Disusun oleh :
Mutawaffika Mahir
111 2017 2103
Pembimbing
dr. Alfrida Sp.THT - KL
HALAMAN DEPAN……………………………………………………………..1
DAFTAR ISI……………………………………....……………………………...2
DAFTAR GAMBAR...…………………………....……………………………...3
BAB 1 PENDAHULUAN…...…………………………………………………...4
1.1 Latar Belakang....…...........…..……………….……………………………….4
1.2 Tujuan Penulisan.……….……………….........……………………………….5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….6
2.1 Anatomi…...…………………..……………………………………………….6
2.2 Fisiologi………………………..……………………………………………...9
2.3 Definisi………………………..……………………………………………...10
2.4 Epidemiologi…………...……..………………………………..…………….10
2.5 Etiologi………………………..…………………………………..………….11
2.6 Patofisiologi…………………..………………………………………..…….12
2.7 Manifestasi Klinis…………………………..………………………………..13
2.8 Penegakkan Diagnosis…………...………………………..…………………16
2.9 Penatalaksanaan…………………………………………..………………….17
2.10 Komplikasi………………………………………………..………………...21
2.11 Prognosis……………………..……………………………………………..22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...23
2
DAFTAR GAMBAR
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
OMA dapat dibagi ke dalam tiga prosedur, yakni: timpanosentesis, miringotomi,
dan miringotomi dengan pemasangan tuba ventilasi (Donaldson, 2015).
.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga tengah
berbentuk kubus dengan perbatasan (Soepardi, 2007):
Luar : membran timpani
Depan : tuba eustachius
Bawah : vena jugularis
Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
Dalam : (dari atas ke bawah) kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window) dan promontorium.
Gambar 2.1. (A) Telinga dan pembagiannya, (B) Permukaan lateral Pinna, (C) Kartilago aurikular(Dhingra,
2014)
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
6
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida
terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu
lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid (Soepardi,
2007).
Gambar 2.2. Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa(Dhingra, 2014)
7
Gambar 2.3. Penampakan membran timpani kanan (Dhingra, 2014)
Gambar 2.4. Pembagian telinga tengah menjadi epi-, meso-, dan hipotimpanum(Dhingra, 2014)
8
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes.Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian (Soepardi, 2007).
9
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soepardi, 2007).
2.3 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Banyak ahli
membuat pembagian dan klasifikasi otitis media (Soepardi, 2007).Otitis media
akut merupakan inflamasi pada telinga tengah dalam waktu 3 minggu pertama
(Donaldson, 2015).
Otitis Media
Otitis Media
Otitis Media Otitis Media
Kronik
Akut (OMA) Sub Akut
(OMK)
Risiko
Tipe aman,
rendah,
Tipe bahaya
Risiko tinggi
2.4 Epidemiologi
Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba
eustachius yang lebar dan pendek (Bull, 2003). Di Amerika Serikat, 70% anak
telah mengalami OMA setidaknya satu kali sebelum usia 2 tahun. Puncak
kejadian otitis media akut adalah pada anak berusia 3-18 bulan (Donaldson, 2015).
Anak yang telah mengalami enam kali serangan otitis media atau lebih
disebut dengan istilah "cenderung otitis".Suatu penelitian oleh Howie
menunjukkan bahwa suatu episode infeksi S.pneumoniae dalam tahun pertama
kehidupan telah dihubungkan dengan berlanjutnya insidens episode otitis media
akut berulang.Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
10
dibandingkan anak wanita.Insidens kondisi alergi tidak meningkat pada anak-anak
ini.Delapan serotipe S.pneumoniae bertanggung jawab lebih atas lebih dari 75%
episode otitis media akut (Boies, 1997).
2.5 Etiologi
Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus.Selain itu,
kadang-kadang ditemukan juga Hemophylus influenza, Escherichia coli dan
Pseudomonas aurugenosa(Soepardi, 2007).Sejauh ini Streptococcus pneumoniae
merupakan organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur (Boies,
1997).Hemophlus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5
tahun, meskipun juga merupakan patogen pada orang dewasa (Soepardi, 2007).
