Anda di halaman 1dari 115

ANALISISEFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN TABLET

CURCUMA PADA PASIEN TB FASE INTENSIF DI RSUD


MADANI PALU DAN PUSKESMAS JEJARINGNYA

SKRIPSI

SITTI KHADIJAH.R
G 701 16 276

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
APRIL 2020

i
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN TABLET
CURCUMA PADA PASIEN TB FASE INTENSIF DI RSUD
MADANI PALU DAN PUSKESMAS JEJARINGNYA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Farmasi pada Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Tadulako

SITTI KHADIJAH.R
G 701 16 276

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO

APRIL 2020

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul : Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Tablet Curcuma Pada Pasien


TB Fase Intensif Di RSUD Madani Palu Dan Puskesmas Jejaringnya

Nama : Sitti Khadijah.R

Stambuk : G70116276

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Palu, 20 April 2020

Mengetahui
Pembimbing I

Apt. Alwiyah Mukaddas, S.Farm., M.Si.


NIP. 19800418 200501 2 002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Farmasi
FMIPA Universitas Tadulako

Apt. M. Sulaiman Zubair, S.Si., M.Si., Ph.D.


NIP. 19801106 2006 041 001

iii
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Judul : Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Tablet Curcuma


Pada Pasien TB Fase Intensif Di RSUD Madani Palu dan
Puskesmas Jejaringnya

Nama : Sitti Khadijah.R

Stambuk : G 701 16 276

DisetujuiTanggal : 20 April 2020

DEWAN PENGUJI

Ketua : Alwiyah Mukaddas, S.Farm., M.Si., Apt …………

Penguji 1 : Andi Atirah Masyita, S.Farm., M.Si., Apt.


…………

Penguji 2 : Yusriadi, S.Si., M.Si., Apt. …………

Mengetahui,

Dekan FMIPA
UniversitasTadulako

Darmawati Darwis, S.Si.,M.Si., Ph.D


NIP. 197111241997 02 2 001

iv
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu PerguruanTinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Palu, April 2020


Penulis,

Sitti Khadijah.R
NIM. G 701 16 276

v
ABSTRAK
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan TB merupakan pengobatan yang cukup
panjang yang berkaitan dengan biaya dibutuhkan semakin besar. Penelitian ini
dirancang untuk menganalisis efektivitas biaya obat antituberkulosis (OAT) dengan
kombinasi OAT-Tablet Curcuma yang dilaksanakan di RSUD Madani Palu dan
Puskesmas Jejaringnya yang bertujuan untuk menghitung rata-rata total biaya terapi,
menentukan efektivitas pengobatan serta menentukan biaya pengobatan paling efektif
berdasarkan nilai ACER (Average Cost effectiveness Ratio) dan ICER (Incremental
Cost-Effectiveness Ratio). Penelitian dilakukan secara prospektif menggunakan
teknik pengambilan sampel secara total sampling. Hasil penelitian dari 54 pasien
dewasa baru didiagnosa TB Fase Intensif diantaranya 30 pasien kelompok Curcuma
dan 24 pasien kelompok Non-Curcuma memperoleh rata-rata total biaya sebesar
Rp.894.182,00 dan Rp.856.192,00 dengan % outcome klinis 100% dan 92% serta
nilai ACER Rp.8.941,00 dan Rp.9.306,00 menghasilkan nilai ICER Rp.4.748,00.
Hasil evaluasi biaya menunjukkan bahwa terapi kelompok Curcuma memiliki biaya
pengobatan paling efektif dari pada Non-Curcum berdasarkan efektivitas pengobatan
dilihat dari kadar SGOT, SGPT yang menurun atau normal serta nilai IMT
mengalami kenaikan dengan biaya pengobatan yang rendah.

Kata Kuci: Tuberkulosis, Curcuma, Cost Effectiveness Analysis

vi
ABSTRACT
Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacteria Mycobacterium
tuberculosis. TB treatment is a fairly long treatment with the greater costs needed.
This study was designed to analyseantituberculosis drugs (OAT) with a combination
of Curcuma OAT-Tablets conducted at the Madani Hospital in Palu and its Network
Health Center, which aims to compare the average total cost of therapy, as well as
financial assistance that can be done with assistance compatible with ACER.
(Average cost effectiveness ratio) and ICER (Additional Cost Effectiveness Ratio).
The study was conducted prospectively using a total sampling technique. The results
of 54 adult patients newly diagnosed with Intensive Phase TB were questioned 30
patients in the Curcuma group and 24 patients in the Non-Curcuma group received an
average total total cost of Rp.894,182.00 and Rp.856,192.00 with 100% clinical
results and 92% % and ACER value of Rp.8,941.00 and Rp.9,306.00 resulting in an
ICER value of Rp.4,748.00. Only Curve has the best treatment costs for Non-
Curcuma, which is based on treatments that are seen from the levels of SGOT, SGPT
which are increased or normal and the value of BMI increases with lower treatment
costs.

Keywords: Tuberculosis, Curcuma, Cost Effectiveness Analysis.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabbil’alamiin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah


SWT., karena atas rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
yang berjudul ‘Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Tablet Curcuma Pada
Pasien TB Fase Intensif Di RSUD Madani Palu Dan Puskesmas Jejaringnya”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dalam Program
Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tadulako. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW., beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.

Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi,
namun berkat bantuan berupa bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga
akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang berperan penting dalam penyelesaian skripsi ini. Teristimewa
penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih yang tak terhingga
khususnya kepada kedua orang tua yaitu Ayahanda Abd. Rasyid Kadri dan
ibundaku tersayang Nurdia tercinta atas segala pengorbanan, kasih sayang dalam
membesarkan, membimbing dan mendidik penulis serta doa restunya.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada ibu


Alwiyah Mukaddas, S.Farm., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang selalu
memberi wawasan, arahan dan meluangkan waktunya serta tenaganya dalam
memberikan bimbingan, motivasi yang sangat berharga serta dengan sabar
mendengarkan keluhan penulis.

viii
Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfudz, M.P., selaku Rektor Universitas Tadulako yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di
Universitas Tadulako.
2. Ibu Darmawati Darwis, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako beserta jajarannya yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan
Farmasi di FMIPA UNTAD.
3. Bapak M. Sulaiman Zubair, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Ketua Jurusan Farmasi
dan Ibu Armini Syamsidi, S.Si., M.Si., Apt., selaku Sekertaris Jurusan Farmasi
FMIPA UNTAD.
4. Bapak/Ibu dosen Program Studi Farmasi FMIPA UNTAD yang telah banyak
membantu dan membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
5. Seluruh staf akademik FMIPA UNTAD yang telah memberikan pelayanan
yang baik kepada penulis selama kuliah.
6. Direktur RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian, serta seluruh staf RSUD Madani
yang telah membantu penulis selama penelitian. Terimakasih yang sebesar-
besarnya untuk Kepala Puskesmas Mamboro dan Kepala Puskesmas Tawaeli
khususnya Kepala PPI Puskesmas Mamboro pak sadlin dan ibu jannah selaku
Kepala Pusat Pengendalian Infeksi (PPI) di Puskesmas Tawaeli Palu.
7. Teman-teman seperjuangan “TB Project” eveline, Ela, leony yang telah
menyemangati penulis dalam menyusun skripsi dan menyelesaikan studi.
8. Sahabat ku Via, Muli, Uci yang selalu memberi semangat penulis untuk
menyelesaikan skripsi
9. Teman-teman PMO Ummi, Eny, Niar, Fira, Indah, Nini, Hanger Rahyuni,
Mami Ria, Lina, Farah, Naya, Via, Muli, Uci, Ifa, Anggi yang selalu memberi
dukungan untuk penulis.

ix
10. Kepada seluruh teman-teman Kelas A”QUAD” 2016 yang sama-sama berjuang
baik suka maupun duka dan selalu memberikan banyak bantuan, semangat,
motivasi dan dukungan.
11. Keluarga Besar PULVIS 2016 yang sudah bersama-sama melewati suka dan
duka selama masa perkuliahan demi terwujudnya derajat sehat nasional, terima
kasih untuk tetap solid.
12. Seluruh senior angkatan 2014, 2015 dan junior angkatan 2017, 2018, 2019
terima kasih selalu memberikan dukungan.
13. Kepada seluruh teman-teman Farmasi A SMK Nusantara yang sudah lama
mengenal penulis, terima kasih selalu memberi support dari kejauhan.
14. Seluruh teman-teman KKN Angkatan ke-86 Posko Rektorat 1, terima kasih
untuk kebersamaannya selama sebulan.
15. Dan untuk semua pihak yang telah banyak membantu penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas segala doa, motivasi dan dukungan
yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan semoga apa yang tersirat dalam tulisan
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Palu, 20 April 2020

Penulis
Sitti Khadijah. R

x
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL ..........................................................................................................i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................iii
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI .........................................iv
HALAMAN PERNYATAAN ..........................................................................v
ABSTRAK........................................................................................................vi
ABSTRACT .....................................................................................................vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xvi
DAFTAR ISTILAH .........................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................4
1.5 Batasan Masalah ........................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis ..............................................................................5
2.2 Farmakoekonomi ......................................................................10

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian .......................................................................15
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................15
3.3 Populasi, Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel ...................15

xi
3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ............................ 17
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 19
3.6 Analisis Data............................................................................. 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian ........................................................................ 21

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 38
5.2 Saran......................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 40


LAMPIRAN ..................................................................................................... 45
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 74
SURAT KETERANGAN TELAH MELAKSANAKAN PENELITIAN ........... 75
SURAT KETERANGAN PULIKASI ............................................................... 78
NASKAH JURNAL .......................................................................................... 79
SURAT KEPUTUSAN (SK) PEMBIMBING SKRIPSI .................................... 92

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Terapi Kombinasi Dosis Tetap ............................................................ 9

Tabel 2.2 Terapi Kombipak................................................................................. 9

Tabel 4.1 DistribusiJenis Kelaminpasien TB FaseIntensif yang


menjalanipengobatan di RSUD MadaniPaludanPuskesmasJejaringnya
........................................................................................................ 21

Tabe l4.2 Distribusi usia pasien TB Fase Intensif di RSUD Madani Palu dan
Puskesmas Jejaringnya..................................................................... 22

Tabel 4.3 Distribusi tingkat pendidikan pasien TB Fase Intensif yang menjalani
pengobatan di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya ........ 23

Tabel 4.4 Distribusi pekerjaan pasien TB Fase Intensif yang menjalani


pengobatan di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya ........ 24

Tabel 4.5 Hasil rata-rata kadar efektivitas nilai SGOT, SGPT dan IMT
berdasarkan nilai baseline hingga evaluasi pasien TB Fase Intensif di
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya .............................. 25

Tabel 4.6 Evaluasi Pemeriksaan AST dan ALT pasien TB Fase Intensif di
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya ................................25

Tabel 4.7 AnalisisIndependent t-testselisihkadar SGOT, SGPT dannilai IMT


sebelumdansetelahevaluasipasien TB FaseIntensif di RSUD
MadaniPaludanPuskesmasJejaringnya ............................................. 31

Tabel 4.8 Distribusi rata-rata biayalaboratoriumpasien TB FaseIntensif di RSUD


MadaniPaludanPuskesmasJejaringnya ............................................32

Tabel 4.9 Distribusi rata-rata biayaobatpasien TB faseintensif di RSUD


MadaniPaludanPuskesmasJejaringnya ............................................33

Tabel 4.10 Distribusi rata-rata biayaobatpenunjangpasien TB FaseIntensif di


RSUD MadaniPaludanPuskesmasJejaringnya....................................34

xiii
Tabel 4.11 Hasilanalisa ACER (Average Cost Effectiveness Ratio) terhadap total
biaya rata-rata penggunaanobatpasien TB FaseIntensif di RSUD
MadaniPaludanPuskesmasJejaringnya................................................35

Tabel 4.12 Hasilanalisa ICER (Incremental Cost Effectiveness Ratio) terhadap


total biaya rata-rata penggunaanobatpasien TB FaseIntensif di RSUD
MadaniPaludanPuskesmasJejaringnya ............................................35

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Distribusipersentasehasilefektivitasterapipasienkelompok Curcuma


dan Non-Curcuma di RSUD MadaniPaludanPuskesmasJejaringnya . 29

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Karakteristik Subyek Penelitian Pasien TB Fase Intensif Di RSUD


Madani Palu Dan Puskesmas Jejaringnya .................................... 43

Lampiran 2 Efektivitas Pengobatan Pada Pasien TB Fase Intensif Di RSUD


Madani Palu Dan Puskesmas Jejaringnya .................................... 46

Lampiran 3 Biaya Medik Langsung Pada Pasien TB Fase Intensif Di RSUD


Madani Palu Dan Puskesmas Jejaringnya .................................... 48

Lampiran 4 Analisis Efektivitas Biaya Obat Pada Pasien TB Fase Intensif Di


RSUD Madani Palu Dan Puskesmas Jejaringnya ......................... 51

Lampiran 5 Hasil Analisis Data StatistikPada Pasien TB Fase Intensif Di


RSUDMadani Palu Dan Puskesmas Jejaringnya............................53

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian...................................................................65

xvi
DAFTAR ISTILAH

TB : Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


penularan bakteri Mycobacterium tuberculosis

OAT - KDT : Obat Anti Tuberkulosis – Kombinasi Dosis Tetap

RH : Kombinasi obat rifampisin dan isoniazid

RHZE : Kombinasi obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan


etambutol

SGOT : Serum Glutamic Oxaloaxetic Transminase

SGPT : Serum Glutamic Piruvate Transminase

ACER : Average cost-Effectiveness Ratio menggambarkan total biaya


dari suatu program atau alternatif dibagi dengan luaran klinik

ICER : Incremental Cost-Effectiveness Ratio menunjukkan biaya yang


diperlukan untuk menghasilkan atau mencapai peningkatan
satu unit luaran relatif terhadap pembandingnya

BTA : Bakteri Tahan Asam

IMT : Indeks Massa Tubuh

CEA : Cost-effectiveness analysis bentuk analisis ekonomi yang


dilakukan dengan membandingkan sumber daya yang
digunakan (input) dengan konsekuensi dari pelayanan (output)
antara dua atau lebih alternatif.

xvii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis.Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak
selama 2 minggu atau lebih.(Kemenkes RI, 2018).

Secara global pada tahun 2017 terdapat sekitar 10,0 juta kasus TB didunia.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai beban TB terbesar ke-2 di dunia
setalah India(WHO, 2018). Dalam High Burden Countries total biaya yang
diperlukan untuk penanganan TB sebanyak US$ 117 juta (Jefferson et al., 2015).
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017
(Kemenkes RI, 2018). Di Indonesia sendiri biaya pengobatan pasien TB mencapai
Rp. 1.843.537 dengan sebagian besar dihabis-kan pada biaya obat (Sari et al.,
2018).

Salah satu manifestasi klinik dari penyakit TB ialah penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan (Safithri, 2018). Pada penelitian (Putri, Munir and
Christiano, 2016), Dari 36 sampel pasien TB sebanyak 19 (52,8%) orang
penderita TB Paru mengalami penurunan nafsu makan dan Berdasarkan status
gizi penderita TB Paru berdasarkan penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
didapatkan hasil terbanyak yaitu 22 (61,1%) orang masih memiliki IMT yang
tergolong Underweight.

Pada pengobatan TB dapat menyebabkan kerusakan hati yang disebabkan oleh


penggunaan OAT khususnya isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid bersifat
hepatotoksik. Oleh karena itu, penting dilakukan pemeriksaan serum transaminase
untuk mengetahui kadar dan elevasi serum glutamic oxaloacetic transminase

1
(SGOT) dan serum glutamic pyruvic transminase (SGPT)(Juliarta et al., 2018).
Pada penelitian Clarasanti Inez, (2016) pasien yang terdiagnosis tuberkulosis
paru dan diterapi OAT menunjukan kadar enzim transaminase yakni SGOT dan
SGPT yang tinggi.

Untuk mengatasi perubahan penurunan berat badan pada pasien TB dibutuhkan


vitamin yang dapat membantu menaikan berat badan pasien dengan
meningkatkan nafsu makan Salah satu ramuan jamu yang memiliki potensi
sebagai vitamin penambah nafsu makan yaitu Rimpang Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza) (Eva, 2015). Untuk mengatasi gangguan fungsi hati yang
disebabkan oleh penggunaan OAT pada pasien TB diperlukan agen
hepatoprotektor yang efektif Dan yang bersifat sebagai hepatoprotektor yaitu
rimpang temulawak (Zulkarnain, Novianto and Saryanto, 2017).

Pengobatan TB merupakan program pemerintah yang cukup kompleks karena


waktu pengobatan yang cukup panjang yang berkaitan dengan biaya dibutuhkan
semakin besar (Sari et al., 2018). Dalam pengobatan TB juga diperlukan
multivitamin berupa curcuma untuk mengatasi penurunan nafsu makan pasien TB
serta mengatasi efek samping dari penggunaan obat anti tuberkulosis terhadap
fungsi hati pasien.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian analisis efektivitas


biaya terhadap penambahan tablet curcuma pada pasien TB fase intensif dengan
mengkaji efektivitas terapi pemberian tablet curcuma terhadap kadar AST dan
ALT serta pengaruh nilai IMT. Sehingga diharapkan dapat dilihat perbandingan
biaya yang efektif dengan menghasilkan efektivitas terapi yang besar terhadap
pemberian tablet curcuma pada pasien TB fase intensif.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapa rata-rata total biaya pengobatan yang digunakan pasien TB fase
intensif menggunakan terapi tablet curcuma dengan yang tidak diterapi
menggunakan tablet curcuma ?
2. Bagaimana Efektivitas Pengobatan Antara Pasien TB Fase Intensif yang
deterapi tablet Curcuma dengan yang tidak diterapi tablet Curcuma di RSUD
Madani Palu dan Puskesms Jejaringnya ?
3. Mana yang lebih cost-effective antara pasien TB fase intensif yang diterapi
dengan tablet Curcuma dengan yang tidak diterapi tablet Curcuma di RSUD
Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui rata-rata total biaya pengobatan yang digunakan pasien TB


fase intensif menggunakan terapi tablet curcuma dengan yang tidak diterapi
menggunakan tablet curcuma
2. Untuk Mengetahui Efektivitas Pengobatan Antara Pasien TB Fase Intensif
yang deterapi tablet Curcuma dengan yang tidak diterapi tablet Curcuma di
RSUD Madani Palu dan Puskesms Jejaringnya
3. Untuk mengetahui biaya pengobatan yang paling efektif antara pasien TB fase
intensif yang diterapi dengan tablet Curcuma dengan yang tidak diterapi tablet
Curcuma di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya

1.4 Manfaat Penelitian


1. Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai data kajian ilmiah terbaru
yang dapat dijadikan pembelajaran terkait analisis efektifitas biaya pada
pengobatan pasien TB fase intensif.

3
2. Pelayanan
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai data ilmiah terbaru yang
dapat memberikan manfaat kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya
di RSUD Madani Palu dan Puskesmas jejaringnya sebagai pembelajaran
terkait efektivitas biaya pengobatan pada pasien TB fase intensif.
3. Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti-peneliti
yang lain dengan menganalisis efektivitas biaya pada penyakit yang berbeda

1.5 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian ini yaitu dibatasi oleh analisis efektivitas biaya
pengobatan pasien TB fase intensif yang melakukan pengobatan di RSUD
Madani Palu dan Puskesmas jejaringnya yang termasuk dalam kriteria inkusi dan
eksklusi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis atau TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang dapat meular melalui percikan dahak.Sebagian
besar bakteri TB menginfeksi paru tetapi bisa juga organ tubuh lainnya.
(Kemenkes RI, 2014).

2.2 Etiologi
Penyebab penyakit TB adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.Bakteri ini
mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta
tahan terhadap zat kimia dan fisik.Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara
terutama di tempat yang lembap dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak
tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2011).

2.3 Patogenesis
M. tuberculosis ditularkan melalui udara, bukan melalui kontak permukaan.
Ketika penderita TB paru aktif (BTA positif dan foto rontgen positif) batuk,
bersin, berteriak atau bernyanyi, bakteri akan terbawa keluar dari paru-paru
menuju udara. Bakteri ini akan berada di dalam gelembung cairan bernama
droplet nuclei. Penularan TB terjadi ketika seseorang menghirup droplet
nuclei.Droplet nucleiakan melewati mulut/saluran hidung, saluran pernafasan
atas, bronkus kemudian menuju alveolus. Setelah tubercle bacillus sampai di
jaringan paru-paru, mereka akan mulai memperbanyak diri. Lambat laun, mereka
akan menyebar ke kelenjar limfe. Proses ini disebut sebagai primary TB infection.
Ketika seseorang dikatakan penderita primary TB infection, tubercle bacillus
berada di tubuh orang tersebut.(Kusumaningtyas, 2016).

5
Penyakit TB yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosisditularkan
melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah
yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila
penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil
tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat.Masa inkubasinya
selama 3-6 bulan. Risiko tertinggi perkembangannya penyakit yaitu pada anak
berusia di bawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat
lagi pada masa remaja, dewasa dan usia lanjut.bakteri masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain
melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ
terdekatnya.setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,
sehingga kemungkinan setiap kontak untuk menular TBC adalah 17%
(Widoyono, 2011).

2.4 Diagnosis dan Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang dapat dilihat yaitu pasien biasanya mengalami penurunan berat
badan, lemas, batuk, demam, dan keringat malam serta hemofisis
frank.Pemeriksaan fisik dimana terdapat suara khas pada perkusi dada, bunyi
dada, dan peningkatan suara yang bergetar lebih sering diamati pada auskulasi.
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan pada perhitungan sel darah
putih dengan dominasi limfosit dan Radiografi dada terjadi infiltrasi nodus pada
daerah apikal di lobus bagian atas dari bagian superior dari lobus paling bawah,
serta kavitasi yang menunjukkan kadar udara-air sebagai tanda perkembangan
infeksi (Sukandar dkk, 2013).

6
2.5 Klasifikasi Pasien TB
Menurut (Kemenkes RI, 2014) pasien TB terbagi:
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
Tuberkulosis paru Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan)
paru.Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan
paru.Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi
pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru.Pasien yang menderita TB paru dan
sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:


1) Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1
bulan (˂ dari 28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan


pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
1) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
2) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
3) Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal

7
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

2.6 Terapi Farmakologi


Tujuan terapi pengobatan menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas
serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak
buruk selanjutnya dan terjadinya kekambuhan TB serta menurunkan penyebaran
penularannya.Pengobatan TB adalah salah satu upaya paling efisien untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB dan untuk tahapan terapinya
terdiri atas 2 yaitu tahap awal (fase intensif) dan tahap lanjutan.Tahap awal ialah
pengobatan yang diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan agar secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien .pengobatan tahap awal diberikan pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan (Kemenkes RI, 2014).

Pengobatan OAT yang digunakan oleh program Nasional pengendalia


tuberkulosis di indonesia meliputi kategori 1, kategori 2 dan kategori anak.
Kategori 1 dan 2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT) dan sediaan kombipak.Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet.dosis disesuaikan dengan berat badan
pasien.Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Sedangkan untuk
kombipak ialah paket obat lepas yang terdiri dari isoniazid, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol yang dikemas dalam blister (Kemenkes RI, 2014).

Menurut (Kemenkes RI, 2014), Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian

8
obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.Satu
(1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

Tabel 2.1 Terapi Kombinasi Dosis Tetap


Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan
tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16
RHZE(150/75/400/275) minggu
RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.2 Terapi kombipak


Tahap Lama Dosis/hr Dosis/hr Dosis/hr Dosis/hr Jumlah
Pengobata Pengobat Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
n an Isoniazid Rifampisin Pirazinamide Etambutol menelan
@ 300 @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg obat
mg
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

2.7 Curcuma
Temulawak memiliki nama ilmiah Curcuma xanthorrhiza Roxb. Temulawak
telah lama dikenal berkhasiat sebagai obat tradisional baik dalam negeri maupun
luar negeri berdasarkan pengalaman (empiris) dan berbagai hasil kajian penelitian
ilmiah.Temulawak dapat berkhasiat sebagai obat, sumber karbohidrat, bahan
penyedap masakan, serta pewarna alami untuk makanan dan kosmetik.Oleh
karena itu, temulawak menjadi salah satu tanaman obat tradisional yang

9
prospektif untuk dikembangkan.Semua bagian tanaman temulawak dapat
dimanfaatkan.Bagian paling berharga dan dapat dimanfaatkan untuk beberapa
keperluan ialah rimpangnya (Said, 2007).
2.7.1 Kandungan Kimia
Kurkumin, glikosida, tolull, metil, karbinol, essoil, i-siklospren myrsen,
minyak atsiri seperti felandren, turmerol, kamfer, borneol, xantorizol, dan
sineral (Hariana, 2013).
2.7.2 Efek farmakologis dan Khasiat Klinis
Anggota family Zingiberaceae dapat berkhasiat sebagai peluruh haid, dapat
meregenerasi atas kerusakan sel-sel hati, antiradang, dan memperlancar
pengeluaran empedu ke usus.Berkhasiat mengatasi gangguan hati, abses
hati, sakit lever, radang hati, hepatitis, radang kandung empedu (Hariana,
2013).

2.8 Farmakoekonomi
2.8.1 Definisi
Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisa biaya terapi
obat pada system pelayanan kesehatan dan masyarakat. Lebih spesifik,
studi farmakoekonomi adalah proses identifikasi, pengukuran dan
perbandingan biaya, resiko, dan manfaat dari program, pelayanan, atau
terapi dan menentukan alternative yang memberikan keluaran kesehatan
terbaik untuk sumber daya yang digunakan. Farmakoekonomi
mengidentifikasi, mengukur, dan membandingkan biaya (sumber daya
yang digunakan) dengan konsekuensi (klinik, ekonomik, humanistik) dari
produk dan pelayanan farmasi (Andayani,2013).

2.8.2 Prinsip Farmakoekonomi


Adapun prinsip farmakoekonomi adalah sebagai berikut yaitu menetapkan
masalah, mengidentifikasi anlternatif intervensi, menentukan hubungan

10
antara income dan outcome sehingga dapat diambil kesimpulan yamng
tepat : mengidentifikasi dan mengukur outcome dari alternative intervensi,
menilai biaya dan efektivitas, dan langkah terakhir adalah
menginterpretasikan dan pengambilan kesimpulan (Andayani,2013).

2.8.3 Tipe Studi Farmakoekonomi


Tipe studi farmakoekonomi meliputi cost-minimization analysis, cost-
effectiveness analysis, cost-utility analysis, cost-benefit analysis, cost of
illness, cost-consequence, dan teknik analisis ekonomi lain yang
memberikan informasi yang penting bagi pembuat keputusan dalam sistim
pelayanan kesehatan untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas.
Setiap metode mengukur biaya dalam rupiah tetapi berbeda dalam
mengukur dan membandingkan autcome kesehatan (Andayani, 2013).
a. Cost-Minimization Analysis (CMA)
CMA merupakan suatu analisis yang digunakan untuk membandingkan
dua jenis obat dengan outcome yang sama sehingga dapat melihat nilai
yang paling baik. CMA mempunyai kelebihan yaitu analisis yang
sederhana karena outcome diasumsikan ekuivalen. Kelebihan dari
metode CMA merupakan kekurangannya karena CMA tidak bias
digunakan jika outcome dari intervensi tidak sama (Andayani, 2013).
b. Cost-Utility Analysis (CUA)
Dalam analisis ini hanya dilakukan pengukuran lamanya hidup karena
terapi dan tidak mempertimbangkan ‘kualitas’ atau ‘utility’ dalam tahun
tersebut (Andayani, 2013).
c. Cost-Benefit Analysis (CBA)
CBA merupakan metode analisis yang khusus karena tidak hanya biaya
yang dinilai dengan moneter, tetapi juga benefit. Mengukur biaya
maupun benefit dalam mata uang mempunyai dua kelebihan utama,
yaitu pertama, klinis dan pengambilan keputusan dapat menentukan

11
apakah keuntungan dari suatu program atau interval lebih tinggi dari
pada biaya yang diperlukan untuk implementasi (Andayani, 2013).
d. Cost-Effectiveness Analysis (CEA)
Cost-effectiveness analysis (CEA) merupakan bentuk analisis ekonomi
yang komprehensif, dilakukan dengan mendefinisikan, menilai, dan
membandingkan sumber daya yang digunakan (input) dengan
konsekuensi dari pelayanan (output) antara dua atau lebih
alternatif.CEA merupakan salah satu langkah untuk menilai
perbandingan manfaat kesehatan dan sumber daya yang digunakan
dalam program pelayanan kesehatan dan pembuat kebijakan dapat
memilih diantara alternatif yang ada.CEA membandingkan program
atau alternatif intervensi dengan efikasi dan keamanan yang berbeda.
Hasil dari CEA digambarkan sebagai rasio, baik dengan average
costeffectiveness ratio (ACER) atau sebagai incremental cost-
effectiveness ratio (ICER). ACER menggambarkan total biaya dari suatu
program atau alternatif dibagi dengan outcome klinik, dipersentasikan
sebagai beberapa rupiah per outcome klinik spesifik yang dihasilkan,
tidak tergatung dari pembandingnya. Dengan menggunakan
perbandingan ini, klinisi dapat memilih alternatif dengan biaya lebih
rendah untuk setiap outcome yang diperoleh (Andayani, 2013).
Langkah-langkah dalam melakukan CEA
a) Menetapkan permasalahan
CEA bisa dimulai dari identifikasi masalah kesehatan yang spesifik
(misalnya morbiditas, mortalitas, atau ketidakmampuan) dari suatu
penyakit, selanjutnya analist mengidentifikasi dan membandingkan
berbagai cara pencegahan dan terapi yang relatif cost-effective.
Setelah dilakukan identifikasi permasalahan, selanjutnya ditetapkan
tujuan spesifik untuk membandingkan biaya dan efektivitas dari
alternatif intervensi.dalam menentukan tujuan harus disesuaikan
dengan permasalahan yang sudah ditetapkan.pengambilan

12
kebijakan dalam pelayanan kesehatan mempunyai perbedaan dalam
sudut pandang (prespektif) yang akan mempengaruhi komponen
sumber daya yang digunakan dalam analisis farmakoekonomi.
Sudut pandang menunjukkan ‘biaya untuk siapa’.Sudut pandang
paling luas adalah dari masyarakat, yang secara umum menetapkan
baik biaya langsung maupun tidak langsung (Andayani, 2013).
b) Identifikasi alternatif intervensi
Berdasarkan tujuan yang sudah ditetapkan, selanjutnya ditentukan
pembandingnya. Pembanding bisa alternatif yang paling murah,
regimen yang relatif lebih murah dibandingkan obat brau, obat yang
paling banyak digunakan dalam kelas terapi yang sama, obat
pilihan, terapi standar, atau terapi yang paling cost-effective.
Pemilihan pembanding harus mempertimbangkan jumlah alternatif
terapi yang sudah ada untuk penyakit tersebut(Andayani, 2013).
c) Menetapkan hubungan antara input dan outcome
Pendekatan yang secara umum digunakan adalah pengembangan
model yang menentukan bagaimana menggabungkan input dan
berapa besar output dari masingmasing kelompok input akan
dihasilkan. salah satu teknik yang dapat berguna untuk
mengidentifikasi dan mengukur biaya adalah model analisis
keputusan (decision-analytic model), dimana semua sumber daya
pelayanan kesehatan yang digunakan digambarkan dalam pohon
keputusan berdasrkan masing-masing tahap. Jumlah sumber daya
yang digunakan selanjutnya dihitung berdasarkan besarnya biaya
masing-masing komponen, nilai ini kemudian akan dihitung sebagai
biaya dari intervensi (Andayani, 2013).
d) Identifikasi dan pengukuran biaya dan outcome dari intervensi
Tujuan dasardari analisis biaya dalam farmakoekonomi adalah
mengidentifikasi sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan
suatu barang atau jasa. Dalam mengidentifikasi dan mengukur biaya

13
dalam analisis farmakoekonomi, diperlukan spesifikasi prespektif
penelitian yang jelas, karena prespektif ini menentukan biaya apa
yang diukur. Dalam CEA, definisi dan gambaran dari outcome
harus jelas, seperti pada uji klinik outcome harus relevan secara
klinik, dapat diukur secara obyektif dan mengikuti kriteria
pengukuran standar sehingga hasilnya dapat diterima dalam
komunitas pelayanan kesehatan (Andayani, 2013).
e) Interpretasi dan menyajikan hasil
Hasil dari CEA pada umumnya digambarkan sebagai rasio biaya-
efektivitas (C/E ratio), pembilang dari rasio menunjukan total biaya,
dan penyebut dari rasio menggambarkan variabel outcome.Terdapat
dua bentuk rasio C/E, yaitu rata-rata atau tunggal, dan tambahan
(Incremental cost-effectiveness ratio/ICER)Averagecost-
effectiveness ratio (ACER) didefinisikan sebagai berikut :
Rata-rata (tunggal) rasio C/E = biaya/efek
Biaya menggambarkan jumlah seluruh biaya yang diukur dalam
penelitian untuk alternatif terapi, dan efek adalah outcomeunit
natural. ACER dihitung untuk masing-masing alternatif terapi dan
perbandingan diperoleh dari perbedaan relatif antara terapi baru
dengan pembandingnya. ICER didefinisikan sebagai rasio
perbedaan antara biaya dari 2 alternatif dengan perbedaan
efektivitas antara alternatif dan dihitung berdasrakan persamaan
berikut ini :

∆𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑢 − 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔


ICER = =
∆𝑒𝑓𝑒𝑘 𝐸𝑓𝑒𝑘 𝑡𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑢 − 𝑒𝑓𝑒𝑘 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔

Interpretasi ICER berbeda dengan ACER, hasil ICER menunjukkan


biaya yang diperlukan untuk menghasilkan atau mencapai
peningkatan satu unit outcome relatif terhadap pembandingnya
(Andayani, 2013).

14
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian


Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif dilakukan secara
prospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik dan bukti
pembayaran pengobatan serta dengan membandingkan direct medical cost
(biaya medis langsung) dari penggunaan tablet Curcuma pada terapi anti
tuberkulosis fase intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Madani Palu,


Puskesmas Mamboro dan Puskesmas Taweli.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2019.

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien baru yang didiagnosa
TB yang menjalani pengobatan di RSUD Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya.

3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini yang digunakan adalah data rekam medik
pasien baru yang didiagnosa TB yang menjalani terapi pengobatan di

15
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya serta memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi :
1) Semua pasien baru yang didiagnosa TB yang menjalani terapi di
RSUD Madani Palu dan puskesmas Jejaringnya.
2) Pasien dewasa usia ≥ 18 tahun
3) Pasien TB yang memiliki data Lab SGOT dan SGPT serta nilai
IMT (Awal dan Evaluasi).
4) Pasien TB yang diterapi menggunakan tablet Curcuma dengan yang
tidak diterapi tablet Curcuma dan memilki bukti pembayaran
pengobatan.
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien TB kambuhan yang menerima terapi OAT
2) Pasien baru penderita TB yang mengkonsumsi obat lain yang
berpengaruh pada fungsi hati dan kenaikan BB
3) Pasien meninggal

3.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik total sampling yaitu
dengan mengambil semua pasien TB yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.

3.5 .Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


a. Variabel Penelitian
1) Variabel Independen
Variabel independen penelitian yaitu pasien TB fase intensif yang
menggunakan terapi tablet curcuma dengan yang tidak diterapi
menggunakan tablet curcuma.

16
2) Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian yaitu nilai IMT dan SGOT dan
SGPT pada pasien TB fase intensif.

b. Definisi Operasional
1) Pasien tuberkulosis adalah seluruh pasien baru yang didiagnosa
tuberkulosis di RSUD Madani Palu & Puskesmas Jejaringnya
2) Usia adalah usia yang digunakan saat pasien masuk rumah sakit.
Kategori : a) 18-25tahun
b) 26-45 tahun
c) 46-65tahun
d) > 65 tahun
Skala : Interval
3) Jenis kelamin adalah perbedaan antar perempuan dan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir.
Kategori : a) Laki-laki b) Perempuan
Skala : Nominal
4) Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang telah diselesaikan.
Kategori : a) SD c) SMA
b) SMP d) Perguruan tinggi
Skala : Ordinal
5) Pekerjaan adalah suatu usaha atau pekerjaan yang sedang dikerjakan.
Kategori : a) IRT d) Buruh
b) PNS e) Lainnya
c) Wiraswasta
Skala : Nominal
6) Efektivitas Pengobatan adalah keberhasilan pengobatan setelah
dievaluasi mengalami penurunan atau ketetapan nilai fungsi hati dan
kenaikan nilai IMT dilihat berdasarkan dengan nilai:

17
a) Kategori Efektif
(SGOT) : 10-37 U/L (37OC)
(SGPT) : 10-42 U/L (37OC)
IMT : 18,5 – 22,9 kg/m2
b) Kategori Tidak Efektif
(SGOT) : > 37 U/L (37OC)
(SGPT) : > 42 U/L (37OC)
IMT : < 18,5 kg/m2
7) Baseline adalah kadar awal SGOT dan SGPT serta nilai IMT pasien
sebelum diberikan terapi pengobatan OAT dan OAT dengan tablet
Curcuma.
8) Evaluasi adalah kadar SGOT dan SGPT serta nilai IMT pasien setelah 2
bulan diberikan terapi pengobatan OAT dan OAT dengan tablet
Curcuma.
9) Biaya terapi adalah biaya medis langsung yang meliputi biaya
pengobatan, biaya laboratorium dan biaya obat penunjang yang
digunakan pasien
10) Biaya pengobatan adalah biaya obat OAT dan tablet Curcuma yang
digunakan pasien TB di RSUD Madani Palu & Puskesmas Jejaringnya.
11) Biaya Laboratorium adalah biaya tes laboratorium terhadap paisen
Tuberkulosis di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya.
12) Biaya obat penunjang adalah biaya seluruh obat-obat yang digunakan
pasien selain OAT dan tablet Curcuma selama menjalani perawatan di
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya
13) Cost-effectiveness Ratio adalah berapa besarnya unit biaya terhadap
penggunaan tablet Curcuma pasien tuberkulosis di RSUD Madani Palu
& Puskesmas Jejaringnya.
14) ACER adalah rata-rata biaya per unit efektivitas dari masing-masing
biaya medik langsung yang diterima pasien
15) ICER adalah biaya yang diperlukan untuk menghasilkan atau mencapai
peningkatan satu unit outcome relatife terhadap pembandingnya.

18
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan rekam medik pasien meliputi
karakteristik subyek (Nama, Usia, Jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) jenis
obat yang digunakan, dan pemeriksaan dahak,serta biaya medis langsung
pasien meliputi biaya pengobatan, biaya laboratorium, dan biaya obat
penunjang yang digunakan pasien.

3.7 Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik
deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan atau memberikan gambaran
karakteristik setiap variabel penelitian meliputi :
3.7.1 Karakteristik Demografi
a. Nama
b. Usia
c. Jenis Kelamin
d. Tingkat Pendidikan
e. Pekerjaan
3.7.2 Efektivitas Pengobatan
a. Nilai (SGOT) dan (SGPT) normal atau mengalami Penurunan setelah
dievaluasi yang diketahui dari standar pemeriksaan laboratorium di
RSUD Madani Palu
b.Nilai IMT normal atau mengalami kenaikan setelah dievaluasi yang
diketahui dari pemeriksaan ahli Gizi di RSUD Madani Palu
c. Untuk mengetahui akan efektivitas kedua variabel maka diuji dengan
analisis Independent t-test.
3.7.3 Perhitungan biaya
a. Biaya pengobatan OAT dan tablet Curcuma yang digunakan.
b. Biaya laboratorium
c. Biaya obat penunjang

19
3.7.4 Perhitungan Cost-Effectiveness Anlysis (CEA)
Efektivitas biaya dianalisis menggunakan rumus ACER (Average Cost-
Effectiveness Ratio) :

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
ACER =
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑎𝑝𝑖

Biaya pada ACER Merupakan rata-rata biaya medik langsung dari setiap
obat yang dikelompokkan berdasrkan penggunaan, sedangkan
efektivitas terapi adalah penurunan nilai (AST) dan (ALT) normal serta
kenaikan nilai IMT normal.Kemudian hasil dari CEA dapat disimpulkan
dengan Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Jika hasil
perhitungan menunjukkan hasil negatif atau semakin kecil, maka suatu
alternatif obat dianggap efektif dalam memberikan outcome yang
diinginkan, sehingga dapat dijadikan rekomendasi pilihan terapi yang
dimana menggunakan rumus berikut ini :

∆𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑢 − 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔


ICER = =
∆𝑒𝑓𝑒𝑘 𝑒𝑓𝑒𝑘 𝑡𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑢 − 𝑒𝑓𝑒𝑘 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔

Keterangan:
Biaya teknologi baru : Biaya kombinasi OAT dan Tablet Curcuma
Biaya pembanding : Biaya OAT
Efek teknologi baru : Efektivitas penggunaan kombinasi OAT dan
Tablet Curcuma
Efek pembanding : Efektivitas penggunaan OAT

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HasildanPembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Madani Palu dan Puskesmas


Jejaringnya, jumlah pasien TB FaseIntensifsebanyak 54 oarang. Sebanyak 30
orang yang menggunakan pengobatan kombinasi OAT-Tablet Curcuma (Pasien
kelompok Curcuma) dansebanyak 24 orang yang menggunakan OAT (Pasien
kelompok Non-Curcuma).

4.1.1 Karakteristik Demografi

1. Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Distribusi Jenis Kelamin pasien TB Fase Intensif yang


menjalani pengobatan di RSUD Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya

Jenis Kelamin Jumlah Pasien (n Persentase (%)


= 54)
Laki-laki 32 59%
Perempuan 22 41%
Total 54 100%

Berdasarkan data diatasmenunjukkan persentase jenis kelamin pasien


TB di RSUD Madani dan Puskesmas Jejaringnya terdapat 32 pasien
berjenis kelamin laki-laki (59%) dan 22 pasien berjenis kelamin
perempuan (41%). Data tersebut menunjukkan bahwa angka kejadian
TB lebih banyak terjadi pada laki-laki dan mayoritas pasien TB yang
menjalani pengobatan di RSUD Madani, Puskesmas Mamboro, dan
Puskesmas Tawaeli adalah perokok aktif. Sesuai dengan penelitian

21
(Dotulong, Sapulete and Kandou, 2015) menyatakan, Dimana laki-laki
lebih banyak yang merokok dan minum alcohol dibandingkan dengan
perempuan, merokok dan alcohol dapat menurunkan imunitas tubuh
sehingga lebih mudah terkena penyakit TB paru.

Penyakit TB Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki


dibandingkan perempuan, karena jenis kelamin laki-laki sifat
keterpaparan dan tingkat kerentanan lebih tinggi dari pada perempuan.
Jenis kelamin laki-laki memiliki mobilitas yang tinggi dimana
memerlukan tenaga yang kuat dibandingkan perempuan yang tinggal di
rumah sehingga laki-laki kemungkinan untuk terpapar kuman TBC lebih
besar (Nurkumalasari, Wahyuni and Ningsih, 2016).

2. Usia

Tabel 4.2 Distribusi usia pasien TB Fase Intensif di RSUD Madani Palu
dan Puskesmas Jejaringnya

Jumlah Pasien
Usia (Tahun) Persentase (%)
(n = 54)

18-25 10 18%
26-45 16 30%
46-65 27 50%
> 65 1 2%
Total 54 100%

Berdasarkan data diatas pasien TB lebih banyak pada usia 46-65 tahun
(50%) dan urutan kedua terbanyak yaitu usia 26-45 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa penyakit TB tidak hanya menyerang pada usia
non-produktif dengan penurunan imunitas tubuh tetapi pada kelompok
usia produktif juga rentan terserang TB karena pada usia tersebut

22
banyak melakukan aktivitas fisik. Pada penelitian (Andayani and Astuti,
2017) prediksi risiko untuk terkena TB paru terletak pada masa usia
produktif dan lansia yaitu umur 15-59 dan >60 tahun. Pada umur
tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Pada umur 15-59
tahun termasuk orang yang produktif. Orang yang produktif memiliki
resiko 5-6 kali untuk mengalami kejadian TB paru, hal ini karena pada
kelompok usia produktif setiap orang akan cenderung beraktivitas
tinggi, sehingga kemungkinan terpapar kuman Micobacterium
tuberculosis lebih besar, selain itu kuman tersebut akan aktif kembali
dalam tubuh yang cenderung terjadi pada usia produktif. Pada umur >60
tahun tergolong lansia yang mempunyai kekebalan menurun seiring
dengan proses menua maka seluruh fungsi organ mengalami penurunan,
kemampuan untuk melawan kuman micobacterium tuberculosis lemah
sehingga kuman mudah masuk kedalam tubuh lansia.

3. Tingkat Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi tingkat pendidikan pasien TB Fase Intensif yang


menjalani pengobatan di RSUD Madani Palu dan
Puskesmas Jejaringnya

Jumlah Pasien
Tingkat Pendidikan Persentase (%)
(n = 54)

SD 6 11%
SMP 18 33%
SMA 27 50%
Perguruan Tinggi 3 6%
Total 54 100%

Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh bahwa tingkat pendidikan tertinggi


pasien TB Fase Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya adalah SMA sebanyak 27 pasien (50%). Tingkat pendidikan

23
seseorang akan berpengaruh terhadap pengetahuan yang berdampak ke
cara perilaku hidup bersih dan sehat (Ruditya, 2015) sedangkan menurut
(Wibowo, 2016) bahwa tingkat pendidikan tinggi berpengaruh dalam
kewaspadaan seseorang terhadap penularan suatu penyakit, namun hal
ini tidak selalu menjadi parameter karena terlihat dari data diatas masih
terdapat pasien dengan pendidikan perguruan tinggi dengan persentase
9% dan untuk tamatan SD dan SMP nilai persentase nya lebih rendah
dibandingkan SMA hal ini menunjukkan bahwa Semakin tinggi tingkat
pendidikan tidak selalu diiringi dengan semakin baik tingkat kepatuhan
minum obatnya. Hal ini disebabkan tidak selamanya penderita dengan
pendidikan rendah tingkat pengetahuannya tentang TB Paru rendah dan
tidak semua yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang
tinggi tentang TB Paru. Oleh karena itu petugas perlu untuk selalu
memberikan informasi tentang bagaimana cara minum obat dan berapa
lama pengobatan yang harus dijalani pasien, setiap menyerahkan obat
kepada penderita (Zubaidah and Setyaningrum, 2015).

4. Pekerjaan
Tabel 4.4Distribusi pekerjaan pasien TB Fase Intensif yang menjalani
pengobatan di RSUD Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya

Jumlah Pasien
Pekerjaan Persentase (%)
(n = 54)

IRT 14 26%
PNS 4 7%
Wiraswasta 21 39%
Buruh 9 17%
Lainnya 6 11%
Total 54 100%

24
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh pekerjaan terbanyak penderita TB yaitu
pekerjaan Wiraswasta sebanyak 21 pasien (39%). Seperti pada
penelitian (Ismah and Novita, 2017) bahwa pasien TB paling banyak
pada pekerja kasar. Orang dewasa rentan terhadap TB.Salah satu
penyebabnya karena faktor aktivitas pekerjaan mereka yang banyak
terpapar TB.Selain itu pekerja kasar rentan terhadap kelelahan.Faktor
kelelahan fisik pekerjaan dapat menyebabkan imunitas menurun dan
mudah terserang infeksi. Penelitian (Ikadini, 2018)terdapat 17 pasien
(48,6%) bekerja sebagai wiraswasta. Mayoritas pekerja wiraswasta
memiliki motivasi tinggi untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi tetapi hal ini dapat mempengaruhi faktor resiko dilingkungan
kerja khususnya dalam hal kesehatan.

4.1.2 Efektivitas Profil serum transaminase (SGOT/SGPT) dan Nilai IMT

1. SGOT, SGPT dan IMT

Tabel 4.5 Hasil rata-rata kadar efektivitas nilai SGOT, SGPT dan IMT
berdasarkan nilai baseline hingga evaluasi pasien TB Fase
Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya

PENG PEMERIKSAAN
OBA SGOT(U/L) SGPT(U/L) IMT
TAN B E S B E S B E S
Curcu
ma 20,9 17,9 -3 21,5 16,8 -4,7 15,9 18,1 2,2
Non-
Curcu
ma 25 27,7 2,7 26,2 30,7 4,5 16,8 17,2 0,4
Ket: B:Basline; E: Evaluasi; S:Selisih

25
Tabel 4.6 Evaluasi Pemeriksaan SGOT dan SGPT pasien TB Fase
Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya

Pengobatan
Pemeriksaan Kategori Curcuma Non-Curcuma
Jumlah (n) % Jumlah (n) %
Menurun 19 63 6 25
SGOT Meningkat 8 27 17 71
Tetap 3 10 1 4
Menurun 22 73 7 29
SGPT Meningkat 5 17 17 71
Tetap 3 10 - -
Menurun - - 5 21
IMT Meningkat 30 100 17 71
Tetap - - 2 8

Tabel 4.5 menunjukkan rata-rata dari data baseline, evaluasi, dan selisih
kadar SGOT, SGPT dan IMT pasien selama menjalani fase intensif yang
dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok pasien TB Curcuma dan
kelompok pasien Non-Curcuma. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
pada kadar SGOT dan SGPT pada pasien kelompok Curcuma menurun
dengan rata-rata penurunan menjadi 17,9 U/L dan 16,8 U/L dan untuk
nilai IMT pada pasien kelompok curcuma naik dengan nilai rata-rata
menjadi 18,1. Sedangkan pada pasien kelompok non-curcuma
menunjukkan data baselinekadar SGOT dan SGPT yang normal dan
setelah di evaluasi pasca terapi fase intensif meningkat cukup tinggi
dengan nilai rata-rata 27,7 U/L dan 30,7 U/L dan untuk nilai IMT pada
pasien kelompok non-curcuma juga naik dengan rata-rata 17,2.

Dua macam enzim transaminase yang berhubungan dengan kerusakan


sel hati adalah GPT (Glutamat Piruvat Transaminase) dan GOT
(Glutamat Oksaloasetat Transaminase). GPT merupakan enzim yang

26
diproduksi oleh hepatosit, jenis sel yang banyak terdapat di organ hati.
Kadar SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) dalam darah akan
meningkat seiring dengan kerusakan pada sel hepatosit yang bisa terjadi
karena infeksi virus hepatitis, alkohol, obat-obat yang menginduksi
terjadinya kerusakan hepatosit, dan sebab lain seperti adanya shok atau
keracunan obat. GOT merupakan enzim yang banyak dijumpai pada
organ jantung, hati, otot rangka, pankreas, paru-paru, sel darah merah
dan sel otak. Saat sel-sel organ tersebut mengalami kerusakan, maka
GOT akan dilepaskan dalam darah (Laili U, 2013).

Dari 5 jenis obat lini pertama yang digunakan, isoniazid, rifampisin, dan
pirazinamid adalah obat yang berpotensi menyebabkan drug induced
liver injury dengan istilah Antituberculosis drug-induced hepatotoxicity
(ATDH). Hepatotoksisitas akibat OAT memang tidak terjadi pada tiap
pasien namun dapat menyebabkan cedera hati yang luas dan permanen
serta dapat menyebabkan kematian bila tidak terdeksi pada tahap awal
(Annisa R, 2015).

Pada pasien TBC sering mengalami penurunan berat badan berkaitan


dengan status gizi yang disebabkan oleh penurunan sistem imun sering
terjadi pada awal diagnosis penyakit TBC. Tuberkulosis dapat
menyebabkan malnutrisi dengan cara menurunkan nafsu makan dan
katabolisme tubuh meningkat. Keadaan tersebut dapat memperparah
penyakit TBC paru dan menjadi salah satu faktor kematian bagi
penderita TBC paru (Wahyuningrum, 2018)

27
Tabel 4.6 menunjukkan data evaluasi pemeriksaan SGOT, SGPT yang
dipaparkan dalam bentuk persentase. Berdasarkan hasil yang diperoleh
penurunan kadar SGOT pasien kelompok Curcuma 63% lebih baik
dibandingkan pasien kelompok Non-Curcuma sebesar 25%, kemudian
untuk kadar SGPT diperoleh pasien kelompok Curcuma sebesar 73%
lebih baik dibandingkan pasien kelompok Non-Curcuma sebesar 29%,
dan untuk nilai IMT pasien kelompok Curcuma tidak mengalami
penurunan yang artinya lebih baik dibandingkan pasien kelompok Non-
Curcuma yang masih mengalami penurunan pada beberapa pasien
sebesar 21%. Sedangkan untuk peningkatan kadar SGOT pada pasien
kelompok Non-Curcuma lebih besar yaitu 71% dibandingkan dengan
pasien kelompok Curcuma sebesar 27%, kemudian untuk kadar SGPT
diperoleh hasil untuk pasien kelompok Non-Curcuma lebih besar yaitu
71% dibandingkan dengan pasien kelompok Curcuma sebesar 17%, dan
untuk nilai IMT sendiri pada pasien kelompok Curcuma mengalami
peningkatan nilai IMT 100% sedangkan untuk hasil yang diperoleh
pasien kelompok Non-Curcuma 71%. Data diatas juga menunjukkan ada
beberapa pasien yang kadar SGOT,SGPT, maupun nilai IMT yang
hasilnya tidak mengalami perubahan yaitu pada kadar SGOT pasien
kelompok Curcuma sebesar 10%, sedangkan pada pasien kelompok
Non-Curcuma Sebesar 4%, kemudian untuk kadar SGPT pada pasien
kelompok Curcuma diperoleh sebesar 10%, sedangkan pada pasien
kelompok Non-Curcuma semuanya mengalami perubahan kadar SGPT,
dan untuk nilai IMT yang tidak mengalami perubahan yaitu pada pasien
kelompok Non-Curcuma sebesar 8% sedangkan pada pasien kelompok
Curcuma semuanya mengalami perubahan nilai IMT. Hal ini
menunjukkan bahwa Tablet Curcuma dapat mempertahankan kadar
SGOT dan SGPT menjadi normal kembali meskipun telah
dikombinasikan dengan OAT yang memiliki beberapa zat aktif bersifat
hepatotoksik seperti isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid. Serta Tablet

28
Curcuma juga mampu membantu meningkatkan nilai IMT pasien TB
lebih besar.

khasiat Curcuma terutama disebabkan oleh dua kelompok kandungan


kimia utamanya, yaitu senyawa berwarna kuning golongan kurkuminoid
dan minyak atsiri. Kurkuminoid temulawak terdiri dari kurkumin,
desmetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin yang berkhasiat
menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, meningkatkan
sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah,
antibakteri, mencegah terjadinya pelemakan dalam sel-sel hati dan
sebagai antioksidan penangkal senyawa-senyawa radikal bebas yang
berbahaya. Minyak atsiri temulawak terdiri atas 32 komponen yang
secara umum bersifat meningkatkan produksi getah empedu dan mampu
menekan pembengkakan jaringan (Laili U, 2013).Manfaat temulawak
adalah sebagai penambah nafsu makan dan berguna untuk
meningkatkan berat badan, pada penelitian (Nizma, dkk 2016),
Pertambahan berat badan pada hari ke 15 yang memberikan pengaruh
yang sangat nyata.Begitu pula dengan pertambahan berat badan domba
di hari ke 30. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian temulawak dapat
mempercepat kerja usus halus sehingga dapat mempercepat
pengosongan lambung, dengan demikian akan timbul rasa lapar dan
menambah nafsu makan.

