230110130079
230110130087
230110130088
230110130098
230110130107
230110130
230110130116
230110130118
230110130120
230110130134
230110130136
230110130144
230110130145
230110130151
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2014
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zoonosis merupakan penyakit hewan yang dapat menular ke manusia,
menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian. Sekurangkurangnya sejak abad 23 SM, pada zaman Babilonia, orang telah mulai menyadari
adanya penyakit zoonosis ini. Sejak saat itu mulai disadari pula bahwa
pengendalian penyakit ini dapat berhasil, bila dalam pelaksanaannya diarahkan
pada rantai penularan yang bukan saja pada lingkungan hewan dan habitatnya,
tetapi juga pada manusia, baik sebagai sasaran akhir maupun sasaran lanjutan.
Jenis penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia ini, untuk pertama
kali diberi istilah zoonosis oleh Virchow. Asal penyakit bisa dari hewan ke
manusia dan bisa pula dari manusia ke hewan. Penyakit yang menular dari hewan
ke manusia dikelompokkan sebagai penyakit anthropozoonosis dan sebaliknya
dari manusia ke hewan disebut zooanthroponosis. Karena pembatasan kedua
istilah tersebut sering tidak dapat dilakukan dengan tegas, istilah zoonosis tetap
digunakan, baik untuk penyakit yang menular dari hewan ke manusia, atau
sebaliknya yang menular dari manusia ke hewan.
Agen penyakit yang menyebabkan penyakit zoonosis dapat disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme seperti virus, bakteria, rickkettsia, clamedia, protozoa,
dan sebagainya. Penyakit zoonosis dapat pula disebabkan oleh organisme yang
lebih tinggi lagi tingkatannya, misalnya parasit cacing, beberapa jenis jamur dan
oleh beberapa ektoparasit.
1.2 Tujuan
1. Untuk
dapat
mengetahui
etiologi
ringworm,
aspergillosis
dan
histoplasmosis
2. Untuk dapat mengetahui gejala klinis ringworm, aspergillosis dan
histoplasmosis pada manusia dan hewan
3. Untuk dapat mengetahui pengobatan ringworm, aspergillosis dan
histoplasmosis pada manusia dan hewan
4. Untuk dapat mengetahui pencegahan ringworm, aspergillosis dan
histoplasmosis pada manusia dan hewan
1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui etiologi ringworm, aspergillosis dan histoplasmosis
2. Dapat mengetahui gejala klinis ringworm, aspergillosis dan histoplasmosis
pada manusia dan hewan
3. Dapat mengetahui pengobatan ringworm, aspergillosis dan histoplasmosis
pada manusia dan hewan
4. Dapat mengetahui pencegahan ringworm, aspergillosis dan histoplasmosis
pada manusia dan hewan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Zoonosis
2.2.1. Ringworm
Jamur yang menyebabkan zoonosis pada manusia yang sangat terkenal adalah
jamur penyebab penyakit Ringworm.Ringworm adalah penyakit kulit yang
bersifat superficial, meliputi lapisan keratin kulit dan apediksnya (rambut, kuku,
dan sayap), yang disebabkan oleh golongan kapang (Soeharsono, 2002). Penetrasi
kapang pada lapisan kulit dapat menembus semua lapisan kulit, namun umumnya
terbatas pada stratum korneum. Menurut predileksinya pada manusia, ringworm
dibagi menjadi ringworm kulit kepala (tinea capitis), ringworm lipat paha (tinea
cruris), ringworm badan (tinea corporis), ringworm kuku (tinea unguium) dan
ringworm kaki (tinea pedis).
Meskipun menggunakan worm (cacing), penyakit ini tidak kaitannya sama
sekali dengan cacing, sedangkan untuk nama ring (cincin) dikaitkan dengan
bentuk perubahan pada kulit yang diserang berbentuk seperti lingkaran atau
cincin. Berhubung ringworm secara spesifik disebabkan oleh kelompok kapang
berbentuk miselium dan bersifat keratofilik, maka lebih banyak ahli memilih
istilah dermatofitosis dibandingkan dengan dermatomikosis yang meliputi semua
infeksi jamur pada kulit. Meskipun penyakit ini tidak menimbulkan penyakit yang
parah pada manusia, tetapi dari segi kecantikan akan sangat mengganggu,
terutama bila daerah yang terserang berada di sekitar wajah, dan dari segi
kenyamanan menimbulkan rasa gatal bagi penderitanya.
a.
Etiologi Ringworm
Etiologi
pencetusnya.
merupakan
studi
Dermatofitosis
mengenai
penyebab
disebabkan
oleh
penyakit
kapang
berserta
dari
Taksonomi
Microsporum
Trichophyton
Epidermophyton
Kingdom
Fungi
Fungi
Fungi
Divisi
Ascomycota
Ascomycota
Ascomycota
Class
Eurotiomycota
Eurotiomycota
Eurotiomycota
Order
Onygenales
Onygenales
Onygenales
Family
Arthrodermataceae
Arthrodermataceae
Arthrodermataceae
Genus
Microsporum
Trichophyton
Epidermophyton
Spesies
Microsporum sp.
Trichophyton sp.
Epidermophyton sp.
Penyebaran
Berdasarkan habitatnya, kapang penyebab ringworm dikelompokkan
menjadi: kapang geofilik (di tanah), zoofilik (pada hewan), dan anthropofilik
(pada manusia). Ketiga kelompok jenis kapang ini dapat menular antar hewan,
antar manusia, dari tanah ke manusia, dan dari hewan ke manusia ataupun
sebaliknya.
Penularan penyakit dapat terjadi secara langsung yaitu infeksi penyakit
melalui kontak dengan arthrospora (spora aseksual dari hifa pada fase parasit) atau
konidia (spora seksual atau aseksual pada fase bebas hidup di lingkungan). Infeksi
umumnya dimulai dari rambut yang tumbuh atau pada permukaan kulit.
Dermatofita tidak berkembang pada rambut yang tua, karena nutrisi esensial yang
diperlukan untuk perkembangannya sudah tidak ada atau sangat sedikit sekali.
Hifa tersebar di rambut dan keratin kulit, akhirnya infeksi arthrospora
berkembang.
Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung ataupun tidak langsung
antara hewan penderita dengan hewan sehat meskipun persentuhan tersebut tidak
selalu menimbulkan penyakit. Kemungkin hal ini disebabkan karena adanya
persaingan antara kapang itu sendiri dengan organisme yang sudah menetap lebih
dahulu pada kulit.
Perkembangan penyakit tergantung kepada interaksi antara induk semang
dengan kapang tersebut, sehingga perubahan pada kulit tidak selalu berbentuk
cincin atau lingkaran. Terutama jika diikuti dengan infeksi sekunder. Penularan
dari hewan ke manusia atau sebaliknya juga kadang kadang terjadi terutama
oleh M. canis. Peralatan untuk perawatan hewan, sadel dan pakaian kuda sering
juga sebagai penyebab penular penyakit.
Penularan secara tidak langsung dapat terjadi melalui manajemen
pemeliharaan, hewan pengerat misalnya rodensia, dan serangga misalnya caplak.
Penularan dermatofita seperti M. nanum dan M. gypseum umumnya diperoleh
secara langsung dari tanah daripada dari inang yang lain. Kapang dapat bertahan
lama di lingkungan, pada hewan carrier, furniture, karpet, dan debu. Selain itu
juga kapang dapat ditemukan pada bulu hewan atau lingkungan sekalipun hewan
tersebut tidak menunjukkan gejala. Penularan dermatofita zoofilik dapat terjadi
antar hewan yang terinfeksi dengan manusia. Sedangkan untuk dermatofita
anthropofilik antara manusia yang telah terinfeksi ke hewan jarang terjadi.
melus dengan cepat dan dapat mencapai diameter 1- 4 cm. biasanya dijumpai pada
telinga, daerah muka terutama di sekitar moncong, perut bagian bawah dan kaki.
Ditemukan pula bentuk yang dikenal dengan erythematous plaque, pada bentuk
ini kulit sedikit terangkat dan menimbulkan keropeng dan di bawah keropeng ini
sering terjadi infeksi bacteria. Plaque semacam ini disebut kerion dan dapat lepas
sendiri. Bulu yang terserang mudah patah, sehingga akan tampak sebagai bulu
yang menempel pendek pada kulit. Anjing umumnya mengalami lesi yang lebih
parah daripada kucing.
Ringworm pada kuda, lesi umumnya kering, menonjol (terangkat), bersisik,
terutama terdapat pada daerah pelana, tali pelana, dan quarter belakang. Lesi ini
dapat berlanjut menjadi tukak (ulcus) yang disertai eksudat purulen, sehingga
menyebabkan sejumlah rambut bertaut.
Ringworm umumnya terjadi pada sapi muda dengan morbiditas mencapai 40
%. Apabila sapi tersebut ditempatkan pada kandang terbatas dengan jumlah
populasi yang banyak (overcrowded), maka kesempatan penularan secara kontak
akan sangat besar. Lesi diawali dengan lesi berbentuk bulat, agak bersisik disertai
alopesia, dan biasanya menyebar. Lesi-lesi yang berdekatan dapat menyatu dan
ditutupi dengan kerak tebal yang menempel dengan kuat pada lapisan kulit di
bawahnya. Apabila kerak ini dilepas akan keluar darah dan meninggalkan bekas
berwarna merah. Penyembuhan spontan dapat terjadi pada sapi. Bekas lesi
Nampak kering, mengelupas, dan alopesia. Ringworm pada sapi umumnya
berkaitan dengan masalah kebersihan kandang dan kebersihan dari sapi itu sendiri
yang tidak terjaga dengan baik.
dan kebersihan kulit hewan serta dilakukannya vaksinasi. Hewan yang positif
terserang ringworm sebaiknya diisolasi untuk mengurangi kesempatan kontak
dengan manusia ataupun hewan yang lainnya, kecuali yang ditugaskan untuk
merawat hewan tersebut. Peralatan yang digunakan untuk merawat hewan,
misalnya sikat dan tali direndam dalam air panas atau diganti dengan yang baru
apabila hewan telah sembuh.
Ringworm jenis tertentu bisa sembuh dengan sendirinya akan tetapi
kebanyakan perlu diobati dengan bahan kimia. Pengobatan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan olesan atau dimasukkan ke dalam mulut. Secara
umum, pengobatan dapat menggunakan obat-obat yang mengandung lemak,
yodium, sulfa, atau asam salisilat. Untuk perubahan kulit yang masih baru dapat
menggunakan asam boraks 2 5%, kalium permanganate 1:5000. Untuk lukaluka menahun, kulit tebal, hiperpigmentasi, dan keropeng dapat digunakan
carbowaks yang mengandung zat antikapang. Selain itu, obat lain yang bisa
digunakan adalah asam benzoate 6% dan resorcinol 1 10%. Disamping obat
olesan diatas bisa juga menggunakan griseofulvin dengan hasil yang cukup
memuaskan. (Arifin dkk, 2010).
2.2.2. Aspergillosis
Penyakit yang disebabkan oleh genus Aspergillus disebut Aspergillosis.
Manifestasi Aspergillosis pada hewan meliputi mikotik pneumonia, guttural pouch
mycosis, rhinitis kronis, penyakit sistemik, penyakit kulit, alergi, aborsi,
gastrointestinal Aspergillosis, mastitis, dan keratomikosis, yang umumnya
menyerang unggas. Secara komparatif kasus klinis dari aspergilosis tidakbiasa dan
Etiologi
Penyakit
ini
pada
unggas
biasanya
disebabkan
oleh Aspergillus
fumigatus dan Aspergillus flavus. Organisme lain yang sering ditemukan sebagai
penyebab Aspergillosis antara lain A. terrus, A. glaucus, A. nidulans, A. niger, A.
amstelodami, dan A. nigrescens. Aspergillus fumigatus danAspergillus flavus tidak
memiliki stadium seksual sehingga digolongkan pada famili Moniciliaceae
(Tabbu, 2002).
Bentuk-bentuk Aspergillosis :
1. Aspergillosis pulmonum : ditemukan pada puyuh, kalkun, ayam, dan penguin.
2. Aspergillosis sistemik : ditemukan pada kalkun dan ayam.
3. Aspergillosis bentuk kulit (dermal) : jarang ditemukan, terkadang ditemukan
pada merpati dan ayam. Bentuk ini ditandai dengan dermatitis dan granulomatosa.
4. Aspergillosis bentuk tulang (osteomikosis) : ditemukan pada ayam yang
ditandai adanya infeksi Aspergillosis sp. pada tulang punggung dan dapat
mengakibatkan paralisis
5. Aspergillosis bentuk mata : ditemukan pada ayam dan kalkun. Bentuk ini
dapat bersifat unilateral dan lesi terutama pada konjungtiva dan permukaan luar
mata yang ditandai adanya eksudat kaseus yang membentuk eksudatt kaseus atau
pembentukan plaque di bawah membrana niktitan. Kontak antara permukaan
konjungtiva dengan spora jamur dari lingkungan menimbulkan keratitis (radang
kornea) dan infeksi bagian superficial mata.
Patogenesis
Aspergillosis memperlihatkan gejala patologis sebagai berikut : terdapat lesi
pada paru-paru berupa noduli kaseus kecil berwarna kekuningan dengan diameter
1 mm. Lesi disertai plaque yang terdiri atas eksudat kaseus berwarna kuning
mengumpul pada daerah koloni jamur. Noduli kaseus terdiri dari eksudat radang
dan jaringan jamur. Pada kasus yang melanjut, plaque semakin banyak dan
membentuk agregat.
Perubahan makroskopik : lesi stadium awal sangat menciri dengan timbulnya
timbunan limfosit, makrofag, dan beberapa giant cells. Pada stadium selanjutnya
akan terlihat lesi yang menjadi granuloma terdiri dari daerah nekrosis sentral
menganduung heterofil dan dikelilingi makrofag, giant cells, limfosit, dan
sejumlah jaringan ikat. Lesi pada otak terdiri dari abses dengan bagian yang sama
namun pada daerah nekrosis ditemukan hifa, pada chamber dan retina ditemukan
heterofil, makrofag, hancuran sel, dan hifa (Tabbu, 2002).
c.
Penularan
Penularan aspergilosis adalah dengan cara menghirup spora dalam jumlah
karena Aspergillus fumigatus dapat tumbuh di bagian dalam telur dan dapat
menurunkan daya tetas telur. Anak ayam yang menetas dari telur tersebut berisiko
terkena aspergilosis (Tabbu, 2002).
d.
Gejala Klinis
Pada hewan
Masa inkubasi sekitar 4-10 hari, dan proses penyakit sekitar 2 hingga beberapa
minggu. Bentuk-bentuk penyakit aspergillosis :
1. Kronis
Aspergillosis kronis memperlihatkan gejala berikut ini : kehilangan nafsu makan,
lesu, sulit bernafas, emasiasi, sianosis (kepala dan jengger berwarna kebiruan) dan
dapat berlanjut dengan kematian. Sering ditemukan gangguan saraf pada kalkun.
Aspergillosis dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada ayam dan
menyebabkan morbiditas-mortalitas yang rendah. Aspergillosis kronis biasanya
menyerang ayam dewasa.
2. Akut
Aspergillosis akut memperlihatkan gejala berikiut ini : dyspnea, peningkatan
frekuensi pernafasan, kehilangan nafsu makan, mengantuk, terjadi paralisis dan
kejang yang disebabkan oleh toksin dari Aspergillus sp pada otak. Pada stadium
akhir penyakit terjadi diare. Dari hidung dan mukosa mata keluar cairan berlendir.
Beberapa unggas dalam waktu 24 jam menunjukkan gejala konvulsi dan tortikolis
yang terjadi pada beberapa jenis unggas seperti ayam, kalkun dan angsa. Ayam
yang terinfeksi berat biasanya akan mati dalam waktu 2-4 minggu. Pada ayam
muda aspergillosis menyebabkan morbiditas-mortalitas tinggi (Tabbu, 2002).
Pada manusia
Aspergillosis secara sendirinya muncul pada pasien yang mengalami
kelemahan akibat penyakit kronis (seperti diabetes,kanker,tuberculosis mycosis
yang dalam) dan penyakit-penyakit sistem immun seperti akibat pemberian
antibiotika,antimetabolit dan kortikosteroid yang berkepanjangan. Pekerja yang
terpapar oleh material yang terkontaminasi oleh spora fungi dalam waktu yang
lama
(biji-bijian.rumput kering,sutra,wool
dan
yang
lainnya)
merupakan
kelompok yang beresiko tinggi untuk terkena penyakit. Dua bentuk klinis dari
penyakit dibedakan atas : bentuk lokalisasi dan bentuk invasif. Aspergilosis sangat
esensial menginfeksi saluran pernafasan. Fungi dapat menyebabkan terjadinya
bronchopneumonia, dengan gejala umum yang sangat komplek. Periode
inkubasinya masih belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan dalam
beberapa minggu. Dalam bentuk invasif, infeksi dapat mengaburkan dan
mempengaruhi beberapa organ terutama di dalam organ thyroid, otak dan
myokardium. Fungi juga umumnya berkoloni pada sinus paranasal, dan dalam
kantung mata. Bentuk lainnya adalah fungus ball atau aspergiloma, yang biasanya
terjadi bilamana fungi berkoloni didalam lubang pernafasan yang disebabkan oleh
adanya penyakit lain yang ada (bronchitis, bronchiestasis, tuberculosis). Bentuk
ini relatif tidak ganas, namun kadang - kadang dapat menimbulkan terjadinya
hemoptysis.
Allergic
aspergilosis
disebabkan
karena
adanya
reaksi
Diagnosa
Pemeriksaan dapat dilakuakan dengan penempatan noduli gerusan pada
KOH 20% dan ditutup deck glass, dan dipanaskan dan dilihat dalam mikroskop.
Diamati kemungkinan terdapat hifa yang akan tercat biru dengan pewarnaan
tertentu. Isolasi jamur dapat dilakukan dengan kultur dalam SDA (Sobourauds
Dextrose Agar).
Pemeriksaan serologis kurang efektif. ELISA dapat dilakukan untuk
mengetahui
adanya
antibodi
spesifik
flavus.
Diferensial
terhadap
Aspergillus
diagnosisnya
adalah
dihasilkan. Aspergillus
fumigates menghasilkan
garis
presipitasi
Pengobatan
Obat yang efektif dan ekonomis untuk memberantas Aspergilosis pada
dalam air minum untuk menghambat pertumbuhan jamur dapat dilakukan dalam
flok yang terinfeksi (Tabbu, 2000).
Untuk menghilangkan sumber infeksi, maka litter dapat disemprot dengan
antiseptic, antifungal yang efektif atau dengan desinfektan yang mengandung
minyak untuk mengurangi debu dan menekan aliran udara yang mengandung
spora. Pada kasus berat, litter harus diganti dengan litter yang baru sebelum
pengobatan dilakukan. Selain itu perlu juga dilakukan revitalisasi jaringan dengan
pemberian multivitamin. (Tabbu, 2000).
g.
Pencegahan
Pengananan biologis yang ketat dan pelaksanaan aspek manajemen lainnya
manusia
gambaran
radiografi
b. Gelaja Klinis
Gejala pada Hewan
Anjing merupakan spesies yang sering menunjukan tanda-tanda klinis tetapi
seperti pada manusia,sebagian besar infeksi pada anjing bersifat asimptomatik.
Bentuk respiratori yang utama adalah adanya encapsulation dan pengapuran.
Dalam beberapa kasus,anjing biasanya kehilangan berat badan dan diare yang
lama,ascites dan batuk kronis, hepatosplenomegaly dan lymphadenopathy. H
capsulatum pernah juga diisolasi dari bagian intestinal dan beberapa organ dari
kelelawar. Reaktor yang sangat tinggi di daerah endemik,ditemukan pada
beberapa spesies hewan peliharaan diantaranya : sapi, kuda dan domba, serta agen
dapat diisolasi dari limfonodus dari anjing dan kucing,dari rodensia liar
(Proechimys
guyanensis).
Burung
tidak
peka
terhadap
histoplasmosis,
kemungkinan karena temperatur tubuh unggas yang tinggi sehingga fungi tidak
bisa tumbuh.
Gejala pada Manusia
Umumnya bersifat asimptomatik, masa inkubasinya beerkisar antara 5-18hari.
Ada tiga bentuk klinis pada manusia, yaitu :
1. Paru-paru akut , lebih sering terjadi , menyerupai influenza dan menimbulkan
gejala-gejala demam yang dapat berlangsung dari 1 hari sampai beberapa minggu.
Dapat juga terlihat erythema nodosum dan multiform, difusi yang meluas, dan
arthralgia.
2. Kronis , Nampak seperti tuberculosis pada paru yang menimbulkan rongga
atau lobang.
3. Akut , pada tahap ini terlihat adanya ulcerasi dari mukosa dan
hepatosplenomegaly, di mana bentuk ini umumnya terlihat pada orang dewasa,
apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan kematian.
Infeksi akibat H. capsulatum var duboisii lebih sering menimbulkan lesi pada
kulit, jaringan subkutan dan pada tulang.
Dignosis
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari manusia ke hewan,
maupun dari hewan menular ke manusia. Masalah ini merupakan masalah yang
perlu diketahui sehingga bisa diatasi maupun ditanggulangi. Salah satu agen
penyebabnya adalah jamur.
