Anda di halaman 1dari 16

FAKTOR LINGKUNGAN NEMATODA

Mata Kuliah :

MIKROBIOLOGI

Dosen Pengampu :

Sutriono, S.P., M.Agr

DISUSUN OLEH:

RIKI ARDIANSYAH PUTRA

NPM:23021063

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

UNIVERSITAS ASAHAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan pada kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat, hidayah
serta karunianya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan jurnal yang berjudul ”LINGKUNGAN
HIDUP NEMATODA”.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Sutriono, S.P., M.Agr selaku dosen pengampu
mata kuliah Mikrobiologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
serta wawasan tentang bagaimana LINGKUNGAN HIDUP NEMATODA

Saya menyadari bahwa makalah yang saya selesaikan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun untuk
melengkapi kesempurnaan makalah kami selanjutnya, serta kami berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua kalangan.

Kisaran, Oktober 2023

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I . PENDAHULUAN

BAB II ISI

A. Faktor Lingkungan Nematoda

BAB III

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu alternatif pemecahan pengendalian hama utama tanaman kapas adalah dengan teknik
pengendalian hama yang aman bagi lingkungan dan dapat menekan residu kimia pada produk pertanian
(pengendalian hayati). Pengendali hayati (agens hayati) yang mempunyai potensi besar sebagai pengendali
alami hama tanaman kapas antara lain adalah dari golongan bakteri, jamur dan nematoda entomopatogen.
Pengembangan agens hayati yang efektif dan efisien sebagai pengendali hama sangat penting untuk
dapat meningkatkan produktivitas tanaman kapas dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan hidup
yang aman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji patogenisitas bakteri, jamur dan nematoda
entomopatogen dalam mengendalikan hama penggerek buah kapas, serta untuk memperoleh isolat lokal
bakteri, jamur dan nematoda entomopatogen yang paling efektif sebagai pengendali hama utama tanaman
kapas. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri ataslima faktor perlakuan
dengan lima ulangan, yaitu isolat lokal bakteri Bacillus thuringiensis, jamur Beauveria bassiana1, jamur Beauveria
bassiana2, nematoda Steinernema sp. dan kontrol. Analisis data menggunakan uji F dan selanjutnya menggunakan
Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD). Parameter yang diamati terdiri atas: (1) Gejala kematian serangga uji;
(2) persentase mortalitas serangga uji; (3) perilaku serangga uji terinfeksi; (4) laju kematian serangga uji; dan
(5) bedah serangga uji terinfeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agens hayati bakteri Bacillus
thuringiensis(Bt), jamur Beauveria bassiana(Bv) dan nematoda entomopatogen Steinernema sp. (NEP)
berpotensi dalam menekan hama penggerek buah kapas Helicoverpa armigera, sedangkan agens hayati yang
paling efektif dalam mengendalikan Helicoverpa armigeraadalah isolat lokal jamur Beauveria bassiana1,
dengan waktu kematian tercepat yaitu 128 jam.
BAB I

PENDAHULUAN

Untuk mewujudkan Misi Indonesia Sehat maka ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan, antara lain
memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. Oleh karena itu, perlu
dilaksanakannya upaya pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Anonim, 2010).

Salah satu penyakit yang insidennya masih tinggi adalah infeksi cacingan. Hasil survei Departemen
Kesehatan Republik Indonesia di beberapa provinsi di Indonesia menunjukkan prevalensi kecacingan untuk semua
umur di Indonesia berkisar antara 40%-60%. Tingginya prevalensi ini disebabkan oleh iklim tropis dan
kelembaban udara tinggi di Indonesia, yang merupakan lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing, serta
kondisi higiene dan sanitasi yang buruk (Depkes RI, 2006).

Infeksi cacingan yang sering adalah “Soil Transmitted Helminthes (STH)” yang merupakan infeksi cacing
usus yang ditularkan melalui tanah atau dikenal sebagai penyakit cacingan. Spesies cacing STH antara lain Ascaris
lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus (cacing tambang) (Gandahusada, 2006).

Perbedaan lingkungan sangat mempengaruhi kejadian dari nematoda gastrointestinal Dimana lebih tinggi
intensitas atau derajat infestasi (Tpgt) parasit nematoda GI pada sapi di dataran rendah . Nematoda gastrointestinal
ini merupakan jenis cacing yang secara ekonomis merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan,
apabila terserang cacing ini, akan terjadi hambatan-hambatan utama untuk mencapai hasil produksi termasuk
perkembangbiakan. Kerugian-kerugian ekonomis akibat terinfeksi nematoda gastrointestinal, antara lain,
terjadiunya penurunan berat badan, dimana cacing-cacing tersebut akan menyerap sebagian zat makanan yang
seharusnya untuk kebutuhan tubuh dan pertumbuhan, merusak jaringan-jaringan dari organ-organ vital ternak, baik
sapi maupun ternak-ternak produktif lain dan akibat dari infestasi parasit cacing tersebut bisa menyebabkan hewan
tersebut mengalami penurunan nafsu makan, sehingga hewan tersebut menjadi kurus dan produktifitas akan
terhambat.

Menurut Hansen and Brian Perry (1990), bahwa akibat yang ditimbul akabat infeksi nematoda
gastrointestinal ini secara klinis terlihat efek yang ditimbulkan pada hewan yang terinfeksi masih kurang jelas
dibandingkan dengan tanda-tanda akibat penyakit lainnya, maka oleh sebab tersebut maka nematoda
gastrointestinal ini dalam area perawatan ternak yang paling banyak diabaikan di dunia, padahal akibat yang di
timbulnya berefek secara serius.

Berdasarkan penjelasan Alencar et al. (2009) dan Erwin et al. (2010), bahwa cacing nematoda bersifat
persistensi. Artinya dalam tubuh induk semang bisa bertahan hidup dalam waktu yang lama (1 sampai 10 tahun),
meskipun secara immunologi induk semang telah memberi reaksi. Nematoda ini juga mempunyai kemampuan
untuk mengelabui sistim pertahanan induk semang dan dapat melakukan infeksi ulang terhadap induk semang
sehingga dapat menyebabkan infeksi kronis dan terjadi morbiditas (angka kesakitan) yang tinggi pada ternak
dewasa dan terjadi kontaminasi pada hewan muda.
BAB II

ISI

Pada umumnya cacing yang banyak dijumpai adalah cacing yang penularannya melalui tanah atau Soil
Transmitted Helminthes (STH). Cara infeksi penyakit cacing pada manusia dipengaruhi oleh prilaku dan
lingkungan sekitar. Penularan cacing ini dapat menginfeksi siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa yang
masih sering kontak dengan tanah sehingga resiko untuk terkontaminasi cacing ini sangat tinggi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui prevalensi Nematoda Usus Golongan Soil Transmitted Helminthes (STH) pada
Peternak di Lingkungan Gatep Kelurahan Ampenan Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasional deskriptif (survey deskriptif), yaitu penelitian yang menggambarkan tentang suatu keadaan secara
objektif tanpa mengetahui hubungan sebab akibat. Dalam penelitian survey deskriptif, peneliti diarahkan untuk
mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat. Dari hasil
pemeriksaan telur cacing Nematoda usus golongan Soil Transmitted Helminthes (STH) pada Peternak di
lingkungan Gatep Kelurahan Ampenan Selatan diperoleh prevalensi 90,00%, yang terdiri dari infeksi Ascaris
lumbricoides 80,00%; infeksi Trichuristrichiura 6,67%; dan infeksi cacing Tambang 3,33%.

Infeksi oleh cacing dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sanitasi lingkungan dan kebersihan
pribadi yang kurang, mengkonsumsi makanan yang diduga terkontaminasi oleh telur cacing, tingkat pengetahuan
dan tingkat ekonomi yang masih rendah. Sedangkan penularannya dapat melalui beberapa cara antara lain melalui
perantara vektor, larva menembus kulit dan memakan telur infektif melalui perantara jari-jari tangan yang terpapar
telur cacing khususnya telur Nematoda usus seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma sp
dan Necatoramericanus (cacing tambang) (Anonim, 2008; Onggowaluyo, 2002).

Suatu Infeksi kecacingan dapat berkembang seiring dengan kondisi wilayah yang kurang bersih dan pola
hidup masyarakat yang kurang higienis. Seperti pada lingkungan yang pekerjaan masyarakatnya masih sering
kontak dengan tanah. Misalnya pada daerah dengan tanah yang subur dan masyarakat yang bermata pencaharian
sebagai petani, buruh tani, peternak dan penyabit rumput.

Infeksi cacing tambang pada peternak adalah 3,33% dan hanya terdapat pada 1 orang. Infeksi ini termasuk
paling rendah dibandingkan dengan infeksi cacing yang lain karena pada umumnya cacing tambang hidup pada
tanah berpasir pada daerah pertambangan. Infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides dan
Trichuristrichiura biasanya ringan tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas. Pada Ascaris lumbricoides infeksi
akan mencapai berat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Sedangkan pada Trichuristrichiura disertai dengan
infeksi cacing lainnya atau protozoa (FKUI, 2008).

Untuk menekan angka kecacingan hendaknya selalu menjaga kesehatan dan kebersihan diri sendiri pada
saat bekerja terutama para peternak dengan menggunakan alas kaki pada saat bekerja di kandang dan pada saat
menyabit rumput serta mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun dan menjaga sanitasi
lingkungan agar terhindar dari infeksi kecacingan

Istilah Nematoda adalah cacing berbentuk bulat panjang dan seperti benang. Istilah nematode berasal dari
bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu :nema yang berarti berenang dan ode yang berarti seperti. Nematoda
banyak hidup bebas di alam dan mempunyai daerah penyebaran yang luas,mulai daerah seperti daerah kutup yang
dingin,padang pasir sampai ke laut yang dalam,jadi nematode sangat mudah ditemukan di laut,air tawar,air payau
dan tanah. Nematoda hidup bebas dengan memakan sampah organic,bangkai,kotoran hewan,tanaman yang
membusuk ,ganggang,jamur dan hewan kecil lainnya. Tetapi banyak juga yang hidup parasite pada hewan,manusia
dan tumbuhan

Nematoda yang berasosiasi dengan tanaman banyak jenisnya ada yang baik bersifat parasitic,saprofitik
maupun yang berfungsi sebagai predator sesame jenis nematode. Keberadaan cacing nematode pada pertanaman
umunya tidak disadari oleh petani karna ukuran yang sangat kecil dan segala serangannya terjadi secara perlahan.
Banyak petani mengira bahwa seranga nematode diakibatkan oleh penyakit jamur akar atau mengira bahwa
tanaman sudah tua.

Nematoda sista kuning termasuk genus Globodera, yang mempunyai spesialisasi dan sukses menjadi
nematoda parasit tanaman sebagai hama pada tanaman pertanian. Kesuksesannya terutama diperoleh melalui waktu
yang panjang untuk ber asosiasi dan ko-evolusi menyesuaikan pada tanaman inang yang spesifik, mereka
beradaptasi dengan variabel lingkungan, mempunyai potensi reproduksi yang tinggi, dan mempunyai kemampuan
untuk bertahan hidup dalam kondisi yang kurang baik dalam waktu lama. Nematoda parasit yang umumnya
bersifat menetap (sedentary) adalah Meloidogyne spp., Rotylenchulus reniformis dan Globodera spp. Jenis/spesies
ini ditemukan dalam jaringan akar dalam keadaan sudah berubah bentuk dari cacing menjadi membulat

Siklus hidupnya melalui tahapan stadium telur, larva, dan dewasa berlangsung selama 38 - 48 hari. Daur
hidup antara 5-7 minggu tergantung kondisi lingkungan. Produksi telur 200-500 butir. Kemampuan hidup di dalam
tanah pada kondisi lingkungan kurang menguntungkan (tidak ada inang, suhu sangat rendah atau sangat tinggi dan
kekeringan) dapat membentuk sista yang dapat bertahan hidup sampai 10 tahun. Sista berisi telur yang belum
menetas dengan kisaran jumlah telur dalam sista 326 – 493 dari 10 sista yang dipecahkan

Nematoda aktif kembali setelah kondisi lingkungan sesuai, terutama adanya eksudat akar tanaman inang.
Larva stadium dua aktif pada suhu 10C. Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembang biakannya
antara 15 - 21C. Sejak introduksi sampai ”establish” pada tingkat yang dapat dideteksi di areal yang sudah
terinfeksi keberadaannya secara permanen diperlukan waktu 7-8 tahun.Pada awal infeksi gejala serangan pada
tanaman belum terlihat, setelah mencapai populasi “tertentu” akan tampak. Berdasarkan hasil penelitian di Jepang,
jumlah populasi awal G. rostochiensis yang dapat menimbulkan kerugian adalah 31 sista hidup per 100 gram tanah

Nematoda adalah sejenis cacing bulat yang kedua sisinya simetris dan hampir semuanya dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop. Nematoda memiliki semua sistem fisiologi seperti pada binatang kelas tinggi,
kecuali sistem pernaafasan dan peredaran darah. Pada umumnya nematoda adalah tembus cahaya (transparan)
sehingga dengan menggunakan mikroskop cahaya yang dilegkapi dengan lampu dari bawah dan perbesaran sekitar
900-1000 kali, anatomi nematoda dapat dilihat dengan jelas .Tubuh nematoda tidak beruas, tidak berwarna dan
ditutupi oleh dinding tubuh yang berfungsi untuk melindungi dari tekanan. Dinding tubuh tersebut terdiri atas
kutikula bagian luar, lapisan antara, hipodermis dan bagian dalam berupa otot-otot yang membujur. Kutikula
merupakan struktur yang aktif terdiri dari

Protein dan ensim. Selama siklus hidupnya nematoda mengalami empat kali pergantian kutikula. Di bawah
kutikula terdapat epidermis (Mustika, 2003). Ciri khusus dari nematoda parasit tanaman adalah adanya stilet pada
bagian kepalanya yang berfungsi sebagai alat untuk masuk ke dalam jaringan tanaman dan makan cairan sel. Ciri
khusus ini merupakan perbedaan morfologi utama antara nematoda parasit tanaman (fitoparasit) dengan kelompok
nematoda lainnya (Mustika, 2003).

Siklus hidup nematoda sangat sederhana sekali yaitu betina meletakkan telur kemudian telur-telur tersebut
menetas menjadi larva. Dalam banyak hal, larva-larva ini menyerupai nematoda, hanya ukurannya lebih kecil.
Selain nematoda dewasa dan telur, dalam siklus hidup nematoda terdapat 4 stadia larva dan empat kali pergantian
kulit. Stadia larva pertama berkembang dalam telur dan pergantian kulit pertama biasanya terjadi di dalam telur

Dari pergantian kulit pertama muncul stadia larva dua, yang bergerak bebas ke dalam tanah dan masuk ke
dalam jaringan tanaman. Apabila nematoda stadia larva dua tersebut mulai makan pada jaringan inang yang cocok,
terjadi pergantian kulit kedua, ketiga dan keempat yang menghasilkan berturut-turut larva stadia tiga, empat dan
lima atau stadia dewasa. Secara umum, siklus hidup nematoda parasit berlangsung selama 25-35 hari, bergantung
pada jenis nematoda, tanaman inang, keadaan lingkungan tanah (suhu, kelembaban, tekstur) (Mustika, 2003).
Tingkat kerusakan akibat serangan nematoda pada tanaman tertentu tergantung pada jenis tanaman, varietas,
spesies nematoda, tingkat populasi di dalam tanah dan lingkungan.

Kerusakan fatal dapat terjadi bila tanaman yang sangat peka ditanam dan populasi nematoda di dalam tanah
cukup tinggi. Akibat serangan nematoda dapat menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi produkitivitas dan
kualitas produksi (Sasser, 1985 dalam Mustika, 2003).

P. coffeae bertelur di dalam jaringan akar. Daur hidupnya berkisar antara 45-48 hari dengan rincian sebagai
berikut: inkubasi telur selama 15-17 hari, perkembangan larva hingga menjadi dewasa sekitar 15-16 hari dan
perkembangan nematoda dewasa hingga meletakkan telur sekitar 15 hari. P. coffeae Nematoda ini mempunyai
lebar tubuh antara 40 μm hingga 160 μm (Whitehead, 1998), dengan panjang tubuh antara 0,4-0,7 mm, sedangkan
diameter tubuh 20 -25 μm (Agrios, 2005). Bentuk nematoda ini pada umumnya memanjang, bagian ujung anterior
kepala mendatar, dengan kerangka kepala yang kuat, mempunyai stilet pendek dan kuat, panjangnya 14-20 μm
dengan basal knop yang jelas (Dropkin 1992). termasuk dalam Kelas Adenophorea, Ordo Tylenchidae, Famili
Pratylenchidae dan Genus Pratylenchus (Inserra, et.al., 1998; Mustika, 2003).
P. coffeae menyerang jaringan kortek akar serabut terutama akar-akar serabut yang aktif menyerap unsur
hara dan air. Akibatnya akar serabut menjadi rusak, berwarna coklat dan terdapat luka-luka nekrotik. Luka-luka
tersebut secara bertahap meluas, sehingga akhirya seluruh akar serabut membusuk.

