. Penelitian lain menemukan bahwa

minyak atsiri daun kecombrang efektif dalam membunuh rayap.

Kandungan fitokimia bunga, batang, rimpang dan daun kecombrang hasil

penelitian Naufalin (2005) diperoleh senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik,

flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida yang berperan aktif sebagai


antioksidan., pada rimpang ditemukan senyawa alkaloid, flavonoid dan minyak

atsiri yang bertindak sebagai antioksidan. Kecombrang mengandung senyawa

bioaktif seperti polifenol, alkaloid, flavonoid, steroid, saponin dan minyak atsiri

yang diduga memiliki potensi sebagai antioksidan (Simatupang et al. 2018).

2.3 Kulit

Kulit tersusun oleh banyak macam jaringan, termasuk pembuluh darah,

kelenjar lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa, dan urat syaraf,

jaringan pengikat, otot polos, dan lemak. Diperkirakan luas permukaan kulit ±18

kaki kuadrat. Berat kulit tanpa lemak adalah ± 8 pound (Moh. Anief, 2007)

Kulit merupakan organ yang esensial yang vital serta merupakan cermin

kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif,

bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi

tubuh. Warna kulit bermacam - macam, misalnya warna terang (fair skin), pirang,

kuning, sawo matang dan hitam, merah muda pada telapak kaki dan tangan, serta

kecoklatan pada genitalia eksterna orang dewasa.(IRHAMNA, 2019)

Begitu pula, kelembutan kulit bervariasi dimulai dari tebal, kemudian tipis

dan juga elastisitasnya. Kulit yang elastis dan longgar terdapat pada kelopak mata,

bibir, dan prepusium. Kulit yang tebal dan tegang terdapat pada kelopak mata,

bibir, dan prepusium.Kulit yang tebal dan tegang terdapat pada telapak kaki.Kulit

yang kasar terdapat pada skrotum (kantong buah zakar) dan labia mayor (bibir

kemauluan besar), sedangkan kulit yang halus terdapat di sekitar mata dan leher.

(IRHAMNA, 2019)
Gambar 2. 4 Struktur Kulit
(Sumber : Microsoft Bing)

2.3.1 Struktur Kulit

1. Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis yaitu lapisan paling luar, yang terdiri dari (IRHAMNA, 2019):

 Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar.

 Stratum lusidum merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan

protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan

tersebut tampak lebih jelas ditelapak tangan dan kaki.

 Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis selsel

gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya.

 Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal

yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.

 Stratum balase terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang

tersusun vertical pada pembatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar

(palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.

2. Lapisan Dermis
Lapisan dermis adalah lapisan bawah epidermis yang jauh lebih tebal dari

pada epidermis.Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan

elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua

bagian yaitu :

 Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah.

 Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah subkutan,

bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen,

elastin, dan retikulin(IRHAMNA, 2019).

3. Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat

longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,

besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah (Djuanda

A, 2013) .

2.3.2 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai fungsi bermacam –macam untuk menyesuaikan dengan

lingkungan. Adapun fungsi utama kulit adalah :

a. Fungsi proteksi : Menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik

seperti gesekan dan tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan

iritasi seperti radiasi. Kulit juga merupakan alat proteksi rangsangan kimia

karena stratum korneum ini bersifat impermeable terhadap zat kimia dan air.

b. Fungsi absorpsi : Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan

benda padat tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap yang
diserap ( kulit bersifat permeabel terhadap O2, CO2 dan uap air), begitu juga

yang larut dalam lemak. Penyerapan terjadi melalui celah antar sel menembus

sel-sel epidermis dan saluran kelenjar.

c. Fungsi ekskresi : Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi

atau sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan

ammonia.

d. Fungsi persepsi : Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan

subkutis sehingga kulit mampu mengenali rangsangan yang diberikan.

e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) : Kulit melakukan fungsi ini

dengan cara mengekskresikan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi)

pembuluh darah kulit. Di waktu suhu dingin, peredaran darah di kulit

berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas,

peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dan

kelenjar keringat sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas.

f. Fungsi pembentukan pigmen : Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di

lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosid membentuk warna

kulit, enzim melanosom dibentuk aparatus golgi dengan bantuan tiroksinase

meningkatkan metabolisme sel, Ion Cu dan Oksigen. Sinar matahari

mempengaruhi melanosom, pigmen yang terbesar di epidermis melalui

tangan- tangan dendrit.

g. Fungsi keratinisasi : Sel basal akan berpindah ke atas dan berubah bentuk

menjadi sel spinosum. Keratinosid melalui proses sintesis dan generasi


menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira-kira 14-21 hari (Djuanda A,

2013)

2.4 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

Simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya

matahari langsung(BPOM, 2014).

