DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK XII
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS TADULAKO
MEI, 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui :
Keanekaragaman genetik Salmonella typhi
Karakteristik Salmonella typhi
Morfologi dan sifat fisiologis Salmonella typhi
Patogenitas Salmonella typhi
Diagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi
Epidemiologi dan kepekaan Salmonella typhi terhadap antibiotic
BAB II
PEMBAHASAN
Darmawati (2005), Murini (1998), dan Eri (2006) menyatakan bahwa profil
protein pilli dari S. ryphi Isolat Rumah Sakit Kariadi Semarang, Isolat Rumah
Sakit Sarjito dan Isolat Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta sangat
bervariasi meskipun diantaranya memiliki beberapa protein hemaglutinin sub
unit pilli dengan berat molekul yang sama yaitu 36 dan 45 kDa. Selain itu
Darmawati, S. dan Anwar, S. (2008) menyatakan bahwa hasil analisis profil
protein pilli dari 26 strain ,!. typhi lsolat Jawa juga menunjukkan adanya variasi
baik jumlah pita protein sub unit pilli yang terdiri dari 8-17 pita dengan BM
tertinggi 200 kDa, terendah l0 kDa. Hal ini menunjukkan adanya variasi protein
sub unit pilli yang dimiliki oleh 26 strain S. typhi Isolat lawa . Dengan adanya
variasi protein sub unit pilli yang dimiliki oleh 26 strain S. typhi Isolat Jawa
menunjukkan adanya variasi genetik, karena sintesis protein dikode oleh gen
sebagai bagian dari DNA. Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas perlu
dilakukan kajian keanekaragaman genetik S.typhi yang merupakan variasi gen
atau genom yang dimiliki oleh setiap individu anggota spesies. Dengan
diketahuinya variasi genetik S. typhi dapat diketahui pula keanekaragaman
genetik ,S. typhi yang akhirnya dapat digunakan untuk klasifikasi dan identifikasi
S. typhi.
Mikroskopis dan makroskopis Salmonella. Typhi
1.) Antigen O (antigen somatic), yaitu berada pada lapisan luar tubuh bakteri.
Bagian ini memiliki struktur kimia lipopolisakarida (endotoksin). Antigen
ini tahan dengan suhu panas dan alkohol tetapi tidak tahan dengan
formaldehid (Nelwan,RHH.,2007).
2.) Antigen H (antigen flagela), yakni terletak pada flagela, fimbriae atau fili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan
tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan dengan panas diatas 60o C,
asam serta alkohol (Nelwan,RHH.,2007).
3.) Antigen Vi adalah polimer polisakarida bersifat asam yang berada pada
kapsul (envelope) dari bakteri sebagai pelindung bagi bakteri salmonella
terhadap fagositosis(Nelwan,RHH.,2007).
Gambar 2.2 Posisi dari ketiga antigen pada permukaan tubuh bakteri Salmonella
typhi (Mahandaru, Raffi.2013).
Kebanyakan serotipe Salmonella tumbuh dengan kisaran suhu 5 sampai
47° C dengan suhu optimum 35 sampai 37° C, tetapi beberapa serotipe bisa
tumbuh di suhu serendah 2 sampai 4° C atau setinggi 54° C (Gray dan Fedorka-
Cray, 2012). Salmonella sensitif terhadap panas dan bisa mati pada suhu 70° C
atau lebih.Salmonella tumbuh di kisaran pH 4 sampai 9 dengan optimum antara
6,5 dan 7.5. Bakteri ini membutuhkan aktivitas air yang tinggi (aw) antara 0,99
dan 0,94 (air murni aw = 1,0) namun bisa bertahan di aw <0,2 seperti pada
makanan kering. Pertumbuhan akan terhambat pada suhu <7° C, pH <3,8 atau
Aktivitas air <0,94 (Hanes, 2003; Bhunia, 2008).
Salmonella typhi dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dihancurkan oleh asam lambung dan
sisanya berlanjut kesaluran pencernaan dan berkembang biak. Jika bakteri masuk
dengan jumlah yang banyak yaitu kurang lebih 106-109 . Apabila respon
imunitas humoral mukosa IgA usus yang kurang baik maka bakteri akan masuk
ke dalam usus halus. Pertama akan menembus sel-sel epitel terutama sel M lalu
ke lamina 8 propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak dan difagosit oleh
sel fagosit terutama makrofag (Nelwan,RHH.,2007).