Gejala pertama yang muncul akibat infeksi pada tanaman yang baru dipindah adalah daunnya menguning,
cabang-cabang utamanya sedikit dan tanaman kerdil. Tanaman berangsur layu yang diikuti oleh kematian.
Tanaman yang terserang berat akan mati sebelum dewasa. Di lapangan, gejala kerusakan tersebut terjadi secara
setempat-setempat yang dapat mengurangi hasil tergantung pada berat ringannya serangan. P. coffeae merupakan
nematoda parasit yang paling merusak pada kopi Arabika di India Selatan.

R. similis Nematoda atau nematoda pelubang akar diketahui sebagai endoparasit migratori pada berbagai
jenis tanaman. Nematoda ini merusak atau makan bagian korteks akar sehingga terjadi lubanglubang pada akar
tersebut. Semua stadia dapat dijumpai pada di dalam akar dan tanah. Jantan bersifat nonparasit, sedangkan stadia
lainnya bersifat parasit pada tanaman R. Similis termasuk dalam Kelas Secernentea, Ordo Tylnchida, Famili
Pratylenchidae dan Genus Radopholus (Williams and Siddiqi, 1973). Dari sisi biologi, nematoda luka akar
mempunyai perbedaan dengan nematoda yang lain. Nematoda luka akar akan dapat berkembang biak lebih baik di
dalam akar tanaman yang pertumbuhannya tidak baik. Tanaman yang mempunyai zat makanan minimal
mendorong nematoda berkembang dibandingkan dengan tanaman yang menyediakan zat makanan optimal
(Dropkin,1992).

Selain temperatur tanah, kehidupan nematoda juga dipengaruhi oleh keberadaan filum air baik di dalam
tanah atau dalam tanaman. Filum air berperan bagi mobilitas nematoda, menentukan inaktif dan tidaknya
nematoda, bahkan berpengaruh terhadap mortalitasnya (Williams dan Bridge, 1983). Porositas, kelembaban, dan
aerasi tanah juga berperan dalam keberlangsungan hidup nematoda (Sastrahidayat, 1992). Pada umumnya
nematoda berada di lapisan tanah antara 15-30 cm, namun dapat berkembang baik jika tanah mempunyai banyak
pori dan mempunyai cukup udara.

Nematoda hidup bebas adalah salah satu fauna tanah terpenting karena kelimpahan dan
keanekaragamannya yang besar. Mereka juga menempati hampir setiap relung jaring makanan karena memiliki
beragam kebiasaan makan: bakterivora, fungivora, karnivora, dan omnivora. Oleh karena itu nematoda mampu
memberikan berbagai manfaat dan berperan penting dalam beberapa proses di dalam tanah. Mereka berpartisipasi
dalam penguraian bahan organik tanah dan siklus nutrisi. Kehadiran nematoda hidup bebas juga dapat digunakan
sebagai biokontrol populasi hama melalui mekanisme predasi dan entomopatogen. Komunitas nematoda juga dapat
digunakan sebagai bioindikator kondisi dan pemantauan tingkat suksesi ekosistem. Kajian ini akan memberikan
gambaran singkat tentang peran nematoda hidup bebas di dalam tanah dan mengenalkan lebih jauh tentang
nematoda hidup bebas.

Nematoda adalah cacing gelang transparan akuatik, mikroskopis, tidak bersegmen, dan bergantung pada
lapisan air di dalam tanah untuk melakukan aktivitas. Bentuk tubuh keseluruhan silinder dan meruncing pada
kedua ujung tubuh. Nematoda memiliki sistem pencernaan lengkap, yang terdiri dari stoma (rongga mulut), faring
(atau kerongkongan), usus dan rektum yang terbuka secara eksternal pada anus (Coleman & Wall, 2015).

Merupakan salah satu hewan paling beragam dan melimpah di Bumi. Empat dari setiap lima multiseluler
dan hampir 90% multiseluler di bumi adalah nematoda (Shah & Mahamood, 2017). Sejauh ini terdapat lebih dari
25.000 spesies yang dideskripsikan untuk kelompok nematoda tanah (Orgiazzi et al., 2016). Secara kelimpahan,
nematoda tanah didominasi oleh kelompok hidup bebas dan sebagian lagi merupakan parasit (Hunt et al., 2018).

Kemampuan nematoda hidup bebas untuk memiliki banyak preferensi makan dan hidup di berbagai habitat
disebabkan oleh adaptasi morfologis dan strategi bertahan hidup mereka. Nematoda bertahan dalam kondisi yang
paling ekstrim (pengeringan, pemanasan, pembekuan, tekanan osmotik dan oksigen) dengan mematikan
metabolisme mereka, mengubah jalur biokimia dan bentuk tubuh mereka dan memasuki keadaan dormansi atau
kriptobiosis. Kondisi ini dapat dibalik ketika kondisi lingkungan kembali menguntungkan (Orgiazzi et al., 2016).

Preferensi makan nematoda dibagi berdasarkan perbedaan struktur morfologi pada stoma (mulut) (Wilecki
et al., 2015; Shah & Mahamood, 2017). Perbedaan struktur stoma akan memberikan informasi jenis makanan yang
dikonsumsi oleh nematoda. Ada perbedaan istilah dari beberapa literatur untuk penamaan perbedaan struktur
stoma, sebagai contoh Ney et al. (2018) menyebutnya dengan tingkat trofik dan Decraemer et al. (2014)
menyebutnya dengan preferensi makan. Istilah preferensi makan digunakan pada tingkat populasi, sedangkan
tingkat trofik digunakan pada tingkat struktur komunitas. Preferensi makan nematoda hidup bebas terbagi menjadi
empat, yaitu bakterivora, fungivora, karnivora, dan omnivora (Decraemer et al., 2014; Wilecki et al., 2015).

Melalui aktivitas makan ini nematoda memainkan peran penting dalam ekosistem dengan berkontribusi
pada aliran energi dan siklus nutrisi (Abebe et al., 2010; IlievaMakulec et al., 2014), mereka juga dapat berfungsi
sebagai indikator perubahan lingkungan (Poharel, 2011). Nematoda yang hidup bebas cocok digunakan dalam
studi bioindikator, nitrogen, dan mineralisasi hara tanah lainnya (Poharel, 2011). Selain itu, nematoda dapat
dianggap sebagai organisme menguntungkan dalam agroekosistem karena berkontribusi pada degradasi sisa
tanaman dan pengendalian hama (Gokte-Narkhedkar, 2006). Di Indonesia peran nematoda hidup bebas di dalam
ekosistem kurang mendapat perhatian, melalui ulasan ini diharapkan mampu memberikan gambaran singkat
tentang peran mereka dan memperkenalkan lebih jauh tentang nematoda hidup bebas di dalam tanah

Komunitas nematoda pada suatu ekosistem dapat digunakan sebagai bioindikator kondisi ekosistem
tersebut. Hal ini dikarenakan nematoda merupakan organisme yang lebih unggul sebagai bioindikator
dibandingkan dengan fauna tanah lain karena memiliki beberapa atribut penting. Nematoda memiliki kelimpahan
yang besar, keberagaman tingkat trofik, strategi hidup yang beragam (Brussaard et al., 2006), dan merespon
dengan cepat terhadap perubahan ketersediaan makanan dan lingkungan (Diemon & Martin, 2005). Atribut ini
diinterpretasikan oleh Tim Bongers pada tahun 1990 untuk mengelompokkan famili nematoda ke dalam skala c-p
(colonizer-persister) yang bernilai 1- 5. Berdasarkan strategi hidup, famili nematode dalam c-p 1 bersifat
oportunistik dan toleran terhadap gangguan (r-strategists), sedangkan famili dengan cp-5 dicirikan oleh waktu
generasi yang lama, fekunditas rendah, dan kepekaan tinggi terhadap gangguan (Kstrategists) (Quist et al., 2019).
Secara teknis, jika suatu ekosistem didominasi oleh populasi nematoda c-p 1-2, maka ekosistem tersebut berada
dalam gangguan atau stres. Sebaliknya, jika suatu ekosistem didominasi oleh populasi nematoda c-p 4-5, maka
ekosistem tersebut tidak berada dalam gangguan atau stabil.

