Hospes
Hospes definitif manusia dan cacing dewasa berada dalam jejunum bagian atas, Hospes
intermediat dapat terjadi pada manusia, babi, babi hutan, beruang, monyet, unta, anjing, domba, kucing
dan tikus. Nama penyakit yang disebabkannya disebut taenisiasis solium. Distribusi geografik secara
kosmopolit, umumnya penduduk beternak babi dinegara-nega seperti: Eropa, Amerika latin, Amerika
Utara, Cina, India, beberapa daerah di Indonesia (negara islam jarang/tdk ditemukan).
Keterangan: Manusia merupakan hospes definitifs dari Taenia saginata dan Taenia solium. Telur atau
proglotid gravid bersama tinja ; telur dapat bertahan selama beberapa hari sampai bulan dalam
lingkungan. Sapi (T. saginata) dan babi (T. solium) akan terinfeksi karena makan rumput yang
terkontaminasi dengan telur atau proglotid gravid . Dalam usus binatang menghasilkan oncospheres
, menginvasi dinding usus, dan bermigrasi ke jaringan otot untuk berkembang menjadi sistesirkus.
Sistesirkus akan bertahan beberapa tahun dalam tubuh binatang tersebut. Manusia akan terinfeksi bila
memakan daging yang tidak dimasak sempurna yang mengandung sistesirkus (bovis; sapi / selolusa;
babi) . Dalam usus manusia sistesirkus berkembang lebih 2 bulan untuk menjadi cacing pita dewasa,
yang akan dapat bertahan beberapa tahun. Cacing pita dewasa menyerang usus halus menggunakan
skoleksnya dan menetap di usus halus .
Aspek Klinis
Gejala klinis disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Dewasa; (tidak berarti), iritasi ringan
dipelekatan, nyeri ulu hati, sakit kepala, anoreksia. Gejala abdominal; diare, konstipasi, rasa lapar, mual
dan indigesti. Kasus berat jika skoleks menembus dinding usus menyebabkan peritonitis atau obstruksi.
Larva sistisirkus cellulose; tergantung di organ mana; jaringan subkutan, otak, mata, otot polos, otot
jantung, hati, paru dan peritonium. Larva di Jaringan dapat terjadi kalsifikasi (tidak menggejala),
dimungkinkan terjadi pseudohipertrofi otot, demam tinggi dan eosinofilia. Larva di otak dapat terjadi
epilepsi, meningoensefalitis, kelainan mata, mungkin hidrosefalus.
Diagnosis
1. menemukan telur dan dewasa di tinja
2. Perlu perhatian :
• Telur tidak dapat dibedakan dengan T.saginata
44
Buku Ajar Helmintologi Medik
• Perlu pemeriksaan proglotid gravid
• Uterus dan percabangan tdk terlihat jelas tanpa proses clearing dan penyuntikan tinta india atau
zat warna lain
Pengobatan
Cara pengobatan cacing :
1. Pengamanan
o Sehari sebelum terapi : pengosongan lambung dan makan yang cair
o Selama hari terapi : puasa dan pengurasan isi lambung lagi,
2. Pemberian obat
o Jika perlu diberi antimetik : mencegah penderita muntah
o 1 – 2 jam dicahar lagi untuk mengeluarkan cacing yang sudah lemah
o Agar efektif lakukan pengulangan terapi setelah 2 mingggu dan 3 bulan
o Keberhasilan terapi : penemuan skoleks dalam feses
3. Jenis obat yang dapat digunakan
o Niklosamid (cacing keluar tdk utuh)
o Mepakrin (pada orang dewasa) cacing keluar utuh
o Tradisional: biji labu dan pinang
45
Buku Ajar Helmintologi Medik
2. Taenia saginata (beef tapeworm)
Cacing pita dari sapi telah dikenal sejak dahulu, akan tetapi identifikasi cacing tersebut baru
menjadi jelas setelah tahun 1782, karena karya GOEZE dan LEUCKART. Sejak saat itu, diketahui
adanya hubunga antara infeksi cacing Taenia saginata dengan larva sistiserkus bovis, yang ditemukan
pada daging sapi. Bila seekor anak sapi diberi makan proglotid gravid cacing Taenia saginata, maka
pada dagingnya akan ditemukan sistiserkus bovis.
Hospes
Hospes definitif adalah manusia, dan cacing dewasa berada di jejunum bagian atas, Hospes
intermediat golongan herbivora, famili Bovidae (sapi dan kerbau). Nama penyakitnya disebut taenisiasis
saginata. Distribusi geografik secara kosmopolit, di Indonesia (parasit penting).
Distribusi cacing tersebut adalah kosmopolit, didapatkan di Eropa, Timur Tengah, Afrika (
prevalensi > 50 % ), Asia, Amerika Utara, Amerika Latin ( di daerah peru tahun 1975 yang terinfeksi
41,32 %, tahun 1986 25.32 %, dan dekade terakhir sekitar 5,94 % ), Rusia dan juga Indonesia, yaitu
daerah Bali, Jakarta dan lain – lain.
Aspek Klinis
Gejala klinis ringan, umumnya terjadi malaise, terutama karena ditimbulkan oleh gerakan proglotid
di usus dan anus. Sering terjadi: diare, nyeri, lapar, berat badan menurun, dan appendisitis. Gejala klinis
berat jika skoleks nyasar ke appendiks atau terjadi ileus karena obstruksi intestinal akut. Larva sistisirkus
bovis jarang ditemukan dalam jaringan otot dan limfe mesentrium manusia.
Diagnosis
Dengan menemukan telur dan bagian cacing. Diagnosis laboratorium secara Serologik dengan
cara elisa (menggunakan antigen hydatigena). Dalam pemeriksaan laboratorium perlu diperhatikan:
46
Buku Ajar Helmintologi Medik
1. Telur tidak dapat dibedakan dengan T.solium
2. Perlu pemeriksaan proglotid gravid
3. Uterus dan percabangan tidak terlihat jelas tanpa proses clearing (lactofenol) dan penyuntikan tinta
india atau zat warna lain.
47
Buku Ajar Helmintologi Medik
3. Diphyllobotrium latum (cacing pita ikan)
Cacing pita ikan (fish tapeworm) dikenal sebagai spesies yang berbeda sejak tahun 1602 oleh
Plater di Switzerland. Dengan adanya deskripsi skoleks yang jelas pada tahun 1977 Bonnet dapat
membedakan cacing ini dari cacing pita babi T.solium. Cacing ini pertama kali diperikasa di Amerika oleh
Wemland pada tahun 1858 dan selanjutnya oleh Leidy pada tahun 1879 pada penderita yang mendapat
infeksi di Eropa. Perkembangan fokus endemik di Amerika Utara oleh imigran yang terinfeksi pertama
kali dilaporkan pada tahun 1906. Ini menggambarkan transpalansi parasit dari Old World ke lingkungan
baru.
Kasus autokton digambarkan di Filipina pada tahun 1935 dan dilaporkan 2 kasus dari 141
penduduk asli di Formosa pada tahun 1063. Kondisi endemik terjadi di Papua Nugini.
Hospes
Hospes definitifnya manusia, anjing, kucing, srigala, anjing laut, beruang, anjing hutan dan hewan
pemakan ikan. Cacing dewasa dalam tubuh manusi berada dalam usus halus. Terdapat 2 hospes
intermediat, yaitu Hospes intermediat I berupa genus copepoda (cyclops sp dan Diaptomus sp) dan
Hospes intermediat II berupa ikan air tawar. Nama penyakit yang disebabkannya disebut difilobotriasis.
Distribusi geografik di antaranya negara-negara; Amerika, Kanada, Eropa Tengah, Afrika Tengah,
Malaysia, Siberia dan Jepang.
48
Buku Ajar Helmintologi Medik
Gambar 15. Siklus Diphylobothrium latum
Aspek Klinis
Umumnya tidak berat, efek patogenik terjadi karena faktor stadium parasit, produk metabolit, zat yang
diserap oleh cacing. Kemungkinan gejala ; diare, napsu makan berkurang, Berat Badan turun dan
malaise. Cacing dewasa di jejunum kadang-kadang menimbulkan anemia hiperkhrom makrositer/anemia
pernisiosa, dan defisiensi vitamin B12.
