Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PORTOPOLIO ASKEP TIROIDITIS

DI SUSUN OLEH : NAMA : MUAMAR GHOZALI NIM : G2A011032

S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SEMARANG

ASKEP TIROIDITIS
1. PENGERTIAN
Tiroditis merupakan peradangan akut kelenjar tiroid, dapat dikaitkan dengan supurasi yang disebabkan oleh bakteri (stafilococcus, B-stafilococcus danpneumokokus) atau dapat bersifat non-supuratif dan sekunder akibat virus ataumekanisme imunologik. (Manning dkk, 1996) Tiroditis merupakan inflamasi akut yang mengenai seluruh kelenjar tiroid, yangmungkin disebabkan oleh filtrasi sel neutrofil yang disusul oleh sel-sel limfositdan histiosit ; jenis radang ini jarang ditemukan. (Quervein, Frizt. 1868-1940) Tiroiditis adalah suatu peradangan pada kelenjar tiroid,menyebabkan hipertiroidisme sementara yang seringkali diikuti oleh hipotiroidisme sementara atau sama sekali tidak terjadi perubahan dalam fungsi tiroid.( Yohanes Oda Teda Ona widarma,2011)

2. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Etiologi dari tiroiditis dibagi berdasarkan klasifikasi . ( Yohanes Oda Teda Ona widarma,2011) a. Tiroiditis subakut Yang jelas sampai sekarang tidak diketahui, pada umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibody autoimun. b. Tiroiditis akut supuratif Kuman penyebab biasanya stafhylococcus aureus, stafhylocaccus hemolyticus dan pneumococcus. Infeksi dapat terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktuk tiroglosus yang persisten, kelainan yang terjadi dapat disertai terbentuknya abses atau tanpa abses. Abses ini dapat menjurus ke mediastinum, bahkan dapat pecah ke trakea dan esophagus. c. Tiroiditis hashimoto Untuk alasan yang tidak diketahui, tubuh melawan dirinya sendiri dalam suatu reaksi autoimun, membentuk antibodi yang menyerang kelenjar tiroid.

Penyakit ini 8 kali lebih sering terjadi pada wanita dan bisa terjadi pada orangorang yang memiliki kelainan kromosom tertentu, seperti sindroma Turner, sindroma Down dan sindroma Kleinefelter. d. Tiroiditis limfosotik laten Penyebabnya tidak diketahui. Terjadi penyusupan limfosit (sejenis sel darah putih) ke dalam kelenjar tiroid. Penyebabnya atauhipotiroid, bermacam-macam, atau mungkin tiroiditis kadar bisa menimbulkan tidak hipertiroid, sama

hormonnya

berubah

sekali(normotiroid).(Hans Tandra, 2011)

3. PATOFISIOLOGI
Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan faktor penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan faktor pemicu lingkungan, yang mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid. Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan. Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized Tlymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen.

Berikut dijelaskan mengenai patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini dilihat dari faktor genetik dan lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen dan autoantibodi tiroid, ditambah adanya peran sitokin serta mekanisme apoptosis yang diperkirakan terjadi pada proses penyakit ini.

a. Faktor genetik Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon imun seperti major histocompatibility complex (MHC), reseptor sel T, serta antibodi, dan gen yang mengkode (encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO (thyroid peroxidase), transporter iodium, TSHR (TSH Receptor). Dari sekian

banyak gen kandidat, saat ini baru enam gen yang dapat diidentifikasi, yaitu CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen-4), CD4, HLA-DR, protein tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan TSHR. Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells (APC). APC akan mengaktivasi sel T dengan mempresentasikan peptide antigen yang terikat protein HLA kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal kostimulator berasal dari beberapa protein yang diekspresikan pada PC (seperti B7-1, B7-2, B7h, CD4), dan berinteraksi dengan reseptor (CD28, CTLA-4, dan CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu presentasi antigen (2). CTLA-4 dan CD40 merupakan molekul kostimulator non-spesifik, yang dapat meningkatkan suseptibilitas terhadap PTAI dan proses autoimun lain. CTLA-4 berasosiasi dan terkait dengan berbagai bentuk PTAI (tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, dan pembentukan antibodi antitiroid), dan dengan penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe 1, penyakit Addison, dan myasthenia gravis. Asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan antigen HLA tidak begitu jelas. Hal ini menyangkut masalah definisi penyakit tiroditis Hashimoto yang sering