29
2. Hasil Efektivitas Terapi

100%

80%
Percent

60%
100% 92%
40%

20%

0%
Cucuma Non-Curcuma

Gambar 4.1 Distribusi persentase hasil efektivitas terapi pasien


kelompok Curcuma dan Non-Curcuma di RSUD
Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya.

Gambar 4.1 menunjukkan persentase hasil efektivitas pasien TB Fase


Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya yang
terdapat 2 kelompok terapi yaitu pasien kelompok Curcuma dan
Kelompok Non-Curcuma. Berdasarkan data diatas diantaranya 30
pasien yang menggunakan terapi kombinasi OAT dan Tablet Curcuma
(Kelompok Curcuma) setelah menjalani terapi pengobatan selama 56
hari sebagian besar pasien mengalami perubahan kadar SGOT, SGPT
menurun, beberapa pasien kadar SGOT,SGPT tetap dan beberapa
lainnya mengalami kenaikan tetapi masih masuk kategori normal dan
untuk nilai IMT diperoleh semua pasien kelompok curcuma mengalami
kenaikan nilai IMT dan sebagaian besar berubah menjadi kategori
normal. Berdasarkan data diatas 24 pasien yang menggunakan terapi
OAT (Kelompok Non-Curcuma) setelah menjalani terapi pengobatan
selama 56 hari sebagian besar pasien mengalami perubahan kadar

30
SGOT,SGPT meningkat hingga melebihi batas normal, unuk nilai IMT
juga beberapa pasien mengalami penurunan nilai IMT dan sebagian
besarnya meningkat. Sehingga grafik diatas menunjukkan bahwa
penggunaan terapi kombinasi OAT dan Tablet Curcuma (Kelompok
Curcuma) memiliki Efektivitas lebih baik dibandingkan dengan
penggunaan terapi OAT (Kelompok Non-Curcuma).

Tumbuhan herbal adalah tumbuhan atau tanaman obat yang dapat


dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional terhadap
penyakit.Pengobatan tradisional terhadap penyakit tersebut
menggunakan ramuan-ramuan dengan bahan dasar dari tumbuhan dan
segala sesuatu yang berada di alam. Rimpang temulawak memiliki
kandungan antimikroba, antibakteri, agen antioksidan, hepatoprotektor,
karsinogen, antiproliferasi (penghambatan siklus sel). Juga, terdapat
kandungan antiplasmodial, yakni dapat menekan serangan malaria
Temulawak berkhasiat untuk menjaga kesegaran badan, mengobati
gangguan pencernaan dan manambah nafsu makan, mengobati diare,
dan sebagainya (Mulyani dkk, 2016).

Perbedaan Kadar SGOT Penelitian terhadap enzim transaminase


sebelum dan sesudah pengobatan TB sangat penting untuk mengetahui
proses fisiologis yang berhubungan dengan peningkatan dan penurunan
kadar enzim tersebut seperti pada penyakit kerusakan hati. Gangguan
fisiologis terjadi karena nekrosis sel hati yang di sertai oleh bocornya
enzim-enzim sitoplasma sel hati dalam jumlah yang besar sehingga
menyebabkan kadar SGOT dan SGPT meningkat. Pada pemeriksaan
SGOT jumlah penderita yang mengalami peningkatan kadar antara
sebelum dan setelah pengobatan sebanyak 41 orang (54,7%). Perbedaan
Kadar SGPT Pada pemeriksaan SGPT jumlah penderita yang
mengalami peningkatan kadar antara sebelum dan setelah pengobatan
sebanyak 37 orang (49,3%) (Aminah, 2013).

31
Tabel 4.7 Analisis Independent t-test selisih kadar SGOT, SGPT dan
nilai IMT sebelum dan setelah evaluasi pasien TB Fase
Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya

Standar
Variabel Pengobatan Rata-rata p-value
Deviasi

Curcuma 3 6,6
SGOT 0,002
Non-Curcuma -2,7 5,9
Curcuma 4,7 9,5
SGPT 0,00
Non-Curcuma -4,5 7,3
Curcuma 2,2 1,8
IMT 0,00
Non-Curcuma 0,4 0,4

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh selisih penurunan pada kadar SGOT


pasien kelompok Curcuma rata-rata 3 sedangkan untuk kadar SGOT
pada pasien kelompok Non-Curcuma sebesar -2,7 kemudian untuk kadar
SGPT pasien kelompok Curcuma sebesar 4,7 sedangkan untuk pasien
kelompok Non-Curcuma sebesar -4,5 dan untuk nilai IMT pasien
kelompok Curcum diperoleh nilai 2,2 sedangkan untuk pasien kelompok
Non-Curcuma sebesar 0,4. Hal ini menunjukkan adanya penurunan
kadar SGOT dan SGPT pada kelompok uji sedangkan pada kelompok
kontrol menunjukkan adanya kenaikan kadar SGOT dan SGPT. Hasil
dari p-value kadar SGOT sebesar 0,002 < 0,05 dan SGPT sebesar 0,00
<0,05 hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan dari awal
pengobatan fase intensif hingga evaluasi setelah 56 hari pengobatan.
Sedangkan untuk hasil p-valuenilai IMT sebesar 0,00>0,05 hal ini juga
menunjukkanterdapat perbedaan yang signifikan dari awal pengobatan
fase intensif hingga evaluasi setelah 56 hari pengobatan.

32
4.2 Perhitungan Biaya

4.2.1 Biaya Laboratorium

Tabel 4.8 Distribusi rata-rata biaya laboratorium pasien TB Fase


Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya

Jenis Pengobatan Mean (Rp)


Curcuma 365.826,00
Non-Curcuma 388.979,00

Biaya laboratorium adalah biaya tes laboratorium terhadap pasien tuberculosis


di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya. Pemeriksaan ini
diantaranya test sputum BTA, kadar SGOT dan SGPT, GDS (Gula Darah
Sewaktu), Hematologi Rutin, MCH (Mean Corspucular Hemoglobin), MCHC
(Mean Corspucular Hemoglobin Concentration), Kreatinin,Urea, pemeriksaan
elektrolit lengkap, albumin, Widal Dan HbsAg(hepatitis B surface Agent).
Berdasarkan data diatas diperoleh nilai rata-rata pengeluaran biaya
laboratorium pasien kelompok Non-Curcuma lebih besar dibandingkan
dengan kelompok Curcuma.Hal ini disebabkan karena setiap pasien
melakukan tes laboratorium yang berbeda dan kebutuhan dokter dalam
menilai adanya penyakit penyerta yang belum diketahui sebelumnya sehinga
data laboratorium beragam pula yang ditemukan. Berdasarkan kajian
retrospektif oleh (Sabila, 2016) menyatakan bahwa biaya pemeriksaan
laboratorium yang dikeluarkan pasien adalah biaya terbesar dibandingkan
dengan biaya yang lain.

33
4.2.2 biaya Obat

Tabel 4.9 Distribusi rata-rata biaya obat pasien TB fase intensif di


RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya

Jenis Pengobatan Mean (Rp)


Curcuma 514.947,00
Non-Curcuma 447.747,00

Biaya pengobatan adalah biaya obat OAT dan tablet curcuma yang digunakan
pasien tuberculosis diRSUD Madani Palu dan Puskesmas Jerjaringnya.
Berdasarkan tabel diatas biaya obat pasien kelompok Curcuma lebih banyak
dibandingkan biaya pasien kelompok Non-Curcuma. Hal ini disebabkan 30
pasien diberikan tambahan tablet Curcuma selama terapi pengobatam fase
intensif berjalan dibandingkan dengan kelompok pasien Non-Curcuma yang
hanya 24 orang mengkonsumsi OAT secara tunggal tanpa ada terapi
pemeliharaan fungsi hati seperti kelompok uji penambahan Tablet Curcuma.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Sabila, 2016) biaya OAT adalah
biaya obat anti tuberculosis yang dikeluarkan untuk menebus obat yang telah
diresepkan dokter. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata untuk biaya OAT
ialah sebesar Rp.113.250,00 selain itu terdapat biaya diluar OAT ialah biaya
yang dikeluarkan guna memperoleh obat tambahan ataupun multivitamin guna
mengatasi gejala efek samping obat antituberculosis yang tidak diinginkan
sebesar Rp.12.205,00 sedangakan pada penelitian (Sari et al., 2018)biaya rata-
rata perbulan pasien tuberculosis sebesar Rp307.256. adanya perbedaan antar
peneliti diakibatkan harga OAT yang digunakan mempunyai perbedaan harga
antar kota dan perbedaan waktu.

34
4.2.3 biaya obat penunjang

Tabel 4.10 Distribusi rata-rata biaya obat penunjang pasien TB Fase


Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya

Jenis Pengobatan Mean (Rp)


Curcuma 13.408,00
Non-Curcuma 19.465,00

Biaya obat penunjang adalah biaya seluruh obat-obat yang digunakan pasien
selama menerima terapi pengobatan baik pada kelompok Curcuma maupun
kelompok Non-Curcuma, berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa biaya
obata penunjang yang digunakan oleh kelompok pasien non-curcuma lebih
besar dibandingkan dengan kelompok pasien curcuma, hal ini dikarenakan
perbedaan kebutuhan obat yang diresepkan dari dokter untuk masing-masing
pasien. Obat yang paling sering diresepkan oleh doketr ialah Vitamin B6.
Pemberian terapi vitamin B6 telah tepat Karena berdasarkan (kemenkes,
2014) pada kasus penyakit tuberculosis akan diberikan terapi beberapa obat
yang dapat mengatasi gejala simtomatik yang muncul akibat mengkonsumsi
obat antituberkulosis berdampak pada defisiensi Pyridoxin (Vitamin B6)
didalam tubuh oleh karena itu vitmin B6 direkomendasikan untuk mengatasi
efek samping dari isoniazid seperti rasa kesemutan dan rasa terbakar dikaki
ataupun ditangan. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sabila, 2016)
memperoleh biaya rata-rata Rp.12.205,00 untuk biaya penggunaan obat
selainOAT yaitu penggunaan vitamin B6.

35
4.2.4 Analisis efektivitas biaya

Table 4.11 Hasil analisa ACER (Average Cost Effectiveness Ratio) terhadap
total biaya rata-rata penggunaan obat pasien TB Fase Intensif di
RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya

% Total
Jenis Total Biaya Rata-rata
Outcome ACER (C/E) (Rp)
Pengobata (Rp) (C)
(E)

Curcuma 894.182,00 100 8.941,00


Non-Curcuma 856.192,00 92 9.306,00

Table 4.12 Hasil analisa ICER (Incremental Cost Effectiveness Ratio)


terhadap total biaya rata-rata penggunaan obat pasien TB Fase
Intensif di RSUD Madani Palu dan Puskesmas Jejaringnya

Total Biaya
%Total ICER
Jenis Rata-rata ∆E
Outcome ∆C (Rp) (∆C/∆E)
Pengobatan Pengobatan (%)
(%) (Rp)
(Rp)

Curcuma 894.182,00 100


37.990,00 8 4.748,00
Non-Curcuma 856.192,00 92

Ket: ∆C: Jumlah selisih antara biaya rata-rata kelompok Curcuma dengan
biaya rata-rata kelompok Non-Curcuma, ∆E: Jumlah selisih antara %
efektivitas penggunaan Curcuma dengan % efektivitas penggunaan Non-
Curcuma.

Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan menggunakan rumus Average


cost Effectiveness Ratio (ACER) dan Incremental Cost Effectiveness Ratio
(ICER). Harga ACER diperoleh dari perbandingan antara biaya total terapi

36
rata-rata perbulan dengan efektivitas terapi Efektivitas terapi yang diukur
adalah penurunan kadar enzim aminotransferase SGOT dan SGPT yang
mencapai kadar normal ataupun mengalami penurunan serta nilai IMT yang
mengalami kenaikan ketika diberikan terapi obat dari 2 kelompok uji yang
digunakan. Sedangkan ICER diperoleh dari perbandingan antara selisih biaya
total terapi rata-rata selama 56 hari pengobatan pasien TB Fase Intensif
dengan % outcome klinis pada kedua kelompok terapi.

Pada table 4.11 menguraikan hasil analisa ACER dan diperoleh nilai ACER
kelompok terapi Curcuma dan terapi Non-Curcuma. Nilai ACER kelompok
Curcuma menghasilkan % outcome klinis 100% sebesar Rp
8.941,00sedangkan untuk kelompok Non-Curcuma menghasilkan % outcome
klinis 92% sebesar Rp 9.306,00. Hal ini dapat menunjukan adanya perbedaan
ACER pada kedua kelompok terapi.Kelompok terapi Curcuma diperoleh
harga ACER lebih kecil dibandingkan kelompok Non-Curcuma. Oleh karena
itu dapat dinyatakan kelompok terapi Curcuma lebih cost effective atau
memiliki biaya paling efektif dibandingkan dengan kelompok terapi Non-
Curcuma. Menurut (Andayani, 2013) suatu alternative yang paling murah
untuk mendapatkan tujuan terapi yang spesifik namun dalam hal ini
optimalisasi biaya yang dihasilkan dari intervensi mampu memberikan
efektivitas terhadap outcome clinis yang diperoleh oleh pasien kemudian
untuk nilai ICER pada table 4.12 diperoleh biaya sebesar Rp.4.748,00.
Intepretasi dari nilai ICER diartikan sebagai besarnya biaya tambahan yang
diperlukan pengobatan kelompok Non-curcuma untuk memperoleh 1%
outcome dari pengobatan kelompok Curcuma.

37
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan

1. Total biaya rata-rata yang dikeluarkan pasien TB fase intensif kelompok


Curcuma yaitu Rp. 894.182,00 sedangkan kelompok non curcuma yaitu Rp.
856.192,00.
2. Efektivitas pengobatan pasien TB Fase intensif di RSUD Madani Palu dan
puskesmas jejaringnya memperoleh % outcome klinis pada kombinasi OAT-
tablet curcuma (kelompok curcuma) sebesar 100% sedangkan pengobatan
OAT (kelompok non-curcuma) sebesar 92%.
3. Pengobatan yang cost effective menurut perhitungan ACER adalah kelompok
Curcuma dimana nilai ACER-nya sebesar Rp. 8.941,00 dibandingkan dengan
nilai ACER kelompok Non-Curcuma sebesar Rp. 9.306,00. Semakin kecil
niali ACER yang diperoleh maka suatu terapi dikatakan cost effective. Dan
nilai ICER yang diperoleh sebesar Rp. 4.748,00.

V.2 Saran

A. Bagi Institusi Rumah Sakit


Diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kepada seluruh pasien,
khususnya pada pasien TB Fase Intensif
B. Bagi Klinis
Diharapkan untuk dokter dapat menerapkan pemeriksaan SGOT dan SGPT
untuk pasien TB Fase Lanjutan pada 4 bulan kedepan.Untuk perawat
diharapkan melengkapi status pasien serta memberikan pelayanan medic yang
berkualitas terhadap semua pasien.

38
C. Bagi peneliti lain
Perlu diadakan penelitian secara prospektif tentang perbandingan pemeriksaan
SGOT dan SGPT pada pasien dengan menggunakan kombinasi OAT dengan
Tablet Curcuma dan pengobatan OAT pada Fase lanjutan untuk 4 bulan
selanjutnya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. (2013) ‘Perbedaan Kadar SGOT , SGPT , Ureum , dan Kreatinin Pada
Penderita TB Paru Setelah Enam Bulan Pengobatan Different Levels SGOT ,
SGPT , urea , and creatinine Pulmonary TB In Six Months After Treatment’,
perbedaan kadar SGOT, SGPT, Ureum, dan kreatinin pada penderita TB paru
setelah enam bulan pengobatan, 2(1), pp. 260–269.

Andayani, T, M. (2013).Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi. Yogyakarta:


Bursa Ilmu.

Andayani, S. and Astuti, Y. (2017) ‘Prediksi Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru


Berdasarkan Usia Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2016-2020’, Indonesian
Journal for Health Sciences, 1(2), pp. 29–33.

Annisa R. (2015). Perbedaan Kadar SGPT Pada Pasien Tuberkulosis Paru Sebelum
dan Sesudah Fase Intensif Di Poliklinik Paru Arifin Achmad Pekanbaru.JOM
FK Volume 2.

Candra, A. A. (n.d.). (2013). Aktivitas Hepatoprotektor Temulawak pada Ayam yang


Diinduksi Pemberian Parasetamol Hepatoprotector Activity of Curcuma in
Chickens was Induced By Paracetamol. 13(2), 137–143.

Clarasanti, I. (2016). Gambaran enzim transaminase pada pasien tuberkulosis paru


yang diterapi dengan obat-obat anti tuberkulosis di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. e-CliniC.1–6.

40
Dotulong, J. F. J., Sapulete, M. R. and Kandou, G. D. (2015) ‘Hubungan Faktor
Risiko Umur, Jenis Kelamin Dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit
Tb Paru Di Desa Wori Kecamatan Wori’, Jurnal Kedokteran Komunitas Dan
Tropik, 3(2), pp. 57–65.

Eva, D. D. (2015). Potential Extract Curcuma (Curcuma xanthorrizal Roxb) As


AntibacterialsSub-divisi Rimpang Temulawak ( Curcuma’, 4, pp. 5–11.

Hariana, A (2013). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta. Penebar Swadaya.

Ikadini, N. (2018). Gambaran Pengetahuan Tentang Kepatuhan Berobat Penderita


Tuberkulosis Sesuai Jadwal Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) Surakarta. Skripsi. Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Ismah, Z. and Novita, E. (2017). Studi Karakteristik Pasien Tuberkulosis Di


Puskesmas Seberang Ulu 1 Palembang. Unnes Journal of Public Health, 6(4),
pp. 218–224.

Jefferson, C. et al. (2015). TB Diagnostics Market in Select High-Burden Countries :


Current Market and Future Opportunities for Novel Diagnostics.Unitaid.

Juliarta, I. G. et al. (2018). Gambaran Hepatotoksisitas (ALT/AST) Penggunaan Obat


Anti Tuberkulosis Lini Pertama Dalam Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru
Rawat Inap di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014 Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. SMF Pat. 7(10).

Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementrian


Kesehatan RI.

Kemenkes RI. (2018) ‘Pusat Data dan Informasi Tuberkulosis’, InfoDATIN. doi:

41
2442-7659.

Kusumaningtyas, I. K. N. munifYasin; R. anggar (2016) ‘Anti-tuberkulosis’, pp. 1–


212.

Laili U. (2013). Pengaruh Pemberian Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)


Dalam Bentuk Kapsul Terhadap Kadar SGPT (Serum Glutamat Piruvat
Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) Pada
Orang Sehat. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Yogyakarta.

Mulyani H., Widyastuti H., S., Ekowati I., V. (2016). Tumbuhan Herbal Sebagai
Jamu Pengobatan Tradisional Terhadap Penyakit Dalam Serat Primbon Jampi
Jawa Jilid 1. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 21, No. 2, 73-91

Nizma A., Humaidah N., Suryanto D. (2016). Pengaruh Tingkat Pemberian


Temulawak (Curcuma xanthorriza) Sebagai Obat Cacing Herbal Terhadap
Jumlah Telur Cacing Haemonchus contortus dan Pertambahan Berat Badan
Domba. Program S1 Peternakan1, Dosen Peternakan Universitas Malang.

Nurkumalasari, N., Wahyuni, D. and Ningsih, N. (2016). Hubungan Karakteristik


Penderita Tuberkulosis Paru dengan Hasil Pemeriksaan Dahak di Kabupaten
Ogan Ilir. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 3(2), pp. 51–58.

Nurwitasari, A., Wahyuni U, C. (2015). Pengaruh Status Gizi dan Riwayat Kontak
Terhadap Kejadian Tuberkulosis di Kebupaten Jember. Departemen
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Surabaya.

Putri, wina asri, Munir, S. melati and Christiano, E. (2016). Gambaran Status Gizi
Pada Pasien Tuberkulosis Paru Yang Menjalani Rawat Inap’, Jurnal Gizi, 3(2),
pp. 1–16.

42
Ruditya, N., D. (2015). Hubungan Antara Karakteristik Penderita TB Dengan
Kepatuhan Pemeriksaan Dahak Selama Pengobatan. Jurnal Berkala
Epidemiologi. Vol 3 (2): 122-133

Said, A. (2007). Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: PT.Sinar Wadja Lestari.

Sabila, D. (2016). Analisis Biaya Pengobatan Berdasarkan Clinical Pathway


Tuberculosis Paru di RSUD Sultan Syarif mohamad Alkadrie Kota Pontianak.
Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Safithri, F. (2018) ‘Diagnosis TB Dewasa dan Anak Berdasarkan ISTC (International


Srandard for TB Care)’, Saintika Medika, 7(2).

Sari, I. D. et al. (2018). Analisis Biaya Tuberkulosis Paru Kategori Satu Pasien
Dewasa di Rumah Sakit di DKI Jakarta. Jurnal Kefarmasian Indonesia. doi:44-
54.

Sukandar, E., Retnosari, A., Joseph, I, S., Adayana, K, I., Adji, P, S., Kusnandar.
(2013). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. Isfi Penerbitan

Wahyunigrum. (2018). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Dengan status Gizi Pasien TBC Paru Fase Intensif di BBKPM Surakarta.
Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wibowo, T., A. (2016). Karakteristik TB Paru Di Balai Besar Kesehatan Paru


Masyarakat Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakuktas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis : Epideomiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

World Health Organization. (2018). Global Tuberculosis Report. Switzerland.

43
Zubaidah, T. and Setyaningrum, R. (2015) ‘Karakteristik Penderita TB Paru
Pengguna Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Di Indonesia’, Jurnal Publikasi
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2(1), pp. 51–56.

Zulkarnain, Z.-, Novianto, F.- and Saryanto, S.- (2017) ‘Uji Klinik Fase II Ramuan
Jamu sebagai Pelindung Fungsi Hati’, Buletin Penelitian Kesehatan, 45(2), pp.
125–136. doi:.125-136.

44
LAMPIRAN 1
KARAKTERISTIK SUBYEK PENELITIAN PASIEN TB FASE INTENSIF DI RSUD MADANI PALU DAN PUSKESMAS
JEJARINGNYA

No KELOMPOK PENGOBATAN NAMA JAMINAN USIA JK PEKERJAAN PENDIDIKAN

1 Tn. SA BPJS KLS 3 46 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

2 Tn. MA BPJS KLS 3 42 Thn Laki-laki Buruh SD

3 Tn. MU BPJS KLS 3 54 Thn Laki-laki PNS S1

4 Tn. SL BPJS KLS 3 25 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

5 Tn. HA BPJS KLS 3 40 Thn Laki-laki PNS S1

6 Ny. UK BPJS KLS 3 47 Thn Perempuan IRT SMA

7 Tn. MF BPJS KLS 3 19 Thn Laki-laki Mahasiswa SMA


CURCUMA RJ
8 Tn. RI BPJS KLS 3 31 Thn Perempuan IRT SMA

9 Nn. AW BPJS KLS 3 18 Thn Perempuan Pelajar SMP

10 Tn.IR BPJS KLS 3 34 Thn Laki-laki Buruh SMP

11 Nn. AS BPJS KLS 3 47 Thn Perempuan Wiraswasta SMA

12 Ny. NI BPJS KLS 3 45 Thn Perempuan Wiraswasta SMP

13 Ny. AR BPJS KLS 3 36 Thn Perempuan IRT SMP

14 Nn. DE BPJS KLS 3 21 Thn Perempuan Mahasiswa SMA

45
15 Tn. MU BPJS KLS 3 49 Thn Laki-laki Buruh SD

16 Ny. RO BPJS KLS 3 51 Thn Perempuan Wiraswasta SMA

17 Tn. RA BPJS KLS 3 18 Thn Laki-laki Mahasiswa SMA

18 Ny. HA BPJS KLS 3 32 Thn Perempuan PNS S1

19 Tn. HI BPJS KLS 3 47 Thn Laki-laki Buruh SD

20 Ny.MM BPJS KLS 3 64 Thn Perempuan Tidak Bekerja SMP

21 Tn. AA BPJS KLS 3 49 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

22 Tn. IS BPJS KLS 3 72 Thn Laki-laki Tidak Bekerja SMP

23 Tn. MN BPJS KLS 3 34 Thn Laki-laki Buruh SMA

24 Tn. BA BPJS KLS 3 63 Thn Laki-laki Wiraswasta SMP

25 Tn. HM BPJS KLS 3 61 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

26 Tn. SB BPJS KLS 3 59 Thn Laki-laki Wiraswasta SMP

27 Tn. DG BPJS KLS 3 65 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

28 Tn. MR BPJS KLS 3 44 Thn Laki-laki Buruh SD

29 RI Ny. OK BPJS KLS 3 48 Thn Perempuan IRT SMP

30 Tn. AW BPJS KLS 3 65 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

31 NON- Tn. DT BPJS KLS 3 59 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA


RJ
32 CURCUMA Ny. WH BPJS KLS 3 41 Thn Perempuan IRT SMA

46
33 Tn. AD BPJS KLS 3 42 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

34 Tn.RF BPJS KLS 3 21 Thn Laki-laki Buruh SMA

35 Nn. AM BPJS KLS 3 24 Thn Perempuan IRT SMA

36 Ny. HY BPJS KLS 3 48 Thn Perempuan IRT SMP

37 Tn. AS BPJS KLS 3 58 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

38 Ny. JS BPJS KLS 3 46 Thn Perempuan IRT SD

39 Tn. NR BPJS KLS 3 63 Thn Laki-laki PNS SMA

40 Tn. KR BPJS KLS 3 52 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

41 Nn. MG BPJS KLS 3 25 Thn Perempuan Wiraswasta SMA

42 Tn. SM BPJS KLS 3 23 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

43 Tn. YD BPJS KLS 3 23 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

44 Tn. ZA BPJS KLS 3 47 Thn Laki-laki Wiraswasta SMP

45 Ny. NS BPJS KLS 3 51 Thn Perempuan IRT SD

46 RI Tn. AM BPJS KLS 3 45 Thn Laki-laki Wiraswasta SMA

47 Tn. IA BPJS KLS 3 35 Thn Laki-laki Buruh SMP

48 Ny. DN BPJS KLS 3 47 Thn Perempuan IRT SMP

49 Tn. AI BPJS KLS 3 49 Thn Laki-laki Buruh SMP

50 Ny. DT BPJS KLS 3 35 Thn Perempuan IRT SMP

47
51 Ny. LN BPJS KLS 3 29 Thn Perempuan IRT SMA

52 Ny. MR BPJS KLS 3 31 Thn Perempuan IRT SMP

53 Ny. NO BPJS KLS 3 52 Thn Perempuan IRT SMP

54 Tn.RN BPJS KLS 3 54 Thn Laki-laki Wiraswasta SMP

48
LAMPIRAN 2

EFEKTIVITAS PENGOBATAN PADA PASIEN TB FASE INTENSIF DI RSUD MADANI PALU

DAN PUSKESMAS JEJARINGNYA

PEMERIKSAAN

No Kel Nama Usia JK B E S H INTEPRETASI B E S H INTEPRETASI B E S H INTEPRETASI

SGOT SGPT IMT

1 Tn. SA 46 Thn L 12 15 -3 ↑ Normal (Efektif) 12 16 -4 ↑ Normal (Efektif) 20,17 20,96 -0,79 ↑ Normal (Efektif)

2 Tn. MA 42 Thn L 20 14 6 ↓ Normal (Efektif) 24 17 7 ↓ Normal (Efektif) 17,9 19,81 -1,91 ↑ Normal (Efektif)

3 Tn. MU 54 Thn L 18 23 -5 ↑ Normal (Efektif) 16 12 4 ↓ Normal (Efektif) 16,01 20,31 -4,3 ↑ Normal (Efektif)

4 Tn. SL 25 Thn L 12 14 -2 ↑ Normal (Efektif) 8 22 -14 ↑ Normal (Efektif) 16 17,9 -1,9 ↑ uw (Efektif)

5 Tn. HA 40 Thn L 15 13 2 ↓ Normal (Efektif) 13 10 3 ↓ Normal (Efektif) 17,64 18,33 -0,69 ↑ uw (Efektif)

6 Ny. UK 47 Thn P 12 17 -5 ↑ Normal (Efektif) 17 14 3 ↓ Normal (Efektif) 16,1 18,35 -2,25 ↑ uw (Efektif)
CURCUM
7 A Tn. MF 19 Thn L 26 16 10 ↓ Normal (Efektif) 12 10 2 ↓ Normal (Efektif) 14,5 15,24 -0,74 ↑ uw (Efektif)

8 Tn. RI 31 Thn P 35 35 0 Normal (Efektif) 32 28 4 ↓ Normal (Efektif) 10,54 13,28 -2,74 ↑ uw (Efektif)

9 Nn. AW 18 Thn P 10 19 -9 ↑ Normal (Efektif) 12 16 -4 ↑ Normal (Efektif) 15,35 18,75 -3,4 ↑ Normal (Efektif)

10 Tn.IR 34 Thn L 20 20 0 Normal (Efektif) 12 10 2 ↓ Normal (Efektif) 15,62 17,14 -1,52 ↑ uw (Efektif)

11 Nn. AS 23 Thn P 24 13 11 ↓ Normal (Efektif) 14 16 -2 ↑ Normal (Efektif) 14,6 15,41 -0,81 ↑ uw (Efektif)

12 Ny. NI 45 Thn P 26 20 6 ↓ Normal (Efektif) 22 22 0 Normal (Efektif) 14,89 18,79 -3,9 ↑ Normal (Efektif)

49
13 Ny. AR 36 Thn P 15 13 2 ↓ Normal (Efektif) 20 20 0 Normal (Efektif) 17,22 19,62 -2,4 ↑ Normal (Efektif)

14 Nn. DE 21 Thn P 14 11 3 ↓ Normal (Efektif) 10 13 -3 ↑ Normal (Efektif) 15,42 17,99 -2,57 ↑ uw (Efektif)

15 Tn. MU 49 Thn L 18 14 4 ↓ Normal (Efektif) 17 12 5 ↓ Normal (Efektif) 15,62 17,57 -1,95 ↑ uw (Efektif)

16 Ny. RO 34 Thn P 30 30 0 Normal (Efektif) 59 37 22 ↓ Normal (Efektif) 15,23 18,75 -3,52 ↑ uw (Efektif)

17 Tn. RA 18 Thn L 15 13 2 ↓ Normal (Efektif) 17 11 6 ↓ Normal (Efektif) 14,86 16,38 -1,52 ↑ uw (Efektif)

18 Ny. HA 32Thn P 15 14 1 ↓ Normal (Efektif) 13 10 3 ↓ Normal (Efektif) 18,6 20,69 -2,09 ↑ Normal (Efektif)

19 Tn. HI 47 Thn L 30 28 2 ↓ Normal (Efektif) 28 26 2 ↓ Normal (Efektif) 18,35 20,31 -1,96 ↑ Normal (Efektif)

20 Ny.MM 64 Thn P 15 10 5 ↓ Normal (Efektif) 17 12 5 ↓ Normal (Efektif) 14,42 16,42 -2 ↑ uw (Efektif)

21 Tn. AA 24 Thn L 31 24 7 ↓ Normal (Efektif) 55 28 30 ↓ Normal (Efektif) 15,03 16,61 -1,58 ↑ uw (Efektif)

22 Tn. IS 72 Thn L 25 18 7 ↓ Normal (Efektif) 28 21 7 ↓ Normal (Efektif) 16,4 18,35 -1,95 ↑ uw (Efektif)

23 Tn. MN 34 Thn L 12 18 -6 ↑ Normal (Efektif) 11 11 0 Normal (Efektif) 17 19,38 -2,38 ↑ Normal (Efektif)

24 Tn. BA 63 Thn L 20 15 5 ↓ Normal (Efektif) 18 16 2 ↓ Normal (Efektif) 15,62 19,22 -3,6 ↑ Normal (Efektif)

25 Tn. HM 61 Thn L 21 15 6 ↓ Normal (Efektif) 18 12 6 ↓ Normal (Efektif) 15,62 18,75 -3,13 ↑ Normal (Efektif)

26 Tn. SB 59 Thn L 13 18 -5 ↑ Normal (Efektif) 30 25 5 ↓ Normal (Efektif) 15,62 18,75 -3,13 ↑ Normal (Efektif)

27 Tn. DG 65 Thn L 40 31 9 ↓ Normal (Efektif) 29 23 6 ↓ Normal (Efektif) 16,4 19,14 -2,74 ↑ Normal (Efektif)

28 Tn. MR 44 Thn L 36 14 22 ↓ Normal (Efektif) 47 11 36 ↓ Normal (Efektif) 12,19 13,71 -1,52 ↑ uw (Efektif)

29 Ny. OK 24 Thn P 17 18 -1 ↑ Normal (Efektif) 19 15 4 ↓ Normal (Efektif) 16,19 19,89 -3,7 ↑ Normal (Efektif)

30 Tn. AW 65 Thn L 31 15 16 ↓ Normal (Efektif) 16 10 6 ↓ Normal (Efektif) 19,53 21,09 -1,56 ↑ Normal (Efektif)

50
Normal
31 Tn. DT 59 Thn L 14 19 -5 ↑ Normal (Efektif) 23 30 -7 ↑ (Efektif) 14,69 15,42 -0,73 ↑ UW (Efektif)

Normal
32 Ny. WH 41 Thn P 17 22 -5 ↑ Normal (Efektif) 12 25 -13 ↑ (Efektif) 15,24 16,38 -1,14 ↑ UW (Efektif)

≠ Normal (≠
33 Tn. AD 42 Thn L 39 45 -6 ↑ ≠ Normal (≠Efektif) 37 48 -11 ↑ Efektif) 16,01 15,23 0,78 ↓ UW (≠Efektif)

Normal
34 Tn.RF 21 Thn L 31 28 3 ↓ Normal (Efektif) 27 29 -2 ↑ (Efektif) 13,97 14,33 -0,36 ↑ UW (Efektif)

Normal
35 Nn. AM 24 Thn P 48 35 13 ↓ Normal (Efektif) 39 37 2 ↓ (Efektif) 17,56 18,33 -0,77 ↑ UW (Efektif)

Normal
36 NON- Ny. HY 48 Thn P 23 20 3 ↓ Normal (Efektif) 15 12 3 ↓ (Efektif) 17,84 18,32 -0,48 ↑ UW (Efektif)
CURCUMA Normal
37 Tn. AS 58 Thn L 27 34 -7 ↑ Normal (Efektif) 22 25 -3 ↑ (Efektif) 14,23 14,63 -0,4 ↑ UW (Efektif)

Normal
38 Ny. JS 44 Thn P 28 32 -4 ↑ Normal (Efektif) 12 19 -7 ↑ (Efektif) 16,4 17,57 -1,17 ↑ UW (Efektif)

Normal
39 Tn. NR 63 Thn L 27 34 -7 ↑ Normal (Efektif) 20 26 -6 ↑ (Efektif) 16,38 16,38 0 UW (Efektif)

Normal
40 Tn. KR 43 Thn L 33 37 -4 ↑ Normal (Efektif) 40 35 5 ↓ (Efektif) 14,84 14,45 0,39 ↓ UW (≠Efektif)

