Anda di halaman 1dari 6

“TAENIA SOLIUM”

TAENIA SOLIUM

Hospes dan Nama Penyakit

Nama Penyakit                 : Taeniasis solium (dewasa), Sistiserkosis   (larva)

Hospes Definitif               : Manusia.

Hospes Perantara           : Manusia dan babi

Habitat                                :Usus halus (dewasa), jar subkutis, mata, otak, hati,
paru, otot jantung, rongga perut.

A. Pengertian

Taenia solium (cacing pita babi) adalah cacing pita pipih seperti taenia
saginata yang berwarna putih. Meskipun secara morfologis sangat mirip dengan
T. saginata, T. solium sedikit lebih pendek dan memiliki skoleks (organ lampiran)
yang berbeda. Skoleks T. solium memiliki 4 pengisap besar dengan dua baris
pengait. Cacing pita dewasa tumbuh menjadi sekitar 6 mm lebar dan 2-7 m
panjangnya, dengan sekitar 800 segmen yang disebut proglotida. Saat cacing pita
tumbuh di usus, proglotida matang yang disebut proglotida gravid akan dilepas
keluar tubuh manusia. Setiap proglotida gravid berisi organ reproduksi jantan dan
betina dan 30-40 ribu rumah telur berisi embrio.

T. solium memiliki pola penularan yang sangat mirip dengan T. saginata.


Manusia adalah inang definitif dengan babi sebagai hospes perantara. Infeksi pada
manusia dimulai dengan mengkonsumsi daging babi mentah atau kurang matang
yang terinfeksi. Infeksi Cacing Pita Babi adalah infeksi usus yang disebabkan oleh
cacing pita dewasa Taenia solium. Sistiserkosis merupakan infeksi yang
disebabkan oleh larva dari Taenia solium. Infeksi ini biasa ditemukan di Asia, Uni
Soviet, Eropa Timur dan Amerika Latin. Di Amerika Serikat jarang terjadi,
kecuali di antara kaum pendatang dan para pelancong dari daerah beresiko tinggi.

B. MORFOLOGI

1. Berukuran panjangg kira-kira 2-4 meter dan kadang-kadang sampai 8


meter.
2. Terdiri dari skoleks, leher dan strobila yang terdiri dari 800-1000 ruas
proglotid.
3. Strobila terdiri dari rangkaian proglotid yg belum dewasa (imatur),
dws(matur) dan mengandung telur (gravid).
4. Lubang kelamin letaknya bergantian selang seling pada sisi kanan atau sisi
kiri strobila scr tidak beraturan.

C. DAUR HIDUP
Telur → termakan oleh hospes → embrio keluar dr telur → menembus dinding
usus → saluran getah bening/darah →tersangkut diotot hospes → larva
sistiserkus → daging hospes dimakan manusia (dinding kista dicerna) →
skoleks mengalami eviginasi → melekat pd dinding usus halus → dewasa (3
bulan) → melepas proglotid dengan telur.

D. SIKLUS HIDUP

Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan
induk semang definitif. Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung
telur keluar secara aktif dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses
manusia. Bila inang definitif (manusia) maupun inang antara (sapi dan babi)
menelan telur maka telur yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere)
yang kemudian menembus dinding usus. Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi
darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di
dalam otot tertentu. Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung,
diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot antar tulang
rusuk.
Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis. Taeniasis
adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus
Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya. Taeniasis
pada manusia disebabkan oleh spesies Taenia solium atau dikenal dengan cacing
pita babi, sementara Taenia saginata dikenal juga sebagai cacing pita sapi.

Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia
(sistiserkus) akibat termakan telur cacing Taenia solium (cacing pita babi). Cacing
pita babi dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita
sapi tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia. Sedangkan kemampuan
Taenia asiatica dalam menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti.
Terdapat dugaan bahwa Taenia asiatica merupakan penyebab sistiserkosis di Asia.

Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang
setengah matang yang mengandung sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang
menjadi Taenia dewasa dalam usus manusia. Manusia terkena sistiserkosis bila
tertelan makanan atau minuman yang mengandung telur Taenia solium. Hal ini
juga dapat terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh individu penderita melalui
pengeluaran dan penelanan kembali makanan.

Sumber penularan cacing pita Taenia pada manusia yaitu :

1. Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen


tubuh (proglotid) cacing pita.
2. Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita
(sistisekus).
3. Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.

E. PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS

Cacing dewasa yang berjumlah seekor tidak menyebabkan  gejala klinis.


Bila ada, dapat berupa nyeri ulu hati, mencret, mual, obstipasi dan sakit kepala.

Gejala klinis yang sering diderita, disebabkanoleh larva (sistiserkosis), infeksi


ringan tidak menunjukkan gejala, kecuali yang dihinggapi merupakan alat tubuh
yang penting. Pada manusia, sistiserkus sering menghinggapi subkuti, mata, jar
otak, otot, otot jantung, hati, paru dan rongga perut.

 Pada jaringan otak atau medula spinalis, larva jarang mengalami


kalsifikasi, sehingga menimbulkan reaksi jaringan dan dapat menyebabkan
epilepsi, meningo-ensefalitis gejala yang disebabkan oleh tekanan
intrakranial yang tinggi seperti nyeri kepala dan kelainan jiwa.
Hidrosefalus internus dapat terjadi bila timbul sumbatan aliran cairan
serebrospinal.
 Telur taenia solium (cacing pita babi) bisa menetas di usus halus, lalu
memasuki tubuh atau struktur organ tubuh., sehingga muncul penyakit
Cysticercosis, cacing pita cysticercus sering berdiam di jaringan bawah
kulit dan otot, gejalanya mungkin tidak begitu nyata ; tetapi kalau infeksi
cacing pita Cysticercus menjalar ke otak, mata atau ke sumsum tulang
akan menimbulkan efek lanjutan yang parah. Infeksi oleh cacing pita
genus Taenia di dalam usus biasanya disebut Taeniasis. Ada dua spesies
yang sering sebagai penyebab-nya, yaitu Taenia solium dan Taenia
saginata. Menurut penelitian di beberapa desa di Indonesia, angka infeksi
taenia tercatat 0,8–23%., frekuensinya tidak begitu tinggi. Namun
demikian, cara penanganannya perlu mendapat perhatian, terutama kasus-
kasus taeniasis Taenia solium yang sering menyebabkan komplikasi
sistiserkosis. Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging babi
atau sapi yang mentah atau setengah matang dan me-ngandung larva
cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu menjadi dewasa dan dapat
menyebabkan gejala gastero- intestinal seperti rasa mual, nyeri di daerah
epigastrium, napsu makan menurun atau meningkat, diare atau kadang-
kadang konstipasi. Selain itu, gizi penderita bisa menjadi buruk se-hingga
terjadi anemia malnutrisi. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan
eosinofilia. Semua gejala tersebut tidak spesifik bahkan sebagian besar
kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).
F. DIAGNOSIS

 Dengan menemukan telur dan proglotid


 Dengan sistiserkosis dapat dilakukan dengan :

1. Ekstirpasi benjolan.
2. Radiologi dengan CTscan.
3. Deteksi antibody

Pada infeksi cacing dewasa, telur bisa ditemukan disekeliling dubur atau
di dalam tinja. Proglotid atau kepala cacing harus ditemukan di dalam tinja dan
diperiksa dengan mikroskop untuk membedakannya dari cacing pita lainnya.
Kista hidup di dalam jaringan (misalnya di otak) dan bisa dilihat dengan CT atau
MRI. Kadang-kadang kista bisa ditemukan pada pemeriksaan laboratorium dari
jaringan yang diambil dari bintil di kulit. Juga bisa dilakukan pemeriksaan
antibodi terhadap parasit.

G. Pencegahan

 Kehidupan penduduk yang dipengaruhi tradisi kebudayaan dan agama


sangat penting. Pada orang-orang yang bukan islam biasanya
mengkonsumsi babi.
 Cara terbaik untuk mengendalikan cacing pita ini adalah dengan makan
daging babi yang dimasak sepenuhnya.
 Kebersihan pribadi dan pencegahan terhadap kontaminasi tinja dengan
makan daging babi juga memainkan peranan besar dalam pencegahan
mendapatkan parasit.

H. Pengobatan

Untuk pengobatan  T. solium dapat digunakan prazikuantel dan untuk


larvanya digunakan obat prazikuantel, albendazol atau dilakukan pembedahan.

Anda mungkin juga menyukai