Anda di halaman 1dari 81

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

R DENGAN DIAGNOSIS
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG CEMARA
RUMAH SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH :

MUCHAMMAD RIDHO CANDRA PRATAMA


NPM : 1830702033

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN DIAGNOSIS
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG CEMARA
RUMAH SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH:

MUCHAMMAD RIDHO CANDRA PRATAMA


NPM: 1830702033

Laporan Tugas Akhir


Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan pada
Universitas Borneo Tarakan

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN 2021

i
i
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diujikan pada tanggal 17 Juni 2021


Dan disetujui untuk disusun sebagai Laporan Tugas Akhir dengan judul

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN DIAGNOSIS


DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG CEMARA
RUMAH SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

Tim Penguji :

1. Dewi Wijayanti, S.Kep,.Ns,.M.Kep (.........................................)


NIDN. 1115028602

2. Hendy Lesmana, S.Kep.Ns., M.Kep (.........................................)


NIP. 197602131999031002

3. Paridah, S.Kep.,Ns.,M.Kep (.........................................)


NIP. 19780208200312206

Ketua Jurusan Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan

Alfianur, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIP. 197908232005021004

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Laporan Tugas Akhir dengan judul “ Asuhan keperawatan pada Tn. R dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan
Provinsi Kalimantan Utara”.
Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan program pendidikan Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan. Laporan Tugas Akhir ini disusun setelah mahasiswa
mengikuti ujian akhir program tahap satu di Rumah Sakit dan mahasiswa
diharuskan mengelola sebuah kasus dalam bentuk asuhan keperawatan. Selama
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini penulis banyak mengalami hambatan dan
kesulitan, namun berkat bimbingan dan bantuan dari banyak pihak, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Allah SWT serta junjungan Nabi Muhammad SAW.
2. Prof. Dr. Adri Patton M.Si, selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan.
3. Dr. Joko Haryanto, MM, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Kota Taakan
beserta segenap jajaranya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan praktik dan mengambil kasus di Rumah Sakit Umum Kota Tarakan.
4. Sulidah, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Borneo Tarakan yang telah memberikan motivasi selama penulis mengikuti
perkuliahan di Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Borneo Tarakan.
5. Retnowati, SST., M.Keb, selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan.
6. Alfianur, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Borneo Tarakan yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk dapat mengikuti ujian akhir program ini sampai dengan

iv
selesai.

7. Paridah S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Ketua Prodi D3 Jurusan Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan dan selaku dosen
pembimbing satu yang dengan kesabaran dan keuletan beliau dalam
mengarahkan dan membimbing penulis selama proses laporan tugas akhir ini
serta selaku dosen penguji tiga Laporan Tugas Akhir ini.
8. Fitriya Handayani, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Jurusan Keperawatan
yang telah memberikan semangat dan motivasi yang sangat bermanfaat kepada
penulis dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
9. Ahmat Pujianto, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Penasehat Akademik yang telah
membimbing dan memberikan motivasi selama menuntut ilmu di jurusan
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.
10. Najihah, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku dosen pembimbing dua yang dengan
kesabaran dan keuletan beliau dalam mengarahkan dan membimbing penulis
selama proses Laporan Tugas Akhir ini.
11. Dewi Wijayanti S.Kep, Ns., M.Kep, selaku penguji satu pada ujian akhir
program yang dengan kesabaran dan keuletan beliau dalam mengarahkan dan
membimbing penulis selama proses laporan tugas akhir.
12. Hendy Lesmana S.Kep, Ns., M.Kep, selaku penguji dua pada ujian akhir
program yang dengan kesabaran dan keuletan beliau dalam mengarahkan dan
membimbing penulis selama proses laporan tugas akhir.
13. Ari Rusdianto, A.Md.Kep, selaku pembimbing dilahan praktik rumah sakit
yang telah memberikan bimbingan, masukan, serta dukungannya kepada
penulis saat melaksanakan ujian akhir program di Rumah Sakit Umum Kota
Tarakan.
14. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan.terima kasih atas dukungan, bantuan, dan
bimbingannya selama ini.
15. Klien Tn. R atas kerjasamanya sehingga penulis tidak banyak mendapat
kendala dalam memperoleh data dan memberikan asuhan keperawatan sebagai
klien binaan.

v
16. Kedua orang tua tercinta Bapak Trimo dan Ibu Meri Navatul serta adek saya
Achmad Rifaldi Sodiqin yang tidak pernah henti-hentinya memberikan doa,
nasihat dan semangat serta dukungan yang begitu luar biasa selama menempuh
awal pendidikan hingga sampai penyusunan laporan tugas akhir ini.
17. Sahabat tercinta Aris junaidi, Nurfailyansah, Syahrul Gunawan Kifli, M.Ibnu
Mas’ud, Mutiara Metrisia, Dhita Siti Aminah, Sonia Anendhita Novitasari,
Lulu Indriani, Nurul Hayati terima kasih sahabat yang telah menemani saya
sampai sejauh ini.
18. Sahabat tercinta family kos orange Dendi Kurniawan, Ibit Badra, Ridwan,
Ubaidillah, Aris Junaidi, Nurfailyansah, Ravi, Usman, Mutiara, Putri Nur
Musdalifah, Ade Annisa, Cindy Arfina, Dewi Anjani.
19. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan angkatan XVIII (Eritrosit) yang telah memberi
dorongan semangat dan doa kepada penulis.
20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu
penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari Laporan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak


kekurangan, untuk ini penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari banyak
pihak yang bersifat membangun demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini di masa
yang akan datang.

Penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi


pembaca dan pengembangan ilmu keperawatan.

Tarakan, 10 Juni 2021

M. Ridho Candra Pratama

vi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN DIAGNOSIS
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG CEMARA
RUMAH SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

ABSTRAK

Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan


ketiadaan absolut insulin atau penurunan relative insisensitivitas sel terhadap
insulin. Penyakit yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya
adalah ulkus diabetic foot yang menjadi penyebab amputasi kaki pada penderita
DM. Tujuan umum laporan tugas akhir ini adalah mendapatkan pengalaman nyata
asuhan keperawatan yang dilakukan secara holistik dan komprehensif. Pada TN. R
dengan Diabetes Melitus di Ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan
dari tanggal 17 Maret 2021 sampai dengan 18 Maret 2021. Metode penulisan
Laporan Tugas Akhir ini menggunakan studi kasus dengan pendekatan proses
keperawatan dengan tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Hasil yang didapatkan terdapat empat diagnosis
keperawatan yang dapat ditegakkan pada Tn. R, ketidakstabilan kadar glukosa
darah, nyeri akut, gangguan integritas jaringan, defisit perawatan diri. Dimana
keempat diagnosis tersebut teratasi. Terdapat lima diagnosis yang ada pada teori
namun tidak ditemukan pada kasus Tn. R dan intervensi yang dilakukan
disesuaikan dengan kondisi pasien dari sarana & prasarana.

Kata Kunci : asuhan keperawatan, Diabetes Melitus, ulkus diabetic foot.

vii
viii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………….iii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iv
KATA PENGANTAR...........................................................................................v
ABSTRAK.........................................................................................................viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xi
GAMBAR TABEL…………………………………………………………….xii
DAFTAR BAGAN............................................................................................xiii
DAFTAR SINGKATAN...................................................................................xiv
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan...............................................................................2
1.3 Metode Penulisan..............................................................................3
1.4 Sistematika Penulisan........................................................................4
BAB 2 : LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Medis.........................................................................5
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...............................................15
BAB 3 : LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian.......................................................................................32
3.2 Diagnosis Keperawatan...................................................................45
3.3 Intervensi Keperawatan...................................................................45
3.4 Implementasi Keperawatan.............................................................47
3.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................................52
BAB 4 : PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian.......................................................................................54
4.2 Diagnosis Keperawatan...................................................................55
4.3 Perencanaan.....................................................................................58
4.4 Implementasi...................................................................................59
4.5 Evaluasi...........................................................................................60

ix
BAB 5 : PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................61
5.2 Saran................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................63
LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................65

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.2 Anatomi fisiologi pancreas………………………………………….6

xi
DAFTAR TABLE

Table 2.1 Kadar glukosa darah…………………………………………………..11


Table 3.1 Balance cairan Tn.R…………………………………………………..35
Table 3.2 Pemeriksaan laboratorium……………………………………….........40
Table 3.3 Terapi obat…………………………………………………………….41

xii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Penyimpangan KDM Diabetes Mellitus……………………………...14


Bagan 3.1 Genogram Keluarga Tn. R………………………………………........33
Bagan 3.2 Penyimpangan KDM DM Tipe 2 pada Tn.R…………………………44

xiii
DAFTAR SINGKATAN

AGE : Advanced glycosylated endproducts


CAD : Coronary heart disease
DM : Diabetes mellitus
DMTI : Diabetes mellitus tergantung insulin
DMTTI : Diabetes mellitus tak tergantung insulin
FCPDM : Fibro calculous pancreatic diabetes mellitus
GH : Growth hormone
GCS : Glasgow coma scale
GDM : Gestasional diabetes mellitus
GDS : Gula darah sewaktu
ICS : Intercosta space
IDDM : Insulin dependent diabetes mellitus
ISK : Infeksi saluran kemih
NIDDM : Non insulin dependent diabetes mellitus
OHO : Obat hipoglikemi oral
PVD : Peripheral vascular disease
WHO : World health organization

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


American Diabetes Association (2019) menjelaskan bahwa, Diabetes
mellitus tipe 2 merupakan suatu kumpulan penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena ketidaknormalan sekresi insulin
dan kerja insulin. Menurut Centers For Disease Control and Prevention (2019),
World Health Organization (WHO) sebelumnya pernah merumuskan Diabetes
Mellitus menjadi hal penting yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban
yang jelas dan ringkas tetapi secara umum dapat dikatakan seperti suatu kumpulan
masalah anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor yang didapat defisiensi
insulin absolut dan gangguan fungsi insulin. Berdasarkan uraian di atas
diasumsikan bahwa DM tipe 2 merupakan kumpulan penyakit yang disebabkan
oleh tidak normalnya sekresi insulin dan dapat terjadi komplikasi.
Pada komplikasi DM tipe2 banyak yang mengeluhkan terjadinya ulkus
diabetik sehingga diabetes mellitus menjadi penyebab terjadinya amputasi kaki
pada penderita DM. Amputasi terjadi 15 kali lebih sering pada penderita diabetes
dari pada non diabetes, pada tahun 2032 seiring dengan peningkatan jumlah
penyandang diabetes di dunia, terjadi peningkatan masalah kaki diabetik
(PERKENI, 2011). Angka terjadinya ulkus diabetik masih sangat tinggi, tidak
hanya di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Maka dapat disimpulkan
pada komplikasi dengan kasus DM tipe 2 harus dilakukan tindakan amputasi.
Pravelensi pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 382.000.000 orang
telah menderita Diabetes Melitus diseluruh dunia. Jumlah tersebut diperkirakan
akan bertambah hingga lebih dari 580.000.000 orang pada tahun 2035. Indonesia
menempati urutan ketujuh dalam daftar 10 negara dengan jumlah penderita DM
terbesar di dunia. 3 Prevalensi DM di Indonesia sebesar 2,1%. Prevalensi diabetes
yang tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi
Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi DM di Provinsi Lampung
sebanyak 0,7% (Harista & Lisiswanti, 2015). Pravelensi DM berdasarkan
Diagnosa Dokter pada penduduk semua umur menurut Kabupaten/Kota di

1
Provinsi Kalimantan Utara diperkirakan sebanyak 7.574 orang. Pravelensi
tertinggi terdapat di Tarakan (2,08%), Tana Tidung (1,85%), Bulungan (1,58%),
Nunukan (1,25%), Malinau (0,86%) (Tim Riskesdas, 2018)
Berdasarkan data diatas serta masalah yang terjadi pada Tn. R seperti
tingginya kadar glukosa, terdapat luka tidak sukar sembuh yang ditandai dengan
adanya nanah, kemerahan. Tn. R sudah menderita DM ini sudah 5 bulan
dikarenakan klien masih kurang mengetahui tentang pola nutrisinya. Tn. R
memeriksakannya ke IGD dan dianjurkan untuk melakukan operasi/pembedahan.
Salah satu masalah yang akan timbul pada klien adalah gangguan integritas kulit
yang disebabkan oleh tindakan pembedahan, maka intervensi keperawatan yang
dilakukan salah satunya adalah melakukan perawatan luka untuk mencegah
terjadinya infeksi pada luka post op klien, dan memberikan pendidikan kesehatan
kepada Tn. R tentang pola dietnya. Maka penulis tertarik untuk mengelola pasien
dengan Diabetes Melitus Tipe 2 sebagai asuhan keperawatan yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Tn. R dengan diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 di
Ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan” pada saat melakukan praktik
klinik pada bulan Maret 2021. Perawat sendiri merupakan tenaga profesional
memiliki tanggung jawab untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.
Oleh karena itu pada penelitian ini akan dijelaskan bagaimana pemberian asuhan
keperawatan pada Tn. R sehingga permasalahan pasien dapat teratasi.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan pada Tn. R
dengan kasus Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan secara holistik dan komperehensif.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1. Melaksanakan proses keperawatan pada Tn. R dengan kasus Diabetes
Mellitus Tipe 2
1.2.2.2. Membahas kesenjangan antara teori dan praktik asuhan keperawatan pada
Tn. R dengan kasus Diabetes Mellitus Tipe 2
1.2.2.3. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan
proses keperawatan pada Tn. R dengan kasus Diabetes Mellitus Tipe 2