Kuman dalam hal ini bakteri Salmonella typhi dapat berkembang biak dan
hidup di dalam makrofag selanjutnya dibawa ke Plaque Peyeri Ileum Distal ,
kemudian menuju kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torasikus
bakteri masuk ke dalam sistem peredaran darah sehingga menyebabkan
bakterimia (asimtomatik) dan demam tifoid. Bakterimia dikatakan asimtomatik
karena baru pertama terjadi kurang lebih 24-72 jam setelah bakteri tertelan dan
biasanya tanpa gejala sebab bakteri langsung ditangkap oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial tubuh yang utama yaitu hati, limpa dan sumsusm tulang. Pada
organ ini, bakteri akan meninggalkan makrofag dan kemudian berkembang biak
diluar sel (ruang sinusoid) selanjutnya menuju kedalam sirkulasi darah lagi yang
menyebabkan bakterimia kedua kalinya dengan tanda dan gejala infeksi sistemik
(Nelwan,RHH.,2007).
Dalam hati, bakteri masuk kedalam kandung empedu dan berkembang
biak. Secara berselang akan diekskresikan bersama dengan cairan empedu
kedalam lumen usus. Kurang lebih separuh bakteri dikeluarkan bersama feses
dan separuhnya lagi masuk kedalam sirkulasi menembus usus. Proses yang sama
diawal terulang kembali, akibat aktivasi makrofag maka saat fagositosis bakteri
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik yakni; demam, malaise, mialgia, sakit perut, sakit
kepala, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi
(Nelwan,RHH.,2007).
Kultur Bakteri
Kultur adalah metode mengembangbiakan bakteri dalam suatu media. Pada
umumnya Salmonella tumbuh dalam media pepton ataupun kaldu ayam tanpa
tambahan natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur yang sering
digunakan adalah agar Mac Conkey (Sheikh,A.,2011). Media lain seperti agar
EMB (eosine methylene blue), Mac Conkey atau medium deoksikholat dapat
mendeteksi adanya lactose non-fermenter sepeti bakteri Salmonella typhi dengan
cepat. Namun bakteri yang tidak memfermentasikan laktosa tidak hanya
dihasilkan oleh Salmonella, tetapi juga Shigella, Proteus, Serratia,
Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram negatif lainnya. Untuk mendeteksiS.
typhi dengan cepat dapat pula mempergunakan medium bismuth sulfit.
Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif, seperti
agarSalmonella-shigella (agar SS) ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk
pertumbuhan Salmonella dan Shigella. Media pembiakan yang
direkomendasikan untuk S. typhi adalah media empedu (gall) dari sapi, yang
mana media gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi
dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut. Pada media SSA
(Salmonella Shigella Agar) S. typhi akan membentuk koloni hitam (black jet)
karena bakteri ini menghasilkan H2S (Sucipta,A.,2015).
Prinsip kultur bakteri ini adalah : bekuan darah penderita + media Gall atau
Bile 1 % dalam Pepton Water (1 : 1) diinkubasi selama 24 jam dalam suasana
aerobic, kemudian dilakukan penanaman pada media differensial seperti media
MacConkey, apabila hasil yang didapat memperlihatkan kuman dapat
memfermentasikan laktosa (laktosa positif) maka pemeriksaan tidak dilanjutkan,
sedangkan apabila kuman tidak memfermentasikan laktosa (laktosa negatif)
maka pemeriksaan dilanjutkan untuk mencari kuman Salmonella (Qushai,2014).
Bentuk dari bakteri Salmonella typhi adalah batang, tidak berspora, ukuran
103,5 μm x 0,5-0,8 μm, besarnya koloni rata-rata 2-4 mm, memiliki flagela
peritrikh. Bakteri ini memfermentasikan glukosa dan manosa tanpa membentuk
gas tetapi tidak memfermentasikan laktosa dan sukrosa.Sebagian besar isolat
Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S (Jawetz et al.,
2006). Isolat Salmonellatyphi pada media SSA (salmonella dan shigella agar)
ketika suhu 37oC maka menunjukkan koloni yang tampak cembung, transparan
dan memiliki bercak hitam dibagian pusat (Nugraha,2012). Bakteri
Salmonellatyphi akan mati pada suhu 60oC selama 15 – 20 menit melalui
pasteurisasi, pendidihan dan khlorinasi (Kementerian kesehatan RI, 2006).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh bakteri
S. typhi. Penyakit ini khusus menyerang manusia, bakteri ini ditularkan melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kotoran atau tinja dari
seseorang pengidap atau penderita demam typoid. Bakteri S.typhi masuk melalui
mulut dan hanyut ke saluran pencernaan. Apabila bakteri masuk ke dalam tubuh
manusia, tubuh akan berusaha untuk mengeliminasinya. Tetapi bila bakteri
dapatbertahan dan jumlah yang masuk cukup banyak, maka bakteri akan berhasil
mencapai usus halus dan berusaha masuk ke dalam tubuh yang akhirnya dapat
merangsang sel darah putih untuk menghasilkan interleukin dan merangsang
terjadinya gejala demam, perasaan lemah, sakit kepala, nafsu makan berkurang,
sakit perut, gangguan buang air besar serta gejala lainnya.