2.5 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat

yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian

tanaman obat tersebut. Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan

massa ke dalam pelarut organik yang digunakan. Pelarut akan menembus dinding

sel dan selanjutnya akan masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang

menggandung zat aktif. Zat itu akan terlarut dalam pelarut organik pada bagian

luar sel untuk selanjutnya berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif antara di dalam sel

dengan konsentrasi zat aktif di luar sel (Marjoni R, 2016).

Tujuan dari suatu proses ekstraksi adalah untuk memperoleh suatu bahan

aktif yang tidak diketahui, memperoleh suatu bahan aktif yang sudah diketahui,

memperoleh sekelompok senyawa yang struktur sejenis, memperoleh semua

metabolit sekunder dari suatu bagian tanaman dengan spesies tertentu,

mengidentifikasi semua metabolit sekunder yang terdapat dalam suatu mahluk

hidup sebagai penanda kimia atau kajian metabolisme (Endarini LH, 2016).

2.5.1 Jenis – Jenis Ekstrak


Pemilihan teknik ekstraksi dapat disesuaikan dengan ekstraksi yang ingin

dibuat. Oleh karena itu, sebelum ekstraksi dilakukan perlu pemilihan proses yang

sesuai, yaitu (Depkes RI, 2000) :

 Berdasarkan substansi dalam campuran

a) Ekstraksi padat-cair

Proses ekstraksi padat – cair inir merupakan proses ekstraksi yang

paling banyak ditemukan dalam mengisolasi suatu substansi yang

terkandung di dalam suatu bahan alam.

b) Ekstraksi cair – cair

Ekstraksi ini dilakukan apabila substansi yang akan di ekstraksi

berbentuk cairan di dalam campurannya.

 Berdasarkan penggunaan panas

a) Ekstraksi secara dingin Metode ekstraksi secara dingin bertujuan

untuk mengekstrak senyawa – senyawa yang terdapat dalam

simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau bersifat thermolabil.

Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan beberapa cara

sebagai berikut :

1. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi proses ekstraksi sederhana yang

dilakukan hanya dengan cara merendam simplisia dalam satu

campuran pelarut selama waktu terntentu pada temperature kamar

dan terlindungi dari cahaya.

2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri

15 dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan), terus–menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-55 kali

bahan.

b) Ekstraksi cara panas

Ekstraksi cara panas adalah ekstraksi yang dilakukan pada suhu

tertentu dengan adanya pemanasan. Ada beberapa cara panas yaitu :

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan dengan adanya pendinginan balik. Umunya

dilakukan pengulangan pada proses residu pertama sampai 3-5 kali

sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah relatif konstan dengan adanya pendingin

baik.

3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengaduk kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dan temperature ruangan (kamar), yaitu

secara umum pada temperatur 40-50%.

4. Infus

Infuse adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (bejana infuse tercelup dalam penangas air mendidih temperatur

terukur 96-98°C selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infuse pada waktu yang lebih lama (≥ 30°C) dan

temperatur sampai titik didih air.

2.6 Sabun

2.6.1 Pengertian Sabun

Sabun mandi adalah sediaan pembersih kulit yang dibuat dari proses

saponifikasi atau netralisasi dari lemak, minyak, wax, rosin atau asam dengan

basa organik atau anorganik tanpa menimbulkan iritasi pada kulit(SNI, 2016).

Menurut Amelia, 2010 Sabun merupakan hasil hidrolisa dari asam lemak dengan

basa. Sabun dihasilkan dengan mereaksikan lemak dengan basa. Peristiwa ini

disebut penyabunan atau saponifikasi (Ayu, 2019).

Bahan-bahan sabun yang digunakan dalam industri sabun yaitu asam

lemak, alkali NaOH dan KOH, air, zat aditif dan gliserin. Asam lemak

menghasilkan sifat sabun yang berbeda sesuai asam lemaknya yaitu asam laurat

dan asam miristat menghasilkan sifat sabun mengeras, membersihkan, busa,

lembut, asam palmitat menghasilkan mengeraskan, membersihkan, dan lembut,


asam stearat menghasilkan mengeraskan, busa yang stabil, dan melembabkan,

asam linoleate dan asam oleat menghasilkan sifat melembabkan, dan asam

ricinoleat menghasilkan sifat melembabkan, busa stabil, dan lembut (Fauzi et al.,

2019).

2.6.1 Jenis - Jenis Sabun

Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sabun

opaque, sabun transparan, sabun translusen, dan sabun herbal. Jenis sabun tersebut

dapat dibedakan dengan mudah dari penampakannya. Sabun opaque adalah jenis

sabun yang biasa digunakan sehari-hari yang berbentuk kompak dan tidak tembus

cahaya, sabun transparan merupakan sabun yang paling banyak meneruskan

cahaya jika pada batang sabun dilewatkan cahaya, sedangkan sabun translusen

merupakan sabun yang sifatnya berada di antara sabun transparan dan sabun

opaque. Sabun transparan mempunyai harga yang relatif lebih mahal dan

umumnya digunakan oleh kalangan menengah atas. Sabun transparan juga dapat

digolongkan kedalam sabun aromaterapi, sedangkan sabun herbal merupakan

sabun yang mengandung sari tanaman, berfungsi membersihkan dan mengobati

penyakit kulit, (Malik, 2011).

2.6.2 Bahan – Bahan Sabun

1. Gliserin

Gliserin berbentuk cairan seperti sirup jernih, tidak berwarna, tidak berbau

kemudaian manis yang diikuti dengan rasa hangat. Saat disimpan dalam waktu

lama pada suhu yang rendah maka gliserin dapat memadat membentuk massa

tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20º. Untuk
kelarutannya dapat larut dengan air dan etanol (95%) P ; praktis tidak larut dalam

kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak(Depkes RI, 1979).

2. Natrium Hidroksida (NaOH)

Sabun yang dibuat dari natrium hidroksida dikenal dengan sebutan sabun

keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan

sabun lunak (soft soap) (rizka, 2017).

Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan sabun padat sehingga alkali yang

dipakai adalah NaOH. Berat molekul dari natrium hidroksida adalah sebesar 40

serta merupakan basa kuat yang larut dalam air dan etanol. NaOh berbentuk

batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras, berwarna putih dan

mudah meleleh. Sangat alkalis dan korosif. Jika dibiarkan ditempat terbuka akan

segera menyerap CO 2(Depkes RI, 1979).

3. Asam Stearat

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak,

sebagian besar terdiri dari asam oktadekonoat (C 18 H 36O2) dan heksadekanoat (

C 18 H 32O2) Berupa zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur, putih

atau kuning pucat, sedikit berbau mirip lemak lilin, larut dalam 20 bagian etanol

(95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. Asam stearat

berperan memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun (Depkes, RI 1995).

Pada proses pembuatan sabun, asam stearat berfungsi untuk penetral,

mengeraskan dan menstabilkan busa.

4. Natrium Klorida
NaCl ini berbentuk hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak

berbau; dan rasa asin. Bahan ini larut dalam air yang mendidih dan sukar larut

dalam etanol (95%) P(Depkes RI, 1979).

5. Asam Sitrat

Asam Sitrat atau asam 2-hidroksipropana-1,2,3-trikarboksilat berbentuk

serbuk putih; tidak berbau; rasa sangat asam; agak higroskopik, mudah rapuh

dalam udara dan panas(Depkes RI, 1979).

6. Propilenglikol (Humektan)

Bentuknya adalah cairan kental, jernih, tidak berwarna; tidak berbau dengan

rasa agak manis dan sifatnya yang higroskopik. Larut dalam air, etanol P,

kloroform P dan eter P. Tetapi tidak dapat tercampur dengan eter minyak tanah P

dan dengan minyak lemak(Depkes RI, 1979). Dalam sediaan formulasi sabun ini

propilenglikol digunakan sebagai humektan.

7. Aquadest/Air Suling (Pelarut)

Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Aquadest

berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Aquadest

memiliki pH 5.0-7.0. Disimpan dalam wadah tertutup baik. Pada formula ini

aquadest digunakan sebagai pelarut (Depkes RI, 1979).

8. Ethanol (Pelarut)

Ethanol (etil alkohol) berbentuk cair, jernih dan tidak berwarna, merupakan

senyawa organik dengan rumus kimia C 2 H 5OH. Ethanol pada proses pembuatan

sabun digunakan sebagai pelarut karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan

lemak.
9. Trietanolamina (TEA)

Trietanolamina adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina,

monoetanolamina. Berbentuk cairan kental yang tidak berwarna dan bersifat

higroskopik. Mudah larut dalam air dan etanol P, dan kloroform P.

10. Minyak VCO (sebagai asam lemak)

Virgin coconut oil (VCO) merupakan minyak yang diproses dari buah kelapa

tanpa mengalami pemanasan. VCO banyak digunakan sebagai bahan pembuat

sabun karena memiliki struktur molekul minyak yang kecil sehingga mudah

diserap, memberikan tekstur yang lembut dan halus pada kulit.

11. Sodium Lauril Sulfat (SLS)

Sebagai surfaktan untuk menghasilkan busa pada sabun cair.

2.7 Kosmetik

Kosmetik adalah bahan – bahan yang dimaksudkan untuk digosokkan,

dituangkan, ditaburkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, atau

digunakan dengan cara lain pada tubuh manusia untuk membersihkan,

mempercantik, menambah daya tarik, atau mengubah penampilan tanpa

memengaruhi struktur atau fungsi.

Produku yang termasuk dalam definisi ini adalah pelembab kulit, lipstik,

cat kuku, produk riasan mata atau wajah, sampo, produk pengeriting rambut

permanen, produk pewarna rambut, dan deodoran, serta setiap bahan yang

digunakan sebagai komponen produk kosmetik(Baki G, 2016).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimental melalui

pengujian di Laboratorium untuk membuat sediaan sabun padat dari

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika dasar program D-III

Farmasi Institut Kesehatan Helvetia Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juli 2021

3.3 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah daun nangka dengan daun kecombrang

yang akan diperoleh dari daerah Jln. Kapten Rahmad Buddin Gg. Jambu, Medan

Marelan

3.4 Alat dan Bahan


3.4.1 Alat

Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: alat alat gelas

laboratorium, corong, pipet tetes, batang pengaduk, blender, spatula, cawan

porselen, cetakan sabun, kertas saring, neraca analitik (Boeco Germany),

penangas air, pH meter, dan objek glass.

3.4.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Minyak VCO, asam

stearat, propilen glikol, asam sitrat, NaOH, etanol, natrium lauril sulfat, gliserin,

NaCl, TEA, akuadest, parfum.

3.5 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Ekstrak daun nangka


(Artocapus Uji Oraganoleptis
heterophyllus Lam.) Uji pH
kombinasi daun Sediaan sabun Uji Iritasi
kecombrang padat Uji Tinggi Busa
(Etlingera elatior
(Jack))konsentrasi
5:6%, 7:7%, 9:8%

:, 5%

Gambar . 1. Kerangka Konsep

3.6 Penyiapan Sampel

3.6.1 Determinasi Sampel

Determinasi tumbuhan akan dilakukan di Herbarium Medanese (Medan)

Universitas Sumatera Utara Medan.

3.6.2 Pengumpulan Sampel


Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang

digunakan adalah daun nangka dan daun kecombrang

3.6.3 Pengolahan Sampel

Pengolahan sampel tumbuhan meliputi daun nangka dan daun

kecombrang. Sampel tanaman dipreparasi dan daun yang terkumpul masing-

masing dicuci bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran.

Pengeringan daun dilakukan dengan cara diangin-anginkan di dalam ruangan

yang tidak terpapar sinar matahari. Sampel yang telah kering dihaluskan dengan

menggunakan blender, sehingga diperoleh serbuk simplisia.(Nau’e et al., 2020)

3.6.4 Pembuatan Ekstrak

Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 500 g

masing-masing serbuk simplisia daun nangka dan daun kecombrang dimasukkan

ke dalam wadah, kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 1250

ml. Ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 5 hari sambil sesekali

diaduk. Setelah 5 hari, sampel yang dimaserasi tersebut disaring menggunakan

kertas saring sehingga menghasilkan filtrat I dan residu I. Residu yang ada

kemudian diremaserasi dengan pelarut etanol sebanyak 750 ml, ditutup dengan

aluminium foil dan dibiarkan selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Setelah 3 hari

sampel disaring dengan menggunakan kertas saring sehingga menghasilkan filtrat

II dan residu II. Filtrat I dan II digabungkan, lalu diuapkan menggunakan oven

pada suhu 40℃ sehingga diperoleh ekstrak kental dari daun Nangka dan daun
Kecombrang. Setelah itu ekstrak ditimbang dan disimpan dalam wadah

tertutup(Nau’e et al., 2020).

3.7 Formulasi Standar

Formulasi yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada formulasi sabun

padat(Ayu, 2019).