Penyakit zoonosis karena jamur yang biasa terjadi meliputi ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis. Jamur penyebab penyakit ini dapat menyebar di
lingkungan (tanah), makanan maupun di tubuh hewan. Penyakit ini umumnya
timbul karena tumbuhnya jamur pada kulit atau permukaan tubuh ataupun karena
adanya toksin yang dihasilkan jamur.
3.2 Saran
Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga kesehatan hewan
dan kebersihan kulit hewan serta dilakukannya vaksinasi. Hewan yang positif
terserang ringworm sebaiknya diisolasi untuk mengurangi kesempatan kontak
dengan manusia ataupun hewan yang lainnya, kecuali yang ditugaskan untuk
merawat hewan tersebut. Peralatan yang digunakan untuk merawat hewan,
misalnya sikat dan tali direndam dalam air panas atau diganti dengan yang baru
apabila hewan telah sembuh.
Ringworm jenis tertentu bisa sembuh dengan sendirinya akan tetapi
kebanyakan perlu diobati dengan bahan kimia. Pengobatan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan olesan atau dimasukkan ke dalam mulut. Secara
umum, pengobatan dapat menggunakan obat-obat yang mengandung lemak,
yodium, sulfa, atau asam salisilat. Untuk perubahan kulit yang masih baru dapat
menggunakan asam boraks 2 5%, kalium permanganate 1:5000. Untuk lukaluka menahun, kulit tebal, hiperpigmentasi, dan keropeng dapat digunakan
carbowaks yang mengandung zat antikapang. Selain itu, obat lain yang bisa
digunakan adalah asam benzoate 6% dan resorcinol 1 10%. Disamping obat
olesan diatas bisa juga menggunakan griseofulvin dengan hasil yang cukup
memuaskan. (Arifin dkk, 2010).
Pengananan biologis yang ketat dan pelaksanaan aspek manajemen lainnya
secara optimal diperlukan untuk menghilangkan faktor pendukung/sumber infeksi
arpergillosis. Kualitas litter dan pakan supaya dijaga secara ketat, terutama
terhadap kelembaban dan pencemaran oleh jamur.
Kandang dan perlengkapannya (tempat pakan, tempat minum), gudang
penyimpanan pakan/bahan bakupakan, dan litter supaya disanitasi/didesinfeksi
dengan bahan anti jamur seperti CuSO4. Larutan CuSO4 bersifat korosif untuk
logam sehingga pemberiannya harus menggunakan bahan plastik atau gelas.
Bahan yang terbuat dari logam disemprot dengan larutan Amphotericin B dan
Nystatin.
Pemeriksaan laboratorium terhadap kemungkinan adanya infeksi jamur harus
rutin dilakukan pada peralatan dan lingkungan inkubator. Sanitasi telur perlu juga
dilakukan untuk mencegah pencemaran oleh Aspergillus sp.(Tabbu, 2000;
McMullin, 2004).
Pencegahan Histoplasma capsulatum dapat dilakukan dengan penurunan
keterpaparan manusia dari debu dengan cara melakukan penyemprotan larutan
formalin ke lantai saat membersihkan keranjang ayam atau tempat lainnya yang
terkontaminasi misalnya pada tanah. Penggunaan masker juga disarankan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin., Setyo Budi., Rizki Hidayat., Dermawan., Roby. 2010. Booklet Beberapa Penyakit
Zoonosa. Bogor : FKH IPB.
Brahmono,Kusmariah.2010.Dermatofitosis.
http://repository.iu.ac.id/contents/koreksi/11/b0a157bb565a006345c721fb514f8e4
5a80b5542.pdf Diakses pada tanggal 05 November 2014 pukul 15:04
EwingJr.2010.FungalNailInfection. http:///.wrongdiagnosis.com/phil/images/0579.jpg
Huitlacoche.
2007.
Riddled
with
Ringworm. http://blog.mycology.cornell.edu/wp-
content/uploads/2007/10/ringworm-on-heife.jpg
Macabredaisy.2009. FelineDermatophytosis. http://macabredaisy.blogspot.com/2009/04/f
eline-dermatophytosis.html
Mayo
Clinic.
conditions/DS00892.cfm
NationalGeographic.1997.RingwormFungus.http://photography.nationalgeographic.com/
photography/enlarge/ringworm-fungus_pod_image.html
Quinn, P. J. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. UK: Blackwell
Science
Soeharsono. 2002. Zoonosis, Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Soeharsono. 2007. Penyakit Zoonotik pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Suardana, I.W., R.R. Soejoeno. 2005. Buku Ajar Zoonosis. Denpasar : Universitas
Udayana