Anda di halaman 1dari 13

PARASIT CESTODA

(Taenia saginata dan Taenia solium)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Parasitologi

Oleh :

Kelompok 1

Beauty Desfitri Mandar (1806103010053)

Cut Hutami Laraniza (1806103010033)

Dara Tri Oktaviani Bulan (1806103010069)

Fuja Fitria (1806103010048)

Nurul Azmi (1806103010042)

Safira Mustaqilla (18061030100)

Salwa Afniola (18061030100)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah swt atas Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah untuk matakuliah “Parasitologi”.
Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad saw atas segala jasa dan
kesungguhannya menyampaikan Risalah Allah dimuka bumi dan semoga beliau
memberi syafaatnya kepada kita di Hari Kiamat.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya hambatan dan rintangan selalu
mengiringi. Namun atas bantuan, dorongan dan bimbingng dosen serta kerjasama
teman-teman sekelompok yang akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah
ini dapat teratasi. Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk memperluas ilmu serta
untuk menambah wawasan khususnya mengenai “Parasit Cestoda (Taenia saginata dan
Taenia solium)”. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan
tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam modul ini masih banyak terdapat kesalahan.
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan deemi kebaikkan kami untuk ke depan.

Tim Penulis

Banda Aceh, 4 Desember 2020

2
DAFTAR ISI

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Taenia merupakan salah satu cacing pita yang termasuk dalam kingdom
Animalia, filum Platyhelminthes, kelas Cestoda, ordo Cyclophyllidea dan family
Taeniidae. Taenia saginata dan Taenia solium atau yang lebih dikenal dengan
sebagai cacing pita sapi, merupakan cacing pita zoonotic yang termasuk ordo
Cyclophyllidea dan genus Taenia. Taenia saginata merupakan parasite yang
terdapat pada usus manusia, parasite ini menyebabkan penyakit taeniasis (penyakit
sejenis kecacingan) dan sistiserkosis pada sapi (Susanty, 2018, p.5). Taenia solium
merupakan infeksi yang endemic pada Amerika Tengah dan Selatan serta beberapa
negara di Kawasan Asia Tenggara seperti Korea, India, Filipina, Indonesia, Afrika,
Eropa Timur, Nepal, Bhutan dan China. Taeniasis dan sistiserkosis merupakan
penyakit zoonosis yang juga disebabkan oleh spesies cestode seperti Taenia solium.
Taeniasis adalah infeksi parasite internal pada manusia, ditemukan diseluruh
dunia. Taeniasis karena T. saginata adalah infeksi cacing pita bentuk dewasa yang
ditemukan pada usus manusia, sementara bentuk larvanya menginfeksi otot sapi.
Larva cacing pita juga disebut cysticercus, penyakitnya dikenal sebagai sistiserkosis.
Sistiserkosis dan taeniasis selain merupakan masalah kesehatan masyarakat.
(Dharmawan, 2015, p.175).Taeniasis merupakan infeksi pada saluran pencernaan
oleh cacing Taenia solium dewasa. Taeniasis merupakan masalah kesehatan yang
penting di Indonesia. Terdapat tiga jenis cestoda yang banyak menginfeksi
masyarakat yaitu T. solium, T. saginata dan T. asiatica (Sandy, 2014, p. 2).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas antara lain :
1. Morfologi dari Taenia saginata dan Taenia solium
2. Siklus hidup dari Taenia saginata dan Taenia solium
3. Patologi dan gejala klinis dari Taenia saginata dan Taenia solium
4. Proses infeksi Taenia saginata dan Taenia solium

4
5. Epidemologi dari Taenia saginata dan Taenia solium
6. Pencegahan dari Taenia saginata dan Taenia solium

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah diatas sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui morfologi dari Taenia saginata dan Taenia solium
2. Untuk mengetahui siklus hidup dari Taenia saginata dan Taenia solium
3. Untuk mengetahui Patologi dan gejala klinis dari Taenia saginata dan Taenia
solium
4. Untuk Mengetahu proses infeksi Taenia saginata dan Taenia solium
5. Untuk mengetahui Epidemologi dari Taenia saginata dan Taenia solium
6. Untuk mengetahui Pencegahan dari Taenia saginata dan Taenia solium

