I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Anika
Umur : 17 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Kasir di Toko Kue
Jaminan : BPJS
Alamat : Maros
No RM : 250952
Primary survey
Airway and C-spine control:
Airway: clear, patent
Obstruksi tidak ada.
Breathing and ventilation:
RR : 20x/menit, bunyi napas vesikuler, pergerakan dada simetris kiri kanan,
napas spontan, tidak ada jejas.
Circulation:
Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 92 x/menit kuat angkat, regular.
Disability:
GCS E4M6V5 Compos mentis, pupil isokor Ø 2,5 mm/2,5 mm.
Environment and Exposure:
Suhu 36,5oC.
1
Secondary survey
A. Data Subyektif
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24
September 2019 pukul 09.00 WIB di RS. Salewangan Maros
Keluhan Utama
Nyeri pada jari tangan kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Salewangang Maros dengan keluhan
nyeri pada jari manis dan kelingking tangan kiri yang dirasakan sejak 2
jam yang lalu setelah kecelakan lalu lintas. Pasien mengaku jatuh dari
motor namun tidak mengalami penurunan kesadaran. Mekanisme trauma:
Pasien mengatakan saat itu pasien mengendarai motor untuk berangkat kerja.
Tiba-tiba mobil melaju dengan cepat hingga menyerempet motor pasien.
Pasien kemudian terjatuh hingga tertimpah motornya. Mual(-) muntah(-),
nyeri kepala(-). BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat pingsan (-)
Riwayat berobat ke tukang urut (-). Riwayat mengonsumsi obat (-).
Riwayat HT (-) dan DM (-).
B. Data Obyektif
2
Status Generalis
Keadaan umum : baik, kooperatif
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital : Tek. Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 91x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,7 º C ( axiller )
Kepala : mesosefal
Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (-/-) raccon eye (-/-)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-), rhinorrea(-)
Telinga : discharge (-/-), ottorhea(-),
Mulut : bibir sianosis (-), parrese
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : simetris, trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)
Thorax
Pulmo I : simetris statis dan dinamis
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : Suara dasar vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor I : ictus cordis tak tampak
Pa : ictus cordis teraba pada SIC V 2 cm medial Linea
Midclavikularis Sinistra
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-).
Abdomen I : datar
Au : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
defans muskuler (-)
3
Ekstremitas Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Sensibilitas +/+ +/+
Motorik:
Gerak +/+ +/+
Kekuatan 5/5 5/5
Status lokalis :
Regio Manus Sinistra
Look :Tampak Udem (+), Deformitas(+),
hematom(+), perdarahan(+), luka(+),
bone expose(+)
• Feel : Teraba hangat, nyeri tekan (+), krepitasi (+)
• Move :Gerakan pasif dan aktif sangat terbatas
• NVD :Sensibilitas baik, pulsasi A. Radialisdan A. ulnaris teraba,
CRT<2 detik, pemeriksaan motorik, sensorik dalam batas normal.
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4
Diff count :
Eosinofil absolute 0,042 103/ul 0,045-0,44
Basofil absolute 0,05 103/ul 0-0,2
Netrofil absolute 6,53 103/ul 1,8-8
Limfosit absolute 2,11 103/ul 0,9-5,2
Monosit absolute 0,97 103/ul 0,16-1
Eosinofil L 1,9 % 2-4
Basofil 0,10 % 0-1
Netrofil 63,60 % 50-70
Limfosit 29,30 % 25-50
Monosit 5,50 % 1-6
Kimia klinik:
Glukosa sewaktu 105 Mg/dl < 125
Ureum 11,8 mg/dl 10-50
Creatinin H 1,1 mg/dl 0,70-1,10
Kalium 4,6 mmol/L 3,5-5,0
Natrium 136 mmol/L 135-145
Chlorida 105 mmol/L 95-105
Total protein 7,2 g/dl 0,1-8,3
5
X foto manus sinistra AP/Oblique
Kesan :
- Dislokasi PIP Joint V manus sinistra
- Fraktur metacarpal V dan phalanx distal digiti IV manus sinistra
6
2. DIAGNOSIS KERJA
Open fracture distal phalanx digiti iv grade iiia manus sinistra +
dislokasi pip joint digiti v manus sinistra
3. PENATALAKSANAAN
Pre Operasi:
- Konsul Anestesi
- Informed consent pre-op
- Inj. Imipenem 1 gr/IV 1 jam pre-op (skin test)
Operatif:
ORIF + Debridement
Post Operasi:
• IVFD RL 20 tpm
• Inj. Imipenem 1 gr/12jam/IV
• Inj. Ketorolac 30 mg/8jam/IV
• Vip Albumin 500 mg 3x4 tab
• Multivitamin dan Mineral 2x1
• Elevasi tangan 30 derajat
• GV 2 hari post-op
• Foto kontrol X-ray Manus Sinistra Ap/Oblique
4. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
7
FRAKTUR PHALANX DAN DISLOKASI PIP JOINT
A. Pengertian Fraktur
8
Bagian dari Tulang Karpal yaitu :
a. Metakarpal
Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan
dan bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang
karpal. Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal
membuat tangan menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang
terdapat antara tulang karpal dan metakarpal memungkinkan ibu jari tersebut
melakukan gerakan seperti menyilang telapak tangan dan memungkinkan
menjepit/menggenggam sesuatu. Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari)
dan 2 (jari telunjuk) terdapat tulang sesamoid.
b. Falang
Falang juga tulang panjang,mempunyai batang dan dua ujung.
Batangnya mengecil diarah ujung distal. Terdapat empat belas falang, tiga
pada setiap jari dan dua pada ibu jari. Sendi engsel yang terbentuk antara
tulang phalangs membuat gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama
untuk menggenggam sesuatu.
9
3) Fraktur multipel: fraktur yang lebih dari satu tetapi tidak pada tulang
yang sama.
d. Berdasarkan posisi fragmen:
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser) garis patahan lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur disp;aced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen.
e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkana keadaan jaringan lunak disekitar trauma
yaitu
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak disekitar.
b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan ancaman sindroma kompartemen.
d) Tingkat 3 : cidera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata.
2) Fraktur terbuka (open/ compound) bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena perlukaan kulit. Fraktur
terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu:
a) Grade I : luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm.
b) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
c) Grade III : sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
f. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme
trauma:
10
1) Fraktur transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur obliq : fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut
erhadap sumbu tulang yang merupakan akibat tarauma angulasi juga.
3) Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahannya berbentuk spiral
yang diakibatkan rotasi.
4) Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kearah permukaan lain.
5) Fraktur avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
g. Berdasarkan kedudukan tulangnya:
1) Tidak adanya dislokasi
2) Adanya dislokasi:
- At axim: membentuk sudut
- At Lotus : fragmen tulang berjauhan
- At Longitudinal : berjauhan memanjang.
- At lotus cum contractiosnum: berjauhan dan memendek.
h. Berdasarkan posisi fraktur pada sebatang tulang:
1) 1/3 paroksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal.
i. Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
j. Fraktur patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
ETIOLOGI
a. Trauma langsung/ direct trauma
b. Trauma yang tidak langsung/ indirect trauma.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis
11
PATHWAY
PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
a. X ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang cidera.
b. Bones scan, tomogra, atau MRI Scan.
c. Arteriogram dialkukan bila ada kerusakan vaskuler.
d. Cct kalau banyak kerusakan otot.
e. Pemeriksaan darah lengkap.
12
KOMPLIKASI
Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips
dan embebatan yang terlalu kuat.
13
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
MANISFESTASI KLINIK
a) Nyeri
b) Deformitas
c) Krepitasi
d) Bengkak
e) Peningkatan temperatur local
f) Pergerakan abnormal
g) Echymosis
h) Kehilangan fungsi
i) Kemungkinan lain.
14
PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien
b. keluhan utama.
Biasanya keluhannya adalah nyeri. Nyeri itu bisa akut atau kronik
tergantung dari lamanya serangan. Menggunakan PQRST.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Menentukan penyebab fraktur sehingga membantu dalam membuat
rencana tindakan pada klien.
d. Riwayat penyakit terdahulu.
