Anda di halaman 1dari 20

Bed Side Teaching

Tinea Kruris

Oleh :
Arfan Gifari 1210313058

Preseptor:
Dr. dr. Qaira Anum, Sp. KK(K), FINSDV, FAADV

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat


tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
disebabkan golongan jamur dermatofita (Trichophyton spp, Microsporum spp, dan
Epidermophyton spp). Ketiga genus jamur ini bersifat mencerna keratin atau zat
tanduk yang merupakan jaringan mati dalam epidermis (Tinea corporis, Tinea
kruris, Tinea manus et pedis), rambut (Tinea kapitis), kuku (Tinea unguinum).1
Oleh karena satu spesies dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang berbeda-
beda pada satu individu tergantung dari bagian tubuh yang dikenai, dan
sebaliknya berbagai jenis dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang secara
klinis sama apabila mengenai bagian tubuh yang sama, maka dari itu klasifikasi
dermatofitosis lebih didasarkan pada regio anatomis yang terkena dari jamur
penyebabnya, walaupun sebenarnya pendekatan kausatif lebih rasional.1
Hanya sebagian kecil golongan jamur yang dapat menimbulkan penyakit,
dan sebagian besar lainnya tidak bersifat patogen, namun dapat menjadi patogen
apabila terdapat faktor-faktor predisposisi tertentu baik fisiologis maupun
patologis. Faktor-faktor predisposisi fisologis meliputi kehamilan dan umur,
sedangkan yang termasuk faktor predisposisi patologis adalah keadaan umum
yang jelek, penyakit tertentu, iritasi setempat, dan pemakaian obat-obat tertentu
seperti antibiotika, kortikosteroid dan sitostatik.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan
sekitar anus. Sinonimnya adalah eksema marginatum, Dhobie itch, Jockey itch,
Ringworm of the groin. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan
dapat merupakan penyakit yang berlangung seumur hidup. Lesi kulit dapat
terbatas pada daerah genito krural (lipat paha, genitalia eksterna, sekitar anus dan
dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah).1

2.2 Etiologi
Penyebab dari tinea kruris adalah Trichophyton rubrum dan
Epidermophyton floccosum. Dapat juga disebabkan oleh Trichopyton
mentagrophytes dan Trichopyton verrucosum. Infeksi tinea kruris dapat
disebabkan oleh infeksi langsung (autoinoculation) misalnya karena penderita
sebelumnya menderita tinea manus, tinea pedis, atau tinea unguium. Dapat juga
ditularkan secara tidak langsung, misalnya melalui handuk. 1,3

2.3 Epidemiologi
Banyak terjadi pada daerah tropis dan subtropis, dan ketika musim panas
dimana tingkat kelembapannya cukup tinggi.1 Penyakit ini lebih sering mengenai
laki-laki, terutama pada individu dengan obesitas atau pada individu yang sering
menggunakan pakaian ketat.3 Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada orang
dewasa dibandingkan dengan anak-anak.3

2.4 Patogenesis
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.1,3
Penularan langsung dapat secara fomite, epitel, rambut yang mengandung jamur
baik dari manusia, binatang, atau tanah.3 Penularan tidak langsung dapat melalui
tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu.3 Agen penyebab juga dapat
ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita.1
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa
atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati.1,3 Hifa ini
menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan
menimbulkan reaksi peradangan.1 Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum
korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm).1 Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan menyebabkan penderita merasa gatal atau sedikit panas di
tempat tersebut akibat timbulnya peradangan dan iritasi.1 Faktor risiko infeksi
awal atau kekambuhan adalah memakai pakaian ketat atau basah.1
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit
adalah1:
1. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,
zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jamur berbeda pula satu
dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian
dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermophython fluccosum paling sering menyerang lipat paha bagian dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela
jari paling sering terserang penyakit jamur.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah
sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
5. Faktor umur dan jenis kelamin
2.5 Tanda dan Gejala Klinis
Secara subjektif, penderita dengan tinea kruris mengeluh gatal yang
kadang-kadang meningkat waktu berkeringat. Kelainan kulit yang tampak pada
tinea kruris pada lipat paha merupakan lesi berbatas tegas yang bilateral pada lipat
paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau menahun.1,2,3 Mula-mula sebagai
bercak eritema yang gatal, lama kelamaan meluas secara sentrifugal dan
membentuk bangun setengah bulan dengan batas tegas, yang dapat meliputi
skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong dan perut bawah.1
Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah
tengahnya), bentuk polimorf, ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak
papul maupun vesikel di sekelilingnya.1,2 Bila penyakit ini menjadi menahun
(kronis), dapat berupa bercak hitam disertai sedikit skuama.3 Erosi dan ekskoriasi,
keluarnya cairan serum maupun darah, biasanya akibat garukan maupun
pengobatan yang diberikan.2 Keluhan sering bertambah sewaktu tidur sehingga
digaruk-garuk dan timbul erosi dan infeksi sekunder.3
Tinea kruris akibat infeksi E. floccosum biasanya menunjukkan gambaran
central crearing dan tebatas di area genitocrural dan bagian medial tungkai atas,
sedangkan bila disebabkan oleh T. Rubrum sering meluas sampai area pubis,
perineum, perianal, bokong, dana rea perut bagian bawah. Area genital jarang
terkena infeksi.6

2.6 Diagnosis
Dari anamnesis, gambaran klinis dan lokalisasinya, tidak sulit untuk
mendiagnosis tinea kruris.1,3 Sebagai penunjang diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan sediaan langsung dari kerokan bagian tepi lesi yang meninggi atau
aktif dengan KOH dan biakan, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan
lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Ao.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% positif bila memperlihatkan
elemen jamur berupa hifa (dua garis lurus sejajar transparan, bercabang
dua/dikotom dan bersepta) dengan atau tanpa arthrospora (deretan spora di ujung
hifa) yang khas.6
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong
pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.1 hal
ini akan memberikan informasi tentang sumber infeksi dan pemilihan terapi yang
tepat. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media
buatan.3 Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium biakkan
Sabourraud Dextrose Agar (SDA) yang ditambah kroramfenikol sebagai
antibakteri dan sikloheksimid utuk menekan pertumbuhan jamur
kontaminan/saprofit.6 Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi
lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih
lama dan sensitivitasnya kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara
pemeriksaan sediaan langsung.3

2.7 Diagnosis Banding


1. Kandidiasis inguinalis
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida.
Kandidosis kadang sulit dibedakan dengan Tinea kruris jika mengenai lipatan
paha dan perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah
dan berkrusta. Perbedaannya ialah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna
merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya. Predileksinya juga
bukan pada daerah-daerah yang berminyak, tetapi lebih sering pada daerah yang
lembab. Selain itu, pada pemeriksaan dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi,
blastospora atau hifa semu.4
Pada wanita, ada tidaknya flour albus biasanya dapat membantu diagnosis.
Pada penderita diabetes mellitus, kandidiasis merupakan penyakit yang sering
dijumpai.
2. Eritrasma
Eritrasma merupakan penyakit yang sering berlokalisasi di sela paha.
Efloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan
tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan lampu
Wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi merah (red coral).4
2.8 Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan untuk infeksi jamur dermatofitosis secara
topikal saja cukup, kecuali untuk lesi-lesi kronik dan luas serta infeksi pada
rambut dan kuku yang memerlukan pula pengobatan sistemik, oleh karena
dermatofitosis merupakan penyakit jamur superfisial.2

a. Pengobatan topikal1,2
Indikasi: bila lesi tidak luas dan ringan.
- Derivat azol : ketokonazol, mikonazol 2%, klotrimasol 1%, sangat
berguna terhadap kasus-kasus yang diragukan penyebabnya dermatofita
atau candida.
- Alilamin: Natrifin, Terbinafin, butenafin. Dioleskan 1 kali sehari selama
1-2 minggu.
- Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam
bentuk salep (Salep Whitfield).
- Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep
(salep 2-4, salep 3-10).
Lama pengobatan obat topikal umumnya sampai 1-2 minggu sesudah
klinis sembuh atau hasil pemeriksaan KOH negatif. Hal ini untuk mencegah
kekambuhan oleh karena obat anti jamur umumnya bersifat fungistatik, sehingga
lama pengobatan perlu 3-4 minggu. Untuk obat fungisidal yakni gologan alilamin,
cukup dioleskan selama 1-2 minggu.6

b. Pengobatan sistemik
Obat sistemik diberikan untuk lesi yang luas atau lebih meradang, sering
kambuh dan tidak sembuh dengan obat topikal yang sudah adekuat. Obat sistemik
yang dapat diberikan:6
- Griseofulvin (fungistatik) 500 mg sehari untuk dewasa selama 3
minggu, sedangkan dosis untuk anak-anak adalah 10-25 mg/kgBB
sehari untuk anak antara 15 sampai 25 kg berat badan, sedangkan untuk
anak dengan berat badan lebih dari 25 kg dapat diberikan antara 125/250
mg per hari.
Micronized: 250- atau 500-mg tablets; 125 mg/sendok teh suspension.
Ultramicronized: 165- or 330-mg tablets.
Efek samping yang ditimbulkan diantaranya yaitu sakit kepala, mual,
muntah, fotosensitif (sehingga harus diminum saat malam hari). Kurang
berespon dalam pengobatan terhadap infeksi T. rubrum dan T.
Tonsurans. Harus di konsumsi bersamaan dengan makanan dan
minuman yang mengandung lemak untuk memaksimalkan penyerapan.
Penggunaan pada anak-anak, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
darah lengkap dan fungsi hati terlebih dahulu jika terdapat faktor resiko
hepatitis atau mendapat pengobatan lebih dari 3 bulan.
- Ketokonazol 200 mg sehari untuk dewasa atau 3-6 mg/kgBB sehari
untuk anak-anak lebih dari 2 tahun.
- Terbinavin (fungisidal) 250 mg per hari sampai 2 minggu.
- Itrakonazol (fungistatik) 100 mg per hari sampai 15 hari atau terapi
denyut 200 mg per hari selama 7 hari.
- Antihistamin diberikan untuk mengurangi gatal.
- Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder.1,2
Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin, dapat diberikan
griseofulvin dengan dosis yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama atau bisa
juga dipertimbangkan penggunaan derivat azol seperti itrakonazol, flukonazol dll.
Selain pengobatan kausatif tersebut, penting juga diperhatikan pengobatan
simtomatik untuk menanggulangi rasa gatal, panas, maupun nyeri.2,5

2.9 Pencegahan
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada Tinea kruris
dan Tinea corporis harus dihindari atau dihilangkan antara lain : 1,5
a. Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet
atau nilon.
b. Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air misalnya perenang.
c. Kegemukan : selain faktor kelembaban, gesekan yang kronis dan keringat
berlebihan disertai higiene yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi.
2.10 Komplikasi
Tinea kruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.
Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi
kulit.3

2.11 Prognosis
Prognosis bergantung pada penyebab, disiplin pengobatan, status
imunologis dan sosial budayanya, tetapi pada umumnya baik.1,5
BAB 3
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
No. Rekam Medis : 01.01.01.39
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : Mahasiswa
Suku : Minang
Alamat : Jalan Jamal Jamil Dalam No. 7 RT.005, RW01,
Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo,
Kota Padang, Sumbar

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Bercak merah disertai sisik putih kasar yang terasa gatal pada daerah
lipat paha kiri, paha kanan dan bokong yang semakin meluas sejak 2 bulan
yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


