A. DEFENISI
B. SIKLUSHIDUP
Telur Taenia Solium masuk kedalam tubuh babi melalui pakan yang
tercemar oleh telur atau proglotid fravid Taenia Solium. Di dalam saluran
pencernaan babi, telur tersebut kemudian menetas menjadi oncosphere.
Oncosphere pecah yang kemudian menginvasi mukosa usus dan bermigrasi
ke otot menjadi sistiserkus. Sistiserkus tersebut dapat bertahan bertahun-
tahun di dalam otot. Manusia akan terinfeksi apabila :
D.GEJALAKLINIS
Gejala klinis pada babi yang terinfeksi umumnya tidak menunjukkan
gejala klinis sama sekali. Sistiserkus terdapat di otot, otak, hati dan jantung
(CFSPH2005)
E. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosa Taeniasis pada manusia dapat berdasarkan gejala
klinis yang disertai dengan pemeriksaan telur, proglotid dan cacing dewasa
pada feses. Sedangkan pada babi dapat dilakukan pemeriksaan feses, dan
inspeksi daging atau nekropsi (OIE). Metacestoda dari Taenia Solium
dapat di palpasi pada lidah babi baik dalam keadaan hidup maupun post
mortem namun dengan tingkat infeksi cacing yang tinggi. Pada karkas
babi, sistiserkus umumnya ditemukan pada lidah dan otot (OIE). Selain
itu, diagnosa Taeniasis menggunakan ELISA juga dapat mendeteksi
cacing tersebut.
F. PENCEGAHAN
Pencegahan Taeniasis pada manusia dapat dilakukan dengan memasak
daging babi hingga matang, selain itu daging dapat dibekukan terlebih
dahulu untuk mengurangi resiko penularan (Estuningsih 2009). Pada
umumnya kejadian Taeniasis sering terjadi pada kondisi dengan sanitasi
yang tidak baik, sehinga untuk mencegah Taeniasis juga dapat dilakukan
dengan menjaga kebersihan.
G. PENGOBATAN
A. DEFENISI
TAXONOMI
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Strongylida
Famili : Ancylostomatidae
C.MORFOLOGI
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang melekat
pada mukosa dinding usus. Ancylostoma duodenale ukurannya ebih besar dari
Necator americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm x 0,6 mm, yang jantan 8-
11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C, Necator americanus berbentuk
huruf S, yang betina 9 – 11 x 0,4 mm dan yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm. Rongga
mulut A.duodenale mempunyai dua pasang gigi, N.americanus mempunyai
sepasang benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal yang disebut bursa
copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat bertelur 10.000 butir, sedang
N.americanus 9.000 butir. Telur dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan,
ukurannya 40 – 60 mikron, bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum
dari telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Di tanah dengan suhu
optimum23oC - 33oC, ovum akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8
lobus.(parasitologi kedokteran, 2010).
D.DAUR HIDUP
Telur keluar bersama tinja, dalam waktu 1 – 2 hari telur akan berubah menjadi
larva rabditiform (menetas ditanah yang basah dengan temperatur yang optimal
untuk tumbuhnya telur adalah 23 – 300 C). Larva rabditiform makan zat
organisme dalam tanah dalam waktu 5 – 8 hari membesar sampai dua kali lipat
menjadi larva filariform, dapat tahan diluar sampai dua minggu, bila dalam waktu
tersebut tidak segera menemukan host, maka larva akan mati. larva filariform
masuk kedalam tubuh host melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah
limfa, maka larva akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke
paru – paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan apabila manusia tersedak
maka larva akan masuk ke oesophagus lalu ke usus halus (siklus ini berlangsung
kurang lebih dalam waktu dua minggu).
1. Stadium larva
Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya ringan.
2. Stadium dewasa
Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada biasanya tidak
menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja segar manusia dan
larva pada tinja yang sudah lama. Telur kedua spesies ini tidak dapat dibedakan,
untuk membedakan spesies, telur dibiakkan menjadi larva dengan salah satu cara,
yaitu Harada Mori.