Gejala klinik penyakit ini adalah demam tinggi pada minggu ke 2 dan ke 3,
biasanya dalam 4 minggu gejala tersebut telah hilang, meskipun kadang-kadang
bertambah lebih lama. Gejala yang lain yang sering ditemukan adalah anoreksia,
malaise, nyeri otot, sakit kepala, batuk, bradikardia (slow heart rate) dan
konstipasi. Selain itu dapat dijumpai adanya pembesaran hati dan limpa, bintik
rose sekitar umbilicus yang kemudian diikuti terjadinya ulserasi pada Peyer
patches pada daerah ilium, yang kemudian diikuti terjadinya perdarahan kerena
terjadi perforasi. Masa inkubasi demam tipoid umumnya l-3 minggu, tetapi bisa
lebih singkat yaitu 3 hari atau lebih lama sampai dengan 3 bulan, waktu inkubasi
sangat tergantung pada kuantitas bakteri dan host factor serta karakteristik strain
bakteri yang menginfeksi. (Maier, et al., 2000; Anonimous, 2001). Dosis infektif
rata-rata bagi manusia cukup 106 organisme untuk menimbulkan infeksi klinik
atau sub klinik. Pada manusia S. typhi dapat menimbulkan demam enterik,
bakterimia dengan lesi lokal dan enterokolitis. Untuk diagnosis laboratorium
antua lain dengan cara bakteriologik, serologi dan molekuler. Menurut Hatta et
al.(2007) polymerase chain reaction (PCR) menggunakan satu pasang primer gen
flagelin dapat digunakan untuk identifikasi keberadaan
S.typhi di dalam darah, urin dan feses, adapun sampel untuk identifikasi
bakteri dapat berupa darah, urin, feses, sumsum tulang belakang. Menurut Talaro
et al.(2002) bahwa untuk identifikasi strain bakteri anggota familia
Enterobacteriaceae dapat dilakukan serangkaian uji biokimia IMViC (indol,
metyl red, Voges Proskauer,citrat).
Gejala Klinis :
1.) Anamnesis
S.typhi tersebar luas di dunia, kasus yang ditimbulkan dapat terjadi secara
sporadis pada daerah-daerah tertentu namun kebanyakan kasus dapat
menggambarkan asal bakteri dari daerah endemik misalnya strain bakteri yang
resisten terhadap banyak obat (MDR) tampak di beberapa area di dunia
(Anonimous, 2001).
Selain itu asal strain bakteri S.typhi yang menyebabkan kasus demam
typhoid di suatu daerah tertentu dan pada waktu tertentu pula dapat digambarkan
dengan ribotyping dan phage typing. Strain bakteri S. typhi yang diisolasi dari
daerah yang mengalami kasus demam typhoid secara sporadis dan yang diisolasi
dari daerah endemis menunjukkan perbedaan jumlah rybotype dan phage type
nya. Hal ini menunjukkan adanya keanekaragaman genetik pada strain bakteri
S.typhi (Esteban, et al., 1993; Ng, et al.,1999; Thong, et al., 2000; Martins, el
al.,2006).,
S. typhi rentan terhadap chloramphenicol, ampicilin, amoxillin,
TMP.SMX, trimethoprimsulfamethoxazole, bahkan jumlah strain yang resisten
terhadap banyak antibiotic atau MDR (multi-drug resistant) meningkat
(Anonimous, .2001; Thong, et al., 2000).
Resistensi strain bakteri terhadap antibiotic terjadi karena adanya suatu gen
yang terdapat di dalam plasmid, selain itu plasmid juga mengandung gen yang
mengkode enterotoksin, kapsul, hemolisin dan fimbriae. Plasmid adalah DNA
ekstra kromosom yang berbentuk sirkuler yang dapat berpindah dari satu sel
bakteri ke sel bakteri yang lain melalui pilli (fimbriae) yang disebut konjugasi
(Talaro et al., 2002). Sehingga plasmid dari strain bakteri yang diisolasi dari
daerah yang sama dan dilakukan pada waktu yang sama pula menunjukkan profil
plasmid yang homogen, analisis profil menggunakan pulsed-field gel
electrophoresis atau PFGE (Thong, et aI.,2000).
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
3.2 Saran