Anda di halaman 1dari 6

Lalat kuda merupakan bagian lalat yang penting dalam dunia edic dan veteriner karena lalat ini

termasuk dalam lalat pengisap darah. Tabanus sp.merupakan penerbang yang tangguh dan penggigit
persisten yang aktif pada siang hari. Lalat ini selain sebagai penghisap darah yang ganas, juga
dapat menularkan beberapa penyakit yang berbahaya. Penyakit yang dapat ditularkan melalui
lalat ini, yaitu trypanosomiasis ,tularemia, dan antraks .

Penyakit Antrax
 ETIOLOGI PENYAKIT
Antraks merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis dan termasuk
salah satu penyakit zoonosis. Bakteri Bacillus anthracis yaitu bakteri berbentuk batang, dengan ujung
berbentuk persegi dan sudut yang tampak jelas, tersusun berderet sehingga tampak seperti ruas-ruas
bambu. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang mempunyai ukuran 1-1,2 um X 3-5 um serta
dapat membentuk spora, non motil dan kapsul. Kapsul dan toksin merupakan dua factor virulen penting
yang dimiliki oleh bakteri Bacillus anthracis. Toksin bakteri akan merusak sel tubuh jika telah berada di
dalamnya. Penyakit antraks kebanyakan menyerang mamalia dan beberapa spesies burung, terutama
herbivora. Hewan ternak yang sering terkontaminasi yaitu sapi, kerbau, kambing, domba dan babi.
 EPIDEMIOLOGI :
Sumber infeksi : Tanah yang tercemar endospora bakteri Bacillus anthracis merupakan sumber
infeksi dan bersifat bahaya laten karena dapat terserap oleh akar tumbuh- tumbuhan hingga
mencapai daun maupun buahnya sehingga berpotensi untuk menginfeksi ternak maupun manusia
yang mengkonsumsinya. Sumber infeksi lainnya adalah bangkai ternak pengindap anthrax. Miliaran
endospora bakteri ini terdapat dalam darah dan organ - organ dalam penderita pada keadaan
septisemia. Pada dasarnya seluruh tubuh bangkai penderita, termasuk benda yang keluar dari
bangkai tersebut mengandung endospora bakteri ini . Dalam satu milliliter darah setidaknya
mengandung 1 miliar endospora. Spora-spora tersebut dapat diterbangkan angin, atau dihanyutkan
aliran air kemudian dapat mencemari air, pakan, rumput, peralatan dan sebagainya.
Pada hewan sumber infeksi utama penyakit anthrax adalah tanah.Selama masa akhir dari
penyakit ini pada hewan, bakteri vegetatif Bacillus anthracis akan keluar dalam jumlah banyak
bersama darah penderita melewati lubang-lubang kumlah alami misalnya telinga, hidung, anus.
Bakteri ini dengan segera membentuk endospora dan berdiam diri di tanah bertahun-tahun bahkan
hingga 60 -70 tahun. Hal inilah yang kemungkinan dapat menjadi sumber infeksi dari anthrax yang
terus menerus ada.
 PENULARAN
Berdasarkan cara penularannya, antraks terbagi dalam tiga jenis, yaitu:

o Antraks kulit (cutaneous anthrax)


Antraks kulit menular pada orang yang memiliki luka terbuka di kulit. Penularan terjadi ketika
seseorang menyentuh kulit, bulu, tulang, atau daging hewan yang terinfeksi. Antraks kulit
merupakan jenis antraks yang paling sering terjadi, tetapi tidak berbahaya. Antraks ini biasanya baru
berkembang 1–7 hari setelah paparan terjadi.
Tanda dan gejala antrax kulit meliputi:
Kulit; bengkak dan benjol serta gatal menyerupai gigitan serangga yang cepat berkembang menjadi
sakit dengan pusat bengkak berwarna kehitaman dan Pembengkakan pada kelenjar getah bening
dekat area yang terkena.

o Antraks pencernaan (gastrointestinal)


Antraks jenis ini terjadi ketika seseorang memakan daging hewan yang sudah terinfeksi sehingga
bakteri antraks masuk ke saluran pencernaan. Kondisi ini umumnya baru terjadi 1–7 hari setelah
seseorang terpapar bakteri. gejala anthrax gastrointestinal meliputi: Mual, Muntah, yang sering
disertai darah pada tahap lanjut penyakit Kehilangan nafsu makan, Demam, Diare parah disertai
darah pada tahap akhir penyakit, Sakit tenggorokan dan kesulitan menelan, serta Leher bengkak.

o Antraks pernapasan (inhalation)


Antraks pernapasan merupakan antraks yang paling berbahaya. Seseorang dapat terinfeksi antraks
pernapasan jika menghirup serbuk (spora) dari bakteri antraks, misalnya ketika memproses bulu
atau kulit dari hewan ternak. Infeksi akibat antraks ini biasanya baru berkembang setelah 7 hari
hingga 2 bulan sesudah seseorang terpapar. Gejala seperti flu, seperti sakit tenggorokan, demam
ringan, kelelahan dan nyeri otot yang dapat berlangsung beberapa jam atau beberapa hari,
Ketidaknyamanan pada dada, Seiring penyakit semakin berkembang, gejala akan meliputi Demam
tinggi, Kesulitan bernapas, Shock, bahkan Meningitis – peradangan otak dan sumsum tulang
belakang.

-Pada hewan, penularan terjadi dengan menelan, menghirup spora atau masuk melalui lesi kulit.
Herbivora biasanya terinfeksi saat menelan cukup banyak spora di tanah atau pada tanaman di
padang rumput. Wabah anthrax sering dikaitkan dengan hujan deras, banjir atau kekeringan. Hewan
karnivora biasanya terinfeksi setelah memakan daging yang terkontaminasi.
Burung pemakan bangkai dan lalat dapat menyebarkan antraks secara mekanis. Spora antraks dapat
bertahan selama puluhan tahun di tanah atau produk hewani seperti kulit kering atau olahan dan
wol. Spora juga bisa bertahan selama dua tahun dalam air, 10 tahun dalam susu dan sampai 71
tahun pada benang sutera.

- Penyakit antraks pada manusia berkembang setelah jaringan tubuh terpapar spora B. anthracis
dari hewan yang terinfeksi. Di sebagian besar negara, antraks manusia jarang terjadi dan tersebar
sporadis, terutama pada kalangan dokter hewan, pekerja peternakan, pertanian dan pekerja yang
mengolah produk kulit, rambut, wol dan tulang. Manusia dapat terinfeksi melalui salah satu dari
ketiga kemungkinan yaitu melalui kulit, melalui inhalasi atau melalui ingesti. Manifestasi klinis pada
manusia tergantung dari jalan masuknya endospore Bacillus anthracis ke dalam tubuh host. Antraks
inhalasi adalah bentuk yang paling serius, dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi bahkan
saat diobati.

