Anda di halaman 1dari 35

LAPORANKASUSMANDIRI

KOASISTENSIBAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI

“Isolasidan Identifikasi Salmonellasp. Pada Saluran Pencernaan Ayam”

OLEH

ELSI ENJELS SINAMOHINA, S.K.H


(2209020003)

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ayam merupakan salah satu komoditas utama dalam menghasilkan telur dan daging. Kedua

bahan pangan asal ayam ini telah dikonsumsi sajak lama, untuk memenuhi kebutuhanprotein

masyarakat di hampir seluruh Indonesia (Suryani et al., 2010). Ayam yang sehat dengan

manajemen pemelihraan yang baik dapat menghasilkan daging maupun telur dengan mutu yang

baik. Sebaliknya ayam yang terserang penyakit menglami penurunan produktivitas, sehingga

menghasilkan produk pangan yang kurang baik bahkan dapat menimbulkan penyakit pada manusia

yang mengonsumsinya, apabila sudah tercemari oleh mikroorganisme patogen. Penyakit yang

terjadi pada ayam, umumnya timbul bila manajemen pemeliharaan kurang baik, sanitasi kandang

yang buruk , penanganan limbah yang kurang baik dan disertai pemberian pakan yang kurang

berkualitas. Salah satu penyakit bakteri yang sering menyerang ayam yaitu Salmonellosis (Zulfikar,

2013).

Salmonella merupakan bakteri patogen manusia dan hewan. Salmonella biasanya ditemukan

hidup dan memperbanyak diri di dalam saluran pencernaan hewan dan manusia. Salmonella yang

keluar dari sistem pencernaan mampu menyebar luas di dalam darah, empedu, urin, bahan

lingkungan dan umumnya pada feses (Public Health England, 2015). Salmonella dalam feses

diluar tubuh manusia mampu bertahan hidup selama 1 hingga 2 bulan. Keberadaan Salmonella

dalam sistem pencernaan menyebabkan kontaminasi Salmonella sering dikaitkan dengan mulut

yaitu melalui pangan yang tercemar Salmonella.

Daging ayam memiliki nutrisi, kadar air, dan material lain yang tinggi menyebabkannya

menjadi media yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri Salmonella. Menurut Shafini et al., (2017)

kontaminasi oleh bakteri Salmonella pada ayam dapat melalui berbagai jalur seperti kondisi

lingkungan peternakan ayam, pakan yang terkontaminasi bakteri Salmonella, kondisi pasar
penjualan ayam, dan aktifitas tangan pedagang ketika membersihkan sisa feses pada ayam

menyebabkan feses mengenai bagian daging lainnya.

Salmonella sp. adalah salah satu bakteri gram negatif yang bersifat pathogen dan merupakan

agen yang paling sering menyebabkan food borne disease di dunia. Infeksi Salmonella sp. pada

hewan maupun manusia dapat menyebabkan salmonellosis yang mengganggu saluran cerna dan

banyak diantaramya dapat mengakibatkan kematian. Salmonellosis pada manusia dapat ditularkan

melalui makanan asal hewan yang terkontaminasi oleh Salmonella sp. Salmonellosis bersifat

endemis hampir di seluruh kota besar di Indonesia. Diperkirakan salmonellosis terjadi sebanyak

60.000 hingga 1.300.000 kasus dengan sedikitnya 20.000 kematian per tahun. (Suwandono et al.,

2005).

Menurut penelitian Setiowati et al. (2011), persentase sampel daging ayam dari pasar

tradisional di Indonesia yang positif tercemar Salmonella adalah 10,06%. Kontaminasi Salmonella

sp. Pada ayam berasal dari peternakan yang terinfeksi (Aksakal, 2010). Selain itu, kejadian

meningkatnya salmonellosis dikarenakan sistem pemotongan tradisional, penanganan kebersihan,

dan jarak transportasi. Agen penyebab wabah salmonellosis mudah ditransmisikan dari lingkungan

ke hewan dan manusia baik langsung ataupun tidak langsung melalui produk pangan asal ternak.

Salmonella sp. dapat mencemari ayam sejak dari peternakan, dimana titik awal dari rantai

penyediaan pangan asal ternak adalah kandang atau lingkungan peternakan.

1.2 Tujuan

Mengetahui dan memahami pemeriksaan mikrobiologi terhadap penyakit bakterial pencernaan

pada ayam melalui kultur, isolasi, dan identifikasi bakteri Salmonella sp. pada feses ayam.

1.3 Manfaat

Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan mikrobiologi terhadap penyakit bakterial

pencernaan pada ayam melalui kultur, isolasi, dan identifikasi bakteri Salmonella sp. pada feses

ayam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri Salmonella sp.

Bakteri Salmonella adalah bakteri yang tergolong dalam Familli Enterobacteri aceae. Pada

umumnya bakteri Salmonella ini bersifat patogen karena dapat menyebabkan penyakit pada

manusia, hewan piaraan atau ternak dan hewan air seperti ikan, udang dan kerang-

kerangan(Kunarso, 1987).

Taksonomi dari Salmonella adalah sebagai berikut:

Kingdom :Bacteria

Divisi :Proteobacteria

Kelas :GammaProteobacteria

Ordo :Enterobacteriales

Famili :Enterobacteriaceae

Genus :Salmonella

Spesies :Salmonellasp. (Jawetz etal.,2010).

Bakteri Salmonella sp. bersifat motil, gram negatif, anaerob fakultatif serta berbentuk

batang dengan ukuran 1-3μm dengan diameter 0,3-0,6 μm, tidak berspora, memiliki flagella

peritrih di seluruh permukaan selnya (kecuali pada jenis bakteri Salmonella gallinarum dan

Salmonella pullorum) dan berkembang biak dengan cara membelah diri (Kunarso, 1987). Sel

terluar terdiri atas struktur lipopoli sakarida kompleks (LPS) yang terbebas dari lisis sel sampai

batas tertentu selama kultur. Bagian lipopoli sakarida dapat berfungsi sebagai endotoksin, dan

berperan penting dalam menentukan virulensi organisme (Hendrayana,2017). Bakteri Salmonella

sp. tumbuh pada suhu dalam kisaran 7 sampai 47ºC dengan suhu optimum 35 sampai 37°C, tetapi

beberapa serotipe bisa tumbuh di suhu serendah 2 sampai 4°C atau setinggi 54°C (Tindall, 2005;
Gray dan FedorkaCray, 2012). Salmonella sensitif terhadap panas dan bisa matipada suhu 70°C

atau lebih. Salmonella tumbuh di kisaran pH 4-9 dengan optimum antara 6,5 dan7.5.

Salmonella menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon disaat genus lainnya

membutuhkan sumber karbon kompleks sebagai sumber nutrisinya. Beberapa Salmonella kecuali

Salmonella typhi memproduksi gas selama proses fermentasi. Salmonella mampu mengubah

Nitrat menjadi Nitrit dan tidak membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya (Hanes, 2003).

Bakteri ini juga memfermentasikan glukosa dan manosa tanpa membentuk gas tetapi tidak

memfermentasikanl aktosa dan sukrosa. Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal dari bahan

klinik menghasilkan H2S (Jawetzetal., 2006

2.2 Etilogi
Salmonellosis disebabkan oleh Bakteri Salmonella, ada lebih dari 1800 serotipeSalmonella

ditemukan pada hewan dan manusia, termasuk hewan liar, reptilia, burung liar dan insekta

(Ditjenakkeswan, 2014). Beberapa serotipe tidak mempunyai inang yang spesifik dan gejala yang

ditimbulkan tidak khas misalnya Salmonellatyphimurium (Ditjenakkeswan, 2014). Di antara

serotipe yang mempunyai inang spesifik adalah S.typhi; S.paratyhi A-B dan C; S.sendai menyerang

manusia; S.gallinarum dan S.pullorum pada unggas; S.abortus pada babi; S.dublinpada Sapi;

S.abortus ovis menyerang kambing dan domba; dan S.abortus equi menyerang kuda

(Ditjenakkeswan, 2014).

2.3 Epidemilogi Penyakit


Salmonellosis merupakan penyakit yang dapat menginfeksi spesies unggas (burung puyuh,

burung pipit, burung beo, kenari, dll) dan mamalia (simpanse, kelinci, marmut, chinchilla, babi,

anak kucing, rubah, anjing, babi, sapi, dan tikus liar) (Yeakel, 2022). Burung-burung liar, rodensia,

dan serangga, merupakan peluang vektor di sekitar lingkungan ternak unggas yang harus

disingkirkan guna meminimalisir transmisi penyakit. Di Indonesia, Salmonellosis dari berbagai

jenis hewan (sapi, kerbau, babi, kambing, ayam, angsa, anjing, kucing) pernah dilaporkan.

Demikian pula pada manusia. Tipe yang sudah ada di negara lain, terdapat juga di Indonesia.Pada
tahun 1981 terjadi letupan Salmonellosis pada kerbau di Tanah Karo, Sumatera Utara yang

dilaporkan oleh BPPV Medan (Ditjenakkeswan, 2014).

Penularan bisa terjadi secara vertikal (transovarian) tetapi dapat juga terjadi melalui kontak

langsung atau tidak langsung dengan unggas yang terinfeksi (pernafasan atau feses), pakan,

air,kotoran yang terkontaminasi, sebagai akibat dari sanitasi yang kurang baik. Infeksi yang

ditularkan melalui kontaminasi telur atau tempat penetasan biasanya mengakibatkan kematian pada

anak ayam pada beberapa hari pertama pasca-menetas hingga usia 2-3 minggu. Penularan antar

peternakan disebabkan oleh biosekuriti yang buruk (Yeakel, 2022). Penderita Salmonellosis masih

dapat mengekskresikan bakteri 3-4 bulan walau telah sembuh dari penyakit (Ditjenakkeswan,

2014).

Hasil interaksi antara host dan Salmonella tergantung dari tingkat resistensi inang,

banyaknya infeksi patogen, dan jenis serotipe Salmonella. Timbulnya penyakit tidak selalu terjadi

walau bakteri sudah tertelan. Timbulnya penyakit juga dapat muncul cepat atau lama pasa-infeksi.

Infeksi yang munculnya lama dikarenakan karena bakteri dapat mengakibatkan kolonisasi (tanpa

penyakit) dari inang, tetapi dengan perubahan lingkungan usus, misalnya disebabkan oleh stres,

antibiotik (aktivitas yang mempengaruhi flora normal), sehingga penyakit lambat untuk muncul.

2.4 Patogenesis
Manifestasi klinis yang paling umum dari Salmonellosis adalah diare. Dalam kasus tertentu

(ditentukan oleh faktor inang, strain Salmonella, dan dosis) septisemia terjadi. Faktor inang

termasuk usia, status kekebalan, komposisi flora normal (memberikan resistensi untuk kolonisasi),

dan riwayat sakit (Moxley, 2013).

Salmonella fase stationary (fase awal) merupakan fase paling optimal untuk bakteri

menyebabkan penyakit, karena dalam kondisi ini, RNA polimerase mengandung faktor sigma

alternatif (RpoS) sebagai initiator transkripsi gen dan bertanggung jawab untuk toleransi asam

serta daya tahan hidup pada lambung dan sistem pencernaan. RNA polimerase yang mengandung

RPoS juga merupakan pengatur ekspresi gen virulensi pada plasmid (Moxley, 2013).
Sel target Salmonellaialah sel M dalam folikel limfatik pada usus kecil distal dan usus besar

bagian atas. Kurangnya flora kompetitif yang disebabkan oleh gizi buruk, stres, atau antibiotik

berpotensi mengurangi jumlah Salmonella pada sistem pencernaan. Adhesi ke sel M merupakan

langkah pertama dalam proses infeksi penyakit, dimediasi oleh satu atau lebih protein adhesin,

yaitu, Agf, Pef, dan Lpf, dll. Setelah adhesi, Salmonella diinternalisasi mengikuti induksi membran

ruffles dalam sel target, setelah diinjeksi oleh T3SS (Type III Secretion System). Sel target rusak

permanen akibat interaksi ini, mengalami apoptosis. Salmonella kemudian berada di dalam sel

target, limfo nodul, dan jaringan submukosa. Respon inflamasi dimulai dengan pelepasan berbagai

kemokin dari sel inang yang terkena, serta pelepasan sitokin proinflamasi setelah interaksi inang

dengan Lipopolisakarida (LPS) dinding sel, interaksi inimengakibatkan masuknya leukosit

polymorphonuclear neutrophil (PMN) dan makrofag. PMN sangat efisien dalam fagositosis dan

pembunuhan Salmonella. Diare dianggap hasil dari sintesis prostaglandin oleh PMN, serta aktivasi

berbagai jalur pensinyalan protein inositol dalam sel inang. Hasil akhirnya adalah sekresi ion

klorida dan air (Moxley, 2013).

Jika serotipe Salmonellayang menginfeksi memiliki sifat yang memungkinkan penyebaran

(memiliki produk gen terkait SPI-2, SPI-3, SPI-4, dan SPI-5 yang memungkinkan pertumbuhan

dalam makrofag; kemampuan pengkodean faktor virulensi agar dapat tumbuh secara intraseluler

dan pengkodean resistensi serum; Sistem enzim PhoQ/PhoP memungkinkan resistensi terhadap

sistem imun), septikemia dapat terjadi. Kemungkinan terjadinya hal ini meningkat jika status

kekebalan inang berkurang. Salmonellamenyebar dan berkembang biak di dalam sel fagositik

(terutama makrofag) di dalam fagosom. Setelah penyebaran Salmonella secara sistemik, septikemia

dan syok endotoksik kemudian terjadi. Strain yang menghasilkan bentuk penyakit ini lolos dari

penghancuran oleh inang dan berkembang biak di dalam makrofag hati dan limpa, serta secara

intravaskular. Selama proses penyebaran, Salmonella juga dapat berada di luar lingkungan

intraseluler dan oleh karena itu berisiko terhadap pembentukan kompleks serangan membran

komplemen pada permukaannya. Salmonella invasif mampu mengeluarkan siderofor, salmochelin


yang menghilangkan besi dari protein pengikat besi. Multiplikasi bakteri yang berlebihan

menyebabkan endotoksemia, kerusakan pembuluh darah yang parah, dan kematian (Moxley,

2013).

2.5 Gejala Klinis


Salmonellosis pada unggas termasuk Pullorum adalah penyakit yang terutama menyerang

unggas muda, misalnya anak ayam. Unggas dapat mati tanpa menunjukkan tanda KIinis yang

teramati ialah kurang nafsu makan, kehausan, kelesuan, sayap terkulai, gangguan syaraf dan feses

berwarna putih atau coklat kehijauan. Tipus unggas disebabkan oleh S.gallinarum, biasanya

menyerang unggas dara dan dewasa, menimbulkan banyak kematian yang kadang-kadang tanpa

disertai tanda klinis terlebih dahulu. Umumnya hewan apatis, kurang nafsu makan, pial berwarna

merah tua dan disertai diare berwarna hijau. Unggas yang terserang oleh S.typhimurium tidak selalu

menunjukan gejala klinis, tetapi hewan penderita ini akan bertindak sebagai sumber penularan

(Ditjenakkeswan, 2014).

2.6 Diagnosa Banding


Menurut Ditjenakkeswan (2014), diagnosa banding dari penyakit Salmonellosis pada hewan

adalah sbb:

 Tanda-tanda septikemi oleh sebab Salmonellosis pada babi dapat dikelirukan dengan tanda-

tanda septikemi yang disebabkan oleh Hog Cholera, Erysipelas atau infeksi Streptococcus.

Tanda-tanda diare seperti disentri babi, sedangkan gangguan alat pernafasan seperti yang

ciri ditimbulkan oleh bakteri Pasteur.

 Tanda-tanda gastro enteritis pada sapi seperti keracunan makanan atau parasitisme. Adanya

diare seperti yang terjadi oleh infeksi virus diare dan kejadian abortus seperti dijumpai pada

infeksi lainya.

 Tanda-tanda enteritis pada domba dan kambing mirip dengan kejadian coccidiosis,

enterotoksemia atau desentri pada domba oleh sebab jasad renik lainnya.

2.7 Pengobatan Dan Pengendalian


Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian menurut Ditjenakkeswan (2014), yakni;

 Sulfonamida: sulfanilamid terhadap infeksi dengan S.typhi, S.paratyphidan S.gallinarum,

dan lain-lain; sulfaquinoxalin dan sulfamerasin untuk infeksi S.pullorum dan S.gallinarum,

sulfagunanidin untuk infeksi S.cholerasuis.

 Nitrofurans: nitrofurazone untuk infeksi S.cholerasuis, untuk infeksi S.pullorum dan

S.gallinarum.

 Antibiotika: streptomycin, neomycin, aureomycindan tetramicynuntuk infeksi bakteri

Salmonella pada umumnya.

Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Salmonellosis menurut Ditjenakkeswan

(2014) dapat dilakukan dengan:

 Vaksinasi dengan menggunakan vaksin aktif

 Tindakan sanitasi terhadap kandang, peralatan, dan lingkungan peternakan, serta fumigasi

penetasan telur ayam.

 Pencegahan terhadap pemasukan hewan terinfeksi atau carrier.

 Pemberantasan vektor (burung-burung liar, rodensia, dan serangga) disekitar peternakan.

 Diadakan rotasi tempat penggembalaan (Pasture Rotation).

 Hewan diberi pakan yang baik dan ditambahkan vitamin B/Niacin.

2.8 Isolasi Bakteri Salmonella sp.


Metode isolasi bakteri Salmonella sp. Dilakukan untuk menumbuhkan bakteri dari lingkungan

maupun hospes pada media tertentu sehingga diperoleh di dapati kultur murni untuk pengujian

danidentifikasi (Putri dan Kusdiyantini, 2018). Media umum yang sering digunakan dalam isolasi
bakteri adalah nutrient agar (NA). Media NA berdasarkan bahan yang digunakan termasuk dalam

kelompok media semi alami, yakni media yang terdiri dari bahan alami yangditambahkan dengan

senyawa kimia. Media Nutrient Agar termasuk kedalam jenis media umum digunakan untuk

pertumbuhans ebagian besar bakteri. (Rossitaetal.,2017).

Selain itu, pengujian untuk melihat ada tidaknya bakteri Salmonella sp. dapat dilakukan

menggunakan media selektif. Media Salmonella Shigella Agar (SSA) merupakan media selektif

yang dapat menumbuhkan bakteri Salmonella dan Shigella (Ningrum, 2014). Kandungan Bilesalts,

Na-sitrat, dan brilliant green pada media SSA dapat menghambat pertumbuhan gram positif dan

beberapa gram negatif normal yang ada. Bakteri Salmonella sp., tumbuh pada media SSA dengan

ciri utama, yaitu bahwa koloni berbentuk bulat, cembung, tekstur halus, mengkilat, pinggiran rata,

memiliki koloni berwarna pink dengan inti koloni berwarna hitam, (Amiruddin etal.,2017).

2.9 Identifikasi Bakteri Salmonella sp.

2.9.1 Uji diferensial bakteri

Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan metode pewarnaan gram dan uji

menggunakan KOH 10%. Kedua uji identifikasi ini dilakukan untuk membedakan bakteri

gram positif dan gram negatif. Pewarnaan gram dilakukan sebagai pewarnaan rutin bakteri

pada hasil apusan dengan menggunakan dua jenis pewarna yang akan menghasilkan

diferensiasi pada kedua jenis bakteri. Kristal violet digunakan sebagai pewarna pertama yang

tertahan pada dinding sel,j ika dilakukan dekolorisasi menggunakan alkohol 96%, bakteri

Gram-positif akan tetap mempertahankan pewarna pertama. Sebaliknya, bakteri Gram-negatif

(termasuk Salmonellasp.,tidak akan mempertahankan kristal violet dan menyerap pewarna

kedua yaitu safranin (berwarna merah) (Quinnetal.,2011).

Penentuan sifat atau bakteri dengan KOH10% memiliki prinsip yang mirip pengujian

pewarnaan gram untuk menentukan sifat gram dari bakteri. KOH dapat menyerang lemak

(lipid bilayer) pada dinding sel bakteri dan menyebabkan lisisnya bakteri gram negatif
termasuk Salmonella sp. Bakteri yang lisis akan melepaskan materi genetik (DNA) yang

merupakan substansi melimpah di dalam sel bakteri. Molekul DNA sangat panjang dan

bersifat sticky strings (menyerupai lendir, getah atau lengket) yang memberikan hasil seperti

lendir saat diangkat menggunakan ose (Hardiansyahetal., 2020).

2.9.2 Uji Biokimia

1. Uji Sulphide Indole Motility (SIM)

Uji pada media ini meliputi tiga parameter pengamatan, yaitu uji pembentukan

sulfur (H2S), uji pembentukan indol dari hasil penguraian asam amino, dan

pengamatan pergerakan pertumbuhan bakteri dalam media tabung. Media yang

digunakan adalah media SIM dengan komposisi berupa Ferrousam monium

sulphate, Peptone, Tryptone, Sodium thio sulphate, Nutrien tagar. Kandungan

Ferrous ammonium sulphate dan Sodium thiosulphate digunakan untuk uji sulfur,

kandungan Nutrient agar digunakan untuk uji motilitas sedangkan uji Indol perlu

penambahan reagen kovacs (Shields,2013).

Uji sulfur bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menguraikan

asam amino menjadi sulfur. Sulfur dihasilkan oleh beberapa jenis mikroba melalui

pemecahan asam amino yang mengandung unsur belerang. Hasil positif apabila H 2S

bereaksi dengan senyawa-senyawa pada media SIM yang ditandai dengan

terbentuknya logam sulfit yang berwarna hitam. Hasil negatif tidak terbentuk logam

sulfit yang berwarna hitam karena bakteri yangberada dalammedium tidak mampu

menghidrolisis logam-logam berat yang terkandung dalam medium(Nugraheni,

2010).

Uji indol adalah produksi indol dari triptofan yang merupakan salah satutes

diagnostik untuk mengidentifikasi bakteri enterik. Uji indol dilakukan dengan

menambahkan dengan reagen kovacks yang ditambahkan setelah pengamatan


moitilitas sehingga tidak mengganggu pengamatan motilitas pada media uji. Reagen

kovacks terdiri dari amyl alcohol, para-dimethylmino benzaldehyde, dan concentrate

dhydro chloricacid. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna merah pada

permukaan media. Menurut Radji (2010) Salmonella spp. Memberikan hasil negatif

pada reaksi indol.

Uji motilitas digunakan untuk mengidentifikasi bakteri berdasarkan penyebaran

koloni. Adanya kandungan Nutrient agar semisolid dalam media SIM

memungkinakan bakteri yang memiliki flagel melakukan pergerakan dalam media.

Salmonella spp. Memiliki flagel peritrik yang terdapat diseluruh pemukaan

tubuhnya. Pertumbuhan bakteri yang tidak hanya tumbuh pada bekas tusukan atau

menyebar pada media, maka bakteri yang diidentifikasi tersebut adalah golongan

Enterobacter termasuk Salmonella sp. (Holtetal.,, 2000).

2. Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Uji ini digunakan untuk membedakan bakteri Gram negatif dalam

menfermentasikan glukosa dan laktosa atau sukrosa serta memproduksi H 2S. Uji

TSIA merupakan uji yang digunakan untuk membedakan antara kelompok

bakteri Salmonella sp. Serta Enterobactericeae (termasuk E.coli) dengan

kelompok lainnya. Fenol red adalah indikator pH yang akan menghasilkan warna

merah (pH7,3) ketika terjadi reaksi basa (tidak ada fermentasi ketiga gula), dan

berwarna kuning (pH 6,8) jika terjadi reaksi asam (fermentasi gula). Selain itu

besi sulfat dengan natrium tiosulfat pada media akan bereaksi jika bakteri

memproduksi hidrogens ulfida (berwarna hitam)( Markey et al., 2013).

3. Uji sitrat

Sitrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme menggunakan

sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Uji ini dapat menggunakan
media Simmon’s Citrate Agar (SCA). Media ini merupakan medium sintetik

dengan nutrient agar (NA) sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, NHA +

sebagai sumber N dan brom thymol blue sebagai indikator pH. Pada uji ini

menunjukkan reaksi positif. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna

media dari hijau menjadi biru bila keadaan menjadi alkalin. Mikroba yang

menggunakan sitrat maka akan akan menyebabkan medium menjadi lebih basa

dan mengubah warna medium dari hijau menjadi biru (Markey et al.,2013).

4. Uji katalase

Uji ini mendeteksi kemampuan bakteri memproduksi enzim katalase yang

mengubah hidrogen peroksida H2O2 menjadi air dan gas oksigen. Bakteri yang

memproduksi enzim katalase salah satunya Salmonella sp., pada uji katalase di

indikasikan dengan terbentuknya gelembung pada media yang disebabkan

adanya gas oksigen dari penguraian H2O2 (Markey et al., 2013).

BAB III
METOLODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu
Pengujian dilaksanakan pada tanggal 04 Oktober 2022 yang meliputi koleksi sampel,

pengujian di laboratorium, dan identifiaasi hasil uji. Sampel dikoleksi dengan cara melakukan swab

pada kloaka ayam yang diambil dari peternakan ayam milik Ibu Merlin di Baumata. Sampel yang

diambil adalah dari ayam yang memiliki gejala klinis lemas, dan feses berwarna putih berkapur.

Setelah dilakukan swab, kemudian sampel dibawa untuk dilakukan pemeriksaan di Laboratorium

Mikrobiologi Klinik Hewan Universitas Nusa Cendana.

Gambar1. Pengambilan sampel dengan swab kolaka (Dokumentasi pribadi).

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan antara lain cotton swab steril, tissue, kapas, kertas label, pensil,

kertas HVS, ose, pipet tetes, kaca objek, gloves, api bunsen, tabung durhan, rak tabung, botol

duran, cawan petri, plastic cawan, gelas ukur, timbangan, autoklaf, microwave, inkubator, dan

mikroskop.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam isolasi dan identifikasi Salmonella sp. ini adalah hasil

swab kloaka ayam, Salmonella Shigella Agar (SSA), Nutrient Agar (NA), Triple Sugar Iron

Agar (TSIA), Sulfide Indole Motility (SIM), Simmon Citrat Agar (SCA), alkohol, aquades,

kristal violet, lugol, aseton alkohol, safranin, H 2O2 (untuk uji katalase), KOH 10%, minyak
imersi,strip oksidasi, dan spiritus.

3.3 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu121 oC

selama 15 menit. Alat yang disterilisasi adalah cawan petri dan tabung durhan yang

dibungkus menggunakan kertas HVS. Bahan yang disterilisasi adalah aquades di dalam botol

duran sebagai campuran media SSA.

3.4 Pembuatan Media dan Kultur Bakteri

3.4.1 Media Shigella Salmonella Agar (SSA)

1. Mengambil aquades sebanyak 130 ml lalu memasukkan dalam botol duran untuk

disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama15 menit

2. Mencampurkan bubuk SSA sebanyak 4.4 gram dalam aquades yang telah disteril,

kemudian menghomogenkan dengan cara menggoyangkan botol hingga bubuk

SSA lasrut.

3. Larutan media tersebut dihomogenkan lagi dengan pemanasan di microwace

selama 30 detik untuk memastikan bubuk media terlarut dengan sempurna.

4. Media yang sudah homogen tersebut selanjutnya dituang ke dalam cawan petri

sebanyak 20 ml.

5. Mediater sebut dibiarkan mengeras, kemudian dimasukkan kedalam kulkas dan

diinkubator selama1 jam sebelum digunakan.

6. Mengambil cotton swab untuk mengkultur bakteri pada media, kemudian

dilanjutkan mengunakan osesteril dengan teknik gores kuadran.

7. Menginkubasi media yang telah dikultur pada suhu 37oC selama 24-48 jam.

8. Mengamati morfologi dan membuat dokumentasi pada bakteri yang tumbuh.

3.4.2 Media Nutrient Agar (NA)

1. Mencampurkan 8.12 gram bubuk NA dengan 290 ml aquades ke dalam botol


duran, kemudian menghomogenkan dengan cara menggoyangkan botol hingga

bubuk NA larut.

2. Larutan media tersebut dihomogenkan lagi dengan pemanasan di microwave

selama 30 detik untuk memastikan bubuk media terlarut sempurna.

3. Media yang sudah homogen selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf

dengan suhu 121 oC selama 15 menit (dengan melonggarkan tutup botol).

4. Media yang telah disterilkan kemudian dibiarkan hingga hangat lalu dituangkan

pada cawan petri sebanyak 20 mL dan dibiarkan hingga mengeras.

5. Melakukan inokulasi koloni bakteri yang tumbuh pada media selektif SSA pada

media NA yang telah dibuat.

6. Biakan bakteri hasil inokulasi diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37 oC

selama 24 jam.

7. Mengamati morfologi koloni bakteri yang tumbuh

Gambar 1. Media Nutrient Agar (Dokumentasi pribadi).

3.5 Pengujian Gram

3.5.1 Uji Pewarnaan Gram

1. Mensetrilkan ose dengan cara dibakar pada api Bunsen

2. Meneteskan aquades sebanyak satu ose di atas kaca objek, lalu mengambil isolat

bakteri Salmonellasp. Dari media NA dan menggeser-geser agar tercampur merata.


3. Selanjutnya mengeringkan kaca objek dan difiksasi diatas api bunsen.

4. Meneteskan larutan kristal violet pada preparat dibiarkan selama 2 menit dan

kemudian dibilas dengan air mengalir.

5. Meneteskan lugol keatas kaca objek dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian

dibilas dengan air mengalir.

6. Meniriskan lugol dan selanjutnya kaca objek ditetesi alkohol aseton selama

kurang lebih 30 detik, kemudian dibilas dengan air mengalir.

7. Meneteskan safranin kekaca objek dan dibiarkan selama 2 menit kemudian dibilas

dengan air mengalir, lalu dikeringkan

8. Mengamati kaca objek dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x menggunakan

minyaki mersi.

Gambar 2. Pewarnaan gram (Dokumentasi pribadi

3.5.2 Uji KOH

Uji ini dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri dari media NA

menggunakan ose steril dan dioleskan pada kaca objek. Selanjutnya ditetesi dengan

KOH 10 % lalu aduk, kemudian ose diangkat untuk melihat kekentalannya (seperti

lendir/tidak).
3.6 Uji Biokimia

3.6.1 Media SIM (Sulfide Indole Motility)

1. Mencampurkan 1,7 gram bubuk SIM dengan 56 ml aquades ke dalam botol duran,

kemudian dihomogen kandengan cara menggoyangkan botol hingga bubuk SIM

larut.

2. Larutan media tersebut dihomogenkan lagi dengan pemanasan di microwave

selama 30 detik untuk memastikan bubuk media terlarut sempurna.

3. Media yang sudah homogen selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf

dengan suhu 121oC selama 15 menit (dengan melonggarkan tutup botol).

4. Media yang telah homogen dituangkan ke dalam tabung durham sebanyak 6 mL

dan disimpan secara tegak hingga mengeras.

5. Media dimasukkan ke dalam kulkas dan diinkubasi selama seatu jam sebelum

digunakan.

6. Melakukan inokulasi koloni bakteri yang tumbuh pada media NA dengan cara

membuat tusukan menggunakan jarum inokulasi pada media SIM yang telah

dibuat.

7. Biakan bakteri hasil inokulasi diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37 oC

selama 24 jam.

8. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan.

3.6.2 TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

1. Mencampurkan 4,5 gram bubuk SIM dengan 70 ml aquades ke dalam botol duran,

kemudian dihomogen kandengan cara menggoyangkan botol hingga bubuk SIM

larut.

2. Larutan media tersebut dihomogenkan lagi dengan pemanasan di microwave

selama 30 detik untuk memastikan bubuk media terlarut sempurna.


3. Media yang sudah homogen selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf

dengan suhu 121oC selama 15 menit (dengan melonggarkan tutup botol).

4. Media yang telah homogen dituangkan ke dalam tabung durham sebanyak 8

mLdan disimpan secara miring hingga mengeras.

5. Melakukan inokulasi koloni bakteri yang tumbuh pada media NA dengan cara

membuat tusukan dan goresan menggunakan jarum inokulasi pada media TSIA

yang telah dibuat.

6. Biakan bakteri hasil inokulasi diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37 oC

selama 24 jam.

7. Selanjutnya melakukan pengamatan.

3.6.3 SCA (Simmons Citrate Agar)

1. Mencampurkan 1,58 gram bubuk SCA dengan 70 ml aquades ke dalam botol

duran, kemudian dihomogenkan dengan cara menggoyangkan botol hingga bubuk

SIM larut.

2. Larutan media tersebut dihomogenkan lagi dengan pemanasan di microwave

selama 30 detik untuk memastikan bubuk media terlarut sempurna.

3. Media yang sudah homogen selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf

dengan suhu 121oC selama 15 menit (dengan melonggarkan tutup botol).

4. Media yang telah homogen dituangkan ke dalam tabung durham sebanyak 8 mL

dan disimpan secara miring hingga mengeras.

5. Melakukan inokulasi koloni bakteri yang tumbuh pada media NA dengan

caramembuat tusukan menggunakan jarum inokulasi pada media SCA yang

telahdibuat.

6. Biakan bakteri hasil inokulasi diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37 oC

selama 24 jam.
7. Selanjutnya melakukan pengamatan.

3.6.4 Uji Indol

1. Mengambil koloni yang diduga Bakteri Salmonella pada media NA dimasukkan

kedalam media indol (SIM) dalam tabung reaksi

2. Kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam, lalu ditambahkan 0,2 sampai

dengan 0,3 ml reagen Kovacs.

3. Selanjutnya mengamati dan dokumentasi perubahan (ada/tidaknya pembentukan

cincin merah). Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah dipermukaan

media.

3.6.5 Uji Katalase

1. Mensterilkan ose yang akan digunakan.

2. Mengambil koloni bakteri pada media NA dengan menggunakan ose.

3. Meletakkan diatas objek glass lalu diberi H2O2 sebanyak 1 tetes.

4. Mengamati pembentukan gelembung gas seperti buih pada objek glass.

5. Selanjutnya melakukan dokumentasi pada pembentukan gelembung gas tersebut.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi dan Identifikasi Makroskopis

4.1.1 Media Salmonella Shigella Agar (SSA)


Uji keberadaan bakteri Salmonella sp. dilakukan dengan menginokulasikan sampel

pada media pertumbuhan bakteri selektif yaitu media Salmonella shigella agar (Rahmati,

2016). Media SSA merupakan media selektif yang dapat menumbuhkan bakteri Salmoella dan

Shigella (Ningrum, 2014). Media ini mengandung peptone, ektrat daging sapi, laktosa, neutral

red, polipenton, sodium thiosulfate dan sodium citrate sehingga memungkinkan bakteri

Salmonella sp. dapat tumbuh pada media SSA. Bakteri gram positif tidak dapat tumbuh pada

media SSA, karena media ini mengandung garam empedu dan sitrat yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut (Afifah, 2013). Pada media SSA, Bakteri yang tidak

dapat memfermentasi laktosa seperi Salmonella sp. dan Shigella sp. akan tampak sebagai

koloni yang tidak berwarna, sedangkan bakteri yang dapat memfermentasi laktosa, seperti

Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae muncul sebagai koloni kecil berwarna merah

muda (Dermawan, 2017).

Gambar 2. Koloni yang tumbuh pada media SSA (Dokumentasi pribadi).

Hasil kultur bakteri dari swab kloaka pada media SSA, menunjukkan bahwa adanya koloni

bakteri yang tumbuh. Koloni bakteri tersebut tampak berbentuk bulat dan permukaan

cembung dengan tepian halus serta berwarna hitam yang dikelilingi oleh zona berwarna putih
kekuningan. Bau yang khas juga dihasilkan oleh media yang ditumbuhi koloni bakteri,

sehingga diduga sebagai bakteri Salmonella sp. Hasil ini sesuai dengan pernyataan dari Paulus

et al., (2016), yang menyatakan bahwa koloni Salmonella yang tumbuh pada media SSA

menunjukkan ciri khas berupa koloni berbentuk bulat transparan dengan inti berwarna hitam.

Salmonella dapat melakukan metabolisme tiosulfat oleh enzim reduktif tiosulfat reduktase

pada bakteri dan menghasilkan hidrogen sulfida (H 2S), yang kemudian hidrogen sulfida

tersebut bereaksi dengan asam ferat pada media agar dan menimbulkan warna hitam pada inti

koloni sementara pada bakteri Shigella sp. tidak dapat memfermentasi laktosa dan juga tidak

menghasilkan hodrogen sulfida sehingga koloninya akan tampak berwarna bening atau

transparan pada media SSA (Makhtaruddinetal., 2018).

