Anda di halaman 1dari 13

ASSALAMU’ALAIKUM

Kelompok 5
 1. Ahmad Fauzan Dainiza (P23133117002)
 2. Alfanda Dwi (P23133117003)
 3. Nindia Saputri (P23133117026)
 4. Yara Nadya Almira (P23133117040)
A. Agen Penyebab Penyakit Taeniasis

 Taeniasis adalah penyakit cacing pita yang disebabkan oleh cacing


Taenia dewasa, sedangkan sistiserkosis adalah penyakit pada jaringan
lunak yang disebabkan oleh larva dari salah satu spesies cacing Taenia
yaitu spesies Taenia Solium.
 Induk semang definitif dari T. saginata, T. solium dan T. asiatica hanya
manusia, kecuali T. solium dan T. asiatica manusia juga berperan
sebagai induk semang perantara. Sedangkan, babi adalah induk semang
perantara untuk T. solium dan sapi adalah induk semang perantara
untuk T. saginata. Adapun induk semang definitif dari cacing Taenia
selain ketiga spesies tersebut adalah hewan carnivora (anjing/ kucing).
B. Cara Penularan dan Siklus Hidup

 Untuk kelangsungan hidupnya cacing Taenia spp. memerlukan 2 induk semang


yaitu induk semang definitif (manusia) dan induk semang perantara (sapi untuk T.
saginata dan babi untuk T. solium). T. saginata tidak secara langsung ditularkan
dari manusia ke manusia, akan tetapi untuk T. solium dimungkinkan bisa
ditularkan secara langsung antar manusia yaitu melalui telur dalam tinja manusia
yang terinfeksi langsung ke mulut penderita sendiri atau orang lain. Siklus hidup
cacing T. Di dalam usus manusia yang menderita Taeniasis (T. saginata) terdapat
proglotid yang sudah masak (mengandung embrio). Apabila telur tersebut keluar
bersama feses dan termakan oleh sapi, maka di dalam usus sapi akan tumbuh dan
berkembang menjadi onkoster (telur yang mengandung larva). Larva onkoster
menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limpa,
kemudian sampai ke otot/daging dan membentuk kista yang disebut C. bovis
(larva cacing T. saginata).
C. Karakteristik Penyakit Taeniasis
Sebagian besar penderita taeniasis tidak menunjukkan tanda atau gejala. Kondisi
ini baru dapat diketahui saat melihat keberadaan cacing pada tinja. Cacing pita sering
terilhat dalam bentuk yang datar dan persegi panjang, berwana kuning pucat
atau putih, dengan ukuran seperti sebutir beras. Terkadang cacing juga dapat
menyatu bersama dan membentuk rantai yang panjang. Keberadaan cacing tersebut
dapat berpindah-pindah.
Gejala yang dapat muncul pada infeksi cacing pita di usus adalah:
 Mual
 Nafsu makan menurun.
 Diare.
 Sakit perut.
 Ingin mengonsumsi makanan yang asin.
 Penurunan berat badan akibat gangguan dalam penyerapan makanan.
 Pusing.
Sementara itu, gejala infeksi berat, di mana telur cacing sudah
berpindah keluar dari usus dan membentuk kista larva pada jaringan
tubuh dan organ lainnya, adalah:
 Sakit kepala.
 Reaksi alergi terhadap larva.
 Gejala pada sistem saraf, seperti kejang.
 Terbentuk benjolan
D. Riwayat Perjalanan Penyakit

Tahap Prepatogenesis
 Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih
diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk
kedalam tubuh pejamu.
Tahap Patogenesis
A. Tahap Inkubasi
 Pada tahap ini telur cacing masuk kedalam tubuh manusia tetapi belum muncul gejala gejala penyakit,
masa inkubasi nya 1-2 bulan.
B. Tahap Dini
 Mulai muncul gejala gejala awal penyakit cacingan seperti, Rasa gatal hebat di sekitar anus, rewel,
kurang tidur akibat gatal yang sangat hebat, nafsu makan berkurang.
C. Tahap Lanjut
 Pada tahap ini penyakit kremian semakin hebat menimbulkan infeksi atau iritasi pada kulit sekitar anus
Tahap akhir / Pasca Patogenesis
 Sembuh Sempurna
 Apabila diobati secara teratur maka, telur telur cacing dan cacing dalam usus akan hancur terbawa
feses, yang dikeluarkan
E. Epidemiologi Penyakit Taeniasis

 Penyakit Taenia, sp. tersebar secara luas di seluruh dunia.


Penyebaran Taenia,sp. dan kasus infeksi akibat Taenia tersebut lebih
banyak terjadi di daerah tropis hal ini karena daerah tropis memiliki
curah hujan yang tinggi dan iklim yang sesuai untuk perkembangan
parasit ini. Taeniasis dan sistiserkosis akibat infeksi cacing pita
babi Taenia solium merupakan salah satu zoonosis di daerah yang
penduduknya banyak mengkonsumsi daging babi dan tingkat 
sanitasilingkungannya masih rendah, seperti di Asia Tenggara, India
, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. Adapun kasus infeksi cacing
pita Taenia di negara tropis dapat dilihat pada Tabel.
Negara Kasus

Taiwan,Cina 1.661 orang penderita taeniasis.

Brazil 0,1-0,9 % kejadian sistiserkosis pada manusia.

Thailand 5,9% dari 1450 orang positif taeniasis.

Taeniasis/sistiserkosis terutama ditemukan di Papua, Bali dan Sumatera Utara. Selain itu ditemukan di NTT, Lampung, 


Indonesia
Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Jawa Timur.

Laos Kejadian taeniasis mencapai 14%


F. Peran Lingkungan Terhadap Penyakit Taeniasis

 Lingkungan yang bersih sangat diperlukan untuk memutuskan siklus hidup Taenia karena
lingkungan yang kotor menjadi sumber penyebaran penyakit. Pelepasan telur Taenia dalam
feses ke lingkungan menjadi sumber penyebaran taeniasis/sistiserkosis. Faktor risiko
utama transmisi telur Taenia ke babi yaitu pemeliharaan babi secara ekstensif, defekasi
manusia di dekat pemeliharaan babi sehingga babi memakan feses manusia dan
pemeliharaan babi dekat dengan manusia. Hal yang sama juga berlaku pada transmisi telur
Taenia ke sapi. Telur cacing ini dapat terbawa oleh air ke tempat-tempat lembap sehingga
telur cacing lebih lama bertahan hidup dan penyebarannya semakin luas.
G. Upaya Pengendalian Penyakit Taeniasis

Pengendalian Taenia solium dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidupnya. Pemutusan


siklus hidup cacing Taenia solium dilakukan dengan :
 Menekan sumber infeksi pada hewan ternak (kususnya pada babi).
 Untuk mengurangi kemungkinan infeksi oleh Taenia ke manusia.
 Lingkungan yang bersih sangat diperlukan untuk memutuskan siklus hidup Taenia.
 Kontrol penyakit akibat Taenia dilingkungan dapat dilakukan melalui peningkatan sarana
sanitasi dan pencegahan konsumsi daging yang terkontaminasi.
 Pencegahan Taeniasis yang utama adalah menghilangkan sumber infeksi dengan
mengobati semua penderita.
 Pemeriksaan daging oleh dokter hewan pun harus dilakukan sehingga masyarakat tidak
mengkonsumsi daging yang mengandung kista selain itu perlu dilakukan penyuluhan
mengenai bahaya mengkonsumsi daging yang mengandung kista.
 Di beberapa daerah di tanah air yang memiliki kebiasaan memakan daging setengah
matang atau mentahpun perlu dilakukan penyuluhan untuk menghilangkan kebiasaan
tersebut.
H. Diagnosis dan Pengobatan Penyakit Taeniasis

 Untuk mendiagnosis taeniasis, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan, yaitu:


 Analisis sampel tinja. Sampel tinja diambil untuk diteliti di laboratorim menggunakan
mikroskop guna mengidentifikasi keberadaan telur atau bagian tubuh cacing pita pada
tinja. Sampel telur cacing pita juga dapat diambil dari area anus.
 Tes darah lengkap. Tes ini bertujuan untuk melihat antibodi dalam tubuh yang bereaksi
terhadap infeksi cacing pita.
 Uji pencitraan. Dokter bisa menggunakan beberapa tes pencitraan, seperti CT scan, foto
Rontgen, MRI, atau USG, guna mengidentifikasi infeksi berat.

Anda mungkin juga menyukai