Berikut ini adalah faktor risiko yang mempengaruhi otitis media
(Donaldson, 2015):
Prematuritas & Berat Lahir Rendah
Usia muda
Riwayat Keluarga
Abnormalitas Kraniofasial
Penyakit Neuromuskular
Alergi
Status sosioekonomi rendah
Paparan tembakau & polutan
Posisi tidur telentang
Tidak mendapatkan ASI
Selain itu, juga terdapat beberapa faktor predisposisi dari terjadinya otitis
media akut.Apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba eustachius
merupakan predisposisi terjadinya infeksi telinga tengah. Hal-hal tersebut seperti
(Dhingra, 2014):
Serangan ISPA berulang
Infeksi tonsil dan adenoid
Rinitis dan sinusitis kronik
Alergi
11
Tumor nasofaring, mengorek hidung
Palatoschisis
2.6 Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring
dan faring.Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan
antibodi.Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu
(Soepardi, 2007).
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis
media.Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga
tengah dan terjadi peradangan (Soepardi, 2007).
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran
napas atas.Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin
besar kemungkinan terjadinya OMA.Pada bayi, terjadinya OMA dipermudah oleh
karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal (Soepardi,
2007).
Terdapat beberapa rute infeksi sehingga terjadi otitis media akut, antara
lain (Dhingra, 2014):
1. Melalui tuba eustachius.Merupakan rute paling sering. Infeksi berpindah
melalui lumen.
2. Melalui telinga luar. Trauma perforasi pada membran timpani akan
membuka jalan terjadinya infeksi telinga tengah
3. Peredaran darah. Merupakan rute yang sangat jarang
Seringkali infeksi awalnya disebabkan oleh virus, namun reaksi alergi dan
kondisi inflamasi lain yang melibatkan tuba eustachius turut berperan. Inflamasi
pada nasofaring meluas ke tepi medial dari tuba eustachius, menyebabkan stasis
dan inflamasi.Hal tersebut mengakibatkan penurunan tekanan di dalam telinga
tengah.Keadaan stasis mendukung terjadinya kolonisasi bakteri patogen di dalam
ruang telinga tengah.Respon yang terjadi berupa reaksi inflamasi akut seperti
12
vasodilatasi, eksudat, invasi leukosit, fagositosis, dan reaksi imunologis lokal di
dalam telinga tengah (Donaldson, 2015).
Untuk menjadi patogen di daerah seperti telinga atau sinus, bakteri harus
melekat pada lapisan mukosa.Infeksi virus yang menyerang dan merusak
permukaan mukosa traktus respiratorius mengakibatkan bakteri dapat tumbuh
patogen di daerah nasofaring, tuba eustachius, dan ruang telinga tengah
(Donaldson, 2015).
13
masih bersifat eksudat yang serosa sehingga stadium ini sukar dibedakan dengan
otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi (Soepardi, 2007).
14
Gambar 2.8. Membran timpani stadium supuratif/ bombans
3. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke MAE.Anak yang tadinya gelisah
sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.
Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi(Soepardi, 2007).
15
4. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.OMA
berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus
menerus atau hilang timbul.OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa
otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya
perforasi(Soepardi, 2007).
16
Tympanometer genggam mencatat kepatuhan membran timpani dan
memberikan informasi kuantitatif tentang fungsi struktural dan adanya efusi
telinga tengah. Penelusuran yang rata dengan penerimaan statis yang rendah
menunjukkan efusi telinga tengah; mengindikasikan tekanan telinga tengah yang
sangat negatif. Membran timpani yang ditarik; dan tekanan puncak yang sangat
positif konsisten dengan membran yang menggembung). (Kalyanakrishnan R
2007)
Reflektorometri akustik mendeteksi cairan telinga tengah dengan
menganalisis gradien spektral suara yang dipantulkan dari membran timpani.
Timpanosentesis, diikuti oleh aspirasi dan kultur sampel cairan telinga tengah,
berguna pada anak-anak yang beracun, gagal beberapa kali pemberian antibiotik,
atau memiliki kekebalan tubuh. kekurangan. Meskipun kultur nasofaring negatif
berkorelasi baik dengan kultur cairan telinga tengah negatif, kultur ini tidak
direkomendasikan secara rutin. (Kalyanakrishnan R 2007)
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.Pada stadium
oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.Untuk ini diberikan obat tetes
hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl
efedrin 1% dalam alrutan fisiologis untuk yang berumur di atas 12 tahun dan
orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati.Antibiotika diberikan
apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi (Soepardi,
2007).
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika.Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin.Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan.Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.Bila pasien
alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin
diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau
17
amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari (Soepardi, 2007).
18
miringotomi dengan memakai mikroskop, selain aman, dapat juga mengisap
sekret dari telinga tengah sebanyak-banyaknya.Hanya dengan cara ini biayanya
lebih mahal (Soepardi, 2007).
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi).Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-
10 hari (Soepardi, 2007).
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari
3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK) (Soepardi, 2007).
19
Gambar 2.11. Pengobatan OMA(Dhingra, 2014)
2.10 Komplikasi
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya.Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang
juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi.Bila sawar ini
runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel
mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan
terkena(Soepardi, 2007).
Pada otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya
melalui osteotromboflebitis atau hematogen. Penyebaran melalui
osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya (1) komplikasi terjadi pada
20
awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau
kedua sampai hari kesepuluh, (2) gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan
pada gejala meningitis lokal, (3) pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga
tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah
berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika(Soepardi, 2007).
1. Mastoiditis Akut
Terjadi empiema di rongga mastoid akibat terjadinya blokade di daerah
epitimpanum.Sering diikuti dengan abses di belakang daun telinga (abses
subperiostel mastoid).Perlu segera di lakukan evakuasi empiema lewat
pendekatan mastoidektomi simpel (Schwartze) (Harmadji, Soepriyadi, &
Wisnubroto, 2005).
2. Komplikasi Intrakranial
Mastoiditis akut kalau tidak dapat segera diatasi dapat meluas ke dalam
intrakranial (meningitis dan abses otak) (Harmadji, Soepriyadi, & Wisnubroto,
2005).
3. Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis
fasialis.Akumulasi pus di dalam kavum timpani dapat menimbulkan kompresi
pada nervus fasialis.Pada OMA operasi dekompresi kanalis fasialis tidak
diperlukan.Perlu diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya,
serta menghilangkan tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila
dalam jangka waktu tertentu ternyata tidak ada perbaikan setelah diukur dengan
elektrodiagnostik (misalnya elektromiografi), barulah dipikirkan untuk melakukan
dekompresi(Soepardi, 2007;.Harmadji, Soepriyadi, & Wisnubroto, 2005).
21
2.11 Prognosis
Kematian yang disebabkan oleh OMA sangat jarang di era modern ini.
Dengan terapi antibiotik yang efektif, tanda sistemik seperti demam dan letargis
akan menghilang bersamaan dengan hilangnya nyeri dalam waktu 48 jam. Dan
biasanya tuli pendengaran konduktif juga akan membaik. Efusi telinga tengah dan
tuli pendengaran konduktif dapat menetap selama periode terapi, dengan
perkiraan 70% anak akan mengalami efusi telinga tengah dalam waktu 14 hari,
50% dalam satu bulan, 20% dalam 2 bulan, dan 10% setelah 3 bulan (Donaldson,
2014).
22
DAFTAR PUSTAKA
Boies, Adams, Higler. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. 1997
Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 6th ed. London: Thieme. 2003
Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head and
Harmadji, S., Soepriyadi, & Wisnubroto. (2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/. In R. d. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13).
Surabaya: FK UNAIR.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2007
23