RINGWORM
Oleh:
Tiara Prastiana Putri
NIM. 061923143047
2. ETIOLOGI
Ringworm disebabkan oleh golongan jamur dermatofit yang dibagi menjadi tiga
genus antara lain, microsporum, trychophyton, epidermophytoon (Bernado et al., 2005).
Ringworm merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular ke manusia. Spesies kapang
yang menyerang hewan yaitu Trichophyton verrucosum, Trichophyton mentagrophytes,
Trichophyton megninii dari genus Trichophyton. Genus lain yang menyerang hewan yaitu
microsprorum dengan spesies Microsprorum canis. Microsprorum canis menyerang pada
kucing dengan kasus lebih dari 90%. Untuk membedakan ketiga genus tersebut dapat
dilihat berdasarkan penampilan spora dan hifa.
Morfologi koloni Epidermophyton sp. tampak seperti bulu datar dengan lipatan
sentral, berwarna kuning kehijauan, kuning kecoklatan. Gambaran mikroskopis tampak
tidak mempunyai mikrokonidia, beberapa dinding tipis dan tebal. Makrokonidia
berbentuk gada. Microsporum canis mempunyai morfologi koloni datar, berwarna putih
hingga kuning, kasar dan berambut, dengan celah radial yang rapat. Pada media PDA
(Potato Dextrose Agar). Secara mikroskopis terdapat beberapa mikrokonidia, sejumlah
dinding tebal dan makrokoni-dia bergerigi dengan knob pada ujungnya.
Trychopyhton verrucosum mempunyai morfologi koloni kecil dan bertumpuk,
kadang datar, warna putih hingga abu kekuningan. Secara mikroskopis terdapat rantai
klamikonidia pada SDA (Sabouraud Dextrose Agar). Makrokonidia yang panjang dan
tipis seperti ekor tikus. (Kurniati, 2008). Koloni T.verrucosum mempunyai pertumbuhan
yang tergolong lambat dengan waktu inkubasi sekitar 2 minggu pada media SDA.
Mempunyai sifat tidak tahan terhadap suhu pembekuan Trychopyhton verrucosum juga
dapat diidentifikasi melalui uji nutrisi dengan menanam pada media thiamine inositol
casein agar, ammonium nitrat agar (NH4NO3 agar), histidine ammonium nitrat agar, dan
casein agar pada inkubasi suhu 25 atau 37OC, tetapi untuk T.verrucosum hanya dapat
hidup di media ammonium nitrat (Rebell dan Taplin, 1970 dalam Gholib dan
Rachmawati, 2010).
Microsporum mempunyai predileksi di rambut dan kulit. Microsporum canis
dapat hidup di rambut hewan dengan suhu kamar selama 323-422 hari. Ringworm
mempunyai morbiditas tinggi dengan mortalitas yang rendah. Kaplan dkk melaporkan
dari 360 anjing penderita ringworm, 10% menularkan terhadap pemiliknya, juga 30%
pemilik kucing yang terinfeksi ringworm. (Pudjiatmoko, 2014).
Gambar1.Epidermophyton sp. 2. Microsporum canis 3. Trychopyhton verrucosum
(Kurniati, 2008)
3. PATOGENESITAS
Dermatofitosis atau ringworm disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang
menyerang jaringan berkeratin (zat tanduk) pada kuku, rambut, dan stratum korneum di
epidermis (Bernado et al, 2005). Dermatofit menginfeksi dengan tiga langkah yaitu
perlekatan dermatofit pada keratin, penetrasi melalui dan diantara sel, dan terbentuknya
respon host (Kurniati, 2008).
Penularan penyakit melalui kontak langsung antara hewan sakit dengan hewan
sehat ataupun dengan manusia. Kontak dengan lesi secara tidak langsung melalui spora
juga dapat terjadi. Penularan dari hewan ke manusia biasanya karena Microsporum canis.
Pada kuda, juga bisa ditularkan lewat peralatan menuggang kuda seperti sadel, dan
pakaian kuda (Pudjiatmoko, 2014).
Pengaruh lingkungan merupakan faktor predisposisi penyakit ringworm, daerah
dengan suhu dan kelembaban yang tinggi dapat memudahkan jamur untuk tumbuh.
Selain suhu dan kelembaban, musim dingin dan hujan yang dalam keadaan basah juga
meningkatkan infeksi jamur (Pudjiatmoko, 2014). Kapang dermatofit mengambil
keuntungan dari hewan dengan mengurangi kekebalan tubuh hewan karena kapang
dermatofit mempunyai faktor virulensi utama yaitu memiliki enzim proteinse, elastase,
keratinase. Enzim tersebut merupakan produk ekstra-seluler dari dermatofit, yang
berperan untuk mencerna jaringan dari host sehingga mendapatkan nutrisi untuk
pertumbuhan dari dermatofit itu sendiri dan juga enzim tersebut dapat menimbulkan
reaksi radang terhadap host atau induk semang (Emeka, 2011; Carter dan Wise, 2004)
Untuk menginfeksi, dermatofit harus melawan pertahanan tubuh non spesifik dan
spesifik. Dermatofit mempunyai kemampuan untuk melekat pada kulit dan mukosa,
menembus jaringan, bertahan dalam lingkungan tubuh host dan berkembang biak hingga
menimbulkan reaksi radang. Langkah pertama yaitu dermatofit melekat pada keratinosit
dengan cara serabut dinding terluar dari dermatofit memproduksi keratinase (keratolotik)
yang menghidrolisis keratin hingga dermatofit dapat tumbuh di stratum korneum.
Langkah selanjutnya yaitu penetrasi dermatofit dalam sel. Spora tumbuh dan menembus
stratum korneum. Dermatofit harus dapat bertahan menghadapi pertahanan imun tubuh
ketika melakukan penetrasi. Setelah dermatofit berhasil melakukan penetrasi, timbul
respon imun dari host yang terdiri dari dua meknisme yaitu imunitas alami dan adaptif.
Pertahanan spesifik menyebabkan timbulnya keratinisasi dan proliferasi epidermis yang
bertindak sebagai barrier. Adanya akumulasi neutrofil di epidermis berupa pustule, yang
dapat menghambat pertumbuhan dermatofit melalui mekanisme oksidatif (Kurniati,
2008).
Trychophyton sp. merupakan salah satu kapang dermatofit yang mempunyai
filamen keratinofilik sehingga mempunyai kemampuan untuk menyerang jaringan
keratin. Kapang ini menyebabkan infeksi pada pasien imunocompromised (sistem imun
yang lemah), sehingga infeksi yang ditimbulkan cenderung berat dan menetap (Kurniati,
2008).
5. DIAGNOSA
Diagnosa dilakukan dengan melihat gejala klinis. Gejala klinis yang dilihat antara
lain adanya bentukan cincin disertai keropeng (patognomonis), rambut rontok, bentukan
lesi membulat cenderung meluas. Metode diagnosis dapat dilakukan secara konvensional
maupun molekuler. Perangkat yang sering diguakan oleh dokter hewan yaitu lampu
wood’s yaitu alat untuk mngetahui adanya invasi dermatofit pada permukaan kulit dan
rambut. Metode lain yaitu dengan kerokan rambut dan kulit atau scrapping dan dilihat
dibawah mikroskop atau kultur sampek scrapping (Bond, 2010 dalam Indarjulianto dkk,
2017).
Pemeriksaan laboratoium berupa pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan
histologis dan kultur jamur. Bahan pemeriksaan berupa kerokan/scrapping kulit. Sebelum
scrapping pada tempat yang terinfeksi, dilakukan desinfektan terlebih dahulu untuk
menghindari pencemaran dengan alcohol 70%. lalu scrapping dengan KOH 20% dan
swab. Scrapping dilakukan di tepi luka, lalu dimasukkan ke dalam botol atau tabung steril
dan diberi tanda. Jika rambut sebagai bahan pemeriksaan dapat diperoleh dari rambut
yang patah atau mencabut rambut hingga sampai pangkal. Bahan pemeriksaan seperti
keropeng atau rambut dapat dikirm dalam amplop atau kertas supaya menjaga tetap
kering (Pudjiatmoko, 2014).
Sampel yang telah diambil, dikirm ke laboratorium akan diisolasi dan
indentifikasi. Sampel dimasukkan dalam 10 ml pepton water cair untuk di homogenkan
dan diinkubasi selama 24 jam suhu 37oC. sampel yang telah dibiakkan diambil 1 ml
dimasukkan dalam cawan petri yang berisi 10 ml SDA yang telah ditambahkan
gentamicin. Biakkan kapang yang sudah ditanam dalam petri disk, diinkubasi selama 5-7
hari pada suhu 37oC. Diamati perkembangan danpertumbuhannya. Kapang ditanam pada
slide culture dan dilakukan pewarnaan dengan lactophenol cotton blue (LCB). Kapang
yang tumbuh diamati di mikroskop dengan perbesaran 20, 40, 100. Dan dilakukan
pengamatan pada morfologi, hifa, konidia dan konidiofornya (Adzima dkk, 2013).
Menurut struktur mikroskopisnya terdiri dari hifa/miselium, sel konidia/spora, atau
klamidiospora, mikro dan makrokonidia. Strukur yang penting untuk spesifikasi yaitu
ukuran dan bentuk makro dan mikrokonidia dan ketebalan dinding sel (Gholib dan
Rachmawati, 2010).
6. PENGENDALIAN PENYAKIT
Ringworm dengan perubahan kulit akut dapat diobati dengan asam borax 2-5%,
kalium permanganate 1:5000. Untuk lesi yang kronis kulit tebal, hiperpigmentasi dan
keropeng dapat menggunakan carbowax yang mengandung fungisida. Pada lesi keci
dapat digunakan miconazole cream 2%. Pencegahan dapat dilakukan dengan manajemen
sanitasi dan lingkungan kandang. Hewan yang sakit harus di isolasi sehingga tidak
menularkan ke hewan yang sehat. Pada spesies T.verrucosum sudah ditemukan vaksin
untuk anak sapi sehingga dapat meningkatkan kekebalan terhadap infeksi T.verrucosum.
Hewan ternak yang terinfeksi ringworm masih dapat dikonsumsi dagingnya dengan
syarat kulitnya dimusnahkan (Pudjiatmoko, 2014).
7. DAFTAR PUSTAKA
Adzima Vhodzan, Jamin Faisal, Abrar Mahdi. 2013. Isolasi dan Identifikasi Kapang
Penyebab Dermatofitosis pada Anjing di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh.
Jurnal Medika Veterinaria 7(1): 46-48
Bernado F, Lanca M, Guerra M, Martins HM. 2005. Dermatophytes isolated from pet,
dogs and cats, in Lisbon, Portugal (2000-2004). RPCV100 (555-554): -85-88
Carter, G.R. and D.J. Wise. 2004. Essentials of Veterinary Bacteriology and Mycology,
Sixth Edition Blackwell Publishing. 276p
Emeka, I.N. 2011. Dermatophytoses in Domesticated Animals. Rev Inst Med Trop Sao
Paulo. 53(2):95:99
Gholib Djaenudin dan Rachmawati S. 2010. Kapang Dermatofit Trychophyton
verrucosum Penyebab Penyakit Ringworm pada Sapi.Wartazoa. 20(1):43-53
Indarjulianto S., Yanuartono, Widyarini S., Raharjo S., Purnamaningsih H., Nururrozi A.,
Haribowo N., Jainudin H.A. 2017. Infeksi microsporum canis pada kucing
penderita dermatitis. Jurnal veteriner. 18(2): 207-210
Kurniati dan Rosita Cita. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin. 20(3):243-249
Pudjiatmoko. 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Subdit Pengamatan Penyakit
Hewan DIrektorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kementrian Pertania, Jakarta. 327-336
Pudjiatmoko. 2014. Manual Penyakit Unggas. Subdit Pengamatan Penyakit Hewan
DIrektorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kementrian Pertania, Jakarta.175-181
Rebbel, G. and D. Taplin. 1970. Dermatophytes, Their Recognition and Identification,
Revised Edition. University of MiamiPress.124p