Jenis/Klasifikasi Salmonella
1. S. enteric
a. S. enteric subsp. enteric (I)
b. S. enteric subsp. salamae (II)
c. S. enteric subsp. arizonae (IIIa)
d. S. enteric subsp. diarizonae (IIIb)
e. S. enteric subsp. houtenae (IV)
f. S. enteric subsp. indica (V)
2. S. Bongori
a. Antigen O
b. Antigen H
c. Antigen Vi/K
1.2 Morfologi
Salmonella typhi merupakan bakteri batang gram negatif dan tidak membentuk
spora, serta memiliki kapsul. Bakteri ini juga bersifat fakultatif, dan sering di sebut
sebagai facultative intra-celullar parasite. Dinding selnya terdiri atas muerin,
lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida (LPS) dan tersusun sebagai
lapisan- lapisan.
Ukuran panjangnya bervariasi, dan sebagian besar memiliki peritrichous
flagella sehingga bersifat motil. Salmonella typhi membentuk asam dan gas dari
glukosa dan mannose. Organisme ini juga menghasilkan gas H2S, namun hanya sedikit.
Bakteri ini tahan hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang lama.
2.2 Patogenesis
Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi
Salmonella, termasuk S. typhi. Khususnya S. typhi,carrier manusia adalah sumber
infeksi. S. typhi bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering, yang bila organisme
ini masuk ke dalam vehicle yang cocok (daging, kerang, dan sebagainya) akan
berkembang biak mencapai dosis infektif
• Salmonella thypi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum
terminalis yang hipertropi.
• Bila terjadi komplikasi pendarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus
lamina propia. Masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial dan
masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus. Salmonella thypi lain dapat
mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella thypi bersarang di
plak peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.
Endotoksin salmonella thypi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan
tempat kuman tersebut berkembang biak. Salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang
meradang sehingga terjadi demam
Diagnosis Banding
1. Demam Berdarah
Demam terus menerus 2-7 hari, disertai tanda perdarahan seperti:
petekie, epistaks (mimisan), atau berak darah (melena). Hasil
pemeriksaan laboratorium: jumlah trombosit menurun, kadar hematokrit
meningkat, hasil tes serologis positif antigen virus dengue.
2. Demam Chikungunya
Demam dirasakan 3-5 hari, dengan keluhan nyeri otot, sakit kepala
seperti rasa tegang. Dengan pemeriksaan serologis (tesd darah) akan
diketahui antigen penyebabnya dari strain golongan virus chikungunya.
3. Demam Influenza
Diawali keluhan pilek, batuk, demam 1-2 hari, sakit kepala, dan
gangguan saluran pernapasan seperti sesak nafas, hidung tersumbat,
sakit menelan.dari hasil pemeriksaan darah hanya sedikit peningkatan
jumlah leukosit (sel darag putih), kriteris darah lengkap lainnya
umumnya dalam batas normal.
4. Demam Malaria
Perasaan demam dialami 2-7 hari berturut-turut, disertai keluhan nyeri
kepala, otot-otot, seluruh badan, menggigil dan berkeringat dingin.
Pemeriksaan darah lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan hasil
positif terhadap salah satu parasit plasmodium yang menginfeksi.
5. Demam Tifoid
Panas badan bisa lebih dari 7 hari, mual, muntah, diare, dan gangguan
pencernaan lainnya. Melalui tes darah Widal, diketahui titer antigen
penyebab, yakni Salmonella thyposa atau parathyposa akan
menunjukkan tanda peningkatan positif.
Komplikasi Ekstraintestinal
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis,
kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
bronkopneumonia.
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis Hepatitis
Tifosa
5. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
6. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
2.6 Pencegahan
LINGKUNGAN HIDUP
1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang
higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin.Jangan gunakan air
yang sudah tercemar.Jangan lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100
derajat C).
2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya. Juga jangan pernah
membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat
akan membawa bakteri Salmonella typhi. Terutama ke makanan
3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.
DIRI SENDIRI
1. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga. Vaksinasi dapat mencegah kuman
masuk dan berkembang biak. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella
sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-
paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih
rentan, bisa juga divaksinasi.
2. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan
agar dia tidak lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah,
sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh. Kebal Antibiotik
2.7 Prognosis
Prognosis untuk penderita demam tifoid tergantung pada terapi segera, usia
penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotip salmonella penyebab, dan
munculnya komplikasi. Bayi yang berusia dibawah satu tahun dan anak-anak dengan
gangguan dasar yang melemahkan berada pada resiko yang lebih tinggi. Munculnya
komplikasi, seperti perforasi saluran pencernaan atau perdarahan berat, meningitis,
endokarditis dan pneumonia disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi
(Arvin, 2012).
Prognosis demam tifoid tergantung tepatnya terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik
yang adekuat, angka mortalitas < 1 %.Di negara berkembang, angka mortalitasnya >
10% biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan.Munculnya
komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis
endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Prognosis juga menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat
seperti :
a. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu
b. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma, atau delirium
c. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein)