Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan Penyakit yang disebabkan cacing banyak diderita orang di Indonesia.

Sekitar 60% orang menderita penyakit yang disebabkan oleh cacing dan sebagian besar adalah anak usia 5-14 tahun. Salah satunya adalah cacing pita atau penyakit yang dikenal sebagai taeniasis. Taeniasis adalah suatu penyakit yang endemik pada beberapa daerah tertentu, terutama negara-negara berkembang. Penyakit ini adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing dengan genus Taenia. 2 cacing dari genus tersebut yang dikenal menyebabkan penyakit adalah Taenia saginata (cacing pita sapi) dan Taenia solium (cacing pita babi). Cacing pita sapi atau Taenia saginata mempunyai hubungan erat dengan larva sisterkus bovis yang ditemukan pada daging sapi. Hospes definitif cacing ini adalah manusia sementara gewan dari famili Bovidae seperti sapi, kerbau merupakan hospes perantara. Species ini menyebabkan penyakit taeniasis saginata.1 Cacing pita dari daging babi atau Taenia solium stadium larvanya merupakan cacing gelembung yang didapatkan pada daging babi. Hospes definitif cacing ini adalah manusia sementara hospes perantaranya adalah babi. Namun pada cacing dewasa, manusia itu sendiri juga bisa menjadi hospes perantara. Pada stadium larva penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut sisterkosis.1

Anamnesis Anamnesis merupakan dialog yang dilakukan oleh pasien dengan dokter yang berisi tentang data diri pasien tersebut meliputi:
o

Data pribadi pasien tersebut: hal ini penting untuk mengetahui hubungan penyakit yang diderita pasien dengan data pribadi pasien tersebut seperti pekerjaan, tempat tinggal pasien tersebut.2

Riwayat penyakit sekarang: merupakan hal-hal yang ditanyakan oleh dokter mengenai hal-hal yang berhubungan dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien tersebut datang untuk berobat ke dokter seperti:2 o Berapa lama atau sejak kapan pasien tersebut telah mengalami keluhan tersebut. o Frekuensi keluhan tersebut dialami o Lama waktu gangguan tersebut dialami o Apa sudah mencoba meminum obat sebelumnya

Riwayat penyakit terdauhulu: adalah riwayat penyakit yang dialami pasien yang mungkin memiliki hubungan dengan penyakit yang dialaminya saat datang ke dokter Riwayat pribadi: adalah hal-hal yang biasa dilakukan atau yang berkaitan dengan kebiasaan pasien tersebut seperti kebiasaan merokok, meminum alkohol, dan lainlainnya.

Riwayat sosial: merupakan pertanyaan yang ditanyakan yang berkaitan dengan kehidupan pasien seperti keadaan tempat tinggal, kebersihan, lingkungan, dan juga keadaan keuangan pasien tersebut.

Riwayat penyakit menahun: riwayat penyakit yang diderita keluarga yang memiliki hubungan dengan pasien yang diduga merupakan suatu penyakit keturunan.

Pada penyakit taeniasis saginata, pada anamnesa yang utama dapat menunjukan bahwa penyakit tersebut adalah taeniasis saginata adalah keluhan utama yaitu gejala-gejala yang dialami pasien tersebut, menanyakan apakah tinjanya terlihat seperti ada daging bergerak-gerak, menanyakan penampakan tinja apakah ada darah, lendir dan lain-lainnya. Kemudian juga menanyakan riwayat kebersihan yang dimiliki pasien bagaimana cara makan pasien, apa yang telah dimakan, bagaimana makanan tersebut apakah matang atau tidak, daging apa yang telah dimakan.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi biasanya tidak banyak dilihat adanya kelainan. Namun untuk membedakannya dari sistiserkosis yang disebabkan oleh stadium larva dari Taenia solium atau Taenia saginata yang juga dikenal dengan nama Taenia asiatica yaitu sistiserkosis memiliki kelainan seperti:3 1. Teraba benjolan /nodul sub kutan atau intra muskular satu lebih 2. Kelainan mata ( oscular cysticercosis ) dan kelainan lainnya yang disebabkan oleh sistiserkosis ( )

Karena gejala klinis salah satunya dari Taeniasis adalah diare, disebabkan oleh peristaltik yang cukup besar sehingga bising usus dapat terdengar cukup tinggi.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan secara mikroskopis untuk mendeteksi telurnya dapat dikerjakan dengan preparat tinja langsung (direct smear) memakai larutan eosin. Cara ini paling mudah dan

murah, tetapi derajat positivitasnya rendah. Untuk mendapatkan hasil positivitas yang lebih tinggi, pemeriksaan dikerjakan dengan metoda konsentrasi (centrifugal flotation) atau dengan cara perianal swab memakai cellophane tape.4 Namun dengan menggunakan pemeriksaan tersebut, tak dapat dipastikan perbedaan Taenia saginata dengan Taenia solium. Sehingga perlu pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan scolex dan proglotid gravidnya. Dengan memperhatikan kait-kait (hooklet) pada scolex atau kepala cacing yang tampak dan jumlah cabang yang ada pada lateral uterus, maka dapat dibedakan spesies Taenia solium dan Taenia saginata.4 Pada penderita sisterkosis, dinyatakan penderita sistiserkosis apabila pada tersangka sistiserkosis sudah dipastikan diagnosisnya dengan pemeriksaan serologis atau pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan serologis dilakukan dengan metode ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay) dan atau Immunoblot Spesimen yang diperiksa berupa serum (darah vena yang diambil kurang lebih 5ml) pada pemeriksaan ELISA yang diperiksa adalah coproantigen. Sebanyak 26% kasus dijumpai adanya peningkatan jumlah eosinofil atau eosinofilia.3

Diagnosis Diagnosis taeniasis dapat diteagakan jika terdapat proglotid pasif maupun aktif yang dikeluarkan dari tinja. Apabila proglotid aktif bergerak, maka dapat dipastikan bahwa taeniasis yang diderita adalah taeniasis saginata namun bila proglotid pasif kemungkinan adalah taeniasis solium. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lainnya seperti biopsi dari tinja untuk melihat jenis cacing tersebut secara lebih spesifik. Dan untuk mengetahui infeksi dari sistiserkus atau sistiserkosis, maka dilakukan pemeriksaan darah atau ELISA.3

Diagnosis kerja: Dari anamnesis yang dilakukan yang didapat pasien tersebut dimana dilihat oleh pasien tersebut bahwa seperti ada daging yang bergerak-bergerak maka dapat dipastikan bahwa penyakit yang diderita oleh pasien tersebut adalah taeniasis dengan species Taenia saginata. Apabila dilakukan biopsi langsung dan dilihat dengan mikroskop akan didapatkan bagian kepala atau skoleks, leher, dan strobila yang merupakan rangkaian ruas-ruas proglotid, sebanyak 1000 sampai 2000 buah. Namun cacing dengan panjang 4 sampai 12 meter tersebut dapat dilihat dengan mata biasa tanpa menggunakan mikroskop.1

Diagnosis Banding: Taeniasis yang disebabkan oleh spesies Taenia solium namun pada tinja tidak didapatkan seperti daging yang bergerak-gerak sehingga untuk melihatnya dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan biopsi dari tinja. Dari anamnesa sendiri sudah dapat dibedakan apabila pasien memperhatikan dengan benar dan teliti maka pasien itu sendiri dapat melihat pada feces yang dikeluarkannya apakah tampak adanya kelainan seperti daging yang bergerak atau tidak, namun apabila dilihat dari gejala klinis, tidak banyak ditemukan kelainan yang dapat membedakan taeniasis yang disebabkan oleh Taenia solium atau Taenia saginata.1 Infeksi cacing yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.1 Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen. Yang membuat infeksi pada cacing ini dapat digolongkan dalam diagnosis banding adalah menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa salah satunya pada anus.1

Manifestasi Klinis: Gejala klinis pada penyakit taeniasis bervariasi dan tidak khas. Sebagian besar yang karier bersifat asimptomatik yang tidak ada gejalanya, hanya mengetahui dirinya terinfeksi setelah menemukan adanya proglotid terutama yang bergerak pada taeniasis saginata pada tinja yang dikeluarkan, biasanya pada siang hari. Sebagian ebsar menimbulkan keluhan seperti gastrointestinal ringan seperti nausea atau nyeri perut. Urutan gejala yang didapat adalah sebagai berikut:5 1. Keluarnya proglotid dalam tinja 2. Lambung yang tidak terasa enak 3. Mual 4. Badan lemah 5. Berat badan menurun 6. Nafsu makan yang membesar

7. Sakit kepala 8. Konstipasi 9. Pusing 10. Diare 11. Pruritus ani Gejala klinis yang tampak pada penyakit ini tidak bisa membedakan secara spesifik mana yang taeniasis oleh Taenia saginata atau Taenia solium.5

