Anda di halaman 1dari 25

Journal Reding

PERAN
SUPLEMENTASI Arfan Gifari
Elza Hidayati Ajusbar
VITAMIN D PADA Ganggeswary A/P Bathumalai
ABSTRAK
Latar belakang: Rinitis alergi merupakan tipe rinitis kronik yang paling sering
ditemukan, mempengaruhi 10-20% populasi. Rinitis alergi berat berkaitan secara
signifikan dengan penurunan kualitas hidup, tidur, dan performa kerja. Peran vitamin
D dalam mengatur fungsi imunitas pertama kali diusulkan setelah identifikasi adanya
reseptor vitamin D pada limfosit. Sejak diketahui bahwa bentuk aktif vitamin D, 1α,
25 (OH) 2D3 memiliki efek langsung pada naΪve dan mengaktivasi sel T-helper,
pengatur sel T, mengaktivasi sel B dan sel dendritik.
Terdapat penelitian lain sehubungan dengan vitamin D (serum 25 (OH) , asupan oral
dan indikator pengganti terhadap beberapa kondisi yang terakit dengan imunitas,
termasuk alergi, meskipun hubungannya masih belum jelas. Beberapa efek vitamin
D secara signifikan mempengaruhi outcome respon alergi pada rinitis alergi.
Tujuan Penelitian: Untuk mengevaluasi nasal symptom score pada pasien rinitis
alergi, sebelum dan sesudah pengobatan dengan atau tanpa pemberian suplemen
vitamin D.
Material dan Metode: Kadar vitamin D diperiksa pada 21 pasien rinitis alergi yang
terdiagnosis secara klinis dan dievaluasi secara prospektif selama periode 1 tahun.
Kada vitamin D sebelum dan sesudah pengobatan dihitung dan didokumentasikan.
Mereka menerima vitamin D oral (chole-calciferol; 1000 IU) selama periode
tertentu. Hasilnya dibandingkan dengan pasien rinitis alergi yang diterapi secara
konvensional tanpa pemberian vitamin D.
Hasil: Peningkatan kadar serum vitamin D secara signifikan ditemukan pada pasien
yang sudah diterapi (P= 0,0104). Serta ditemukan juga peningkatan secara klinis
dari turunnya total nasal symptoms score pada pasien yang sudah diterapi (P < 0,05).
Kesimpulan : Suplementasi vitamin D pada beberapa pasien mengubah
perjalanan alami rinitis alergi menjadi perbaikan secara klinis.
Kata kunci : rinitis alergi, suplementasi vitamin D, imuno-modulasi
PENDAHULUAN
Rinitis alergi: rinitis kronik tersering yang mempengaruhi 10-20 % populasi,
prevalensi semakin meningkat
Rinitis alergi berat  penurunan kualitas hidup, tidur dan performa kerja
Pengobatan: antihistamin dan kortikosteroid topikal
Pengobatan lain  penurunan efek samping
Beberapa tahun terakhir di seluruh dunia, peningkatan penyakit alergi dikaitkan
dengan kekurangan vitamin D
Schauber dkk: hubungan antara rendahnya kadar serum vitamin D dan peningkatan
penyakit imunitas tidaklah kebetulan
Perkembangan populasi  lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan 
kurang terpapar dengan matahari  berkurangnya produksi vitamin D
Beberapa penelitian terkini: peran vitamin D pada pengobatan rinitis alergi dan asma
 hasil masih kontroversial
Defisiensi vitamin D dapat diterapi  dapat mencegah terjadinya rinitis alergi 
menurunkan angka morbiditas
Penelitian ini: status vitamin D pasien rinitis alergi dibandingkan sebelum dan
sesudah diterapi dengan suplemen oral vitamin D (chloe-calciferol-1000 IU) dan
penilaian terhadap rinitis alerginya.
PENGUKURAN
HASIL
DISKUSI
Pada RA, terdapat banyak sel inflamasi menginfiltrasi lapisan hidung setelah
terpapar alergen
Selama fase awal dari respon imun terhadap alergen, mediator dan sitokin dilepaskan
yang memicu respon inflamasi seluler lebih lanjut selama 4-8 jam berikutnya yang
menghasilkan gejala berulang
Sel-T yang menginfiltrasi mukosa hidung secara dominan adalah Th2 dan
melepaskan sitokin yang meningkatkan produksi IgE oleh sel plasma
Produksi IgE memicu pelepasan mediator yang mengarah pada pelebaran arteriolar,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, gatal, rhinorrhea (pilek), sekresi
mukosa, dan kontraksi otot polos.
Dalam penelitian ini, pasien RA menunjukkan kekurangan vitamin D (vitamin D
rata-rata 18.30 ± 5.61 ng/ml sebelum pengobatan): Tabel 6
Arshi et al: prevalensi defisiensi vitamin D berat secara signifikan lebih tinggi pada
pasien dengan RA daripada populasi normal
Moradzadeh et al: 30% vs 5,1%; P = 0,03  ada hubungan antara kadar vitamin D
serum dan status RA
Dalam penelitian ini, kami memberikan pasien RA yang kekurangan kadar vitamin
D serum dengan suplemen vitamin D oral (chole-calciferol-1000 IU) dan pasien
tersebut diikuti untuk mengevaluasi status klinis mereka terkait RA.
Terdapat peningkatan total nasal symptom score dan kadar vitamin D serum pada
pasien (Tabel 7)
Peningkatan status alergi dapat dikaitkan dengan efek imunomodulator vitamin D
pada sistem kekebalan tubuh
Lebih lanjut, beberapa sel imun mengekspresikan enzim pengaktivasi vitamin D
yang memfasilitasi konversi lokal vitamin D inaktif menjadi kalsitriol aktif dengan
efek parakrin dan autokrin susulan.
Wjst dan Dold (1999): hubungan antara asupan gizi vitamin D dan alergi
“Kadar serum 25 (OH) D rendah pada beberapa individu dan vitamin D
mempengaruhi alergi yang memperantarai sel imun seperti sel-T dan fungsi
kekebalan sel yang membentuk resistensi terhadap alergi seperti sel epitel”
Respon imun bawaan terdiri dari semua mekanisme yang melawan infeksi, tetapi
tidak memerlukan pengenalan spesifik patogen  dipengaruhi vitamin D
Limfosit seperti sel-T dengan polarisasi Th1 dan Th2 adalah pemeran utama dalam
imunitas adaptif  diatur oleh vitamin D
Vitamin D  fungsi limfosit B dan mengatur respons imun humoral termasuk
sekresi IgE
KESIMPULAN
Ada korelasi antara kadar vitamin D serum dan RA
Tingkat vitamin D rendah pada pasien AR
Suplementasi vitamin D pada pasien tersebut mengubah perjalanan alami RA
menuju peningkatan klinis yang signifikan
Harus dilakukan lebih banyak penelitian dengan jumlah pasien yang lebih besar 
validasi peran terapi suplementasi vitamin D bersama dengan pengobatan awal anti
alergi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai