Anda di halaman 1dari 23

I.

SINYALEMEN

Nama pemilik : Taufik


Alamat : Paccerakkang
Jenis hewan : Broiler
Umur : 24 hari
Jenis kelamin : Jantan
Warna bulu : Putih

II. ANAMNESA

Adapun informasi yang diperoleh dari peternak :


- Ayam memiliki feses berwarna putih
- Dikandangkan dengan beberapa ekor ayam lainnya
- Mata sebelah kanan mengalami pembengkakan
- Ayam terlihat selalu mengangkat kepalanya
- Terdapat cairan bening yang keluar dari hidung

III. ALUR DIAGNOSA

Pemeriksaan klinis

Pengiriman sampel ke
BBVET Maros

Nekropsi

Pengambilan specimen
pemeriksaan

Laboratorim Bakteriologi

Serum Feses

Uji aglutinasi pullorum Isolasi salmonella sp

Diagnosa akhir
IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Salmonelosis
Salmonelosis adalah penyakit menular yang dapat menyerang hewan
maupun manusia. Bakteri penyebab penyakit dapat menimbulkan berbagai
macam manifestasi penyakit pada hewan dan demam enterik serta
gastroenteritis (Pudjiatmoko, 2012).
a. Etiologi
Salmonelosis disebabkan oleh bakteri Salmonella, terdapat ribuan
serotipe Salmonella yang ditemukan pada hewan dan manusia, termasuk
hewan liar, reptilia, burung liar dan insekta. Beberapa serotipe tidak memiliki
inang yang spesifik dan gejala yang ditimbulkan tidak khas. Bakteri
salmonella merupakan bakteri kedua yang menyebabkan penyakit zoonosis
dengan mudahnya menular lewat makanan dan minuman di negara-negara
industri sehingga dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia dan hewan
seperti reptil, burung dan mamalia (Matias et al, 2016).
1. Kasifikasi dan morfologi Salmonella

Berdasarkan klasifikasinya (Tindall et al, 2005)

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobackeria
Kelas : Gamma Proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Famili : Enterobakteriakceae
Genus : Salmonella

Salmonella sp. pertama ditemukan (diamati) pada penderita demam


tifoid pada tahun 1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch dalam
budidaya bakteri pada tahun 1881. Terdapat begitu banyak serotipe dari
salmonella, pada unggas khususnya spesies burung sering ditemukan
Salmonella enterica yang sampai sekaran memiliki 2300 jenis serotipe ( Ian
Tizard, 2004). Diantara serotipe dari Salmonella beberapa species yang
memiliki inang spesifik adalah S. Typhi; S paratyphi A-B dan S.sendai yang
menyerang manusia. S. Gallinarum dan S. Pullorum pada unggas; S.abortus
pada babi; S dublin menyerang sapi; S.abortus ovis menyerang kambing dan
domba dan S.abortus equi menyerang kuda (Pudjiatmoko, 2012).
Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak
berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 m x 0.5-0,8 m, dan
tidak berkapsel.

Gambar 1. Stuktur Salmonella sumber (Pudjiatmoko, 2010)

Berdasarkan gambaran mikroskopik salmonella akan terlihat berwarna


pink pada saat dilakukan pewarnaan gram dan terlihat berbentuk bacil, yang
dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Gambaran mikroskopik salmonella Sumber Todar, 2008.

Bakteri salmonella membentuk antigen somatik (0) yang termostabil


dan antigen flagellar (H) yang termolabil. antigenH terdiri dari 2 fase yaitu tipe
monofase (kode huruf kecil; a,b dan sebagainya) dan tipe difase (kode angka;
I,II dab sebagainya). Antigen yang dihubungkan dengan sifat virulensinya
S.typhi diberi kode VI, antigen ini tidak tahan panas. Selain itu dikenal antigen
S (smoth), R ( Rough), M (Mucoid) dan K (Kapsular). Identifikasi secara
serotipe ini disusun dalam suatu bagan yang disebut Kaufmann Whiteschema
(Tindall et al. 2005).

2. Sifat Biokimia
Bakteri salmonella dapat tumbuh cepat dalam media yang sederhana.
hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam
dan kadang gas dari glukosa dan maltosa, biasanya memporoduksi hidrogen
sulfide atau H2S, pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-
8milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth, pada media BAP tidak
menyebabkan hemolisis, pada media Mac Concey koloni Salmonella sp. Tidak
memfermentasi laktosa (NLF), konsistensinya smooth (Arweniuma
Ikawikanti, 2010).
Ciri-ciri biokimanya dari bakteri Salmonella dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 1. Ciri-ciri biokimia bakteri Salmonella

Pengujian mikrobiologi Salmonella sp


Na semisolid +
Metil Red +
Voges Proskauer -
Triple Sugar Iron Agar +
Kligler iron Agar +/ gas
Simon Sitrat Agar
Glukosa
Sukrosa -
Laktosa -
Sumber Dian Saraswati, 2012.

Selain ciri-ciri biokimia Salmonella dapat diidentifikasi dengan


menggunkan uji biokimia dasar dan serologi pada tabel berikut:

Tabel 2. Uji Biokimia Dasar dan Serologis Salmonella sp.

Uji Biokimia Dasar Salmonella sp


TSIA +
Urease -
Laktosa -
Sukrosa -
Manitol +
Maltosa +
SCA +
Katalase +
Oksidase -
MR +
Uji serologis +
Sumber Arweniuma Ikawikanti, 2010.

b. Patogenesis
Secara oral bakteri salmonella melakukan penetrasi pada mukosa
epitel usus halus dan berinteraksi dengan sel epitel kolumneir dan sel
mikro. Interaksi antara salmonella dan sel epitel menggerakkan
kemotaksis dari sel fagosit pada tempatinfeksi. Respon selular ini meliputi
sel neutrofil dan makrofag yang bermigrasi pada permukaan lumen
dimana mereka melalui eradikasi bakteri patogen. Infeksi dari salmonella
pullorum secara imunohistokimia sering terlihat hanya dalam lumen
sekum dan jarang berasosiasi dengan mukosa epitel sekum, dan hanya
sedikit infiltrasi heterofil yang terlihat. Setelah itu bakteri akanberinvasi di
luar saluran pencernaan seperti di hati dan limfa yang merupakan sistem
reticuloendotel sehingga bakteri dapat menyebar pada jaringan internal
dan mengakibatkan bakterimia dengan melepas endotoksin (Arti Sugiarti,
2003).
c. Spesies Rentan
Semua spesies rentan terhadap salmonelosis derajat kerentanannya
tergantung umur, kondisi tubuh induk semang, adanya gangguan
keseimbangan flora dalam tubuh oleh pengobatan antibiotika yang terus
menurun. Salmonella pullorum meruapakbakteri yang rentan pada ayam
dankalkun, selain itu juga rentan pada burung gereja, itik, angsa, merpati,
burung puyuh, termasuk juga burung liar. Mamalia juga dapat pula
terinfeksi seperti kelinci, bahkan juga manusia, namun pada tipe dari
salmonella yang berbeda (Riskawani, 2005).
d. Pengaruh Lingkuan
Salmonelosis terdapat dimana-mana baik yang menyerang hewan
maupun manusia. Pada hewan kejadiannya lebih sering ditemukan pada
peternakan yang dikelola secara intensif terutama pada ayam dan babi.
Pencemaran makanan, carrier, pencemaran lingkungan oleh hewan-hewan
terinfeksi memegang peranan dalam kasus salmonelosis (Pudjiatmoko,
2012).
e. Cara Penularan
Penularan salmonelosis terutama pada saluran pencernaan yaitu
memakan atau meminum bahan makanan yang tercemar bakteri
salmonella. Selain itu, salmonella juga ditularkan secara intra uterin dan
lewat telur. Penyebaran bakteri salmonella terjadi melalui feses penderita.
Penderita salmonelosis masih dapat mengeksresikan bakteri 3-4 bulan
paska sembuh (Pudjiatmoko, 2012).
f. Gejala Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit salmonelosis
tergantung pada spesies bakteri yang menginfeksi. Pada unggas terdapat
tiga jenis salmonella sp yang dapat menginfeksi.
1. Gejala klinis akibat salmonella pullorum
Masa inkubasi penyakit pullorum berkisar 1 minggu. Gejala
penyakit yang tersifat pada ayamialah kelihatan mengantuk, (mata
tertutup), jengger kebiruan, bergerombol pada suatu tempat dan nafsu
makan menurun, pada umumnya memperlihatkan diare putih atau
cokelat kehijau-hijauan dan terdapat gumpalan seperti pasta di sekitar
kloaka disertai kelemahan kaki, sayap menggantung kusam, lumpu
karena arthritis, dan nampak sesak nafas. Terjadi pembengkakan pada
sendi merupakan gambaran umum dari pullorum. Pada ayam dewasa
gejala penyakit sukar dilihat, tetapi kadang-kadang terlihat adanya
tanda-tanda depresi, kekurusan, anemia, diare dan produksi telur
menurun (Riskawani, 2005).
A B

Gambar 3. A. Kaki ayam arhtritis, B. Ayam dengan gejala mengantuk


Sumber Riskawani,2005
2. Gejala klinis akibat salmonella gallinarum
Biasanya menyerang unggas dara dan dewasa, menimbulkan banyak
kematian yang kadang-kadang tanpa disertai gejala klinis terlebih
dahulu. Umumnya hewan apatis, kurang nafsu makan, pial berwarna
merah tua dan disertai diare berwarna hijau (Pudjatmoko,2012).
3. Gejala klinis akibat salmonella penyebab paratipus
Salmonella penyebab paratipu diantaranya S.enteretidis, S,
typhimurium, S. Oranienberg, S. Antum, S. Montevidio, S. Derby,
S.newport, dan S.bredeney. salmonella penyebab paratupus sering
meyerang anak ayam umur 4-7 hari dengan tanda klinis, ayam lemah,
bulu kasar, tidak ada nafsu makan, memisahkan diri, konsumsi air
meningkat, diare purfus yang encer disertai material yang mempunyai
pasta melekat didaerah kloaka dan sekitarnya, sayap menggantung,
berdiri pada satu kaki dengan kepala menunduk dan mata tertutup
pada ayam di atas 1 bulan jarang menimbulkan kematian. Pada ayam
dewasa gejala klinis yang muncul meliputi diare encer yang disertai
dengan depresidan kelemahan umum, sayap menggantung dan
buluberdiri (Arti Sugiarni, 2003).
g. Patologi
Pada beberapa kasus terjadi perubahan pada hati berupa adanya
pembesaran hati yang kadang-kadang menmpati separuh ruangan perut
dan konsistensinya lunak yang dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4. pembesaran pada hati
Beberapa bagian dari hati tersebut berubah warna menjadi kuning
kehijauan, kadang-kadang disertai jejas nekrosis pada permukaannya.
Pada lapisan sub kapsuler dan parenkim hati sering memperlihatkan
adanya ptechiai hemoraghis pecahnya pembuluh darah pada hati sering
juga terjadi sehingga rongga darah mengisi rongga perut. Selain hati
kelainan patologi yang sering di jumpai ialah limpa dapat membesar
dengan perubahan jejas nektorik, perubahan yang sama terlihat juga pada
pankreas. Ginjal mengalami pembesaran, degenerasi dan beberapa bagian
yang nekrotik. Terdapat juga perubahan pada ovarium, folikel mengalami
perubahan bentuk menjadi keriput, tidak bulat, diisi dengan masa kuning
kecoklatan, kehijauan atau kehitam-hitaman. Pada anak ayam kantong
kuning telur tidak habis terserap. Pada kasus kronis dijumpai adanya abses
pada berbagai organ, dan adanya radang pada usus buntu yang ditandai
adanya bentukan berwarna keabu-abuan dan tampak perkejuan yang
mengeras di dalam caeca tonsil (Riskawani,2005).