Menemukan adanya penyakit-penyakit yang mempengaruhi
penyembuhan tulang seperti osteo porosis maupun kanker tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga.
f. Riwayat penyakit keluarga
Yang berhubungan dengan penyembuhan tulang antara lain
diabetes, osteoporosis dan kanker tulang.
g. Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat.
h. Pola fungsi kesehatan
1) Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat. Ketidak adekuatan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang.
2) Pola nutrisi dan metabolik. Perlunya mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vit.C dan
lainnya untuk membentu proses penyembuhan tulang.
3) Pola eliminasi. Umumnya tidak terjadi kelainan.
4) Pola istirahat tidur. Kesulitan tidur akibat nyeri dan ketidak
nyamanan akibat pemasangan bidai ataupun alat bantu lainnya.
5) Pola aktivitas. Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, mungkin
akan mengganggu semua aktivitas.
15
6) Pola hubungan peran. Ganguan peran akbat perawatan.
7) Pola persepsi dan konsep diri. Timbul ketidak adekuatan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, ketidak nyamanan, ketidak
mampuan beraktivitas, dan gangguan body image.
8) Pola sensori dan kognitif. Kemampuan raba berkurang terutama pada
bagian dista dari bagian yang fraktur.
9) Pola reproduksi seksual. Kehilangan libido ataupun kemampuan
akibat kelemahan fisik maupun ketidak nyamanan akibat nyeri.
10) Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas pada dirinya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola tata nilai dan keyakinan.
2. Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan fisik umum dan lokalis.
1) Gambaran umum: meliputi
- keadaan umum, kesadaran, nyeri, tanda vital.
- Secara sistemik: kepala sampai kaki.
2) Keadaan lokal. Perlu diperhitungkan keadaan paroksimal serta
bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler å 5P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan.
3. Pemeriksaan Diagnosis
1) Radiologi.
2) Pemeriksaan laboratorium.
3) Pemeriksaan lain-lain
- Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas,
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
- Biopsi tulang dan otot.
- Elektromyografi.
- Arthroscopy.
16
- Indium imaging.
- MRI.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. PREOPERASI
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Ansietas berhubungan dengan diagnosa, pengobatan dan prognosis.
3) Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan kehilangan
bagian tubuh dan disfungsi tubuh.
b. INTRA OPERASI
1) Resiko cidera berhubungan dengan pajanan alat, penggunaan electro
surgical.
2) Resiko cidera berhubungan dengan pajanan lingkungan, peralatan,
penggunaaan tehnik aseptik yang kurang tepat.
c. POST OPERASI
1) Resiko bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan fungsi saluran pernapasan.
INTERVENSI
a. Preoperasi
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan Sebagai data dasar dalam menentukan
durasi nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai
2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon
nyeri.
3. Ajarkan terhnik distraksi dan Tehnik distraksi diharapkan dapat
relaksasi mengalihkan perhatian dari
17
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi
diharapkan dapat mengontrol nyeri.
4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik igunakan sebagai anti nyeri
maupun sedatif yang sesuai. dan sedasi digunakan untuk
merelaksasi dan meningkatkan
kenyamanan klien.
18
diharapkan
9. Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan
mengungkapkan ansietasnya terhadap kehaatiran yang tidak
diekspresikan.
10. Beri privasi untuk pasien dan orang Member waktu untuk mengekpresikan
terdekat perasaan, menghilangkan rasa cemas
dan perilaku adaptasi. Kehadiran
keluarga dan teman-teman yang dipilih
pasien untuk memenuhi aktivitas
pengalih.
11. Kolaborasi: Berikan anticemas sesuai indikasi,
contohnya Diazepam
b. Intra operasi
Resti infeksi b.d. tindakan aseptik yang tidak tepat/ kesterilan alat yang tidak dijaga.
Tujuan: klien akan menunjukan bebas dari resiko infeksi setelah dilakukan tindakan selama
30 menit dengan kriteria:
a. Memastikan indikator steril sudah sesuai.
b. Malakukan tehnik aseptik.
c. Penutupan luka secara steril.
1. Perhatikan indikator yang ditempel pada Indikator akan berubah warna pada proses
packing instrumen sebelum membuka atau pensterilan alat. Memastikan kesterilan
menggunakan. alat.
