SKENARIO 2
“BLOAT”
Disusun Oleh:
TIA INDAH PRATIWI
21/481020/KH/10979
Siklus hidup cacing strongyl ini dimulai dari telur menetas di dalam usus dan
larva tahap pertama (L1) dilepaskan ke feses. Penetasan telur, perkembangan dan
kelangsungan hidup larva infektif sangat tergantung pada suhu dan kelembaban. Dalam
kasus cacing tambang Bunostomum sp. dan cacing usus Stronglyoides sp. infeksi
terjadi ketika larva infektif menembus kulit sapi. Hal ini terjadi pada bagian teracak
kaki ketika sapi berdiri di atas tanah, juga melalui faecal contaminated area atau daerah
terkOntaminasi feses yang akan tertempel di permukaan tubuh hewan ketika berbaring.
Larva dua (L2) terakhir cacing bergerak melalui darah menuju ke jantung dan paru-
paru, kemudian ke saluran usus di mana mereka menjadi cacing dewasa. Dalam kasus
ini, telur menetas dalam saluran pencernaan ternak dan larva tahap pertama akan
dilepaskan bersama feses. (Wiliams & Loyacano 2001).
Menurut Bowman (2009), sama seperti larva stadium pertama dan kedua, larva
infektif (larva stadium ketiga) juga bersifat free-living (hidup bebas di alam). Larva
stadium pertama dan kedua hidup pada feses dan memakan bakteri yang ada di
dalamnya, kemudian pada stadium ketiga larva mulai bermigrasi menuju ke lingkungan
sekitarnya, misalnya vegetasi yang berupa rumput. Infeksi dapat terjadi salah satunya
apabila rumput yang terkontaminasi oleh larva infektif dimakan oleh ternak. Larva
stadium ketiga (L3) disebut juga larva stadium infektif, bila termakan oleh hospes akan
menjadi cacing dewasa. Larva stadium satu (L1) dan dua (L2) walau termakan hospes
tidak akan menjadi cacing dewasa (Primawidyawan, 2006)
Perkembangan telur dan larva infektif nematoda dipengaruhi oleh suhu udara,
curah hujan, kelembapan dan keadaan tanah. Lingkungan dapat dinyatakan sebagai
faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan prevalensi dari infeksi nematoda (Moyo,
2006).
c. Gejala klinis
Infeksi cacing nematoda sering tidak menunjukkan gejala klinis yang khas,
khususnya pada fase-fase awal infeksi. Gejala klinis biasanya akan muncul pada saat
infeksi telah kronis atau kuantitas parasit nematoda secara signifikan meningkat pada
daerah predileksi. Dampak infeksi berbagai parasit nematoda saluran pencernaan
(gastrointestinal) adalah terjadinya anemia, nafsu makan menurun, ternak akan
mengalami penurunan bobot badan secara drastis, rambut dan kulit ternak akan kusam,
dan rambut rontok (Vande, et al., 2018). Seluruh gejala ini akan menimbulkan kerugian
yang besar bagi peternak karena akan menurunkan harga jual ternak dan dapat
menimbulkan kematian pada beberapa kasus akibat anemia akut.
Amer MM, Awaad MHH, Rabab M, Khateeb El, Nadia MTN, Elezz A, Sherein A,
Said, MM, Ghetas, Kutkat MA. 2010. Isolation and Identification of Eimeria
from Field Coccidiosis in Chickens. J Am Sci 10: 1107-1114.
Madani, I., Apsari, I.A., Oka, I.B. 2021. Identifikasi dan Prevalensi Cacing Strongyle
pada Sistem Pemeliharaan Sapi Bali Terintergrasi di Mengwi, Badung, Bali.
Indonesia Medicus Veterinus. 10(2): 223-232
Putra, K.Y., Apsari, I.A., Suwiti, N. 2017. Infeksi Coccidia dan Strongyloides pada
Sapi Bali Pasca Pemberian Mineral. Buletin Veteriner Udayana, 9(2): 117-124
Wiliams JC & Loyacano AF. 2001. Internal Parasites of Cattle in Lousiana and others
Southern States. United States: LSU Agricultural Center Research Studies.