Diagnosis
Menemukan telur di tinja. Telur saat keluar belum mengandung embrio, dan jika sulit melihat operkulum,
dect glass ditekan. Operkulum dilihat jelas dengan pengurangan sinar. Selain menemukan telur diagnosis
juga dapat ditegakkan dengan menemukan proglotid berbentuk rangkaian (beberapa inci s/d beberapa
kaki).
Pengobatan
1. Niklosamid, prazikuantel atau bitionol
2. Atabrin (mengobati anemia)
3. Jika 2 jam setelah pengobatan cacing tidak keluar, disarankan beri pencahar.
49
Buku Ajar Helmintologi Medik
Epidemiologi dan Pencegahan
Penyebaran alamiah pada mamalia (manusia jarang) Infeksi terjadi karena mengkonsumsi ikan air
tawar. Manusialah yang utamanya bertanggung jawab atas terbentuknya dan menetapnya fokus endemi.
Di daerah endemi, anjing, kucing, dan kadang-kadang mamalia buas pemakan ikan, menunjukkan infeksi
berat, tetapi binatang ini relatif tidak penting, kecuali dalam penyebaran infeksi ini di daerah-daerah yang
tidak ada penduduknya. Pembuangan air kotor yang tidak mencukupi, adanya hospes perantara di dalam
air tawar yang sesuai, dan kebiasaan makan ikan mentah atau setengah matang, menyebabkan
timbulnya dan menetapnya daerah endemi.
Penyelidikan epidemiologi menunjukkan bahwa daerah-daerah di Amerika Utara menjadi
bertambah terjangkit. Faktor terpenting yang menyebabkan bertambahnya infeksi di daerah itu adalah
kebiasaan untuk membiarkan tinja segar memasuki air tawar. Ikan-ikan didalam danau yang tidak
termasuk danau-danau besar (Great Lakes) di Amerika Serikat bagian Utara dan Tengah dan Canada,
sering menderita infeksi berat. Infeksi dengan cacing ini kebanyakan terdapat pada Rusia, Finlandia, dan
skandinavia, yang mempunyai kebiasaan makan ikan mentah atau ikan yang tidak dimasak sempurna.
Pencegahan dengan cara menghindari pencemaran air, memasak ikan sempurna, dan tidak
memberi anjing/kucing ikan mentah.
50
Buku Ajar Helmintologi Medik
Spargonosis
Spargonois adalah infeksi yang disebabkan oleh larva cacing golongan Diphyllobothrium sp,
Sparganum (pleroserkoid). Hospes depenitif adalah anjing dan kucing. Hopes intermediat I berupa
golongan cyclops sp mengandung pleroserkoid, dan hospes intermediate II adalah manusia
(sparganum). Larva cacing (sparganum) berada dalam tubuh manusia pada jaringan otot dan fasia dan
larva ini tidak dapat menjadi dewasa.
Manusia terinfeksi karena minum air mentah yang ada cyclops spnya dan mengandung
pleroserkoid, atau karena makan daging hewan (sparganum), seperti katak, tikus, dan ular atau karena
digunakan sebagai bahan obat luka, sehingga larva dapat masuk melalui kulit yang luka tersebut.
Diagnosis
Menemukan larva di organ yang mengalami kelainan dan dengan melakukan percobaan hewan.
Pengobatan
Pengobatan efektif dengan cara pembedahan
Epidemiologi
Secara epidemiologi tersebar diberbagai negara di antaranya; Amerika Utara, Amerika Selatan, Afika,
Eropa, Australia, Jepang, Indonesia
Pencegahan
Upaya pencegahan yang dilakukan terutama pada daerah endemik dengan cara air minum dimasak dan
disaring.
51
Buku Ajar Helmintologi Medik
4. Hymenolepis nana
Hymenolepis nana adalah salah satu spesies dari cestoda yang paling sering menginfeksi
manusia, khususnya usia anak sekolah. Hymenolepiasis paling sering ditemukan pada daerah beriklim
kering dan hangat diseluruh dunia, dan penularan dari faeces melalui hand-to-mouth.
Hymenolepis nana disebut juga sebagai Hymenolepis fraterna, atau Taenia murina, atau Taenia
nana, dan nama penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut Hymenolepiasis nana atau Dwarf tape
Worm infection, terutama menyerang anak-anak dengan higiene yang jelek.