4.1.2 Media Nutrien Agar (NA)

Bakteri Salmonella sp. yang sudah tumbuh pada media SSA, kemudian dipindahkan

pada media nutrien agar untuk mendapatkan isolat murni dan memperbanyak bakteri. Media

nutrient agar merupakan media umum yang digunakan sebagai kultur isolat bakteri. Setelah

dilakukannya kultur pada media, bakteri akan tumbuh dan koloninya akan nampak dalam

kurun waktu 18-24 jam.

Hasil kultur bakteri Salmonella sp. pada media NA, menunjukkan bahwa koloni yang

tumbuh berbentuk bulat-bulat kecil, memiliki permukaan yang halus dan tidak berwana atau

bening. Hasil ini memiliki kesamaan dengan temuan oleh Nesa et al., (2011), bahwa bakteri

Salmonella yang tumbuh pada media NA membentuk koloni yang bulat, kecil dan

tembuscahaya. Berbeda pada media SSA, koloni bakteri Salmonella yang tumbuh pada media

NA berwarna bening dikarenakan media ini tidak mengandung natrium tiosulfat dan sitrat

sehingga tidak terjadi reaksi dan mengubah warna koloni menjadi hitam ketika koloni

menghasilkan H2S.
Gambar 2. Hasil inokulasi biakan bakteri dari media selektif pada media NA
(dokumentasi pribadi).
4.2 Pengujian Gram
4.2.1 Pewarnaan Gram
Isolat murni bakteri yang bersal dari media NA kemudian diambil untuk dilakukan

pewarnaan gram yang bertujuan untuk menentukan sifat dan morfologi dari bakteri

Salmonella sp. Hasil pewarnaan gram menunjukkan bahwa bakteri berwarna merah muda dan

berbentuk batang pendek. Hal ini menandakan bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri gram

negatif. Bakteri gram negatif dibedakan dari gram positif karena komposisi dinding sel yang

berbeda. Dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks dibanding bakteri gram positif.

Terdapat dua lapisan pada dinding sel bakteri gram negatif, berupa lapisan luar yang tersusun

oleh lipopoli sakarida serta protein dan lapisan bagian dalam yang tersusun oleh peptidoglikan

yang lebih tipis dibandingkan dengan peptidoglikan bakteri gram positif. Sifat dari

peptidoglikan yang tipis dan permeabilitas yang tinggi menyebabkan dinding sel mudah

melepaskan zat warna kristal violet ketika dilakukan pewarnaan pertama dan akan menyerap

warna dari safranin yang merupakan pewarna kedua. Dari sifat terebut, sehingga pada saat

pengamatan mikroskopik bakteri Salmonella sp. yang merupakan bakteri gram negatif, maka

bakteri ini akan berwarna merah muda (Lay, 1994;White et al, 2000).
Gambar 3. Hasil pewarnaan gram (Dokumentasi pribadi)

4.2.2 Uji KOH 10%


Uji KOH 10% merupakan salah satu pengujian gram untuk menentukan sifat gram dari

bakteri. Hasil pengujian ini, menunjukkan bahwa bakteri Salmonella sp. Merupakan bakteri

gram negatif, karena pada uji KOH 10% tampak berlendir dan seperti benang ketika ditarik

menggunakan ose. Bakteri gram negatif akan tampak berlendir dan kental ketika ditambahkan

KOH 10% sedangkan bakteri gram positif tidak (Hardiansyah et al., 2020). Hal ini

dikarenakan KOH 10% dapat meluruhkan lemak (lipid bilayer) sehingga membuat sel gram

negatif menjadi pecah, kemudian sel yang pecah akan mengeluarkan materi DNA. Molekul

DNA dari bakteri sangat panjang dan bersifat sticky strings (menyerupai lendir, getah dan

lengket), sehingga ketika diangkat menggunakan ose maka akan tampak seperti berlendir

(Edwin, 2011cit Hardiansyah et al.,2020).

Gambar 4. Hasil pengujian gram dengan KOH 10% (Dokumentas ipribadi).


4.3 Uji Biokimia
Bakteri memiliki berbagai aktivitas biokimia (pertumbuhan dan perbanyakan) dengan

menggunakan nutrisi yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Setiap bakteri memiliki

kemampuan dalam menggunakan enzim yang dimilikinya untuk degradasi karbohidrat, lemak,

protein, dan asam amino. Metabolisme atau penggunaan dari molekul organi kini biasanya

menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi bakteri. Sifat

metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari interaksi metabolit-metabolit yang

dihasilkan dengan reagen-reagen kimia. Selain itu dilihat kemampuannya menggunakan senyawa

tertentu sebagai sumber karbon dan sumber energi (Waluyo, 2004).

4.3.1 Media Sulfide Indole Motility

Uji pada media ini terdiri tiga parameter pengamatan, yaitu uji pembentukan sulfur

(H2S), uji pembentukan indol dari hasil penguraian asam amino, dan pengamatan pergerakan

pertumbuhan bakteri dalam media tabung (Shields, 2013).

Uji pada media SIM dilakukan untuk mendeteksi adanya indol yang merupakan hasil

penguraian asam amino triptofan. Asam amino triprofan merupakan komponen asam amino

yang terdapat pada protein. Untuk mendeteksi pembentukan indol maka dilakukan dengan

penambahan reagen Kovac’s, hasil positif ditunjukkan dengan adanya pembentukan cincin

indol berwarna merah sedangkan hasil negatif tidak terbentuknya cincin indol (Pattuju et

al.,2014). Hasil uji indol pada bakteri Salmonella sp. yang diambil dari media NA

menunjukkan hasil negatif yang ditandai dengan tidak terbentuknya cincin berwarna merah

pada permukaan media, setelah ditambahkan reagen Kovac’s. Hasil negatif tersebut

disebabkan karena bakteri Salmonella sp. Tidak memiliki enzim triptophanase yang berperan

untuk mengoksidasi atau memecahasam amino tryptophan menjadi indol dan asam piruvat

(Quinetal., 2002).
Gambar 5. Uji indol pada media SIM (Dokumentasi pribadi)

4.3.2 Media Triple Sugar Iron Agar


Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) merupakan metode yang digunakan untuk melihat

kemampuan mikroorganisme dalam memfermentasikan gula. Medium TSIA mengandung 3

macam gula, yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa. Pada media ini terdapat indikator fenol merah

serta FeSO4 untuk memperlihatkan pembentukan H2S. Media TSIA yang digunakan memiliki

dua bagian yaitu slant (miring) dan butt (tusuk) (Sari, 2012). Hasil pengujian pada media

TSIA menunjukkan bahwa tampak sedikit warna kuning dan sebagiannya lagi sudah tertutupi

oleh warna hitam pada bagian tegak dari media. Warna kuning pada media TSIA teramati

ketika 12 jam setelah dilakukan kultur bakteri, Namun setelah 24 jam, warna kuning tidak

teramati lagi karena sudah tertutupi oleh warna hitam yang merupakan H 2S. Adanya

perubahan warna pada bagian tegak dari media mengindikasikan bahwa terjadi aktivitas

biokimia dalam hal ini adalah fermentasi glukosa. Menurut Adams dan Moss (2000),

Salmonella sp. memiliki kemampuan dalam memfermentasi glukosa. Hasil pengamatan pada

bagian slant dari media TSIA, menunjukkan reaksi negatif yaitu tidak adanya perubahan
warna menjadi kuning, namun media yang teramati berwarna merah yang mengindikasikan

tidak terjadi fermentasi laktosa dan sukrosa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanes (2003),

yang menyebutkan bahwa Salmonella merupakan jenis bakteri yang tidak dapat

memfermentasi karbohidrat jenis laktosa dan sukrosa. Menurut Latif et al., (2014) Salmonella

sp. memiliki ciri khas yaitu tidak dapat memfermentasikan laktosa. Ketidak mampuan

memfermentasikan laktosa adalah salah-satu hal penting dalam pemeriksaan identifikasi untuk

membedakan bakteri dari anggota bakteri lainnya. Paulus et al., (2016) menyatakan bahwa

perubahan warna merah pada bagian slant merupakan pengaruh alkalisasi dari pepton.

Salmonella sp. dapat memfermentasikan glukosa dengan jumlah yang terbatas pada media.

Keterbatasan ini membuat Salmonella sp. akhirnya mengunakkan pepton sebagai sumber

energi yang hasil sampingan berupa basa merah yang terjadi pada permukaan tabung.

Temuan lainnya pada pengujian ini,yaitu terbentuknya warna hitam pada media TSIA

yang mengindikasikan bahwa bakteri membentuk H 2S. Hal ini disebabkan karena adanya

kandungan natrium tio sulfat pada media mengalami reduksi, kemudian bereaksi dengan Fe +

sehingga membentuk logam sulfit yang ditandai dengan warna hitam pada dasar tabung

(Pattuju et al., 2014).

Gambar 6. Hasil pengujian pada media TSIA, pengamatan media TSIA 24 jam (Dokumentasi
pribadi).
4.3.3 Media Simmons Citrate Agar
Uji simmon’s citrate bertujuan untuk mentukkan penggunaan natrium sitrat sebagai

satu-satunya sumber karbon bagi bakteri. Media SCA merupakan medium sintetik dengan

nutrient agar dan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, serta brom thymol blue sebagai

indikator pH (Afriani et al., 2016).

Hasil pengujiam sitrat pada media SCA menunjukkan reaksi positif, ditandai dengan

perubahan warna dari hijau menjadi biru pada bagian media yang dikultur bakteri. Reaksi

positif disebabkan karena bakteri Salmonella sp. dapat menggunakan sitrat sebagai sumber

karbon untuk proses pertumbuhan. Pemanfaatan sitrat melibatkan enzim citrate permease

yang dapat memecah sitrat menjadi oksaloasetat dan asetat sehingga dapat memproduksi

Na2CO3 dan serta NH3. Hasil akhir dari perombakan sitrat oleh bakteri dapat menimbulkan

kondisi pH menjadi alkali atau basa. Selanjutnya, karena kondisi lingkungan media yang

ditumbui bakteri bersifat basa, sehingga dapat merubah warna media menjadi biru. (Sari dan

Pratiwi, 2014). Menurut Amirudin et al.,(2017) Salmonella sp. memberikan hasil positif pada

uji sitrat, namum spesies Salmonella typhi tidak menggunakan sitrat sebagai sumberkarbon.

Gambar 7. Hasil pengujian pada media SCA (Dokumentasi pribadi).


4.3.4 UjiKatalase
Uji katalase dilakukan untuk melihat kemampuan mikroorganisme dalam menghasilkan

enzim katalase. Enzim katalase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis hydrogen

peroksida (H2O2) yang terbentuk dari respirasi aerob dan bersifat toksit terhadap bakteri,

menjadi hydrogen oksida atau air (H2O) dan oksigen (O2). Uji katalase positif ditunjukkan

dengan terbentuknya gelembung pada kaca objek yang disebabkan adanya gas oksigen dari

penguraian hydrogen peroksida (Lay, 1994;Mutmainnah et al., 2008).

Hasil uji katalase pada isolat bakteri yang diduga sabagai Salmonella sp. menunjukkan

hasil positif, dicirikan dengan terbentuknya gelembung gas pada kaca objek. Terbentuknya

gelembung gas mengindikasikan bahwa bakteri tersebut memproduksi enzim katalase

sehingga bakteri yang diduga memang merupakan bakteri Salmonella sp. Hal ini sesuai

dengan pernyataan dari Nygren et al., (2012), bahwa bakteri Salmonella sp. menghasilkan

enzim katalase, yang ditunjukkan dengan hasil positif pada uji katalase.

Gambar 8. Hasil uji katalase pada bakteri Salmonella sp.(Dokumentasi pribadi)


BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil isolasi dan kultur bakteri serta pengujian biokimia di laboratorium dari

sampel swab feses pada ayam dapat disimpulkan bahwa:

 Koloni bakteri yang tumbuh dari hasil kultur bakteri merupakan koloni Salmonella

yang ditunjukkan dengan ciri morfologi yaitu, koloni berwarna transparan dengan

inti berwarna hitam, dan adanya warna kekuningan di sekitar koloni bakteri.

 Hasil pewarnaan gram didapati bakteri berbentuk batang dan bersifat gram negatif.

 Penentuan sifat dengan KOH 10% menunjukkan bahwa bakteri merupakan gram

negatif ditandai dengan suspensi menjadi kental atau berlendir.

 Pada pengujian biokimia disimpulkan bahwa bakteri Salmonella sp. bersifat negatif

pada uji Indol

 Berdasarkan hasil uji katalase, koloni menghasilkan gelembung yang menandakan

bahwa bakteri memproduksi enzim katalase, yang merupakan salah satu

karakteristik dari bakteri Salmonella.

 Uji TSIA menghasilkan warna kehitaman dengan sedikit kekuningan dan sedikit

gelembung pada permukaan media agar, menunjukkan positif Salmonella.

 Uji SCA menghasilkan perubahan warna media pada permukaan agar dari yang

semula berwarna hijau menjadi warna biru atau positif Salmonella

5.1. Saran

Dalam melakukan pengambilan sampel, isolasi, dan kultur agen patogen perlu

memperhatikan tindakan aseptis,biosecurtiy, biosafety,dan standar operasional prosedur secara

seksama untuk menghindari kontaminasi agen patogen bagi pelaku pekerja di laboratorium dan

penyebaran agen patogen ke luar lingkungan laboratorium.


DAFTAR PUSTAKA

Adams M.R.dan Moss M.O.2000. Food Microbiology Second Edition.University of Surrey.

Afifah, N. 2013. Uji Salmonella-Shigella Pada Telur Ayam Yang Disimpan Pada Suhu
DanWaktuYang Berbeda. Jurnal Ilmiah Edu Research, 2(1):35-46.
Amiruddin. R R. Darniati dan Ismail. 2017. Isolasi Dan Identifikasi Salmonella sp. Pada
AyamBakar Di Rumah Makan Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Jurnal
JIMVET.01(3):265-274.

Bennasar, A., G. Luna, B. Cabrer, and J. Lalucat. 2000. Rapid Identification Of Salmonella
typhimurium, S. enteritidis and S. virchow isolates by polymerase chain reaction based
finger printing methods. Int. Microbia. 3:31-38.
BioLink,3(1):31-36.

Burtscher, C., P. A. Fall, P. A. Wilderer, and S. Wuertz, 1999. Detection of Salmonella spp and
Listeria monocytogenes in suspended organic waste by nucleic acid extraction and
PCR.Appl.Env. Microbiol. 26:2235-2237.

Carli, K. T., C. B. Unal, V. Caner, and A. Eyigor.2001. Detection ofSalmonella in chickenfeces


by a combination of tetrathionate broth enrichment, capillary PCR, and capillary
gelelectrophoresis. J. Clin. Microbiol. 39:1871-1876.

