Anda di halaman 1dari 4

1.

Memahami dan Menjelaskan Penyebab Zoonosis pada Hewan Ternak


1.1 Bentuk-bentuk infektif yang ditularkan pada Hewan Ternak

1.2 Siklus Hidup 

1.3 Cara Penularan


1.4 Cara Pencegahan
2. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Antraks 
2.1 Morfologi → Struktur infektifnya 
Bakteri ini mempunyai ukuran 3-4 mili mikron, persegi, berspora dan tersusun dalam rantai
panjang, yang merupakan koloni bulat seperti kaca yang diukir, bila disinari cahaya, dengan
ciri non
haemolytic dan mempunyai culred edge
2.2 Virulensi, patogenesis, patofisiolog, manifestasi → faktor-faktornya 
Virulensi
Virulensi bakteri antraks ditentukan oleh kompleks toksin tripartite dan kapsul asam
poli-γ-D-glutamat. Antraks pada manusia dapat dijumpai dalam empat bentuk utama yaitu
kutaneus, gastrointestinal, inhalasi, dan injeksi. Setiap bentuk berpotensi mengalami
komplikasi menjadi antraks meningitis dan sepsis.
Faktor virulensi dari penyakit ini disebabkan oleh B. anthracis yang berasal dari
kapsul dan toksin. Kapsul dari B. anthracis terdiri dari poly D-glutamic acid yang tidak
berbahaya (non toksik) bagi dirinya sendiri. Kapsul ini dihasilkan oleh plasmid pX02 dan
berfungsi untuk melindungi sel dari fagositosis dan lisis.
Patogenesis
Infeksi antraks diawali dengan masuknya endospora yang dihasilkan oleh B.
anthracis ke dalam tubuh manusia, melalui abrasi kulit, tertelan atau terhirup udara saat
bernafas. Virulensi ditentukan oleh dua macam plasmid yang terdapat pada sitoplasma
bakteri.
Bakteri masuk ke dalam tubuh menjadi bentuk spora, lalu akan bereaksi dengan
sistem kekebalan tubuh. Spora yang aktif mulai berkembang biak dan menghasilkan tiga
molekul protein, yaitu protective antigen (PA), lethal factor (LF), dan edema factor (EF).
Ketiga molekul ini tidak bersifat toksik, tetapi bila bergabung membentuk dua macam toksin
Patofisiologi
Patofisiologi anthrax diawali dari masuknya spora anthrax ke dalam tubuh manusia
melalui kontak dengan kulit terbuka atau luka, ingesti spora, atau inhalasi spora. Spora yang
masuk ke dalam tubuh akan diliputi oleh sel imun, kemudian ditranportasikan ke limfoid di
regional dimana spora akan teraktivasi menjadi bakteri. Spora anthrax membutuhkan masa
inkubasi 1-7 hari untuk teraktivasi, namun spora dapat juga menjadi dorman sampai 60 hari
atau lebih.
Patofisiologi Anthrax Kulit
Anthrax kulit terjadi melalui inokulasi spora ke dalam Setelah teraktivasi menjadi
bakteri, Bacillus anthracis akan berkembang, multiplikasi, dan mulai memproduksi toksin
yang akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Pada fase ini mulai muncul manifestasi
klinis sistemik. Seiring dengan progresi penyakit, infeksi dapat menyebar melalui aliran
darah. Penyebaran hematogen dapat menyebabkan syok sepsis dan infeksi pada organ dalam
seperti paru-paru, ginjal, dan lien. Bakteri juga dapat masuk ke dalam otak dan menyebabkan
meningitis yang fatal.
kulit terbuka atau luka saat kontak dengan hewan terinfeksi atau saat mengolah
produk hewani yang terinfeksi. Di jaringan kulit, spora akan teraktivasi menjadi bakteri.
Bakteri akan multiplikasi secara lokal dan tetap berada dalam kapiler organ yang terinfeksi,
kemudian memproduksi toksin yang menyebabkan infeksi lokal sampai fatal.
Seiring dengan progresi penyakit, dapat terjadi penyebaran secara hematogen dan
limfogen. Diseminasi dari hati, lien, dan ginjal menuju kembali ke aliran darah akan
menyebabkan bakteremia dan septikemia yang menyebabkan fokus perdarahan sekunder
intestinal (anthrax gastrointestinal).
Patofisiologi Anthrax Gastrointestinal
Anthrax gastrointestinal dapat terjadi secara sekunder akibat septikemia pada anthrax
kulit, atau terjadi melalui ingesti langsung spora akibat makan daging hewan terinfeksi yang
mentah atau kurang matang ataupun sayur-sayuran yang tidak dimasak dengan sempurna.
Anthrax gastrointestinal dapat terjadi di orofaring, esofagus, gaster, dan intestinal.
Pada anthrax gastrointestinal, spora menginvasi mukosa gastrointestinal, masuk ke
limfonodi mesenterium, kemudian teraktivasi menjadi bakteri. Multiplikasi bakteri akan
menyumbat (oklusi) sistem limfatik sehingga muncul manifestasi klinis asites dan ileus.
Lesi lokal yang muncul pada anthrax gastrointestinal mirip dengan lesi pada anthrax
kulit. Pada beberapa kasus, nekrosis dan ulserasi di lokasi infeksi dapat menyebabkan
perdarahan gastrointestinal. Cairan peritoneal akan banyak terisi leukosit dan eritrosit. Bakteri
dapat menyebar secara hematogen dan menyebabkan bakteremia. Bakteremia dapat
menyebabkan infeksi pada organ dalam seperti paru-paru, ginjal, lien, dan otak.
Patofisiologi Anthrax Inhalasi
Anthrax inhalasi terjadi ketika spora terhirup saat mengolah produk hewani yang
terinfeksi, misalnya daging, wol, atau kulit hewan. Pada anthrax inhalasi, spora yang
terinhalasi akan menyebabkan akumulasi spora dalam alveolus paru-paru. Diperlukan
minimal 4.000-8.000 spora yang terinhalasi untuk dapat menyebabkan infeksi.
Spora yang terinhalasi akan difagosit oleh makrofag paru, kemudian dibawa menuju
limfonodi mediastinum dan hilus. Spora akan teraktivasi menjadi bakteri yang kemudian
berkembang, multiplikasi, dan mulai menghasilkan toksin. Toksin bakteri dapat menyebabkan
gagal napas akibat trombosis pembuluh darah kapiler paru atau efek langsung toksin pada
pusat pernapasan di otak.
Bakteri dapat menyebar secara hematogen dan menyebabkan bakteremia hingga
kematian. Pada fase bakteremia, lesi hemoragik dapat terjadi di bagian tubuh manapun,
terutama di mediastinum (mediastinitis hemoragik).

2.3 Pemeriksaan 

2.4 Tatalaksana 
 Diagnosis
 Pencegahan 
- Mengendalikan zoonosis pada hewandengan eradikasi atau eliminasi hewanyang positif
secara serologis danmelalui vaksinasi.
- Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat peternak. •
Mensosialisasikan gejala klinis awal

penyakit zoonosis di peternakan ataurumah potong hewan dan sesegera


mungkin melaporkan dan mengambil

tindakan terhadap ternak maupunpekerja yang tertular penyakit. • Memperketat


pengawasan lalu lintas

ternak dengan menerapkan sistemkarantina yang ketat, terutama dari

negara tertular. • Melarang impor sapi dan produknya,

pakan ternak, hormon, tepung tulang,

dan gelatin yang berasal dari sapi

dari negara yang belum bebas penyakit menular. • Menjaga kebersihan kandang
denganmenyemprotkan desinfektan. • Menggunakan alat pelindung seperti

sarung tangan, masker hidung, kaca

mata pelindung, sepatu boot yang dapat didesinfeksi, dan penutup kepala bila mengurus
hewan yang

sakit. • Menjaga kebersihan dengan mencuci

tangan sebelum mengolah pangan

setelah memegang daging mentah,

menangani karkas atau mengurus

ternak. • Memasak dengan benar daging sapi,

daging unggas, dan makanan laut

serta menghindari mengonsumsi

makanan mentah atau daging yang

kurang masak. • Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi hewan piaraan atau
serangga.

• Menggunakan sarung tangan bila berkebun, menghindari feses kucing saat

menyingkirkan bak pasir yang tidak

terpakai. • Memantau nyamuk dan lalat di daerah

endemis dan mengawasi lalu lintas

ternak. • Jika tergigit anjing atau kucing, segera

mencuci luka bekas gigitan dengan


sabun di bawah kucuran air mengalir

selama 1015 menit agar dinding virus

yang terbuat dari lemak rusak oleh

sabun. • Segera ke dokter atau ke rumah sakit


untuk mendapat vaksinasi.

3. Memahami dan Menjelaskan Konsep One Health 


3.1 Definisi

3.2 Sejarah 
3.3 Tujuan 
3.4 Ruang lingkup
3.5 Hubungan antara One Health dan Zoonosis
4. Memahami dan Menjelaskan Syarat Syah Hewan Kurban

Anda mungkin juga menyukai