2
1.2.2.4. Melaksanakan pemecahan masalah pada klien Tn. R dengan kasus Diabetes
Mellitus Tipe 2
1.3 Metode Penulisan
Penulis laporan tugas akhir ini menggunakan metode deskriptif studi
kasus dengan pendekatan proses keperawatan dan studi kepustakaan dengan
tahapan pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
1.3.2.1 Studi Kepustakaan
Penulis mengambil informasi dari buku-buku dan jurnal- jurnal
keperawatan tentang Diabetes Mellitus Tipe 2 sebagai sumber dan pedoman
untuk memperoleh materi penyakit dan kompilikasi pada Diabetes Mellitus
Tipe 2.
1.3.2.2. Metode Wawancara
Penulis mengumpulkan data terkait status kesehatan klien
menggunakan metode anamnesa. Terdapat 2 jenis metode anamnesa yang
digunakan yaitu auto anamnesa, dimana penulis secara langsung melakukan
wawancara kepada pasien dan yang kedua menggunakan metode allo
anamnesa dimana penulis mewawacarai keluarga pasien untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan berkaitan dengan kesehatan pasien.
1.3.2.3. Observasi
Pengumpulan data ini penulis mengadakan pengamatan dengan cara
observasi langsung kepada Tn. R sebagai data untuk menegakkan diagnosa
keperawatan.
1.3.2.4. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data-data, mencatat
intervensi yang telah dilakukan dan menulis proses terapi yang berhubungan
dengan materi pembahasan seperti rekapitulasi kasus dan rekam medis
Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.
1.3.2.5. Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan keadaan umum dan head to toe kepada
klien dengan teknik atau cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi.

3
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan tugas akhir ini, sistematika yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Bab satu, yaitu pendahuluan yang menguraikan latar belakang, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sitematika penulisan.
Bab dua, yaitu landasan teori yang menguraikan tentang konsep dasar
penyakit meliputi pengertian, anatomi fisiologi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
komplikasi, penyimpangan KDM teori, dan konsep dasar asuhan keperawatan
yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
Bab tiga, yaitu laporan kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Bab empat, pembahasan yang berisi perbandingan atau perbedaan
antara proses keperawatan secara teoritis dengan aplikasi nyata di lapangan,
dengan kesenjangan tersebut nantinya akan dibahas berdasarkan hasil
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Bab lima, berisi kesimpulan dari seluruh penulisan laporan tugas akhir
ini dan saran yang ditunjukan untuk perbaikan selanjutnya.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Medis


2.1.1 Pengertian
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hipeglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi
kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Nurarif, 2015). Menurut
Taufan Nugroho (2011), DM adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
komplikasi pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Menurut Hasdianah
(2016) DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya penigkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relative, termasuk salah satu penyakit
patologik. Diabetes melitus tipe 2 merupakan sebuah kondisi dimana gula darah
mengalami kenaikan yang disebabkan oleh sel beta pankreas memproduksi
insulin dalam jumlah sedikit dan juga adanya gangguan pada fungsi insulin atau
resistensi insulin (Haryono, 2019).
Menurut American Diabetes Association (ADA) adalah kadar glukosa
darah tinggi karena terjadinya gangguan dalam menghasilkan dan menggunakan
insulin (ADA, 2014). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa Diabetes Mellitus adalah suatu gangguan metabolisme dan mengancam
hidup yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang
diakibatkan oleh kekurangan insulin dan kerja insulin.

5
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Pankreas adalah organ abdomen difus dan besar yang berfungsi sebagai
kelenjar eksokrin dan endokrin seperti pada gambar 2.1.2

Gambar 2.1.2 Anatomi Fisiologi Pankreas (Sumber : Dolensek, Rupnik & Stozer,
2015).
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000–1.800.000 pulau Langerhans. Didalam pulau
langerhans jumlah sel beta normal pada manusia antara 60% - 80% dari populasi
sel Pulau Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ
ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan
endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase,
peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon
seperti insulin, glukagon dan somatostatin (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu : Sel Alfa → sekresi
glukagon, Sel Beta → sekresi insulin, Sel Delta →sekresi somatostatin dan Sel
Pankreatik Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans
menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon yang
lain. Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi gula
darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah
dengan efek gula darah pada sel beta. Kadar gula darah akan dipertahankan pada
nilai normal oleh peran antagonis hormon insulin dan glukagon, akan tetapi hormon

6
somatostatin menghambat sekresi keduanya (Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015).
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Nurarif (2015) Klasifikasi Diabetes Melitus yaitu :
2.1.3.1 Tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
5% sampai 10% penderita diabetik adalah tipe 1 . Sel-sel beta dari pankreas
yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Suntikan insulin diperlukan untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya
mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2.1.3.2 Tipe 2 : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)/ Diabetes Melitus
tak tergantung insulin (DMTTI)
90% sampai 95% penderita diabetik adalah tipe 2. Kondisi ini diakibatkan oleh
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan
jumlah pembentukan insulin.
2.1.3.3 DM tipe lain
DM tipe lain terjadi karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma
pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit
dengan karakteristik gangguan endokrin.
2.1.3.4 Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes
2.1.4 Etiologi
Penyebab Diabetes mellitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 2013
adalah :
2.1.4.1. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel- sel beta
terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi
autoimun sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus Coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang
menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik.

7
2.1.4.2. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu
obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin diseluruh tubuh. Jadi
membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek
metabolik yang biasa.
2.1.4.3. DM Malnutrisi
Fibro calculous pancreatic DM (FCPD
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein
sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (fibrosis) atau toksik
(Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak. Protein defisiensi
pancreatic Diabetes Mellitus (PDPD) karena kekurangan protein yang kronik
menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas.
2.1.4.4. DM Tipe lain
Penyakit pankreas seperti : pancreatitits, Ca pancreas dll
Penyakit hormonal Seperti : acrogemali yang meningkat GH (growth hormon)
yang merangsang sel-sel beta pankreas yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif
dan rusak.
Faktor resiko untuk penyakit Diabetes Mellitus terutama pada Diabetes
Mellitus tipe II yaitu antara lain
1) Ras dan etnik.
2) Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes).
3) Umur : resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi lahir dengan BB normal.
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Lewis (2011) Pankreas adalah sebuah kelenjar yang memiliki
kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau yang disebut dengan Pulau-pulau

8
Langerhans. Didalam pulau- pulau tersebut berisi sel alfa (sel yang
memproduksi glukagon yang kerja zat tersebut berlawanan dengan insulin), sel
beta (sel yang memproduksi insulin yan bertugas memasukkan glukosa ke
dalam sel), dan sel delta (sel yang memproduksi somastostatin). Pada Diabetes
Melitus type I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang
diakibatkan oleh faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan
(infeksi virus).
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta diibaratkan sebagai anak kunci yang
dapat membuka pintu masuk agar glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak
dapat masuk ke dalam sel dan tetap berada di pembuluh darah. Pada Diabetes
Melitus type II, mekanisme yang tepat yang menyebabkan gangguan sekresi
insulin, tetapi terdapat faktor-faktor risiko yang mempengaruhi hal tersebut
yaitu faktor usia (> 60 th), obesitas, riwayat kelarga dan kelompok etnik
tertentu.Proses terjadinya Diabetes Melitus type II yaitu bila jumlah insulin
normal tetapi reseptor insulin yang diibaratkan sebagai lubang kunci pada
permukaan sel berkurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit
sehingga glukosa tetap berada di pembuluh darah.
Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa yang normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat akan
menimbulkan hiperglikemia (peningkatan glukosa dalam darah). Jika
hiperglikemia-nya berat dan ginjal tidak mampu menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, maka akan timbul glikosuria. Ketika glukosa
yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, maka ekskresi ini akan disertai
oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan yang dinamakan
Diuresis Osmotik.
Dari hal tersebut akan meningkatkan pengeluaran urine (poliuria), dan
sebagai kompensasi tubuh akan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa
hilang bersama urine, maka sel dalam tubuh kekurangan zat nutrisi sehingga
berat badan berkurang dan menimbulkan rasa lapar (polifagia). Akibat
kehilangan zat nutrisi yang akan diubah menjadi energi akan mengakibatkan
rasa lelah, lemah dan mengantuk. Dari kekurangan zat nutrisi dalam sel dan

9
hiperglikemia juga dapat mengakibatkan proses penyembuhan luka berjalan
lambat sehingga dapat terjadi gangren dan penglihatan kabur. Selain itu, di
dalam tubuh terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi sampingannya yaitu badan keton. Badan keton ini merupakan asam
yang mengganggu keseimbangan asam-basa dalam tubuh jika jumlahnya
berlebihan. Hal inilah dinamakan Ketoasidosis Diabetik yang menimbulkan
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual mntah, nafas berbau aseton,
pernapasan kussmaul, perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras
dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang
membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi
resolusi.Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan
infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.
2.1.6. Manifestasi Klinis
Menurut Haryono (2019) manifestasi klinis Diabetes Melitus, yaitu
1) Buang air kecil dimalam hari dengan intensitas tinggi atau sering
2) Merasa haus dan lapar meski telah cukup minum dan makan
3) Merasa lelah meski sudah istirahat cukup
4) Gangguan penglihatan yang disebabkan oleh adanya perubahan pada bentuk

10
lensa dimata
5) Penurunan berat badan
6) Luka sukar sembuh
7) Tubuh mudah terserang infeksi
8) Meningkatnya kadar gula dalam darah
9) Merasa gatal-gatal
10) Mulut terasa kering
11) Hipotensi
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif (2015) pemeriksaan penunkang pada DM Tipe 2 adalah :
2.1.5.1 Kadar glukosa darah
Table 2.1 Kadar glukosa darah

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)

Kadar Glukosa Darah Sewaktu DM Belum Pasti DM


Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Puasa DM Belum Pasti DM
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110

2.1.5.2 Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
1) Glukosa plasma sewaktu > 200mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl(7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengonsumsi 75 gr karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp) > 200mg/dl).
2.1.5.3 Tes laboratorium DM
Jenis tes dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes pemantauan terapi dan tes
untuk mendeteksi komplikasi
2.1.5.4 Tes saring
Tes saring pada DM adalah GDP,GDS,Tes glukosa urin: Tes konvesional
(metode reduksi) dan Tes carik celup (metode glucose oxidase)
2.1.5.5 Tes diagnostik
Tes diagnostik DM adalah GDP,GDS,GDPP,Glukosa jam ke-2 TTGO.

11
2.1.5.6 Tes monitoring terapi Menurut Nurarif (2015) pemeriksaan gula darah puasa
yaitu : plasma vena dan darah kapiler. Glukosa Darah 2 jam Post Prandial yaitu
plasma darah dan A1c yaitu darah vena dan darah kapiler.
2.1.5.7 Tes untuk mendeteksi komplikasi
1) Mikroalbuminuria : urin
2) Ureum, kreatinin, asam urat
3) Kolesterol total : plasma vena (puasa)
4) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
5) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
6) Trigliserida : plasma vena (puasa)
2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Nurarif (2015) penatalaksanaan ulkus diabetic adalah sebagai berikut:
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olahraga, pemantauan (kontrol
GDS), terapi (jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak
dapat mengontrol hiperglikemia) insulin diperlukan pada keadaan:
1) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
2) Penurunan berat badan yang cepat
3) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
4) Krisis hiperglikemia
5) Gagal dengan kombinasi Obat Hipoglikemi Oral (OHO)dosis optimal
6) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
7) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau alergi
terhadap OHO
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi menurut Haryono (2019) yaitu :
1. Mikrovaskuler
1) Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata seperti katarak dan glukoma atau
meningkatnya tekanan pada bola mata. Bentuk kerusakan yang paling sering
terjadi adalah bentuk retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan.
2) Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan karena penderita
menderita diabetes dalam waktu yang cukup lama.

12
3) Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada penderita DM. Indera
perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai dengan kesemutan, perasaan
baal atau tebal serta perasaan seperti terbakar.
4) Ulkus diabetik adalah komplikasi kronik dari penyakit diabetes melitus yang
disebabkan karena adanya hiperglikemi sehingga terjadi adanya kelainan pada
pembuluh darah dan neuropati yang menyebabkan penurunan sensitivitas saraf
sehingga penderita tidak menyadari adanya luka. Adapula klasifikasi ulkus
menurut wagner :
(1) Stage 1: Ulkus superficial masih terbatas pada kulit atau jaringan
subkutan.
(2) Stage 2: Ulkus meluas sampai ke tendon dan tulang
(3) Stage 3: Ulkus semakin ke dalam di sertai abses danosteomylitis
(4) Stage 4 : Gangren ke bagian kaki depan atau jari kaki
(5) Stage 5 : Gangren ke seluruh kaki
2. Makrovaskuler
Terdapat 3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease =
CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer
(peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular
dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan
komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya
menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari
penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama,
antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic
Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome (Sugiarto, 2015).

13
2.2 Penyimpangan KDM
(Menurut Lewis, 2011)

Usia
Obesitas

Usia 65 Obesitas

Berkurang jumlah
resetor insulin

Peningkatan
beban

Penurunan Produksi Sel- sel


insulin pankreas

Kadar glukosa
ke dalam sel

Kadar glukosa
darah

Diabetes Melitus

Hiperglike Makrovaskul
Glukosur
Otak
Deurisis
Kerusakan
Metabolisme pembuluh darah
Poliuri
Retensi Gangguan suplai
Keletihan

Kehilangan
Tidak dapat suplai
darah, nutrisi,

Dehidrasi
Hipoksis jaringan
Merangsang
Kerusakan dan
Pusat lapar dan kematian jaringan

Ulkus DM
Polidipsi Kurang Gangren
Polipagia

14
2.3 Konsep Dasar Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Budiono, 2016).
Pengkajian merupakan tahapan dasar yang paling utama, serta menjadi
bagian awal dari sebuah proses keperawatan. Pengkajian membutuhkan
ketelitian dalam bertanya dan mencatat datanya, sebab dengan
mengumpulkan data yang akurat, serta sistematis, akan sangat membantu
untuk menentukan status kesehatan (Haryono, 2019).
2.3.1.1 Aktivitas/Istirahat menurut Haryono (2019)
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, keram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur/istirahat.
Tanda : Takikardi dan takipneu pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
Latargi/disorientasi, koma penurunan kekuatan otot
2.3.1.2 Sirkulasi menurut Haryono (2019)
Gejala : Adaya riwayat hipertensi, kebas, klaudikasi dan kesemutan pada
ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan luka yang lama
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural/hipertensi. Nadi
menurun/ tidak ada/ distritmia, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata
cekung
2.3.1.3 Eliminasi menurut Haryono (2019)
Gejala : Perubahan pola berkemih, nyeri saat berkemih, kesulitan berkemih
(ISK), nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuria dapat berkembang menjadi
anuria jika terjadi hipovolemi berat, urine berkabut, bau busuk, abdomen
keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, serta hiperaktif
2.3.1.4 Makanan/cairan menurut Haryono (2019)
Gejala : Hilangnya nafsu makan, mual/muntah. Tidak mengikuti diet,
peningkatan masuka glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan.
Tanda : Kulit kering/turgor jelek, bersisik, kekauan dan mudah distensi

15
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau halitosis, nafas aseton.
2.3.1.5 Nyeri/kenyamanan menurut Haryono (2019)
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati hati
2.3.1.6 Pernafasan menurut Haryono (2019)
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk kering.
Tanda : Pernafasan batuk dengan adanya sputum purulent, frekuensi
pernapasan
2.3.1.7 Seksualitas menurut Haryono (2019)
Gejala : Rabas vagina dan masalah impoten pada pria.
Tanda : Kesulitan orgasme pada wanita
2.3.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialami baik aktual ataupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentivikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI PPNI, 2016).
Diagnosis keperawatan adalah data yang ada karena ditunjang oleh data
terbaru yang dikumpulkan. Diagnosis keperawatan ini mencatat bagaimana
situasi pasien pada saat itu dan harus mencerminkan perubahan yang terjadi
pada kondisi pasien. Indentifikasi masalah dan penentuan diagnostik yang
akurat memberikan dasar untuk memilih intervensi keperawatan (Doenges,
2014).
Berdasarkan Doenges (2014), diagnosis keperawatan yang di dapatkan
pada klien dengan Diabetes Melitus adalah :
2.3.2.1 Hipovolemia dapat berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan
mekanisme regulasi, peningkatan permeabilitas kapiler, kekurangan intake
cairan, evaporasi.
2.3.2.2 Defisit nutrisi dapat berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi
(misalnya finansial tidak mencakup), faktor psokologis (misalnya stres,

16
keengganan untuk makan).
2.3.2.3 Risiko infeksi dapat dibuktikan dengan penyakit kronis (misalnya diabetes
mellitus), efek prosedur invasif, malnutrisi, peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
2.3.2.4 Keletihan dapat dihubungkan dengan gangguan tidur, gaya hidup monoton,
kondisi fisiologis (misalnya Penyakit kronis, penyakit terminal, anemia,
malnutrisi, kehamilan), program perawatan/pengobatan jangka panjang,
peristiwa hidup negatif, stres berlebihan, depresi.
2.3.2.5 Gangguan integritas kulit/jaringan dapat dihubungkan dengan perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan mobilitas, bahan kimia iritatif,
efek samping terapi radiasi, kelembaban, proses penuaan, neuropati perifer,
perubahan pigmentasi, perubahan hormonal.
2.3.2.6 Defisit pengetahuan dapat dihubungkan dengan keteratasan kognitif,
gangguan fungsi kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran, kurang terpapar
informasi, kurang minat dalam belajar, kurang mampu mengingat,
ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
2.3.3 Perencanaan
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam
diagnosis keperawatan (Budiono, 2016). Perencanaan merupakan tahap ketiga
dari proses keperawatan yang dimulai setelah data-data yang terkumpul sudah
dianalisa. Berdasarkan diagnosis keperawatan yang disusun di atas, berikut
rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan Diabetes Melitus
berdasarkam diagnosis yang telah ditentukan menurut doenges (2014) adalah
sebagai berikut :
2.3.3.1 Hipovolemia dapat berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan
mekanisme regulasi, peningkatan permeabilitas kapiler, kekurangan intake
cairan, evaporasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Peningkatan haluaran urine, urine encer
2) Kelemahan; haus; penurunan berat badan tiba-tiba

17
3) Kulit/membrane mukosa kering, turgor kulit buruk
4) Hipotensi, takikardia, pelambatan pengisian kapiler Hasil yang diharapkan /
kriteria evaluasi pasien akan :
Mendemontrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine
tepat secara individu, dan kadar eletrolit dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan dengan lamanya /
intensitas.
Dari gejala seperti muntah, pengeluaran urin yang sangat berlebihan.
Rasional: Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda
dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumya (beberapa jam
sampai beberapa hari). Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan
keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air tidak kasat mata.
2) Pantau tanda-tanda vital, nadi tidak teratur dan catat adanya perubahan TD
ortostatik.
Rasional: Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya hypovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah
sistolik pasien turun lebihdari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi
duduk/berdiri. Catatan: neuropati jantung dapat memutuskan refleks-refleks
yang secara normal meningkatkan denyut jantung.
3) Pantau pola nafas seperti adanya penafasan kusmaul.
Rasional: Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernafasan yang berbau aseton berhubungan pemecahan asam
aseto-asetat dan harus berkurang dan harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi.
4) Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas.
Rasional: Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan
frekuensi pernafasan mendekati normal. Tetapi peningkata kerja pernapasan;
pernapasan dangkal, pernapasan cepat; dan munculnya sianosis mungkin
merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan dan atau mungkin pasien itu

18
kehilangan kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada asidosis.
5) Suhu, warna kulit atau kelembabnya.
Rasional: Meskipun demam, menggigil dan diafuresis merupakan hal umum
yang terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering
mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
6) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi
adekuat.
7) Pantau input dan output.
Rasional: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
8) Pertahankan memberi cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang
dapat ditoleransi jantung.
Rasional: Mempertahankan hidrasi/ volume sirkulasi
9) Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkan rasa nyaman.
10) Selimuti pasien dengan selimut tipis.
Rasional: Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap pasien lebih
lanjut akan menimbulkan kehilangan cairan.
11) Kaji adanya perubahan mental/sensori.
Rasional: Perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang tinggi
atau yang rendah (hiperglikemia atau hipoglikemia), dan berkembangnya
hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan kesadaran dapat menjadi
predisposisi (pencetus) aspirasi pada pasien.
12) Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
Rasional: Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung,
yang sering kali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan
menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit.
13) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat
badan.
Rasional: Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat
berpotensi menimbulkan kelebihan cairan.
14) Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrose.

19
Rasional: Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respon pasien secara individual.
15) Berikan albumin, plasma atau dekstran.
Rasional: Plasma ekspander (pengganti) kadang dibutuhkan jika kekurangan
tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali
normal dengan usaha-usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
16) Pasang pertahankan kateter urine tetap terpasang.
Rasional: Memberikan pengukuran yang tepat/akurat terhadap pengukuran
haluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan gangguan
kandung kemih (retensi urine/inkotinensia urine).
17) Pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K).
Rasional: Mengkaji tingkat hidrasi, kerusakan sel, hiperglikemia, dehidrasi,
hiperkalemia.
2.3.3.2 Defisit nutrisi dapat berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi
(misalnya finansial tidak mencakup), faktor psokologis (misalnya stres,
keengganan untuk makan).
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Melaporkan masukan makanan tak adekuat, kurang minat pada makanan.
2) Penurunan berat badan; kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk
3) Diare
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan :
1) Merencana jumlah kalori/nutrien yang tepat
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya
3) Mendemontrasikan berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang
biasanya/ yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.
Rencana Tindakan :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Rasional: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi
dan utilisasinya)
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan

20
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/ perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai
dengan indikasi.
Rasional : Hiperkalemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menurunkan motilitas / fungsi lambung.
4) Berikan makanan cairan yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
Rasional: Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar fungsi
gastrointestinal baik.
5) Identifikasi makanan yang disukai / dikehendaki termasuk kebutuhan etnik /
cultural.
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang.
6) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai dengan indikasi.
Rasional: Meningkatkan rasa keterlibatan: memberikan informasi pada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
7) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran,
kulit lembab/ dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala. Rasional: Karena metabolismee karbohidratmulai terjadi akan
berkurang, dan sementara, tetap diberikan insulin maka hipoglikemia dapat
terjadi. Jika pasien dalam keadaan koma, hipoglikemia mungkin terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran. Secara potensial hal ini dapat
mengancam kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui
tindakan protokol yang direncanakan. DM tipe yang telah berlangsung lama
mungkin tidak akan menunjukkan tanda-tanda hipoglikemia seperti biasanya
karena respons normal terhadap gula darah yang rendah mungkin dikurangi.
8) Kolaborasi dalam melakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan
“finger stick”.
Rasional: Untuk mengetahui fluktuasi kadar gula darah

21
9) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH
Rasional: Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan
terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal, glukosa
kemudian dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori.
Ketika hal ini terjadi, kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat
dikoreksi.
10) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Rasional: Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat
pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
11) Berikan larutan glukosa, misalnya dexstrosa dan setengah salin normal.
Rasional: Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa
gula darah kira-kira 250 mg/dl. Metabolisme karbohidrat mendekati normal,
perawatan harus diberikan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia.
12) Kolaborasi dengan ahli diet.
Rasional: Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. 13) Berikan diet kira-kira 60%
karbohidrat, 20 % protein dan 20% lemak dalam penataan makan/pemberian
makanan tambahan. Rasional: Kompleks karbohidrat (seperti jagung, wortel,
brokoli, buncis, gandum) menurunkan kadar glukosa/ kebutuhan insulin,
menurunkan kadar kolesterol darah dan meningkatkan rasa kenyang.
Pemasukan makanan akan dijadwalkan sesuai karakteristik insulin yang
spesifik (misal efek puncaknya) dan respon pasien secara individual. Catatan:
makanan tambahan dan kompleks karbohidrat terutama sangat penting (jika
insulin diberikan dalam dosis terbagi) untuk mencegah hipoglikemia selama
tidur dan potensial respons Somogyi.
13) Berikan obat metaklopramid (raglan), tetrasiklin.
Rasional: Dapat bermanfaat dalam mengatasi gejala yang berhubungan
dengan neoropati otonom yang mempengaruhi saluran cerna, yang
selanjutnya meningkatkan pemasukan melalui oral dan absorpsi makanan
(nutrient)
2.3.3.3 Risiko infeksi dapat dibuktikan dengan penyakit kronis (misalnya diabetes
mellitus), efek prosedur invasif, malnutrisi, peningkatan paparan organisme

22
patogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mengindentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi
2) Mendemontrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
Rasional: Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan klien.
Rasional: Mencegah timbulnya infeksi silang.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
4) Pasang kateter/ lakukan perineal dengan baik.
Rasional: Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
5) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase, jaga
kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang.
Rasional: Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
6) Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Ronkhi mengindikasikan adanya akumulasi sekret yang yang
mungkin berhubungan dengan pneumonia, bronkhitis. Edema paru mungkin
sebagai akibat dari pemberian cairan yang tercepat/berlebihan atau GJK
7) Pasien pada posisi semi-fowler.
Rasional: Memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang; menurunkan
risiko terjadinya aspirasi.
8) Lakukan perubahan posisi dan anjurkan pasien untuk batuk efektif/napas
dalam jika pasien sadar jika pasien sadar dan koorperatif. Lakukan
penghisapan lendir pada jalan napas dengan menggunakan teknik steril atau

