Anda di halaman 1dari 4

JURNAL ONE HEALTH

A water-focused one-health approach for early


detection and prevention of viral outbreaks

Disusun Oleh:
Fiadwita Nia Ifriana 03014070
Nur Anniesa I. Imran 03014147
Vonny Indah Pratiwi 03014197

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PERIODE 10 JUNI – 16 AGUSTUS 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RANGKUMAN

Taeniasis adalah penyakit parasiter yang disebabkan oleh cacing pita dari genus Taenia dan
infeksi oleh larvanya disebut Sistiserkosis. Beberapa spesies Taenia bersifat zoonosis dan manusia
sebagai host, perantara atau keduanya. Manusia adalah induk host untuk Taenia solium, T. saginata
dan T. asiatica, akan tetapi untuk Taenia solium dan T. asiatica, manusia berperan sebagai
perantara. Hewan, seperti babi adalah perantara untuk T. solium dan T. asiatica, dan sapi sebagai
perantara untuk T. saginata. Manusia dapat terinfeksi Taeniasis dengan memakan daging sapi atau
daging babi yang mengandung larva (sistiserkus). Penularan sistiserkosis dapat melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh telur cacing Taenia spp. Penularan juga bisa terjadi secara
autoinfeksi akibat kurangnya kebersihan. Diagnosis taeniasis berdasarkan penemuan telur cacing
atau proglotid dalam feses manusia. Diagnosis pada hewan hidup dapat dilakukan dengan palpasi
pada lidah untuk menemukan adanya kista atau benjolan. Uji serologik bisa juga membantu dalam
mendiagnosis sistiserkosis pada manusia ataupun hewan. Cacing pita dewasa di dalam usus dapat
dibunuh dengan pemberian obat cacing dan pencegahannya dengan menghindari daging mentah
atau daging yang kurang matang, baik daging babi untuk T. solium dan T. asiatica, dan daging
sapi untuk T. saginata. Selain itu, untuk mencegah terjadinya infeksi Taenia solium, T. saginata
atau T. asiatica, ternak babi ataupun sapi dijauhkan dari tempat pembuangan feses manusia.
Sistiserkosis Taenia solium adalah penyakit populasi babi dan manusia yang dianggap endemik di
banyak negara berkembang di Amerika Latin, Afrika, dan Asia Tenggara yang berdampak serius
pada kesehatan masyarakat dan pertanian. Penelitian ini melakukan analisis komparatif mendalam
dari beberapa literatur tentang situasi penyakit dan faktor-faktor predisposisi di negara-negara
tertentu yang merupakan negara dengan industri babi yang terus berkembang. Penularan, metode
diagnosis dan strategi pengendalian yang dipekerjakan dari infeksi T. solium pada populasi babi
dan manusia di negara-negara ini juga dibahas. Pengetahuan yang terbatas tentang porcine
cysticercosis (PC) oleh berbagai pemangku kepentingan yang diharapkan menjadi kunci dalam
kontrol penyakit ini telah menurunkan kemampuan untuk menghilangkan kondisi yang berpotensi
untuk di eradikasi ini. Tempat produksi babi yang buruk, kebersihan yang buruk, dan sanitasi juga
penting dalam pemeliharaan siklus hidup T. solium. Kesenjangan utama yang diidentifikasi dalam
ulasan ini termasuk sedikit informasi terbaru tentang prevalensi PC pada babi dengan hampir tidak
adanya laporan tentang kondisi pada manusia di sebagian besar negara berkembang. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pola infeksi dan bagaimana mereka berinteraksi di berbagai tingkat rantai
nilai babi belum diteliti secara mendalam. Informasi tentang dampak sosial ekonomi dan kesehatan
masyarakat tidak memadai dan tidak terkini.

PENDAPAT

Beberapa usaha dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat Taeniasis di masyarakat dan salah
satunya adalah dengan cara pendekatan One Health. Upaya yang dapat dilakukan berupa:

1. Memberikan informasi yang tepat tentang epidemiologi T. solium sistiserkosis kepada


pemangku kepentingan termasuk petani, konsumen, pembuat kebijakan pemerintah, komite yang
terlibat dalam alokasi sumber daya dan lembaga pelatihan.

2. Melakukan survei epidemiologis yang luas pada babi dan manusia di berbagai daerah untuk
mengetahui pola sosio-demografis yang bervariasi dan faktor predisposisi penyakit.

3. Sektor medis dan veteriner melakukan studi bersama mengenai prevalensi nasional dan program
pelaporan pengawasan. Program-program ini harus melibatkan penggunaan informasi terkini yang
sangat spesifik dan alat diagnostik yang sensitif, serta prosedur manajemen klinis sesuai dengan
rekomendasikan oleh ITFDE dan dicatat dalam pedoman WHO / FAO / OIE

4. Pengawasan pada pemberian obat yang sesuai, penggunaan dosis dan penilaian terhadap
dampak intervensi yang dilaksanakan oleh praktisi medis atau dokter hewan.

5. Instansi pemerintah untuk kesehatan hewan dan manusia memberikan penyuluhan kesehatan
mengenai risiko dan pencegahan taeniosis dan cysticercosis T. solium.

6. Penetapan standar untuk kelayakan konsumsi daging, serta penyediaan keahlian veteriner
tentang peningkatan praktik peternakan babi dan penyembelihan akan sangat membantu dalam
mitigasi T. solium cysticercosis.

Anda mungkin juga menyukai