SKRIPSI
SITTI KHADIJAH.R
G 701 16 276
i
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN TABLET
CURCUMA PADA PASIEN TB FASE INTENSIF DI RSUD
MADANI PALU DAN PUSKESMAS JEJARINGNYA
SKRIPSI
SITTI KHADIJAH.R
G 701 16 276
APRIL 2020
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Stambuk : G70116276
Mengetahui
Pembimbing I
Mengetahui,
Ketua Jurusan Farmasi
FMIPA Universitas Tadulako
iii
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI
DEWAN PENGUJI
Mengetahui,
Dekan FMIPA
UniversitasTadulako
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
Sitti Khadijah.R
NIM. G 701 16 276
v
ABSTRAK
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan TB merupakan pengobatan yang cukup
panjang yang berkaitan dengan biaya dibutuhkan semakin besar. Penelitian ini
dirancang untuk menganalisis efektivitas biaya obat antituberkulosis (OAT) dengan
kombinasi OAT-Tablet Curcuma yang dilaksanakan di RSUD Madani Palu dan
Puskesmas Jejaringnya yang bertujuan untuk menghitung rata-rata total biaya terapi,
menentukan efektivitas pengobatan serta menentukan biaya pengobatan paling efektif
berdasarkan nilai ACER (Average Cost effectiveness Ratio) dan ICER (Incremental
Cost-Effectiveness Ratio). Penelitian dilakukan secara prospektif menggunakan
teknik pengambilan sampel secara total sampling. Hasil penelitian dari 54 pasien
dewasa baru didiagnosa TB Fase Intensif diantaranya 30 pasien kelompok Curcuma
dan 24 pasien kelompok Non-Curcuma memperoleh rata-rata total biaya sebesar
Rp.894.182,00 dan Rp.856.192,00 dengan % outcome klinis 100% dan 92% serta
nilai ACER Rp.8.941,00 dan Rp.9.306,00 menghasilkan nilai ICER Rp.4.748,00.
Hasil evaluasi biaya menunjukkan bahwa terapi kelompok Curcuma memiliki biaya
pengobatan paling efektif dari pada Non-Curcum berdasarkan efektivitas pengobatan
dilihat dari kadar SGOT, SGPT yang menurun atau normal serta nilai IMT
mengalami kenaikan dengan biaya pengobatan yang rendah.
vi
ABSTRACT
Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacteria Mycobacterium
tuberculosis. TB treatment is a fairly long treatment with the greater costs needed.
This study was designed to analyseantituberculosis drugs (OAT) with a combination
of Curcuma OAT-Tablets conducted at the Madani Hospital in Palu and its Network
Health Center, which aims to compare the average total cost of therapy, as well as
financial assistance that can be done with assistance compatible with ACER.
(Average cost effectiveness ratio) and ICER (Additional Cost Effectiveness Ratio).
The study was conducted prospectively using a total sampling technique. The results
of 54 adult patients newly diagnosed with Intensive Phase TB were questioned 30
patients in the Curcuma group and 24 patients in the Non-Curcuma group received an
average total total cost of Rp.894,182.00 and Rp.856,192.00 with 100% clinical
results and 92% % and ACER value of Rp.8,941.00 and Rp.9,306.00 resulting in an
ICER value of Rp.4,748.00. Only Curve has the best treatment costs for Non-
Curcuma, which is based on treatments that are seen from the levels of SGOT, SGPT
which are increased or normal and the value of BMI increases with lower treatment
costs.
vii
KATA PENGANTAR
Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi,
namun berkat bantuan berupa bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga
akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang berperan penting dalam penyelesaian skripsi ini. Teristimewa
penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih yang tak terhingga
khususnya kepada kedua orang tua yaitu Ayahanda Abd. Rasyid Kadri dan
ibundaku tersayang Nurdia tercinta atas segala pengorbanan, kasih sayang dalam
membesarkan, membimbing dan mendidik penulis serta doa restunya.
viii
Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfudz, M.P., selaku Rektor Universitas Tadulako yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di
Universitas Tadulako.
2. Ibu Darmawati Darwis, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako beserta jajarannya yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan
Farmasi di FMIPA UNTAD.
3. Bapak M. Sulaiman Zubair, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Ketua Jurusan Farmasi
dan Ibu Armini Syamsidi, S.Si., M.Si., Apt., selaku Sekertaris Jurusan Farmasi
FMIPA UNTAD.
4. Bapak/Ibu dosen Program Studi Farmasi FMIPA UNTAD yang telah banyak
membantu dan membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
5. Seluruh staf akademik FMIPA UNTAD yang telah memberikan pelayanan
yang baik kepada penulis selama kuliah.
6. Direktur RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian, serta seluruh staf RSUD Madani
yang telah membantu penulis selama penelitian. Terimakasih yang sebesar-
besarnya untuk Kepala Puskesmas Mamboro dan Kepala Puskesmas Tawaeli
khususnya Kepala PPI Puskesmas Mamboro pak sadlin dan ibu jannah selaku
Kepala Pusat Pengendalian Infeksi (PPI) di Puskesmas Tawaeli Palu.
7. Teman-teman seperjuangan “TB Project” eveline, Ela, leony yang telah
menyemangati penulis dalam menyusun skripsi dan menyelesaikan studi.
8. Sahabat ku Via, Muli, Uci yang selalu memberi semangat penulis untuk
menyelesaikan skripsi
9. Teman-teman PMO Ummi, Eny, Niar, Fira, Indah, Nini, Hanger Rahyuni,
Mami Ria, Lina, Farah, Naya, Via, Muli, Uci, Ifa, Anggi yang selalu memberi
dukungan untuk penulis.
ix
10. Kepada seluruh teman-teman Kelas A”QUAD” 2016 yang sama-sama berjuang
baik suka maupun duka dan selalu memberikan banyak bantuan, semangat,
motivasi dan dukungan.
11. Keluarga Besar PULVIS 2016 yang sudah bersama-sama melewati suka dan
duka selama masa perkuliahan demi terwujudnya derajat sehat nasional, terima
kasih untuk tetap solid.
12. Seluruh senior angkatan 2014, 2015 dan junior angkatan 2017, 2018, 2019
terima kasih selalu memberikan dukungan.
13. Kepada seluruh teman-teman Farmasi A SMK Nusantara yang sudah lama
mengenal penulis, terima kasih selalu memberi support dari kejauhan.
14. Seluruh teman-teman KKN Angkatan ke-86 Posko Rektorat 1, terima kasih
untuk kebersamaannya selama sebulan.
15. Dan untuk semua pihak yang telah banyak membantu penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas segala doa, motivasi dan dukungan
yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan semoga apa yang tersirat dalam tulisan
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Penulis
Sitti Khadijah. R
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ..........................................................................................................i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................iii
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI .........................................iv
HALAMAN PERNYATAAN ..........................................................................v
ABSTRAK........................................................................................................vi
ABSTRACT .....................................................................................................vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xvi
DAFTAR ISTILAH .........................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................4
1.5 Batasan Masalah ........................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis ..............................................................................5
2.2 Farmakoekonomi ......................................................................10
xi
3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ............................ 17
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 19
3.6 Analisis Data............................................................................. 19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 38
5.2 Saran......................................................................................... 38
xii
DAFTAR TABEL
Tabe l4.2 Distribusi usia pasien TB Fase Intensif di RSUD Madani Palu dan
Puskesmas Jejaringnya..................................................................... 22
Tabel 4.3 Distribusi tingkat pendidikan pasien TB Fase Intensif yang menjalani
pengobatan di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya ........ 23
Tabel 4.5 Hasil rata-rata kadar efektivitas nilai SGOT, SGPT dan IMT
berdasarkan nilai baseline hingga evaluasi pasien TB Fase Intensif di
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya .............................. 25
Tabel 4.6 Evaluasi Pemeriksaan AST dan ALT pasien TB Fase Intensif di
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya ................................25
xiii
Tabel 4.11 Hasilanalisa ACER (Average Cost Effectiveness Ratio) terhadap total
biaya rata-rata penggunaanobatpasien TB FaseIntensif di RSUD
MadaniPaludanPuskesmasJejaringnya................................................35
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
DAFTAR ISTILAH
xvii
BAB 1
PENDAHULUAN
Secara global pada tahun 2017 terdapat sekitar 10,0 juta kasus TB didunia.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai beban TB terbesar ke-2 di dunia
setalah India(WHO, 2018). Dalam High Burden Countries total biaya yang
diperlukan untuk penanganan TB sebanyak US$ 117 juta (Jefferson et al., 2015).
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017
(Kemenkes RI, 2018). Di Indonesia sendiri biaya pengobatan pasien TB mencapai
Rp. 1.843.537 dengan sebagian besar dihabis-kan pada biaya obat (Sari et al.,
2018).
Salah satu manifestasi klinik dari penyakit TB ialah penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan (Safithri, 2018). Pada penelitian (Putri, Munir and
Christiano, 2016), Dari 36 sampel pasien TB sebanyak 19 (52,8%) orang
penderita TB Paru mengalami penurunan nafsu makan dan Berdasarkan status
gizi penderita TB Paru berdasarkan penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
didapatkan hasil terbanyak yaitu 22 (61,1%) orang masih memiliki IMT yang
tergolong Underweight.
1
(SGOT) dan serum glutamic pyruvic transminase (SGPT)(Juliarta et al., 2018).
Pada penelitian Clarasanti Inez, (2016) pasien yang terdiagnosis tuberkulosis
paru dan diterapi OAT menunjukan kadar enzim transaminase yakni SGOT dan
SGPT yang tinggi.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapa rata-rata total biaya pengobatan yang digunakan pasien TB fase
intensif menggunakan terapi tablet curcuma dengan yang tidak diterapi
menggunakan tablet curcuma ?
2. Bagaimana Efektivitas Pengobatan Antara Pasien TB Fase Intensif yang
deterapi tablet Curcuma dengan yang tidak diterapi tablet Curcuma di RSUD
Madani Palu dan Puskesms Jejaringnya ?
3. Mana yang lebih cost-effective antara pasien TB fase intensif yang diterapi
dengan tablet Curcuma dengan yang tidak diterapi tablet Curcuma di RSUD
Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya?
3
2. Pelayanan
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai data ilmiah terbaru yang
dapat memberikan manfaat kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya
di RSUD Madani Palu dan Puskesmas jejaringnya sebagai pembelajaran
terkait efektivitas biaya pengobatan pada pasien TB fase intensif.
3. Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti-peneliti
yang lain dengan menganalisis efektivitas biaya pada penyakit yang berbeda
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis atau TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang dapat meular melalui percikan dahak.Sebagian
besar bakteri TB menginfeksi paru tetapi bisa juga organ tubuh lainnya.
(Kemenkes RI, 2014).
2.2 Etiologi
Penyebab penyakit TB adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.Bakteri ini
mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta
tahan terhadap zat kimia dan fisik.Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara
terutama di tempat yang lembap dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak
tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2011).
2.3 Patogenesis
M. tuberculosis ditularkan melalui udara, bukan melalui kontak permukaan.
Ketika penderita TB paru aktif (BTA positif dan foto rontgen positif) batuk,
bersin, berteriak atau bernyanyi, bakteri akan terbawa keluar dari paru-paru
menuju udara. Bakteri ini akan berada di dalam gelembung cairan bernama
droplet nuclei. Penularan TB terjadi ketika seseorang menghirup droplet
nuclei.Droplet nucleiakan melewati mulut/saluran hidung, saluran pernafasan
atas, bronkus kemudian menuju alveolus. Setelah tubercle bacillus sampai di
jaringan paru-paru, mereka akan mulai memperbanyak diri. Lambat laun, mereka
akan menyebar ke kelenjar limfe. Proses ini disebut sebagai primary TB infection.
Ketika seseorang dikatakan penderita primary TB infection, tubercle bacillus
berada di tubuh orang tersebut.(Kusumaningtyas, 2016).
5
Penyakit TB yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosisditularkan
melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah
yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila
penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil
tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat.Masa inkubasinya
selama 3-6 bulan. Risiko tertinggi perkembangannya penyakit yaitu pada anak
berusia di bawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat
lagi pada masa remaja, dewasa dan usia lanjut.bakteri masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain
melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ
terdekatnya.setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,
sehingga kemungkinan setiap kontak untuk menular TBC adalah 17%
(Widoyono, 2011).
6
2.5 Klasifikasi Pasien TB
Menurut (Kemenkes RI, 2014) pasien TB terbagi:
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
Tuberkulosis paru Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan)
paru.Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan
paru.Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi
pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru.Pasien yang menderita TB paru dan
sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru.
7
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
8
obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.Satu
(1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
2.7 Curcuma
Temulawak memiliki nama ilmiah Curcuma xanthorrhiza Roxb. Temulawak
telah lama dikenal berkhasiat sebagai obat tradisional baik dalam negeri maupun
luar negeri berdasarkan pengalaman (empiris) dan berbagai hasil kajian penelitian
ilmiah.Temulawak dapat berkhasiat sebagai obat, sumber karbohidrat, bahan
penyedap masakan, serta pewarna alami untuk makanan dan kosmetik.Oleh
karena itu, temulawak menjadi salah satu tanaman obat tradisional yang
9
prospektif untuk dikembangkan.Semua bagian tanaman temulawak dapat
dimanfaatkan.Bagian paling berharga dan dapat dimanfaatkan untuk beberapa
keperluan ialah rimpangnya (Said, 2007).
2.7.1 Kandungan Kimia
Kurkumin, glikosida, tolull, metil, karbinol, essoil, i-siklospren myrsen,
minyak atsiri seperti felandren, turmerol, kamfer, borneol, xantorizol, dan
sineral (Hariana, 2013).
2.7.2 Efek farmakologis dan Khasiat Klinis
Anggota family Zingiberaceae dapat berkhasiat sebagai peluruh haid, dapat
meregenerasi atas kerusakan sel-sel hati, antiradang, dan memperlancar
pengeluaran empedu ke usus.Berkhasiat mengatasi gangguan hati, abses
hati, sakit lever, radang hati, hepatitis, radang kandung empedu (Hariana,
2013).
2.8 Farmakoekonomi
2.8.1 Definisi
Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisa biaya terapi
obat pada system pelayanan kesehatan dan masyarakat. Lebih spesifik,
studi farmakoekonomi adalah proses identifikasi, pengukuran dan
perbandingan biaya, resiko, dan manfaat dari program, pelayanan, atau
terapi dan menentukan alternative yang memberikan keluaran kesehatan
terbaik untuk sumber daya yang digunakan. Farmakoekonomi
mengidentifikasi, mengukur, dan membandingkan biaya (sumber daya
yang digunakan) dengan konsekuensi (klinik, ekonomik, humanistik) dari
produk dan pelayanan farmasi (Andayani,2013).
10
antara income dan outcome sehingga dapat diambil kesimpulan yamng
tepat : mengidentifikasi dan mengukur outcome dari alternative intervensi,
menilai biaya dan efektivitas, dan langkah terakhir adalah
menginterpretasikan dan pengambilan kesimpulan (Andayani,2013).
11
apakah keuntungan dari suatu program atau interval lebih tinggi dari
pada biaya yang diperlukan untuk implementasi (Andayani, 2013).
d. Cost-Effectiveness Analysis (CEA)
Cost-effectiveness analysis (CEA) merupakan bentuk analisis ekonomi
yang komprehensif, dilakukan dengan mendefinisikan, menilai, dan
membandingkan sumber daya yang digunakan (input) dengan
konsekuensi dari pelayanan (output) antara dua atau lebih
alternatif.CEA merupakan salah satu langkah untuk menilai
perbandingan manfaat kesehatan dan sumber daya yang digunakan
dalam program pelayanan kesehatan dan pembuat kebijakan dapat
memilih diantara alternatif yang ada.CEA membandingkan program
atau alternatif intervensi dengan efikasi dan keamanan yang berbeda.
Hasil dari CEA digambarkan sebagai rasio, baik dengan average
costeffectiveness ratio (ACER) atau sebagai incremental cost-
effectiveness ratio (ICER). ACER menggambarkan total biaya dari suatu
program atau alternatif dibagi dengan outcome klinik, dipersentasikan
sebagai beberapa rupiah per outcome klinik spesifik yang dihasilkan,
tidak tergatung dari pembandingnya. Dengan menggunakan
perbandingan ini, klinisi dapat memilih alternatif dengan biaya lebih
rendah untuk setiap outcome yang diperoleh (Andayani, 2013).
Langkah-langkah dalam melakukan CEA
a) Menetapkan permasalahan
CEA bisa dimulai dari identifikasi masalah kesehatan yang spesifik
(misalnya morbiditas, mortalitas, atau ketidakmampuan) dari suatu
penyakit, selanjutnya analist mengidentifikasi dan membandingkan
berbagai cara pencegahan dan terapi yang relatif cost-effective.
Setelah dilakukan identifikasi permasalahan, selanjutnya ditetapkan
tujuan spesifik untuk membandingkan biaya dan efektivitas dari
alternatif intervensi.dalam menentukan tujuan harus disesuaikan
dengan permasalahan yang sudah ditetapkan.pengambilan
12
kebijakan dalam pelayanan kesehatan mempunyai perbedaan dalam
sudut pandang (prespektif) yang akan mempengaruhi komponen
sumber daya yang digunakan dalam analisis farmakoekonomi.
Sudut pandang menunjukkan ‘biaya untuk siapa’.Sudut pandang
paling luas adalah dari masyarakat, yang secara umum menetapkan
baik biaya langsung maupun tidak langsung (Andayani, 2013).
b) Identifikasi alternatif intervensi
Berdasarkan tujuan yang sudah ditetapkan, selanjutnya ditentukan
pembandingnya. Pembanding bisa alternatif yang paling murah,
regimen yang relatif lebih murah dibandingkan obat brau, obat yang
paling banyak digunakan dalam kelas terapi yang sama, obat
pilihan, terapi standar, atau terapi yang paling cost-effective.
Pemilihan pembanding harus mempertimbangkan jumlah alternatif
terapi yang sudah ada untuk penyakit tersebut(Andayani, 2013).
c) Menetapkan hubungan antara input dan outcome
Pendekatan yang secara umum digunakan adalah pengembangan
model yang menentukan bagaimana menggabungkan input dan
berapa besar output dari masingmasing kelompok input akan
dihasilkan. salah satu teknik yang dapat berguna untuk
mengidentifikasi dan mengukur biaya adalah model analisis
keputusan (decision-analytic model), dimana semua sumber daya
pelayanan kesehatan yang digunakan digambarkan dalam pohon
keputusan berdasrkan masing-masing tahap. Jumlah sumber daya
yang digunakan selanjutnya dihitung berdasarkan besarnya biaya
masing-masing komponen, nilai ini kemudian akan dihitung sebagai
biaya dari intervensi (Andayani, 2013).
d) Identifikasi dan pengukuran biaya dan outcome dari intervensi
Tujuan dasardari analisis biaya dalam farmakoekonomi adalah
mengidentifikasi sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan
suatu barang atau jasa. Dalam mengidentifikasi dan mengukur biaya
13
dalam analisis farmakoekonomi, diperlukan spesifikasi prespektif
penelitian yang jelas, karena prespektif ini menentukan biaya apa
yang diukur. Dalam CEA, definisi dan gambaran dari outcome
harus jelas, seperti pada uji klinik outcome harus relevan secara
klinik, dapat diukur secara obyektif dan mengikuti kriteria
pengukuran standar sehingga hasilnya dapat diterima dalam
komunitas pelayanan kesehatan (Andayani, 2013).
e) Interpretasi dan menyajikan hasil
Hasil dari CEA pada umumnya digambarkan sebagai rasio biaya-
efektivitas (C/E ratio), pembilang dari rasio menunjukan total biaya,
dan penyebut dari rasio menggambarkan variabel outcome.Terdapat
dua bentuk rasio C/E, yaitu rata-rata atau tunggal, dan tambahan
(Incremental cost-effectiveness ratio/ICER)Averagecost-
effectiveness ratio (ACER) didefinisikan sebagai berikut :
Rata-rata (tunggal) rasio C/E = biaya/efek
Biaya menggambarkan jumlah seluruh biaya yang diukur dalam
penelitian untuk alternatif terapi, dan efek adalah outcomeunit
natural. ACER dihitung untuk masing-masing alternatif terapi dan
perbandingan diperoleh dari perbedaan relatif antara terapi baru
dengan pembandingnya. ICER didefinisikan sebagai rasio
perbedaan antara biaya dari 2 alternatif dengan perbedaan
efektivitas antara alternatif dan dihitung berdasrakan persamaan
berikut ini :
14
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2019.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini yang digunakan adalah data rekam medik
pasien baru yang didiagnosa TB yang menjalani terapi pengobatan di
15
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya serta memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi :
1) Semua pasien baru yang didiagnosa TB yang menjalani terapi di
RSUD Madani Palu dan puskesmas Jejaringnya.
2) Pasien dewasa usia ≥ 18 tahun
3) Pasien TB yang memiliki data Lab SGOT dan SGPT serta nilai
IMT (Awal dan Evaluasi).
4) Pasien TB yang diterapi menggunakan tablet Curcuma dengan yang
tidak diterapi tablet Curcuma dan memilki bukti pembayaran
pengobatan.
