Oleh:
Kelompok D10
Nuzula Ramadian (B04130131)
Dhea Kharisma Putri (B04130135)
Khansa Mahdiyah Tresnajaya (B04130146)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insiden mikosis superfisial sangat tinggi di Indonesia. Sedangkan mikosis
profunda jarang ditemukan. Mikosis superfisial terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
dermatofitosis dan non-dermatofitosis. Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial
disebabkan oleh dermatofita yang memiliki kemampuan untuk melekat pada keratin
dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi,dengan menyerang jaringan
berkeratin, seperti stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku (Verma &
Heffernan 2008).
Penyakit ini disebabkan oleh jamur dermatofita yang umumnya berupa
Microsporum, Trycophyton atau Epidermophyton. Penyebab infeksi dermatofita yang
paling dominan adalah Tricophyton diikuti Epidermophyton dan Microsporum,
dimana yang paling banyak adalah spesies Tricophyton rubrum diikuti
T.mentagrophytes, M. Canis dan T.tonsurans. Penyakit ini dapat menyerang semua
umur. Infeksi jamur superfisial relatif sering pada negara tropis pada populasi dengan
status sosioekonomi rendah yang tinggal di lingkungan yang sesak dan hygiene
yang rendah. Hal tersebut dikarenakan dermatofita berkembang baik pada suhu 2528C dan timbulnya infeksi pada kulit manusia didukung oleh kondisi yang panas
dan lembab. Distribusi, spesies penyebab, dan bentuk infeksi yang terjadi bervariasi
pada daerah geografis,lingkungan dan budaya yang berbeda.
Umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas yaitu
bercakbercak yang berbatas tegas disertai efloresensiefloresensi yang lain,
sehingga memberikan kelainankelainan yang polimorf, dengan bagian tepi yang
aktif serta berbatas tegas. Gejalagejala ini selalu disertai dengan rasa gatal, bila
kulit gatal ini digaruk maka papulapapula atau vesikelvesikel akan pecah sehingga
menimbulkan daerah erosit dan bila mengering jadi krusta dan skuama. Penularan
dari dermatofitosis ini dapat terjadi akibat kontak fisik dengan kulit yang terkena
dermatofitosis atau peralatan yang terkontaminasi. Cairan yang keluar dari vesikel
yang pecah juga dapat menjadi media penularan. Kerugian dari dermatofitosis ini
akan mengakibatkan kerugian secara ekonomis karena penyakit ini dapat bersifat
tahunan atau seumur hidup. Dari segi kesehatan, dermatofitosis dapat mengganggu
kenyamanan dalam beraktifitas akibat gejala klinis yang ditimbulkan.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi sampel kerokan kulit
hewan yang di duga mengalami dermatofitosis.
C. Tinjauan Pustaka
Identifikasi berikutnya yaitu menanam sampel kerokan kulit pada media biakan
SDA yang diberi antibiotik, kemudian diinkubasikan pada suhu kamar selama 7 hari.
Hasil biakan tersebut kemudian diamati baik secara makroskopis dengan mengamati
morfologi
koloni
dan
secara
mikroskopis
dengan
mengamati
morfologi
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Pemeriksaan makroskopik
1.1 Hasil Pengamatan
Hasil Biakan pada Media SDA
dan
pinggiran
datar
yang
B. PEMBAHASAN
Kapang dermatofita merupakan kelompok kapang yang menyebabkan
dermatofitosis pada hewan dan manusia. Pada praktikum ini sampel diambil dari
seekor kucing yang diduga terserang dermatofitosis. Pengambilan sampel
dilakukan di laboratorium dengan mengambil kerokan kulit pada bagian lesio
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Al-doory Y. 1980. Laboratory Medical Mycology. Lea & Febiger, Philadelphia.
Budi mulja U. 1987. Mikosis. Dalam ilmu penyakit kulit dan kelamin, Jakarta: FK
UI.
Budimulja U. 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis.Dalam Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke6. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin FK UI.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,
Melnick, & Adelberg, Ed.23, Translation of Jawetz, Melnick, and Adelbergs
Medical Microbiology, 23thEd. Alih bahasa oleh Hartanto H, et al. Jakarta: EGC.
Jungerman PF, Schwartzman RM. 1972. Veterinary Medical Mycology. Lea &
Febiger, Philadelphia.
Koksal F, Er E, Samasti M. 2009. Causative Agents of Superficial Mycoses in
Istanbul. Turkey: Mycopathologia. 168(3):117-23.
Madani A, Fattah., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates.
MICHAEL,S. and MARK,W. 2002. Ringworm Vaccine. United States Patent 6428789.
http://www. freepatentsonline.com/6428789.html (2 Mei 2016).
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
6th ed. Jakarta: EGC.
Siregar RS, 2004. Penyakit Jamur Kulit, editor, Huriawati Hartanto. Ed.2. Jakarta:
EGC.