5
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Morfologi Dari Taenia saginata dan Taenia solium
2.2 Siklus Hidup Taenia saginata dan Taenia solium
Manusia adalah hospes dari Taenia saginata dan Taenia solium. Telur atau
segmen gravid keluar ke lingkungan luar bersama dengan tinja, telur tetap infektif
sampai beberapa hari atau bulan dilingkungan luar. Sapi (T. saginata) dan babi (T.
solium) dapat terinfeksi karena memakan makanan yang terkontaminasi atau
segmen gravid.
a. Siklus hidup Taenia saginata
Keberadaan cacing pita ini telah diketahui sejak dulu. Cacing pita Taenia
saginata dewasa hidup didalam usus manusia yang merupakan induk semang
definitive. Segmen tubuh yang ada pada Taenia saginata yang telah matang dan
mengandung telur keluar secara aktif dari anus manusia atau secara pasif
bersama-sama feses manusia. Bila inang definitive (manusia) maupun inang
perantara yaitu babi menelan telur maka telur yang akan menetas akan
mengeluarkan embrio yang kemudian akan menembus dinding usus. Embrio
cacing Taenia saginata yang mengikuti sirkulasi darah limfa berangsur-angsur
berkembang menjadi sistiserkosis yang infekstif di dalam otot tertentu. Otot
yang paling sering terserang sistiserkosis yaitu jantung, diafragma, lidah, otot
pengunya, leher dan daerah esophagus (Wardani, 2017).

6
Gambar 1. Siklus Hidup Taenia saginata
Sumber : Google
b. Siklus hidup Taenia solium
Manusia merupakan definitive host cacing pita dewasa, sedangkan larva
cacing (cisticercus cellulosae) terdapat dalam bentuk kista di dalam jaringan organ
babi (hospes perantara). Cacing dewasa akan melepaskan segmen gravid dan
pecah di dalam usus sehingga telur dapat ditemukan dalam tinja penderita dan
dapat bertahan sampai beberapa bulan pada lingkungan. Telur yang akan keluar
bersama dengan tinja, jika tinja tersebut dimakan oleh babi, di dalam usus babi
telur akan akan pecah dan onskofer akan terlepas. Onskofer akan memiliki kait
sehingga dapat menembus dinding usus dan masuk ke dalam sirkulasi darah.
Onskofer akan menyebar ke dalam jaringan dan organ tubuh babi yaitu lidah, otot
leher, otot jantung, dan gerak otot.
Dalam waktu 60 sampai 70 hari onskofer akan berubah menjadi larva
sistiserkus. Infeksi pada manusia terjadi akibat mengkonsumsi daging babi secara
mentah atau kurang matang yang mengandung larva sistiserkus. Saluran cerna
skoleks mengalami eksvaginasi dan melekatkan diri dengan alat isap di dinding
usus. Skoleks akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan akan membentuk strobila.
Dalam waktu 2-3 bulan telah berubah menjadi cacing dewasa yang mampu untuk
meneruskan daur hidupnya (Soedarto, 2011).

7
2.4. Proses Infeksi Taenia saginata dan Taenia solium

Infeksi Cacing Taenia saginata dan Taenia solium berawal dari seseorang yang
menjalani pola hidup tidak sehat, misalnya buang air besar di tempat terbuka dan
mengeluarkan tinja yang sudah terkontaminasi telur cacing Taenia saginata dan Taenia
solium. Telur cacing akan bertahan hingga berbulan-bulan di alam terbuka dan
mengkontaminasi lingkungan seperti tanah atau tanaman di sekitarnya. Ketika tanaman
sudah terkontaminasi telur cacing tersebut dimakan oleh sapi atau babi dan telur cacing
Taenia saginata dan Taenia solium akan masuk ke dalam tubuh sapid an babi untuk
menetas dan berkembang biak di sana.
Penularan dari sapi ke manusia terjadi ketika seseorang mengonsumsi daging
sapi atau daging babi yang masih mentah atau setengah matang yang telah
terkontaminasi telur cacing. Dalam tubuh manusia, telur cacing Taenia saginata dan
Taenia solium akan menetas dan tumbuh menjadi cacing dewasa dalam jangka waktu 2
bulan, kemudian menetap hingga bertahun. Cacing Taenia saginata yang dewasa akan
menempel pada usus kecil, lalu panda ke anus dan bertelur pada tinja manusia. Pada
cacing pita dewasa dapat tumbuh hingga panjang 25 meter, dan bertahan di usus
manusia hingga 30 tahun tanpa diketahui. Setiap bagian dari tubuh cacing pita dapat
menghasilkan telur yang dikeluarkan dari tubuh melalui tinja setelah cacing pita tumbuh
dewasa.

2.5. Distribusi penyebaran Taenia saginata dan Taenia solium


a. Epidemiologi Taenia saginata
Taenia saginata ialah penyakit parasitic zoonosis pada seluruh dunia dengan
perkiraan infeksi sekitar 50 juta kasus. Dilaporkan dari beberapa jurnal dan penelitan
bahwa 50.000 orang meninggal karena infeksi Taenia saginata. Endemitas taeniasis dan
sistiserkosis pada wilayah tertentu di pengaruhi oleh adanya beberapa faktor yaitu : (1)
pembuangan kotoran manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan, contohnya
kebiasaan buang air besar sembarangan sehingga telur Taenia menyebar melalui air,
lalat dan mobilitas manusia (2) pemeliharaan sapi yang tidak dikandangkan, sehingga
sapi mungkin memakan feses manusia (3) higenis sanitasi individu redak, contohnya
kebiasaan tidak membersihkan tangan sebelum makan, dan (4) kebiasaan tertentu yang
berhubungan dengan makanan, contohnya memakan hidangan daging sapi yang mentah.

8
Infeksi Taenia saginata ditemukan di Afrika, Timur Tengah dan beberapa
bagian Eropa. Infeksi ini jarang terjadi di negara Amerika serikat, Kanada dan
Australia. Prevalensi infeksi Taenia saginata berbeda pada setiap negara. Prevalensi
infeksi Taenia saginata berbeda dengan Taenia Solium, prevalensi tertinggi terdapat di
Asia tengah, sekitar Asia timur Aftrika Tengah, dan Afrika Timur (lebih dari 10%).
Daerah dengan prevalensi infeksi 0,1% hingga 10% pada Asia Tenggara seperti
Thailand, India, Vietnam, dan Philipina. Daerah dengan prevalensi rendah (sekitar 1%
penderita) pada negara di Eropa, Amerika Tengah dan Selatan.
Di Indonesia daerah endemis taeniasis/sistiserkosis terdapat pada tiga provinsi
yaitu Bali (Taenia solium) dan (Taenia saginata), Sumatera Utara (Taenia asiatica) dan
Papua (Taenia solium). Infeksi Taenia saginata paling banyak ditemukan di provinsi
Bali, terutama di Kabupaten Gianyarr. Selama tahun 2002-2009, telah ditemuka 80
kasus taeniasis akibat Taenia saginata dan 84% kasus didapat di kabupaten Gianyar.
b. Epidemiologi Taenia Solium
Infeksi Taenia solium banyak ditemukan pada negara-negara berkembang
seperti Afrika, Asia dan Amerika latin. Pada tahun 2010, ditemukan sekitar 30.000
orang di seluruh dunia yang terinfeksi Taenia solium. Infeksi Taenia solium yang
endemic pada Amerika Tengah dan Selatan serta beberapa negara di Asia Tenggara
seperti Korea, Thailand, India, Filipina, Indonesia, Afrika. Prevalensi tertinggi
ditemukan pada Amerika latin dan Afrika.
Berdasarkan data WHO tahun 2015, Indonesia merupakan salah satu negara
endemis Taenia Solium. Daerah yang banyak mengalami infeksi Taenia sp ialah Papua,
Pulau Samosir di Sumatra dan Bali. Karena, pada daerah-daerah ini sering dinilai
mengkonsumsi daging babi dan daging sapi yang tidak matang. Taenia solium
merupakan parasit yang menyebabkan meningitis.
Papua merupakan salah satu daerah di Indonesia yang banyak mengkonsusmi
daging babi. Hasil survey laporan kesehatan di daerah papua melaporan bahwa
distribusi taeniasis pada empat kabupaten di papua yaitu Kabupaten Jayawijaya,
Kabupaten Paniai, Kabupaten Pegunungan Bintang, dan Kabupaten Puncak Jaya yang
berkisar antara 1,6%-10,2%.

9
2.5. Penangan dan Pencegahan Taenia solium dan Taenia saginata

a. Penanganan Taeniasis
Penanganan gejala infeksi Taenia saginata, dapat melakukan pemeriksaan fisik
ke dokter dan pemeriksaan tes darah lengkap dan juga analisis tinja. Pada kasus tertentu
dokter juga melakukan tes menggunakan CT scan atau MRI.
Jika hasil diagnosis sudah diperoleh dan positif menderita taeniasis, maka dokter
akan member obat antiparasit dengan cara diminum untuk membasmi cacing Taenia
saginata di dalam tubuh. Obat anti parasit yang biasa digunakan untuk membasmi
cacing parasit ini adalah niclosamide, praziquantel, dan albendazole. Obat tersebut
mampu melumpuhkan cacing pita dengan cara dikeluarkan dari tubuh melalui tinja.
Salah satu cara pengobatan taeniasis dengan obat praziquantel (5-10 mg / kgBB,
pemberian tunggal) atau pada obat niclosamide (dewasa dan anak di atas 6 tahun : 2g,
anak-anak berusia 2-6 tahun : 1g, anak di bawah 2 tahun : 500 mg).
Saat ini manajemen klinis dan pedoman pengobatan untuk neurocysticerosis
sedang dikembangkan oleh para ahli WHO, jadi pengobatan harus disesuaikan dengan
kasus masing-masing individu. Jika sudah beberapa bulan pengobatan, dokter akan
memeriksa kembali sampel tinja untuk memastikan tidak ada cacing parasit yang tersisa
di dalam tubuh.

b. Cara pencegahan taeniasis :


Ada beberapa cara pencegahan yang bisa dilakukan untuk mencegah taeniasis
yaitu :
- Menjaga kebersihan lingkungan dan memperbaiki keadaan sanitasi
- Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah mengolah makanan,
sebelum makan dan sesudah makan dan setelah keluar dari toilet.
- Menghilangkan sumber infeksi dari penderita dengan mengobati penderita
- Pemakaian jamban keluarga, sehingga tinja manusia tidak dimakan sembarangan
oleh sapid a tidak mencemari tanah atau rumput
- Jika memiliki peliharaan, maka bawa hewan peliharaan ke dokter untuk di cek
apakah terinfeksi cacing pita

10
- Jika memiliki peternakan, buat lah saluran khusus untuk pembuangan kotoran
ternak yang baik dan layak dan jangan mencemari air yang digunakan untuk
dikonsumsi
- Simpan daging sapi di kulkas atau freezer dengan suhu minus 30° celcius guna
membunuh larva dan telur cacing yang ada pada daging sapi
- Hindari memakan atau mengkonsumsi daging sapi dan daging babi yang belum
matan sempurna atau tidak matang.
- Memasak daging sapi hingga benar-benar matang sebelum dimakan
- Mencuci buah dan sayuran, serta masak makanan hingga matang sebelum
dikonsumsi.
- Rutin meminum obat cacing sesuai anjuran atau rekomendari dari dokter.

BAB 3
PENUTUP

11
12
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan. (2015). Imunitas protektif mencit terhadap cairan kista Taenia
saginata (protektif pelindung kekebalan mencit terhadap cairan sistem
Taenia saginata). Jurnal veteriner, 16(2). 174-180.
Sandy, S. (2014). Kajian aspek epidemiologi Taeniasi dan Sistiserkosis di
Papua. Jurnal penyakit bersumber binatang, 2(1). 1-14.
Setiyani, E. (2011). Taenia Saginata. Jurnal Balaba, 7(2), 57-58.
Soedarto. (2011). Buku ajar Parasitologi Kedokteran (Hand Book of Medical
Parasitology). Sagung Seto : Surabaya.
Wardani. (2017). Keberadaan telur cacing pita (Taenia saginata) melalui uji
feses sapi bali (Bos sondaicus) di kecamatan Kaliwates serta
pemanfaatannya sebagai lembar kerja siswa. Skripsi. Universitas Jember.
Susanty, E. (2018). Taeniasis solium dan sistiserkosis pada manusia. Jurnal
jik, 12(1). 1-6.

13

Anda mungkin juga menyukai