2. Pastikan urutan dan tata cara scrubing, Menjaga keadaan aseptik dan mencegah
gawning dan glowing secara tepat. terjadinya infeksi silang pada pasien.
3. Buka packing dengan posisi steril setelah Menjaga kesterilan alat tetap terjaga.
mengenakan gaun dan sarung tangan steril.
4. Pastikan meja instrumen telah dialas Menjaga kesterilan alat.
dengan linen steril sekurang2nya dua lapis
5. Perhatikan agar alat tidak terkontaminasi Menjaga kesterilan alat.
atau tersentuh benda lain yang tidak steril,
tutup instrumen yang telah ditata dengan
linen steril.
6. Kolaborasi pemberian antibiotika yang Antibiotika sebagai anti kuman yang
sesuai. mencegah infeksi.
c. Setelah operasi
19
c. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit.
d. VS normal.
e. Skala nyeri 0-5
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan Sebagai data dasar dalam menentukan
durasi nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai
2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon
nyeri.
3. Ajarkan terhnik distraksi dan Tehnik distraksi diharapkan dapat
relaksasi mengalihkan perhatian dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi
diharapkan dapat mengontrol nyeri.
4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik igunakan sebagai anti nyeri
maupun sedatif yang sesuai. dan sedasi digunakan untuk
merelaksasi dan meningkatkan
kenyamanan klien.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
(integritas kulit yang tidak utuh)
Tujuan: klien akan menunjukan pertahanan tubuh adekuat dengan kriteria:
a. Suhu tubuh normal
b. Tidak ada pus atau nanah pada luka
c. Luka kering
d. Leukosit normal
20
TEKNIK INSTRUMEN PINNING PHALANX HAND
A. Pengertian
Pinning adalah teknik instrumentator pada fraktur yang akan dilakukan
tindakan pemasangan wire.
B. Indikasi
Fraktur pada digiti
C. Tujuan Pinning
- Mempertahankan ruang gerak sendi
- Mempertahankan kekuatan otot
- Mempercepat pengembalian ke fungsi semula
D. Teknik Instrumentasi
I. Pengkajian
- Pemeriksaan Head to Tou
- Mengkaji tanda – tanda vital pasien
- Riwayat alergi
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat anestesi/operasi dahulu
- Riwayat komplikasi anestesi/operasi dahulu
- Mengkaji nyeri
- Mengkaji kecemasan
- Mengkajian pengetahuan pasien mengenai penyakit, perawatan, dan
pencegahannya
- Mengkaji golongan darah, rhesus, BB, TB
21
4. Menanggalkan semua perhiasan yang digunakan pasien (jika ada)
5. Persiapan psikologis pasien
- Lingkungan
1. Menata ruangan dan mengatur penempatan kursi,mesin couter,
mesin suction, meja instrument, troley, waskom, meja mayo,suhu
ruangan.
2. Memastikan mesin suction, dan mesin yang lain dalam keadaan
baik.
3. Menyiapkan bahan habis pakai.
4. Memberi alas perlak dan linen pada meja operasi.
III. Persiapan Alat
A. Alat Steril
- Desinfeksi klem :1
- Duk klem :6
- Pinset sirugis :2
- Pinset anatomis :2
- Handvat mess :2
- Klem pean :2
- Kocker klem :2
- Krom klem :1
- Gunting benang :1
- Gunting metzenbaun :1
- Gunting mayo :1
- Nald polder :1
B. Set Tambahan
- Bor :1
- Tang pemotong :1
- K.wine 0.1 :1
- Hand set; tang cucut :1
- Knabel tang :1
- Sprider :1
- Hak tajam :1
- Double langenback :1
- Rasparatorium :1
- Allis :1
C. Alat Penunjang
- Linen :6
22
- Plat diatermi :1
- Cuching :1
- Bengkok :1
- Handscoon :5
- Set jarum :1
- Biggas :1
- Kassa kecil : 10, pehidrol 20cc
- Povidon iodine : 30 cc dan klorhexidin 30%
- Prolin 3.0 :2
D. Alat On Steril
- Hepafix : secukupnya
- Gunting perban :1
- Plat diatermi :1
- Lampu operasi :2
- Meja operasi :1
- Meja mayo :1
- Meja instrument :1
- Standart infuse :1
- Tempat sampah infeksius dan non infeksius : 2/1
- Mesin anastesi :1
23
13) Berikan handvat mess dan klem pean untuk mengambil jaringan yang
kotor, dan juga pinset cirugis dan gunting mayo untuk mengambil
jaringan yang mati.
14) Berikan kassa dan tang povidon iodine pada area operasi.
15) Selanjutnya diirigasi dengan Ns sampai bersih.
16) Berikan K.wine dan bornya, selanjutnya dilakukan tindakan pinning
lalu wine dipotong dengan tang pemotong.
17) Cuci luka operasi dengan povidon iodine + perhidrol.
18) Jahit lapis demi lapis dengan prolin 3.0 sampai kulit.
19) Tutup luka dengan kassa, sufratul, dan difiksasi dengan gips, balut
dengan perban dan elastic banded.
20) Pasien dirapikan,operasi selesai, bereskan alat, lalu pasien pindah RR
V. EVALUASI
1) Perdarahan dapat diatasi
2) Jumlah kassa sesuai awal dan akhir
3) Alat lengkap, steril
4) Tidak ada tindakan khusus selama operasi
24
sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya
menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi) Keluarnya
(bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Patah tulang di dekat
sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai
luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. Berpindahnya ujung tulang
patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
B. KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang
yang berkurang
3. Dislokasi traumatic.
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang
kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya
dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system
vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
25
2. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral
joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur
yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh
karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
26
C. Etiologi
D. Patofisiologi
Bila luka yang disebabkan oleh trauma cukup parah sehingga merusak
jaringan ligamentum dan kapsula maka dapat mengalami suatu dislokasi
dan pindah dari letaknya semula. Jaringan saraf dan pembuluh darah yang
berdekatan dapat terganggu maka kerusakan vertebra servikalis, medula
spinalis dapat mengalami kerusakan atau saraf untuk muskulus deltoideus
dapat terganggu bila ada dislokasi pada kaki. Apabila salah satu / beberapa
tulang yang berhubungan dengan sendi yang mengalami dislokasi itu
patah, maka keadaan itu disebut “ Dislokasi Fraktur “ dari pada sendi
yang bersangkutan. Pada suatu subluxatio, kerusakan ligamentum dan
kepala kapsula tidaklah menyeluruh dan derajat perubahan letak tidak
27
seberat dislokasi sebenarnya ( Cth: Subluxatio partil pada artikulasio
akromio / klavikularis)
F. Pemeriksaan penunjang
G. Komplikasi
1. Dini
a. Cedera saraf
b. Cedera pembuluh darah
c. Fraktur disloksi
2 Komplikasi lanjut
a. Kekakuan sendi
b. Dislokasi yang berulang
c. Kelemahan otot
A. Penatalaksanaan
1. Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah
melakukan reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang
bersangkutan pada sumbu memanjang. Tindakan reposisi ini dapat
dilakukan ditempat kejadian tanpa anasthesi, misalnya dislokasi siku,
dislokasi bahu dan dislokasi jari.
28
2. Jika tindakan reposisi tidak bisa dilakukan dengan reduksi ringan,
maka diperlukan reposisi dengan anasthesi lokal dan obat – obat
penenang misalnya Valium.
3. Jangan memaksa melakukan reposisi jika penderita mengalami rasa
nyeri yang hebat, disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap
penderita, dapat menyebabkan syok neurogenik, bahkan dapat
menimbulkan fraktur.
4. Dislokasi sendi dasar misalnya dislokasi sendi panggul memerlukan
anasthesi umum. Dislokasi setelah reposisi, sendi diimobilisasi dengan
pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi
stabil, beberapa hari beberapa minggu setelah reduksi gerakan aktif
lembut tiga sampai empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran
sendi, sendi tetap disangga saat latihan.
- Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
- Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan
dikembalikan ke rongga sendi.
- Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi
dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
- Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi
halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
- Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa
penyembuhan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.
Jakarta : Widya Medika.1995
2. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.
3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif
Watampone. 2007
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.
5. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.
Jakarta : EGC.2000.
6. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.
30
31
32