A B

Gambar 5. A. Limfa yang membesar, B. Kantong telur yang berisi warna


kehitaman, kehijauan C. Caeca tonsil yang mengalami perkejuan
h. Diagnosa
Salmonelosis dapat didiagnosa dengan cara (Shivaprasad, 2000):
1. Melihat tanda klinis penyakit.
2. Isolasi dan identifikasi salmonella secara bakteriologik.
3. Pemeriksaan serologis dengan test plate aglutination dengan
menggunakan antigen salmonella. Namun pada pemeriksaan aglutinasi
dari serum dapat menghasilkan nilai negatif dikarenakan salmonella
akan dapat teraglutinasi pada saat 3- 10 hari paska infeksi. Hasil uji
aglutinasi menurut riskawani dapat ditentukan berdasarkan
pengamatan berikut: (1) reaksi negatif apabila campuran
tetaphomogen, tidakterjadi gumpalan (aglutinat) hingga waktudua
menit berlalu. (2) reaksi positif apabila terjadi gumpalan (aglutinat)
yang jelas dengan sekelilingnya bening terang beberapa detik sesudah
pengadukan. (3) reaksi dubius apabila reaksiyangadaantara negatif dan
positif, reaksi aglutinasi yang tidak spesifik dengan cairan
sekelilingnya yang tetap keruh. Hasil uji tetap dikatakan negatif
apabila titik-titik tetap terlihat lembut yang kadang-kadang timbul dan
dapat dilihat dengan mata telanjang, titik-titik timbul pada tepi-tepi
pada saat-saat sebelum campuran antigen dan darah menjadi kering.
i. Diagnosa banding
Salmonelosis dapat dikelirukan dengan penyakit-penyakit berikut
(pudjiatmoko,2012):
1. Omphalitis yang memiliki ciri yang sama ialah kematian dini pada
anak-anak ayam dengan memperhatikan peradangan pada sekitar pusat
dan kantong kuning telur.
2. Cocciodis yang menyerang anak ayam umur 2-8 minggu. Pada keadaan
akut usus buntu mengalami radang berdarah.
j. Pengambilan dan pengiriman bahan pemeriksaan
Pengambilan specimen dari suspect salmonelosis dapat dilakukan
pada ayam yang mati atau ayam yang telah di nekropsi, adapun organ
tubuh yang dapat dijadikan specimen adalah ( Riskawani, 2005):
1. Jantung beserta pericard dan isinya.
2. Hati dan kantong empedu yang sudah dikeluarkan isinya.
3. Limpa dan pancreas
4. Ovarium, saluran telur dan testis
5. Usus dengan isinya.
6. Dinding tembolok, duodenum, dan bagian usus lain berikut isinya
serta caecatonsil
7. Serum darah.
B. Pengujian mikrobiologi dan biokimia
Pada pengujian mikrobiologi salmonella terdapat dua media yang umum
digunaka yaitu:
1. Media difensial salmonella adalah laktose broth, laksotasa broth
merupakan media yang digunakan sebagai kaldu pemerkaya (pre-
enrichment broth) untuk Salmonela dan dalam mempelajari fermentasi
laktosa oleh bakteri pada umumnya. Pepton dan ekstrak beef menyediakan
nutrien esensial untuk metabolisme bakteri. Laktosa menyediakan sumber
karbohidrat yang dapat difermentasi untuk organisme Coliform.
Pertumbuhan dengan pembentukan gas adalah presumptive test untuk
Coliform. Lactose broth dibuat dengan komposisi 0,3% ekstrak beef; 0,5%
pepton; dan 0,5% laktosa.

Gambar 6. Media lactose broth


2. Media Selektif untuk bakteri salmonella ialah SSA (Sallmonella Shigella
Agar) merupakan media medium selektif identifikasi bakteri salmonella,
pada media ini pertumbuhan bakteri salmonella ditandai dengan bentukan
koloni yang bening dengan warna hitam dibagian tengan. Hal demikian
dapat terbentuk karena salmonella menghasilkan H2S yang ditandai
dengan terbentuknya endapan hitam pada media SSA. Media ini memiliki
kandungan besi amonium sitrat yang bereaksi dengan H2S yang akan
menghasilkan endapan hitam pada pusat koloni (Nindia Permata
Yuswananda,2015).
Gambar 7. Media SSA sebelum dan sesudah di tumbuhi Salmonella
3. XLD (Xylose Lysine Desoxycholate) merupakan media selektif bagi
salmonella dengan bentukkan koloni yang tumbuh tampak berwarna pink
kemerahan dengan atau tanpa inti berwarna hitam. Media XLD berbahan
Lactose, sukrosa, sodium thiosulfate, lysine, sodium chloride, xylose, yeast
ekstrak, sodium deocycholate, ferric ammonium citrate, penhol red dan
agar. XLD Agar Ini berisi ekstrak ragi sebagai sumber nutrisi dan vitamin.
sodium deoksikolat pada media ini sebagai agen selektif inhibitor untuk
bakteri gram-positif. Xilosa dimasukkan ke dalam media karena
difermentasi oleh hampir semua enterics kecuali Shigella, Lisin disertakan
untuk memungkinkan membedakan Salmonella yang patogen dan yang
tidak patogen. Xylose merupakan bahan yang akan dengan mudah di
fermentasi oleh salmonella. Fermentasi salmonella terhadap xylose akan
menghasilkan perubahan warna menjadi merah atau pink sehingga menjadi
bahan utama pada media. Bakteri yang mengalami dekarboksilasi lisin
untuk cadaverine dapat dikenali dengan munculnya pewarnaan merah di
sekitar koloni karena peningkatan pH. Reaksi ini dapat melanjutkan secara
bersamaan atau berturut-turut, dan ini dapat menyebabkan indikator pH
menunjukkan berbagai nuansa warna atau mungkin mengubah warna dari
kuning ke merah pada inkubasi berkepanjangan (Silvia A Kusuma, 2014).
A B

Gambar 8. A. Media Agar XLD, B. Pertumbuhan salmonella pada


XLD
4. BSA (Bismuth Sulfite Agar), pada media ini pertumbuhan koloni
salmonella akan berwarna hitam atau cokelat dengan kilap logam (
Anonim, 2006). Komposisi bahan bismuth sulfite dan briliant berfungsi
sebagai penghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan koliform.
Adanya Sulfit dalam media akan diubah menjadi H2S yang berperan
dalam mengendapkan besi, sehingga koloni berwarna coklat hitam dengan
kilap logam. Media ini sangat cocok digunakan pada tahap awal untuk
memilahkan Salmonella dari mikroba lain

Gambar 9. Media BSA sebelum dan sesudah ditumbuhi koloni


salmonella
5. HE (Hectoen Enteric) pada media ini tampilan koloni salmonella akan
berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa inti hitam, Media ini terdiri
dari bile salt agar yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri
gram positif, sehingga diharapkan hanya Salmonella yang tumbuh pada
media ini. Media ini juga digolongkan sebagai media diferensial karena
dapat membedakan bakteri Salmonella dengan bakteri lainnya dengan cara
memberikan tiga jenis karbohidrat pada media, yaitu laktosa dengan
komposisi tertinggi, glukosa, dan salisin. Salmonella tidak dapat
memfermentasi laktosa sehingga asam yang dihasilkan sedikit karena
fermentasi hanya berasal dari glukosa. Hal ini yang menyebabkan
Salmonella berwarna hijau kebiruan karena asam yang dihasilkan bereaksi
dengan indicator yang ada pada media yaitu fuksin asam dan bromtimol
blue ( Anonim, 2006).

Gambar 10. Media Hectoen enterec agar sebelum dan sesudah ditumbuhi
salmonella
6. Mac Conkey merupakan media selektif dan juga media deferensial bagi
bakteri. Pada media ini tampilan koloni akan berwarna putih bening atau
transparan, bahan utama dari media ini adalah laktose broth, garam
empedu dan merah netral sebagai indikator warna. Pada media ini garam
empedu berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram positif
dengan membentuk cristal violet. Pembentukan warna bening pada
pertumbuhan bakteri salmonella karena bakteri ini termasuk bakteri
patogen yang tidak memfermentasikan laktosa (Anonim,2006).

Gambar 11. Mac conkey sebelum dan sesudah ditumbuhi bakteri


salmonella
V. MATERI DAN METODE

1. Isolasi Salmonella
a. Materi
Alat
1. Cawan petri
2. Ose
3. Pipet tetes
4. Bunsen
Bahan
1. Lactose broth
2. Media XLD
3. Media HE
4. Media BSA
5. Media Mac Conkey
6. Sampel feses
b. Metode
1. Dari media transport yang berisi sampel swab feses, dengan
menggunakan cotton both steril tanamkan sampel kedalam lactose
broth.
2. Kemudian inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C.
3. Setelah diinkubasi teteskan pada media selektif yaitu XLD, HE, Bsa
dan Mac Conkey kemudian strik.
4. Selanjutnya inkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam.
5. Setelah itu lakukan sub kultur atau pemurnian bakteri pada media
selektif yang sama dengan metode yang sama kemudian inkubasi pada
suhu 37C selama 24 jam.
6. Amati pertumbuhan bakteri pada masing-masing media selektif.

2. Uji Aglutinasi Pullorum


a. Materi
Alat
1. Pipet mikro
2. Plate
3. Tusuk gigi
Bahan
1. Serum ayam
2. Antigen pullorum
b. Metode
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Pada sumuran plate diisi serum 1 ml
c. Kemudian ditambahkan antigen 1 ml jadi dengan perbandingan 1: 1.
d. Dihomogenkan dengan tusuk gigi
e. Digoyangkan membentuk angka delapan
f. Setelah kurang lebih 30 detik diamati perubahan yang terjadi

3. Pewarnaan gram
a. Materi
Alat
1. Objek glass
2. Ose
3. Mikroskop
4. Pipet tetes
5. Bunsen

Bahan

1. Crystal violet
2. Lugols iodine
3. Iodine aceton
4. Safrafin
5. Akuades
b. Metode
1. Siapkan alat dan bahan
2. Dengan menggunakan ose ambil sedikit koloni pada sub kultur dari
media dasar dan letakkan pada objek glass yang telah ditetesi akuades
kemudian di homogenkan.
3. Fiksasi pada bunsen sampai akuades mengering.
4. Teteskan crystal violet dan diamkan selama 1 menit kemudian dibilas.
5. Teteskan lugols iodine dan diambkan selama 1 menit kemudian bilas.
6. Teteskan iodine aceton selama 1-2 detik lalu bilas.
7. Teteskan safrafin dan diamkan selama 1 menit kemudian di bilas.
8. Keringkan dan amati di bawa mikroskop dengan pembesaran100X.
4. Uji katalase
a. Materi
alat
1. Ogjek glass
2. Ose
3. Bunsen

Bahan

1. H2O2
2. Koloni bakteri
b. Metode
1. Dengan menggunakan ose ambil koloni pada media subkultur
kemudian letakkan pada objek glass.
2. Tetesi H2O2 lalu amati ada tidaknya busa yang terbentuk.
5. Uji Oxidase
a. Materi
Alat
1. Kertas oxidase
2. Ose
Bahan
1. Koloni bakteri
b. Metode
1. Ambil koloni bakteri pada media subkultur kemudian goreskan pada
kertas oxidase dan amati perubahan warna yang terjadi.

VI. HASIL
1. Hasil dan pembahasan isolasi salmonella
Berdasarkan hasil isolasi pada media selektif didapatkan hasil negatif
untuk pertumbuhan bakteri salmonella sp pada media BSA, HE, XLD dan
Mac Conkay dengan tampilan koloni berwarna kecokelatan pada BSA, pink-
cokelat untuk media HE, kuning kecokelatan pada media XLD dan warna pink
keunguan pada media Mac Conkey. Perubahan dapat dilihat pada gambar
berikut:
BSA XLD

HE Mac Conkey
Dikarenakan pada kultur salmonella dimedia diperoleh hasil negatif
salmonella Sp. dimana tidak terdapat pertumbuhan koloni pada media yang ada
sesuai dengan pembacaan, maka dilakukan sub kultur koleksi koloni salmonella lab
BBVet Maros yang ada media BSA untuk membandingkan hasil yang ada. Sub
kultur dilakukan pada media BSA, XLD, HE dan Mac Conkey. Adapun hasil yang
diperoleh adalah sebagai berikut :

BSA XLD

Mac Conkey HE

Gambar pertumbuhan bakteri pada media BSA, XLD, Mac Conkey,


dan HE

Pada media BSA positif salmonella, pertumbuhan koloni salmonella


akan berwarna hitam atau cokelat dengan kilap logam namun pada hasil kultur
bakeri salmonela pada media BSA koloni yang tumbuh tampak berwarna
cokelat, tidak terdapat kilap logam. Pada media XLD positif salmonella,
bentukkan koloni yang tumbuh akan tampak berwarna pink kemerahan dengan
atau tanpa inti berwarna hitam sedangkan pada hasil kultur salmonella yang
dilakukan, hasil koloni berwarna kuning dan media mengalami perubahan
warna. Pada media HE positif salmonella tampilan koloni akan berwarna putih
bening atau transparan, namun pada hasil kultur yang dilakukan pada media
ini koloni yang tumbuh berwarna putih kekuningan dan sebagian media
mengalami perubahan warna menjadi pink. Pada media yang terakhir yaitu
Mac Conkey tampilan koloni akan berwarna putih bening atau transparan,
sedangkan pada hasil kultur salmonella yang dilakukan koloni yang tumbuh
berwarna pink keunguan.
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan sehingga kultur
salmonella yang dilakukan negatif. Yaitu :
-
-
-
Pewarnaan Gram
Dari hasi pewarnaan gram didapatkan bahwa bakteri yang tumbuh
pada media selektif salmonella adalah bakteri gram negatif dengan bentuk
bacil gambar 14 berikut:

Pembesaran 40x Pembesaran 100x

Gambar 14. Hasil pewarnaan gram

VII. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

A. Pencegahan
Adapun langkah-langkah pencegahan rabies ialah ( Putjiatmoko 2012):
1. Tindakan sanitasi terhadap kandang, peralatan, dan lingkungan peternakan,
serta fumigasi penetasan telur ayam
2. Pencegahan terhadap pemasukan hewan terinfeksi atau carrier.
3. Pemberantasan vektor (burung-burung liar, rodentia, dan serangga
disekitar peternakan.
4. Ternak diberikan pakan yang baik dan ditambahkan vitamin B
B. Pengobatan

Pengobatan dilakukan dengan cara pemberian (Putjiatmoko, 2012):


1. Sulfonamida; sulfonamid terhadap infeksi dengan S. Tiphy, S. Para typhi
dan S. Gallinarum dan lain-lain. Sulfaquinoxalin dan sulfamerasin untuk
infeksi S pullorum dan S. Gallinarum, sulfagunanidin untuk infeksi S.
Cholerasuis.
2. Nitrofurans; nitrofurazone untuk infeksi S. Cholerasius, untuk infeksi
S.pullorum dan S. Gallinarum.
3. Antibiotika: streptomicin, neomicyn, aeuromycin dan terramicyn untuk
infeksi bakteri salmonella pada umumnya.
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. Penentuan Salmonella pada produk Perikanan. Universitas


Sumatera Utara: Padang

Arti Sugiarti.2003. Patogenesis salmonella pada Ayam. Skripsi Fakultas


kedokteran Hewan Universitas Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Arweniuma I. 2010. Isolasi dan Karakteristik Salmonella Spp. Pada Lingkungan


Peternakan Ayam Broiler di Kota Malang. Jurnal Universitas
Brawijaya. Malang

Darmadi. 2002. Identifikasi salmnonella pada Makanan. Jurnal Fakultas


Kedokteran Hewan Universitas Gadjah mada. Yogyakarta

Dian Saraswati. 2012. Uji Bakteri Salmonella sp pada Telur Bebek, Telur Puyuh
dan Telur ayam Kampung yang di Perdagangkan di Pasar Liluwe
Kota Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo

Hastono Ruli. 2006. Salmonelosis. Pusat Fatma veteriner. Surabaya.

Matias C., A.,R. Et al 2016. Characteristic of Salmonella spp Isolated from Wild
Birds Confiscated in Illegal Trade Markets. Publishing Corporation
Biomed Research international. Brazil

Nindia Permata Yuswananda. 2015. Identifikasi bakteri Salmonellasp. Pada


Makanan jajanan di Masjid Fathullah Ciputat Tahun 2015.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Riskawani.2005. Pullorum. Jurnal Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Shivaprazad. 2000. Fowl Thipoyd and Pullorum Disease animal Health and Food
Safety Laboratory. California.

Silvia A. 2014. Isolasi dan karakteristik Salmonella sp di Lingkungan Rumah


Potong Ayam di Kota malang. Universitas Brawijaya. Malang.

Tindal et al. 2005. Nomenclature and Taxonomy of the Genus Salmnonella.


Jurnal International Systemic and Evolutionary Microbilogy. Jermany

Tizard I. 2004. Salmonelosis in Wild Birds. Jurnal Seminar in Avian and Exotic
Pet Medicine. Amerika

Todar. 2008. Salmonella and Salmonelosis. Artikel of bakteriology. Inggris

Tunimus. 2003. Salmonelosis. Jurnal General Bakteriology. Spanyol.


LAMPIRAN FOTO

Anda mungkin juga menyukai