 GEJALA KLINIS
- Gejala klinis antraks pada hewan diawali dengan suhu tubuh tinggi sekitar 41-42 °C, kehilangan
nafsu makan yang mengarah kepada terhentinya produksi susu pada sapi perah, edema di sekitar
leher, hidung, kepala dan scrotum, selain itu hewan terlihat sempoyongan, gemetar dan kemudian
mati. Hewan yang lemah biasanya mati dalam waktu 1- 3 hari. Pada babi dan kuda umumnya lebih
tahan, gejala penyakit berjalan secara kronis dan menyebabkan pembengkakan pada daerah
tenggorokan. Gejala Anthrax pada hewan ternak khususnya sapi meliputi:
 Sapi yang terlihat lemah dan mudah jatuh / ambruk.
 Banyak pendarahan dibeberapa bagian tubuh, biasanya berwarna hitam ( pada lubang
hidung dan mulut, pori-pori dan pada lubang anus sapi)
 Radang bagian pada bagian limpa dan akhirnya sapi menjadi diare.
 Nafas Tersengah-sengah
 Pembengkakan pada bagian bawah perut
Bila sudah akut, sapi akan mati mendadak
-Pada manusia dalam waktu 12 -36 jam setelah infeksi akan timbul jerawat atau papula kecil dan
akan berkembang dalam dua sampai tiga hari. 24 jam berikutnya papula berubah menjadi vesikula
yang berisi cairan berwarna biru gelap dan membentuk cincin vesikula, diikuti oleh ulserasi papula
sentral, yang mengering dan membekas berupa eschar kehitaman pada bagian pusat lesi
(pathognomonik). Biasanya, pada hari kelima atau enam eschar kehitaman akan menebal dan
melekat erat pada jaringan dasarnya. Terdapat limfadenopati regional dan juga terjadi
pembengkakan di wajah atau leher yang bisa berkembang menjadi meningitis. Demam, nanah dan
nyeri terjadi jika infeksi sekunder.
 DIAGNOSIS LABORATORIS
Untuk penegakan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratoris dengan pengecatan langsung
atau kultur terhadap specimen yang diambil dari malignant pustule, sputum , darah atau
discharge penderita. Immunodiagnostik berupa test PCR atau Elisa juga dapat dilakukan sebagai
diagnosa laboratoris selain Test ascoli yang merupakan test serologis khususnya terhadap hewan
yang mati tersangka anthrax. diagnosa laboratoris terhadap tersangka anthrax hanya boleh
dilakukan oleh laboratorium tertentu yang mempunyai standar BSL2 /Biological Safety Level 2.
 PENANGANAN
Pada hewan : pada setiap kejadian Atau dugaan anthrax pada hewan harus segera dilaporkan
kepada Dokter Hewan yang berwenang dan Dinas Peternakan setempat, karena dampaknya bisa
sangat luas apabila dilakukan penanganaN yang salah. PengobataN dapat menggunakan penisilin,
tetrasiklin, dan preparat sulfa. Apabila pengaruh obat sudah hilang, vaksinasi baru dapat
dilakukan sebab pengobatan dapat mematikan endospora yang terkandung dalam vaksin. Untuk
memutus rantai penularan, bangkai ternak tersangka anthrax dan semua material yang diduga
tercemar misalnya karena pernah bersinggungan dengan hewan penderita harus dimusnahkan
dengan cara dibakar atau dikubur dalam-dalam serta bagian atas dari lubang kubur dilapisi batu
kapur secukupnya. Area penguburan hendaknya diberi tanda supaya semua pengembalaan
hewan di area sekitar menjauhi lokasi penguburan.
Pada manusia, penanganan yang baik senantiasa harus berpedoman pada pengamatan
komprehensif, sehubungan dengan penanganan penyakit antraks ini perlu kiranya dilakukan
anamnesa terarah karena diagnosa dini penyakit anthrax umumnya sulit ditegakkan. Seperti
diketahui bahwa pada awalnya anthrax menunjukkan gejala dan tanda yang bersifat umum
seperti demam subfebris, sakit kepala. Pada manusia pemberian antibiotic intraven
direkomendasikan pada kasus antraks inhalasi, gastrointestinal dan meningitis. Bacillus anthracis
resisten terhadap antibiotika yang sering dipergunakan pada penanganan sepsis seperti
sefalosporin tetapi hampir sebagian besar bakteri ini sensitive terhadap penisilin, doksisiklin,
siprofloksasin, kloramfenikol, vankomisin, sefazolin, klindamisin, rifampisin,
imipenem,aminoglikosida, sefazolin, tetrasiklin, linezolid, dan makrolid. Bagi penderita yang
alergi terhadap penisilin maka kloramfenikol, eritromisin, tetrasikilin, atau siprofloksasin dapat
diberikan. Pemberian antibiotika topikal tidak mdianjurkan pada cutaneous anthrax dengan
gejala sistemik, edema yang luas, atau lesi di kepala dan leher, dan sebaiknya diberikan
antibiotika intravena. Walaupun sudah ditangani secara dini dan adekuat, prognosis anthrax
inhalasi, anthrax gastrointestinal, dan anthrax meningeal biasanya tetap buruk. Pada cutaneous
anthrax dan gastrointestinal anthrax yang bukan karena bioterorisme, pemberian antibiotika
harus tetap dilanjutkan hingga paling tidak 14 hari setelah gejala reda. Oleh karena anthrax
inhalasi secara cepat dapat memburuk, maka pemberian antibiotika sedini mungkin sangat
diperlukan.

 PENCEGAHAN
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah penularan anthrax pada manusia diantaranya
dengan menghindari kontak langsung dengan bahan atau makanan yang berasal dari hewan yang
dicurigai terkena anthrax. Selain itu perlu dilakukan pemusnahan bangkai hewan yang mati
karena anthrax secara benar sehingga tidak memungkinkan endospora dari bakteri ini untuk
menjadi sumber infeksi. Vaksinasi pada hewan ternak perlu dilakukan untuk mencegah infeksi
pada ternak sapi, kerbau, kambing, domba maupun kuda.1.

Anda mungkin juga menyukai