Microsporum gallinae
Kelompok 4 Paralel 4
1.2 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Morfologi
Dalam kultur, Microsporum gallinae menghasilkan koloni putih yang halus.
Koloni tampak datar dengan lipatan radial dan tepi yang tidak teratur saat tumbuh
dalam kultur. Koloni terbalik menghasilkan pigmentasi yang kuat yang berubah dari
merah muda menjadi merah tua dan berdifusi melalui media pertumbuhan.
Pertumbuhan optimal Microsporum gallinae terjadi pada suhu 26-28 ° C dan tidak ada
persyaratan nutrisi khusus yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Selain itu,
Microsporum gallinae adalah urease positif (Murata et.al 2013).
Microsporum hanya hidup pada rambut dan kulit. Cendawan ini terlihat bagai
selubung mosaik yang terdiri dari spora kecil di sekeliling batang rambut.
Epidermophyton hidup pada kulit dan kuku dengan bentuk bercabang dan bersekat.
Pengamatan secara pasti hanya dapat dilakukan dengan pemupukan. Selama sporulasi,
hifa bersepta, dengan makrokonidia dengan ujung berujung, dan mikrokonidia
berbentuk ganda ada. Penambahan ekstrak thiamine atau ragi meningkatkan sporulasi
Microsporum gallinae. Invasi rambut yang diamati pada Microsporum gallinae adalah
jenis ectothrix spored besar, yang berarti bahwa spora terbentuk di luar batang rambut
(Miyasato et.al 2011).
2.3 Transmisi
Microsporum gallinae tersebar di seluruh dunia, dengan kasus yang dilaporkan
di Eropa, Timur Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Afrika, dan Jepang. Jamur
tampaknya lebih sering diisolasi di daerah dengan kelembaban dan suhu tinggi. cara
penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung Penularan langsung
dapat melalui fomit, epitel, dan rambut - rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia atau dari bianatang,dan tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman,
kayu yang dihinggapi jamur, barang - barang atau pakaian, debu, atau air (Siregar,
2004).
Faktor yang mempengaruhi disamping cara penularan, timbulnya kelainan -
kelainan dikulit bergantung pada beberapa faktor yaitu :
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada avnitas, jamur, antropofilik, zoofilik, atau
geofilik. Kelaian afinitas ini, masing - masing jenis jamur tersebut berbeda pula satu
dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian - bagian
tubuh,Faktor yang terpenting dalam Virulensi ini ialah kemampuan spesies jamur
menghasilkan keratinasi dan mencerna keratin di kulit.
b. Faktor trauma kulit
Trauma kuit yang utuh tanpa lesi -lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
Faktor suhu dan kelembaban, Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap
infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau local. tempat yang banyak keringat
seperti lipat paha dan sela - sela jari paling sering terserang penyakit jamur ini.
c. Keadaan sosial
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur. Insiden panyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah lebih sering ditemukan
dari pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
d. Faktor umur dan jenis kelamin.
Penyakit tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak – anaak dibandingkan
pada orang dewasa. Pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela - sela
jari dibandingkan pada pria, dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di
samping faktor - faktor tadi masih ada faktor - faktor lain, seprti faktor perlindungan
tubuh, (topi, sepatu, dan sebagainya), faktor transpirasi sertapenggunaan pakaian
yang serba nilon dapat memudahkan timbulnya penyakit jamur ini.
2.4 Patogenesa
Microsporum gallinae adalah jamur zoofilik kosmopolitan yang sangat jarang
menyerang manusia. Jamur ini memperoleh nutrisi dari kulit, kuku, dan rambut yang
kaya keratin, melepaskan enzim selama pencernaannya yang menghasilkan respons
imun inang seperti yang terlihat pada kurap. Infeksi Microsporum gallinae didiagnosis
dengan membiakkan kerokan dari lesi kulit (Graser et.al 1998).
2.6 Pengobatan
Pengobatan Microsporum gallinae melibatkan antijamur oral dan oral. Antijamur
topikal, seperti: Terbinafine, Tolnaftate, dan Griseofulvin yang diberikan secara oral
telah berhasil digunakan untuk mengobati infeksi Microsporum gallinae pada manusia
dan hewan (Wwitzman dan Summerbel 1995)
BAB III
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aurora, Dilip K, Libero A, Mukerji KG. 1991. Pegangan Mikrobiologi Terapan. New
York (US) : Marcel Dekker.
Campbell, C, E and D.W, Johnson, Warnock. 2013. Identification of Pathogenic
Fungi 2nd Edition. Wiley Blackwell
Fonseca E, Leonel M 1984. Favus in a Fighting Cock Caused by Microsporum
gallinae. Avian Diseases. 28 (3): 737–741.
Gräser, Y, el Fari, M, Presber, W, Sterry, W, Tietz, HJ. 1998. Identification of common
dermatophytes (Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton) using polymerase
chain reactions". The British Journal of Dermatology. 138 (4): 576–82.
Howard, D.H (2002). Pathogenic Fungi in Humans and Animals (2nd edition). CRC
Press.
Miyasato Y, Taira H, Kayo S, Uezato T. 2011. Tinea corporis caused by Microsporum
gallinae: First clinical case in Japan. The Journal of Dermatology. 38 (5): 473–
478
Murata M Hideo T, Sana T, Yoko T, Hiroji C, Yoshiteru M, Kazutoshi S, Takashi K,
Sayaka Y, Hitona M. 2013. Isolation of Microsporum gallinae from a fighting
cock in Japan". Medical Mycology. 51 (2): 144–149.
Weitzman, I, Summerbell, R.C. 1995. "The dermatophytes". Clin Microbiol Rev. 8(2):
240–259.