- Normal
41 Nn. MG 19 Thn P 15 31 16 ↑ Normal (Efektif) 13 23 -10 ↑ (Efektif) 15,21 15,58 -0,37 ↑ UW (Efektif)

≠ Normal (≠
42 Tn. SM 23 Thn L 12 13 -1 ↑ Normal (Efektif) 41 46 -5 ↑ Efektif) 14,5 16,03 -1,53 ↑ UW (Efektif)

51
Normal
43 Tn. YD 23 Thn L 18 25 -7 ↑ Normal (Efektif) 35 40 -5 ↑ (Efektif) 14,68 15,87 -1,19 ↑ UW (Efektif)

Normal
44 Tn. ZA 42 Thn L 53 50 3 ↓ ≠ Normal (Efektif) 34 36 -2 ↑ (Efektif) 17,8 17,8 0 UW (Efektif)

Normal
45 Ny. NS 51 Thn P 28 31 -3 ↑ Normal (Efektif) 13 25 -12 ↑ (Efektif) 23,06 23,49 -0,43 ↑ OW (Efektif)

Normal
46 Tn. AM 45 Thn L 24 28 -4 ↑ Normal (Efektif) 33 40 -7 ↑ (Efektif) 16,98 18,11 -1,13 ↑ UW(Efektif)

Normal
47 Tn. IA 35 Thn L 13 20 -7 ↑ Normal (Efektif) 13 31 -18 ↑ (Efektif) 17,68 18,44 -0,76 ↑ UW (Efektif)

- ≠ Normal (≠
48 Ny. DN 47 Thn P 30 41 11 ↑ ≠ Normal (≠ Efektif) 33 48 -15 ↑ Efektif) 18,51 17,58 0,93 ↓ UW (≠Efektif)

Normal
49 Tn. AI 41 Thn L 10 12 -2 ↑ Normal (Efektif) 13 18 -5 ↑ (Efektif) 22,94 23,3 -0,36 ↑ OW (Efektif)

Normal
50 Ny. DT 35 Thn P 24 21 3 ↓ Normal (Efektif) 27 28 1 ↓ (Efektif) 21,48 22,26 -0,78 ↑ Normal (Efektif)

Normal
51 Ny. LN 29 Thn P 17 12 5 ↓ Normal (Efektif) 36 20 16 ↓ (Efektif) 17,1 17,98 -0,88 ↑ UW (Efektif)

Normal
52 Ny. MR 31 Thn P 17 22 -5 ↑ Normal (Efektif) 16 14 2 ↓ (Efektif) 9,38 8,91 0,47 ↓ UW (≠Efektif)

Normal
53 Ny. NO 52 Thn P 24 25 -1 ↑ Normal (Efektif) 47 46 1 ↓ (Efektif) 12,36 12,84 -0,48 ↑ UW (Efektif)

Normal
54 Tn. RN 54 Thn L 28 28 0 Normal (Efektif) 30 37 -7 ↑ (Efektif) 24,38 23,66 0,72 ↓ OW (Efektif)

52
LAMPIRAN 3
BIAYA MEDIK LANGSUNG PADA PASIEN TB FASE INTENSIF DI RSUD MADANI PALU
DAN PUSKESMAS JEJARINGNYA

BIAYA MEDIK LANGSUNG


PENGO
NO KEL NAMA TABLET TOTAL BIAYA
BATAN OAT LAB OBAT PENUNJANG
CURCUMA

1 Tn. SA Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

2 Tn. MA Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

3 Tn. MU Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

4 Tn. SL Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

5 Tn. HA Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

6 CURCUMA RJ Ny. UK Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.250.400,00 Rp.10.472,00 Rp.775.819,00

7 Tn. MF Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.314.200,00 Rp.10.472,00 Rp.839.619,00

8 Tn. RI Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

9 Nn. AW Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.275.400,00 Rp.10.472,00 Rp.800.819,00

10 Tn.IR Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

11 Nn. AS Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.401.400,00 Rp.10.472,00 Rp.926.819,00

53
12 Ny. NI Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.275.400,00 Rp.10.472,00 Rp.800.819,00

13 Ny. AR Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

14 Nn. DE Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.250.400,00 Rp.10.472,00 Rp.775.819,00

15 Tn. MU Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

16 Ny. RO Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

17 Tn. RA Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

18 Ny. HA Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

19 Tn. HI Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

20 Ny.MM Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

21 Tn. AA Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.213.200,00 Rp.10.472,00 Rp.738.619,00

22 Tn. IS Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.250.400,00 Rp.10.472,00 Rp.775.819,00

23 Tn. MN Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.275.400,00 Rp.10.472,00 Rp.800.819,00

24 Tn. BA Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.376.400,00 Rp.10.472,00 Rp.901.819,00

25 Tn. HM Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.314.200,00 Rp.10.472,00 Rp.839.619,00

26 Tn. SB Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.250.400,00 Rp.10.472,00 Rp.775.819,00

27 Tn. DG Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.275.400,00 Rp.10.472,00 Rp.800.819,00

54
28 Tn. MR Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.667.400,00 Rp.28.000,00 Rp.1.210.347,00

29 RI Ny. OK Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.542.400,00 Rp.28.000,00 Rp.1.085.347,00

30 Tn. AW Rp.447.747,00 Rp.67.200,00 Rp.750.600,00 Rp.45.990,00 Rp.1.333.737,00

∑ Rp.13.432.410,00 Rp.2.016.000,00 Rp.10.974.800,00 Rp.402.262,00 Rp.26.825.472,00

Rp.15.448.410,00

X Rp.514.947,00 Rp.365.826,00 Rp.13.408,00 Rp.894.182,00

31 Tn. DT Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.250.400,00 Rp.10.472,00 Rp.705.619,00

32 NON- Ny. WH Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.213.200,00 Rp.10.472,00 Rp.671.419,00


CURCUMA
33 Tn. AD Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.319.600,00 Rp.10.472,00 Rp.777.819,00

34 RJ Tn.RF Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.319.600,00 Rp.10.472,00 Rp.777.819,00

35 Nn. AM Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.319.600,00 Rp.10.472,00 Rp.777.819,00

36 Ny. HY Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.287.600,00 Rp.10.472,00 Rp.745.819,00

37 Tn. AS Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.265.900,00 Rp.10.472,00 Rp.724.119,00

38 Ny. JS Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.313.400,00 Rp.10.472,00 Rp.771.619,00

55
39 Tn. NR Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.250.400,00 Rp.10.472,00 Rp.708.619,00

40 Tn. KR Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.250.400,00 Rp.10.472,00 Rp.708.619,00

41 Nn. MG Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.213.200,00 Rp.10.472,00 Rp.788.947,00

42 Tn. SM Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.319.600,00 Rp.10.472,00 Rp.777.819,00

43 Tn. YD Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.319.600,00 Rp.10.472,00 Rp.777.819,00

44 Tn. ZA Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.319.600,00 Rp.10.472,00 Rp.777.819,00

45 Ny. NS Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.560.600,00 Rp.25.452,00 Rp.1.033.799,00

46 Tn. AM Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.314.400,00 Rp.28.000,00 Rp.790.147,00

47 Tn. IA Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.516.400,00 Rp.28.000,00 Rp.992.147,00

48 Ny. DN Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.453.400,00 Rp.28.000,00 Rp.929.147,00

49 Tn. AI Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.560.600,00 Rp.28.000,00 Rp.1.036.347,00


RI
50 Ny. DT Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.516.400,00 Rp.28.000,00 Rp.992.147,00

51 Ny. LN Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.619.100,00 Rp.28.000,00 Rp.1.094.847,00

52 Ny. MR Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.540.200,00 Rp.28.000,00 Rp.1.015.947,00

53 Ny. NO Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.516.400,00 Rp.28.000,00 Rp.992.147,00

54 Tn.RN Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.675.900,00 Rp.53.592,00 Rp.1.063.839,00

56
∑ Rp.10.745.928,00 Rp.0,00 Rp.9.335.500,00 Rp.467.180,00 Rp.20.548.608,00

X Rp.447.747,00 Rp.0,00 Rp.388.979,00 Rp.19.465,00 Rp.856.192,00

57
LAMPIRAN 4

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA OBAT PADA PASIEN TB FASE


INTENSIF DI RSUD MADANI PALU DAN PUSKESMAS JEJARINGNYA

I. PERHITUNG % OUTCOME KLINIS TERAPI PENGONGOBATAN

Diketahui : n sampel = 54

1. n Pasien Curcuma = 30

- SGOT-SGPT-IMT Efektif = 30

- SGOT menurun 19, meningkat 8 (kategori

Normal), 3 Tetap.

- SGPT menurun 22, meningkat 5 (kategori

Normal), 3 tetap.

- IMT naik 30.

2. n Pasien Non-Curcuma = 24

- SGOT-SGPT-IMT Efektif = 22

- SGOT Menurun 6, Meningkat 15 (kategori

Normal tetap 1.

- SGPT menurun 7, meningkat 15


- IMT menurun 3, Meningkat 17, tetap 2.
- SGOT-SGPT-IMT Tidak Efektif =2
- SGOT-SGPT Meningkat (Tidak Normal),
IMT Menurun (kategori UW).

3. Biaya Pengobatan Pasien Curcuma =Rp.894.182,00

58
4. Biaya Pengobatan Pasien Non-Curcuma = Rp.856.192,00

Penyelesaian :

1. % Outcome klinis Pasien Curcuma

30
- Outcome efektif = 30 𝑋 100% = 100%

2. % Outcome klinis Pasien Non-Curcuma

22
- Outcome efektif = 24 𝑋 100% = 92%

2
- Outcome tidak efektif = 24 𝑋 100% = 8%

II. PERHITUNGAN ACER DAN ICER


1. Perhitungan ACER

Biaya Penggunaan Obat


ACER = 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑎𝑝𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑂𝑏𝑎𝑡

- ACER Pasien Curcuma


Rp.894.182,00
ACER = = Rp. 8.941,00
100%

- ACER Pasien Non-Curcuma


Rp.856.192,00
ACER = = Rp. 9.306,00
92%

2. Perhitungan ICER
∆Biaya Biaya Teknologi Baru−Biaya Pembanding
ICER = = 𝐸𝑓𝑒𝑘 𝑇𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑟𝑢−𝐸𝑓𝑒𝑘 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔
∆𝐸𝑓𝑒𝑘

Rp.894.182,00−Rp.856.192,00 Rp.37.990,00
- ICER = = = Rp.4.748,00
100%−92% 8%

59
LAMPIRAN 5

HASIL ANALISIS DATA STATISTIK PADA PASIEN TB FASE


INTENSIF DI RSUD MADANI PALU DAN PUSKESMAS JEJARINGNYA

1. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI
A. Jenis Kelamin

JenisKelamin

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Laki-Laki 32 59.3 59.3 59.3

Perempuan 22 40.7 40.7 100.0

Total 54 100.0 100.0

B. Usia

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 18-25 10 18.5 18.5 18.5

26-45 16 29.6 29.6 48.1

46-65 27 50.0 50.0 98.1

>65 1 1.9 1.9 100.0

Total 54 100.0 100.0

60
C. Pendidikan
Pendidikan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid SD 6 11.1 11.1 11.1

SMP 18 33.3 33.3 44.4

SMA 27 50.0 50.0 94.4

Perguruan Tinggi 3 5.6 5.6 100.0

Total 54 100.0 100.0

D. Pekerjaan
Pekerjaan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid IRT 15 27.8 27.8 27.8

PNS 4 7.4 7.4 35.2

Wiraswasta 20 37.0 37.0 72.2

Buruh 9 16.7 16.7 88.9

Tidak
Bekerja/Mahasiswa 6 11.1 11.1 100.0
/Pelajar

Total 54 100.0 100.0

61
E. Hasil Statistik

Statistics

JENIS
2. PE
KELAMIN UMUR PENDIDIKAN PEKERJAAN
N
G
N Valid 54 54 54 54
UJ
IA
Missing 0 0 0 0
N
N
ORMALITAS DATA SGOT, SGPT & IMT

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

SGOT SGPT IMT

N 54 54 54

Normal Parametersa Mean 22.2778 23.0370 17.2407

Std. Deviation 9.35750 1.111681 2.78768

Most Extreme Absolute .152 .126 .115

Differences Positive .152 .126 .115

Negative -.099 -.120 -.114

Kolmogorov-Smirnov Z 1.115 .922 .844

Asymp. Sig. (2-tailed) .166 .363 .474

a. Test distribution is Normal.

3. HASIL PAIRED T-TEST KADAR SGOT, SGPT & NILAI IMT


A. UJI PAIRED T-TEST KADAR SGOT CURCUMA

62
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 BASELINE SGOT 20.9333 30 8.29180 1.51387

EVALUASI SGOT 17.9333 30 6.17522 1.12744

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 BASELINE SGOT &


30 .614 .000
EVALUASI SGOT

B. UJI PAIRED T-TEST KADAR SGPT CURCUMA


Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference Sig.
Std. Std. Error (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 BASELINE
SGOT -
3.00000 6.63325 1.21106 .52310 5.47690 2.477 29 .019
EVALUASI
SGOT

Paired Samples Statistics

63
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair BASELINE
21.5333 30 12.68921 2.31672
1 SGPT

EVALUASI
16.8667 30 6.90693 1.26103
SGPT

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair BASELINE SGPT &


30 .698 .000
1 EVALUASI SGPT

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Difference (2-
Deviatio Std. Error tailed
Mean n Mean Lower Upper t df )

Pair 1 BASE
LINE
SGPT
- 4.66667 9.29343 1.69674 1.19644 8.13689 2.750 29 .010
EVAL
UASI
SGPT

C. U
JI PAIRED T-TEST NILAI IMT CURCUMA

64
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair BASELINE
15.5333 30 1.96053 .35794
1 IMT

EVALUASI
17.6667 30 1.97105 .35986
IMT

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 BASELINE IMT &


30 .877 .000
EVALUASI IMT

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Difference (2-
Deviati Error tailed
Mean on Mean Lower Upper t df )

Pair 1 BASEL
INE
IMT -
-2.13333 .97320 .17768 -2.49673 -1.76993 -12.006 29 .000
EVALU
ASI
IMT

D. UJI PAIRED T-TEST KADAR SGOT NON-CURCUMA

65
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 BASELIN
25.0000 24 10.78646 2.20178
E SGOT

EVALUAS
27.7083 24 9.91476 2.02384
I SGOT

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 BASELINE SGOT &


24 .841 .000
EVALUASI SGOT

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Difference (2-
Deviatio Error tailed
Mean n Mean Lower Upper t df )

Pair BASELI
1 NE
SGOT -
-2.70833 5.90121 1.20458 -5.20020 -.21647 -2.248 23 .034
EVALU
ASI
SGOT

E. UJI PAIRED T-TEST KADAR SGPT NON-CURCUMA

66
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 BASELINE
26.2917 24 11.15300 2.27660
SGPT

EVALUAS
30.7500 24 10.62503 2.16883
I SGPT

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 BASELINE SGPT &


24 .776 .000
EVALUASI SGPT

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Difference (2-
Deviatio Error taile
Mean n Mean Lower Upper t df d)

Pair BASELI
1 NE
SGPT -
-4.45833 7.31276 1.49271 -7.54624 -1.37043 -2.987 23 .007
EVALU
ASI
SGPT

D. UJI PAIRED T-TEST NILAI IMT NON-CURCUMA

67
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair BASELINE
16.2917 24 3.47011 .70833
1 IMT

EVALUASI
16.7083 24 3.53220 .72101
IMT

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 BASELINE IMT &


24 .969 .000
EVALUASI IMT

Paired Samples Test

Paired Differences

95%
Confidence
Interval of the
Std. Std. Difference Sig.
Mea Deviat Error (2-
n ion Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 BASELIN
- -
E IMT - - -
.416 .88055 .17974 2.31 23 .030
EVALUA .78849 .04484
67 8
SI IMT

68
4. ANALISIS INDEPENDENT T-TEST KADAR SGOT, SGPT & NILAI IMT
A. SGOT

Group Statistics

Std. Std.
Deviati Error
OBAT N Mean on Mean

EFEKTIVITAS CURCUMA 30 3.0000 6.63325 1.21106


SGOT
NON-CURCUMA 24 -2.7083 5.90121 1.20458

Independent Samples Test

Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Std. Interval of the
Sig. Mean Error Difference
(2- Differe Differe
F Sig. t df tailed) nce nce Lower Upper

EFEKTIVITAS Equal
SGOT variances .269 .606 3.298 52 .002 5.70833 1.73078 2.23526 9.18141
assumed

Equal
variances not 3.342 51.370 .002 5.70833 1.70812 2.27974 9.13693
assumed

69
B. SGPT
Group Statistics

Std. Std. Error


OBAT N Mean Deviation Mean

EFEKTIVI CURCUMA 30 4.7667 9.55450 1.74441


TAS SGPT
NON-
24 -4.3750 7.36509 1.50339
CURCUMA

Independent Samples Test

Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Sig. Std. Interval of the
(2- Mean Error Difference
taile Differenc Differe
F Sig. t df d) e nce Lower Upper

EFEKTI Equal
VITAS variances .000 .989 3.857 52 .000 9.14167 2.37018 4.38554 13.89779
SGPT assumed

Equal
variances 3.970 51.945 .000 9.14167 2.30285 4.52053 13.76280
not assumed

70
C. IMT

Group Statistics

Std. Error
OBAT N Mean Std. Deviation Mean

EFEKTIVITAS IMT CURCUMA 30 -1.7000 1.08755 .19856

NONCURCUMA 24 -.2083 .41485 .08468

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Sig. Std. Interval of the
(2- Error Difference
tailed Mean Differen
F Sig. t df ) Difference ce Lower Upper

EFEKTIV Equal variances


23.546 .000 -6.350 52 .000 -1.49167 .23490 -1.96304 -1.02030
ITAS IMT assumed

Equal variances
-6.910 38.887 .000 -1.49167 .21586 -1.92833 -1.05500
not assumed

71
LAMPIRAN 6

DOKUMENTASI PENELITIAN

Pengambilan data Rekam medik di RSUD Madani Palu dan Puskesmas


Jejaringnya

72
KOMITE ETIK

73
RIWAYAT HIDUP

Nama penulis Sitti Khadijah.R, penulis beragama


Islam. Penulis anak dari pasangan Abd.Rasyid dan
Nurdia yang lahir di Palu, Sulawesi Tengah pada
tanggal 19 Desember 1997. Penulis anak keempat dari
lima bersaudara.

Penulis mulai masuk sekolah sejak umur 7 tahun di


SDN Inpres 1 ujuna . Pada tahun 2010 penulis
melanjutkan pendidikan di MTSN Model Palu. Pada tahun 2013 penulis
melanjutkan pendidikan di SMK Nusantara Palu. Pada tahun 2016 melanjutkan
pendidikan di Universitas Tadulako di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (MIPA) di program studi Farmasi S1.

74
SURAT KETRRANGAN SELESAI MENELITI

75
76
77
SURAT KETERANGAN PUBLIKASI

78
COST EFFECTIVENESS ANALYSIS USING CURCUMA TABLETS ON
INSENTIVE PHASETUBERCULOSIS PATIENTS AT GENERAL
HOSPITAL MADANI PALU AND ITS NETWORKED
COMMUNITY HEALTH CENTER

Abstract

Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacteria Mycobacterium


tuberculosis. TB treatment is a fairly long treatment with the greater costs needed.
This study was designed to analyseantituberculosis drugs (OAT) with a
combination of Curcuma OAT-Tablets conducted at the Madani Hospital in Palu
and its Network Health Center, which aims to compare the average total cost of
therapy, as well as financial assistance that can be done with assistance
compatible with ACER. (Average cost effectiveness ratio) and ICER (Additional
Cost Effectiveness Ratio). The study was conducted prospectively using a total
sampling technique. The results of 54 adult patients newly diagnosed with
Intensive Phase TB were questioned 30 patients in the Curcuma group and 24
patients in the Non-Curcuma group received an average total total cost of
Rp.894,182.00 and Rp.856,192.00 with 100% clinical results and 92% % and
ACER value of Rp.8,941.00 and Rp.9,306.00 resulting in an ICER value of
Rp.4,748.00. Only Curve has the best treatment costs for Non-Curcuma, which is
based on treatments that are seen from the levels of SGOT, SGPT which are
increased or normal and the value of BMI increases with lower treatment costs.

Keywords: Tuberculosis, Curcuma, Cost Effectiveness Analysis

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN TABLET CURCUMA


PADA PASIEN TB FASE INTENSIF DI RSUD MADANI PALU DAN
PUSKESMAS JEJARINGNYA

Abstrak

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan TB merupakan pengobatan yang cukup
panjang yang berkaitan dengan biaya dibutuhkan semakin besar. Penelitian ini
dirancang untuk menganalisis efektivitas biaya obat antituberkulosis (OAT)
dengan kombinasi OAT-Tablet Curcuma yang dilaksanakan di RSUD Madani
Palu dan Puskesmas Jejaringnya yang bertujuan untuk menghitung rata-rata total
biaya terapi, menentukan efektivitas pengobatan serta menentukan biaya

79
pengobatan paling efektif berdasarkan nilai ACER (Average Cost effectiveness
Ratio) dan ICER (Incremental Cost-Effectiveness Ratio). Penelitian dilakukan
secara prospektif menggunakan teknik pengambilan sampel secara total sampling.
Hasil penelitian dari 54 pasien dewasa baru didiagnosa TB Fase Intensif
diantaranya 30 pasien kelompok Curcuma dan 24 pasien kelompok Non-Curcuma
memperoleh rata-rata total biaya sebesar Rp.894.182,00 dan Rp.856.192,00
dengan % outcome klinis 100% dan 92% serta nilai ACER Rp.8.941,00 dan
Rp.9.306,00 menghasilkan nilai ICER Rp.4.748,00. Hasil evaluasi biaya
menunjukkan bahwa terapi kelompok Curcuma memiliki biaya pengobatan paling
efektif dari pada Non-Curcuma berdasarkan efektivitas pengobatan dilihat dari
kadar SGOT, SGPT yang menurun atau normal serta nilai IMT mengalami
kenaikan dengan biaya pengobatan yang rendah.

Kata Kuci:Tuberkulosis, Curcuma, Cost Effectiveness Analysis

PENDAHULUAN makan Salah satu ramuan jamu yang


Tuberkulosis adalah suatu memiliki potensi sebagai vitamin
penyakit menular yang disebabkan penambah nafsu makan yaitu
oleh kuman Mycobacterium Rimpang Temulawak (Curcuma
tuberculosis. Gejala utama pasien xanthorrhiza) (Eva, 2015). Untuk
TBC paru yaitu batuk berdahak mengatasi gangguan fungsi hati
selama 2 minggu atau lebih yang disebabkan oleh penggunaan
(Kemenkes RI, 2018). OAT pada pasien TB diperlukan
Secara global pada tahun agen hepatoprotektor yang efektif
2017 terdapat sekitar 10,0 juta kasus Dan yang bersifat sebagai
TB didunia. Indonesia merupakan hepatoprotektor yaitu rimpang
negara yang mempunyai beban TB temulawak (Zulkarnain, Novianto
terbesar ke-2 di dunia setalah and Saryanto, 2017).
India(WHO, 2018). Dalam High Pengobatan TB merupakan
Burden Countries total biaya yang program pemerintah yang cukup
diperlukan untuk penanganan TB kompleks karena waktu pengobatan
sebanyak US$ 117 juta (Jefferson et yang cukup panjang yang berkaitan
al., 2015). Jumlah kasus baru TB di dengan biaya dibutuhkan semakin
Indonesia sebanyak 420.994 kasus besar (Sari et al., 2018). Dalam
pada tahun 2017 (Kemenkes RI, pengobatan TB juga diperlukan
2018). Di Indonesia sendiri biaya multivitamin berupa curcuma untuk
pengobatan pasien TB mencapai Rp. mengatasi penurunan nafsu makan
1.843.537 dengan sebagian besar pasien TB serta mengatasi efek
dihabis-kan pada biaya obat (Sari et samping dari penggunaan obat anti
al., 2018). tuberkulosis terhadap fungsi hati
Untuk mengatasi perubahan pasien.
penurunan berat badan pada pasien Berdasarkan uraian diatas
TB dibutuhkan vitamin yang dapat maka perlu dilakukan penelitian
membantu menaikan berat badan analisis efektivitas biaya terhadap
pasien dengan meningkatkan nafsu penambahan tablet curcuma pada

80
pasien TB fase intensif dengan kombinasi OAT-Tablet Curcuma
mengkaji efektivitas terapi (Kelompok Curcuma).
pemberian tablet curcuma terhadap
kadar AST dan ALT serta pengaruh Teknik pengambilan sampel
nilai IMT. Sehingga diharapkan yang digunakan adalah teknik total
dapat dilihat perbandingan biaya sampling. Teknik analisis data yang
yang efektif dengan menghasilkan digunakan dalam penelitian
efektivitas terapi yang besar terhadap mendeskripsikan karakteristik setiap
pemberian tablet curcuma pada variable yang meliputi karakteristik
pasien TB fase intensif. demografi (jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, dan pekerjaan),
efektivitas pengobatan (nilai SGOT
dan SGPT menjadi normal dan
METODE PENELITIAN mengalami penurunan serta nilai
Jenis penelitian ini yaitu IMT mangalami kenaikan setelah
penelitian deskriptif dilakukan secara dievaluasi berdasarkan standar
prospektif dengan menggunakan data pemeriksaan laboratorium dan diuji
sekunder berupa rekam medik dan menggunakan analisis uji statistik
memenuhi kriteria inklusi dan independent t-test), perhitungan
ekslusi. Kriteria inklusi : semua biaya (obat, laboratorium, dan obat
pasien baru yang didiagnosa penunjang), kemudian data yang
tuberkulosis yang menjalani diperoleh dihitung menggunakan
pengobatan di RSUD Madani Palu CEA (Cost Effectiveness Analysis)
dan Puskesmas Jejaringnya, pasien berdasarkan nilai ACER (Average
dewasa usia ≥ 18 tahun, pasien TB Cost effectiveness Ratio) dan ICER
yang memiliki data SGOT, SGPT (Incremental Cost Analysis Ratio).
dan nilai IMT (awal dan evaluasi),
pasien TB diterapi tablet Curcuma
dan yang tidak diterapi tablet
Curcuma serta mempunyai bukti HASIL PENELITIAN
pembayaran pengobatan. Kriteria
ekslusi : pasien TB kambuhan yang Total pasien TB Fase Intensif
menerima terapi OAT, Pasien baru baru didiagnosa sebanyak 54 pasien
penderita TB yang mengkonsumsi diantaranya 30 orang yang
obat lain yang berpengaruh pada menggunakan pengobatan kombinasi
fungsi hati dan BB, pasien OAT-Tablet Curcuma (Pasien
meninggal.
kelompok Curcuma) dan 24 orang
Waktu penelitian berlangsung
pada bulan Juli sampai dengan yang menggunakan OAT (Pasien
Oktober 2019. Penelitian ini kelompok Non-Curcuma) yang
dilaksanakan di RSUD Madani Palu memenuhi kriteria inklusi dan
dan Puskesmas jejaringnya. Sampel eksklusi.
diperoleh dari data rekam medik
pasien baru yang didiagnosa TB Fase Tabel 1 Distribusi karakteristik
Intensif dan bukti pembayaran
demografi pasien TB Fase Intensif
pengobatan berupa biaya medis
langsung dari penggunaan OAT yang menjalani pengobatan di RSUD
(Kelompok Non-Curcuma) dan Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya.

81
Karakteristik Jumlah Persentase sehingga lebih mudah terkena
Demografi (n=54) (%) penyakit TB paru.
Kemudian untuk usia 46-65
Jenis Kelamin
tahun (50%) dan urutan kedua
a. Laki-laki 32 59 terbanyak yaitu usia 26-45 tahun. Hal
b. Perempuan
22 41
ini menunjukkan bahwa penyakit TB
tidak hanya menyerang pada usia
Usia non-produktif dengan penurunan
a. 18-25 10 18 imunitas tubuh tetapi pada kelompok
b. 26-45 usia produktif juga rentan terserang
c. 46-65 16 30
d. >65 TB karena pada usia tersebut banyak
27 50 melakukan aktivitas fisik. Pada
1 2
penelitian (Andayani and Astuti,
2017) prediksi risiko untuk terkena
Tingkat Pendidikan TB paru terletak pada masa usia
a. SD 6 11 produktif dan lansia yaitu umur 15-
b. SMP 59 dan >60 tahun. Pada umur
c. SMA 18 33
d. Perguruan tersebut mempunyai karakteristik
tinggi 27 50 yang berbeda-beda. Pada umur 15-59
3 6 tahun termasuk orang yang
produktif. Orang yang produktif
Pekerjaan
memiliki resiko 5-6 kali untuk
a. IRT 14 26 mengalami kejadian TB paru, hal ini
b. PNS karena pada kelompok usia produktif
c. Wiraswasta 4 7
d. Buruh setiap orang akan cenderung
e. Lainnya 21 39 beraktivitas tinggi, sehingga
9 17 kemungkinan terpapar kuman
Micobacterium tuberculosis lebih
6 11
besar, selain itu yang cenderung
Berdasarkan karakteristik terjadi pada usia produktif. Pada
demografi untuk jenis kelamin laki- umur >60 tahun tergolong lansia
laki sebanyak 32 (59%) dan 22 yang mempunyai kekebalan menurun
pasien berjenis kelamin perempuan seiring dengan proses menua maka
(41%). Data tersebut menunjukkan seluruh fungsi organ mengalami
bahwa angka kejadian TB lebih penurunan, kemampuan untuk
banyak terjadi pada laki-laki dan melawan kuman micobacterium
mayoritas pasien TB yang menjalani tuberculosis lemah sehingga kuman
pengobatan di RSUD Madani, mudah masuk kedalam tubuh lansia.
Puskesmas Mamboro, dan Kemudian untuk tingkat
Puskesmas Tawaeli adalah perokok pendidikan diperoleh tamatan SMA
aktif. Sesuai dengan penelitian 27 pasien (50%). Tingkat pendidikan
(Dotulong, Sapulete and Kandou, seseorang akan berpengaruh terhadap
2015) menyatakan, Dimana laki-laki pengetahuan yang berdampak ke cara
lebih banyak yang merokok dan perilaku hidup bersih dan sehat
minum alcohol dibandingkan dengan (Ruditya, 2015) sedangkan menurut
perempuan, merokok dan alcohol (Wibowo, 2016) bahwa tingkat
dapat menurunkan imunitas tubuh pendidikan tinggi berpengaruh dalam
kewaspadaan seseorang terhadap

82
penularan suatu penyakit, namun hal Tabel 2 Hasil rats-rata kadar
ini tidak selalu menjadi parameter efektivitas nilai SGOT, SGPT dan
karena terlihat dari data diatas masih IMT berdasarkan nilai baseline
terdapat pasien dengan pendidikan
hingga evaluasi pasien TB Fase
perguruan tinggi dengan persentase
9% dan untuk tamatan SD dan SMP Intensif di RSUD Madani Palu dan
nilai persentase nya lebih rendah Puskesmas Jejaringnya.
dibandingkan SMA hal ini PEMERIKSAAN
menunjukkan bahwa Semakin tinggi
SGOT(U/L) SGPT(U/L) IMT
tingkat pendidikan tidak selalu

PENGOBATAN
diiringi dengan semakin baik tingkat
kepatuhan minum obatnya. Hal ini
disebabkan tidak selamanya
penderita dengan pendidikan rendah
tingkat pengetahuannya tentang TB B E S B E S B E S

Paru rendah dan tidak semua yang Curc 20, 17 21, 16, 15, 18,
berpendidikan tinggi memiliki uma 9 ,9 -3 5 8 -4,7 9 1 2,2

pengetahuan yang tinggi tentang TB Non


Paru. Oleh karena itu petugas perlu -
Curc 27 26, 30, 16, 17,
untuk selalu memberikan informasi uma 25 ,7 2,7 2 7 4,5 8 2 0,4

tentang bagaimana cara minum obat Ket: B:Basline; E: Evaluasi; S:Selisih


dan berapa lama pengobatan yang
harus dijalani pasien, setiap Efektivitas kadar SGOT,
menyerahkan obat kepada penderita SGPT dan nilai IMT dipaparkan
(Zubaidah and Setyaningrum, 2015).
dalam tabel 2. Berdasarkan hasil
Kemudian untuk pekerjaan
diperoleh Wiraswasta sebanyak 21 penelitian diperoleh pada kadar
pasien (39%). Seperti pada penelitian SGOT dan SGPT pada pasien
(Ismah and Novita, 2017) bahwa kelompok Curcuma menurun dengan
pasien TB paling banyak pada rata-rata penurunan menjadi 17,9
pekerja kasar. Orang dewasa rentan U/L dan 16,8 U/L dan untuk nilai
terhadap TB. Salah satu IMT pada pasien kelompok curcuma
penyebabnya karena faktor aktivitas
naik dengan nilai rata-rata menjadi
pekerjaan mereka yang banyak
terpapar TB. Selain itu pekerja kasar 18,1.
rentan terhadap kelelahan. Faktor Sedangkan pada pasien
kelelahan fisik pekerjaan dapat kelompok non-curcuma
menyebabkan imunitas menurun dan menunjukkan data baseline kadar
mudah terserang infeksi. Penelitian SGOT dan SGPT yang normal dan
(Ikadini, 2018) terdapat 17 pasien setelah di evaluasi pasca terapi fase
(48,6%) bekerja sebagai wiraswasta.
intensif meningkat cukup tinggi
Mayoritas pekerja wiraswasta
memiliki motivasi tinggi untuk dengan nilai rata-rata 27,7 U/L dan
bekerja dalam memenuhi kebutuhan 30,7 U/L dan untuk nilai IMT pada
ekonomi tetapi hal ini dapat pasien kelompok non-curcuma juga
mempengaruhi faktor resiko naik dengan rata-rata 17,2.
dilingkungan kerja khususnya dalam
hal kesehatan.

83
Tabel 3 Evaluasi Pemeriksaan kelompok Curcuma sebesar 27%,
SGOT, SGPT dan nilai IMT Pasien kemudian untuk kadar SGPT
TB Fase Intensif di RSUD Madani diperoleh hasil untuk pasien
kelompok Non-Curcuma lebih besar
Palu dan Puskesmas Jejaringnya.
yaitu 71% dibandingkan dengan
Pengobatan pasien kelompok Curcuma sebesar
17%, dan untuk nilai IMT sendiri
Pemeriksaan

Curcuma Non-Curcuma
Kategori
pada pasien kelompok Curcuma
Jumlah Jumlah
(n) % (n) % mengalami peningkatan nilai IMT
100% sedangkan untuk hasil yang
Menurun 19 63 6 25
diperoleh pasien kelompok Non-
SGOT Meningkat 8 27 17 71 Curcuma 71%. Data diatas juga
Tetap 3 10 1 4 menunjukkan ada beberapa pasien
yang kadar SGOT,SGPT, maupun
Menurun 22 73 7 29
nilai IMT yang hasilnya tidak
SGPT Meningkat 5 17 17 71 mengalami perubahan yaitu pada
Tetap 3 10 - -
kadar SGOT pasien kelompok
Curcuma sebesar 10%, sedangkan
Menurun - - 5 21
pada pasien kelompok Non-Curcuma
IMT Meningkat 30 100 17 71 Sebesar 4%, kemudian untuk kadar
Tetap - - 2 8
SGPT pada pasien kelompok
Curcuma diperoleh sebesar 10%,
sedangkan pada pasien kelompok
Non-Curcuma semuanya mengalami
Tabel 3 menunjukkan data perubahan kadar SGPT, dan untuk
evaluasi pemeriksaan SGOT, SGPT nilai IMT yang tidak mengalami
dan nilai IMT yang dipaparkan perubahan yaitu pada pasien
dalam bentuk persentase. kelompok Non-Curcuma sebesar 8%
Berdasarkan hasil yang diperoleh sedangkan pada pasien kelompok
penurunan kadar SGOT pasien Curcuma semuanya mengalami
kelompok Curcuma 63% lebih baik perubahan nilai IMT.
dibandingkan pasien kelompok Non-
Curcuma sebesar 25%, kemudian Hal ini menunjukkan bahwa
untuk kadar SGPT diperoleh pasien Tablet Curcuma dapat
kelompok Curcuma sebesar 73% mempertahankan kadar SGOT dan
lebih baik dibandingkan pasien SGPT menjadi normal kembali
kelompok Non-Curcuma sebesar meskipun telah dikombinasikan
29%, dan untuk nilai IMT pasien dengan OAT yang memiliki
kelompok Curcuma tidak mengalami beberapa zat aktif bersifat
penurunan yang artinya lebih baik hepatotoksik seperti isoniazid,
dibandingkan pasien kelompok Non- rifampisin, dan pirazinamid. Serta
Curcuma yang masih mengalami Tablet Curcuma juga mampu
penurunan pada beberapa pasien membantu meningkatkan nilai IMT
sebesar 21%. pasien TB lebih besar.

Sedangkan untuk peningkatan


kadar SGOT pada pasien kelompok
Non-Curcuma lebih besar yaitu 71%
dibandingkan dengan pasien

84
Tabel 4 Analisis Independent t-test SGPT sebesar 0,00 <0,05 hal ini
selisih kadar SGOT, SGPT dan nilai berarti terdapat perbedaan yang
IMT sebelum dan setelah evaluasi signifikan dari awal pengobatan fase
Pasien TB Fase Intensif di RSUD
intensif hingga evaluasi setelah 56
Madani Palu dan Puskesmas
Jejaringnya hari pengobatan. Sedangkan untuk
hasil p-valuenilai IMT sebesar
0,00>0,05 hal ini juga menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan
Variabel

Rata- Standar p-value


Pengobatan dari awal pengobatan fase intensif
rata Deviasi
hingga evaluasi setelah 56 hari
pengobatan.
Curcuma -3 6,6
SGOT
Non-
0,002 Tabel 5 Distribusi Biaya Medik
Curcuma 2,7 5,9 Langsung Pasien TB Fase Intensif di
Curcuma -4,7 9,5 RSUD Madani Palu dan Puskesmas
SGPT 0,00 Jejaringnya.
Non-
Curcuma 4,5 7,3
Biaya Medik Langsung
Curcuma 2,2 1,8
Pen Biaya Biaya
IMT 0,00
Non- gob Laboratoriu
Curcuma 0,4 0,4 atan Obat m Biaya
Obat
Penunjang

Tabel 4 menunjukkan selisih Curc


uma 514.947,00 365.826,00 13.408,00
penurunan pada kadar SGOT pasien
kelompok Curcuma rata-rata 3 Non
-
sedangkan untuk kadar SGOT pada Curc
pasien kelompok Non-Curcuma uma 447.747,00 388.979,00 19.465,00
sebesar -2,7 kemudian untuk kadar
SGPT pasien kelompok Curcuma
sebesar 4,7 sedangkan untuk pasien Biaya pengobatan adalah
kelompok Non-Curcuma sebesar -4,5 biaya obat OAT dan tablet curcuma
dan untuk nilai IMT pasien yang digunakan pasien tuberculosis
kelompok Curcum diperoleh nilai 2,2 diRSUD Madani Palu dan
sedangkan untuk pasien kelompok Puskesmas Jerjaringnya.
Non-Curcuma sebesar 0,4. Hal ini Berdasarkan tabel diatas biaya obat
menunjukkan adanya penurunan pasien kelompok Curcuma lebih
kadar SGOT dan SGPT pada banyak dibandingkan biaya pasien
kelompok uji sedangkan pada kelompok Non-Curcuma. Hal ini
kelompok kontrol menunjukkan disebabkan 30 pasien diberikan
adanya kenaikan kadar SGOT dan tambahan tablet Curcuma selama
SGPT. Hasil dari p-value kadar terapi pengobatam fase intensif
SGOT sebesar 0,002 < 0,05 dan berjalan dibandingkan dengan

85
kelompok pasien Non-Curcuma yang diatas diperoleh nilai rata-rata
hanya 24 orang mengkonsumsi OAT pengeluaran biaya laboratorium
secara tunggal tanpa ada terapi pasien kelompok Non-Curcuma lebih
pemeliharaan fungsi hati seperti besar dibandingkan dengan
kelompok uji penambahan Tablet kelompok Curcuma. Hal ini
Curcuma. Berdasarkan penelitian disebabkan karena setiap pasien
yang dilakukan oleh (Sabila, 2016) melakukan tes laboratorium yang
biaya OAT adalah biaya obat anti berbeda dan kebutuhan dokter dalam
tuberculosis yang dikeluarkan untuk menilai adanya penyakit penyerta
menebus obat yang telah diresepkan yang belum diketahui sebelumnya
dokter. Dari hasil penelitian sehinga data laboratorium beragam
diperoleh rata-rata untuk biaya OAT pula yang ditemukan. Berdasarkan
ialah sebesar Rp.113.250,00 selain kajian retrospektif oleh (Sabila,
itu terdapat biaya diluar OAT ialah 2016) menyatakan bahwa biaya
biaya yang dikeluarkan guna pemeriksaan laboratorium yang
memperoleh obat tambahan ataupun dikeluarkan pasien adalah biaya
multivitamin guna mengatasi gejala terbesar dibandingkan dengan biaya
efek samping obat antituberculosis yang lain.
yang tidak diinginkan sebesar
Rp.12.205,00 sedangakan pada Biaya obat penunjang adalah
penelitian (Sari et al., 2018)biaya biaya seluruh obat-obat yang
rata-rata perbulan pasien tuberculosis digunakan pasien selama menerima
sebesar Rp307.256. adanya terapi pengobatan baik pada
perbedaan antar peneliti diakibatkan kelompok Curcuma maupun
harga OAT yang digunakan kelompok Non-Curcuma,
mempunyai perbedaan harga antar berdasarkan data diatas menunjukkan
kota dan perbedaan waktu. bahwa biaya obata penunjang yang
digunakan oleh kelompok pasien
Biaya laboratorium adalah non-curcuma lebih besar
biaya tes laboratorium terhadap dibandingkan dengan kelompok
pasien tuberculosis di RSUD Madani pasien curcuma, hal ini dikarenakan
Palu dan Puskesmas Jejaringnya. perbedaan kebutuhan obat yang
Pemeriksaan ini diantaranya test diresepkan dari dokter untuk masing-
sputum BTA, kadar SGOT dan masing pasien. Obat yang paling
SGPT, GDS (Gula Darah Sewaktu), sering diresepkan oleh doketr ialah
Hematologi Rutin, MCH (Mean Vitamin B6. Pemberian terapi
Corspucular Hemoglobin), MCHC vitamin B6 telah tepat Karena
(Mean Corspucular Hemoglobin berdasarkan (kemenkes, 2014) pada
Concentration), Kreatinin,Urea, kasus penyakit tuberculosis akan
pemeriksaan elektrolit lengkap, diberikan terapi beberapa obat yang
albumin, Widal Dan HbsAg(hepatitis dapat mengatasi gejala simtomatik
B surface Agent). Berdasarkan data yang muncul akibat mengkonsumsi

86
obat antituberkulosis berdampak ditangan. Pada penelitian yang
pada defisiensi Pyridoxin (Vitamin dilakukan oleh (Sabila, 2016)
B6) didalam tubuh oleh karena itu memperoleh biaya rata-rata
vitmin B6 direkomendasikan untuk Rp.12.205,00 untuk biaya
mengatasi efek samping dari penggunaan obat selainOAT yaitu
isoniazid seperti rasa kesemutan dan penggunaan vitamin B6.
rasa terbakar dikaki ataupun

Tabel 6 Hasil analisa ACER (Average Cost effectiveness Ratio) terhadap total
biaya rata-rata penggunaan obat pasien TB Fase Intensif di RSUD Madani Palu
dan Puskesmas Jejaringnya.

% Total
Total Biaya Rata-rata
Jenis Pengobata Outcome ACER (C/E) (Rp)
(Rp) (C)
(E)

Curcuma 894.182,00 100 8.941,00

Non-Curcuma 856.192,00 92 9.306,00

Tabel 7 Hasil analisa ICER (Incremental Cost-Effectiveness Ratio) terhadap total


biaya rata-rata penggunaan obat pasien TB Fase Intensif di RSUD Madani Palu
dan Puskesmas Jejaringnya.

Total Biaya %Total ICER


Jenis ∆E
Rata-rata Outcome ∆C (Rp) (∆C/∆E)
Pengobatan (%)
Pengobatan (Rp) (%) (Rp)

Curcuma 894.182,00 100


37.990,00 8 4.748,00
Non-Curcuma 856.192,00 92

Pada Tabel 6 menguraikan hasil analisa ACER dan diperoleh nilai ACER
kelompok terapi Curcuma dan terapi Non-Curcuma. Nilai ACER kelompok
Curcuma menghasilkan % outcome klinis 100% sebesar Rp 8.941,00 sedangkan
untuk kelompok Non-Curcuma menghasilkan % outcome klinis 92% sebesar Rp
9.306,00. Hal ini dapat menunjukan adanya perbedaan ACER pada kedua
kelompok terapi. Kelompok terapi Curcuma diperoleh harga ACER lebih kecil
dibandingkan kelompok Non-Curcuma. Oleh karena itu dapat dinyatakan
kelompok terapi Curcuma lebih cost effective atau memiliki biaya paling efektif
dibandingkan dengan kelompok terapi Non-Curcuma. Menurut (Andayani, 2013)

87
suatu alternative yang paling murah untuk mendapatkan tujuan terapi yang
spesifik namun dalam hal ini optimalisasi biaya yang dihasilkan dari intervensi
mampu memberikan efektivitas terhadap outcome clinis yang diperoleh oleh
pasien kemudian untuk nilai ICER diuraikan dalam table 7 diperoleh biaya
sebesar Rp.4.748,00. Intepretasi dari nilai ICER diartikan sebagai besarnya biaya
tambahan yang diperlukan pengobatan kelompok Non-curcuma untuk
memperoleh 1% outcome dari pengobatan kelompok Curcuma.

Andayani, S. and Astuti, Y. (2017)


‘Prediksi Kejadian Penyakit
KESIMPULAN
Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Dari hasil penelitian Usia Di Kabupaten Ponorogo
diperoleh diperoleh evaluasi biaya Tahun 2016-2020’, Indonesian
yang paling efektif adalah kelompok Journal for Health Sciences,
pasien Curcuma (kombinasi OAT
1(2), pp. 29–33.
dan Tablet Curcuma) dibandingkan
kelompok pasien Non-Curcuma
(OAT).
Annisa R. (2015). Perbedaan Kadar
SGPT Pada Pasien
DAFTAR PUSTAKA Tuberkulosis Paru Sebelum
dan Sesudah Fase Intensif Di
Aminah, S. (2013) ‘Perbedaan Kadar
Poliklinik Paru Arifin Achmad
SGOT , SGPT , Ureum , dan
Pekanbaru.JOM FK Volume 2.
Kreatinin Pada Penderita TB
Paru Setelah Enam Bulan
Pengobatan Different Levels
SGOT , SGPT , urea , and Candra, A. A. (n.d.). (2013).
creatinine Pulmonary TB In Aktivitas Hepatoprotektor
Six Months After Treatment’, Temulawak pada Ayam yang
perbedaan kadar SGOT, Diinduksi Pemberian
SGPT, Ureum, dan kreatinin Parasetamol Hepatoprotector
pada penderita TB paru Activity of Curcuma in
setelah enam bulan Chickens was Induced By
pengobatan, 2(1), pp. 260–269. Paracetamol. 13(2), 137–143.

Clarasanti, I. (2016). Gambaran


enzim transaminase pada
Andayani, T, M.
pasien tuberkulosis paru yang
(2013).Farmakoekonomi
diterapi dengan obat-obat anti
Prinsip dan Metodologi.
tuberkulosis di RSUP Prof. Dr.
Yogyakarta: Bursa Ilmu.
R. D. Kandou Manado. e-
CliniC.1–6.

88
Dotulong, J. F. J., Sapulete, M. R.
Jefferson, C. et al. (2015). TB
and Kandou, G. D. (2015)
Diagnostics Market in Select
‘Hubungan Faktor Risiko
High-Burden Countries :
Umur, Jenis Kelamin Dan
Kepadatan Hunian Dengan Current Market and Future
Kejadian Penyakit Tb Paru Di Opportunities for Novel
Desa Wori Kecamatan Wori’, Diagnostics.Unitaid.
Jurnal Kedokteran Komunitas
Dan Tropik, 3(2), pp. 57–65.
Juliarta, I. G. et al. (2018).
Gambaran Hepatotoksisitas
Eva, D. D. (2015). Potential Extract (ALT/AST) Penggunaan Obat
Curcuma (Curcuma Anti Tuberkulosis Lini Pertama
xanthorrizal Roxb) As Dalam Pengobatan Pasien
AntibacterialsSub-divisi Tuberkulosis Paru Rawat Inap
Rimpang Temulawak ( di RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2014 Program Studi
Curcuma’, 4, pp. 5–11.
Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas
Hariana, A (2013). Tumbuhan Obat
dan Khasiatnya. Jakarta. pppUdayana. SMF Pat. 7(10).
Penebar Swadaya.

Ikadini, N. (2018). Gambaran Kemenkes RI. (2014). Pedoman


Pengetahuan Tentang Nasional Pengendalian
Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis. Kementrian
Tuberkulosis Sesuai Jadwal Di Kesehatan RI.
Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM)
Surakarta. Skripsi. Surakarta.
Kemenkes RI. (2018) ‘Pusat Data
Fakultas Ilmu Kesehatan
dan Informasi Tuberkulosis’,
Universitas Muhammadiyah
InfoDATIN. doi: 2442-7659.
Surakarta.

Kusumaningtyas, I. K. N.
Ismah, Z. and Novita, E. (2017).
munifYasin; R. anggar (2016)
Studi Karakteristik Pasien
‘Anti-tuberkulosis’, pp. 1–212.
Tuberkulosis Di Puskesmas
Seberang Ulu 1 Palembang.
Unnes Journal of Public
Health, 6(4), pp. 218–224. Laili U. (2013). Pengaruh Pemberian
Temulawak (Curcuma

89
xanthorrhiza Roxb) Dalam
Bentuk Kapsul Terhadap Kadar
Nurwitasari, A., Wahyuni U, C.
SGPT (Serum Glutamat
(2015). Pengaruh Status Gizi
Piruvat Transaminase) dan
dan Riwayat Kontak Terhadap
SGOT (Serum Glutamat
Oksaloasetat Transaminase) Kejadian Tuberkulosis di
Pada Orang Sehat. Skripsi. Kebupaten Jember.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Departemen Epidemiologi
Pengetahuan Alam. Universitas Fakultas Kesehatan
Negeri Yogyakarta. Masyarakat Universitas
Airlangga. Surabaya.

Mulyani H., Widyastuti H., S.,


Ekowati I., V. (2016). Putri, wina asri, Munir, S. melati
Tumbuhan Herbal Sebagai and Christiano, E. (2016).
Jamu Pengobatan Tradisional Gambaran Status Gizi Pada
Terhadap Penyakit Dalam Pasien Tuberkulosis Paru Yang
Menjalani Rawat Inap’, Jurnal
Serat Primbon Jampi Jawa Jilid
Gizi, 3(2), pp. 1–16.
1. Jurnal Penelitian Humaniora,
Vol. 21, No. 2, 73-91.

Nizma A., Humaidah N., Suryanto Ruditya, N., D. (2015). Hubungan


D. (2016). Pengaruh Tingkat Antara Karakteristik Penderita
Pemberian Temulawak TB Dengan Kepatuhan
(Curcuma xanthorriza) Pemeriksaan Dahak Selama
Sebagai Obat Cacing Herbal Pengobatan. Jurnal Berkala
Terhadap Jumlah Telur Cacing Epidemiologi. Vol 3 (2): 122-
Haemonchus contortus dan 133
Pertambahan Berat Badan
Domba. Program S1
Peternakan1, Dosen Peternakan
Said, A. (2007). Khasiat dan Manfaat
Universitas Malang.
Temulawak. Jakarta: PT.Sinar
Wadja Lestari.

Nurkumalasari, N., Wahyuni, D. and


Ningsih, N. (2016). Hubungan
Sabila, D. (2016). Analisis Biaya
Karakteristik Penderita
Pengobatan Berdasarkan
Tuberkulosis Paru dengan
Clinical Pathway Tuberculosis
Hasil Pemeriksaan Dahak di
Paru di RSUD Sultan Syarif
Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal
mohamad Alkadrie Kota
Keperawatan Sriwijaya, 3(2),
Pontianak. Skripsi Fakultas
pp. 51–58.

90
Kedokteran Universitas Universitas Muhammadiyah
Tanjungpura. Pontianak. Surakarta.

Safithri, F. (2018) ‘Diagnosis TB Widoyono. (2011). Penyakit Tropis :


Dewasa dan Anak Berdasarkan Epideomiologi, Penularan,
ISTC (International Srandard Pencegahan dan
for TB Care)’, Saintika Pemberantasannya. Jakarta:
Medika, 7(2). Erlangga.

Sari, I. D. et al. (2018). Analisis World Health Organization. (2018).


Biaya Tuberkulosis Paru Global Tuberculosis Report.
Kategori Satu Pasien Dewasa Switzerland.
di Rumah Sakit di DKI Jakarta.
Jurnal Kefarmasian Indonesia.
doi:44-54. Zubaidah, T. and Setyaningrum, R.
(2015) ‘Karakteristik Penderita
TB Paru Pengguna Obat Anti
Sukandar, E., Retnosari, A., Joseph, Tuberkulosis (OAT) Di
I, S., Adayana, K, I., Adji, P, Indonesia’, Jurnal Publikasi
S., Kusnandar. (2013). ISO Kesehatan Masyarakat
Farmakoterapi. Jakarta: PT. Isfi Indonesia, 2(1), pp. 51–56.
Penerbitan

Zulkarnain, Z.-, Novianto, F.- and


Wahyunigrum. (2018). Hubungan Saryanto, S.- (2017) ‘Uji
Kepatuhan Minum Obat Anti Klinik Fase II Ramuan Jamu
Tuberkulosis (OAT) Dengan sebagai Pelindung Fungsi
status Gizi Pasien TBC Paru Hati’, Buletin Penelitian
Fase Intensif di BBKPM Kesehatan, 45(2), pp. 125–136.
Surakarta. Skripsi. Fakultas doi:.125-136.
Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Wibowo, T., A. (2016). Karakteristik


TB Paru Di Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat
Surakarta. Skripsi. Surakarta:
Fakuktas Ilmu Kesehatan

91
SK PEMBIMBING

92
93
94
95
96
97

Anda mungkin juga menyukai