kontroversial. Spektrum klinik tiroiditis Hashimoto bervariasi mulai dari hanya ditemukan antibodi antitiroid dengan infiltrasi limfositik fokal tanpa gangguan fungsi (asymptomatic autoimmune thyroiditis), sampai pembesaran kelenjar tiroid (struma) atau tiroiditis atrofik dengan kegagalan fungsi tiroid. Beberapa peneliti melaporkan asosiasi antara tiroidits Hashimoto dengan HLA-DR3 dan HLA-DQw7 pada ras Kaukasus. Pada non-Kaukasus dilaporkan asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan HLA-DRw53 pada bangsa Jepang dan dengan HLA-DR9 pada bangsa Cina. b. Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai penyebab penyakit tiroid autoimun, diantaranya berat badan lahir rendah, kelebihan dan kekurangan iodium, defisiensi selenium, paritas, penggunaan obat kontrasepsi oral, jarak waktu reproduksi, mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteri . Di samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium, interferon-, amiodarone dan Campath-1H, juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid. Pada Tabel 2.1

disajikan beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi PTAI, berikut ringkasan mekanisme dan fenotipenya. Tabel 2.1 Faktor lingkungan yang terlibat dalam patologi tiroiditis autoimun Faktor Lingkungan Berat lahir rendah Mekanisme Maturasi thymik tidak sempurna Ekses iodium Tidak terjadi escape effect WolffChaikoff; JodBasedow Defisiensi selenium Tidak diketahui; viral? Jarak proses reproduktif yang panjang Kontraseptif oral Mikrokhimerisme fetal Protektif Sel laki-laki di sel tiroid menimbulkan efek antitiroid Stress Upregulasi sumbu HPA Alergi Tidak diketahui; kadar IgE tinggi Rokok Hipoksia?; Kadar IgE GD; terutama tinggi Infeksi Yersinia enterocolitica Mimikri molekuler GO GD GD GD Antibdi TPO HT dan GD Efek estradiol HT HT GD HT Fenotipe Antibodi TPO

Keterangan :

HT : Hashimoto thyroiditis GD : Graves disease GO : Graves ophthalmopathy

Berat badan lahir bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa penyakit tertentu seperti penyakit jantung kronik. Kekurangan makanan selama kehamilan dapat

menyebabkan intoleransi glukosa pada kehidupan dewasa, serta rendahnya berat thymus dan limpa mengakibatkan menurunnya sel T supresor. Mungkin ada faktor intrauterin tertentu yang menghambat pertumbuhan janin, yang merupakan faktor risiko lingkungan pertama yang terpapar pada janin untuk terjadinya PTAI di kemudian hari . Asupan iodium mempengaruhi prevalensi hipotiroid dan hipertiroid. Hipotiroid lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium dibandingkan dengan daerah kurang iodium, dan prevalensi tirotoksikosis lebih tinggi di daerah kurang iodium. Hipertiroidi Graves lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium, dan antibodi anti-TPO sebagai petanda ancaman kegagalan tiroid lebih sering ditemukan di daerah kurang iodium. Asupan iodium berlebihan dapat menyebabkan disfungsi tiroid pada penderita yang mempunyai latar belakang penyakit tiroiditis autoimun. Kelebihan iodium dapat menyebabkan hipotiroid dan/ atau goiter akibat gagal lepas dari efek Wolf-Chaikoff. Tetapi bila sebelumnya telah ada nodul autonom fungsional atau bentuk subklinik penyakit Graves, asupan iodium berlebihan akan menginduksi terjadinya hipertiroid (efek Jod-Basedow). Pada kedua fenomena tersebut diduga terjadi destruksi kelenjar tiroid dan presentasi antigen tiroid pada sistem imun, yang pada gilirannya akan menimbulkan reaksi autoimun. Oleh karena itu iodium sebenarnya merupakan pula faktor risiko terjadinya PTAI. Selenium merupakan trace element yang esensial untuk sintesis selenocysteine, yang juga disebut sebagai 21st amino acid. Selenium mempengaruhi sistem imun. Defisiensi selenium akan menyebabkan individu lebih rentan terhadap infeksi virus seperti virus Coxsackie, mungkin karena limfosit T memerlukan selenium. Di samping itu, selenium merupakan suatu antioksidan dan mengurangi pembentukan radikal bebas. Selenium berperan penting dalam sintesis hormon tiroid, karena dua enzim yaitu selenoprotein deiodinase dan gluthatione peroxidase, berperan dalam produksi hormon tiroid. Kekurangan selenium dapat meningkatkan angka keguguran dan kematian akibat kanker (cancer mortality rate). Kadar selenium rendah di dalam darah akan meningkatkan volume tiroid dan hipoekogenisitas, suatu petanda adanya infiltrasi limfosit. Dari suatu penelitian dilaporkan pemberian sodium selenite 200 ug (peneliti lain memberikan 200 ug selenium methionine) pada penderita hipotiroid subklinik

akan menurunkan titer antibodi anti-TPO serta juga meningkatkan kualitas hidup, tanpa mempengaruhi status hormon tiroid. Stress mempengaruhi sistem imun melalui jaringan neuroendokrin. Saat stress sumbu hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) akan diaktivasi, menimbulkan efek imunosupresif. Stress dan kortikosteroid mempunyai pengaruh berbeda terhadap sel-sel Th1 dan Th2, mengarahkan sistem imun menjadi respons Th2, yang akan menekan imunitas seluler dan memfasilitasi keberadaan virus tertentu (seperti Coxsackie B), sedangkan imunitas humoral meningkat. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa penyakit autoimun tertentu seringkali didahului oleh stress, dan salah satu contohnya adalah penyakit Graves. Belum diketahui apakah penyakit Hashimoto juga terkait dengan faktor stress. Faktor infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis PTAI. Ada tiga kemungkinan mekanisme agen infeksi bertindak sebagai faktor pencetus PTAI seperti : 1). Mimikri molekuler antara epitop antigenik dengan reseptor TSH; 2). Induksi molekul MHC kelas II 3). Molekul superantigen yang dibentuk oleh agen infeksi menginduksi sel T

Rokok, selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru, juga mempengaruhi sistem imun. Merokok akan menginduksi aktivasi poliklonal sel B dan T, meningkatkan produksi Interleukin-2 (IL-2), dan juga menstimulasi sumbu HPA. Merokok akan meningkatkan risiko kekambuhan penyakit Graves serta eksaserbasi oftalmopatia setelah pengobatan dengan iodium radioaktif . c. Autoantigen dan autoantibodi tiroid Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler.Kerusakan seluler terjadi saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga autoantigen spesifik yang dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO), tiroglobulin, dan thyrotropin receptor (TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai thyroid microsomal antigen, merupakan enzim utama yang berperan dalam hormogenesis tiroid.

Masih belum jelas apakah autoantibodi TPO atau TPO-specific T cells merupakan penyebab utama inflamasi tiroid. Antibodi anti-TPO tidak menghambat aktivitas enzimatik TPO, oleh karena itu bila antibodi tersebut berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas sebagai petanda (marker) penyakit dan tidak berperan langsung dalam terjadinya hipotiroid. Di lain pihak beberapa studi menduga antibodi anti-TPO mungkin bersifat sitotoksik terhadap tiroid; antibodi anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang menyertai hipotiroid pada tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik. Berdasarkan fungsinya antibodi TSHR dikelompokkan menjadi: 1). Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI), meningkatkan sintesis hormon tiroid; 2). TSI-blocking immunoglobulin, menghambat TSI (atau TSH) dalam merangsang sintesis hormon tiroid; 3). Thyroid Growth Immunoglobulin (TGI), terutama merangsang pertumbuhan sel folikel; 4). TGI blocking immunoglobulin, menghalangi TGI (atau TSH) merangsang pertumbuhan seluler (misalnya pada miksedema). Aktivitas berbagai antibodi TSHR tersebut dapat menjelaskan terjadinya diskrepansi antara besar/ volume kelenjar tiroid dengan fungsinya; ada penderita dengan kelenjar tiroid besar tetapi fungsinya normal atau rendah, atau sebaliknya. Antibodi lain yang juga dapat ditemukan adalah antibodi terhadap koloid kedua (second colloid antigen), antibodi terhadap permukaan sel selain reseptor TSH, antibodi terhadap hormon tiroid T3 dan T4, serta antibodi terhadap antigen membran otot mata (disebut sebagai ophthalmic immunoglobulin). Dapat terjadi fluktuasi fungsi tiroid berupa konversi dari hiper- menjadi hipo-tiroidi, keadaan yang disebut metamorphic thyroid autoimmunity. Contohnya konversi menjadi hipertiroid Graves pada penderita yang sebelumnya menderita hipotiroid karena penyakit Hashimoto, dan konversi dari tirotoksikosis menjadi eutiroid secara spontan pada penderita Graves; beberapa mekanisme mungkin berperan. d. Mekanisme apoptosis Terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa apoptosis berperan dalam PTAI tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves. Defek pada CD4(+), CD25(+) T regulatory cells akan merusak (breaks) toleransi host dan menginduksi produksi abnormal sitokin yang akan menfasilitasi apoptosis. Terdapat perbedaan mekanisme

yang memediasi proses apoptosis pada HT dan GD, yaitu pada HT akan terjadi destruksi tirosit sedangkan apoptosis pada GD akan mengakibatkan kerusakan thyroid infiltrating lymphocytes. Perbedaan mekanisme apoptotik tersebut akan mengakibatkan dua bentuk respons autotimun berbeda yang akhirnya akan menimbulkan manifestasi tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves.

e. Peran sitokin Sitokin berperan penting dalam mengkoordinasikan reaksi imun; sitokin dapat bersumber dari sistem imun maupun non-imun. Limfosit CD4+ Thelper terdiri dari sel Th1, terutama memproduksi interferon- (IFN) dan interleukin-2 (IL-2), yang menimbulkan respon imun langsung pada sel (cellmediated immunity). Sebaliknya, sel Th2 menghasilkan terutama IL-4, IL-5, dan IL-13 yang akan mempromosikan respons imun humoral. Sel Th3 menghasilkan terutama TGF yang mempunyai peranan protektif dan pemulihan dari penyakit autoimun. Sitokin dapat meningkatkan reaksi inflamasi melalui stimulasi sel T dan B intratiroid dan menginduksi perubahan pada sel folikel tiroid termasuk upregulasi MHC kelas I dan II, serta ekspresi molekul adhesi. Sitokin juga merangsang sel folikel tiroid untuk menghasilkan sitokin, Nitric Oxide (NO) dan Prostaglandin (PO), yang selanjutnya akan meningkatkan reaksi inflamasi dan destruksi jaringan. Molekul ini juga memodulasi pertumbuhan dan fungsi sel folikel tiroid, yang secara langsung akan berimplikasi terhadap disfungsi tiroid. Sitokin mempunyai peranan pula dalam penyulit ekstratiroid, terutama thyroidassociated ophthlamopathy (TAO). Sel T terkumpul di jaringan retrobulbar pada penderita dengan TAO; sel T tersebut akan diaktivasi dan menghasilkan sitokin, yang akan memperluas proses inflamasi melalui beberapa mekanisme termasuk peningkatan MHC kelas II, Heat Shock Protein (HSP), molekul adhesi, dan ekspresi TSH-R di jaringan retrobulbar. Sitokin akan meningkatkan proliferasi fibroblast secara lokal dan membantu pembentukan sel-sel radang baru, meningkatkan reaksi inflamasi, serta juga meningkatkan akumulasi matriks ekstraseluler di jaringan orbita melalui efek stimulatorik pada glycosaminoglycan (GAG) dan produksi inhibitor metalloproteinase oleh fibroblast retrobulbar. Berdasarkan hal-hal di atas, memodulasi produksi sitokin atau menghambat kerja sitokin di jaringan retrobulbar dapat dipertimbangkan untuk menangani oftalmopati yang sampai saat ini sukar diobati.

4. MANIFESTASI KLINIK
a.Tiroiditis Akut 1)Nyeri dan pembengkakan leher anterior, demam, disfagia, dan disfonia 2)Faringitis atau nyeri faring sering timbul 3)Kehangatan, eritema, dan nyeri tekan tiroid b.Tiroiditis Subakut 1)Tiroid membesar secara simetris dan kadang terasa sangat nyeri 2)Kulit yang ada diatas tiroid sering tampak kemerahan dan teraba hangat 3)Menelan mungkin akan menjadi sulit dan tidak nyaman 4)Peka rangsang, gelisah, insomnia, dan penurunan berat badan, yangmerupakan manifestasi dari hipertiroidisme, umum terjadi 5)Mungkin dialami demam menggigil (Baughman, Diane C dan JoAnn C. Hackley. 2000) *GEJALA-GEJALA YANG LAIN : 1. Penurunan atau kenaikan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya. 2. Nyeri otot atau rasa lesu dan lemah. 3. Depresi, gelisah atau cemas. 4. Kelelahan atau sulit tidur. 5. Detak jantung cepat. 6. Sering buang air besar 7. 8. 9. Keringat bertambah Periode menstruasi tidak teratur(pada wanita) Iritabilitas

10. Kram otot

5.PENATAKSANAAN
a.Tiroiditis Akut 1)Preparat antimicrobial dan penggantian cairan 2)Insisi bedah dan drainase bila terdapat abses b.Tiroiditis Subakut 1)Kontrol inflamasi 2)Preparat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) untuk menghilangkan nyerileher 3)Preparat penyekat-beta untuk mengontrol gejala hipertiroidisme 4)Kortikosteroid oral untuk menghilangkan nyeri dan mengurangipembengkakan; biasanya tidak mempengaruhi penyebab yang mendasari. (Baughman, Diane C dan JoAnn C. Hackley. 2000)

6.PENGKAJIAN FOKUS
->DEMOGRAFI
Riwayat dan pemeriksaan kesehatan berfokus pada kekambuhan gejala yang berkaitan dengan percepatan metabolisme.Hal ini mencakup keluhan keluarga dan pasien tentang kepekaan dan peningkatan reaksi emosional.Penting juga untuk menentukan dampak dari perubahan ini yang telah dialami dalam interaksi pasien dengan kelaurga, teman, dan rekan kerja.Riwayatnya meliputi stresor lain dan kemampuan pasien untuk menghadapi stres. Status nutrisi dan adanya gejala dikaji.Kekambuhan gejala berkaitan dengan output sistem saraf berlebihan dan perubahan penglihatan dan penampilan mata.Oleh karena kemungkinan adanya perubahan emosi yang berkaitan dengan hipertiroid, status emosi dan psikologi pasien dievaluasi. Keluarga pasien mungkin memberikan informasi tentang perubahan terakhir dalam status emosi pasien.

->RIWAYAT KESEHATAN
1)Keluhan Utama Keluhan yang ditimbulkan dari pasien tiroiditis adalah nyeri akibatperadangan yang terjadi pada area sekitar faring. 2)Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien merasakan nyeri pada bagian leher dan pada terkadang disertaidengan gangguan menelan dan komunikasi verbal. 3)Riwayat Kesehatan Masa Lalu Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit yang sama atau penyakitgangguan hormon tiroid lainnya. 4)Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama ataupenyakit gangguan hormon tiroid lainnya.

->DATA FOKUS TERKAIT PERUBAHAN POLA FUNGSI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Data Subjektif Hipersekresi kelenjar tiroid menimbulkan efek yang hebat pada kemampuan pasien untuk berfungsi, begitu pula pada proses-proses fisiologis.Perawat mengumpulkan data dari pasien atau anggota keluarganya mengenai keadaan yang lalu dan keadaan

sekarang : Tingkat energi, kemampuan suasana hati dan mental,Kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari, Kemampuan mengatasi stress, Intoleransi terhadap panas atau dingin, Asupan makanan, Pola eliminasi. Wawancara harus dapat membantu perawat mengetahui pemahaman pasien atau keluarganya mengenai penyakit dan pengobatannya, dan mengenai perawatan yang diperlukan oleh pasien.

2. Data Objektif Pemeriksaan fisik awal harus mencakup keterangan pokok mengenai pasien : status mental (kemampuan mengikuti pengarahan),status gizi, status kardiovaskular, karakteristik tubuh, penampilan dan tektur kulit, penampilan mata dan gerakan ekstraokuler, adanya edema serta lokasinya, penampilan leher dan gerakannya, lingkaran perut, ekstremitas.

->PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. T4 dan T3 serum 2. Tiroksin bebas 3. Kadar TSH serum 4. Ambilan isodium radioskopi Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise, tiroid, serum atau jaringan perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake. Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk menilai perubahan konsentrasi protein serum yang dapat merubah ikatan T3 dan T4, T4 merupakan hormon yang lebih poten. Perubahan tiroxine-binding globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3. Peningkatan kadar T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid berat, sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid ringan. Radioimmunoassay TSH dan tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid mungkin memerlukan biopsi jarum dan eksplorasi bedah.

7. PATHWAYS

8.DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi b.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi c.Perubahan nutirsi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan prosespenyakit

9.FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL


No 1 Diagnosa Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan & Criteria Hasil Intervensi Setelah mendapatkan asuhan jeperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan : Nyeri berkurang,skala 0-2, Tidak ada tanda-tanda kesakitan, 1.Kaji lokasi dan skala nyeri 2.ajarkan manajemen nyeri , teknik napas dalam,& imajinasi 3.pantau kondisi pasien tiap 2 jam 4.colaburasi untuk pemberian analgetik Rasional 1.untuk mengetahui lokasi dan berapa skala 2.untuk mengatasi rasa nyeri yang dialami, 3.untuk mengetahui kondisi pasien dan mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan 4.dapat membantu mengurangi rasa nyeri 2 .Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi Setelah mendapatkan asuhan jeperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan : Suhu tubuh normal (36.5-37.5 0 C) Tidak ada tanda 1.Berikan kompres panas pada ketiak 2.anjurkan klien untuk menggunakan baju yang dapat menyerap keringat 1. dapat membantu proses penurunan panas yang dialami pasien 2.karena kondisi tubuh yang lembab memicu

dehidrasi Mukosa bibir lembab

3.monitoring v/s 4.colaburasi untuk pemberian obat

pertumbuhan jamur sehingga beresiko menimbulkan komplikasi 3.sebagai indicator untuk mengetahui perkembangan hipertermi 4.membantu menuunkan suhu tubuh pasien

Perubahan nutirsi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan prosespenyakit

Setelah mendapatkan asuhan jeperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan : Porsi makan kembali normal BB normal Pemeriksaan lab.normal dan tidak menunjukan tandatanda malnutrisi

1.awasi pemasokan diet,berikan makan sedikit tapi sering 2.berikan perawatan mulut sebelum makan 3.anjurkan klien

1.untuk menghindari mual dan muntah dan memenuhi keb.nuteisi pasien 2. menghilangkan rasa tidak enak 3.Mencegah tersedak

makan dalam posisi 4.untuk memenuhi duduk tegak 4.colaburasi dengan tim gizi kebutuhan nutrisi pasien

DAFTAR PUSTAKA
Aside,Ahmad H.2000.Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.Jakarta: EGC Dunphy,Englebert,dkk.1985.Baughman,Diane C dan Jo Ann C. Hackley.2000.Keperawatan Medical Bedah: Saku-Saku untuk Brunner dan Suddarth.Jakarta:EGC Ramali,Ahmad dkk.2003.Kamus Kedokteran Arti dan Keterangan Istilah.Jakarta:Djambatan Tan dra,Hans.2011.Mencegah dan Mengatsi Penyakit Tiroid.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Umum

SUMBER LAIN :
http://www.scribd.com/doc/87502629/ASKEP-Tiroiditis http://WWW.scribd.com/doc/7733965/Laporan-LO-is http://odasunrisenurse.blogspot.com/2011/09/asuhan keperawatan tiroiditis.html

Anda mungkin juga menyukai