23
secret yang lainnya. Rasional: Membantu dalam pemeriksaan semua daerah
paru dan memobilitasi sekret. Mencegah agar sekret tidak statis dengan
terjadinya peningkatan terhadap resiko infeksi.
9) Berikan tisu dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau sekret yang lainnya.
Rasional: Mengurangi penyebaran infeksi.
10) Bantu pasien untuk melakukan hygiene oral.
Rasional: Menurunkan risiko terjadinya penyakit mulut/gusi.
11) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat.
Rasional: Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
12) Berikan obat antibiotik yang sesuai
Rasional: Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
2.3.3.4 Keletihan dapat dihubungkan dengan gangguan tidur, gaya hidup monoton,
kondisi fisiologis (misalnya Penyakit kronis, penyakit terminal, anemia,
malnutrisi, kehamilan), program perawatan / pengobatan jangka panjang,
peristiwa hidup negatif, stres berlebihan, depresi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Kurangi energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan
rutinitas biasanya, penurunan kinerja, kecenderungan untuk kecelakaan.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mengungkapkan peningkatan energy
2) Perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Rencana Tindakan :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional: Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/tanpa
diganggu.
Rasional: Mencegah kelelahan berlebihan.
3) Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum/sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional: Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara

24
fisiologis.
4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya.
Rasional: Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan
penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas seharihari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
2.3.3.5 Gangguan integritas kulit/jaringan dapat dihubungkan dengan trauma
kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial / luka bakar
dalam).
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Tak adanya jaringan yang hidup
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Menunjukkan regenerasi jaringan
2) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Rencana Tindakan :
1) Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan
kondisi sekitar luka.
Rasional : memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit
dan kemungkinan pentunjuk tentang sirkulasi pada area graft.
2) Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi balutan biosintetik (biobrane).
Rasional : kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida
yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara
spontan kulit reepitelisasi.
3) Tinggikan area graf bila mungkin/tepat.
Rasional : menurunkan pembengkakan resiko pemisahan graf.
4) Pertahankan balutan diatas area graf baru dan sisi donor sesuai indikasi,
contoh berlubang, petroleum, tak berperekat.
Rasional : area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus
pandang tak reaktif (antara balutan graf dan bagian luarnya) untuk

25
menghilangkan robekan dari epitel baru/melindungi jaringan sembuh.
5) Siapkan prosedur bedah/balutan biologis hemografi (alograf).
Rasional : graf kulit diambil dari kulit orang itu sendiri atau orang yang sudah
meninggal (donor mati) digunakan untuk penutupan sementara pada luka
bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam (tes graft).
6) Heterograft (xenograft, porcine).
Rasional : kulit graf diambil mungkin dari binatang dengan penggunaan yang
sama untuk homograft atau untuk menutup autograft yang berlubang.
7) Autograf.
Rasional : kulit graf diambil dari bagian pasien yang tak cedera, mungkin
ketebalan penuh atau ketebalan parsial.
2.3.3.6 Defisit pengetahuan dapat dihubungkan dengan keteratasan kognitif,
gangguan fungsi kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran, kurang terpapar
informasi, kurang minat dalam belajar, kurang mampu mengingat,
ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Pertanyaan/ meminta informasi, mengungkapkan masalah.
2) Ketidakakuratan mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat
dicegah.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mengungkapakan pemahaman tentang penyakit.
2) Mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
3) Melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
4) Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Rencana Tindakan :
1) Ciptakan lingkungan yang saling percaya dengan mendengarkan penuh
perhatian, dan selalu ada untuk pasien.
Rasional: Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2) Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.

26
Rasional: Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja
sama pasien dengan prinsip-prinsip yang dipelajari.
3) Pilih berbagai strategi belajar, seperti teknik demonstrasi yang memerlukan
keterampilan dan biarkan pasien mendemonstrasikan ulang.
Rasional: Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi
meningkatkan penyerapan pada individu yang belajar.
4) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara
untuk melakukan makan diluar rumah.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan makan/ mentaati program.
5) Diskusikan tentang rasional terjadinya serangan ketoasidosis
Rasional: Pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk
menghindari kambuhnya serangan tersebut.
6) Diskusikan tentang komplikasi penyakit akut dan kronis meliputi gangguan
penglihatan (retinopati), perubahan dalam neurosensori dan kardiovaskuler,
perubahan fungsi ginjal/ hipertensi.
Rasional: Kesadaran tentang apa yang terjadi membantu pasien untuk lebih
konsisten terhadap perawatannya dan mencegah/ mengurangi awitan
komplikasi tersebut.
7) Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger
stik dan beri kesempatan pasien untuk mendemonstrasikannya kembali.
Intruksikan pasien untuk pemeriksaan keton urinenya jika glukosa darah lebih
tinggi dari 250 mg / dl.
Rasional: Melakukan pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali atau lebih
dalam setiap harinya memungkinkan fleksibilitas perawatan diri.
Meningkatkan kontrol kadar gula dengan lebih ketat (misalnya 60-150 mg/
dl) dapat mencegah/ mengurangi perkembangan komplikasi jangka panjang .
8) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara
untuk melakukan makan di luar rumah.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan absopsi glukosa yang akan menurunkan fluktuasi kadar
gula dalam darah, tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada saluran

27
cerna, flatus meningkat dan mempengaruhi absorpsi vitamin/ mineral.
9) Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosis
insulin yang diresepkan, bila disesuaikan dengan pasien atau keluarga.
Rasional: Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat
meningkatkan penggunaan yang tepat. Algoritme dosis dibuat, yang masuk
dalam perhitungan dosis obat yang dibuat selama evaluasi rawat inap: jumlah
dan jadwal aktivitas fisik biasanya, perencanaan makan. Dengan melibatkan
orang terdekat/ sumber untuk pasien.
10) Tinjau kembali pemberian insulin oleh pasien sendiri dan perawatan terhadap
peralatan yang digunakan. Berikan kesempatan pada pasien untuk
mendemonstrasikan prosedur tersebut (misalnya menentukan daerah
penyuntikan dan cara menyuntik atau penggunaan alat suntik pompa kontinu)
Rasional: Mengidentifikasi pemahaman dan kebenaran dari prosedur atau
masalah yang potensial dapat terjadi (seperti penglihatan, daya ingat dan
sebagainya) sehingga solusi alternatif dapat ditentukan untuk pemberian
insulin tersebut.
11) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari,
waktu dan dosis obat, diet, aktivitas perasaan/ sensasi dan peristiwa dalam
hidup.
Rasional: Membantu dalam menciptakangabaran nyata dari keadaan pasien
untuk melakukan kontrol penyakitnya dengan lebih baik dan meningkatkan
perawatan diri/ kemandiriannya.
12) Diskusikan faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM
tersebut, seperti latihan aerobik versus isometrik, stres, pembedahan dan
penyakit tertentu.
Rasional: Informasi ini akan meningkatkan pengendalian terhadap DM dan
dapat sangat menurunkan berulangnya kejadian ketoasidosis. Latihan aerobik
meningkatkan keefektifan penggunaan insulin yang menurunkan kadar gula
darah dan memperkuat sistem kardiovaskuler.
13) Tinjau ulang pengaruh rokok pada penggunaan insulin. Anjurkan pasien
untuk menghentikan merokok.
Rasional: Nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil dan absorpsi insulin

28
diperlambat selama pembuluh darah ini yang mengakami konstriksi. Catatan:
absorpsi insulin dapat dirunkan sampai batas 30% di bawah normal dalam 30
menit pertama setelah merokok.
14) Buat jadwal latihan/ aktivitas yang teratur dan identifikasi hubungan dengan
penggunaan insulin yang perlu menjadi perhatian.
Rasional: Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja
puncak insulin. Makanan kudapan harus diberikan sebelum atau selama
latihan sesuai kebutuhan dan rotasi injeksi harus menghindari kelompok otot
yang akan digunakan untuk aktivitas (misalnya daerah abdomen lebih dipilih
daripada paha atau lengan sebelum melakukan jogging atau berenang) untuk
mencegah percepatan ambilan insulin.
15) Identifikasi gejala hipoglikemia (misalnya lemah, pusing, letargi, lapar, peka
rangsang, diaforesis, pucat, takikardia, tremor, sakit kepala, dan perubahan
mental) dan jelaskan penyebabnya.
Rasional: Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal dan
mencegah/mengurangi kejadiannya. Catatan: Hiperglikemia saat bangun tidur
dapat mencermikan fenomena fajar (indikasi perlunya insuin tambahan) atau
respons balik pada hipoglikemia selama tidur (efek Somogyi) yang
memerlukan penurunan dosis insulin atau perubahan perubahan diet
(misalnya pemberian makanan kudapan pada malam hari). Pemeriksaan kadar
gula darah pada jam 3 pagi membantu dalam mengidentifikasi masalah
spesifik.
16) Instruksikan pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatan
kaki tersebut. Demonstrasikan cara pemeriksaan kaki tersebut; inspeksi
sepatu yang ketat dan perawatan kuku, jaringan kalus dan jaringan tanduk.
Anjurkan penggunaan stoking dengan bahan serat alamiah.
Rasional: Mencegah/mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan
neuropati perifer dan/atau gangguan sirkulasi terutama selulitis, ganggren dan
amputasi.
17) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada pasien
yang telah mengalami DM tipe I selama 5 tahun atau lebih.
Rasional: Perubahan dalam penglihatan dapat terjadi secara perlahan dan

29
lebih sering pada pasien yang jarang mengontol DM. Masalah yang mungkin
terjadi termasuk perubahan dalam ketajaman penglihatan dan mungkin
berkembang kearah retinopati dan kebutaan.
18) Susun alat bantu penglihatan ketika diperlukan, misalnya memperbesar garis
skala pada jarum insulin, instruksi dengan cetakan besar, pengukuran glukosa
darah sekali sentuh.
Rasional: Alat bantu adaptif telah dikembangkan 5 tahun terakhir untuk
membantu individu dengan gangguan penglihatan DM-nya sendiri dengan
lebih efektif.
19) Tekankan pentingnya penggunaan dari gelang bertanda khusus.
Rasional: Dapat mempercepat masuk kedalam pusat-pusat sistem kesehatan
dan perawatan yang sesuai dengan akibat komplikasi yang lebih kecil pada
keadaan darurat.
20) Rekomendasikan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dijual bebas tanpa
konsultasi dengan tenaga kesehatan/ tidak boleh memakai obat tanpa resep.
Rasional: Produktivitas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan
obat-obat yang diresepkan.
21) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien/ orang terdekat
Rasional: Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat
dan mencegah eksaserbasi DM, menurunkan perkembangan komplikasi
sistemik.
22) Lihat kembali tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi secara medis, seperti
demam, pilek/ gejala flu, urine keruh/ berwarna pekat, nyeri saluran kemih,
penyembuhan penyakit yang lama, perubahan sensori (nyeri/ kesemutan)
pada ekstremitas bawah, perubahan pada kadar gula darah dan munculnya
keton pada urine.
Rasional: Intervensi segeral dapat mencegah perkembangan komplikasi yang
lebih serius atau komplikasi yang mengancam kehidupan.
23) Demonstrasikan teknik penanganan stres, seperti latihan napas dalam,
bimbingan imajinasi, mengalihkan perhatian.
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan pengendalikan terhadap respons stres

30
yang dapat membantu untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan
glukosa/ insulin.
24) Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat, bila ada.
Rasional : Dukungan kontinu biasanya pentingnya untuk menopang
perubahan gaya hidup dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.
2.3.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Budiono, 2016).
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Budiono, 2016). Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan
menyebutkan itemitem atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk
menentukan apakah hasil sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang
telah ditentukan (Doenges, 2014).

31
BAB 3

LAPORAN KASUS

Penulis menguraikan hasil dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang di


fokuskan melalui proses keperawatan dimulai dari pengkajian, perumusan
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada klien Tn.. R
dengan kasus Diabetes Mellitus Tipe 2 yang dirawat di Ruang Cemara Rumah
Sakit Umum Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara yang dilaksanakan selama
2 hari mulai tanggal 17 Maret 2021 sampai dengan 18 Maret 2021.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2021 pukul 13.00. Klien
berinisial Tn. R berusia 59 tahun, Tempat/tanggal lahir Bone, 27 September
1962, Jenis kelamin Laki-laki, Alamat Karang Anyar RT. 31, Agama Islam,
Suku Bugis, Riwayat pendidikan SD, Pekerjaan Petambak, Nomer Rekam
Medis : 013XXX Klien masuk rumah sakit pada tanggal 17 Maret 2021 dengan
Diagnosa Medis Ulkus Diabetik Foot.
Keluarga yang bertanggung jawab tidak ada.
3.1.2 Riwayat Keperawatan
3.1.2.1 Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada kaki sebelah kanan
2) Riwayat Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri
terasa pada daerah kaki sebelah kanan, klien mengatakan skala nyeri 6 dengan
durasi nyeri kurang lebih 10 menit, klien mengatakan nyeri bertambah saat
ditekan dan saat beraktivitas kemudian agak berkurang saat klien hanya
berbaring. Klien tampak meringis, klien tampak gelisah, terdapat luka pada
bagian kaki sebelah kanan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan pada tanggal 17 maret 2021 datang ke IGD dengan
keluhan kaki bengkak sebelah kanan, lalu klien dibawa keruangan perawatan

32
cemara. Kemudian pada tanggal 18 maret 2021 diwaktu pagi hari klien dibawa
keruangan instalansi bedah sentral untuk melaksanakan operasi debridement
dibagian kaki sebelah kanan. Awal mulanya klien tertusuk kayu ditambak lalu
kaki klien dioperasi pada tanggal 29 Desember 2020, kemudian klien masuk
tambak dengan kaki masih diperban. Akhirnya klien masuk rumah sakit
karena kaki klien selalu terkena air laut dan kaki klien menjadi lembab.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
a) Klien mengatakan tidak ada keluarganya yang memiliki penyakit
keturunan dan menular. Klien mengatakan hanya ia yang menderita
penyakit yang lama sembuh seperti di kakinya.
b) Genogram :

? 58 ? ? 54 ? ?

26 17 10

= Laki – laki = Tinggal serumah = Klien

= Perempuan = Garis keturunan = Cerai

X = Meninggal ? = Usia tidak diketahui

Bagan 3.1 Genogram Keluarga 4 Generasi


3.1.3 Data Psiko-Sosial-Ekonomi
3.1.3.1 Sebelum sakit :
Klien mengatakan hubungan dengan keluarga dan tetangganya baik dan rukun.
Klien mengatakan jika dalam kesulitan dibantu oleh keluarga. Klien
mengatakan tidak memiliki masalah ekonomi.
3.1.3.2 Saat sakit :
Klien mengatakan hubungan dengan teman satu ruangan baik. Klien

33
mengatakan selama dirumah sakit tidak ada yang menjaganya. Klien
mengatakan tidak mempunyai masalah ekonomi saat dirawat di rumah sakit
karena menggunakan BPJS.
3.1.4 Data Spiritual
3.1.4.1 Sebelum sakit :
Klien mengatakan beragama Islam. Klien mengatakan sering beribadah di
masjid.
3.1.4.2 Saat sakit :
Klien mengatakan selama kakinya sakit tetap menjalankan ibadahnya. Klien
mengatakan hanya berdoa kepada Allah SWT agar diberi kesembuhan. Klien
menganggap penyakitnya adalah ujian yang diberikan Tuhan.
3.1.5 Pola Kebiasaan Sehari- hari
3.1.5.1 Nutrisi
1) Sebelum sakit :
Klien mengatakan selera makannya baik, menu makannya seperti nasi, lauk
pauk, dan sayur, frekuensi makannya 3 kali sehari, makanan yang disukai nasi
goring dan sanggar, makanan pantangan seperti udang, kepiting, dan telur,
pembatasan pola makanan yang mengandung santan dan manis, ritual saat
makan adalah berdoa.
2) Saat Sakit :
Klien mengatakan nafsu makannya meningkat dengan frekuensi 3 – 4 kali
sehari, klien mengatakan sering merasa lapar, menu makannya seperti nasi,
lauk pauk dan sayuran yang disediakan dengan rumah sakit, makanan yang
disukai masih nasi goring dan sanggar, makanan pantangan seperti udang,
kepiting dan telur, pembatasan pola makanan yang mengandung santan dan
manis, ritual sebelum makan adalah berdoa.
3.1.5.2 Cairan
1) Sebelum sakit :
Klien mengatakan minum air putih dan kopi serta teh, frekuensi minumnya 8-
10 kali sehari, cara pemenuhannya melalui oral.
2) Saat Sakit :
Klien mengatakan saat sakit minum air putih sekitar 2400ml sehari atau 8-10

34
dan terpasang infus dengan cairan NaCl sekitar 1000 cc / 24 jam. 20
tetes/menit, klien mengatakan sering merasa haus.
Tabel 3.1.5.2 Balance Cairan Tn.R

Keseimbangan Balance Cairan

Input per 24 jam : Minum 2400 Cc


Infus 1000 Cc
Injeksi Obat 20 Cc
Total 3420 Cc
Output per 24 jam : Urin 1300 Cc
IWL 1020 Cc
Total 2320 Cc
Balance Cairan : (Input – Output)
: 3820 - 2320 = 1500

3.1.5.3 Eliminasi
1) Sebelum sakit :
Klien mengatakan tempat untuk BAB dan BAK di toilet atau wc dengan
frekuensi waktu BAB 1-3 kali sehari dan BAK 4-5 kali sehari, konsistensi
BAB yaitu padat, berwarna coklat kekuningan sedangakan BAK
konsistensinya berwarna jernih dan berbau khas, tidak ada kesulitan saat BAB
maupun BAK, tidak memakai obat pencahar.
2) Saat Sakit :
Klien mengatakan belum ada BAB selama dirumah sakit, klien sudah ada BAK
dengan volume urine 1.300 cc sehari dengan konsistensi warna kuning
kecoklatan, tidak ada kesulitan saat BAK dan klien tidak menggunakan obat
pencahar.

3.1.5.4 Istirahat dan Tidur


1) Sebelum Sakit :
Klien mengatakan saat dirumah tidur siangnya hanya 1 jam dan malamnya
sekitar 4-5 jam, pola tidur klien tidak teratur, kebiasaan sebelum tidur klien
tidak ada, klien mengatakan tidak ada kesulitan tidur.
2) Saat Sakit :
Klien mengatakan saat sekarang ini tidur siangnya 1 jam sehari dan tidur saat

35
malam hari 5 - 7 jam sehari, pola tidur klien teratur, kebiasaan klien sebelum
tidur yaitu bermain hp, klien mengatakan tidak ada kesulitan tidur, klien sering
mengantuk.
3.1.5.5 Olahraga
1) Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak pernah melakukan olahraga
2) Saat sakit :
Klien mengatakan tidak bisa melakukan olahraga
3.1.5.6 Personal Hygiene
1) Sebelum sakit :
Klien mengatakan selama dirumah mandi 2 kali sehari dengan cara mandiri di
kamar mandi, cuci rambut 2 kali sehari secara mandiri, gunting kuku
seminggu sekali, gosok gigi 1 kali dalam sehari.
2) Saat Sakit:
Klien mengatakan selama sakit tidak pernah mandi, tidak pernah cuci rambut
dan tampak ada ketombe, tidak pernah potong kuku dan kuku klien tampak
panjang, klien tidak pernah gosok gigi dan gigi klien tampak kuning, klien
tampak kotor, klien tidak mampu melakukan perawatan secara mandiri.
3.1.5.7 Aktivitas / Mobilitas fisik
1) Sebelum sakit :
Klien mengatakan kegiatan sehari-harinya bekerja dengan jam kerja dari jam
08.00-23.00, klien mengatakan tidak menggunakan alat bantu aktivitas klien
mengatakan tidak ada kesulitan bergerak.
2) Saat Sakit :
Klien mengatakan kegiatannya selama sakit yaitu hanya berbaring saja, klien
mengatakan saat berjalan dibantu dengan orang lain.
3.1.5.8 Rekreasi
1) Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak pernah rekreasi
2) Saat sakit :
Klien mengatakan tidak pernah rekreasi
3.1.6 Pemeriksaan Fisik

36
3.1.6.1 Keadaan Umum
Klien tampak lemah
3.1.6.2 Tanda – Tanda Vital
1. Kesadaran : Composmentis
Glasgow Coma Scale (GCS) : Respon Motorik 6
Respon Bicara 5
Respon Pembukaan Mata : 4 +
Total 15
2. Tekanan Darah : 140/80 mmHg
MAP : 140 + (2 x 80)
= 100 mmHg
3
3. Nadi : 80 x/menit , Teratur

4. Suhu : 36,5 O C
5. Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit
3.1.6.3 Antropometri :
1. Tinggi Badan : 158 cm
2. Berat Badan : 68 kg
3. IMT : 24,8 (normal)
3.1.6.4 Sistem Pernafasan
Inspeksi : hidung klien simetris, terdapat pernafasan cuping hidung, tidak
terdapat secret, tidak terdapat polip, tidak terdapat epitaksis. Dada klien
inspeksi : bentuk dada normo chest, tidak terdapat luka pada bagian dada,
gerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak
menggunakan otot bantu pernapasan. Palpasi : leher klien tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada tumor, vocal premitus normal. Perkusi :
dada sonor. Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, tidak terdapat bunyi nafas
tambahan.
3.1.6.5 Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : konjungtiva klien tidak pucat, bibir klien tampak lembab. Palpasi :
arteri carotis teraba kuat, tekanan vena jugularis klien 5+2 cm H2O. Perkusi :
ukuran jantung klien normal berada di ICS 2 (Intercostal). Auskultasi : bunyi

37
jantung klien S1 katup atrio-ventrikuler menutup dan S2 katup aurtic dan
pulmoner menutup. Capillary refilling time kurang 3 detik.
3.1.6.6 Sistem Pencernaan
Inspeksi : sklera klien tidak ikterik, bibir klien tampak lembab, mulut klien
telihat jumlah gigi 32 dan kemampuan menelan baik, tidak ada luka pada
daerah perut klien. Gaster klien tidak kembung. Palpasi : abdomen klien tidak
terdapat nyeri tekan. Perkusi : bunyi perut timpani. Auskultasi : bising usus
klien 18 x / menit. Anus klien tidak lecet dan tidak ada haemoroid.
3.1.6.7 Sistem Penginderaan
Inspeksi : kelopak mata klien simetris kiri dan kanan, bulu mata ada, alis mata
tebal, tidak ada pembengkakkan, terdapat secret pada mata klien, lapang
pandang klien dapat melakukan dengan baik. Fungsi penciuman hidung klien
dapat mencium bau minyak kayu putih dan freshcare, tidak ada polip, deviasi
seputum klien tidak ada, secret klien tidak ada, klien memiliki silia. Fungsi
pendengaran klien dapat mendengar dengan baik tidak ada gangguan, keadaan
daun telinga klien bersih tidak ada kotoran dan tidak ada serumen. Palpasi :
tidak ada nyeri tekan pada daerah kepala.

3.1.6.8 Sistem Persarafan


Fungsi cerebral klien dapat meningkat karena kagiatan sehari-hari, tingkat
kesadaran / GCS klien composmentis E=4, M=6, V=5 = 15. Fungsi krania
Nervus I (olfaktorius) klien dapat membedakan bau minyak kayu putih, Nervus
II (optikus) klien tidak dapat membaca dengan baik pada jarak 30 cm, Nervus
III (okulomotorius) pupil klien isokor, Nervus IV (trokhlearis) klien dapat
menggerakkan bola mata ke atas, bawah, kiri dan kanan, Nervus V
(trigeminus) klien dapat membuka mulut dengan lebar, klien dapat menutup
mulut, klien dapat mengunyah dan dapat menggerakkan rahang keatas dan
kebawah, Nervus VI (abdusen) klien dapat merespon terhadap sentuhan halus.
Terdapat reaksi terhadap cahaya, Nervus VII (fasialis) klien dapat mengangkat
alis, klien dapat memejamkan mata, klien dapat mengkerutkan dahi, Nervus
VIII (vestibulokokhlearis) klien dapat mendegarkan detak jam tangan, klien
dapat berjalan dikarenakan kondisi klien baik, Nervus IX dan Nervus X
(glosofaringeus,vagus) klien dapat menelan, refleks faring tidak positif, Nervus

38
XI (asesorius) klien dapat mengangkat bahu secara mandiri, Nervus XII
(hiplogosus) lidah simetris, tidak ada atrofi, klien dapat menjulurkan lidah dan
menarik dengan cepat.
3.1.6.9 Sistem Muskuloskeletal
Bentuk kepala klien normochepael, tidak terdapat luka lecet pada bagian
kepala. Vertebrae klien tidak ada dekubitus. Pelvis klien tidak dilakukan
pengkajian. Lutut klien tidak terdapat nyeri pada kaki kanan dan kiri saat
ditekuk. Kaki klien terdapat luka pada kaki sebelah kanan, terdapat balutan
luka pada kaki sebelah kanan, panjang luka ± 5 cm dan kedalam luka ± 3cm,
terdapat PUS pada luka klien. Tangan klien dapat menggerakkan kedua tangan,
klien dapat menekuk kedua tangan, terpasang infus pada tangan sebelah kanan
klien. Cara berdiri klien tegak lurus (normal), posisi duduk klien normal. Sendi
klien tidak ada pembengkakkan, tidak ada kekakuan, dan tidak ada penurunan
gerak sendi.
3.1.6.10 Sistem Integumen
Rambut klien berwarna hitam dan putih, tebal, tidak mudah rontok, dan tidak
terdapat ketombe. Kulit klien berwarna kulit sawo matang, kulit tidak pucat,
akral hangat, kulit kering, terdapat bulu halus, terdapat tahi lalat, turgor kulit
normal. Kulit pada luka klien tampak coklat gelap, terdapat nanah pada luka
klien. Kuku klien berwarna kuning dan mudah patah, tidak ada clubbing
pinger.
3.1.6.11 Sistem Endokrin
Kelenjar tyroid klien tidak ada pembesaran, tidak ada eskresi urine berlebihan,
tidak ada keringat berlebihan, dan riwayat bekas air seni klien dikelilingi
semut. Nilai GDS klien 209 mg/dl pada tanggal 17 maret 2021.
3.1.6.12 Sistem Perkemihan
Klien tidak mengalami kencing batu, tidak ada dysuria, keadaan kandung
kemih klien baik, tidak ada kencing darah.
3.1.6.13 Sistem Reproduksi
Tidak dilakukan pengkajian karena pasien menolak.
3.1.6.14 Sistem Imun
Klien mengatakan alergi terhadap makanan seperti udang, kepiting, dan telur.