Komposisi Konsentrasi % b/b


Simplisia daun nangka X%
Minyak VCO 25 g
NaOH 5g
Etanol 25 g
Asam stearat 8,0 g
Asam sitrat 5g
NaCl 2g
Gliserin 15 g
Propilen glikol 15 g
SLS 2g
TEA 5 tetes
Akuades 60 ml
Parfum (Essen Nangka) q.s
3.7.1 Formulasi Pembuatan Sabun

Komposisi (% b/v)
Bahan
F0 F1 F2 F3
Simplisia EDN : EDK - 5:6 7:7 8:9
Minyak VCO
25 g 25 g 25 g 25 g
Asam Stearat
8,0 g 8,0 g 8,0 g 8,0 g
NaOH 5g 5g 5g 5g
Etanol 25 g 25 g 25 g 25 g
Gliserin 15 g 15 g 15 g 15 g
Asam Sitrat 5g 5g 5g 5g
NaCl 2g 2g 2g 2g
Propilen Glikol
15 g 15 g 15 g 15 g
SLS 2g 2g 2g 2g
TEA 5 tts 5 tts 5 tts 5 tts
Aquades ad 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml
Parfum q.s q.s q.s q.s
3.8 Prosedur Pembuatan Sediaan Sabun Padat

1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan,

2. Ditimbang semua bahan yang akan digunakan,

3. Dilarutkan 20 ml akuades dengan NaCl didalam wadah,

4. Dimasukkan minyak kelapa (VCO), asam stearat, propilen glikol kedalam

wadah yang berisi larutan akuades dengan NaCl,

5. Dipanaskan diatas penangas air dengan suhu 60-70ₒ C selama 30 menit

sambil diaduk homogen, sambil menunggu (bagian 1)

6. Dilarutkan NaOH dengan 20 ml akuades (bagian 2),

7. Dilarutkan juga asam sitrat dengan 10 ml akuades (bagian 3),

8. Dilarutkan natrium lauril sulfat dengan 10 ml akuades (bagian 4),

9. Dicampurkan bagian 1 dengan bagian 2 sambil diaduk homogen diangkat


campuran dan ditambahkan etanol 96% sambil diaduk homogen selama 10

menit (bagian 5),

10. Dipanaskan kembali bagiaan 5 selama 30 menit sambil diaduk sesekali

dituangkan bagian 3 dan gliserin kedalam campuran sambil diaduk hingga

terbentuk larutan yang transparan,

11. Ditambahkan bagian 4, parfum dan pewarna serta TEA sebanyak 5 tetes

kemudian sambil aduk sampai homogen,


12. Ditambahkan ekstrak etanol daun nangka serta ekstrak etanol daun

kecombrang dan diaduk sampai merata dituangkan kedalam cetakan silikon

dan ditunggu hingga mengeras sabun padat sudah selesai.

3.9 Evaluasi Sediaan Padat

3.9.1 Uji Organoleptis

Uji organoleptis dilakukan terhadap tekstur, warna, dan aroma dari sediaan

sabun padat.

3.9.2 Uji Derajat Keasaman (pH)

Untuk menguji derajat keasaman (pH) digunakan pH meter. Sebelum

melakukan pengukuran pH dengan pH meter, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu

dengan larutan buffer pH 9 – 11. Kemudian sabun dipotong kecil dan ditimbang

sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan kedalam beaker glass. Masukkan

aquadest sebanyak 10 ml kedalam beaker glass, dan dikocok hingga sabun larut.

Setelah itu, masukkan pH meter yang sudah dikalibrasi kedalam beaker glass.

Diamati dan dicatat nilai pH yang tertera pada pH meter.

3.9.3 Uji Iritasi

Dalam melakukan percobaan ini dilakukan dengan meminta pada 10 orang

sukarelawan untuk mengoleskan sabun padat pada telinga bagian belakang

sukarelawan, dilihat dan diamati perubahan yang terjadi. Dilihat bisa terjadi iritasi

pada kulit, gatal, dan perkasaran.

3.9.4 Uji Tinggi Busa

Melakukan pengukuran tinggi busa dilakukan dengan metode sederhana.

Dengan cara 1 g sabun padat yang sudah dipotong dimasukkan kedalam gelas
ukur 10 ml diisi dengan aquades secukupnya kemudian dikocok dengan

membolak – balikkan gelas ukur, lalu diamati tinggi busa yang dihasilkan

ditunggu selama 10 menit kemudian diukur kembali tinggi busa yang bertahan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Sunardi, dr. 2008. Nabi Saja Suka Buah. Solo : Aqwamedika, hal. 121
Sunaryono H, 2006. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta : Penebar
Swadaya, hal. 53-54
Dalimartha S, 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta : Pustaka
Bunda, hal 118 – 119
Baki G & Alexander K.S, 2019. Formulasi dan Teknologi Kosmetik. Jakarta :
EGC
X.
LAMPIRAN 1

Anda mungkin juga menyukai