Etiologi Taenia saginata adalah salah satu cacing pita yang berukuran besar dan panjang; terdiri atask skoleks atau kepala, leher, dan strobila yang merupakan suatu rangkaian ruasruas dari proglotid, sebanyak 1000-2000 buah. Panjagncacing mencapai 4-12 meter atau lebih. Skoleks hanya berukuran 1-2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan otot-otot yang kuat, tanpa kait-kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan dalamnya tidak terlihat struktur tertentu. Strobila terdiri atas rangkaian proglotid yang belum dewasa dan yang mengandung telur atau disebut gravid. Pada proglotid yang belum dewasa, belum terlihat struktur alat kelamin yang jelas pada proglotid yang dewasa terlihat struktur alat kelamin seperti folikel testis yang berjumlah 300-400 buah, tersebar di dinding dorsal. Vasa everens bergabung untuk masuk ke rongga kelamin, yang berakhir di lubang kelamin. Lubang kelamin letaknya selang-seling pada sisi kiri atau kanan strobila. Di bagian besar posterior lubang kelamin, dekat vas deferens, terdapat tabung vagina yang berpangkal pada ootip.1 Bagian tubuh ternak yang sering diinggapi larva adalah otot maseter, paha belakang dan punggung. Otot di bagian lain juga dapat dihinggapi larva. Setelah 1 tahun cacing gelembung ini biasanya mengalami degenerasi, walaupun ada yang dapat hidup sampai 3 tahun. Bila cacing gelembung ada di daging sapi yang dimasak kurang matang termakan oleh manusia, skoleksnya keluar dari cacing gelembung dengan cara evaginasi dan melekat pada mukosa usus halus, biasanya yeyunum. Cacing gelembung tersebut dalam waktu 8-10 minggu menjadi dewasa. Biasanya di rongga usus hospes terdapat seekor cacing.1

Epidemiologi Taeniasis tersebar di seluruh dunia. Daerah endemik berat berada di Afrika selatan, Gurun Sahara, bagian Timur Mediterania, dan sebagian UniSovyet. Sedangkan India, Asia selatan, Jepang, Filipina, Dan amerika latin tergolong daerah endemik sedang. Taenia

saginata prevalensinya lebih tinggi. Di Indonesia infeksi Taenia saginata terdapat di Bali, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, dan lokasi transmigran asal bali seperti di Sulawesi Tengah dan Lampung.5 Faktor yang memudahkan penyebaran adalah sumber infeksi yaitu pasien yang terkena taeniasis, cara pembuangan tinja yang sembarangan sehingga terjadi kontaminasi tanah atau tumbuh-tumbuhan oleh telur taenia, adanya binatang perantara yang dipelihara pada tempat yang terkontaminasi, pengawasan pemotongan daging yang tidak baik, kebiasaan makan daging yang tidak dimasak sempurna.5

Patogenesis Telur melekat di rumput bersama tinja, bila orang melakukan defekasi di padang rumput; atau karena tinja yang hanyut dari sungai di waktu banjir. Ternak yang makan rumput terkontaminasi dihinggapi cacing gelembung oleh karena telur yang tertelan dicerna dan embrio heksakan menetas. Embrio heksakan di saluran pencernaan ternak menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau darah dan ikut dengan aliran darah ke jaringan ikat di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung, disebut sisterkus bovis yaitu larva taenia saginata. Jika daging yang mengandung sistiserkus termakan oleh manusia, larva akan keluar dari kista dan tumbuh menjadi cacing dewasa dalam yeyunum dalam waktu 5-12 minggu. Cacing pita dewasa ini bisa hidup sampai 20 tahun dalam usus.5

Komplikasi Komplikasi yang bisa terjadi dari penyakit ini adalah:4 Dari diare yang dialami dan bila tidak diobati, bisa menyebabkan dehidrasi Konstipasi yang dialami dapat menyebabkan ileus obstruksi atau hambatan pada ileus Proglotid dapat menyumbat apendix dan menyebabkan apendisitis atau peradangan pada usus buntu

Terapi dan Edukasi Terapi pengobatan pada penyakit ini adalah: Prazikuantel yang merupakan derivat pirazinoisokuinolin. Obat ini merupakan antelmintik berspektrum lebar dan efektif pada cestoda dan trematoda pada hewan dan manusia. Prazikuantel berbentuk kristal tidak berwarna dan rasanya agak pahit.6

Efek antelmintik: kerjanya cepat lewat dua cara yaitu pada kadar efektif ternedah menimbulkan penignkatan aktivitas otot cacing, karena hilangnya Ca2+ intrasel sehingga timbul kontraksi dan paralisis spastik yang sifatnya reversibel yang mungkin mengakibatkan terlepasnya cacing dari tempat normalnya pada hospes. Cara kedua pada dosis yang lebih tinggi prazikuantel mengakibatkan vakuolisasi dan vesikulasi tegumen cacing sehingga isi cacing keluar, mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi kehancuran cacing.6

Farmakokinetik: pada pemberian oral absorpsinya baik. Kadar maksimal dalam darah tercapai dalam waktu 1-3 jam. Metabolisme obat berlangsung cepat di hati melalui proses hidroksilasi dan konyugasi sehingga terbentuk produk yang efek antelmintik kurang aktif. Waktu paruh obat 0.8-1.5 jam. Ekskresi sebagian besar melalui urin dan sisanya melalui empedu. Hanya sedikit obat yang diekskresi dalam bentuk utuh.6

Efek samping: efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, pusing, mengantuk, dan lelah; yang lainnya adalah mual, muntah, nyeri perut, diare, pruritus, urtikaria, nyeri sendi, dan otot, serta peningkatan enzim hati selintas. Demam ringan, pruritus, dan skin rashes disertai dengan peningkatan eosinofil yang terlihat beberapa hari setelah pengobatan.6

Niklosamid: obat yang dipakai dengan sedikit sekali penyerapan hampir bebas dari efek samping kecuali sedikit keluhan perut. Bahkan cukup aman untuk wanita hamil dan pasien dengan keadaan umum buruk. Obat ini tidak mengganggu fungsi hati, ginjal, dan darah, juga tidak mengiritasi lambung.6

Albendazol: menurunkan ATP pada cacing, menimbulkan kekurangan energi, imobilisasi, dan akhirnya kematian. Dosis yang diberikan adalah 400 mg peroral dua kali sehari selama 830 hari. Efek sampingnya adalah nyeri perut, mual, muntah, diare, pusing, dan peningkatan transaminase serum.5

Mebendazol: merupakan obat cacing berspektrum luas yang sebelumnya banyak dipakai untuk cacing yang ditlarkan melalui tanah ternaya dapat diberikan untuk taeniasis dosis yang dapat diberikan adalah 600-1200 mg/hari selama 3-5 hari.5

Non medikamantosa 1. Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati para penderita taeniasis

2. Melakukan penyuluhan tentangnya bagaimana pentingnya menjaga kebersihan seperti buang air besar menggunakan jamban atau membangun toilet umum untuk warga buang air besar, memasak daging dengan benar-benar matang sehingga dapat dipastikan tidak adanya bakteri atau telur cacing yang hidup 3. Pengawasan rumah potong yang baik sehingga kebersihan pada rumah potong tersebut benar-benar dijaga demi mencegah terjadinya infeksi-infeksi tersebut.

Prognosis Umumnya infeksi yang disebabkan oleh Taenia saginata mempunyai prognosis yang sangat baik terutama bila melakukan pengobatan dengan baik karena infeksi cacing ini sangat jarang menimbulkan komplikasi.

Kesimpulan Pasien wanita yang berusia 25 tahun yang mengalami keluhan dimana tinjanya terdapat seperti daging yang bergerak mengalami penyakit Taeniasis yang disebabkan oleh cacing Taenia saginata. Karena hanya cacing jenis ini mengeluarkan proglotid atau penampakan seperti daging yang bergerak-gerak.

Daftar Pustaka 1. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI Jakarta. Buku ajar parasitologi kedokteran. In: Susanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S, editor. Helminthologi. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.p.79-82. 2. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnostik. anamesa. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia; 2004.p.2-3. 3. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran. Penyakit oleh cestoda usus. Jakarta EGC; 2009.p.116-8 4. Soedarto. Penyakit menular di Indonesia. Penyakit cacing. Jakarta: Sagung Seto; 2009.p.56-7. 5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simahadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Malaria.5thed.Jakarta: Interna Publishing; 2010.p.2813-26. 6. Amir S, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, Suharto B, et all. Farmakologi dan terapi. In: Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, editors. Antelmintik. 5th ed. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p. 547-9.

Anda mungkin juga menyukai