Komunitas nematoda hidup bebas di dalam tanah juga dapat digunakan sebagai indikator kondisi jaring
makanan. Ferris et al. (2001) membuat analisis jaring makanan dengan menggunakan beberapa indeks fungsional
komunitas. Pertama, analisis ini membutuhkan pengelompokan setiap famili nematoda yang didapatkan ke dalam
preferensi makan (bakterivora, fungivora, karnivora, dan omnivora) dan digabungkan dengan skala c-p. Hasil
pengelompokkan ini akan digunakan untuk perhitungan empat indeks (memiliki nilai 0-100): indeks struktur (SI),
indeks pengayaan (EI), indeks kanal (CI), dan indeks basal (BI). Semakin tinggi nilai SI akan mencerminkan
ekosistem yang sehat dan stabil. EI merupakan indikator pengayaan, semakin tinggi nilai EI maka mencerminkan
tanah yang terganggu dan tidak subur, karena meledaknya populasi nematoda bakterivora

Nilai EI yang mencerminkan kondisi ekosistem yang baik adalah >50. CI merupakan indeks yang
digunakan untuk mengetahui dekomposer utama di dalam ekosistem. Jika nilai EI >50 maka bakteri sebagai
dekomposer utama dan jika EI>50 maka fungi sebagai dekomposer utama. Nilai BI akan mencerminkan kesehatan
ekosistem, ekosistem yang sehat akan ditandai dengan nilai BI yang rendah (Berkelmans et al., 2003).
Nematoda memiliki peran penting dalam dekomposisi detritus di dalam tanah (Mekonen et al., 2017).
Namun peran ini tidak dilakukan secara langsung dengan mengonsumsi materi organik dari detritus, melainkan
dengan cara meningkatkan aktivitas dan populasi mikroba (Sultana & Bohra, 2012). Menurut De Mesel et al.
(2003), nematoda meningkatkan aktivitas dan populasi mikroba melalui tiga cara: bioturbasi yang menghasilkan
difusi oksigen dan nutrisi yang lebih tinggi, sekresi senyawa kaya nutrisi seperti lendir, dan penggembalaan.
Penggembalaan nematoda pada mikroba dapat meningkatkan aktivitas metabolisme, membuat tetap muda, dan
aktif secara reproduktif (Yeates et al., 2009). Hal ini terjadi dikarenakan sekitar 30% bakteri yang tertelan oleh
nematoda bakterivora tidak tercerna dan masih bertahan hidup saat diekskresikan oleh nematoda (Brown et al.,
2004; Yeates et al., 2009). Selain itu, kemampuan nematoda untuk menemukan area makan yang cocok dari
kejauhan (misalnya: merasakan isyarat detritus) membuat nematoda menjadi vektor efisien dalam memindahkan
mikroba dari area makan yang telah terjadi penipisan sumber daya ke area makan yang lebih sesuai (Yeates et al.,
2009). Saat terjadi migrasi, nematoda juga akan menghasilkan koloni bakteri di sepanjang jalur migrasi akibat dari
eksresi yang ditinggalkan (Fu et al., 2005). Migrasi juga dapat dianggap sebagai proteksi terhadap populasi bakteri,
karena memindahkan bakteri ke tempat yang lebih menguntungkan (Xu et al., 2015).
BAB III

KESIMPULAN

Nematoda memberikan peran yang beragam dalam tanah melalui aktivitas makannya. Nematoda
meningkatkan aktivitas dan populasi mikroba sehingga meningkatkan laju dekomposisi di dalam tanah; berperan
penting dalam siklus nutrisi; menjadi bioindikator yang unggul; dan mampu menjadi biokontrol yang efektif
terhadap nematoda parasit tanaman. Ke depannya komunitas nematoda dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas praktik pertanian melalui pemantauan kesehatan tanah, agar terwujud sistem pertanian yang berkelanjutan.
Secara langsung, melalui proses makan nematoda mendaur ulang mineral dan nutrisi lainnya dari bakteri, fungi,
dan substrat lainnya kembali ke tanah dan dapat diakses oleh akar tanaman. Nematoda mengeluarkan amonium
sebagai produk sampingan karena mangsanya umumnya memiliki rasio karbon terhadap nitrogen yang lebih
rendah daripada yang dibutuhkan nematoda. Secara tidak langsung, mereka membebaskan nitrogen yang
diimobilisasi oleh mikroba melalui metabolisme dan ekskresi serta pembuangan

Mikroba ke substrat yang lebih sesuai. Nematoda bakteri dan predator diperkirakan berkontribusi (secara
langsung dan tidak langsung) masing-masing sekitar 8% hingga 19% dari mineralisasi nitrogen dalam sistem
pertanian konvensional dan terintegrasi (Neher, 2010).
SARAN

Nematoda yang akan dibahas pada artikel ini adalah nematoda entomopatogen. Sesuai namanya, nematoda
jenis ini menginfeksi serangga lain dan menyebabkan serangga sakit hingga akhirnya mati.
Nematoda yang umumnya digunakan untuk membasmi hama berasal dari
jenis Steinernematidae dan Heterohabditidae. Kedua jenis nematoda ini terlihat seperti cacing-cacing kecil yang
tidak berwarna serta badannya tidak bersegmen. Ukurannya sangat kecil, hanya 0,6 hingga 2 millimeter, sehingga
hanya bisa dilihat dengan jelas di bawah mikroskop

Nematoda hanya bisa digunakan untuk membasmi hama yang hidup pada media tanam, tetapi hama yang
hidup di daun tidak bisa dibasmi oleh nematoda. Beberapa hama yang bisa dibasmi oleh nematoda, antara lain

agas, semut, kutu lompat (flea), ngengat (moth), hingga kumbang penggerek. Nematoda sering dianggap sebagai
hama pengganggu tanaman. Kenyataannya, nematoda entomopatogen justru berguna untuk membasmi hama-hama
merugikan bagi tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Abebe, E., Mekete, T., and Thomas, WK. 2010. A critique of current methods in nematode taxonomy. African
Journal of Biotechnology. vol 10(3): 312-323. doi: 10.5897/AJB10.1473.

Berkelmans, R., Ferris, H., Tenuta, M., and van Bruggen, AHC. 2003. Effects of long-term crop management on
nematode trophic levels other than plant feeders disappear after 1 year of disruptive soil management. Applied Soil
Ecology. vol 23(3): 223–235. doi: 10.1016/s0929- 1393(03)00047-7

Bilgrami, AL and Brey, C. 2005. Potential of Predatory Nematodes to Control Plant-Parasitic Nematodes. In PS
Grewal, R Ehlers, and DI Shapiro-Ilan (Eds.). Nematodes as Biocontrol Agents. Massachusetts: CABI Publishing.

Brown, DH., Ferris, H., Fu, S., and Plant, R. 2004. Modeling direct positive feedback between predators and prey.
Theoretical Population

Ferris, H., Bongers, T., and de Goede, RGM. 2001. A framework for soil food web diagnostics: extension of the
nematode faunal analysis concept. Applied Soil Ecology. vol 18: 13–29. doi: 10.1016/S0929-1393(01)00152-4.

Mustika, I. dan Y. Nuryani. 2006. Strategi Pengendalian Nematoda Parasit Pada Tanaman Nilam. Balai Penelitian
Rempah dan Obat Bogor. Jurnal Litbang Pertanian,25(1). 2006. hal. 7-15.

Mustika, I. dan Y. Nuryani. 2003. Penyakit-penyakit Utama Tanaman yang Disebabkan Oleh Nematoda. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Makalah pada ”Pelatihan Identifikasi dan Pengelolaan Nematoda Parasit Utama
Tumbuhan”. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu (PKPHT)-HPT, Institut Pertanian Bogor, 26-29 Agustus 2009. 34 h

. Dropkin, V. H. 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gadjah Mada University.Yogyakarta.

Mustika, I. dan Y. Nuryani. 2003. Lingkungan nematode Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu (PKPHT)-HPT,
Institut Pertanian Bogor, 26-29 Agustus 2009. 34 h.

Anda mungkin juga menyukai