Aspek klinik
Manusia biasanya terinfeksi Hymenolepis nana karena termakan telur infektif, kebanyakan
ditemukan melalui infeksi langsung secara fecal–oral. Telur masuk dan sampai pada ileum dimana akan
pecah menjadi onchosphere (larva form), kemudian melakukan penetrasi pada lamina propria dari villus.
Kurang lebih 3-4 hari, larva matang menjadi preadult cysticercoid, selanjutnya akan memasuki gut lumen
dan menetap pada mucosa dari villus. Cacing dewasa berukuran panjang 35-45 mm dan terdiri dari 150-
200 proglottid, terjadi tidak lebih dari 3 minggu.
Pelepasan dari proglotids gravid menghasilkan ratusan telur infektif, diantaranya ada yang
melakukan penetrasi pada lapisan filus dari usus dan sebagian lagi dikeluarkan lewat faeces.
Adakalanya, rodent dapat menelan telur dalam faeces dan menjadi incidensial host dan reservoir untuk
penyebaran infeksi. Walaupun infeksi biasanya tidak menimbulkan gejala berarti/asymptomatic,
autoinfeksi dapat memberikan gejala yang dikarenakan oleh beban parasit yang berat (banyak), seperti
enteritis catarrhal, pernah dilaporkan infeksi dengan 2000 cacing.
infeksi ringan tidak menimbulkan gejala atau hanya gangguan perut yang tidak nyata. Pada infeksi
yang cukup berat terdapat gejala : Astheni (pada anak-anak), berkurangnya berat badan, kurang nafsu
makan, Insomnia, sakit perut dengan atau tanpa diare, anoreksi, muntah, pusing, sakit kepala, gangguan
syaraf, manifestasi alergi bila supersensitive, mungkin ada anemi sekunder dengan eosinofilia setinggi 4–
16 %. Karena anak-anak dapat langsung menginfeksi diri sendiri, sekali-kali infeksinya dapat berwujud
sebagai infeksi berat dengan diare yang disertai darah, sakit perut dan gejala sistemik yang berat.
Diagnosa
Pemeriksaan mikroskopik ditemukan adanya telur dalam tinja, dan secara makroskopis dapat
ditemukan cacing dewasa dalam tinja.
Pengobatan
Obat anti taenia tidak begitu berhasil seperti pada pengobatan pada cacing pita besar, dan prinsip
dari pengobatan yaitu 2 jam setelah terapi teratur, harus diberi laxant untuk mengeluarkan cacing-cacing
yang mati dan mengontrol jumlah skolek yang keluar. Beberapa jenis obat yang dapat diberikan di
antaranya adalah :
1. Atabrin atau kuinakrin – HCl adalah obat yang terbaik, dengan dosis : Dewasa 0,8 gr, dosis tunggal,
dapat dibagi dengan interval ½ jam untuk mengurangi nausea.
53
Buku Ajar Helmintologi Medik
2. Anak-anak : Berat badan Dosis
20 – 30 kg 0,4 gr
30 – 40 kg 0,6 gr
lebih 45 kg 0,8 gr
3. Yomisan
4. Humatin = Paromonycine dengan dosis 50 mg/kg BB selama 5 hari
5. Pada beberapa kasus dapat diberikan Praziquantel
Epidemiologi
1. Amerika: infeksi paling banyak terjadi dibagian tenggara (Southeast), dengan 1% dari anak sekolah
dalam satu sekolah dan antar anak. Dimana lebih dari 200,000 specimen yang diperiksakan
dilaboratorium untuk analisa adanya telur dan cacing dewasa pada tahun 1987, 0,4% diantaranya
adalah positif H.nana. Karena kebanyakan infeksi bersifat asymptomatic, kasus sesungguhnya
mungkin lebih tinggi.
2. Internasional: infeksi banyak terjadi pada anak usia 4-10 tahun, diwilayah dengan keadaan kering
dan hangat diseluruh dunia. H nana menginfeksi jutaan orang diseluruh dunia, khususnya anak-anak.
Rata-rata infeksi dibanyak wilayah bervariasi, yaitu berkisar 0.1-58%. Wilayah dengan infeksi tinggi
diantaranya adalah Sicily (46%), Argentina (34% dari anak sekolah), dan wilayah selatan dari negara-
negara bekas uni sovyet (26%).
Pencegahan
Pencegahan sukar dilakukan karena penularan terjadi secara langsung dan hanya satu hospes
yang terlibat dalam lingkaran hidupnya. Pemberantasan terutama pada terapi dini pada penderita,
perbaikan kebiasaas kebersihan (personal hyangiene) pada anak-anak, sanitasi lingkungan,
menghindarkan makanan dari kontaminasi, pemberantasan hewan pengerat (rodent) dan pendidikan
kesehatan terutama dalam pembuangan faeces.
54
Buku Ajar Helmintologi Medik
Rangkuman
Cestoda berdasarkan tempat hidupnya dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu; cestoda
intestinal (usus) dan cestoda jaringan. Cestoda intestinal yang penting dalam bidang medik adalah
Diphyllobothrium.latum, Taenia.saginata, Taenia solium (penting di Indonesia), Hymenolepis nana,
Hymenolepis diminuta, dan Diphylidium caninum. Hospes difinitif cestoda intestinalis adalah manusia dan
hewan mamalia tertentu. seluruh cestoda mempunyai hospes perantara, kecuali H.nana tidak ada
hospes perantara dan Diphyllobathrium latum mempunyai 2 hospes perantara. seluruh cestoda intestinal
tersebar di seluruh dunia atau bersifat kosmopolit, kecuali D.latum hanya terdapat dibeberapa negara.
Sedangkan cestoda jaringan umumnya golongan cestoda dalam bentuk larva, yang hidupnya di dalam
jaringan hospes, terdiri dari beberapa spesies yang penting dalam parasitologi kedokteran, di antaranya
adalah ; Echinococcus granulosus, Echinococcus multicularis, dan Multiceps multiceps.
Cestoda intestinalis tubuhnya terdiri dari skoleks, leher dan strobila, yang berbeda menurut
spesies. Ukuran tubuh paling panjang dapat mencapai 25 meter (T.saginata) dan paling pendek seperti
benang dan ukurannya hanya beberapa milimeter (E.granulosusu).
Telur cestoda intestinal berbeda menurut spesies, (T.saginata dan T.solium sulit dibedakan)
seluruhnya dapat ditemukan dalam tinja. Bentuk infektif larva cestoda intestinal adalah
pleroserkoid/sparganum (D.latum), sistesirkus (T.solium dan T.saginata), sistesirkoid (H.diminuta dan
D.latum) Cestoda intestinalis dewasa seluruhnya hidup di usus halus.
Gejala yang timbul oleh cestoda intestinalis umumnya disebabkan oleh cacing dewasa. Oleh larva
terjadi pada D.latum (spargonoisis) dan T.solium (sistesirkosis). Diagnosis infeksi oleh cestoda intestinal
ditegakkan dengan menemukan telur, proglotid dan skoleks yang keluar bersama tinja. Diagnosis
serologik yang dapat digunakan adalah tes IEP maupun DD (T.solium) dan Elisa (T.saginata)
Obat yang digunakan untuk penyembuhan infeksi cestoda intestinalis adalah niklosamid,
prazikuantel, atabrin, bitionol dan diklorpen. Pencegahan penderita infeksi cestoda intestinalis dilakukan
dengan pengobatan, peningkatan higiene dan sanitasi lingkungan, terutama pencemaran tinja, memasak
daging dengan sempurna, memberantas hospes reservoir (hewan pengerat), memberantas pinjal dengan
inteksida.
Latihan 4
1. Sebutkan morfologi utama tiap spesies cestoda usus.
2. Jelaskan sifat tiap spesies cestoda usus.
3. Jelaskan aspek klinis tiap spesies cestoda usus.
4. Jelaskan siklus hidup tiap spesies nematoda intetinalis.
5. Jelaskan penyebaran penyakit tiap spesies cestoda usus.
6. Jelaskan cara diagnosa laboratorium tiap spesies cestoda usus.
7. Jelaskan cara pengobatan dan pencegahan tiap spesies cestoda usus.
8. menunjukkan perbedaan tiap spesies cestoda usus.
55
Buku Ajar Helmintologi Medik