- Awalnya 3 bulan yang lalu muncul bercak merah dengan sisik putih yang
terasa gatal berukuran kecil pada lipat paha, kemudian bercak tersebut
bertambah lebar dan luas sejak 2 bulan ini.
- Pasien sebelumnya pernah memakai salep yang dibeli di apotik, tetapi
pasien tidak ingat nama obat, frekuensi pemakaian, dan berapa lama
pemakaiannya.
- Pasien memiliki hobi mendaki gunung. 3 bulan yang lalu pasien pernah
tidak mengganti pakaian dalam selama 3 hari.
- Pasien sering memakai celana jeans ketat.
- Pasien mandi 1 kali sehari, mengganti pakaian 1 kali sehari.
- Riwayat pemakaian bersama celana dan baju dengan teman ada. Teman
pasien memiliki keluhan yang sama 3 bulan yang lalu.
- Riwayat pemakaian handuk bersama ada sebelumnya, dengan kondisi
pasien sudah gatal-gatal.
- Riwayat berkebun tidak ada.
- Riwayat kontak dengan hewan berbulu rontok tidak ada.
- Riwayat kuku rapuh dan memutih tidak ada.
- Riwayat mengkonsumsi jamu tidak ada.
- Riwayat bercak merah pada kulit kepala, alis, dan dada tidak ada.
- Riwayat rambut rontok dan botak setempat tidak ada.

c. Riwayat Pengobatan
Riwayat Penyakit yang sama pernah dialami sekitar 3 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh timbul bercak-bercak kemerahan yang disertai gatal di
lipat paha kanan dan kiri. Pasien hanya membeli salep di apotik. Pasien
lupa nama obat, frekuensi pemakaian, dan berapa lama digunakan.
Keluhan gatal berkurang, namun bercak kemerahan masih ada.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat DM tidak ada.

e. Riwayat Penyakit Keluarga/ Riwayat Atopi/ Alergi


- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien.
- Bersin pagi hari (-), asma (-), mata merah, gatal dan berair (-), alergi
makanan (-), alergi obat (-).

f. Riwayat Pekerjaan, Sosial, dan Kebiasaan


- Pasien seorang mahasiswa.
- Mandi 1x sehari, menggunakan sabun batang.
- Mengganti baju 1x sehari.
- Penderita tidak memelihara anjing, kucing, atau ternak lainnya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 120/80 cmHg
Nadi : 88x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : Afebris
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 21,48
Status Gizi : Normoweight
Pemeriksaan torak
Paru
Inspeksi : Normochest, gerakan simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba 1 jari medial LMCS
RIC V
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I, II (+), irama teratur, bising
(-), gallop (-)
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Pemeriksaan ekstremitas : Udem (-), sianosis (-), clubbing finger (-)
Status Dermatologikus
Lokasi : Lipat paha kiri dan kanan, bokong.
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Polisiklik
Batas : Tegas-tidak tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Plak eritema dengan skuama
putih halus diatasnya, dengan central
healing dan pinggir aktif.
Status Venerologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan.
IV. RESUME
- Keluhan utama : bercak merah disertai sisik dan gatal yang semakin
meningkat pada daerah lipat paha kiri, paha kanan dan bokong sejak 2
bulan yang lalu.
- Awalnya 3 bulan yang lalu muncul bercak merah dengan sisik putih
berukuran kecil pada lipat paha, kemudian bercak tersebut bertambah lebar
dan luas disertai rasa gatal sejak 2 bulan yang lalu.
- Pasien sebelumnya pernah memakai salep yang dibeli di apotik, tetapi
tidak ingat nama obat, frekuensi pemakaian, dan berapa lama
pemakaiannya. Keluhan gatal berkurang, namun bercak kemerahan masih
ada.
- Pasien memiliki hobi mendaki gunung. 3 bulan yang lalu pasien pernah
tidak mengganti pakaian dalam selama 3 hari.
- Pasien sering memakai celana jeans ketat.
- Pasien mandi 1 kali sehari, mengganti pakaian 1 kali sehari.
- Riwayat pemakaian celana dan baju bersama dengan teman ada. Teman
pasien memiliki keluhan yang sama 3 bulan yang lalu.
- Riwayat pemakaian handuk bersama ada sebelumnya, dengan kondisi
pasien sudah gatal-gatal.
- Pemeriksaan dermatologikus : lesi di daerah lipat paha kiri dan kanan,
bokong dengan distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan
polisiklik, batas tegas-tidak tegas, ukuran plakat, dengan efloresensi plak
eritem dengan skuama putih halus diatasnya, dengan central healing dan
pinggir aktif.

V. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Kerja : Tinea Kruris
Diagnosis Banding : Dermatitis, Psoriasis

VI. PEMERIKSAAN LABOR


a. Pemeriksaan Rutin
Mikologi (kerokan kulit + KOH 10%)
Hasil : positif (ditemukan hifa panjang bercabang)

b. Pemeriksaan Anjuran : Kultur jamur

VII. DIAGNOSIS
Tinea Kruris
VIII. TERAPI
- Umum
a. Menjelaskan bahwa penyakit ini dapat menular melalui kontak
langsung baik dengan manusia ataupun binatang, melalui serpihan
jamur pada handuk dan benda-benda lain.
b. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang
terkena infeksi atau bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir
untuk mencegah penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain.
c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air
hangat untuk mencegah penyebaran jamur tersebut.
d. Bersihkan kulit tiap hari dengan air dan sabun dengan pH netral
untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah
tumbuh.
e. Mengeringkan badan setelah mandi dan setelah berkeringat.
f. Hindari memakai kembali baju yang sudah terkena keringat dan
hanya digantung untuk mengeringkannya.
- Khusus
Sistemik : - Griseofulvin tab 125 mg, 1 x 625 mg tiap malam selama 2
minggu, disarankan diminum bersama susu.
- Cetirizin tab 10 mg, 1 x 10 mg
Topikal : Ketokonazol cream 2% (oleskan tipis dua kali sehari
sesudah mandi, lebihkan olesan sekitar 3 cm dari tepi lesi)

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad komestikum : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
RESEP
dr. Arfan Gifari
Praktek Umum
SIP.18052020
Alamat: Jl. Perintis Kemerdekaan No. 46 Padang
Hari Praktek : Senin-Jumat
Jam Praktek : 19.00 – 22.00
No. Telp. 085263379646

Padang, 18 Maret 2018


R/ Tab Griseofulvin 125 mg No. LXX
S1dd tab 1 (malam)

R/ Tab Cetirizine 10 mg No. XIV


S1dd tab 1

R/ Cream Ketokonazol 2% tube No. 1


SUE 2 dd applic loc dol
Pro : Tn. M
Usia : 22 tahun
Alamat : Nanggalo, Padang
BAB III
DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki berumur 22 tahun datang


ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 17
Maret 2018 dengan diagnosis Tinea kruris.
Diagnosis pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa timbul
bercak-bercak kemerahan dan bersisik putih pada lipat paha kanan dan kiri,
bokong yang disertai rasa gatal yang semakin meningkat sejak 2 bulan yang lalu.
Keluhan ini telah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya muncul bercak
merah dengan sisik putih berukuran kecil pada lipat paha. Bercak tersebut lama
kelamaan bertambah lebar dan meluas. Bercak-bercak kemerahan tersebut
dirasakan sangat gatal yang semakin meningkat sejak 2 bulan yang lalu. Pasien
pernah memakai obat salep yang dibeli di apotik, pasien merasa gatal berkurang
namun bercak tidak hilang. Riwayat pemakaian handuk bersama ada. Hal ini
merupakan fator predisposisi munculnya jamur.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa muncul gejala gatal pada tinea.
Gejala gatal pada tinea biasanya muncul dalam waktu relatif lama, jarang muncul
gejala dalam waktu singkat. Hal ini bisa disebabkan oleh karena gejala dari
penyakit yang disebabkan oleh jamur adalah asimtomatis. Selain itu terdapat
bercak berwarna merah yang makin lama makin besar yang mendukung bahwa
disini terdapat tepi lesi yang aktif.
Tinea kruris atau jokey itch merupakan dermatofitosis pada lipat paha,
daerah perineum dan sekitar anus, paling sering diakibatkan oleh T. rubrum dan
E. floccosum. Kelainan ini dapat bersifat menahun, bahkan berlangsung seumur
hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitokrural atau dapat meluas ke
daerah disekitar anus, gluteus dan perut bagian bawah. Manifestasi klinis dapat
berupa lesi berbatas tegas dengan peradangan tepi lebih nyata daripada daerah
tengahnya atau disebut central healing.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya plak eritem dengan skuama
putih halus diatasnya dan adanya central healing serta pinggir aktif pada bagian
lipat paha kiri dan kanan, bokong. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyebutkan manifestasi klinis dari tinea kruris.
Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis biasanya dapat dilakukan
preparat Kalium Hidroksida (KOH). Konsentrasi larutan KOH yang digunakan
adalah 10% untuk sediaan rambut, dan 20% pada sediaan kulit dan kuku. Hasilnya
akan didapatkan adanya hifa maupun spora berderet (arthrospora). Pada pasien
ini, tampak adanya hifa bersekat dan bercabang. Ini menegakkan diagnosis kerja
tinea. Adapun cara lainnya menggunakan medium agar dekstrosa Sabouraud,
namun cara ini jarang digunakan karena memerlukan waktu yang lama.
Pasien diberikan tatalaksana umum dan khusus. Tatalaksana umum pada
pasien ini berupa penjelaskan tentang penyakit bahwa penyakitnya bisa menular
melalui kontak langsung baik dengan manusia, binatang ataupun lingkungan.
Pasien harus selalu menjaga kebersihan. Pasien dianjurkan untuk tidak
menggunakan handuk secara bersama, mencuci handuk sekali seminggu, setelah
pemakaian handuk dijemur, memakai sabun mandi hendaknya dipisahkan dengan
keluarga atau menggunakan sabun cair. Seluruh badan harus dikeringkan setelah
mandi dan diberikan krim anti jamur, minum obat dan pakai krim teratur sesuai
dengan aturan pakai obat. Sebaiknya jangan menumpuk baju kotor terlalu lama,
karena akan memicu tumbuhnya jamur. Hendaknya tidak menggunakan baju yang
berlapis-lapis saat cuaca panas.
Tatalaksana khusus yang diberikan berupa griseofulvin 1 x 625 mg pada
malam hari. Hal ini dikarenakan griseofulvin bersifat fotosensitif (sehingga harus
diminum saat malam hari). Griseofulvin harus dikonsumsi bersamaan dengan
makanan dan minuman yang mengandung lemak untuk memaksimalkan
penyerapan. Ketokonazol cream 2% 2 kali sekali selama 2-4 minggu juga
diberikan pada pasien ini. Cetirizine 10 mg 1x1 tiap hari diberikan sebagai
antipruritus. Pemberian obat sistemik diperlukan karena lesi cukup luas.
Prognosis pada pasien ini adalah quo ad sanationam bonam, quo ad vitam bonam,
quo ad kosmetikum bonam, quo ad functionam bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p.
94-105.
2. Adiguna MS, Rusyati LM. Recent Treatment of Dermatomycosis. In:
Kumpulan Makalah Lengkap Peningkatan Profesionalisme di Bidang Infeksi
Kulit dan Kelamin Serta Pemakaian Anti Mikrobial yang Bijak. Denpasar:
Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin FK UNUD/RS Sanglah, Bagian
Mikrobiologi Klinik FK UNUD/RS Sanglah 2011. p. 37-38.
3. Verma S, Hefferman MP. Tinea Cruris. In: Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel DJ (editor). 7th ed. New York: McGraw-Hill 2008. p. 1807-1821.
4. Kuswadji. Kandidosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p.
106-109.
5. Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea Corporis, Tinea Cruris, Tinea
Nigra, and Piedra. Dermatologic Clinics 2003; vol (21). p. 395-400.
6. Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widati S, Ervianti E
(editro). 2013. Dermatomikosis Superfisisalis. Edisi kedua. Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI. p. 58-69.

Anda mungkin juga menyukai