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien TB kambuhan yang menerima terapi OAT
2) Pasien baru penderita TB yang mengkonsumsi obat lain yang
berpengaruh pada fungsi hati dan kenaikan BB
3) Pasien meninggal
16
2) Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian yaitu nilai IMT dan SGOT dan
SGPT pada pasien TB fase intensif.
b. Definisi Operasional
1) Pasien tuberkulosis adalah seluruh pasien baru yang didiagnosa
tuberkulosis di RSUD Madani Palu & Puskesmas Jejaringnya
2) Usia adalah usia yang digunakan saat pasien masuk rumah sakit.
Kategori : a) 18-25tahun
b) 26-45 tahun
c) 46-65tahun
d) > 65 tahun
Skala : Interval
3) Jenis kelamin adalah perbedaan antar perempuan dan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir.
Kategori : a) Laki-laki b) Perempuan
Skala : Nominal
4) Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang telah diselesaikan.
Kategori : a) SD c) SMA
b) SMP d) Perguruan tinggi
Skala : Ordinal
5) Pekerjaan adalah suatu usaha atau pekerjaan yang sedang dikerjakan.
Kategori : a) IRT d) Buruh
b) PNS e) Lainnya
c) Wiraswasta
Skala : Nominal
6) Efektivitas Pengobatan adalah keberhasilan pengobatan setelah
dievaluasi mengalami penurunan atau ketetapan nilai fungsi hati dan
kenaikan nilai IMT dilihat berdasarkan dengan nilai:
17
a) Kategori Efektif
(SGOT) : 10-37 U/L (37OC)
(SGPT) : 10-42 U/L (37OC)
IMT : 18,5 – 22,9 kg/m2
b) Kategori Tidak Efektif
(SGOT) : > 37 U/L (37OC)
(SGPT) : > 42 U/L (37OC)
IMT : < 18,5 kg/m2
7) Baseline adalah kadar awal SGOT dan SGPT serta nilai IMT pasien
sebelum diberikan terapi pengobatan OAT dan OAT dengan tablet
Curcuma.
8) Evaluasi adalah kadar SGOT dan SGPT serta nilai IMT pasien setelah 2
bulan diberikan terapi pengobatan OAT dan OAT dengan tablet
Curcuma.
9) Biaya terapi adalah biaya medis langsung yang meliputi biaya
pengobatan, biaya laboratorium dan biaya obat penunjang yang
digunakan pasien
10) Biaya pengobatan adalah biaya obat OAT dan tablet Curcuma yang
digunakan pasien TB di RSUD Madani Palu & Puskesmas Jejaringnya.
11) Biaya Laboratorium adalah biaya tes laboratorium terhadap paisen
Tuberkulosis di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya.
12) Biaya obat penunjang adalah biaya seluruh obat-obat yang digunakan
pasien selain OAT dan tablet Curcuma selama menjalani perawatan di
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya
13) Cost-effectiveness Ratio adalah berapa besarnya unit biaya terhadap
penggunaan tablet Curcuma pasien tuberkulosis di RSUD Madani Palu
& Puskesmas Jejaringnya.
14) ACER adalah rata-rata biaya per unit efektivitas dari masing-masing
biaya medik langsung yang diterima pasien
15) ICER adalah biaya yang diperlukan untuk menghasilkan atau mencapai
peningkatan satu unit outcome relatife terhadap pembandingnya.
18
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan rekam medik pasien meliputi
karakteristik subyek (Nama, Usia, Jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) jenis
obat yang digunakan, dan pemeriksaan dahak,serta biaya medis langsung
pasien meliputi biaya pengobatan, biaya laboratorium, dan biaya obat
penunjang yang digunakan pasien.
19
3.7.4 Perhitungan Cost-Effectiveness Anlysis (CEA)
Efektivitas biaya dianalisis menggunakan rumus ACER (Average Cost-
Effectiveness Ratio) :
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
ACER =
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑎𝑝𝑖
Biaya pada ACER Merupakan rata-rata biaya medik langsung dari setiap
obat yang dikelompokkan berdasrkan penggunaan, sedangkan
efektivitas terapi adalah penurunan nilai (AST) dan (ALT) normal serta
kenaikan nilai IMT normal.Kemudian hasil dari CEA dapat disimpulkan
dengan Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Jika hasil
perhitungan menunjukkan hasil negatif atau semakin kecil, maka suatu
alternatif obat dianggap efektif dalam memberikan outcome yang
diinginkan, sehingga dapat dijadikan rekomendasi pilihan terapi yang
dimana menggunakan rumus berikut ini :
Keterangan:
Biaya teknologi baru : Biaya kombinasi OAT dan Tablet Curcuma
Biaya pembanding : Biaya OAT
Efek teknologi baru : Efektivitas penggunaan kombinasi OAT dan
Tablet Curcuma
Efek pembanding : Efektivitas penggunaan OAT
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HasildanPembahasan
1. Jenis Kelamin
21
(Dotulong, Sapulete and Kandou, 2015) menyatakan, Dimana laki-laki
lebih banyak yang merokok dan minum alcohol dibandingkan dengan
perempuan, merokok dan alcohol dapat menurunkan imunitas tubuh
sehingga lebih mudah terkena penyakit TB paru.
2. Usia
Tabel 4.2 Distribusi usia pasien TB Fase Intensif di RSUD Madani Palu
dan Puskesmas Jejaringnya
Jumlah Pasien
Usia (Tahun) Persentase (%)
(n = 54)
18-25 10 18%
26-45 16 30%
46-65 27 50%
> 65 1 2%
Total 54 100%
Berdasarkan data diatas pasien TB lebih banyak pada usia 46-65 tahun
(50%) dan urutan kedua terbanyak yaitu usia 26-45 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa penyakit TB tidak hanya menyerang pada usia
non-produktif dengan penurunan imunitas tubuh tetapi pada kelompok
usia produktif juga rentan terserang TB karena pada usia tersebut
22
banyak melakukan aktivitas fisik. Pada penelitian (Andayani and Astuti,
2017) prediksi risiko untuk terkena TB paru terletak pada masa usia
produktif dan lansia yaitu umur 15-59 dan >60 tahun. Pada umur
tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Pada umur 15-59
tahun termasuk orang yang produktif. Orang yang produktif memiliki
resiko 5-6 kali untuk mengalami kejadian TB paru, hal ini karena pada
kelompok usia produktif setiap orang akan cenderung beraktivitas
tinggi, sehingga kemungkinan terpapar kuman Micobacterium
tuberculosis lebih besar, selain itu kuman tersebut akan aktif kembali
dalam tubuh yang cenderung terjadi pada usia produktif. Pada umur >60
tahun tergolong lansia yang mempunyai kekebalan menurun seiring
dengan proses menua maka seluruh fungsi organ mengalami penurunan,
kemampuan untuk melawan kuman micobacterium tuberculosis lemah
sehingga kuman mudah masuk kedalam tubuh lansia.
3. Tingkat Pendidikan
Jumlah Pasien
Tingkat Pendidikan Persentase (%)
(n = 54)
SD 6 11%
SMP 18 33%
SMA 27 50%
Perguruan Tinggi 3 6%
Total 54 100%
23
seseorang akan berpengaruh terhadap pengetahuan yang berdampak ke
cara perilaku hidup bersih dan sehat (Ruditya, 2015) sedangkan menurut
(Wibowo, 2016) bahwa tingkat pendidikan tinggi berpengaruh dalam
kewaspadaan seseorang terhadap penularan suatu penyakit, namun hal
ini tidak selalu menjadi parameter karena terlihat dari data diatas masih
terdapat pasien dengan pendidikan perguruan tinggi dengan persentase
9% dan untuk tamatan SD dan SMP nilai persentase nya lebih rendah
dibandingkan SMA hal ini menunjukkan bahwa Semakin tinggi tingkat
pendidikan tidak selalu diiringi dengan semakin baik tingkat kepatuhan
minum obatnya. Hal ini disebabkan tidak selamanya penderita dengan
pendidikan rendah tingkat pengetahuannya tentang TB Paru rendah dan
tidak semua yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang
tinggi tentang TB Paru. Oleh karena itu petugas perlu untuk selalu
memberikan informasi tentang bagaimana cara minum obat dan berapa
lama pengobatan yang harus dijalani pasien, setiap menyerahkan obat
kepada penderita (Zubaidah and Setyaningrum, 2015).
4. Pekerjaan
Tabel 4.4Distribusi pekerjaan pasien TB Fase Intensif yang menjalani
pengobatan di RSUD Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya
Jumlah Pasien
Pekerjaan Persentase (%)
(n = 54)
IRT 14 26%
PNS 4 7%
Wiraswasta 21 39%
Buruh 9 17%
Lainnya 6 11%
Total 54 100%
24
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh pekerjaan terbanyak penderita TB yaitu
pekerjaan Wiraswasta sebanyak 21 pasien (39%). Seperti pada
penelitian (Ismah and Novita, 2017) bahwa pasien TB paling banyak
pada pekerja kasar. Orang dewasa rentan terhadap TB.Salah satu
penyebabnya karena faktor aktivitas pekerjaan mereka yang banyak
terpapar TB.Selain itu pekerja kasar rentan terhadap kelelahan.Faktor
kelelahan fisik pekerjaan dapat menyebabkan imunitas menurun dan
mudah terserang infeksi. Penelitian (Ikadini, 2018)terdapat 17 pasien
(48,6%) bekerja sebagai wiraswasta. Mayoritas pekerja wiraswasta
memiliki motivasi tinggi untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi tetapi hal ini dapat mempengaruhi faktor resiko dilingkungan
kerja khususnya dalam hal kesehatan.
Tabel 4.5 Hasil rata-rata kadar efektivitas nilai SGOT, SGPT dan IMT
berdasarkan nilai baseline hingga evaluasi pasien TB Fase
Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya
PENG PEMERIKSAAN
OBA SGOT(U/L) SGPT(U/L) IMT
TAN B E S B E S B E S
Curcu
ma 20,9 17,9 -3 21,5 16,8 -4,7 15,9 18,1 2,2
Non-
Curcu
ma 25 27,7 2,7 26,2 30,7 4,5 16,8 17,2 0,4
Ket: B:Basline; E: Evaluasi; S:Selisih
25
Tabel 4.6 Evaluasi Pemeriksaan SGOT dan SGPT pasien TB Fase
Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya
Pengobatan
Pemeriksaan Kategori Curcuma Non-Curcuma
Jumlah (n) % Jumlah (n) %
Menurun 19 63 6 25
SGOT Meningkat 8 27 17 71
Tetap 3 10 1 4
Menurun 22 73 7 29
SGPT Meningkat 5 17 17 71
Tetap 3 10 - -
Menurun - - 5 21
IMT Meningkat 30 100 17 71
Tetap - - 2 8
Tabel 4.5 menunjukkan rata-rata dari data baseline, evaluasi, dan selisih
kadar SGOT, SGPT dan IMT pasien selama menjalani fase intensif yang
dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok pasien TB Curcuma dan
kelompok pasien Non-Curcuma. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
pada kadar SGOT dan SGPT pada pasien kelompok Curcuma menurun
dengan rata-rata penurunan menjadi 17,9 U/L dan 16,8 U/L dan untuk
nilai IMT pada pasien kelompok curcuma naik dengan nilai rata-rata
menjadi 18,1. Sedangkan pada pasien kelompok non-curcuma
menunjukkan data baselinekadar SGOT dan SGPT yang normal dan
setelah di evaluasi pasca terapi fase intensif meningkat cukup tinggi
dengan nilai rata-rata 27,7 U/L dan 30,7 U/L dan untuk nilai IMT pada
pasien kelompok non-curcuma juga naik dengan rata-rata 17,2.
26
diproduksi oleh hepatosit, jenis sel yang banyak terdapat di organ hati.
Kadar SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) dalam darah akan
meningkat seiring dengan kerusakan pada sel hepatosit yang bisa terjadi
karena infeksi virus hepatitis, alkohol, obat-obat yang menginduksi
terjadinya kerusakan hepatosit, dan sebab lain seperti adanya shok atau
keracunan obat. GOT merupakan enzim yang banyak dijumpai pada
organ jantung, hati, otot rangka, pankreas, paru-paru, sel darah merah
dan sel otak. Saat sel-sel organ tersebut mengalami kerusakan, maka
GOT akan dilepaskan dalam darah (Laili U, 2013).
Dari 5 jenis obat lini pertama yang digunakan, isoniazid, rifampisin, dan
pirazinamid adalah obat yang berpotensi menyebabkan drug induced
liver injury dengan istilah Antituberculosis drug-induced hepatotoxicity
(ATDH). Hepatotoksisitas akibat OAT memang tidak terjadi pada tiap
pasien namun dapat menyebabkan cedera hati yang luas dan permanen
serta dapat menyebabkan kematian bila tidak terdeksi pada tahap awal
(Annisa R, 2015).
27
Tabel 4.6 menunjukkan data evaluasi pemeriksaan SGOT, SGPT yang
dipaparkan dalam bentuk persentase. Berdasarkan hasil yang diperoleh
penurunan kadar SGOT pasien kelompok Curcuma 63% lebih baik
dibandingkan pasien kelompok Non-Curcuma sebesar 25%, kemudian
untuk kadar SGPT diperoleh pasien kelompok Curcuma sebesar 73%
lebih baik dibandingkan pasien kelompok Non-Curcuma sebesar 29%,
dan untuk nilai IMT pasien kelompok Curcuma tidak mengalami
penurunan yang artinya lebih baik dibandingkan pasien kelompok Non-
Curcuma yang masih mengalami penurunan pada beberapa pasien
sebesar 21%. Sedangkan untuk peningkatan kadar SGOT pada pasien
kelompok Non-Curcuma lebih besar yaitu 71% dibandingkan dengan
pasien kelompok Curcuma sebesar 27%, kemudian untuk kadar SGPT
diperoleh hasil untuk pasien kelompok Non-Curcuma lebih besar yaitu
71% dibandingkan dengan pasien kelompok Curcuma sebesar 17%, dan
untuk nilai IMT sendiri pada pasien kelompok Curcuma mengalami
peningkatan nilai IMT 100% sedangkan untuk hasil yang diperoleh
pasien kelompok Non-Curcuma 71%. Data diatas juga menunjukkan ada
beberapa pasien yang kadar SGOT,SGPT, maupun nilai IMT yang
hasilnya tidak mengalami perubahan yaitu pada kadar SGOT pasien
kelompok Curcuma sebesar 10%, sedangkan pada pasien kelompok
Non-Curcuma Sebesar 4%, kemudian untuk kadar SGPT pada pasien
kelompok Curcuma diperoleh sebesar 10%, sedangkan pada pasien
kelompok Non-Curcuma semuanya mengalami perubahan kadar SGPT,
dan untuk nilai IMT yang tidak mengalami perubahan yaitu pada pasien
kelompok Non-Curcuma sebesar 8% sedangkan pada pasien kelompok
Curcuma semuanya mengalami perubahan nilai IMT. Hal ini
menunjukkan bahwa Tablet Curcuma dapat mempertahankan kadar
SGOT dan SGPT menjadi normal kembali meskipun telah
dikombinasikan dengan OAT yang memiliki beberapa zat aktif bersifat
hepatotoksik seperti isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid. Serta Tablet
28
Curcuma juga mampu membantu meningkatkan nilai IMT pasien TB
lebih besar.
29
2. Hasil Efektivitas Terapi
100%
80%
Percent
60%
100% 92%
40%
20%
0%
Cucuma Non-Curcuma
30
SGOT,SGPT meningkat hingga melebihi batas normal, unuk nilai IMT
juga beberapa pasien mengalami penurunan nilai IMT dan sebagian
besarnya meningkat. Sehingga grafik diatas menunjukkan bahwa
penggunaan terapi kombinasi OAT dan Tablet Curcuma (Kelompok
Curcuma) memiliki Efektivitas lebih baik dibandingkan dengan
penggunaan terapi OAT (Kelompok Non-Curcuma).
31
Tabel 4.7 Analisis Independent t-test selisih kadar SGOT, SGPT dan
nilai IMT sebelum dan setelah evaluasi pasien TB Fase
Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya
Standar
Variabel Pengobatan Rata-rata p-value
Deviasi
Curcuma 3 6,6
SGOT 0,002
Non-Curcuma -2,7 5,9
Curcuma 4,7 9,5
SGPT 0,00
Non-Curcuma -4,5 7,3
Curcuma 2,2 1,8
IMT 0,00
Non-Curcuma 0,4 0,4
32
4.2 Perhitungan Biaya
33
4.2.2 biaya Obat
Biaya pengobatan adalah biaya obat OAT dan tablet curcuma yang digunakan
pasien tuberculosis diRSUD Madani Palu dan Puskesmas Jerjaringnya.
Berdasarkan tabel diatas biaya obat pasien kelompok Curcuma lebih banyak
dibandingkan biaya pasien kelompok Non-Curcuma. Hal ini disebabkan 30
pasien diberikan tambahan tablet Curcuma selama terapi pengobatam fase
intensif berjalan dibandingkan dengan kelompok pasien Non-Curcuma yang
hanya 24 orang mengkonsumsi OAT secara tunggal tanpa ada terapi
pemeliharaan fungsi hati seperti kelompok uji penambahan Tablet Curcuma.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Sabila, 2016) biaya OAT adalah
biaya obat anti tuberculosis yang dikeluarkan untuk menebus obat yang telah
diresepkan dokter. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata untuk biaya OAT
ialah sebesar Rp.113.250,00 selain itu terdapat biaya diluar OAT ialah biaya
yang dikeluarkan guna memperoleh obat tambahan ataupun multivitamin guna
mengatasi gejala efek samping obat antituberculosis yang tidak diinginkan
sebesar Rp.12.205,00 sedangakan pada penelitian (Sari et al., 2018)biaya rata-
rata perbulan pasien tuberculosis sebesar Rp307.256. adanya perbedaan antar
peneliti diakibatkan harga OAT yang digunakan mempunyai perbedaan harga
antar kota dan perbedaan waktu.
34
4.2.3 biaya obat penunjang
Biaya obat penunjang adalah biaya seluruh obat-obat yang digunakan pasien
selama menerima terapi pengobatan baik pada kelompok Curcuma maupun
kelompok Non-Curcuma, berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa biaya
obata penunjang yang digunakan oleh kelompok pasien non-curcuma lebih
besar dibandingkan dengan kelompok pasien curcuma, hal ini dikarenakan
perbedaan kebutuhan obat yang diresepkan dari dokter untuk masing-masing
pasien. Obat yang paling sering diresepkan oleh doketr ialah Vitamin B6.
Pemberian terapi vitamin B6 telah tepat Karena berdasarkan (kemenkes,
2014) pada kasus penyakit tuberculosis akan diberikan terapi beberapa obat
yang dapat mengatasi gejala simtomatik yang muncul akibat mengkonsumsi
obat antituberkulosis berdampak pada defisiensi Pyridoxin (Vitamin B6)
didalam tubuh oleh karena itu vitmin B6 direkomendasikan untuk mengatasi
efek samping dari isoniazid seperti rasa kesemutan dan rasa terbakar dikaki
ataupun ditangan. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sabila, 2016)
memperoleh biaya rata-rata Rp.12.205,00 untuk biaya penggunaan obat
selainOAT yaitu penggunaan vitamin B6.
35
4.2.4 Analisis efektivitas biaya
Table 4.11 Hasil analisa ACER (Average Cost Effectiveness Ratio) terhadap
total biaya rata-rata penggunaan obat pasien TB Fase Intensif di
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya
% Total
Jenis Total Biaya Rata-rata
Outcome ACER (C/E) (Rp)
Pengobata (Rp) (C)
(E)
Total Biaya
%Total ICER
Jenis Rata-rata ∆E
Outcome ∆C (Rp) (∆C/∆E)
Pengobatan Pengobatan (%)
(%) (Rp)
(Rp)
Ket: ∆C: Jumlah selisih antara biaya rata-rata kelompok Curcuma dengan
biaya rata-rata kelompok Non-Curcuma, ∆E: Jumlah selisih antara %
efektivitas penggunaan Curcuma dengan % efektivitas penggunaan Non-
Curcuma.
36
rata-rata perbulan dengan efektivitas terapi Efektivitas terapi yang diukur
adalah penurunan kadar enzim aminotransferase SGOT dan SGPT yang
mencapai kadar normal ataupun mengalami penurunan serta nilai IMT yang
mengalami kenaikan ketika diberikan terapi obat dari 2 kelompok uji yang
digunakan. Sedangkan ICER diperoleh dari perbandingan antara selisih biaya
total terapi rata-rata selama 56 hari pengobatan pasien TB Fase Intensif
dengan % outcome klinis pada kedua kelompok terapi.
Pada table 4.11 menguraikan hasil analisa ACER dan diperoleh nilai ACER
kelompok terapi Curcuma dan terapi Non-Curcuma. Nilai ACER kelompok
Curcuma menghasilkan % outcome klinis 100% sebesar Rp
8.941,00sedangkan untuk kelompok Non-Curcuma menghasilkan % outcome
klinis 92% sebesar Rp 9.306,00. Hal ini dapat menunjukan adanya perbedaan
ACER pada kedua kelompok terapi.Kelompok terapi Curcuma diperoleh
harga ACER lebih kecil dibandingkan kelompok Non-Curcuma. Oleh karena
itu dapat dinyatakan kelompok terapi Curcuma lebih cost effective atau
memiliki biaya paling efektif dibandingkan dengan kelompok terapi Non-
Curcuma. Menurut (Andayani, 2013) suatu alternative yang paling murah
untuk mendapatkan tujuan terapi yang spesifik namun dalam hal ini
optimalisasi biaya yang dihasilkan dari intervensi mampu memberikan
efektivitas terhadap outcome clinis yang diperoleh oleh pasien kemudian
untuk nilai ICER pada table 4.12 diperoleh biaya sebesar Rp.4.748,00.
Intepretasi dari nilai ICER diartikan sebagai besarnya biaya tambahan yang
diperlukan pengobatan kelompok Non-curcuma untuk memperoleh 1%
outcome dari pengobatan kelompok Curcuma.
37
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
38
C. Bagi peneliti lain
Perlu diadakan penelitian secara prospektif tentang perbandingan pemeriksaan
SGOT dan SGPT pada pasien dengan menggunakan kombinasi OAT dengan
Tablet Curcuma dan pengobatan OAT pada Fase lanjutan untuk 4 bulan
selanjutnya.
39
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, S. (2013) ‘Perbedaan Kadar SGOT , SGPT , Ureum , dan Kreatinin Pada
Penderita TB Paru Setelah Enam Bulan Pengobatan Different Levels SGOT ,
SGPT , urea , and creatinine Pulmonary TB In Six Months After Treatment’,
perbedaan kadar SGOT, SGPT, Ureum, dan kreatinin pada penderita TB paru
setelah enam bulan pengobatan, 2(1), pp. 260–269.
Annisa R. (2015). Perbedaan Kadar SGPT Pada Pasien Tuberkulosis Paru Sebelum
dan Sesudah Fase Intensif Di Poliklinik Paru Arifin Achmad Pekanbaru.JOM
FK Volume 2.
40
Dotulong, J. F. J., Sapulete, M. R. and Kandou, G. D. (2015) ‘Hubungan Faktor
Risiko Umur, Jenis Kelamin Dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit
Tb Paru Di Desa Wori Kecamatan Wori’, Jurnal Kedokteran Komunitas Dan
Tropik, 3(2), pp. 57–65.
Kemenkes RI. (2018) ‘Pusat Data dan Informasi Tuberkulosis’, InfoDATIN. doi:
41
2442-7659.
Mulyani H., Widyastuti H., S., Ekowati I., V. (2016). Tumbuhan Herbal Sebagai
Jamu Pengobatan Tradisional Terhadap Penyakit Dalam Serat Primbon Jampi
Jawa Jilid 1. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 21, No. 2, 73-91
Nurwitasari, A., Wahyuni U, C. (2015). Pengaruh Status Gizi dan Riwayat Kontak
Terhadap Kejadian Tuberkulosis di Kebupaten Jember. Departemen
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Surabaya.
Putri, wina asri, Munir, S. melati and Christiano, E. (2016). Gambaran Status Gizi
Pada Pasien Tuberkulosis Paru Yang Menjalani Rawat Inap’, Jurnal Gizi, 3(2),
pp. 1–16.
42
Ruditya, N., D. (2015). Hubungan Antara Karakteristik Penderita TB Dengan
Kepatuhan Pemeriksaan Dahak Selama Pengobatan. Jurnal Berkala
Epidemiologi. Vol 3 (2): 122-133
Said, A. (2007). Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: PT.Sinar Wadja Lestari.
Sari, I. D. et al. (2018). Analisis Biaya Tuberkulosis Paru Kategori Satu Pasien
Dewasa di Rumah Sakit di DKI Jakarta. Jurnal Kefarmasian Indonesia. doi:44-
54.
Sukandar, E., Retnosari, A., Joseph, I, S., Adayana, K, I., Adji, P, S., Kusnandar.
(2013). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. Isfi Penerbitan
43
Zubaidah, T. and Setyaningrum, R. (2015) ‘Karakteristik Penderita TB Paru
Pengguna Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Di Indonesia’, Jurnal Publikasi
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2(1), pp. 51–56.
Zulkarnain, Z.-, Novianto, F.- and Saryanto, S.- (2017) ‘Uji Klinik Fase II Ramuan
Jamu sebagai Pelindung Fungsi Hati’, Buletin Penelitian Kesehatan, 45(2), pp.
125–136. doi:.125-136.
44
LAMPIRAN 1
KARAKTERISTIK SUBYEK PENELITIAN PASIEN TB FASE INTENSIF DI RSUD MADANI PALU DAN PUSKESMAS
JEJARINGNYA
45
15 Tn. MU BPJS KLS 3 49 Thn Laki-laki Buruh SD
46
33 Tn. AD BPJS KLS 3 42 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA
47
51 Ny. LN BPJS KLS 3 29 Thn Perempuan IRT SMA
48
LAMPIRAN 2
PEMERIKSAAN
1 Tn. SA 46 Thn L 12 15 -3 ↑ Normal (Efektif) 12 16 -4 ↑ Normal (Efektif) 20,17 20,96 -0,79 ↑ Normal (Efektif)
2 Tn. MA 42 Thn L 20 14 6 ↓ Normal (Efektif) 24 17 7 ↓ Normal (Efektif) 17,9 19,81 -1,91 ↑ Normal (Efektif)
3 Tn. MU 54 Thn L 18 23 -5 ↑ Normal (Efektif) 16 12 4 ↓ Normal (Efektif) 16,01 20,31 -4,3 ↑ Normal (Efektif)
4 Tn. SL 25 Thn L 12 14 -2 ↑ Normal (Efektif) 8 22 -14 ↑ Normal (Efektif) 16 17,9 -1,9 ↑ uw (Efektif)
5 Tn. HA 40 Thn L 15 13 2 ↓ Normal (Efektif) 13 10 3 ↓ Normal (Efektif) 17,64 18,33 -0,69 ↑ uw (Efektif)
6 Ny. UK 47 Thn P 12 17 -5 ↑ Normal (Efektif) 17 14 3 ↓ Normal (Efektif) 16,1 18,35 -2,25 ↑ uw (Efektif)
CURCUM
7 A Tn. MF 19 Thn L 26 16 10 ↓ Normal (Efektif) 12 10 2 ↓ Normal (Efektif) 14,5 15,24 -0,74 ↑ uw (Efektif)
8 Tn. RI 31 Thn P 35 35 0 Normal (Efektif) 32 28 4 ↓ Normal (Efektif) 10,54 13,28 -2,74 ↑ uw (Efektif)
9 Nn. AW 18 Thn P 10 19 -9 ↑ Normal (Efektif) 12 16 -4 ↑ Normal (Efektif) 15,35 18,75 -3,4 ↑ Normal (Efektif)
10 Tn.IR 34 Thn L 20 20 0 Normal (Efektif) 12 10 2 ↓ Normal (Efektif) 15,62 17,14 -1,52 ↑ uw (Efektif)
11 Nn. AS 23 Thn P 24 13 11 ↓ Normal (Efektif) 14 16 -2 ↑ Normal (Efektif) 14,6 15,41 -0,81 ↑ uw (Efektif)
12 Ny. NI 45 Thn P 26 20 6 ↓ Normal (Efektif) 22 22 0 Normal (Efektif) 14,89 18,79 -3,9 ↑ Normal (Efektif)
49
13 Ny. AR 36 Thn P 15 13 2 ↓ Normal (Efektif) 20 20 0 Normal (Efektif) 17,22 19,62 -2,4 ↑ Normal (Efektif)
14 Nn. DE 21 Thn P 14 11 3 ↓ Normal (Efektif) 10 13 -3 ↑ Normal (Efektif) 15,42 17,99 -2,57 ↑ uw (Efektif)
15 Tn. MU 49 Thn L 18 14 4 ↓ Normal (Efektif) 17 12 5 ↓ Normal (Efektif) 15,62 17,57 -1,95 ↑ uw (Efektif)
16 Ny. RO 34 Thn P 30 30 0 Normal (Efektif) 59 37 22 ↓ Normal (Efektif) 15,23 18,75 -3,52 ↑ uw (Efektif)
17 Tn. RA 18 Thn L 15 13 2 ↓ Normal (Efektif) 17 11 6 ↓ Normal (Efektif) 14,86 16,38 -1,52 ↑ uw (Efektif)
18 Ny. HA 32Thn P 15 14 1 ↓ Normal (Efektif) 13 10 3 ↓ Normal (Efektif) 18,6 20,69 -2,09 ↑ Normal (Efektif)
19 Tn. HI 47 Thn L 30 28 2 ↓ Normal (Efektif) 28 26 2 ↓ Normal (Efektif) 18,35 20,31 -1,96 ↑ Normal (Efektif)
21 Tn. AA 24 Thn L 31 24 7 ↓ Normal (Efektif) 55 28 30 ↓ Normal (Efektif) 15,03 16,61 -1,58 ↑ uw (Efektif)
22 Tn. IS 72 Thn L 25 18 7 ↓ Normal (Efektif) 28 21 7 ↓ Normal (Efektif) 16,4 18,35 -1,95 ↑ uw (Efektif)
23 Tn. MN 34 Thn L 12 18 -6 ↑ Normal (Efektif) 11 11 0 Normal (Efektif) 17 19,38 -2,38 ↑ Normal (Efektif)
24 Tn. BA 63 Thn L 20 15 5 ↓ Normal (Efektif) 18 16 2 ↓ Normal (Efektif) 15,62 19,22 -3,6 ↑ Normal (Efektif)
25 Tn. HM 61 Thn L 21 15 6 ↓ Normal (Efektif) 18 12 6 ↓ Normal (Efektif) 15,62 18,75 -3,13 ↑ Normal (Efektif)
26 Tn. SB 59 Thn L 13 18 -5 ↑ Normal (Efektif) 30 25 5 ↓ Normal (Efektif) 15,62 18,75 -3,13 ↑ Normal (Efektif)
27 Tn. DG 65 Thn L 40 31 9 ↓ Normal (Efektif) 29 23 6 ↓ Normal (Efektif) 16,4 19,14 -2,74 ↑ Normal (Efektif)
28 Tn. MR 44 Thn L 36 14 22 ↓ Normal (Efektif) 47 11 36 ↓ Normal (Efektif) 12,19 13,71 -1,52 ↑ uw (Efektif)
29 Ny. OK 24 Thn P 17 18 -1 ↑ Normal (Efektif) 19 15 4 ↓ Normal (Efektif) 16,19 19,89 -3,7 ↑ Normal (Efektif)
30 Tn. AW 65 Thn L 31 15 16 ↓ Normal (Efektif) 16 10 6 ↓ Normal (Efektif) 19,53 21,09 -1,56 ↑ Normal (Efektif)
50
Normal
31 Tn. DT 59 Thn L 14 19 -5 ↑ Normal (Efektif) 23 30 -7 ↑ (Efektif) 14,69 15,42 -0,73 ↑ UW (Efektif)
Normal
32 Ny. WH 41 Thn P 17 22 -5 ↑ Normal (Efektif) 12 25 -13 ↑ (Efektif) 15,24 16,38 -1,14 ↑ UW (Efektif)
≠ Normal (≠
33 Tn. AD 42 Thn L 39 45 -6 ↑ ≠ Normal (≠Efektif) 37 48 -11 ↑ Efektif) 16,01 15,23 0,78 ↓ UW (≠Efektif)
Normal
34 Tn.RF 21 Thn L 31 28 3 ↓ Normal (Efektif) 27 29 -2 ↑ (Efektif) 13,97 14,33 -0,36 ↑ UW (Efektif)
Normal
35 Nn. AM 24 Thn P 48 35 13 ↓ Normal (Efektif) 39 37 2 ↓ (Efektif) 17,56 18,33 -0,77 ↑ UW (Efektif)
Normal
36 NON- Ny. HY 48 Thn P 23 20 3 ↓ Normal (Efektif) 15 12 3 ↓ (Efektif) 17,84 18,32 -0,48 ↑ UW (Efektif)
CURCUMA Normal
37 Tn. AS 58 Thn L 27 34 -7 ↑ Normal (Efektif) 22 25 -3 ↑ (Efektif) 14,23 14,63 -0,4 ↑ UW (Efektif)
Normal
38 Ny. JS 44 Thn P 28 32 -4 ↑ Normal (Efektif) 12 19 -7 ↑ (Efektif) 16,4 17,57 -1,17 ↑ UW (Efektif)
Normal
39 Tn. NR 63 Thn L 27 34 -7 ↑ Normal (Efektif) 20 26 -6 ↑ (Efektif) 16,38 16,38 0 UW (Efektif)
Normal
40 Tn. KR 43 Thn L 33 37 -4 ↑ Normal (Efektif) 40 35 5 ↓ (Efektif) 14,84 14,45 0,39 ↓ UW (≠Efektif)
- Normal
41 Nn. MG 19 Thn P 15 31 16 ↑ Normal (Efektif) 13 23 -10 ↑ (Efektif) 15,21 15,58 -0,37 ↑ UW (Efektif)
≠ Normal (≠
42 Tn. SM 23 Thn L 12 13 -1 ↑ Normal (Efektif) 41 46 -5 ↑ Efektif) 14,5 16,03 -1,53 ↑ UW (Efektif)
51
Normal
43 Tn. YD 23 Thn L 18 25 -7 ↑ Normal (Efektif) 35 40 -5 ↑ (Efektif) 14,68 15,87 -1,19 ↑ UW (Efektif)
Normal
44 Tn. ZA 42 Thn L 53 50 3 ↓ ≠ Normal (Efektif) 34 36 -2 ↑ (Efektif) 17,8 17,8 0 UW (Efektif)
Normal
45 Ny. NS 51 Thn P 28 31 -3 ↑ Normal (Efektif) 13 25 -12 ↑ (Efektif) 23,06 23,49 -0,43 ↑ OW (Efektif)
Normal
46 Tn. AM 45 Thn L 24 28 -4 ↑ Normal (Efektif) 33 40 -7 ↑ (Efektif) 16,98 18,11 -1,13 ↑ UW(Efektif)
Normal
47 Tn. IA 35 Thn L 13 20 -7 ↑ Normal (Efektif) 13 31 -18 ↑ (Efektif) 17,68 18,44 -0,76 ↑ UW (Efektif)
- ≠ Normal (≠
48 Ny. DN 47 Thn P 30 41 11 ↑ ≠ Normal (≠ Efektif) 33 48 -15 ↑ Efektif) 18,51 17,58 0,93 ↓ UW (≠Efektif)
Normal
49 Tn. AI 41 Thn L 10 12 -2 ↑ Normal (Efektif) 13 18 -5 ↑ (Efektif) 22,94 23,3 -0,36 ↑ OW (Efektif)
Normal
50 Ny. DT 35 Thn P 24 21 3 ↓ Normal (Efektif) 27 28 1 ↓ (Efektif) 21,48 22,26 -0,78 ↑ Normal (Efektif)
Normal
51 Ny. LN 29 Thn P 17 12 5 ↓ Normal (Efektif) 36 20 16 ↓ (Efektif) 17,1 17,98 -0,88 ↑ UW (Efektif)
Normal
52 Ny. MR 31 Thn P 17 22 -5 ↑ Normal (Efektif) 16 14 2 ↓ (Efektif) 9,38 8,91 0,47 ↓ UW (≠Efektif)
Normal
53 Ny. NO 52 Thn P 24 25 -1 ↑ Normal (Efektif) 47 46 1 ↓ (Efektif) 12,36 12,84 -0,48 ↑ UW (Efektif)
Normal
54 Tn. RN 54 Thn L 28 28 0 Normal (Efektif) 30 37 -7 ↑ (Efektif) 24,38 23,66 0,72 ↓ OW (Efektif)
52
LAMPIRAN 3
BIAYA MEDIK LANGSUNG PADA PASIEN TB FASE INTENSIF DI RSUD MADANI PALU
DAN PUSKESMAS JEJARINGNYA
53
12 Ny. NI Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.275.400,00 Rp.10.472,00 Rp.800.819,00
54
28 Tn. MR Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.667.400,00 Rp.28.000,00 Rp.1.210.347,00
Rp.15.448.410,00
55
39 Tn. NR Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.250.400,00 Rp.10.472,00 Rp.708.619,00
56
∑ Rp.10.745.928,00 Rp.0,00 Rp.9.335.500,00 Rp.467.180,00 Rp.20.548.608,00
57
LAMPIRAN 4
Diketahui : n sampel = 54
1. n Pasien Curcuma = 30
- SGOT-SGPT-IMT Efektif = 30
Normal), 3 Tetap.
Normal), 3 tetap.
2. n Pasien Non-Curcuma = 24
- SGOT-SGPT-IMT Efektif = 22
Normal tetap 1.
58
4. Biaya Pengobatan Pasien Non-Curcuma = Rp.856.192,00
Penyelesaian :
30
- Outcome efektif = 30 𝑋 100% = 100%
22
- Outcome efektif = 24 𝑋 100% = 92%
2
- Outcome tidak efektif = 24 𝑋 100% = 8%
2. Perhitungan ICER
∆Biaya Biaya Teknologi Baru−Biaya Pembanding
ICER = = 𝐸𝑓𝑒𝑘 𝑇𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑟𝑢−𝐸𝑓𝑒𝑘 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔
∆𝐸𝑓𝑒𝑘
Rp.894.182,00−Rp.856.192,00 Rp.37.990,00
- ICER = = = Rp.4.748,00
100%−92% 8%
59
LAMPIRAN 5
1. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI
A. Jenis Kelamin
JenisKelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
B. Usia
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
60
C. Pendidikan
Pendidikan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
D. Pekerjaan
Pekerjaan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Tidak
Bekerja/Mahasiswa 6 11.1 11.1 100.0
/Pelajar
61
E. Hasil Statistik
Statistics
JENIS
2. PE
KELAMIN UMUR PENDIDIKAN PEKERJAAN
N
G
N Valid 54 54 54 54
UJ
IA
Missing 0 0 0 0
N
N
ORMALITAS DATA SGOT, SGPT & IMT
N 54 54 54
62
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference Sig.
Std. Std. Error (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 BASELINE
SGOT -
3.00000 6.63325 1.21106 .52310 5.47690 2.477 29 .019
EVALUASI
SGOT
63
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair BASELINE
21.5333 30 12.68921 2.31672
1 SGPT
EVALUASI
16.8667 30 6.90693 1.26103
SGPT
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Difference (2-
Deviatio Std. Error tailed
Mean n Mean Lower Upper t df )
Pair 1 BASE
LINE
SGPT
- 4.66667 9.29343 1.69674 1.19644 8.13689 2.750 29 .010
EVAL
UASI
SGPT
C. U
JI PAIRED T-TEST NILAI IMT CURCUMA
64
Paired Samples Statistics
Pair BASELINE
15.5333 30 1.96053 .35794
1 IMT
EVALUASI
17.6667 30 1.97105 .35986
IMT
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Difference (2-
Deviati Error tailed
Mean on Mean Lower Upper t df )
Pair 1 BASEL
INE
IMT -
-2.13333 .97320 .17768 -2.49673 -1.76993 -12.006 29 .000
EVALU
ASI
IMT
65
Paired Samples Statistics
Pair 1 BASELIN
25.0000 24 10.78646 2.20178
E SGOT
EVALUAS
27.7083 24 9.91476 2.02384
I SGOT
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Difference (2-
Deviatio Error tailed
Mean n Mean Lower Upper t df )
Pair BASELI
1 NE
SGOT -
-2.70833 5.90121 1.20458 -5.20020 -.21647 -2.248 23 .034
EVALU
ASI
SGOT
66
Paired Samples Statistics
Pair 1 BASELINE
26.2917 24 11.15300 2.27660
SGPT
EVALUAS
30.7500 24 10.62503 2.16883
I SGPT
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Difference (2-
Deviatio Error taile
Mean n Mean Lower Upper t df d)
Pair BASELI
1 NE
SGPT -
-4.45833 7.31276 1.49271 -7.54624 -1.37043 -2.987 23 .007
EVALU
ASI
SGPT
67
Paired Samples Statistics
Pair BASELINE
16.2917 24 3.47011 .70833
1 IMT
EVALUASI
16.7083 24 3.53220 .72101
IMT
N Correlation Sig.
Paired Differences
95%
Confidence
Interval of the
Std. Std. Difference Sig.
Mea Deviat Error (2-
n ion Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 BASELIN
- -
E IMT - - -
.416 .88055 .17974 2.31 23 .030
EVALUA .78849 .04484
67 8
SI IMT
68
4. ANALISIS INDEPENDENT T-TEST KADAR SGOT, SGPT & NILAI IMT
A. SGOT
Group Statistics
Std. Std.
Deviati Error
OBAT N Mean on Mean
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Std. Interval of the
Sig. Mean Error Difference
(2- Differe Differe
F Sig. t df tailed) nce nce Lower Upper
EFEKTIVITAS Equal
SGOT variances .269 .606 3.298 52 .002 5.70833 1.73078 2.23526 9.18141
assumed
Equal
variances not 3.342 51.370 .002 5.70833 1.70812 2.27974 9.13693
assumed
69
B. SGPT
Group Statistics
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Sig. Std. Interval of the
(2- Mean Error Difference
taile Differenc Differe
F Sig. t df d) e nce Lower Upper
EFEKTI Equal
VITAS variances .000 .989 3.857 52 .000 9.14167 2.37018 4.38554 13.89779
SGPT assumed
Equal
variances 3.970 51.945 .000 9.14167 2.30285 4.52053 13.76280
not assumed
70
C. IMT
Group Statistics
Std. Error
OBAT N Mean Std. Deviation Mean
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Sig. Std. Interval of the
(2- Error Difference
tailed Mean Differen
F Sig. t df ) Difference ce Lower Upper
Equal variances
-6.910 38.887 .000 -1.49167 .21586 -1.92833 -1.05500
not assumed
71
LAMPIRAN 6
DOKUMENTASI PENELITIAN
72
KOMITE ETIK
73
RIWAYAT HIDUP
74
SURAT KETRRANGAN SELESAI MENELITI
75
76
77
SURAT KETERANGAN PUBLIKASI
78
COST EFFECTIVENESS ANALYSIS USING CURCUMA TABLETS ON
INSENTIVE PHASETUBERCULOSIS PATIENTS AT GENERAL
HOSPITAL MADANI PALU AND ITS NETWORKED
COMMUNITY HEALTH CENTER
Abstract
Abstrak
79
pengobatan paling efektif berdasarkan nilai ACER (Average Cost effectiveness
Ratio) dan ICER (Incremental Cost-Effectiveness Ratio). Penelitian dilakukan
secara prospektif menggunakan teknik pengambilan sampel secara total sampling.
Hasil penelitian dari 54 pasien dewasa baru didiagnosa TB Fase Intensif
diantaranya 30 pasien kelompok Curcuma dan 24 pasien kelompok Non-Curcuma
memperoleh rata-rata total biaya sebesar Rp.894.182,00 dan Rp.856.192,00
dengan % outcome klinis 100% dan 92% serta nilai ACER Rp.8.941,00 dan
Rp.9.306,00 menghasilkan nilai ICER Rp.4.748,00. Hasil evaluasi biaya
menunjukkan bahwa terapi kelompok Curcuma memiliki biaya pengobatan paling
efektif dari pada Non-Curcuma berdasarkan efektivitas pengobatan dilihat dari
kadar SGOT, SGPT yang menurun atau normal serta nilai IMT mengalami
kenaikan dengan biaya pengobatan yang rendah.
80
pasien TB fase intensif dengan kombinasi OAT-Tablet Curcuma
mengkaji efektivitas terapi (Kelompok Curcuma).
pemberian tablet curcuma terhadap
kadar AST dan ALT serta pengaruh Teknik pengambilan sampel
nilai IMT. Sehingga diharapkan yang digunakan adalah teknik total
dapat dilihat perbandingan biaya sampling. Teknik analisis data yang
yang efektif dengan menghasilkan digunakan dalam penelitian
efektivitas terapi yang besar terhadap mendeskripsikan karakteristik setiap
pemberian tablet curcuma pada variable yang meliputi karakteristik
pasien TB fase intensif. demografi (jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, dan pekerjaan),
efektivitas pengobatan (nilai SGOT
dan SGPT menjadi normal dan
METODE PENELITIAN mengalami penurunan serta nilai
Jenis penelitian ini yaitu IMT mangalami kenaikan setelah
penelitian deskriptif dilakukan secara dievaluasi berdasarkan standar
prospektif dengan menggunakan data pemeriksaan laboratorium dan diuji
sekunder berupa rekam medik dan menggunakan analisis uji statistik
memenuhi kriteria inklusi dan independent t-test), perhitungan
ekslusi. Kriteria inklusi : semua biaya (obat, laboratorium, dan obat
pasien baru yang didiagnosa penunjang), kemudian data yang
tuberkulosis yang menjalani diperoleh dihitung menggunakan
pengobatan di RSUD Madani Palu CEA (Cost Effectiveness Analysis)
dan Puskesmas Jejaringnya, pasien berdasarkan nilai ACER (Average
dewasa usia ≥ 18 tahun, pasien TB Cost effectiveness Ratio) dan ICER
yang memiliki data SGOT, SGPT (Incremental Cost Analysis Ratio).
dan nilai IMT (awal dan evaluasi),
pasien TB diterapi tablet Curcuma
dan yang tidak diterapi tablet
Curcuma serta mempunyai bukti HASIL PENELITIAN
pembayaran pengobatan. Kriteria
ekslusi : pasien TB kambuhan yang Total pasien TB Fase Intensif
menerima terapi OAT, Pasien baru baru didiagnosa sebanyak 54 pasien
penderita TB yang mengkonsumsi diantaranya 30 orang yang
obat lain yang berpengaruh pada menggunakan pengobatan kombinasi
fungsi hati dan BB, pasien OAT-Tablet Curcuma (Pasien
meninggal.
kelompok Curcuma) dan 24 orang
Waktu penelitian berlangsung
pada bulan Juli sampai dengan yang menggunakan OAT (Pasien
Oktober 2019. Penelitian ini kelompok Non-Curcuma) yang
dilaksanakan di RSUD Madani Palu memenuhi kriteria inklusi dan
dan Puskesmas jejaringnya. Sampel eksklusi.
diperoleh dari data rekam medik
pasien baru yang didiagnosa TB Fase Tabel 1 Distribusi karakteristik
Intensif dan bukti pembayaran
demografi pasien TB Fase Intensif
pengobatan berupa biaya medis
langsung dari penggunaan OAT yang menjalani pengobatan di RSUD
(Kelompok Non-Curcuma) dan Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya.
81
Karakteristik Jumlah Persentase sehingga lebih mudah terkena
Demografi (n=54) (%) penyakit TB paru.
Kemudian untuk usia 46-65
Jenis Kelamin
tahun (50%) dan urutan kedua
a. Laki-laki 32 59 terbanyak yaitu usia 26-45 tahun. Hal
b. Perempuan
22 41
ini menunjukkan bahwa penyakit TB
tidak hanya menyerang pada usia
Usia non-produktif dengan penurunan
a. 18-25 10 18 imunitas tubuh tetapi pada kelompok
b. 26-45 usia produktif juga rentan terserang
c. 46-65 16 30
d. >65 TB karena pada usia tersebut banyak
27 50 melakukan aktivitas fisik. Pada
1 2
penelitian (Andayani and Astuti,
2017) prediksi risiko untuk terkena
Tingkat Pendidikan TB paru terletak pada masa usia
a. SD 6 11 produktif dan lansia yaitu umur 15-
b. SMP 59 dan >60 tahun. Pada umur
c. SMA 18 33
d. Perguruan tersebut mempunyai karakteristik
tinggi 27 50 yang berbeda-beda. Pada umur 15-59
3 6 tahun termasuk orang yang
produktif. Orang yang produktif
Pekerjaan
memiliki resiko 5-6 kali untuk
a. IRT 14 26 mengalami kejadian TB paru, hal ini
b. PNS karena pada kelompok usia produktif
c. Wiraswasta 4 7
d. Buruh setiap orang akan cenderung
e. Lainnya 21 39 beraktivitas tinggi, sehingga
9 17 kemungkinan terpapar kuman
Micobacterium tuberculosis lebih
6 11
besar, selain itu yang cenderung
Berdasarkan karakteristik terjadi pada usia produktif. Pada
demografi untuk jenis kelamin laki- umur >60 tahun tergolong lansia
laki sebanyak 32 (59%) dan 22 yang mempunyai kekebalan menurun
pasien berjenis kelamin perempuan seiring dengan proses menua maka
(41%). Data tersebut menunjukkan seluruh fungsi organ mengalami
bahwa angka kejadian TB lebih penurunan, kemampuan untuk
banyak terjadi pada laki-laki dan melawan kuman micobacterium
mayoritas pasien TB yang menjalani tuberculosis lemah sehingga kuman
pengobatan di RSUD Madani, mudah masuk kedalam tubuh lansia.
Puskesmas Mamboro, dan Kemudian untuk tingkat
Puskesmas Tawaeli adalah perokok pendidikan diperoleh tamatan SMA
aktif. Sesuai dengan penelitian 27 pasien (50%). Tingkat pendidikan
(Dotulong, Sapulete and Kandou, seseorang akan berpengaruh terhadap
2015) menyatakan, Dimana laki-laki pengetahuan yang berdampak ke cara
lebih banyak yang merokok dan perilaku hidup bersih dan sehat
minum alcohol dibandingkan dengan (Ruditya, 2015) sedangkan menurut
perempuan, merokok dan alcohol (Wibowo, 2016) bahwa tingkat
dapat menurunkan imunitas tubuh pendidikan tinggi berpengaruh dalam
kewaspadaan seseorang terhadap
82
penularan suatu penyakit, namun hal Tabel 2 Hasil rats-rata kadar
ini tidak selalu menjadi parameter efektivitas nilai SGOT, SGPT dan
karena terlihat dari data diatas masih IMT berdasarkan nilai baseline
terdapat pasien dengan pendidikan
hingga evaluasi pasien TB Fase
perguruan tinggi dengan persentase
9% dan untuk tamatan SD dan SMP Intensif di RSUD Madani Palu dan
nilai persentase nya lebih rendah Puskesmas Jejaringnya.
dibandingkan SMA hal ini PEMERIKSAAN
menunjukkan bahwa Semakin tinggi
SGOT(U/L) SGPT(U/L) IMT
tingkat pendidikan tidak selalu
PENGOBATAN
diiringi dengan semakin baik tingkat
kepatuhan minum obatnya. Hal ini
disebabkan tidak selamanya
penderita dengan pendidikan rendah
tingkat pengetahuannya tentang TB B E S B E S B E S
Paru rendah dan tidak semua yang Curc 20, 17 21, 16, 15, 18,
berpendidikan tinggi memiliki uma 9 ,9 -3 5 8 -4,7 9 1 2,2
83
Tabel 3 Evaluasi Pemeriksaan kelompok Curcuma sebesar 27%,
SGOT, SGPT dan nilai IMT Pasien kemudian untuk kadar SGPT
TB Fase Intensif di RSUD Madani diperoleh hasil untuk pasien
kelompok Non-Curcuma lebih besar
Palu dan Puskesmas Jejaringnya.
yaitu 71% dibandingkan dengan
Pengobatan pasien kelompok Curcuma sebesar
17%, dan untuk nilai IMT sendiri
Pemeriksaan
Curcuma Non-Curcuma
Kategori
pada pasien kelompok Curcuma
Jumlah Jumlah
(n) % (n) % mengalami peningkatan nilai IMT
100% sedangkan untuk hasil yang
Menurun 19 63 6 25
diperoleh pasien kelompok Non-
SGOT Meningkat 8 27 17 71 Curcuma 71%. Data diatas juga
Tetap 3 10 1 4 menunjukkan ada beberapa pasien
yang kadar SGOT,SGPT, maupun
Menurun 22 73 7 29
nilai IMT yang hasilnya tidak
SGPT Meningkat 5 17 17 71 mengalami perubahan yaitu pada
Tetap 3 10 - -
kadar SGOT pasien kelompok
Curcuma sebesar 10%, sedangkan
Menurun - - 5 21
pada pasien kelompok Non-Curcuma
IMT Meningkat 30 100 17 71 Sebesar 4%, kemudian untuk kadar
Tetap - - 2 8
SGPT pada pasien kelompok
Curcuma diperoleh sebesar 10%,
sedangkan pada pasien kelompok
Non-Curcuma semuanya mengalami
Tabel 3 menunjukkan data perubahan kadar SGPT, dan untuk
evaluasi pemeriksaan SGOT, SGPT nilai IMT yang tidak mengalami
dan nilai IMT yang dipaparkan perubahan yaitu pada pasien
dalam bentuk persentase. kelompok Non-Curcuma sebesar 8%
Berdasarkan hasil yang diperoleh sedangkan pada pasien kelompok
penurunan kadar SGOT pasien Curcuma semuanya mengalami
kelompok Curcuma 63% lebih baik perubahan nilai IMT.
dibandingkan pasien kelompok Non-
Curcuma sebesar 25%, kemudian Hal ini menunjukkan bahwa
untuk kadar SGPT diperoleh pasien Tablet Curcuma dapat
kelompok Curcuma sebesar 73% mempertahankan kadar SGOT dan
lebih baik dibandingkan pasien SGPT menjadi normal kembali
kelompok Non-Curcuma sebesar meskipun telah dikombinasikan
29%, dan untuk nilai IMT pasien dengan OAT yang memiliki
kelompok Curcuma tidak mengalami beberapa zat aktif bersifat
penurunan yang artinya lebih baik hepatotoksik seperti isoniazid,
dibandingkan pasien kelompok Non- rifampisin, dan pirazinamid. Serta
Curcuma yang masih mengalami Tablet Curcuma juga mampu
penurunan pada beberapa pasien membantu meningkatkan nilai IMT
sebesar 21%. pasien TB lebih besar.
84
Tabel 4 Analisis Independent t-test SGPT sebesar 0,00 <0,05 hal ini
selisih kadar SGOT, SGPT dan nilai berarti terdapat perbedaan yang
IMT sebelum dan setelah evaluasi signifikan dari awal pengobatan fase
Pasien TB Fase Intensif di RSUD
intensif hingga evaluasi setelah 56
Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya hari pengobatan. Sedangkan untuk
hasil p-valuenilai IMT sebesar
0,00>0,05 hal ini juga menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan
Variabel
85
kelompok pasien Non-Curcuma yang diatas diperoleh nilai rata-rata
hanya 24 orang mengkonsumsi OAT pengeluaran biaya laboratorium
secara tunggal tanpa ada terapi pasien kelompok Non-Curcuma lebih
pemeliharaan fungsi hati seperti besar dibandingkan dengan
kelompok uji penambahan Tablet kelompok Curcuma. Hal ini
Curcuma. Berdasarkan penelitian disebabkan karena setiap pasien
yang dilakukan oleh (Sabila, 2016) melakukan tes laboratorium yang
biaya OAT adalah biaya obat anti berbeda dan kebutuhan dokter dalam
tuberculosis yang dikeluarkan untuk menilai adanya penyakit penyerta
menebus obat yang telah diresepkan yang belum diketahui sebelumnya
dokter. Dari hasil penelitian sehinga data laboratorium beragam
diperoleh rata-rata untuk biaya OAT pula yang ditemukan. Berdasarkan
ialah sebesar Rp.113.250,00 selain kajian retrospektif oleh (Sabila,
itu terdapat biaya diluar OAT ialah 2016) menyatakan bahwa biaya
biaya yang dikeluarkan guna pemeriksaan laboratorium yang
memperoleh obat tambahan ataupun dikeluarkan pasien adalah biaya
multivitamin guna mengatasi gejala terbesar dibandingkan dengan biaya
efek samping obat antituberculosis yang lain.
yang tidak diinginkan sebesar
Rp.12.205,00 sedangakan pada Biaya obat penunjang adalah
penelitian (Sari et al., 2018)biaya biaya seluruh obat-obat yang
rata-rata perbulan pasien tuberculosis digunakan pasien selama menerima
sebesar Rp307.256. adanya terapi pengobatan baik pada
perbedaan antar peneliti diakibatkan kelompok Curcuma maupun
harga OAT yang digunakan kelompok Non-Curcuma,
mempunyai perbedaan harga antar berdasarkan data diatas menunjukkan
kota dan perbedaan waktu. bahwa biaya obata penunjang yang
digunakan oleh kelompok pasien
Biaya laboratorium adalah non-curcuma lebih besar
biaya tes laboratorium terhadap dibandingkan dengan kelompok
pasien tuberculosis di RSUD Madani pasien curcuma, hal ini dikarenakan
Palu dan Puskesmas Jejaringnya. perbedaan kebutuhan obat yang
Pemeriksaan ini diantaranya test diresepkan dari dokter untuk masing-
sputum BTA, kadar SGOT dan masing pasien. Obat yang paling
SGPT, GDS (Gula Darah Sewaktu), sering diresepkan oleh doketr ialah
Hematologi Rutin, MCH (Mean Vitamin B6. Pemberian terapi
Corspucular Hemoglobin), MCHC vitamin B6 telah tepat Karena
(Mean Corspucular Hemoglobin berdasarkan (kemenkes, 2014) pada
Concentration), Kreatinin,Urea, kasus penyakit tuberculosis akan
pemeriksaan elektrolit lengkap, diberikan terapi beberapa obat yang
albumin, Widal Dan HbsAg(hepatitis dapat mengatasi gejala simtomatik
B surface Agent). Berdasarkan data yang muncul akibat mengkonsumsi
86
obat antituberkulosis berdampak ditangan. Pada penelitian yang
pada defisiensi Pyridoxin (Vitamin dilakukan oleh (Sabila, 2016)
B6) didalam tubuh oleh karena itu memperoleh biaya rata-rata
vitmin B6 direkomendasikan untuk Rp.12.205,00 untuk biaya
mengatasi efek samping dari penggunaan obat selainOAT yaitu
isoniazid seperti rasa kesemutan dan penggunaan vitamin B6.
rasa terbakar dikaki ataupun
Tabel 6 Hasil analisa ACER (Average Cost effectiveness Ratio) terhadap total
biaya rata-rata penggunaan obat pasien TB Fase Intensif di RSUD Madani Palu
dan Puskesmas Jejaringnya.
% Total
Total Biaya Rata-rata
Jenis Pengobata Outcome ACER (C/E) (Rp)
(Rp) (C)
(E)
Pada Tabel 6 menguraikan hasil analisa ACER dan diperoleh nilai ACER
kelompok terapi Curcuma dan terapi Non-Curcuma. Nilai ACER kelompok
Curcuma menghasilkan % outcome klinis 100% sebesar Rp 8.941,00 sedangkan
untuk kelompok Non-Curcuma menghasilkan % outcome klinis 92% sebesar Rp
9.306,00. Hal ini dapat menunjukan adanya perbedaan ACER pada kedua
kelompok terapi. Kelompok terapi Curcuma diperoleh harga ACER lebih kecil
dibandingkan kelompok Non-Curcuma. Oleh karena itu dapat dinyatakan
kelompok terapi Curcuma lebih cost effective atau memiliki biaya paling efektif
dibandingkan dengan kelompok terapi Non-Curcuma. Menurut (Andayani, 2013)
87
suatu alternative yang paling murah untuk mendapatkan tujuan terapi yang
spesifik namun dalam hal ini optimalisasi biaya yang dihasilkan dari intervensi
mampu memberikan efektivitas terhadap outcome clinis yang diperoleh oleh
pasien kemudian untuk nilai ICER diuraikan dalam table 7 diperoleh biaya
sebesar Rp.4.748,00. Intepretasi dari nilai ICER diartikan sebagai besarnya biaya
tambahan yang diperlukan pengobatan kelompok Non-curcuma untuk
memperoleh 1% outcome dari pengobatan kelompok Curcuma.
88
Dotulong, J. F. J., Sapulete, M. R.
Jefferson, C. et al. (2015). TB
and Kandou, G. D. (2015)
Diagnostics Market in Select
‘Hubungan Faktor Risiko
High-Burden Countries :
Umur, Jenis Kelamin Dan
Kepadatan Hunian Dengan Current Market and Future
Kejadian Penyakit Tb Paru Di Opportunities for Novel
Desa Wori Kecamatan Wori’, Diagnostics.Unitaid.
Jurnal Kedokteran Komunitas
Dan Tropik, 3(2), pp. 57–65.
Juliarta, I. G. et al. (2018).
Gambaran Hepatotoksisitas
Eva, D. D. (2015). Potential Extract (ALT/AST) Penggunaan Obat
Curcuma (Curcuma Anti Tuberkulosis Lini Pertama
xanthorrizal Roxb) As Dalam Pengobatan Pasien
AntibacterialsSub-divisi Tuberkulosis Paru Rawat Inap
Rimpang Temulawak ( di RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2014 Program Studi
Curcuma’, 4, pp. 5–11.
Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas
Hariana, A (2013). Tumbuhan Obat
dan Khasiatnya. Jakarta. pppUdayana. SMF Pat. 7(10).
Penebar Swadaya.
Kusumaningtyas, I. K. N.
Ismah, Z. and Novita, E. (2017).
munifYasin; R. anggar (2016)
Studi Karakteristik Pasien
‘Anti-tuberkulosis’, pp. 1–212.
Tuberkulosis Di Puskesmas
Seberang Ulu 1 Palembang.
Unnes Journal of Public
Health, 6(4), pp. 218–224. Laili U. (2013). Pengaruh Pemberian
Temulawak (Curcuma
89
xanthorrhiza Roxb) Dalam
Bentuk Kapsul Terhadap Kadar
Nurwitasari, A., Wahyuni U, C.
SGPT (Serum Glutamat
(2015). Pengaruh Status Gizi
Piruvat Transaminase) dan
dan Riwayat Kontak Terhadap
SGOT (Serum Glutamat
Oksaloasetat Transaminase) Kejadian Tuberkulosis di
Pada Orang Sehat. Skripsi. Kebupaten Jember.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Departemen Epidemiologi
Pengetahuan Alam. Universitas Fakultas Kesehatan
Negeri Yogyakarta. Masyarakat Universitas
Airlangga. Surabaya.
90
Kedokteran Universitas Universitas Muhammadiyah
Tanjungpura. Pontianak. Surakarta.
91
SK PEMBIMBING
92
93
94
95
96
97