39
3.1.7 Pemeriksaan Penunjang
3.1.7.1 Laboratorium (17 Maret 2021)
Tabel 3.1.7.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hema Automatic 3 Diff/darah rutin
Hb (HGB) 14.0 g/dL L = 14 – 18 . P = 12 – 16
Leukosit (WBC) 7.000 ribu/cc 4.000 – 11.000
Eritrosit (RBC) 4.49 juta/cc L = 4,5 – 6,5 . P = 3,0 – 6,0
Trombosit (PLT) 293.000 ribu/cc 150.000 – 450.000
Hit.jenis : Basofil - % 0-1
Hit.jenis : Eosinofil - % 1-3
Hit.jenis : Neotrofil 64,1 % 50 – 70
Hit.jenis : Limfosit 28,0 % 20 – 40
Hit.jenis : Monosit 7,9 % 2–8
Hematokrit (HCT) 40,9 % L = 40 – 48 . P = 37 - 43
MCV 91,1 fL 82,9 – 92,9
MCH 31,1 Pg 27,0 – 33,0
MCHC 34,2 g/dL 30,1 – 38,1
Masa pembekuan
Waktu pembekuan 6 menit Menit 6 - 12
(CT), metode lee/white
Masa perdarahan
Waktu perdarahan 1 menit Menit 1–3
(BT), metode duke
Rapid test covid 19 antibody
IgM Non Reaktif – Non Reaktif
IgG Non Reaktif – Non Reaktif
GDS (17 Maret 2021)
Glukosa sewaktu serum
Gula darah puasa - mg/dl 70 – 100
Gula darah sewaktu 209 mg/dl <160

Sumber: Laboratorium RSU Kota Tarakan (2021)

40
3.1.8 Penatalaksanaan / Terapi / Diet Saat Ini

Tabel 3.1.8. Terapi Obat


No Nama obat Dosis Jadwal Manfaat
1 IVFD NS 500 ml/ 2x24 jam Mengganti cairan saat
20TPM diare dan mengganti
elektrolit, cairan yang
hilang di intravaskuler
2 Ceftriaxone 1 gram 2 x24 jam Mengobati dan mencegah
infeksi bakteri
3 Ketorolac 30 mg 1x24 jam Meredakan peradangan
dan nyeri
4 Ranitidine 50 mg 2x24 jam Menurunkan sekresi
asam lambung
5 Dexamethasone 5 mg 2x24 jam Mengatasi peradangan,
reaksi alergi, dan
penyakit autoimun
6 Ondansentron 10 mg 2x24 jam Mencegah dan mengobati
mual dan muntah
3.2 Klasifikasi Data
3.2.1 Data Sujektif
3.2.1.1 Klien Klien mengatakan nyeri dibagian kaki sebelah kanan
3.2.1.2 Klien mengatakan nyeri berskala 6
3.2.1.3 Klien mengatakan nyeri bertambah saat ditekan dan saat beraktivitas,
berkurang saat klien baring.
3.2.1.4 Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
3.2.1.5 Klien mengatakan durasi nyeri kurang lebih 10 menit
3.2.1.6 Klien mengatakan mengantuk
3.2.1.7 Klien mengatakan sering merasa lapar
3.2.1.8 Klien mengatakan sering merasa haus
3.2.1.9 Klien mengatakan tidak pernah mandi selama dirumah sakit
3.2.1.10 Klien mengatakan tidak pernah melakukan cuci rambut selama dirumah sakit
3.2.1.11 Klien mengatakan tidak pernah memotong kuku selama dirumah sakit
3.2.1.12 Klien mengatakan tidak pernah gosok gigi selama dirumah sakit
3.2.2 Data Objektif
3.2.2.1 Klien tampak meringis
3.2.2.2 Klien tampak gelisah
3.2.2.3 GDS 209 mg/dl

41
3.2.2.4 Klien tampak sering kebingungan
3.2.2.5 Terdapat luka pada bagian kaki sebelah kanan.
3.2.2.6 Terdapat balutan luka pada kaki sebelah kanan
3.2.2.7 Terdapat nanah pada luka klien
3.2.2.8 Panjang luka ± 5 cm dan kedalaman luka ± 3cm
3.2.2.9 Klien tampak kotor
3.2.2.10 Rambut klien tampak ada ketombe
3.2.2.11 Kuku klien panjang
3.2.2.12 Gigi klien tampak kuning
3.3 Analisa Data
3.3.1 Pengelompokan Data 1
3.3.1.1 Data subjektif :
1. Klien mengatakan mengantuk
2. Klien mengatakan sering merasa lapar
3. Klien mengatakan sering merasa haus
3.3.1.2 Data objektif :
1. GDS 209 mg/dl
2. Klien tampak sering kebingungan
3.3.1.3 Penyebab : Gangguan toleransi glukosa darah
3.3.1.4 Masalah : Ketidakstabilan kadar glukosa darah
3.3.2 Pengelompokan Data 2
3.3.2.1 Data Subjektif
1. Klien mengatakan nyeri dibagian kaki sebelah kanan
2. Klien mengatakan nyeri berskala 6
3. Klien mengatakan nyeri bertambah saat ditekan dan saat beraktivitas,
berkurang saat klien baring
4. Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
5. Klien mengatakan durasi nyeri kurang lebih 10 menit
3.3.2.2 Data Objektif
1. Klien tampak meringis
2. Klien tampak gelisah
3.3.2.3 Penyebab : Agen pencedera fisik

42
3.3.2.4 Masalah : Nyeri akut
3.3.3 Pengelompokan Data 3
2.3.3.1 Data Subjektif : -
2.3.3.2 Data Objektif
1. Terdapat luka pada bagian kaki sebelah kanan
2. Terdapat balutan luka pada kaki sebelah kanan
3. Terdapat nanah pada luka klien
4. Panjang luka ± 5 cm dan kedalaman luka ± 3 cm.
3.3.3.3 Penyebab : Neuropati perifer
3.3.3.4 Masalah : Gangguan integritas jaringan
3.3.4 Pengelompokan Data 4
3.3.4.1 Data Subjektif
1. Klien mengatakan tidak pernah mandi selama dirumah sakit
2. Klien mengatakan tidak pernah melakukan cuci rambut selama dirumah sakit
3. Klien mengatakan tidak pernah memotong kuku selama dirumah sakit
4. Klien mengatakan tidak pernah gosok gigi selama dirumah sakit
3.3.4.2 Data Objektif
1. Klien tampak kotor
2. Rambut klien tampak ada ketombe
3. Kuku klien panjang
4. Gigi klien tampak kuning
3.3.4.3 Penyebab : Kelemahan
3.3.4.4 Masalah : Defisit Perawatan Diri

43
3.3 Penyimpangan KDM Tn. R
Usia diatas 65 tahun, obesitas, pola
makan yang kurang baik, kurang gerak

Kadar lemak tinggi

Insulin tidak dapat bekerja maksimal


membantu tubuh menyerap glukosa

Kerusakan pankreas
menghasilkan banyak insulin

Resistensi insulin

Glokosa tidak dapat dihantar ke sel

HIPERGLIKEMIA

Reseptor insulin tidak Peningkatan gula darah Perubahan status kesehatan


berikatan dengan insulin
Gangguan fungsi imun Menurunnya motivasi
dalam perawatan diri
Glokosa tidak dapat
masuk ke sel Glokosa tidak dapat
masuk ke sel Tidak melakukan
perawatan diri (mandi,
Kadar gula tinggi gosok gigi, cuci rambut)
Kekebalan tubuh
menrun
Tidak terkontrol Defisit perawatan
diri
Suplai nutrisi, oksigen
Ketidakstabilan (O2) leukosit terganggu
kadar glokosa
darah
Luka tidak mendapat
suplai O2 dari darah

Proses penyembuhan
luka terhambat

Kerusakan dan
Nyeri akut
kematian jaringan

Gangguan integritas
kulit/jaringan
3.2 Penyimpangan KDM DM Tipe 2 pada Tn. R

44
3.4 Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan skala prioritas diagnosis keperawatan yang muncul pada Tn. R
dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah :
3.3.1 Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan toleransi
glukosa darah ditandai dengan data subjektif klien mengatakan mengantuk,
sering lapar, sering haus dan data objektif klien tampak sering kebingungan /
kesadaran menurun, GDS 209 mg/dl.
3.3.2 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan data
subjektif klien mengatakan nyeri dibagian kaki sebelah kanan, dengan skala
nyeri 6, bertambah saat ditekan dan beraktivitas berkurang saat klien baring,
nyeri seperti tertusuk – tusuk, durasi nyeri kurang lebih 10 menit dan data
objektif klien tampak meringis, gelisah, terdapat luka pada kaki sebelah kanan.
3.3.3 Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer ditandai
dengan data subjektif klien mengatakan nyeri dibagian kaki sebelah kanan dan
data objektif terdapat luka pada bagian kaki sebelah kanan, terdapat balutan luka
pada kaki sebelah kanan, panjang luka kurang lebih 5 cm dan kedalaman luka
kurang lebih 3 cm.
3.3.4 Mandi dan toilet berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan data subjektif
klien mengatakan tidak pernah mandi selama dirumah sakit, tidak pernah
melakukan cuci rambut selama dirumah sakit, tidak pernah memotong kuku
selama dirumah sakit, tidak pernah gosok gigi selama dirumah sakit dan data
objektif klien tampak kotor, rambut klien tampak ada ketombe, kuku klien
panjang, gigi klien tampak kuning.
3.4 Intervensi Keperawatan
3.4.1 Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan
toleransi glukosa darah
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka
kestabilan kadar glukosa darah meningkat dengan kriteria hasil :
3.4.1.1 Glukosa darah membaik 70 – 130 mg/dL
3.4.1.2 Keluhan lapar klien sedang dengan frekuensi 3 kali sehari
3.4.1.3 Mengantuk klien menurun
3.4.1.4 Rasa haus klien menurun dengan frekuensi 6 – 8 gelas perhari

45
3.4.1.5 Lelah klien menurun
Intervensi Keperawatan :
1) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2) Monitor kadar glukosa darah
3) Berikan asupan cairan oral
4) Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
5) Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
3.4.2 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka
tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :
3.4.2.1 Keluhan nyeri klien menurun
3.4.2.2 Meringis klien tampak menurun
3.4.2.3 Skala nyeri klien dapat berkurang (skala 3)
3.4.2.4 Gelisah klien menurun
3.4.2.5 Wajah klien tampak rileks
3.4.2.6 Klien mampu mengontrol nyeri secara mandiri
Intervensi Keperawatan :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2) Berikan posisi nyaman
3) Berikan teknik nonfarmaklogis untuk mengurangi rasa nyeri ( relaksasi napas
dalam )
4) Ajarkan teknik nonfarmakologi
5) Kolaborasi pemberian obat ketorolac
3.4.3 Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka
integritas kulit atau jaringan meningkat dengan kriteria hasil:
3.4.3.1 Perfusi jaringan pada luka klien meningkat
3.4.3.2 Kerusakan jaringan pada luka menurun
3.4.3.3 Luka klien tampak kemerahan
3.4.3.4 Kerusakan lapisan kulit klien menurun
3.4.3.5 Nyeri klien sedang skala 3
Intervensi Keperawatan:

46
1) Monitor karakteristik luka (mis. Warna, ukuran,bau)
2) Bersihkan dengan cairan NaCl, sesuai kebutuhan
3) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
4) Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
5) Kolaborasi pemberian ceftriaxone
3.4.4 Mandi dan toilet berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x6 jam, maka
perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil:
3.4.4.1 Kemampuan mandi klien meningkat
3.4.4.2 Klien mampu mempertahankan kebersihan mulut meningkat
3.4.4.3 Klien mampu mempertahankan kebersihan diri meningkat
3.4.4.4 Klien mampu pertahankan perawatan diri meningkat
Intervensi Keperawatan :
1) Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
2) Siapkan keperluan pribadi (mis. sikat gigi dan sabun mandi)
3) Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
4) Anjurkan melakukan perawatan diri secara mandiri sesuai kemampuan
3.5 Implementasi Keperawatan
3.5.1 Implementasi Hari I
Hari Rabu, 17 Maret 2021
3.5.1.1 Diagnosa Keperawatan 1
Pukul 12.30 Wita
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Data Subjektif : Klien mengatakan nafsu makan meningkat
Data Objektif : Klien tampak makan sesuai dengan keinginannya
Pukul 12.33 Wita
Memonitor kadar glukosa darah
Data Subjektif : Klien mengatakan gula darah klien naik turun
Data Objektif : GDS 209 mg/dl
Pukul 12.36 Wita
Memberikan asupan cairan oral
Data Subjektif : Klien mengatakan akan meminum air putih sebanyak 2 gelas

47
Data Objektif : Klien tampak meminum air putih 2 gelas
Pukul 12.40 Wita
Mengajurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
Data Subjektif : Klien mengatakan mengikuti anjuran
Data Objektif : Klien tampak makan sesuai kemauan
Pukul 12.43 Wita
Mengkolaborasi pemberian insulin
Data Subjektif : Klien mengatakan tidak menggunakan insulin
Data Objektif : -
3.5.1.2 Diagnosa Keperawatan 2
Pukul 12.45 Wita
Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada luka dikaki sebelah kanan, nyeri
klien seperti berdenyut-denyut dengan skala 6
Data Objektif : Klien tampak meringis dan gelisah saat nyeri
Pukul 12.49 Wita
Memberikan posisi nyaman
Data Subjektif : Klien mengatakan nyaman dengan posisi baring
Data Objektif : Klien tampak tenang dengan posisi berbaring
Pukul 12.53 Wita
Mengajarkan teknik nonfarmakologi (relaksasi nafas dalam)
Data Subjektif : Klien mengatakan mampu melakukan teknik nonfarmakologis
relaksasi nafas dalam
Data Objektif : Klien mampu mengontrol nyeri secara mandiri
Pukul 12.56 Wita
Memberikan teknik nonfarmaklogis untuk mengurangi rasa nyeri (relaksasi
napas dalam)
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri berkurang saat melakukan relaksasi
nafas dalam
Data Objektif : Klien tampak rileks saat melakukan teknik relaksasi nafas
dalam

48
Pukul 13.00 Wita
Megkolaborasi pemberian obat ketorolac
Data Subjektif : -
Data Objektif : Telah diberikan ketorolac 30 mg/IV
3.5.1.3 Diagnosa Keperawatan 3
Pukul 13.05 Wita
Memonitor karakteristik luka (mis. Warna, ukuran,bau)
Data Subjektif : -
Data Objektif : Tampak luka klien dibalut dengan kasa, balutan bersih tidak
basah
3.5.1.4 Diagnosa Keperawatan 4
Pukul 13.15 Wita
Mengidentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
Data Subjektif : Klien mengatakan jarang melakukan perawatan diri
Data Objektif : Klien tampak tidak bersih
Pukul 13.20 Wita
Mempersiapkan keperluan pribadi (mis. sikat gigi dan sabun mandi)
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien tampak mempersiapkan sikat gigi dan sabun mandi
Pukul 13.25 Wita
Memfasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
Data Subjektif : Klien mengatakan mampu mempersiapkan perawatan dirinya
Data Objektif : -
Pukul 13.30 Wita
Memfasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
Data Subjektif : Klien mengatakan mampu mempersiapkan perawatan dirinya
Data Objektif : -
3.5.2 Implementasi Hari II
Hari Kamis, 18 Maret 2021
3.5.2.1 Diagnosa Keperawatan 1
Pukul 08.00 Wita
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia

49
Data Subjektif : Klien mengatakan nafsu makan membaik
Data Objektif : Frekuensi makan klien 3 kali sehari sesuai porsi dirumah sakit
yang telah disediakan
Pukul 08.04 Wita
Memonitor kadar glukosa darah
Data Subjektif : Klien mengatakan glukosa darah menurun
Data Objektif : GDS 130 mg/dl
Pukul 08.08 Wita
Memberikan asupan cairan oral
Data Subjektif : Klien mengatakan minum air putih sebanyak 6-8 gelas perhari
Data Objektif : Klien minum air putih 6-8 gelas perhari
Pukul 08.10 Wita
Mengajurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
Data Subjektif : Klien mengatakan dapat mengikuti anjuran
Data Objektif : Klien tampak makan sesuai porsi yang disediakan rumah sakit
3.5.2.2 Diagnosa Keperawatan 2
Pukul 08.15Wita
Mingidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala 3
Data Objektif : Klien tampak tenang
Pukul 08.20 Wita
Memberikan posisi nyaman
Data Subjektif : Klien nyaman dengan posisi berbaring
Data Objektif : Klien tampak tenang dengan posisi berbaring
Pukul 08.25 Wita
Mengajarkan teknik nonfarmakologi relaksasi nafas dalam
Data Subjektif : Klien mengatakan mampu melakukan teknik nonfarmakologis
relaksasi nafas dalam
Data Objektif : Klien mampu mengontrol nyeri secara mandiri
Pukul 08.30 Wita
Memberikan teknik nonfarmaklogis untuk mengurangi rasa nyeri (relaksasi

50
napas dalam)
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri berkurang saat melakukan relaksasi
nafas dalam
Data Objektif : Klien tampak rileks saat melakukan relaksasi nafas dalam
Pukul 08.35 Wita
Mengkolaborasi pemberian obat ketorolac
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien telah diberikan obat ketorolac 30 mg/IV
3.5.2.3 Diagnosa Keperawatan 3
Pukul 08.39 Wita
Memonitor karakteristik luka (mis. Warna, ukuran,bau)
Data Subjektif : -
Data Objektif : Luka klien tampak kemerahan, kering, tidak berbau, panjang
luka 5 cm, dan dalam luka 3 cm
Pukul 08.42 Wita
Membersihkan dengan cairan NaCl, sesuai kebutuhan
Data Subjektif : -
Data Objektif : Dibersihkan luka pada kaki klien dengan NaCl
Pukul 08.46 Wita
Mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
Data Subjektif : -
Data Objektif : Luka klien dibersihkan dengan menggunakan alat yang streil
Pukul 08.50 Wita
Menganjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Data Subjektif : Klien mengatakan akan belajar melakukan perawatan luka
secara mandiri
Data Objektif : Klien tampak paham tentang prosedur perawatan luka
Pukul 08.55 Wita
Mengkolaborasi pemberian ceftriaxone
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien telah diberikan obat ceftriaxone 1 gr/IV

51
3.6 Evaluasi Keperawatan
Hari kamis, 18 Maret 2021
3.6.1 Evaluasi Hasil Diagnosa 1 (Pukul 10.00 Wita)
3.6.1.1 Subyektif :
1) Klien mengatakan nafsu makan membaik
2) Klien mengatakan glukosa darah menurun
3) Klien mengatakan minum air putih sebanyak 6-8 gelas perhari
3.6.1.2 Obyektif :
1) Frekuensi makan klien 3 kali sehari
2) GDS 130 mg/dl
3) Klien minum air putih 6-8 gelas perhari
3.6.1.3 Assesment : Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah teratasi
3.6.1.4 Planning : Intervensi dipertahankan
1) Ajurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
3.6.2 Evaluasi Hasil Diagnosa 2 (Pukul 10.10 Wita)
3.6.2.1 Subyektif :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala 3
2) Klien nyaman dengan posisi berbaring
3) Klien mengatakan mampu melakukan teknik nonfarmakologis relaksasi nafas
dalam
4) Klien mengatakan setelah diberikan obat nyeri berkurang
3.6.2.2 Obyektif :
1) Klien tampak rileks
2) Klien tampak tenang
3) Klien mampu mengontrol nyeri secara mandiri
3.6.2.3 Assesment : Masalah nyeri akut teratasi
3.6.2.4 Planning : Intervensi dipertahankan
1) Ajarkan teknik nonfarmakologi relaksasi nafas dalam
3.6.3 Evaluasi Hasil Diagnosa 3 (Pukul 10.20 Wita)
3.6.3.1 Subyektif : -
3.6.3.2 Obyektif :
1) Tidak ada tanda – tanda infeksi

52
2) Tidak ada bau pada luka klien
3) Tampak kemerahan pada luka klien
3.6.3.3 Assesment : Masalah gangguan integritas kulit / jaringan teratasi
3.6.3.4 Planning : Intervensi dipertahankan
1) Bersihkan dengan cairan NaCl, sesuai kebutuhan
2) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
3) Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
3.6.4 Evaluasi Hasil Diagnosa 4 (Pukul 10.30 Wita)
3.6.4.1 Subyektif :
1) Klien mengatakan mampu mempersiapkan perawatan dirinya
2) Klien mengatakan mampu melakukan perawatan diri
3.6.4.2 Obyektif : Klien tampak bersih
3.6.4.3 Assesment : Masalah defisit perawatan diri teratasi
3.6.4.4 Planning : Intervensi dipertahankan
4.1.1 Anjurkan melakukan perawatan diri secara mandiri sesuai kemampuan

53
BAB 4
PEMBAHASAN

Penulis membahas tentang kesenjangan antara teori dengan kasus pada


Tn.R. Setelah mempelajari landasan teori dan melaksanakan asuhan keperawatan
pada klien Tn.R dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Perawatan Cemara
Rumah Sakit Umum Kota Tarakan mulai tanggal 17 Maret 2021 sampai dengan
18 Maret 2021, maka pada bab ini penulis mengemukakan kesenjangan antara
teori dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.R dengan Diabetes Melitus
Tipe 2. Adapun kesenjangan tersebut akan diuraikan sesuai dengan langkah-
langkah proses keperawatan sebagai berikut:
4.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian, penulis tidak mengalami hambatan selama proses
wawancara dengan klien, kerena klien bersifat terbuka dan sangat kooperatif
dalam menjawab pertanyaan dan mengungkapkan masalah yang dialaminya.
Penulis juga bekerja sama dengan perawat ruangan untuk memperoleh informasi
dan data mengenai perkembangan kesehatan Tn. R Berdasarkan proses pengkajian
pada Tn. R dengan penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Cemara Rumah
Sakit Umum Kota Tarakan pada tanggal 17 Maret 2021 di dapatkan beberapa
kesenjangan antara teori dan kasus yang di peroleh di lahan praktik adalah sebagai
berikut:
4.1.1 Sirkulasi
Berdasarkan pengkajian yang ada di teori namun terdapat pengkajian yang
tidak terdapat pada klien Tn. R yaitu, adanya riwayat hipertensi. Hipertensi
adalah penyakit dengan tanda adanya gangguan tekanan darah sistolik maupun
diastolik yang naik diatas tekanan darah normal. Salah satu komplikasi
makroangiopati diabetes dapat terjadi karena perubahan kadar gula darah, gula
darah yang tinggi akan menempel pada dinding pembuluh darah. Setelah itu
terjadilah proses oksidasi dimana gula darah bereaksi dengan protein dari
dinding pembuluh darah yang menimbulkan Advanced Glycosylated
Endproducts (AGE) yaitu zat yang dibentuk dari kelebihan gula dan protein
yang saling berkaitan. Pembentukan AGE ini dapat merusak dinding bagian

54
dalam dari pembuluh darah dan menarik lemak jenuh dan kolesterol menempel
pada dinding pembuluh darah sehingga reaksi inflamasi terjadi dan menyatu
menjadi satu bekuan yang membuat dinding pembuluh darah menjadi keras,
kaku dan akhirnya menimbulkan penyumbatan yang dinamakan hipertensi
(Haryono,2019).
Pada Tn. R tidak ditemukan adanya hipertensi karena tekanan darah Tn. R
adalah 140/80 mmHg, dimana tekanan darah tersebut menurut WHO adalah
termasuk dalam ketegori sedang. Pada Tn. R tidak terjadi karena tidak adanya
tanda hiperglikemia pada klien hasil pemeriksaan GDS 209 mg/dl.
4.1.2 Pernafasan
Berdasarkan pengkajian yang ada di teori namun tidak terdapat pada
pengkajian pada Tn.R yaitu, merasa kekurangan oksigen (hipoksia). Hipoksia
adalah kondisi rendahnya kadar oksigen disel dan jaringan, akibat sel dan
jaringan yang ada diseluruh bagian tubuh tidak dapat berfungsi dengan normal
(Haryono,2019).
Pada Tn. R tidak ditemukan adanya hipoksia karena pernafasan Tn. R
adalah 20 x/menit, dimana pernafasan tersebut menurut WHO adalah termasuk
dalam kategori normal.
4.2 Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan maka penulis menyusun
diagnosis keperawatan pada Tn. R dengan kasus Diabetes Melitus tipe 2. Penulis
mengambil beberapa sumber buku terkait dengan penegakan diagnosis
keperawatan yaitu diagnosis menurut Doenges (2014) dan pada sistem penulisan
menggunakan sumber dari PPNI (2016). Menurut Doenges (2014) ada lima
diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada kasus Diabetes Melitus,
namun tidak ditemukan pada kasus pada Tn. R diagnosis keperawatan tersebut
yaitu :
4.2.1 Hipovolemia dapat berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan
mekanisme regulasi, peningkatan permeabilitas kapiler, kekurangan intake
cairan, evaporasi (PPNI, 2016).
Hipovolemia adalah penurunan volume cairan intravaskuler, interstirial,
dan intraseluler (PPNI, 2016). Berdasarkan pengkajian pada Tn. R tidak

55
ditemukan data dengan gejala mayor frekuensi nadi meningkat, nadi terasa
lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, dan minor pengisian
vena menurun, status mental berubah, suhu tubuh meningkat, berat badan
turun tiba – tiba.
4.2.2 Defisit nutrisi dapat berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi
(mis.finansial tidak mencakup), faktor psokologis (mis. Stres, keengganan
untuk makan) (PPNI, 2016).
Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme (PPNI, 2016). Diagnosis ini tidak dapat ditegakkan
pada Tn. R dengan Diabetes Melitus tipe 2 karena pada Tn. R tidak
mengalami defisit nutrisi. Data dikuatkan dengan tidak ditemukan gejala
mayor dan minor seperti berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang
ideal, bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah,
membran mukosa pucat, sariawan.
4.2.3 Risiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis (mis. Diabetes melitus), efek
prosedur invasive, malnutrisi, peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder (PPNI, 2016)
Menurut PPNI (2016) Resiko infeksi adalah beresiko mengalami
peningkatann terserang organisme patogenik. Berdasarkan pengkajian pada
Tn. R ditemukan data klien mengatakan ada luka di bagian kaki sebelah
kanan dan terlihat panjang luka 5 cm dan kedalaman luka 3 cm. Tampak luka
bewarna merah, terdapat eksudat, berbau khas. Grade pada luka adalah grade
4. Diagnosis ini tidak dapat ditegakkan karena sudah terjadi infeksi pada
klien.
4.2.4 Keletihan berhubungan dengan gangguan tidur, gaya hidup monoton, kondisi
fisiologis (mis. penyakit kroonis, penyakit terminal, anemia, malnutrisi,
kehamilan), program perawatan/pengobatan jangka panjang, peristiwa hidup
negatif, stres berlebihan, depresi (PPNI, 2016).
Keletihan adalah penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak

56
pulih dengan istirahat (PPNI, 2016). Diagnosis ini tidak dapat ditegakkan pada
Tn. R dengan Diabetes Melitus tipe 2 karena pada Tn. R tidak mengalami
keletihan. Data dikuatkan dengan tidak ditemukan gejala mayor dan minor
seperti tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin, tampak lesu, kebutuhan
istirahat meningkat, merasa energy tidak pulih walaupun telah tidur, merasa
kurang tenang, mengeluh lelah, merasa bersalah akibat tidak mampu
menjalankan tanggung jawab.
4.2.5 Defisit pengetahuan dapat dihubungkan dengan keteratasan kognitif,
gangguan fungsi kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran, kurang terpapar
informasi, kurang minat dalam belajar, kurang mampu mengingat,
ketidaktahuan menemukan sumber informasi (PPNI, 2016).
Defisit pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif
yang berkaitan dengan topik tertentu (PPNI, 2016). Diagnosis ini tidak dapat
ditegakkan pada Tn. R dengan Diabetes Melitus tipe 2 karena pada Tn. R
tidak mengalami defisit pengetahuan. Data dikuatkan dengan tidak ditemukan
gejala mayor dan minor seperti menanyakan masalah yang dihadapi,
menunjukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah, menjalani pemeriksaan yang tidak tepat,
menunjukkan perilaku berlebihan (mis. apatis, bermusuhan, agitasi, histeria).
Terdapat enam diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn. R
dengan Diabetes Melitus tipe 2, sebanyak empat diagnosa keperawatan yang
muncul pada kasus PPNI (2016) namun tidak terdapat pada teori :
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan toleransi
glukosa darah
Variasi kadar glukosa darah naik / turun dari rentang normal (PPNI, 2016).
Diagnosis ini tidak terdapat pada teori karena disesuaikan dengan kebutuhan
pasien yang dibuktikan dengan adanya tanda gejala mayor dan minor pada
Tn. R seperti mengeluh mengantuk, sering lapar, sering haus, dan kadar
glukosa dalam darah 209 mg/dl.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

57
lambat berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan dengan batasan karakteristik mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif, gelisah, sulit tidur (PPNI, 2016). Diagnosis ini tidak
terdapat pada teori karena disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang
dibuktikan dengan adanya tanda gejala mayor dan minor pada Tn. R seperti
mengeluh nyeri pada kaki sebelah kanan, tampak meringis, dan gelisah.
3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
Kerusakan kulit (dermis atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi atau ligament)
(PPNI, 2016). Diagnosis ini tidak terdapat pada teori karena disesuaikan
dengan kebutuhan pasien yang dibuktikan dengan Tn. R mengeluh terdapat
luka pada kaki kanan, klien mengeluh nyeri, dan terdapat balutan lukanya.
Data dari masalah di atas di perkuat dengan adanya sumber SDKI (2016)
yang menyatakan bahwa diagnosis gangguan integritas jaringan dapat
ditegakkan pada pasien yang memiliki kriteria mayor dan minor yang
mendukung seperti kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri, kemerahan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri (PPNI,
2016). Diagnosis ini tidak terdapat pada teori karena disesuaikan dengan
kebutuhan pasien yang dibuktikan dengan Tn. R mengeluh tidak pernah
mandi, cuci rambut, memotong kuku, dan gosok gigi. Bahwa diagnosis defisit
perawatan diri dapat ditegakkan dengan pasien yang memiliki kriteria mayor
yang mendukung seperti tidak mampu mandi/ mengenakan pakaian/ ketoilet/
berhias secara mandiri dan minat malakukan perawatan diri kurang.
4.3 Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah langkah ketiga dalam proses keperawatan
setelah dilakukan pengkajian dan penentuan diagnosis. Rencana keperawatan
merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan
dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas (Tim Pokja
SIKI PPNI, 2018). Penulis tidak mendapat banyak kesulitan karena penulis
memiliki sumber. Semua intervensi keperawatan yang disusun oleh penulis

58
disesuaikan dengan sumber yang didapatkan oleh penulis berdasarkan diagnosis
yang telah diangkat dan juga telah disesuaikan dengan keadaan klien saat itu.
Dalam intervensi keperawatan penulis mengambil dua pendekatan yang berbeda
antara tinjauan pustaka dengan laporan kasus penulis, dalam tinjauan pustakan
penulis melakukan pendekatan intervensi menggunakan Doenges Moorhouse
Geissler (2014), sedangkan dalam intervensi keperawatan laporan kasus penulis
menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SIKI PPNI,
2018) dan dalam pembahasan kesenjangan diagnosis di atas semua diagnosis
yang terdapat pada teori tidak terdapat pada tinjauan pustaka begitu juga
sebaliknya semua diagnosis pada laporan kasus tidak terdapat pada tinjauan
pustaka maka dari itu penulis mengambil pendekatan intervensi berdasarkan Tim
Pokja SIKI PPNI (2018).
4.4 Implementasi
Penulis telah melakukan tahap implementasi keperawatan yang telah
ditetapkan pada intervensi sesuai waktu yang ditetapkan. Tujuan dari
implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Penulis telah berhasil melakukan
implementasi dengan baik kepada klien sesuai dengan intervensi ditetapkan, dan
tidak ada intervensi keperawatan yang dilewatkan oleh penulis. Selama tahap
implementasi, penulis terus melakukan pengumpulan data dan melakukan
asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Dalam
melakukan implementasi keperawatan pada Tn. R, penulis mendapat dukungan
dari klien yang cukup kooperatif dan bersedia berperan aktif terhadap
impelementasi keperawatan. Penulis juga mendapatkan bantuan dari rekan
perawat lainnya dalam melaksanakan implementasi keperawatan.
Intervensi yang tidak di implementasikan pada Tn. R dengan Diabetes
Melitus tipe 2 dengan masalah Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
sebagai berikut:
4.4.1 Intervensi : Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Intervensi ini tidak dilaksanakan pada Tn. R karena tidak sesuai dengan kondisi
pasien dan tidak mendapatkan terapi insulin. Klien masuk Rumah Sakit karena

59
dianjurkan untuk operasi debridement bukan karena penyakit Diabetesnya.
Klien hanya mendapat terapi obat anitibiotik dan analgesik.

4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan untuk menilai asuhan
keperawatan yang telah diberikan pada Tn. R dengan Diabetes Melitus Tipe 2
selama dua hari yang dimulai tanggal 17 sampai dengan 18 Maret 2021.
Evaluasi yang dilakukan pada asuhan keperawatan dalam kasus ini adalah
evaluasi sumatif. Dari empat diagnosis yang ditemukan pada klien didapatkan
semua diagnosis keperawatan dapat teratasi sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.

60
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. R dengan Diabetes
Melitus selama dua hari mulai tanggal 17 Maret 2021 sampai dengan 18 Maret
2021 di ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan Provinsi Kalimantan
Utara, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
Pelaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. R yang meliputi
pengkajian dan menganalisa, perumusan diagnosis keperawatan, membuat
intervensi keperawatan dan melakukan implementasi dan melakukan evaluasi.
Penulis dapat melaksanakan setiap tahapan sesuai dengan tingkat pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis.
Dengan melakukan beberapa tahapan dari proses keperawatan penulis
menemukan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus pada Tn. R dengan
Diabetes Melitus diantaranya adalah sebagai berikut : Aktivitas/Istirahat,
Sirkulasi dan Eliminasi. Penegakan diagnosis keperawatan yang ditemukan pada
teori namun tidak terdapat pada kasus Tn. R diantaranya resiko infeksi,
keletihan dan ketidakberdayaan Pada penegakan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus namun tidak ada di dalam teori diantaranya
ketidakstabilan kadar glukosa darah, nyeri akut, gangguan integritas kulit /
jaringan, dan defisit perawatan diri.
Faktor pendukung dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien adalah sikap klien yang ramah dan kooperatif pada setiap tindakan yang
dilakukan, izin yang diberikan pihak rumah sakit serta tersedianya fasilitas dari
institusi yang menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien.
Pemecahan masalah yang dilakukan pada Tn. R di dapatkan dari
pelaksanaan tindakan keperawatan pada Tn. R yang telah dilakukan dengan
baik berdasarkan rencana yang telah disusun yaitu dengan cara melakukan
tindakan mandiri dan berkolaborasi dengan tim medis lainnya. Pada tahap
evaluasi ditemukan empat diagnosis yang sudah teratasi. Diagnosis yang
teratasi adalah ketidakstabilan kadar glukosa darah, nyeri akut, gangguan

61
integritas kulit / jaringan, dan defisit perawatan diri. Semua tindakan
keperawata yang telah dilakukan dapat didokumentasikan dengan baik dan
sesuai dengan yang diharapkan penulis.
5.2 Saran
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. R dengan Diabetes
Melitus Tipe 2 diharapkan asuhan keperawatan pada pasien dapat dilakukan
secara menyeluruh. Penulis menyarankan kepada pembaca yaitu :
5.2.1 Saran untuk penulis
Diharapkan mendapatkan pengalaman yang nyata dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus Tipe 2.
5.2.2 Saran untuk mahasiswa
Diharapkan dapat menerapkan konsep teori dan asuhan keperawatan yang
dilaksanakan pada Tn. R dengan Diabetes Melitus. Peluang untuk mengatasi
masalah seperti ini sangat terbatas oleh karena itu diharapkan mahasiswa juga
mampu membuka wawasan dan keterampilan dasar untuk memperbaruhi
ilmu tentang proses keperawatan yang dinamis.
5.2.3 Saran untuk rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan kualitas serta sarana dan
prasarana dalam perawatan pasien khususnya pada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe 2.
5.2.4 Saran untuk sistematika pebelajaran
Diharapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran asuhan keperawatan
yang sesuai dengan standar praktik keperawatan, jika ini dilakukan pada Tn.
R dengan Diabetes Melitus Tipe 2.

62
DAFTRA PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association), 2019. Classification and Diagnosis of


Diabetesv : Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care, 42 (1),
hal 13-28. Diunduh pada tanggal 11 Agustus 2019 dari
https://care.diabetesjornals.org/content/37/Supplement_1/S81

Basuki, B.P. 2014.Dasar-Dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas


Brawijaya.

Budiono, Pertami Sumirah Budi. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Editor


Suryani Parman, Restu Damayanti. Cet 1. Jakarta : Bumi Medika

Center for Disease Control and Prevention (CDC). Adults Need for Physical
Activity 2019. Availeble: https://www.cdc.gov/physicalactivity/inactivity-
among-adults-50plus/index.html - diakses pada Agustus 2019

Dolensek, J., Rupnik, M. S., & Stozer, A. (2015). Structural similarities and
differences between the human and the mouse pancreas. Islets, 7(1),
e1024405.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. 2014. Nursing care plans :
Guidelines for individualizing client care across the life span. FA Davis.

Haryono R, Susanti BAD. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Harista, R.A & Lisiswanti, R (2015). Prevelensi pada Penderita Diabetes Mellitus
Tipe 2. Majority. Vol. 4, No. 9 : 1 – 5.

Hasdianah, & Suprapto, S. I. (2016). Patologi & Patofisiologi Penyakit (2nd ed).
Yogyakarta: nuhamedika.

Lewis, et al. 2011. Medical Surgical Nursing Assesment and Management of


Clinical Problems Volume 2. Mosby: ELSEVIER.

Masriadi, H. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV. Trans


Info Media, Hal, 359-370.

Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogyakarta : Medi
Action

PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta: PERKENI; 2011.

63
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Setiyorini, E., Wulandari, N. A., & Efyuwinta, A. (2018). Hubungan kadar gula
darah dengan tekanan darah pada lansia penderita Diabetes Tipe 2. Jurnal
Ners dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(2), 163-171.

Taufan, N. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit


Dalam. Yogyakarta, Penerbit Nuha Medika.

Tim Riskesdas. (2018). Laporan Provinsi Kalimantan Utara Riskesdas Tahun


2018.

WHO., 2013. Drug and Therapeutic Comittes A Practical Guide, Switzerland,


World Health Organization. Hal 71-80

64
L
A
M
P
I
R
A
N
65
66

Anda mungkin juga menyukai