G. PENGOBATAN
3. Jika kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoat atau mebendazol
selama 1-3 hari berturut-turut untuk membunuh cacing tambang. Obat ini tidak
boleh diberikan kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang
dikandungnya.
H. PENCEGAHAN
Kebiasaan tidak memakai alas kaki merupakan factor resiko yang kuat untuk
terjadinya infeksi cacing tambang.
cuci tangan, pekerjaan ini adalah Awal yang terpokok jika anda ingin tetap sehat.
Dimanapun dan kapanpun selalau ada bakteri atau mikroorganisme yang siap
masuk melawan tubuh kita 70 % perantara yang tepat adalah dari tangan, untuk
itu cuci tangan adalah salah satu tindakan preventif yang sangat tepat.
Jika sayuran yang dimakan tidak bersih maka larva cacing akan ikut termakan
karena sayuran dipupuk menggunakan feces manusia yang telah terinfeksi.
4. Jika anda Ibu, awasi dan jaga anak anda main di Tanah
Dari sifat hidupnya, cacing tambang hidup pada tanah, sangat cepat menular
melalui kulit, melewati epidermis kulit teratas hingga terakhir, anak – anak
tentulah sangat mudah untuk dijadikan media untuk hidup si cacing tambang.
Untuk itu perlu awasi anak anda saat bermain di tanah atau di halaman rumah
yang memungkinkan adanya cacing tambang. Jika terlanjur memanjakan anak
anda, lakukan kegiatan prefentif yaitu bersihkan seluruh badan anak dari tanah
sehabis main.
5. Bersih Pakaian dan tempat
Mikroba penyebab infeksi ada dimana – mana, bahkan tempat maupun pakaian
kita yang terlihat bersihpun bisa saja terdapat kuman – kuman yang
membahayakan kesehatan. Dengan demikian Kebersihan atau sanitasi dan
higienis tempat anda sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan anda
dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
A.DEFENISI
B. SIKLUS HIDUP
· Parasit siklus:
Strongyloides avium terdapat di Amerika Utara dan india pada sekum dan
usus halus ayam atau burung lain. Cacing ini jarang terdapat di daerah dingin.
Cacing betina parasitic panjangnya 2,2 mm dan berdiameter 40-45 mikron dan
menghasilkan telur yang berukuran 52-56 x 36-40 mikron. Cacing jantan hidup
bebas sekitar 780 mikron dan mempunyai spikulum dengan panjang sekitar 30
mikron. Cacing betina hidup bebas sekitar 860 mikron dan menghasilkan telur 48
x 22 mikron ( Norman D.Levine,1994 ).
D. EPIDEMIOLOGI
Cara-cara Penularan Larva infektif ( filaform ) yang berkembang dalam tinja atau
tanah lembab yang terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke dalam
darah vena di bawah paruparu. Di paru-paru larva menembus dinding kapiler
masuk kedalam alveoli, bergerak naik menuju ke trachea kemudian mencapai
epiglottis. Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran pencernaan mencapai
bagian atas dari intestinum, disini cacing betina menjadi dewasa.
Cacing dewasa yaitu cacing betina yang berkembang biak dengan cara
partogenesis hidup menempel pada sel-sel epitelum mukosa intestinum terutama
pada duodenum, di tempat ini cacing dewasa meletakkan telornya. Telor
kemudian menetas melepaskan larva non infektif rhabditiform. Larva
rhabditiform ini bergerak masuk kedalam lumen usus, keluar dari hospes melalui
tinja dan berkembang menjadi larva infektif filariform yang dapat menginfeksi
hospes yang sama atau orang lain. Atau larva rhabditiform ini dapat berkembang
menjadi cacing dewasa jantan dan betina setelah mencapai tanah.
Cacing dewasa betina bebas yang telah dibuahi dapat mengeluarkan telur
yang segera mentas dan melepaskan larva non infektif rhabditiform yang
kemudian dalam 24-36 jam berubah menjadi larva infektif filariform. Kadangkala
pada orang-orang tertentu, larva rhabditiform dapat langsung berubah menjadi
larva filariform sebelum meninggalkan tubuh orang itu dan menembus dinding
usus atau menembus kulit di daerah perianal yang menyebabkan auotinfeksi dan
dapat berlangsung bertahun-tahun.
G.PATOGENESIS
Gejala klinis umum yang sering terlihat hanya pada hewan sangat muda adalah
diare, anorexia, kusam, penurunan berat badan (Urquhart et.all. 1996).Pada waktu
cacing menetap di intestinum, akan terjadi penebalan yang luas dari dinding usus.
Pada serangan paru dapat terjadi pneumonitis dan eosinophilia.
Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit timbul kelainan
kulit yang disebut creeping eruption yang disertai dengan rasa gatal yang hebat.
Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan
dengan strongiloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena
tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti
tertusuk-tusuk didaerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada
muntah, diare saling bergantian. Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi
autoinfeksi atau hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai
parasit dapat ditemukan diseluruh traktus digestivus dan larvanya dapat
ditemukan diberbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu). Pada
pemerikasaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau hipereosinofilia
meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinofil normal.
I.DIAGNOSA
a. Pendekatan Diagnostik
§ Laboratorium Evaluasi
· Jika analisis tinja negatif, Strongyloides bisa diuji oleh sampling dari isi
duodenojejunalis oleh aspirasi atau biopsi.
· Uji Serologi
· Pada infeksi disebarluaskan, larva filariform harus dicari dari situs tinja dan
lain migrasi larva potensial.
b. Laboratorium Pengujian
§ Sebuah contoh dari isi duodenojejunalis untuk pengujian dapat diperoleh dengan
aspirasi atau biopsi.
§ Pada infeksi disebarluaskan, sampel dari situs migrasi larva potensial harus
dianalisis untuk larva filariform.
o Dahak
c. Imaging
· X-ray dada
o Dapat menunjukkan infiltrat alveolar atau interstisial
· Abdominal x-ray
· Barium menelan
· Barium Enema
J.TINDAKAN
a. Pencegahan
o Periksa semua najing, kucing, kera yang kontak dekat dengan manusia, obati
binatang yang terinfeksi cacing ini.
b. Pengobatan
- Ivermectin
v Jangka waktu
- Albendazole
v Dosis: 400 mg PO tawaran selama 3 hari untuk infeksi tanpa komplikasi dan 7-10
hari untuk hyperinfection
- Thiabendazole
· efek samping
o Mual
o Muntah
o Diare
o Pusing
o Neuropsikiatri gangguan
DAFTAR PUSTAKA:
1.Faust EC, Russel PF. Clinical Parasitology. 7th ed. Philadelphia. Lea &
2.Manson – Bahr PH. Manson’s Tropical Diseases. 16th ed. London. ELBS &
5.Strongyloidiasis.Availableathttp://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/Strongyloidiasis
.htm
A. DEFENISI
B. ETIOLOGI
Prevalensi dan intensitas gejala simtomatis yang paling tinggi terjadi pada
anak-anak. Pada anak-anak obstruksi intestinal merupakan manifestasi penyakit
yang paling sering ditemui. Diantara anak-anak usia 1-12 tahun yang berada di
rumah sakit Cape Town dengan keluhan abdominal antara 1958-1962, 12.8 % dari
infeksinya disebabkan oleh Ascariasis lumbricoides. Anak-anak dengan askariasis
kronis dapat menyebabkan pertumbuhan lambat berkaitan dengan penurunan
jumlah makanan yang dimakan.
1. Cacing betina menghasilkan 240.000 telur setiap hari yang akan terbawa
bersama tinja.
2. Telur fertil jika jatuh pada kondisi tanah yang sesuai, dalam waktu 5-10
hari telur tersebut dapat menginfeksi manusia.
3. Telur dapat bertahan hidup di dalam tanah selama 17 bulan. Infeksi
umumnya terjadi melalui kontaminasi tanah pada tangan atau makanan.
4. Kemudian masuk pada usus dan akan menetas pada usus kecil
(deudenum).
5. Pada tahap kedua larva akan melewati dinding usus dan akan berpindah
melalui sistem portal menuju hepar (4d) dan kemudian paru.
6. Infeksi yang berat dapat di ikuti pneumonia dan eosinifilia. Larva
kemudian dibatukkan dan tertelan kembali menuju jejunum.
7. Diperlukan waktu 65 hari untuk menjadi cacing dewasa
E. MANIFESTASI KLINIS
F. KOMPLIKASI
G. DIAGNOSIS
1) Ditegakkan dengan :
2) Pemeriksaan Laboratorium
3) Pemeriksaan Foto
1. Obat pilihan: piperazin sitrat (antepar) 150 mg/kg BB/hari, dosis tunggal
dengan dosis maksimum 3 g/hari
Dosis : 0-1tahun = 3 x 5 mg
1-3 tahun = 3 x 10 mg
3-5 tahun = 3 x 15 mg
Dewasa = 3 x 25 mg
I. PENCEGAHAN
A. DEFENISI
C. SIKLUS HIDUP
Cacing dewasa yang halus, besarnya 0,6 – 2,5 cm, hidup berpasangan
yang betina di dalam canalis gynaecophorus cacing jantan. Tergantung daripada
spesies cacing, antara 300 (S. mansoni) sampai 3500 (S.Japonicum) telur ehari
dikeluarkan ke dalam vena. Bentuk larva yaitu miracidium terbentuk di dalam
telur, enzim litik dan kontraksi vena menyebabkan pecahnya dinding vena dan
telur di lepaskan ke dalam jaringan perivaskular usus atau kandung kencing. Telur
dapat keluar ke dalam lumen alat-alat ini dikeluarkan ke dalam tinja atau urine.
Bilamana tersentuh air dingin miracidium menetas keluar dari telur dan berenang
bebas menemukan keong yang sesuai, yang kemudian di tembusnya. Sesudah
melelui dua tingkat perkembangan sporokista dan bertambah banyak di dalam
keong, cercaria dengan ekor bercabang keluar. Sewaktu mandi, berenang, bekerja
atau mencuci pakaian, kulit manusia berkontak dengan cercaria yang berenang
bebas, melekatkan diri dan masuk ke dalam sampai jaringan kapiler perifer setelah
airmenguap pada permukaan kulit. Bilamana tertelan dengan air cercaria
menembus selaput lendir mulut dan leher. Cercaria terbawa oleh darah aferen ke
jantung sebelah kanan dan paru-paru. Mereka menerobos kapiler paru-paru,
terbawa ke dalam sirkulasi sistemik dan melewati sluran portal. Di dalam system
vena porta bagian hepar Trematoda ini mengambil makanan dan tumbuh dengan
cepat. Kira-kira 3 minggu sesudah infeksi kedalam kulit, cacing dewasa mudah
berpindah berlawanan dengan darah portal masuk ke dalam vena mesenterium,
kandung kencing dan panggul. Periode prepaten untuk S. mansoni adalah 7-8
minggu, S.haematobium 10-12 minggu dan S.japonicum 5-6 minggu. Cacing
dewasa dapat hidup selama 30 tahun pada manusia. (Brown. 1979)
D. GAMBARAN PENYAKIT
Manifestasi klinis Schistosomiasis secara umum mempunyai gejala klinis
awal yang sama, misalnya gatal-gatal pada saat serkaria telah masuk ke dalam
kulit, kalau serkaria yang masuk ke dalam kulit cukup banyak akan terjadi
dermatitis. Kemudian pada saat larva cacing melewati paru akan terjadi batuk
berdahak dan demam. Padastadium berikutnya akan terjadi gejala disentri atau
urtikaria (pada infeksi S. haematobium). Schistosomiasis mansoni, japonikum dan
mekongi dapat menyebabkan hepatomegali (pembengkakan hati) dan
splenomegali (pembengkakan limpa). Pada penderita schistosomiasis japonikum
dan mekongi yang sudah parah akan menderita asites yang diikuti dengan
kematian. (Sudomo M. 2008)
E. DIAGNOSIS PENYAKIT
Diagnosis untuk penyakit Schistosomiasis adalah dengan cara
pemerikasaan tinja dan Pemeriksaan urine. Cara pemeriksaan tinja adalah Tinja
yang keluar seluruhnya harus dicampur baik-baik dengan 0,5% larutan glycerin
dalam air dan sesudah sedimentasi di dalam gelas runcing cairan yang terdapat di
atas harus dituang. Mencampur dan menuang harus dilakukan beberapa kali
sampai hanya tertinggal sisa sedikit yang diperiksa di bawah mikroskop. (Brown.
1979)
Dengan pemeriksaan urine. Urine yang dikeluarkan dalam sehari di
sedimentasi dalam gelas berbentuk kerucut. Kemudian ditambahkan air sebelum
dipanasi 600C untuk membunuh infusoria kedalam sediment, miracidium yang
bebas berenang yang baru menetas dapat dilihat dengan cahaya tidak langsung
dengan dasar hitam. Menetasnya miracidium merupakan indeks telur yang masih
hidup. (Brown. 1979)
F. TERAPI OBAT
Pengobatan schistosomiasis pada dasarnya adalah :mengurangi dan
mencegah kesakitan dan mengurangi sumber penular. Sebelum ditemukan obat
yang efektif,berbagai jenis obat telah dipakai untuk mengobati penderita
schistosomiasis, misalnya, hycanthone,niridazole, antimonials, amocanate dsb.
Obat-obat tersebut tidak efektif dan beberapa sangat toksik. Pada saat ini obat
yang dipakai adalah Praziquantel. (Sudomo M. 2008)
Praziquantel sangat efektif terhadap semua bentuk schistosomiasis, baik
dalam fase akut, kronik maupun yang sudah mengalami splenomegali atau bahkan
yang mengalami komplikasi lain. Obat tersebut sangat manjur, efek samping
ringan dan hanya diperlukan satu dosis yaitu 60 mg/kg BB yang dibagi dua dan
diminum dalam tenggang waktu 4-6 jam. (Tjay, Tan Hoan & Rahardja,
Kirana.2007)
Farmakokinetik
· Pada pemberian oral absorpsinya baik
· Kadar maksimal dalam darah tercapai dalam 1-3 jam
· Metabolisme obat berlangsung cepat di hati
· Waktu paro obat 0,8-1,5 jam
· Ekskresi sebagian besar melalui urin dan sisanya melalui empedu.
(Syarief et al. 1972)
G. KONSELING
Konseling yang harus di berikan kepada masyarakat luas untuk melakukan
pencegahan penyakit. Sedangkan, Konselng untuk orang yang sudah terinfeksi
Schistosomiasis adalah efek samping obat, kontraindikasi, cara penggunaan dan
dosis obat yang tepat.
H. PENCEGAHAN
· Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara cara
penularan dan cara pemberantasan penyakit ini.
· Buang air besar dan buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing
tidak mencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang
antara. Pengawasan terhadap hewan yang terinfeksi S. japonicum perlu dilakukan
tetapi biasanya tidak praktis.
· Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan
membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan
mengalirkan air
· Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang
tersedia mungkin terbatas untuk penggunaan moluskisida ini)
· Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan
sepatu bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air
yang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit
yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk.
Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh
serkaria.
· Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya
diambil dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk
membunuh serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh serkaria yaitu air
diberi iodine atau chlorine atau dengan menggunakan kertas saring. Membiarkan
air selama 48 ?72 jam sebelum digunakan juga dianggap efektif.
· Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah
penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur
oleh cacing.
· Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko
penularan dan cara pencegahan.(Anonim.2009)
Kontraindikasi
· Wanita hamil dan menyusui
· Orang yang membutuhkan koordinasi fisik
· Ocular cysticercosis
· Pasien dengan gangguan fungsi hati memerlukan penyesuaian dosis
(Syarief et al. 1972)
Posologi
· Untuk infeksi S. haematobium dan S mansoni diberikan dosis tunggal
40mg/kgBB atau dosis tunggal 20mg/kgBB tang di ulangi lagi sesudah 4-6jam
· Untuk infeksi S. japonicum diberikan dosis tunggal 3mg/kgBB yang diulangi lagi
sesudah 4-6 jam.
· Praziquantel harus diminum dengan air sesudah makan dan tidak boleh di kunyah
karena rasany pahit.
(Syarief et al. 1972)
DAFTAR PUSTAKA