Chiu, C. H., and T. O. Jonathan. 1996. Rapid identification of Salmonella serovars in feces
byspecific detection of virulence genes, invA and spvC by an enrichment broth culture-
multiplex PCR combination assay.J. Clin. Microbiol. 67:2619-2622.

Ditjennakkeswan (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan), 2014, Manual Penyakit
Hewan Mamalia, Jakarta, Kementrian Pertanian.

Ferretti, R., L. Mannazzu, L. Cocolin, G. Comi, and F. Clementi. 2001. Twelve-hours PCR-based
method for detection of Salmonella spp. In food. Appl. Environ. Microbiol. 74:977-978.
Guild ford.UK.

Hanes, D.2003. Nontyphoid Salmonella. Didalam: Miliotis, M.D., Bier,J.W, penyunting.

Hardiansyah, M.Y., Musa, Y. danJaya, A.M. 2020. Identifikasi Plant Growth Rhizobacteriapada
rizosfer bamboo duri dengan Gram KOH 3%. Agrotechnology Research Journal,4(1):41-
46.

Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T., Williams, S.T., 2000, Bergey’s Manual
Determinative BacteriologyI, 9th edition, Lippincott Williams and Wilkins
Company,USA, pp. 93, 184, 186-187. International Handbook of Foodborne Pathogens.
Marcel Dekker, Inc. NewYork.

Jawetz, Melnick, Adelbergs. 2010. Medical Microbiology. Alanta. Jitv,19(3). Kanisius,Yogyakarta.


Kunarso, D.H. 1987.Beberapa Catatan Tentang Bakteri Salmonella.Oseana, 12(4):79-90.
Lay, W.B.1994. Analisis Mikrobadi Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Moxley, R. 2013, 'Enterobacteriaceae: Salmonella' Veterinary Microbiology, dalam McVey, D.S.,
Kennedy, M., dan Chengappa, M.M's Veterinary Microbiology, 3rd Edition, Wiley-
Blackwell, State Avenue, Ames, Iowa, USA, pp 75-84

Mukhtaruddin, Fakhrurrazi dan Mahdi Abrar. 2018. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Salmonella
Sp. Pada Usus Ayam Kampung di Desa Lampuja Kecamatan Darussalam Kabupaten
Aceh Besar. Jimvet, 3(1):24-36.

Nesa, M. K., Khan, M. S. R, Alam M. 2011. Isolation, Identification and Characterization of


Salmonella Serovars from Diarrhoeic Stool Samples of Human. Bangl. J. Vet. Med, 9
(1):85-93.

Ningrum. 2014. Analisis Kandungan Salmonella sp Dan Kandungan Formalin yang Terdapat
Pada Makanan Otak-otak Bandeng (Chanos chanos Forsk) yang dijual Di Toko Oleh-
olehKota Gresik Sebagai Sumber Belajar Biologi SMA, Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.

Palus, T.S., Sanam, M.U.E. dan Detha, A.I.R. 2016. Identifikasi Salmonella Sp. dan Escherichia
coli Pada Lalat DiTempat Penjualan Daging Pasar Naikoten Kota Kupang.
JurnalVeteriner Nusantara, 1(1):10-13.

Parija SC.2012. Microbiology Immunology 2nd Edition. Elsevier, India.


Pattuju, S.M., Fatimawali dan Manampiring, .A. 2014. Identifikasi Bakteri Resisten Merkuri Pada
Urine, Feses Dan Kalkulus Gigi Pada Individu Di Kecamatan Malala yang,
Manado,Sulawesi Utara. Jurnale-Biomedik (eBM), Volume2 (2).

Poeloengan, M., Komala,I.,& Noor, S.M.(2014).BahayaSalmonellaTerhadapKesehatan.

Putri, A. L. O., dan Kusdiyantini, E. 2018. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari
Pangan Fermentasi Berbasis Ikan (Inasua) yang Di perjualbelikan di Maluku-Indonesia.
Jurnal Biologi Tropika1 (2):6-12.

Quinn, P. J. B. J. Markey, M.E. Carter, W.J. Donnelly, and F.C. Leonard. 2002. Veterinary
Microbiolog yand Microbial Disease. Garsinton Road, Oxford, United Kingdom:
Blackwell Publishing Company.

Rahmiati. 2016. Analisis Bakteri Salmonella – Shigella Pada Kuah Sate Pedagang Kaki Lima.

Retnowati AA. 2007. Uji Potensi Antibakteri Senyawa yang Dihasilkan Bakteri dalam Susu
Fermentasi Yakult. Skripsi. Yogyakarta:Universitas Sanata Dharma.

Rossita AS, Munandar K, Sawitri K.2017. Komparasi Media Na Pabrikan Dengan Na Modifikasi
Untuk Media Pertumbuhan Bakteri. Seminar Nasional Biologi, IPA dan
Pembelajarannya, Jember.

Salmonella sp dan Shigella sp Pada Feses Kuda Bendi di Bukittinggi Sumatera Barat. Jimvet,
2(3):402-410.
Samosir, M.F.,D.Suryanto, dan Desrita. 2017. Isolasi dan identifikasi bakteri potensial probiotik
pada saluran pencernaan ikan mas (Cyprinu scarpio). Jurnal Biologi.6 (2):24.

Sari, D.A.P. 2012. Isolasi dan Identifikasi Salmonella enteridis pada telur Saluran, Pencernaan
dan Feses Ayam Ras dari Peternakan di Gunung Sindur Bogor. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Intitut Pertanian Bogor.

SariN, Erina, AbrarM ,Wardani E,Fakhrurrazi, Daud R.2018. Isolasi dan Identifikasi

Suryani, Y. A. O. Bernadeta, dan U. Siti. 2010. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari
limbah kotoran ayam sebagai agnesi probiotik dan enzim kolesterol reduktase. Prosiding
Seminar Nasional Biologi. Universitas NegriYogyakarta.Yogyakarta:138-147.

Suwandono, A.M., Destri, dan C. Simanjutak. 2005. Salmonellosis dan Surveillans demam tifoid
yang disebabkan Salmonella di Jakarta Utara. Disampaikan dalam Lokakarya Jejaring
Intelijen Pangan-BPOM RI. Jakarta. 25 Januari2005.

Tabbu,C.R.2000.PenyakitAyam dan Penaggulangannya. Penyakit Bakterial, Mikal, danViral.

Weeks, C.G., H. J. Hutcheson, L.M. Kim, D. Bolte, J. Traub-Dargatz, P. Morley,B. Powers,and


M. Jenssen. 2002. Identification of two phylogenetically related organisms from feces by
PCR fordetection of Salmonella spp. J.Clin. Microbiol.36:1487-1492.

White, D.G.,Zhao,S.Sudler,R..Ayers, S.,Friedman,S.,Chen,S.,Mc Dermott,P.F.,Mc Dermott, S.,


Wagner, D.D. dan Meng, J. 2001. Salmonella from retail ground meats. Engl.J. Med.,
345:1147-1154.

Yeakel, S.D. 2023, 'Pullorum Disease in Poultry', MSD Veterinary Manual, Diakses pada 12 Juni
2023, https://www.msdvetmanual.com/poultry/salmonelloses/pullorum-disease-inn
poultry#:~:text=Pullorum%20disease%20is%20caused%20by,pasted%20to%20the%20vent
%20area

Yusuf, R.W.N.2009.I solasi dan identifikasi bakteri gram negatif pada luka ikan mas koki
(carassius auratus) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp. Skripsi. Fakultas Perikanan
dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya.

Zulfikar. 2013. Manajemen pemeliharaan Ayam Petelur Ras. Tesis. Pasca Sarjana Kesehatann
Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai