Anda di halaman 1dari 69

FORMULASI SEDIAAN SHAMPO DARI EKSTRAK ETANOL

BUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior)

KARYA TULIS ILMIAH

NIAT PASRAH KASIH HIA


1601021029

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
FORMULASI SEDIAAN SHAMPO DARI EKSTRAK ETANOL
BUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Program Studi D3 Farmasi dan Memperoleh Gelar
Ahli Madya Farmasi
(Amd. Farm.)

Disusun Oleh:

NIAT PASRAH KASIH HIA


1601021029

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Telah Di Uji Pada Tanggal : 22 Agustus 2019

PANITIA PENGUJI KTI


Ketua : Vivi Eulis Diana, S.Si, M.EM., Apt
Anggota : 1. Pricella Ginting, S.Farm,. M.Si., Apt.
2. Dini Pertama sari, S.farm., M.Si.,Apt.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BIODATA
Nama : Niat pasrah kasih hia
Tempat/Tanggal Lahir : Lologundre, 07 oktober 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Anak ke : 5 dari 5 bersaudara
Alamat : Jl. Karya Bakti Gg. Teratai No. 8 Helvetia

Nama Orang Tua


Nama Ayah : Taroni hia
Pekerjaan : Petani
Nama Ibu : Suryani hia
Pekerjaan : Petani
Alamat : Lologundre, Kecamatan Lahomi, Nias Barat.

Riwayat Pendidikan
Tahun 2003 – 2009 : SD Negeri 071180 Iraonogaila
Tahun 2009 – 2012 : SMP N.3 Faomasi Lahomi
Tahun 2012 – 2015 : SMK N.1 Lahomi
Tahun 2016 – 2019 : D3 Farmasi Institut Kesehatan Helvetia Medan
ABSTRAK
FORMULASI SEDIAAN SHAMPO DARI EKSTRAK ETANOL BUNGA
KECOMBRANG (Etlingera elatior)

NIAT PASRAH KASIH HIA


1601021029

Shampo adalah bahan pembersih yang sesuai untuk mencuci rambut,


menghilangkan kotoran dari rambut dan kulit kepala, membuat rambut mudah
ditata dan tampak sehat. Bunga kecombrang (Etlingera elatior) merupakan salah
satu jenis tanaman rempah-rempah asli Indonesia yang termasuk dalam family
Zingiberaceae yang memiliki kandungan senyawa flavonoid, saponin, tanin dan
terpenoid. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui formulasi ekstrak
etanol bunga kecombrang sebagai sediaan shampo.
Metode penelitian ini, menggunakan metode eksperimental dengan
melakukan pengekstrakan bunga kecombrang (Etlingera elatior) secara maserasi
yang kemudian dilanjutkan pada formulasi sediaan shampo ekstrak etanol bunga
kecombrang dengan konsentrasi 4%, 5%, 6%. Pengujian terhadap sediaan
meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji iritasi, uji tinggi busa.
Hasil penelitian Uji organoleptik menunjukkan sediaan warna coklat, abau
khas bunga kecombrang dan bentuk semi padat. Uji homogenitas menunjukkan
sediaan shampo semua homogen. Uji pH menunjukkan pH blanko 6,9, F1 6,2, F2
5,8 dan F3 5,6. Uji iritasi menunjukkan bahwa sediaan shampo memberikan hasil
negatif yaitu tidak terjadi iritasi pada sukarelawan. Uji tinggi busa menunjukkan
bahwa tinggi busa akhir pada sediaan shampo blanko 55 mm, F1 65 mm, F2 80
mm, dan F3 82 mm.
Kesimpulan dari hasil yang didapat bahwa ekstrak etanol bunga
kecombrang (Etlingera elatior) dapat diformulasikan sebagai sediaan shampo.
Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan pengujian antibakteri dari
sediaan shampo ekstrak etanol bunga kecombrang (Etlingera elatior).

Kata kunci : Ekstrak etanol bunga kecombrang (Etlingera elatior), Shampo,


Formulasi.

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang judul “Formulasi sediaan
shampo dari ekstrak etanol bunga kecombrang (Etlingera elatior)” yang
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program studi
D3 Farmasi di Institut Kesehatan Helvetia Medan.
Selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc, M.Kes, selaku pembina Yayasan
Helvetia Medan.
2. Iman Muhammad, SE, S.Kom., MM., M.Kes. Selaku Ketua Yayasan Helvetia
Medan.
3. Dr. Ismail Effendy, M.Si. Selaku Rektor Institut Kesehat Helvetia Medan.
4. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan.
5. Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Si., Apt., Selaku Ketua Program Studi D3
Farmasi Institut Kesehatan Heletia.
6. Vivi Eulis Diana, S.Si., M.EM., Apt. Selaku Dosen Pembimbing I yang
senantiasa memberikan waktu dan mengarahkan penulis dalam menyusun
Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Pricella Ginting, S.Farm,. M.Si., Apt. Selaku Penguji II yang memberikan
saran yang bermanfaat untuk memperbaiki Karya Tulis Ilmiah ini.
8. Dini Permata Sari, S.Farm., M.Si., Apt. Selaku Penguji III yang memberikan
saran yang bermanfaat untuk Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Seluruh Dosen dan Staf Institut Kesehatan Helvetia Medan yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama pendidikan.
10. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
ayahanda Taroni Hia dan Ibunda Suryani Hia, kakak sulung Learning wati
hia, kakak werisentani linia hia, kakak eka prasetia hia, dan abang tersayang
sosiologi hia, serta keluarga besar yang telah memberikan semangat
motivasi, nasehat, doa dan dukungan kepada penulis.
11. Serta Rekan – rekan angkatan 2016 D3 Farmasi Institut Kesehatan Helvetia
Medan yang telah membantu serta mendukung penulis sampai tugas akhir ini
selesai.

iii
Penulis menyadari baik dari segi penggunaan bahasa, cara penyusunan
proposal ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak untuk kesempurnaan proposal ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Medan, Agustus 2019

Niat Pasrah Kasih Hia

v
DAFTAR ISI

Halaman
COVER LUAR
COVER DALAM
LEMBAR PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN
LEMBAR PANITIA PENGUJI KTI
LEMBAR DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK ......................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 4
1.3 Hipotesis.......................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................... 4
1.6 Kerangka Konsep ............................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Bunga Kecombrang ................................................ 6
2.1.1 Nama Daerah .............................................................. 6
2.1.2 Klasifikasi Tanaman Kecombrang ............................. 6
2.1.3 Morfologi Tanaman Kecombrang ............................. 6
2.1.4 Kandungan dan Manfaat Tanaman Kecombrang ...... 7
2.2 Rambut .................................................................................. 8
2.2.1 Anatomi dan Pertumbuhan Rambut ........................... 8
2.2.2 Jumlah Rambut di Kepala .......................................... 10
2.2.3 Rambut Rontok .......................................................... 10
2.3 Shampo.................................................................................. 11
2.3.1 Defenisi Shampo ........................................................ 11
2.3.2 Bahan Dasar Shampo ................................................. 13
2.4 Simplisia ................................................................................. 15
2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia 16
2.5. Ekstraksi ................................................................................. 19
2.5.1 Metode Ekstraksi....................................................... 20

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian ....................................................................... 22

vi
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 22
3.2.1 Lokasi ........................................................................ 22
3.2.2 Waktu ......................................................................... 22
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................. 22
3.4 Alat dan bahan ....................................................................... 23
3.4.1 Alat........................................................................... 23
3.4.2 Bahan ...................................................................... 23
3.5 Formula Sediaan Shampo ...................................................... 23
3.6 Formula yang Digunakan ...................................................... 24
3.7 Prosedur Kerja……………………………….. ...................... 24
3.7.1 Pembuatan Ekstrak Bunga Kecombrang ................... 24
3.7.2 Pembuatan shampo .................................................... 25
3.8 Evaluasi Sediaan Shampo ..................................................... 26
3.8.1 Uji Organoleptik ......................................................... 26
3.8.2 Uji Homogenitas ........................................................ 26
3.8.3 Uji pH ......................................................................... 26
3.8.4 Uji Iritasi..................................................................... 27
3.8.5 Uji Tinggi Busa ......................................................... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Bunga Kecombrang ......... 28
4.2 Hasil evaluasi sediaan ............................................................ 28
4.2.1 Hasil Uji Organoleptik ............................................... 28
4.2.2 Hasil Uji Homogenitas ............................................... 29
4.2.3 Hasil Uji pH ............................................................... 29
4.2.4 Hasil Uji Iritasi ........................................................... 30
4.2.5 Hasil Uji Tinggi Busa ................................................ 30
4.3 Pembahasan ............................................................................ 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ............................................................................ 34
5.2 Saran ....................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 35


LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 3.1 Formula Yang Digunakan ...................................................... 24


Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik ............................................................ 28
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas ............................................................ 29
Tabel 4.4 Hasil Uji pH ............................................................................ 29
Tabel 4.5 Hasil Uji Iritasi ........................................................................ 30
Tabel 4.6 Hasil Uji Tinggi Busa ............................................................ 31

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................. 5


Gambar 2.1 Bunga Kecombrang ........................................................... 7
Gambar 2.2 Struktur Rambut ................................................................ 8

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Perhitungan Bahan ............................................................. 37
Lamporan 2 Perhitungan Tinggi Busa .................................................... 39
Lampiran 3 Proses Ekstrak..................................................................... 40
Lampiran 4 Formulasi sediaan shampo.................................................. 42
Lampiran 5 Hasil Uji Homogenitas ....................................................... 44
Lampiran 6 Hasil Uji pH ........................................................................ 45
Lampiran 7 Hasil Uji Iritasi ................................................................... 46
Lampiran 8 Hasil Uji Tinggi Busa ........................................................ 47

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rambut yang sehat dan indah dambaan setiap orang. Namun,

kenyataannya banyak gangguan yang sering dihadapi, seperti rambut pecah-

pecah, merah/kurus, rontok, bahkan sampai kebotakan. Melalui perawatan secara

teratur dan benar, gangguan rambut tersebut bisa diatasi. Merawat keindahan dan

kesehatan rambut biasanya diawali dari kebersihan rambut, yaitu dengan mencuci

rambut setiap dua atau tiga kali seminggu dengan shampo yang sesuai dengan

jenis rambut seseorang (1).

Rambut merupakan hiasan kepala, yang dapat membuat wajah jadi lebih

menarik, terutama bagi kaum wanita. Rambut juga merupakan mahkota yang

dapat dibanggakan dan dikagumi oleh setiap insan yang memandangnya. Oleh

sebab itu, anda merawat rambut agar tetap subur, lebat, dan teratur, itulah

ungkapan yang sering kita dengar untuk melukiskan betapa pentingnya rambut

yang sehat. Tidak mudah memiliki rambut yang indah dan sehat karena sering kali

rambut yang bermasalah. Adanya masalah dengan rambut mengakibatkan

aktivitas terganggu karena akan menjadi pusing. Seperti halnya ketombe, ketombe

merupakan masalah yang sering kita jumpai dalam masyarakat (2).

Upaya perawatan rambut dapat dilakukan dengan pemakaian shampo.

Shampo merupakan bahan pembersih yang sesuai untuk mencuci rambut,

menghilangkan kotoran dari rambut dan kulit kepala, membuat rambut mudah

ditata dan tampak sehat.

1
2

Shampo digunakan untuk menghilangkan partikel yang tidak diinginkan,

seperti minyak dan kotoran lain, dan juga dapat memperindah rambut dan tanpa

pengelupasan sebum yang berlebihan karena dapat menyebabkan rambut semakin

sulit diatur. Tumbuhan mengandung metabolit sekunder yang lebih aman

digunakan dengan bahan sintetik, sehingga sangat berguna untuk formulasi

shampo dari bahan alam (3).

Sebagai langkah awal, agar tak salah memilih shampo kenali dulu kondisi

dan jenis rambut anda. Akan lebih baik lagi jika anda mengenali rambut anda

seperti halnya mengenal bagian tubuh lain semisal kulit wajah. Setelah tahu

rambut anda masuk dalam kategori normal, kering, atau berminyak, akan lebih

mudah menentukan shampo yang cocok (4).

Banyak produk yang dijual dipasaran, dari dalam maupun luar negeri,

harus diperhatikan bagaimana cara menyikapinya. Sebelum menggunakan,

pastikan produk tersebut sudah sesuai dengan jenis rambut. Baca aturan pakai dan

kegunaan yang mendasar. Mahal atau murahnya produk belum tentu cocok

dengan kulit dan rambut jika tidak mengerti kegunaannya. Begitu pula dengan

penataan rambut dan penggunaan aksesoris. Penataan yang salah akan berakibat

fatal dalam penampilan dan merusak rambut (5).

Bunga kecombrang (Etlingera elatior) merupakan salah satu jenis tanaman

rempah-rempah asli Indonesia yang termasuk dalam family Zingiberaceae yang

secara tradisional sudah lama digunakan dan dimanfaatkan masyarakat sebagai

obat-obatan dan penyedap masakan (6).


3

Berdasarkan skrining fitokimia Elis suwarni, 2016 tentang aktivitas

antiradikal bebas ekstrak etanol bunga kecombrang (Etlingera elatior) dengan

metode DPPH hasil penelitian menyatakan bahwa ekstrak etanol bunga

kecombrang (Etlingera elatior) memiliki aktivitas antiradikal bebas sangat kuat

dengan nilai IC50=47,82 ppm yang disebabkan oleh kandungan senyawa

golongan flavonoid, terpenoid dan tanin (7).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan (Yosefin dkk, 2015) bahwa

gel ekstrak metanol bunga kecombrang telah diteliti memiliki aktivitas antibakteri

terhadap bakteri staphylococcus aureus dan staphylococcus epidermidis. Ekstrak

yang digunakan merupakan ekstrak metanol yang diperoleh melalui proses

ekstraksi dengan metode maserasi. Uji aktivitas dilakukan dengan menggunakan

metode difusi agar dengan konsentraksi ekstrak ialah 4%, 5%, dan 6% (8).

Penelitian sebelumnya (Adeng, 2010) telah diteliti Uji antioksidan dan

antibakteri ekstrak air bunga kecombrang (Etlingera elatior) sebagai pangan

fungsional terhadap staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Hasil uji

menunjukkan ekstrak air bunga kecombrang memiliki kemampuan sebagai

antibakteri terhadap S. Aureus dan E. Coli (9).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

memanfaatkan bunga kecombrang (Etlingera elatior) sebagai sediaan shampo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan dari latar belakang masalah diatas, maka penulis

dapat merumuskan masalah sebagai berikut :


4

1. Apakah ekstrak bunga kecombrang dapat diformulasikan sebagai sediaan

shampo?

1.3 Hipotesis

Ekstrak bunga kecombrang dapat diformulasikan kedalam sediaan

shampo.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui formulasi ekstrak etanol bunga kecombrang sebagai

sediaan shampo.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian pada esktrak bunga kecombrang adalah sebagai

berikut:

1. Meningkatkan pengetahuan terhadap khasiat bahan alami yang berada di

sekitar masyarakat.

2. Memberikan informasi bahwa ekstrak bunga kecombrang dapat digunakan

sebagai shampo.

1.6 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Ekstrak etanol  Organoleptik  Uji Organoleptik


bunga kecombrang  Homogenitas  Uji Homogenitas
(Etlingera elatior)  pH  Uji pH
konsentrasi 4%, 5%,  Iritasi  Uji Iritasi
dan 6%.  Tinggi busa  Uji tinggi busa

Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan tentang Bunga Kecombrang (Etlingera elatior)

2.1.1 Nama Daerah

Puwar kinjung (Sumatera), Kinjung (Medan), Kinjuang, Sambuang

(MinangKabau), Honje, Rombeka, Combrang, Kecombrang, Kecumbrang,

Cumbrang (Jawa), Bubogu, Ketimbang (Sulawesi), Salahawa, Petikala (Maluku)

(10).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Kecombrang

Klasifikasi dari tanaman kecombrang (Etlingera elatior) sebagai berikut:

Kerjaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaseae

Genus :Etlingera

Spesies : Etlingera elatior (11).

2.1.3 Morfologi Tanaman Kecombrang

Kecombrang merupakan salah satu tanaman yang termasuk kedalam

tanaman aromatik, karena mempunyai aroma yang khas. Herba dengan tinggi

mencapai 5 cm. Batang semua bulat, membesar di pangkalnya, tumbuh tegang

membentuk rumput. Rimpang tebal, berwarna merah jambu. Daun tersusun atas

dua baris, berseling bentuk jorong lonjong, pangkal membulat atau menjantung,

5
6

tepi bergelombang, ujung meruncing pendek, gundul tetapi dengan bintik-bintik

halus dan rapat, hijau mengilap (10).

Bunga dalam karangan berbentuk gasing, bertangkai panjang. Buah

berjejalan berbentuk bongkol hampir bulat berdiameter 10-20 cm dengan masing-

masing butir berukuran 2-2,5 cm, hijau dan menjadi merah ketika masak. Berbiji

banyak, coklat kehitaman, diselubungi aril putih bening atau kemerahan (10).

Gambar 2.1 Bunga Kecombrang (Etlingera elatior)

2.1.4 Kandungan dan Manfaat Tanaman Kecombrang (Etlingera elatior)

Hampir seluruh dari bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Dalam

kecombrang terkandung zat aktif seperti saponin, flavonoid dan polifenol. Zat

aktif tersebut dikenal sebagai deodorant alami yang mengurangi bau badan yang

kurang enak bagi orang yang mengkonsumsinya. Khasiat lain dari kecombrang

adalah memperbanyak ASI, dan pembersih darah. Hal ini sangat baik bagi ibu

yang sedang menyusui. Dibeberapa kalangan masyarakat, kecombrang dipercayai

sebagai penetral kolesterol. Hal ini tidaklah mengejutkan mengingat adanya

beberapa hasil penelitian yang menunjukkan kandungan senyawa-senyawa dari

tanaman ini seperti antibakteri, antioksidan dan antikanker (11).


7

2.2 Rambut

2.2.1 Anatomi dan Pertumbuhan Rambut

1. Anatomi Rambut

. Rambut adalah sesuatu yang keluar dari dalam kulit dan mempunyai

bentuk seperti benang tipis. Rambut mempunyai banyak fungsi, di antaranya

adalah melindungi kepala dari benturan dan sinar matahari, menambah keindahan

dan garis warna pada wajah, melindungi mata dari keringat kotoran dan debu, dan

lain-lain (12).

Gambar 2.2 Struktur Rambut (13).

Bahan utama rambut ialah zat tanduk atau keratin. Susunanya terdiri dari

zat putih telur (protein) dan zat-zat anorganik seperti karbon (C) 15%, Oksigen

(O2) 21%, Nitrogen (N2) 17%, Hidrogen (H2) 6%, dan Belerang (S) 5%.

Pertumbuhan rambut setiap orang berbeda-beda. Jika rambut sehat, maka

pertumbuhann normalnya adalah inchi (1 ¼ cm) setiap bulan atau 24 jam 0,3

mm. Dan itu juga akan sangat dipengaruhi juga oleh usia, jenis kelamin, ras, dan

iklim (12).
8

2. Jenis Rambut

a. Jenis rambut menurut morfologinya, yaitu:

1) Rambut lanugo/velus

Rambut lanugo/velus adalah rambut yang sangat halus dengan

pigmen yang sedikit. Rambut ini terdapat hampir di seluruh tubuh

kecuali pada bibir, telapak tangan, dan kaki. Rambut ini tumbuh

pada pipi, dahi, tengkuk, dan tangan.

2) Rambut terminal

Rambut terminal adalah rambut yang sangat kasar dan tebal serta

berpigmen banyak. Rambut ini dibedakan berdasarkan ukurannya,

yaitu:

a) Rambut panjang tumbuh pada kulit kepala, wajah laki-laki dan

ketiak.

b) Rambut pendek terdapat pada alis mata, bulu mata, dan bulu

hidung.

b. Jenis rambut menurut sifatnya, yaitu:

1) Rambut normal

Rambut dapat dikatakan normal, apabila tidak terlalu berminyak

tidak terlalu kering serta bersih dari ketombe. Rambut normal lebih

mudah pemeliharaannya serta tidak terlalu kaku sehingga mudah

dibentuk menjadi berbagai jenis model rambut.


9

a) Rambut berminyak

Jenis rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang bekerja secara

berlebihan sehingga rambut selalu berminyak. Rambut berminyak

kelihatan mengkilap, tebal, dan lengket.

b) Rambut kering

Rambut ini biasanya memiliki ciri-ciri jika kita pegang akan

bersuara, penampilan gersang dan kaku, warna pirang atau

kemerahan dan cahaya pudar, rambut tipis, rapuh, ujung berbelah,

dan sering ditumbuhi ketombe atau sindap (14).

2.2.2 Jumlah Rambut di Kepala

Jumlah rambut pada kulit kepala orang dewasa kurang lebih dari 100.000

helai. Jumlah papil rambut di kulit kepala tetap sejak bayi sampai tua. Tetapi

semakin bertambah usia, jumlah rambut di kulit kepala makin berkurang karena

jumlah rambut dalam fase rontok (telogen) lebih banyak dibandingkan rambut

dalam fase tumbuh (anagen). Pada usia muda dan anak-anak, rambut yang ada

dalam fase tumbuh (anagen) lebih dari 90%, pada usia dewasa 85% dan pada usia

tua hanya 80% atau kurang (14).

2.2.3 Rambut Rontok

Menurut beberapa buku, jumlah rambut yang rontok normalnya setiap hari

rata-rata 40 sampai 100 helai. Jadi kalau setiap hari rambut rontok sekitar 50 helai,

itu masih normal. Apabila jumlah rambut yang rontok setiap hari melebihi 100

helai, maka kerontokan itu tidak normal (14).


10

2.3 Shampo

2.3.1 Defenisi Shampo

Shampo berasal dari bahasa Industan, yakni “shampoo” yang berarti

“memeras”. Pada mulanya shampo dibuat dari sabun atau campuran sabun, tapi

pada akhir-akhir ini shampo lebih banyak menggunakan detergen sintetik, hal ini

disebabkan adanya kelemahan-kelemahan pada penggunaan sabun, antara lain:

sabun mengendap dengan air sadah sehingga daya pencucinya hilang (15).

Shampo merupakan bahan pembersih yang sesuai untuk mencuci rambut,

menghilangkan kotoran dari rambut dan kulit kepala, membuat rambut mudah

ditata dan tampak sehat, dikemas dalam bentuk sediaan yan nyaman untuk

digunakan. Fungsi utama shampo adalah membersihkan akumulasi sebum,

pengelupasan kulit kepala, dan melindungi rambut dan kulit kepala (15). Shampo

antiketombe adalah adalah sediaan kosmetika yang umumnya mengandung

desinfektan digunakan untuk membersihkan rambut dan dibuat khusus mengatasi

terjadinya gangguan rambut dan kulit (16).

Detergen yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan shampo

memiliki sifat fisikokimia tersendiri. Umumnya, detergen dapat melarutkan lemak

dan daya pembersih kuat, sehingga jika digunakan untuk keramas rambut, lemak

rambut dapat hilang, rambut menjadi kering, kusam, dan mudah menjadi kusut,

menyebabkan sukar diatur (17).

Fungsi shampo pada intinya adalah untuk membersihkan rambut dan kulit

kepala dari kotoran yang melekat sehingga faktor daya bersih (cleansing ability)
11

merupakan hal yang penting dari suatu produk shampo. Berikut ini diuraikan

beberapa kriteria shampo yang baik:

1. Mempunyai daya bersih yang baik dalam berbagai kondisi air. Kandungan

mineral atau senyawa dalam air antara satu daerah dengan daerah lain

tidak sama. Beberapa daerah memiliki kondisi air yang dapat menurunkan

kemampuan shampo, seperti daya bersihnya berkurang atau busa yang

dihasilkannya sedikit. Shampo yang baik adalah dapat menetralisir

kelemahan tersebut.

2. Tidak menimbulkan luka pada kulit kepala dan rasa pedih dimata saat

digunakan.

3. Busa yang dihasilkan cukup banyak, mudah dibilas, serta tidak

meninggalkan sisa pada rambut dan kulit kepala.

4. Memberikan efek mengilap dan lembut pada rambut sehingga mudah

disisir dan ditata.

5. Mempunyai warna dan aroma yang menarik (1).

Komponen yang harus ada dalam pembuatan shampo:

1. Surfaktan

Surfaktan adalah bahan aktif dalam shampo, berupa detergen pembersih

sintesis dan cocok untuk kondisi rambut pemakai. Beberap jenis surfaktan

diantaranya:

a. Lauryl sulfat (Pembersih yang baik namun mengerakan rambut)

b. Lauret sulfat (pembentuk busa yang baik dan kondisioner yang baik)
12

c. Sarkosinat atau natrium lauril ( memiliki daya pembersih yang kurang,

tetapi kondisioner yang baik)

d. Sulfosuksinat atau Dinatrium Oleamin (Surfaktan dengan pelarut

lemak yang kuat untuk rambut berminyak).

2. Pelembut (contioner)

Pelembut membuat rambut mudah disisir dan diatur oleh karena dapat

menurunkan friksi antar rambut, mengkilapkan rambut dan memperbaiki

keadaan rambut yang rusak akibat keriting, pewarna pemutih, atau steiling

yang menyebakan kerusakan pada rambut. Beberapa jenis kondisioner

diantaranya: polipinil pirolidon.

3. Pembentuk busa (foam builder)

4. Pemisah logam (squestering agen)

5. Warna dan bau

6. Pengawet

7. pH balance (18).

2.3.2 Bahan Dasar Shampo

Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan shampo adalah:

1. Natrium Lauryl Sulfat (Sodium Lauryl Sulfat)

Sodium Lauryl Sulfat merupakan jenis surfaktan yang sangat kuat dan

umum digunakan dalam produk-produk pembersih noda, minyak dan

kotoran, Sodium Lauryl Sulfat merupakan bahan utama dalam formulasi

kimia untuk menghasilkan busa (19). Pemerian: Sodium Lauryl Sulfat

berbentuk kristal putih atau kream hingga kuning yang memiliki tekstur
13

halus, menghasilkan busa, rasa pahit, dan bau zat lemak yang samar.

Kelarutan: mudah larut dalam air dingin maupun air panas (19).

2. Carboxy Metyl Cellulosium Natrium (CMC-Na)

CMC-Na digunakan sebagai bahan pengental shampo atau sebagai

pengemulsi (20). Pemerian: serbuk putih berbentuk granula sampai putih

kekuningan, higriskopis dan tidak berbau dan tidak berasa. Kelarutan:

mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloida, tidak larut dalam

etanol, eter, dan pelarut organik lain.

3. Cocamide DEA

Cairan kental yang biasa digunakan untuk meningkatkan kapasitas busa

atau menstabilkan busa surfaktan dalam produk sabun, shampo dan

dikosmetik sebagai pengemulsi. Cocamide DEA dapat meningkatkan

viskositas sediaan dan larut dalam air maupun larut dalam minyak, ini

memungkinkan air dan minyak yang terdispersi merata dalam larutan (19).

Pemerian: cairan kental yang jelas dengan bau agak amoniak. Kelarutan:

larut dalam etanol (95%), air, dan pelarut yang paling umum seperti

aseton, benzen, kloroform, eter, gliserin dan metanol (21).

4. Metil Paraben

Metil paraben adalah bahan yang mengandung tidak kurang dari 99,0%

dan tidak lebih dari 101,0% C8H8O3.

Pemerian: serbuk hablur halus, putih, hamper tidak berbau, tidak

mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa tebal.


14

Kelarutan: larut dalam 500 bagian air, 20 bagian air mendidih, 3,5 bagian

etanol. Jika didinginkan larutan tetap jernih. Metil paraben ini mempunyai

fungsi sebagai zat tambahan dan zat pengawet (22).

5. Aquadest

Aquadest adalah air yang dimurnikan yang diperoleh destilasi, perlakuan

menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai.

Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Pemerian:cairan

jernih, tidak mengandung zat tambahan lain, tidak berwarna dan tidak

berbau (22).

6. Menthol (Mentholum)

Menthol adalah alkohol yang diperoleh dari bermacam-macam minyak

permen atau yang dibuat secara sintetik, berupa I-mentol atau mentol

rasemik (d1-mentol). Menthol digunakan untuk memberikan sensasi rasa

dinginpada shampo. Pemerian: hablur heksagonal atau serbuk hablur, tidak

berwarna, biasanya berbentuk jarum, atau massa yang melebur, bau enak

seperti minyak permen. Kelarutan: sukar larut dalam air, sangat mudah

larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam eter , dan dalam asam asetat

glasial, dalam minyak mineral, dan dalam minyak lemak dan dalam

minyak atsiri (22).

2.4 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengelolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan

yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu:


15

1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman

selnya dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanaman dengan

cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni.

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau

zat-za yang dihasilkan hewan masih belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia mineral

Simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari bumi, baik yang telah

diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni (23).

2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia

1. Bahan baku simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bisa diperoleh dari tanaman liar dan

atau dari tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari

tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen, galur (asal usul,

garus keturunan) tanaman dapat dipantau. Sementara jika diambil dari

tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yang tidak bisa

dikendalikan seperti asal tanam, umur, dan tempat tumbuhan.

2. Proses pembuatan simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan

tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian,

pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan

penyimpanan.
16

a. Pengumpulan bahan baku

Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kaualitas bahan

baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapa ini adalah masa

panen.

b. Sortasi basah

Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanamanmasih segar.

Sortasi dilakukan terhadap:

a) Tanah dan kerikil

b) Rumput-rumputan

c) Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak

digunakan

d) Bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat atau sebagainya).

c. Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang

melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanaman dan

juga bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian bisa dilakukan

dengan menggunakan air yang berasal dari beberapa sumber sebagai

berikut:

a) Mata air

Pencucian yang dilakukan dengan menggunakan air yang berasal

dari mata airharus memperhatikan kemungkinan pencemaran yang

diakibatkan oleh adanya mikroba dan pestisida.


17

b) Sumur

Pencucian menggunakan air yang berasal dari mata air harus

memperhatikan pencemaran yang mungkin timbul akibat mikroba

dan air limbah akibat limbah buangan rumah tangga.

c) PAM

Pencucian yang menggunakan fasilitas air PAM (ledeng) sering

tercemar olehkapur klor.

d. Pengubahan bentuk

Pada dasarnya pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas

permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku

akan semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk ini meliputi

beberapa perlakuan berikut:

a) Perajangan untuk rimpang, daun, dan herba.

b) Pengupasan untuk buah, kayu, kulit kayu, dan biji-bijian yang

ukurannya besar.

c) Pemiprilan khusus untuk jagung, yaitu biji dipisakan dari

bongkolnya.

d) Pemotongan untuk akar, batang, kayu, kulit kayu, dan rimpang.

e) Penyerutan untuk kayu.

e. Pengeringan

Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan sebagai berikut:

a) Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah

ditumbuhi kapang dan bakteri.


18

b) Menghilangkan evektifitas enzim yang bisa menguraikan lebih

lanjut kandungan zat aktif

c) Memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas,

mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya).

f. Sortasi kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah pengeringan. Pemilihan

dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang

rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan ditepi

jalan raya), atau dibersihkan dari kotoran hewan.

g. Pengepakan dan penyimpanan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia

perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling

tercampur antara simplisia satu dengan simplisia yang lainnya.

Penyimpanan simplisia harus pada suhu kamar dengan suhu 15-30˚C,

ditempat yang sejuk pada suhu 5-15˚C, dan ditempat yang dingin pada

suhu 0-8˚C (24).

2.4.2 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Ekstraksi adalah proses penarikan senyawa aktif dari tumbuh-

tumbuhan, hewan dan lain-lain menggunakan pelarut tertentu (25).


19

2.4.3 Metode Ekstraksi

1. Ekstraksi Cara Dingin

Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa-

senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan dengan panas.

Ekstraksi cara dingin dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai

berikut:

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan

cara merendam simplisia dalam pelarut selama waktu tertentu pada

temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara

mengalirkan pelarut secara kontinyu pada simplisia selama waktu

tertentu.

2. Ekstraksi Secara Panas

Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang terkandung

dalam simplisia sudah dipastikan tahan panas. Metode ekstraksi secara

panas diantaranya:

a. Infusa

Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari

simplisia nabati dengan air pada suhu 90˚C selama 15 menit.


20

b. Digesti

Digesti adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama

dengan maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah

pada suhu 30-40˚C. Metode ini biasanya digunakan untuk simplisia

yang tersari baik pada suhu biasa.

c. Dekokta

Proses penyarian simplisia dengan air pada suhu 90˚C selama 30

menit. Metode ini sudah jarang digunakan karena selain proses

penyariannya kurang sempurna dan juga tidak dapat digunakan untuk

mengekstraksi senyawa yang bersifat termolabil.

d. Refluks

Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih

pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertetu dengan adanya

pendingin balik (kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3 kali

pengulangan pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi

yang cukup sempurna.

e. Soxhletasi

Soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat

khusus berupa ekstraktor soxhlet, suhu yang digunakan lebih rendah

dibandingkan dengan suhu pada metode refluks (25).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah adalah jenis penelitian

eksperimental. Penelitian eksperimental atau percobaan (eksperiment research)

adalah kegiatan percobaan (eksperiment) yang bertujuan untuk mengetahui suatu

gejala atau pengruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu.

Ciri khusus dari penelitian eksperimental adalah adanya percobaan atau trial.

Percobaan itu berupa perlakuan atau intervensi terhadap suatu variabel. Dari

perlakuan tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh terhadap variabel

yang lain (26).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Institut Kesehatan Helvetia

Medan.

3.2.2 Waktu

Penelitian dilakukan dari bulan Juni - Agustus 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah bunga kecombrang. Sampel penelitian

adalah ekstrak bunga kecombrang ( Etlingera elatior) yang di ambil dari siboro

haranggaol, kabupaten simalungun, Sumatera Utara. Kriteria sampel bunga

kecombrang: berbentuk gasing, bertangkai panjang dengan daun pelindung

21
22

berbentuk jorong berwarna merah jambu hingga merah terang. Pengambilan

sampel dilakukan secara purposive yaitu tanpa membandingkan dengan daerah

lain. Banyak sampel yang diambil yaitu sebanyak 5 kg untuk dijadikan ekstrak

dan di buat sediaan shampo.

3.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan shampo dari ekstrak

bunga kecombrang adalah sebagai berikut:

3.4.1 Alat

Mortir, stamfer, penangas air, batang pengaduk, beaker glass 500 ml

(Iwaki pirex, Pyrex), blender (minyako), panci, saringan, sudip, timbangan

analitik (Citizen), kertas perkamen, kaca arloji, pipet tetes, pH meter (Hanna),

botol kemasan shampo (botol pump 100 ml PET), aluminium foil, gelas ukur 500

ml Iwaki pyrex), kaca arloji (27).

3.4.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: ekstrak bunga

kecombrang (Etlingera elatior), etanol 70%, sodium lauryl sulfate, cocamide

DEA, Na-CMC, propil paraben, asam sitrat, menthol dan aquadest.

3.5 Formula Sediaan Shampo

3.5.1 Formula Acuan

R/Sodium Lauryl Sulfate 10%

Cocamide DEA 4%

Na-CMC 3%
23

Propil Paraben 0,2%

Menthol 0,25%

Asam sitrat qs

Aquadest ad 100 ml.

Jurnal: Mayasari, friska (2016) (27).

3.6 Formula yang Digunakan.

Tabel 3.1 Formulasi sediaan shampo

Formula
Bahan F0 % F1% F2% F3% Khasiat
Ekstrak bunga kecombrang 0% 4% 5% 6% Zat berkhasiat
Sodium lauryl sulfat 10% 10% 10% 10% Surfaktan
Cocamide DEA 4% 4% 4% 4% Pembusa
Na-CMC 3% 3% 3% 3% Pengental
Propil paraben 0,2% 0,2% 0,2% 0,2% Pengawet
Menthol 0,25% 0,25% 0,25% 0,25% Penyegar
Asam sitrat qs qs qs qs Acidifying agent
Aquadest ad 100 ml 100 ml 100 ml 100 ml Pelarut

Keterangan:
1. F0: Blanko
2. F1: Ekstrak Bunga Kecombrang 4%
3. F2: Ekstrak Bunga Kecombrang 5%
4. F3: Ekstrak Bunga Kecombrang 6%.

3.7 Prosedur Kerja

3.7.1 Pembuatan Ekstrak Bunga Kecombrang

1. Pengumpulan Simplisia

Bunga kecombrang (Etlingera elatior) yang masih segar dicuci bersih

dengan air mengalir, lalu lakukan sortasi basah kemudian di timbang berat
24

basahnya. Pengecilan ukuran, bunga kecombrang di keringkan pada suhu ruangan

terhindar dari sinar matahari langsung. Setelah kering dilakukan sortasi kering

kemudian di timbang berat keringnya. Setelah kering kemudian di blender (27).

2. Pembuatan Ekstrak Bunga Kecombrang

Pada penelitian ini sampel bunga kecombrang diekstraksi dengan

menggunakan etanol 70%. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi,

yaitu masukkan 500 gr serbuk simplisia kedalam wadah, kemudian ditambahkan

pelarut etanol 70% sebanyak 3750 ml hingga seluruh simplisia terendam,

kemudian wadah maserasi ditutup dan disimpan selama 5 hari ditempat yang

terlindung dari sinar matahari langsung sambil diaduk pada waktu tertentu.

Selanjutnya disaring, dipisahkan antara ampas dan filtratnya. Ampas diekstraksi

kembali dengan etanol 70% sebanyak 1250 ml selama 2 hari kemudian disaring

dan dipisahkan ampas dan filtratnya. Ekstrak etanol yang diperoleh kemudian

dikumpulkan untuk dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh

ekstrak yang kental dan diuapkan diatas water bath hingga diperoleh ekstrak

murni (27).

3.7.2 Pembuatan Shampo

Cara pembuatan sediaan shampo adalah:

a. Masukkan Na-CMC yang telah ditimbang dalam air panas. Biarkan

beberapa menit sampai mengembang dan diaduk perlahan (massa 1).

b. Air yang dipanaskan pada suhu 60-70˚C sebanyak 20 ml dimasukkan

kedalam beaker glass, kemudian tambahkan sodium lauryl sulfat, aduk

sampai larut (massa 2).


25

c. Larutkan menthol dengan etanol 70% secukupnya, aduk sampai larut

kemudian tambahkan propil paraben aduk sampai homogen.

d. Larutan sodium lauryl sulfat (massa 2) dimasukkan sedikit demi sedikit

kedalam (massa 1) sambil diaduk perlahan sampai homogen.

e. Tambahkan Cocamide DEA sedikit sama sedikit, aduk sampai homogen.

f. Masukkan ekstrak bunga kecombrang, aduk sampai homogen.

g. Tambahkan parfum secukupnya sebagai penambah aroma wangi pada

sediaan.

h. Masukkan kedalam botol 100 ml (27).

3.8 Evaluasi Sediaan Shampo

3.8.1 Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan

mengamati perubahan-perubahan bentuk, bau, dan warna sediaan shampo (27).

3.8.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya butiran-

butiran kasar pada sediaan shampo dan tekstur homogennya sediaan yang telah

dibuat secara fisik. Shampo dioleskan dengan berbagai konsentrasi diatas kaca

arloji, shampo harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlibat

adanya butiran kasar (27).

3.8.3 Uji pH

Pengukuran pH sediaan shampo dilakukan untuk melihat tingkat keasaman

sediaan dan menjamin sediaan tidak mengiritasi pada kulit. Keasaman (pH) diukur

menggunakan pH meter dengan cara pH meter dikalibrasi, kemudian shampo


26

ditimbang 1 gram dan dilarutkan dalam 10 ml aquadest kemudian pH meter di

celupkaan kedalam larutan. pH yang diperoleh di amati. Pengukuran pH untuk

shampo harus memenuhi kriteria pH kulit yaitu dalam interval 4,5 - 6,5.

Pemeriksaan pH dilakukan sesaat setelah pembuatan sediaan dan selama periode

penyimpanan tertentu (27).

3.8.4 Uji Iritasi

Percobaan dapat dilakukan untuk 4 orang sukarelawan wanita sehat

jasmani usia 18-25 tahun dengan cara sediaan shampo dioleskan pada telinga

bagian belakang sukarelawan, dan dilihat perubahan yang terjadi berupa iritasi

pada kulit, gatal, dan perkasaran selama 24 jam dengan diamati setiap 4 jam

sekali (28).

3.8.5 Uji Tinggi busa

Pengujian dilakukan dengan cara melarutkan 10 ml shampo kedalam gelas

ukur kemudian dilakukan pengadukan selama 3 kali. Lalu diamati tinggi busa

yang dihasilkan kurang lebih 15-45 menit, diukur tinggi busa yang terbentuk,

didiamkan selama 5 menit diukur tinggi busanya, kemudian dicatat kembali tinggi

busa. Lalu dihitung stabilitas busa dengan rumus

Stabilitas busa (%)

Syarat tinggi busa adalah 13 sampai 220 mm (28).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Bunga Kecombrang

Hasil ekstraksi 500 gram serbuk simplisia bunga kecombrang dengan

metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70% dipekatkan menggunakan

rotary evaporator, kemudian diperoleh ekstrak kental 45 gram.

1.2 Hasil Evaluasi Sediaan

1.2.1 Hasil Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan cara dilihat secara langsung

perubahan bentuk, warna dan bau pada sediaan shampo. Hasil pengujian dapat

dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil uji organoleptik sediaan shampo


Formula Organoleptik
Warna Bau Bentuk
F0 Putih jernih Tidak berbau Semi padat
F1 Coklat Khas bunga kecombrang Semi padat
F2 Coklat Khas bunga kecombrang Semi padat
F3 Coklat Khas bunga kecombrang Semi padat

Keterangan F0 : Formula tanpa ekstrak bunga kecombrang


F1 : Formula yang mengandung ekstrak bunga kecombrang
konsentrasi 4%
F2 : Formula yang mengandung ekstrak bunga kecombrang
konsentrasi 5%
F3 : Formula yang mengandung ekstrak bunga kecombrang
konsentrasi 6%.

27
28

4.2.2 Hasil UJi Homogenitas

Pengujian homogenitas dengan cara sediaan shampo dioleskan dengan

berbagai konsentrasi diatas kaca arloji, shampo harus menunjukkan susunan yang

homogen dan tidak terlibat adanya butiran kasar. Pengujian homogenitas dapat

dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Sediaan Shampo


Formula Homogenitas
F0 Homogenitas
F1 Homogenitas
F2 Homogenitas
F3 Homogenitas

Keterangan F0 : Formula tanpa ekstrak bunga kecombrang


F1 : Formula yang mengandung ekstrak bunga kecombrang
konsentrasi 4%
F2 : Formula yang mengandung ekstrak bunga kecombrang
konsentrasi 5%
F3 : Formula yang mengandung ekstrak bunga kecombrang
konsentrasi 6%.

4.2.3 Hasil Uji pH

Pengujian terhadap pH pada sediaan shampo dilakukan dengan

menggunakan pH meter. Hasil pengujian pH dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji pH Sediaan Shampo


Formula pH
F0 6,9
F1 6,2
F2 5,8
F3 5,6

Keterangan F0 : Formula tanpa ekstrak bunga kecombrang


29

F1 : Formula yang mengandung ekstrak bunga kecombrang


konsentrasi 4%
F2 : Formula yang mengandung ekstrak bunga kecombrang
konsentrasi 5%
F3 : Formula yang mengandung ekstrak bunga kecombrang
konsentrasi 6%.

4.2.4 Hasil Uji Iritasi

Uji iritasi dilakukan dengan mengoleskan shampo pada kulit bagian

belakang telinga 4 orang sukarelawan yang berbeda selama 24 jam yaitu 1 orang

sukarelawan mendapat semua formula dihari yang berbeda dan dilihat reaksi

iritasi yang timbul. Pengujian iritasi dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil uji iritasi

Sukarelawan
Formula
I II III IV
Formula 0 - - - -
Formula 1 - - - -
Formula 2 - - - -
Formula 3 - - - -

Keterangan :

- : tidak terjadi iritasi

+ : kulit kemerahan

++ : kulit gatal-gatal

+++ : kulit bengkak.


30

4.2.5 Hasil Uji Tinggi Busa

Hasil pengujian tinggi busa terhadap sediaan shampo ekstrak etanol bunga

kecombrang yang dilakukan pada 4 sediaan , dilakukan dengan cara melarutkan

10 ml shampo kedalam gelas ukur kemudian dilakukan pengadukan selama 3 kali.

Pengujian tinggi busa dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tinggi Busa


Formulasi Tinggi busa awal Tinggi busa Stabilitas busa
(mm) akhir (mm) (%)
F0 70 55 78,57%
F1 80 65 81,25%
F2 100 80 80%
F3 105 82 78.09%

1.3 Pembahasan

Sediaan shampo ekstrak etanol bunga kecombrang telah dilakukan

pengamatan terhadap uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji iritasi dan uji

tinggi busa.

Pengujian organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

sediaan shampo yang memiliki warna yang menarik, bau yang dapat diterima oleh

pengguna, dan bentuk yang nyaman untuk digunakan, seperti yang telah

ditetapkan dalam SNI No. 06-2692-1992 (29). Berdasarkan hasil uji organoleptik

sediaan shampo diketahui bahwa masing-masing formula 0%, 4%, 5%, dan 6%

menunjukkan bentuk semi padat dan tidak ada yang mengendap , warna coklat

yang dihasilkan diperoleh dari warna coklat kehitaman ekstrak bunga

kecombrang dengan bau khas bunga kecombrang .


31

Homogenitas merupakan salah satu syarat sediaan shampo. Syarat

homogenitas tidak boleh mengandung bahan kasar yang bisa diraba. Uji

homogenitas dilakukan secara visual serta dilihat dengan tidak adanya partikel-

partikel kasar (29). Berdasarkan pengujian homogenitas ekstrak etanol bunga

kecombrang dengan konsentrasi 0%, 4%, 5% dan 6% didapatkan hasil bahwa

tidak adanya butiran-butiran kasar sehingga dinyatakan sediaan shampo homogen.

Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman

atau kebasaan suatu larutan. Bila sediaan berada diluar pH kulit dikhawatirkan

akan menyebabkan kulit bersisik atau bahkan iritasi (29). Hasil pemeriksaan pH

menunjukkan bahwa sediaan tanpa ekstrak etanol bunga kecombrang adalah 6,9,

sedangkan sediaan dengan menggunakan ekstrak etanol bunga kecombrang

memiliki pH berkisar 5,6-6,2. pH ini mendekati nilai pH kulit berkisar 4,5-6,5.

Nilai pH shampo harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam SNI

No. 06-2692-1992 yaitu berkisar 5,0-9,0. Semakin tinggi konsentrasinya, nilai

pH yang diukur semakin rendah. Penurunan pH disebabkan karena penambahan

ekstrak bunga kecombrang yang mengandung antioksidan yang bersifat asam. Hal

tersebut menunjukkan bahwa ekstrrak etanol bunga kecombrang berada dalam

rentang pH normal kulit sehinggga dapat digunakan sebagai sediaan shampo.

Uji iritasi dilakukan dengan tujuan melihat ada tidaknya efek samping

yang muncul pada kulit saat menggunakan sediaan shampo seperti kulit

kemerahan, gatal-gatal, ataupun adanya pembengkakan SNI No. 2692-1992.

Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan pada sukarelawan yang dilakukan

dengan cara mengolesakan sediaan shampo ekstrak etanol bunga kecombrang


32

yang dibuat pada bagian belakang telinga selama 24 jam dengan diamati setiap 4

jam sekali, menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan hasil negatif

terhadap parameter reaksi iritasi yang diamati yaitu adanya kulit merah, gatal-

gatal, ataupun adanya pembengkakan. Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan

bahwa sediaan shampo ekstrak etanol bunga kecombrang yang dibuat aman untuk

digunakan.

Uji tinggi busa merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam

menentukan mutu produk-produk kosmetik terutama shampo. Tujuan pengujian

busa untuk melihat daya busa dari shampo. Busa yang stabil dalam waktu lama

lebih diinginkan karena busa dapat membantu membersihkan rambut.

Karakteristik busa shampo dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya bahan

surfaktan, penstabil busa dan bahan-bahan penyusun shampo lainnya (29).

Berdasarkan hasil pengujian setiap formula terhadap tinggi busa

menggunakan aquadest memiliki tinggi busa berkisar 70-105 mm. Nilai rata-rata

tinggi busa terhadap F0 diperoleh 78,57%, formula F1 81,25%, formula F2 80%

dan formula F3 78,09%. Dengan demikian hasil uji tinggi busa pada sediaan

shampo ekstrak etanol bunga kecombrang berada dalam persyaratan tinggi busa

yaitu 13-220mm menurut SNI No. 06-2692-1992. Sehingga formula tersebut

dapat digunakan sebagai sediaan shampo.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Uji organoleptik menunjukkan sediaan warna

coklat, aroma khas bunga kecombrang dan bentuk semi padat. Dari masing-

masing konsentrasi yang digunakan, konsentrasi 4% yang menunjukkan bentuk

sediaan yang baik. Uji homogenitas menunjukkan sediaan shampo semua

homogen. Uji pH menunjukkan pH blanko 6,9, F1 6,2, F2 5,8 dan F3 5,6. Uji

iritasi menunjukkan bahwa sediaan shampo memberikan hasil negatif yaitu tidak

terjadi iritasi pada sukarelawan. Uji tinggi busa menunjukkan bahwa tinggi busa

akhir pada sediaan shampo blanko 55 mm, F1 65 mm, F2 80 mm, dan F3 82 mm.

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol bunga

kecombrang dapat diformulasikan kedalam sediaan shampo.

5.2 Saran

Diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi terhadap

flavonoid dan saponin ektrak etanol bunga kecombrang (Etlingera elatior).

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Permono, Ajar. 2006. Seri Industri Rumah Tangga Membuat Sampo.


Jakarta: Puspa Swara. Hal 1-3.
2. Abdul L. Obat Tradisional. Penerbit Buku Kedokt EGC, Jakarta, Hal.
2012;44–5.
3. Suryati L, Saptarini NM. Formulasi Sampo Ekstrak Daun Teh Hijau
(Camellia sinensis var. assamica). Indones J Pharm Sci Technol.
2016;3(2):66–71.
4. FAIZATUN F, KARTININGSIH K, LILIYANA L. Formulasi Sediaan
Sampo Ekstrak Bunga Chamomile dengan Hidroksi Propil Metil Selulosa
sebagai Pengental. J Ilmu Kefarmasian Indones. 2008;6(1):15–22.
5. Said H. Panduan Merawat Rambut. Penebar PLUS+; 2009.
6. Hidayat IRS, Si M, Napitupulu RM. Kitab Tumbuhan Obat. AgriFlo; 2015.
7. Suwarni E, Cahyadi KD. Aktivitas antiradikal bebas ekstrak etanol bunga
kecombrang (Etlingera elatior) dengan metode DPPH. J Ilm Medicam.
2016;2(2):39–46.
8. Saptana YI, Sulistiarini R, Rusli R. AKTIVITAS ANTIBAKTERI GEL
EKSTRAK KECOMBRANG (ETLINGERA ELATIOR) TERHADAP
BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS DAN STAPHYLOCOCCUS
EPIDERMIDIS. In: Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals
Conferences. 2015. p. 136–41.
9. Hudaya A. Uji antioksidan dan antibakteri ekstrak air bunga kecombrang
(edigera elatior) sebagai pangan fungsional terhadap staphylococcus aureus
dan escherichia coli. 2011;
10. Angin MIBP. KARAKTERISASI SENYAWA KIMIA DAN UJI
AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI BUNGA
KECOMBRANG (Etlingera elatior) YANG DIISOLASI DENGAN
DESTILASI STAHL.
11. Ningtyas R. Uji antioksidan dan antibakteri ekstrak air daun kecombrang
(etlingera elatior)(Jack) RM Smith) sebagai pengawet alami terhadap
escherichia coli dan staphylococus aureus. 2010;
12. Fitryane R. Kiat Cantik & Menarik. Bandung: Yrama Widya. 2011;
13. Surya SA. Pemanfaatan Limbah Rambut Manusia Sebagai Pelampung
Adsorben Pencemaran Minyak di Lautan. Karya Tulis Ilmiah Univ Sebel
Maret. 2015;
14. Tranggono RIS, Latifah F. Buku Pegangan Dasar Kosmetologi. Sagung
Seto. 2014;
15. Mahataranti N, Astuti IY, Asriningdhiani B. Formulasi Shampo
Antiketombe Ekstrak Etanol Seledri (Apium graveolens L) dan
Aktivitasnya Terhadap Jamur Pityrosporum ovale. Pharm J Farm Indones.
2012;9(2).
16. Dewi SS, Haribi R. Daya hambat sampo anti ketombe terhadap
pertumbuhan c. Albicans penyebab ketombe. J Kesehat. 2009;2(2).

34
35

17. Indonesia DKR. Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitokimia:


Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik.
Jakarta: Yayasan Perkembangan Obat Bahan Alam; 1993.
18. Wasitaatmadja SM. Penuntun ilmu kosmetik medik. Jakarta Penerbit Univ
Indones. 1997;3:58–9.
19. Hartanto A. Formulasi bahan ko-proses (flocel 101-laktosa, hpmc,
crospovidone, dan manitol) untuk orally disintegrating tablet. Widya
Mandala Catholic University Surabaya; 2014.
20. Kamal N. Pengaruh bahan aditif cmc (Carboxyl Methyl Cellulose) terhadap
beberapa parameter pada larutan sukrosa. J Teknol. 2010;1(17):78–84.
21. Pena LE, Peters JL. Self-preserving conditioning shampoo formulation.
Google Patents; 1990.
22. Depertemen Kesehatan RI. Farmakope indonesia. Ed IV Dep Kesehat RI
Jakarta. 1995;
23. DepKes RI. Farmakope Indonesia. Edisi. 1979;3(7):265.
24. Gunawan D, Mulyani S. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jakarta: Penebar
Swadaya. 2004;
25. Marjoni MR. Dasar-Dasar Fitokimia Untuk Diploma III Farmasi. Trans
Info Media Jakarta. 2016;
26. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan Jakarta: Rineka
Cipta..(2007). Promosi Kesehat Teor dan ilmu perilaku Jakarta Rineka
Cipta. 2002;
27. Mayasari F, Yati K, Elfiyani R. Optimasi Konsentrasi Hidroksi Etil
Selulosa Sebagai Pengental Dalam Sediaan Sampo Cair Ekstrak Kangkung
(Ipomoea aquatica Forssk) Optimization Of Concentration Hydroxyethyl
Cellulose As Thickening Agent Of Water Spinach Extract Liquid.
28. Malonda TC. Formulasi Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun Pacar
Air (Impatiens balsamina L.) Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Jamur
Candida albicans ATCC 10231 Secara In Vitro. PHARMACON.
2017;6(4).
29. Kelompok PKT, Pendidikan P, Kimia S-SMA. Pembuatan Dan Analisis
Shampo Dengan Bahan Baku Ekstrak Minyak Kemiri (Aleurites
Moluccana).
36

Lampiran 1. Perhitungan Bahan Pembuatan Sediaan Shampo

PERHITUNGAN BAHAN PEMBUATAN SEDIAAN SHAMPO DARI


EKSTRAK ETANOL BUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior)
Perhitungan Bahan Formula 0%
1. Ekstrak bunga kecombrang :

2. Sodium lauryl sulfat :

3. Cocamide DEA :

4. Na-CMC :

5. Menthol :

6. Propil paraben :

7. Aquadest ad : 100 – ( 10 + 4 + 3 + 0,25 + 0,2)


: 100 – 17,45
: 82,55 ml.

Perhitungan Bahan Formula 4%


1. Ekstrak bunga kecombrang :

2. Sodium lauryl sulfat :

3. Cocamide DEA :

4. Na-CMC :

5. Menthol :

6. Propil paraben :

7. Aquadest ad : 100 – ( 4 + 10 + 4 + 3 + 0,25 + 0,2)


: 100 – 21,45
: 78,55 ml
37

Perhitungan Bahan Formula 5%


1. Ekstrak bunga kecombrang :

2. Sodium lauryl sulfat :

3. Cocamide DEA :

4. Na-CMC :

5. Menthol :

6. Propil paraben :

7. Aquadest ad : 100 – ( 5 + 10 + 4 + 3 + 0,25 + 0,2)


: 100 – 22,45
: 77,55 ml.

Perhitungan Bahan Formula 6%


1. Ekstrak bunga kecombrang :

2. Sodium lauryl sulfat :

3. Cocamide DEA :

4. Na-CMC :

5. Menthol :

6. Propil paraben :

7. Aquadest ad : 100 – ( 6 + 10 + 4 + 3 + 0,25 + 0,2)


: 100 – 23,45
: 76,55 ml.
38

Lampiran 2 Perhitungan Tinggi Busa


PERHITUNGAN TINGGI BUSA SEDIAAN SHAMPO DARI EKSTRAK
ETANOL BUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior)

Blanko :

F1 :

F2 :

F3 :
39

Lampiran 3. Proses Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior)


3.1 Sortasi basah Bunga Kecombrang (Etlingera elatior)

3.2 Sortasi kering Bunga Kecombrang (Etlingera elatior)


40

Lampiran 3 Lanjutan

3.3 Penyaringan ekstrak bunga kecombrang (Etlingera elatior)

3.4 Hasil ekstrak kental bunga kecombrang (Etlingera elatior) sebanyak 45 gram.
41

Lampiran 4 Formulasi sediaan shampo dari ekstrak etanol bunga kecombrang


(Etlingera elatior)

4.1 Alat pembuatan shampo

4.2 Bahan pembuatan shampo


42

Lampiran 4 Lanjutan

4.3 Formulasi Sediaan Shampoo dari Ekstrak Etanol Bunga Kecombrang


(Etlingera elatior)
43

Lampiran 5 Hasil Uji Homogenitas


44

Lampiran 6 Hasil Uji pH


45

Lampiran 7 Hasil Uji Iritasi


46

Lampiran 8 Hasil Uji Tinggi Busa


47

Lampiran 9 Pengajuan Judul KTI


48

Lampiran 10 Lembar Revisi Proposal KTI


49

Lampiran 11 Lembar Revisi Karya Tulis Ilmiah


50

Lampiran 12 Surat Izin Penelitian


51

Lampiran 13 Surat Balasan Izin Penelitian


52

Lampiran 14 Lembar Bimbingan Karya Tulis Ilmiah


53

Lampiran 14 Lanjutan
54

Lampiran 15 Berita Acara Perbaikan Seminar Hasil KTI

Anda mungkin juga menyukai